PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN DIRI MENGGOSOK GIGI UNTUK ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB NEGERI CILEUNYI, KABUPATEN BANDUNG.

(1)

PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN DIRI MENGGOSOK GIGI UNTUK ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB NEGERI CILEUNYI,

BANDUNG

(Penelitian Deskriptif Kualitatif Pada Pembelajaran Pengembangan Diri Menggososk Gigi Untuk Anak Tunagrahita Sedang Kelas II SDLB di SLB Negeri

Cileunyi Kabupaten Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Khusus

Oleh:

Eky Putriyanti

0900928

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2015


(2)

PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN DIRI MENGGOSOK GIGI UNTUK ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB NEGERI CILEUNYI,

BANDUNG

(Penelitian Deskriptif Kualitatif Pada Pembelajaran Pengembangan Diri Menggososk Gigi Untuk Anak Tunagrahita Sedang Kelas II SDLB di SLB Negeri

Cileunyi Kabupaten Bandung)

Oleh: Eky Putriyanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Khusus Fakultas

Ilmu Pendidikan

© Eky Putriyanti 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Eky Putriyanti

PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN DIRI MENGGOSOK GIGI UNTUK ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB NEGERI CILEUNYI,

BANDUNG

(Penelitian deskriptif kualitatif pada pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi

Kabupaten Bandung)

SKRIPSI

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Dr. Iding Tarsidi, M.Pd

NIP. 196601041993011001

Pembimbing II

Dra. Mimin Tjasmini M.Pd

NIP. 195403101988032001

Mengetahui

Ketua Departemen Pendidikan khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Budi Susetyo, M.Pd


(4)

PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN DIRI MENGGOSOK GIGI UNTUK ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB NEGERI CILEUNYI,

KABUPATEN BANDUNG

Eky Putriyanti

Departemen Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK

Pendidikan pengembangan diri merupakan pendidikan yang bersifat fungsional diberikan bagi anak tunagrahita. Meskipun dari segi akademik anak tunagrahita sangat lemah, namun ada potensi lain yang dapat dikembangkan sebagai bekal hidupnya sendiri. Salah satunya yaitu dalam hal menggosok gigi, namun pelaksanaannya belum optimal. Karena itu peneliti ingin mengadakan penelitian tentang pembelajaran bina diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang kelas II SDLB. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pembelajaran bina diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang. Adapun manfaat penelitian secara teori diharapkan dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut dalam mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran bina diri untuk anak tunagrahita sedang, dan manfaat praktis yaitu agar peserta didik dapat menggosok gigi untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Dalam persiapan pembelajaran menggosok gigi, materi, media yang relevan dan evaluasi disesuaikan dengan kondisi kemampuan siswa dan karakteristik masing-masing peserta didik. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran menggosok gigi, meliputi beberapa tahapan: kegiatan awal yaitu apersepsi, mengkondisikan peserta didik, membahas dan menyambungkan materi yang lalu dengan materi yang akan diberikan. Kegiatan inti yaitu memberikan materi dan melakukan tanya jawab dengan menggunakan bahasa yang dipahami dan memberikan penguatan kepada peserta didik. Kegiatan inti yaitu, guru menyimpulkan materi, memberikan tugas dan menilai hasil kerja siswa, kemudian mengadakan evaluasi, tindak lanjut dari hasil penilaian akhir, dalam bentuk pengayaan, pengembangan dan pengulangan. Rekomendasi dari hasil penelitian ini bagi sekolah, guru, orang tua dan peneliti, selanjutnya diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan acuan dalam melakukan penelitian tentang pembelajaran program khusus bina diri bagi anak tunagrahita.


(5)

SELF BRUSHING TEETH LEARNING FOR MENTAL RETARDATION CHILDREN IN SLB NEGERI CILEUNYI BANDUNG

Eky Putriyanti

Special Education Departement Faculty Of Education University Education Of Indonesia

ABSTRACT

Self learning education itself is a functional education givento mentally disabled children. Althought in terms of academic mentally disabled children very weak, but there are other potential that can be developed as a provision of his live. One of them is in terms of brushing teeth, but still not optimal yet. Therefore, researchers want to conduct research on building self learning brushing teeth for mental retardation children class II SDLB. This research purpose to gain an overview of building self learning brushing teeth for mental retardation children. The theoretical benefits of the research are expected to be material for further study in developing the palnning and execution of building self learning for mental retardation children, and the learners benefit can brush his teeth for his need independently. In preparation of learning brushing teeth, material, relevant media, and adjusted to the conditions of evaluation students abilities and characteristics of each learners. In the implementation of learning activities brushing teeth includes several phases: initial activity is apersepsi, learner conditions, discuss and connect the material and the material that will be given. Activities that provide a material and conduct a questions and answer in a language that is understood and provide reinforcement to student. Core activities, namely, the teachers concludes the material, giving tasks, and assess students work, and the conduct the evaluation, follow up of the result of the final assesment in the form of enrichment, development, and repetiton. Recommendation from the result of this study for school, teachers, parents and reesearchers. The expect to be reverence in the study materials and conduct research on building self learning special program for mental retardation children.


(6)

DAFTAR ISI JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... A.Latar belakang ... 1

B.Fokus Masalah ... 4

C.Tujuan ... 4

D.Kegunaan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... A.Anak Tunagrahita ... 1. Pengertian ... ...6

2. Klasifikasi ... ... 7

3. Dampak Ketunagrahitaan ... 8

B.Anak Tunagrahita Sedang ... 1. Pengertian...9

2. Hambatan Pada Anak Tunagrahita Sedang...10

3. Permasalahan Anak Tunagrahita Sedang...11

4. Kebutuhan Belajar Anak Tunagrahita Sedang...12


(7)

C.Pembelajaran Pengembangan Diri...

1. Pengertian...15

2. Tujuan...16

3. Ruang Lingkup...16

D.Pelaksanaan Pembelajaran Menggosok Gigi... 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Menggosok Gigi...17

2. Langkah-langkah Menggosok Gigi...18

3. Alat-alat dan Bahan Untuk Menggosok Gigi...19

4. Materi...19

E. Prinsip-prinsip Dasar Pembelajaran Pengembangan Diri Menggosok Gigi... 1. Assesmen...19

2. Analisis Tugas...21

F. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 1. Dasar Pemikiran...24

2. Pengertian...25

3. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP...26

4. Komponen-komponen RPP...27

5. Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)...28

BAB III METODE PENELITIAN ... A.Tempat Penelitian ... 32

B.Metode Penelitian ... 33

C.Instrumen Penelitian ...34

D.Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Pengujian keabsahan data ... 36

F. Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A.Pembelajaran Bina Diri Menggosok Gigi Untuk Anak Tunagrahita Sedang 1. Hasil Observasi ... 38


(8)

B.Pembahasan Hasil Penelitian...50

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ...

A.Kesimpulan ... 55


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karena itu seluruh warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1, “Setiap warga negara

berhak mendapat pendidikan”. Bunyi Undang-Undang Dasar tersebut dapat

diartikan bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama dengan tidak mengesampingkan baik itu jenis kelamin, agama, status sosial ekonomi, termasuk anak berkebutuhan khusus. Anak berkebuthan khusus memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya, seperti yang tercantum dalam Undnag-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 5 ayat 1, menyatakan : “Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial

berhak mendapat pendidikan khusus”.

Berdasarkan kutipan di atas jelas secara tegas bahwa pendidikan merupakan hak yang harus diperoleh setiap warga negara tidak terkecuali anak tunagrahita.

Pendidikan bagi anak tunagrahita pada dasarnya sama dengan pembelajaran pada anak umumnya. Pembelajaran yang diberikan berupa mata pelajaran/bidang studi seperti : Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Keterampilan, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan serta Program Khusus. Adapun program khusus yang diberikan bagi anak tunagrahita yaitu program khusus pengembangan diri.

Pendidikan pengembangan diri bagi peserta didik tunagrahita memiliki peran sentral dalam mengantarkan peserta didik melakukan pengembangan diri untuk dirinya sendiri, yang meliputi merawat diri (mandi, menggosok gigi, merawat rambut, kebersihan kuku, memelihara kesehatan dan keselamatan diri), mengurus diri (makan, minum, menyuap dan tata cara


(10)

makan, mengenakan bermacam-macam pakaian, memakai sepatu, kaos kaki, pergi ke WC, berpatut diri, merawat kesehatan diri), menolong diri (memasak sederhana, mengatasi bahaya, mencuci pakaian, dan melakukan aktivitas rumah), komunikasi (lisan, tulisan dan perbuatan), sosialisasi (bermain, berinteraksi, berpartisipasi kelompok, ramah dalam bergaul, menghargai orang lain, bertanggung jawab pada diri sendiri, berekspresi dan mengendalikan emosi), keterampilan hidup (berbelanja, menggunakan uang, dan cara mengatur pembelanjaan), dan mengisi waktu luang yang diisi dengan kegiatan yang positif seperti kegiatan olahraga, kesenian, keterampilan sederhana seperti memelihara ternak atau tanaman sesuai dengan kemampuannya. Dengan pembelajaran pengembangan diri yang tepat diharapkan dapat menghantarkan peserta didik tunagrahita untuk hidup mandiri di keluarga, sekolah dan masyarakat, oleh karena itu anak tunagrahita perlu diberikan pembelajaran pengembangan diri yang di dalamnya adalah menggosok gigi.

Masih banyak siswa yang belum terampil menggosok gigi/masih mengalami kesulitan saat menggosok gigi, kemungkinan disebabkan oleh kurangnya latihan tentang bagaimana cara menggosok gigi yang baik dan benar, selain itu kemungkinan lain kesulitan tersebut karena beberapa siswa mengalami gangguan motorik sebagai gangguan/kelainan penyerta.

Faktor penyebab lain dari ketidakmampuan siswa dalam keterampilan menggosok gigi selain disebabkan oleh faktor siswa itu sendiri, mungkin pula disebabkan oleh guru ataupun orang tua siswa itu sendiri. Bentuk perencanaan yang kurang tepat/tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswa akan sangat berpengaruh terhadap ketercapaian tujuan suatu pembelajaran, begitu pula proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan bentuk evaluasi yang kurang tepat serta saran dan prasarana yang diperlukan dalam mewujudkan tujuan dari pembelajaran.

Kemampuan, masalah dan kebutuhan yang dialami anak tunagrahita sangat heterogen. Heterogenitas ini pada akhirnya mempunyai konsekuensi terhadap tindakan-tindakan guru dalam kegiatan pembelajaran. Tindakan itu tidak lagi didasarkan hanya semata-mata pada IQ (Intelligence Quotient) yang


(11)

sifatnya abstrak dan sangat umum, melainkan pada pertimbangan kemampuan, masalah dan kebutuhan nyata dari kondisi yang dhadapi anak tunagrahita.

Kenyataan menunjukan bahwa layanan pembelajaran bagi anak tunagrahita yang berlangsung saat ini belum mencapai tahap maksimal. Akibatnya persolan-persoalan yang menyangkut kebutuhan dasar mereka menjadi tidak tersentuh. Cara membelajarkan seperti ini pada akhirnya proses pembelajaran menjadi tidak bermakna, tidak fungsional dan tidak menyentuh apa yang sebenarnya dibutuhkan anak. Semua ini sesungguhnya sangat bertentangan dengan kaidah dan prinsip-prinsip belajar dalam dunia pendidikan bagi anak tunagrahita. Lebih tidak baik lagi jika proses pembelajaran yang digambarkan telah menjadi gaya yang sulit dirubah.

Penyelenggaraan layanan pendidikan kepada anak tunagrahita, diperlukan adanya dukungan pengetahuan dan sikap profesioanl para pengelola pendidikan dan penentu kebijakan pemerintah itu sendiri. Secara operasional ujung tombak pengelolaan pendidikan sebetulnya berada ditangan guru, oleh karena itu guru memiliki posisi strategis dan menentukan keberhasilan pembelajaran. Dikatakan strategis karena fungsi guru adalah perancang, pengelola dan evaluator dari seluruh proses pembelajaran, sehingga gurulah yang sesungguhnya dapat menentukan kedalaman dan keluasan ateri yang akan diajarkan kepada setiap peserta didiknya. Dikatakan menentukan karena guru pulalah yang dapat memilah dan memilih bahan yang sesuai dengan hambatan, masalah dan kebutuhan belajar setiap individu yang akan diajar.

Untuk memperoleh keterampilan tersebut maka perlu diberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik guna meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri, khususnya menggosok gigi. Selain itu juga untuk melatih motoriknya yang mengalami gangguan gerak sehingga ia dapat merawat, mengurus dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dimana ia berada tanpa harus tergantung sepenuhnya kepada orang lain/mandiri.


(12)

B. FOKUS MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian tentang Pembelajaran Pengembangan Diri Menggosok Gigi Untuk Anak Tunagrahita Sedang di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung. Dari fokus masalah tersebut peneliti merinci menjadi beberapa masalah agar lebih terarah.

Adapun yang menjadi sub fokus masalah itu adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran pengembangan diri menggososk

gigi anak tunagrahita sedang kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pengembangan diri menggososk gigi anak tunagrahita sedang kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung?

3. Bagaimana sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi anak tunagrahita sedang kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung?

4. Bagaimana hambatan dalam pembelajaran pengembangan diri menggososk gigi anak tunagrahita sedang kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung?

5. Bagaimana evaluasi pembelajaran pengembangan diri mengosok gigi anak tunagrahita sedang kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung?

C.TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian tentang Pembelajaran Pengembangan Diri tentang cara menggosok gigi pada anak tunagrahita adalah sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh gambaran tentang perencanaan pembelajaran

pengembangan diri menggosok gigi bagi anak tunagrahita sedang kelas II

SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung

2. Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran

pengembangan diri menggosok gigi bagi anak tunagrahita sedang kelas II


(13)

3. Untuk memperoleh gambaran tentang sarana dan prasarana pembelajaran

pengembangan diri menggosok gigi bagi anak tunagrahita sedang kelas II

SDLB diSLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung

4. Untuk memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang menjadi kendala dan pendukung pada pembelajaran pengembangan diri menggososk gigi bagi anak tunagrahita sedang kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung

5. Untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi pembelajaran pengembangan diri mengosok gigi anak tunagrahita sedang kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung?

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan yang ingin dicapai, penulis berharap hasil penelitian dapat bermanfaat, antara lain :

1. Manfaat Teori

- Hasil penelitian dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut serta acuan dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran pengembangan diri bagi anak tunagrahita sedang.

- Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman serta mengembangkan karir dalam dunia pendidikan khusus.

2. Manfaat Praktis

- Bagi siswa tunagrahita sedang dapat melakukan kegiatan-kegiatan merawat diri dalam hal menggosok gigi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa bergantung terhadap orang lain/mandiri.

- Bagi guru dapat dijadikan panduan/alternatif dalam proses belajar mengajar.

- Bagi orang tua dapat diajadikan panduan untuk membantu anaknya dalam kegiatan sehari-hari.


(14)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian

Pada dasarnya sebuah penelitian tidak lepas dari lokasi penelitian, yaitu tempat dimana penelitian itu dilakukan. Tempat yang jadi lokasi penelitian diharapkan dapat memberikan data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian. Adapun tempat yang dijadikan lokasi/tempat penelitian tentang pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi, yaitu SLB Negeri Cileunyi, Bandung. SLB Negeri Cileunyi beralamat di Jl. Pandanwangi Cibiru Indah 3 Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. SLB Negeri Cileunyi ini sudah memiliki ijin operasional sejak tahun 1997. Sekolah ini milik pemerintah, berakreditasi A, SLB Negeri Cileunyi ini berada dikawasan komplek pendidikan yang mudah dijangkau. Sekolah ini merupakan sumber pusat (resouerce centre) yang berada di Kabupaten Bandung.

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis memilih 2 orang siswa tunagrahita sedang dan 1 orang guru kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung sebagai subyek penelitian sekaligus sumber data (responden) penelitian untuk memperoleh informasi/data yang diperlukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1

SUBYEK PENELITIAN

No. Nama L/P Umur Keterangan

1. . 2. 3.

IY DA ER

P L L

52 8 7

Guru Kelas Siswa


(15)

B. Metode Penelitian

Metode merupakan hal yang sangat diperlukan oleh seorang peneliti dalam melakukan suatu penelitian, karena akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan penelitian yang ditetapkan. Dengan demikian metode yang digunakan dalam sebuah penelitian harus tepat, artinya bahwa metode tersebut harus sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Metode itu sendiri berfungsi untuk memandu pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Bertitik tolak dari tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka penulis mencoba menggunakan metode yang dianggap sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun metode yang dimaksud adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan dasar pemikiran bahwa masalah terjadi pada masa sekarang yaitu masalah yang diteliti terjadinya pada saat penelitian berlangsung dengan mengamati orang dalam bahasa dan tafsiran tentang dunia sekitarnya. Dengan demikian terlihat hubungan antara peneliti dan pihak yang diteliti.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Data dikumpulkan oleh peneliti sendiri dengan memasuki lapangan yang akan diteliti.

Pemikiran tersebut di atas didasarkan pada pendapat Moleong (2007, hlm.6), mengemukakan bahwa:

Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian tentang pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung, metode yang cocok dan sesuai untuk penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dengan pertimbangan bahwa :


(16)

1. Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif yaitu berupa tindakan subjek (guru) dalam mengembangkan program pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi bagi anak tunagrahita sedang, yang akan diperoleh melalui wawancara.

2. Data ini menggambarkan peristiwa-peristiwa yang dialami dan tidak dapat dimanipulasi, artinya perisiwa-peristiwa tersebut berlangsung apa adanya.

C. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti sendiri merupakan alat (instrumen) pengumpul data utama. Moleong (2007, hlm.9) mengemukakan bahwa: “Hanya manusia sebagai alat saja yang dapat berhubungan dengan responden dan obyek lainnya, dan hanya manusialah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan”.

Begitu pula dengan pendapat Nasution dalam (Sugiono, 2010, hlm.223) bahwa:

Dalam penelitian kualitatif ini tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak banyak pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya

Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dalam penelitian ini, peneliti sendirilah yang menjadi alat (instrumen) pengumpul data yang diperlukan dalam penelitian ini. Peneliti mengamati langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang relevan, lebih lengkap, akurat, dan obyektif sesuai dengan kebutuhan.


(17)

2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk keperluan penelitian diperlukan data-data dari berbagai pihak, data-data yang diperoleh kemudian dikumpulkan. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi

Untuk memperoleh data yang lengkap, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak maka observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif dimana dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data, peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.

Observasi dilakukan terhadap siswa yang sedang melakukan kegiatan pengembangan diri, observasi merupakan kegiatan pengamatan langsung yang dilakukan peneliti sehingga akan diperoleh data yang aktual sesuai kebutuhan penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto S (1993, hlm.27) bahwa “Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis”. Dengan kegiatan observasi ini dapat mengungkapkan kondisi yang obyektif tentang kemampuan anak tunagrahita sedang kelas II SDLB dalam menggosok gigi di SLB Negeri Cileunyi, Kabupaten Bandung.

b. Wawancara

Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan kegiatan pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung, penulis mengadakan wawancara kepada seorang guru yang mengajar anak tunagrahita sedang di kelas II. Wawancara menurut (Arikunto S, 1993, hlm.27) adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan


(18)

jalan tanya jawab sepihak”. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara sebagai salah satu teknik untuk mengumpulkan berbagai informasi dari para informan di lapangan penelitian.

Wawancara yang digunakan penelitian ini yaitu wawancara bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh peneliti.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Begitupun pada penelitian ini, peneliti mendokumentasikan apa-apa yang diperlukan pada pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang kelas II di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga teknik pengumpulan data tersebut sangat sesuai dengan masalah yang akan diteliti yaitu tentang pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang kelas II di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung.

D. Pengujian Keabsahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data selanjutnya perlu diuji kebenarannya (keabsahan data). Untuk menguji keabsahan data peneliti menggunakan triangulasi dengan sumber. Triangulasi dengan sumber yaitu mengecek data (kredibilitas data) yang telah diperoleh melalui beberapa sumber yang kemudian dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana yang berbeda, dan mana spesifik dari berbagai sumber data yang kemudian dianalisis oleh peneliti sehingga mengahsilkan suatu kesimpulan.

Kredibilitas data/pengujian keabsahan data dilakukan penulis dengan jalan:


(19)

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu

4. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan

E. Analisis data

Adapun langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam penelitian sebagaimana yang dikemukakan menurut Nasution (2003, dalam Pranitia E, 2010, hlm.40), sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data dimaksud untuk mengintisarikan dan mengambil bagian pokok dari data yang telah diperoleh, hal ini untuk memudahkan dalam menentukan data apa saja yang sudah diperoleh dan data apa saja yang belum diperoleh yang harus dikumpulkan berkaitan dengan masalah penelitian.

2. Display Data

Display data adalah suatu cara menggolongkan data ke dalam kelompok-kelompok sehingga data mudah untuk dibaca dan dipahami. Bentuknya berupa matrik, yang dapat digunakan untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian teretentu secara efektif sehingga memudahkan penulis untuk mengambil keputusan.

3. Menarik Kesimpulan dan Verifikasi

Kegiatan menarik kesimpulan dilakukan oleh peneliti sejak awal, hal ini memudahkan peneliti untuk memperoleh makna dari setiap data yang dikumpulkan. Kesimpulan yang diambil hanya bersifat sementara dan masih diragukan, oleh karena itu kesimpulan senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung untuk menjaga tingkat kepercayaan penelitian. Dari berbagai data yang terkumpul, selanjutnya penulis menarik kesimpulan tentang hasil penelitian yang dihubungkan dengan jawaban terhadap pertanyaan penelitian tentang pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang kelas II.


(20)

BAB V KESIMPULAN Kesimpulan

Kesimpulan tentang hasil penelitian ini merupakan jawaban dari fokus masalah tentang Bagaimana Pembelajaran Pengembangan Diri Menggosok Gigi Untuk Anak Tunagrahita Sedang Kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung? Yaitu tentang Bagaimana perencanaan pembelajarannya, pelaksanaan pembelajarannya, sarana dan prasarana yang dibutuhkan, hambatan dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi, serta evaluasi pembelajarannya. Berikut ini penulis paparkan dari penelitian yang dilakukan di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung sebagai berikut:

1. Dalam hal perencanaan pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang kelas II SDLB di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung, disusun berdasarkan KTSP yang sudah tersedia di sekolah untuk mata pelajaran program khusus (pengembangan diri) yang merupakan penjabaran dari program tahunan, program semester dan silabus yang telah disusun oleh guru. Perencanaan pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi disusun oleh guru kelas dengan pertimbangan kemampuan dan kebutuhan yang dimiliki masing-masing peserta didik. Model RPP yang dikembangkan di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung untuk program khusus (menggosok gigi) yaitu dengan analisis tugas. Bagi peserta didik yang masih rendah kemampuannya terutama dalam menggosok gigi guru menugaskan peserta didik agar lebih rajin berlatih di rumah serta memberitahu kepada orang tua melalui buku penghubung untuk melatih peserta didik dalam keterampilan yang belum dikuasainya. 2. Dalam proses pelaksanaan pembelajaran pengembangan diri

menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang kelas II SDLB, kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, persiapan KBM dalam kelas telah disusun sebelumnya, penyampaian materi yang jelas melaui


(21)

urutan/langkah-langkah yang mudah diikuti oleh peserta didik melalui rincian langkah-langkah/tugas-tugas kecil untuk menguasai suatu keterampilan khusus. Penggunaan metode, alat dan sumber belajar yang tepat. Proses/pelaksanaan pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi telah dilaksanakan dengan pendekatan analisis tugas (task analysis), untuk menyusun suatu analisis tugas perlu diperhatikan satu hal yang sangat penting dalam mengajarkan keterampilan pengembangan diri yaitu memahami kemampuan prasyarat. Kemampuan prasyarat adalah suatu kemampuan dasar yang mendukung kemampuan yang akan dikembangkan. Kemampuan prasyarat dalam keterampilan pengembangan diri diantaranya kemampuan motorik kasara (gross motor) dan motorik halus (fine motor), persepsi, dan konsentrasi. Hal tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu dan jika tidak, maka akan timbul kesulitan dalam proses pembelajaran.

3. Sarana dan prasarana dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahitas sedang kelas II SDLB belum sepenuhnya sesuai dengan syarat untuk terjadinya proses pembelajaran yang baik. Belum tersedianya beberapa fasilitas dapat menjadi pemicu program pembelajaran tidak sesuai dengan yang diharapkan. Seharusnya aktivitas pertama dalam manjemen sarana prasarana pendidikan adalah pengadaan sarana prasarana pendidikan. Pengadaan perlengkapan pendidikan biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan pendidikan di suatu sekolah menggantikan barang-barang yang rusak, hilang, di hapuskan, atau sebab-sebab lain yang dapat dipertanggung jawabkan sehingga memerlukan pergantian, dan untuk menjaga tingkat persediaan barang setiap tahun dan anggaran mendatang. Pengadaan perlengkapan pendidikan seharusnya direncanakan dengan hati-hati, sehingga semua pengadaan perlengkapan sekolah itu selalu sesuai dengan pemenuhan kebutuhan di sekolah.


(22)

4. Faktor-faktor kendala/hambatan dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang kelas II SDLB, yaitu beragamnya kemampuan dan kebutuhan yang dimiliki peserta didik dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi baik dalam menyebutkan alat dan bahan atau pada proses menggosok gigi. Faktor-faktor yang kurang mendukung dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi antara lain: keadaan/kondisi fisik peserta didik mengalami kurang koordinasi gerak serta kemampuan berbicara sebagai kelainan penyerta. Sedangkan faktor-faktor yang dapat mendukung pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi antara lain: kemampuan yang dimiliki peserta didik tentang bahan dan alat yang digunakan untuk menggsosok gigi, sikap yang dimiliki oleh guru yang telah mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dalam memberikan layanan pendidikan kepada peserta didiknya, sikap orang tua yang selalu mendukung setiap program pembelajaran yang diberikan kepada anaknya seperti pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi dengan cara mengulang pembelajaran yang telah diberikan di sekolah melalui informasi yang disampaikan oleh grur baik secara lisan maupun melalui buku penghubung peserta didik, serta peran lingkungan yang dapat menerima keberadaan anak tunagrahita sebagaimana adanya. Terbinanya dengan baik komunikasi antara guru dengan orang tua peserta didik di dalam atau luar lingkungan sekolah. 5. Evaluasi pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak

tunagrahita sedang kelas II SDLB sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai yaitu dengan tes, bentuk tes yang digunakan dengan lisan/penugasan, jenis tes yang digunakan yaitu lisan dan perbuatan (kinerja), dengan menggunakan pedoman analisis tugas sehingga dapat mengukur atau mengetahui kemampuan dan ketidak mampuan secara rinci yang dimiliki oleh peserta didik untuk menguasai suatu keterampilan khusus. Kemampuan dan kebutuhan yang dicapai dari hasil pembelajaran akan sempurna apabila diberikan tindak lanjut (perbaikan dan pengayaan) yang tepat dan


(23)

berkesinambungan (terus menerus) dari gurunya yang diterapkan pada kegiatan sehari-hari peserta didiknya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan dalam menggosok gigi yang dimiliki oleh peserta didik tidak terlepas dari pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Keterampilan guru dalam mengelola kelas melalui persiapan yang telah direncanakan sebagai implementasi dari muatan kurikulum yang sudah tersedia di sekolah memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan dari peserta didiknya. Begitu pula dengan metode dan strategi pembelajaran yang dugunakan ikut menentukan pula. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwa pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi memberi pengaruh terhadap kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, antara lain peserta didik dapat menunjukkan alat yang akan digunakan untuk menggosok gigi, membuka tutup pasta gigi, mengambil sikat gigi, memegang sikat gigi dengan tangan kiri, menuangkan isi pasta gigi ke sikat gigi, mengambil air dengan gayung/gelas plastik, berkumur-kumur, mengangkat sikat gigi yang telah diberi pasta gigi kearah mulut, menggosok gigi bagian depan luar, menggosok gigi samping kiri luar, menggosok gigi samping kanan luar, menggosok gigi samping kiri dalam, menggosok gigi samping kanan dalam, menggosok gigi depan bagian dalam atas, menggosok gigi depan bagian dalam bawah, menggosok gigi samping kiri bagian dalam atas, menggosok gigi samping kiri bagian dalam bawah, menggosok gigi samping kanan bagian dalam atas, menggosok gigi samping kanan bagian dalam bawah, berkumur-kumur hingga bersih.

Selain kemampuan yang dicapai oleh peserta didik dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi di atas ada pula kemampuan yang belum dikuasai peserta didik antara lain belum menggosok gigi samping kiri dalam, menggosok gigi samping kanan dalam, menggosok gigi depan bagian dalam atas, menggosok gigi depan bagian dalam bawah, menggosok gigi samping kiri bagian dalam atas, menggosok gigi samping kiri bagian dalam bawah, menggosok gigi


(24)

samping kanan bagian dalam atas, menggosok gigi samping kanan bagian dalam bawah, berkumur-kumur hingga bersih. Belum mampu menggosok gigi bagian dalam yang disebabkan karena peserta didik mengalami gangguan koordinasi dan motorik. Belum mampu menyebutkan nama bahan dan alat disebabkan adanya gangguan suara. Belum mampu berkumur-kumur hingga bersih dikarenakan adanya gangguan pada konsentrasi. Oleh karen itu, pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita dipandang sangat perlu guna melatih kemampuan yang masih belum dimiliki oleh peserta didik dan diharapkan dapat mengantarkan anak tunagrahita dapat melakukan pengembangan diri untuk dirinya sendiri. Berdasarkan hal di atas tersebut penulis merekomendasikan sebagai berikut:

1. Bagi Sekolah/Kepala Sekolah

a. Mengirim/menugaskan guru untuk mengikuti program pelatihan program khusus pengembangan diri yang diselenggarakan Pemerintah (Dinas Pendidikan) atau pihak yang terkait dan berkompeten untuk mengembangkan profesi serta kompetensi guru dalam memberikan layanan pendidikan/pembelajaran program khusus pengembangan diri.

b. Melengkapi peralatan dan fasilitas untuk pembelajaran pengembangan diri sesuai dengan kebutuhan yang dapat memudahkan anak dalampraktik menggosok gigi dengan senang dantidak bosan berlatih.

2. Bagi Guru

a. Diharapkan guru memberikan layanan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak tunagrahita sedang khususnya dalam pembelajaran pengembangan diri.

b. Model atau pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan anak tunagrahita sedang dapat menggunakan pendekatan atau model analisis tugas/task analisys.


(25)

c. Melakukan konsultasi/berkomunikasi dengan orang tua dalam rangka meningkatkan keterampilan pengembangan diri (program khusus).

d. Memiliki program yang jelas terukur dan terencana dalam pembelajaran pengembangan diri.

3. Bagi orang tua

a. Orang tua diharapkan terbuka kepada guru apabila mengalami kesulitan melakukan pembelajaran mengurus diri untuk anaknya di rumah agar guru atau pihak sekolah membantu memberikan solusi yang terbaik.

b. Hendaknya apa yang telah dilatihkan oleh guru disekolah, ditindak lanjuti berupa peran aktif dari orang tua peserta didik untuk melatihnya di rumah sehingga anak mampu mandiri.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan acuan dalam melakukan penelitian tentang pembelajaran program khusus pengembangan diri bagi anak tunagrahita.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, M (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta, Jakarta.

Amin, Moh (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Depdikbud, Bandung. Arikunto, S (1993). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta. Astati, (2010). Bina Diri Untuk Anak Tunagrahita. CV. Catur Karya Mandiri,

Bandung

Astati & Mulyati, L (2010). Pendidikan Anak Tunagrahita. Catur Karya Mandiri, Bandung

Depdiknas, (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDLB C Tunagrahita. Depdiknas, Bandung.

Hidayat, A (2012), (Tesis) Pembelajaran Memakai Sepatu Bertali Pada Anak Tunagrahita Sedang Kelas II SDLB Di SLB BC YPNI Pamengpeuk Kabupaten Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Majid, A (2008). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Guru. PT. Remaja Rosda Karya, Bandung

Mariana, R (2015). Pelaksanaan Layanan Rehabilitasi Vokasional Komputer Bagi Tunadaksa. (Tesis). Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Moelong, Lexy (1989), Metodolagi Penelitian Kualitatif. CV Remadja Karya, Bandung.

Mulyono & Sudjadi S (1994). Pendidikan Luar Biasa (Ortopedagogik Umum), Depdikbud.

Mulyasa, E (2009). Implementasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, PT. Bumi Aksara, Jakarta.


(27)

Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dinas Pendidikan Luar Biasa, (2009). Tentang Bahan Ajar Pembelajaran Bina Diri Untuk Peserta Didik Tunagrahita Tingkat SDLB (Pedoman Guru)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (2007). Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Peraturan Pemerintah (2005). Tentang Standar Nasional Pendidikan. Lembaran Negara Republik Indonesia.

Pranita, E (2010). Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Mengembangkan Keterampilan Vokasional. Skripsi pada FIP UPI Bandung; tidak diterbitkan

Sudinar, W (2012). Pengembangan Analisis Tugas Menggosok Gigi Bagi Anak Tunagrahita Ringan Di SLB Negeri Cileunyi. (Tesis). Universitas Islam Nusantara, Bandung

Suhaeri, H.N (1980). Ortopedagogik Umum 1 dan 2. Diktat Kuliah. PLB FIP IKIP, Bandung.

Sugiyono (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. PT. Alpabeta, Bandung.

UPI (2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No.20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003). Fokus Media, Bandung.


(1)

4. Faktor-faktor kendala/hambatan dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita sedang kelas II SDLB, yaitu beragamnya kemampuan dan kebutuhan yang dimiliki peserta didik dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi baik dalam menyebutkan alat dan bahan atau pada proses menggosok gigi. Faktor-faktor yang kurang mendukung dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi antara lain: keadaan/kondisi fisik peserta didik mengalami kurang koordinasi gerak serta kemampuan berbicara sebagai kelainan penyerta. Sedangkan faktor-faktor yang dapat mendukung pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi antara lain: kemampuan yang dimiliki peserta didik tentang bahan dan alat yang digunakan untuk menggsosok gigi, sikap yang dimiliki oleh guru yang telah mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dalam memberikan layanan pendidikan kepada peserta didiknya, sikap orang tua yang selalu mendukung setiap program pembelajaran yang diberikan kepada anaknya seperti pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi dengan cara mengulang pembelajaran yang telah diberikan di sekolah melalui informasi yang disampaikan oleh grur baik secara lisan maupun melalui buku penghubung peserta didik, serta peran lingkungan yang dapat menerima keberadaan anak tunagrahita sebagaimana adanya. Terbinanya dengan baik komunikasi antara guru dengan orang tua peserta didik di dalam atau luar lingkungan sekolah.

5. Evaluasi pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak

tunagrahita sedang kelas II SDLB sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai yaitu dengan tes, bentuk tes yang digunakan dengan lisan/penugasan, jenis tes yang digunakan yaitu lisan dan perbuatan (kinerja), dengan menggunakan pedoman analisis tugas sehingga dapat mengukur atau mengetahui kemampuan dan ketidak mampuan secara rinci yang dimiliki oleh peserta didik untuk menguasai suatu keterampilan khusus. Kemampuan dan kebutuhan yang dicapai dari hasil pembelajaran akan sempurna apabila diberikan


(2)

berkesinambungan (terus menerus) dari gurunya yang diterapkan pada kegiatan sehari-hari peserta didiknya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan dalam menggosok gigi yang dimiliki oleh peserta didik tidak terlepas dari pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Keterampilan guru dalam mengelola kelas melalui persiapan yang telah direncanakan sebagai implementasi dari muatan kurikulum yang sudah tersedia di sekolah memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan dari peserta didiknya. Begitu pula dengan metode dan strategi pembelajaran yang dugunakan ikut menentukan pula.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwa pembelajaran

pengembangan diri menggosok gigi memberi pengaruh terhadap kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, antara lain peserta didik dapat menunjukkan alat yang akan digunakan untuk menggosok gigi, membuka tutup pasta gigi, mengambil sikat gigi, memegang sikat gigi dengan tangan kiri, menuangkan isi pasta gigi ke sikat gigi, mengambil air dengan gayung/gelas plastik, berkumur-kumur, mengangkat sikat gigi yang telah diberi pasta gigi kearah mulut, menggosok gigi bagian depan luar, menggosok gigi samping kiri luar, menggosok gigi samping kanan luar, menggosok gigi samping kiri dalam, menggosok gigi samping kanan dalam, menggosok gigi depan bagian dalam atas, menggosok gigi depan bagian dalam bawah, menggosok gigi samping kiri bagian dalam atas, menggosok gigi samping kiri bagian dalam bawah, menggosok gigi samping kanan bagian dalam atas, menggosok gigi samping kanan bagian dalam bawah, berkumur-kumur hingga bersih.

Selain kemampuan yang dicapai oleh peserta didik dalam pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi di atas ada pula kemampuan yang belum dikuasai peserta didik antara lain belum menggosok gigi samping kiri dalam, menggosok gigi samping kanan dalam, menggosok gigi depan bagian dalam atas, menggosok gigi depan bagian dalam bawah, menggosok gigi samping kiri bagian dalam atas, menggosok gigi samping kiri bagian dalam bawah, menggosok gigi


(3)

samping kanan bagian dalam atas, menggosok gigi samping kanan bagian dalam bawah, berkumur-kumur hingga bersih. Belum mampu menggosok gigi bagian dalam yang disebabkan karena peserta didik mengalami gangguan koordinasi dan motorik. Belum mampu menyebutkan nama bahan dan alat disebabkan adanya gangguan suara. Belum mampu berkumur-kumur hingga bersih dikarenakan adanya gangguan pada konsentrasi. Oleh karen itu, pembelajaran pengembangan diri menggosok gigi untuk anak tunagrahita dipandang sangat perlu guna melatih kemampuan yang masih belum dimiliki oleh peserta didik dan diharapkan dapat mengantarkan anak tunagrahita dapat melakukan pengembangan diri untuk dirinya sendiri. Berdasarkan hal di atas tersebut penulis merekomendasikan sebagai berikut:

1. Bagi Sekolah/Kepala Sekolah

a. Mengirim/menugaskan guru untuk mengikuti program pelatihan program khusus pengembangan diri yang diselenggarakan Pemerintah (Dinas Pendidikan) atau pihak yang terkait dan berkompeten untuk mengembangkan profesi serta kompetensi guru dalam memberikan layanan pendidikan/pembelajaran program khusus pengembangan diri.

b. Melengkapi peralatan dan fasilitas untuk pembelajaran

pengembangan diri sesuai dengan kebutuhan yang dapat memudahkan anak dalampraktik menggosok gigi dengan senang dantidak bosan berlatih.

2. Bagi Guru

a. Diharapkan guru memberikan layanan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak tunagrahita sedang khususnya dalam pembelajaran pengembangan diri.

b. Model atau pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan anak tunagrahita sedang dapat menggunakan pendekatan atau model analisis tugas/task analisys.


(4)

c. Melakukan konsultasi/berkomunikasi dengan orang tua dalam rangka meningkatkan keterampilan pengembangan diri (program khusus).

d. Memiliki program yang jelas terukur dan terencana dalam

pembelajaran pengembangan diri.

3. Bagi orang tua

a. Orang tua diharapkan terbuka kepada guru apabila mengalami kesulitan melakukan pembelajaran mengurus diri untuk anaknya di rumah agar guru atau pihak sekolah membantu memberikan solusi yang terbaik.

b. Hendaknya apa yang telah dilatihkan oleh guru disekolah, ditindak lanjuti berupa peran aktif dari orang tua peserta didik untuk melatihnya di rumah sehingga anak mampu mandiri.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan acuan dalam melakukan penelitian tentang pembelajaran program khusus pengembangan diri bagi anak tunagrahita.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, M (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta, Jakarta.

Amin, Moh (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Depdikbud, Bandung. Arikunto, S (1993). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta. Astati, (2010). Bina Diri Untuk Anak Tunagrahita. CV. Catur Karya Mandiri,

Bandung

Astati & Mulyati, L (2010). Pendidikan Anak Tunagrahita. Catur Karya Mandiri, Bandung

Depdiknas, (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDLB C Tunagrahita. Depdiknas, Bandung.

Hidayat, A (2012), (Tesis) Pembelajaran Memakai Sepatu Bertali Pada Anak Tunagrahita Sedang Kelas II SDLB Di SLB BC YPNI Pamengpeuk Kabupaten Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Majid, A (2008). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Guru. PT. Remaja Rosda Karya, Bandung

Mariana, R (2015). Pelaksanaan Layanan Rehabilitasi Vokasional Komputer Bagi Tunadaksa. (Tesis). Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Moelong, Lexy (1989), Metodolagi Penelitian Kualitatif. CV Remadja Karya, Bandung.

Mulyono & Sudjadi S (1994). Pendidikan Luar Biasa (Ortopedagogik Umum), Depdikbud.

Mulyasa, E (2009). Implementasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, PT. Bumi Aksara, Jakarta.


(6)

Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dinas Pendidikan Luar Biasa, (2009). Tentang Bahan Ajar Pembelajaran Bina Diri Untuk Peserta Didik Tunagrahita Tingkat SDLB (Pedoman Guru)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (2007). Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Peraturan Pemerintah (2005). Tentang Standar Nasional Pendidikan. Lembaran Negara Republik Indonesia.

Pranita, E (2010). Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Mengembangkan Keterampilan Vokasional. Skripsi pada FIP UPI Bandung; tidak diterbitkan

Sudinar, W (2012). Pengembangan Analisis Tugas Menggosok Gigi Bagi Anak Tunagrahita Ringan Di SLB Negeri Cileunyi. (Tesis). Universitas Islam Nusantara, Bandung

Suhaeri, H.N (1980). Ortopedagogik Umum 1 dan 2. Diktat Kuliah. PLB FIP IKIP, Bandung.

Sugiyono (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. PT. Alpabeta, Bandung.

UPI (2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No.20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003). Fokus Media, Bandung.