SIKAP PEREMPUAN MUSLIM TERHADAP POLIGAMI (Studi Deskriptif) Skripsi

  SIKAP PEREMPUAN MUSLIM TERHADAP POLIGAMI (Studi Deskriptif) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi Oleh: Prima Amalia

  NIM: 019 114 149

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-

isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu

janganlah kamu terlalu cenderung (kapada yang kamu cintai),

sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (Terjemahan

Q.S. An Nisaa: 129).

  

“Batasan bagi dirimu adalah rasa puas diri dan putus asa” (Guru Yosen:

Kung Fu Boy, Maekawa Takeshi).

  

Syukurku pada:

ALLAH SWT

NABI MUHAMMAD SAW

  

Atas nikmat yang dilimpahkan kepadaku

AYAH, IBU,

ADIKKU ANISA DAN KAUTSAR

Atas doa, dukungan, canda, tawa,

dan kebahagiaan yang menyertaiku

RINA, WINA, JENG YOSI, JELLY, IRA

  

A friend indeed

is NOTjust a friend in need

Inspiring kawaii bishonen drummer

Motto touku made isshoni yuketara ne,

ureshikute sore dakede…

Waratte kureru no!

  

ABSTRAK

SIKAP PEREMPUAN MUSLIM TERHADAP POLIGAMI

(Studi deskriptif)

  Poligami adalah istilah yang digunakan untuk menyebut status perkawinan

seorang laki-laki/suami yang memiliki isteri lebih dari seorang pada saat yang

bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menggambarkan sikap

perempuan muslim terhadap poligami.

  Subjek dalam penelitian ini adalah 64 perempuan muslim yang sudah

menikah. 50 orang subjek menikah dengan status perkawinan monogami. 14

orang subjek menikah dengan status perkawinan poligami.

  Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala sikap yang disusun

oleh peneliti. Uji coba kesahihan aitem dan reliabilitas skala penelitian

menghasilkan koefisien sebesar 0,9806 menunjukkan bahwa skala ini cukup

reliabel.

  Analisis data menunjukkan bahwa sikap perempuan muslim umumnya

negatif/menolak secara signifikan terhadap poligami. Analisis selanjutnya

dilakukan uji beda dengan independent sample t-test untuk melihat perbedaan

sikap antara perempuan yang bermonogami dan yang berpoligami terhadap

poligami, hasilnya terdapat perbedaan sikap yang signifikan antara perempuan

yang bermonogami dan yang berpoligami terhadap poligami.

  Peneliti juga mengukur perbedaan dari masing2 aspek sikap. Pada masing-

masing aspek sikap kognitif, afektif, dan konatif terdapat perbedaan sikap yang

signifikan antara perempuan yang bermonogami dan yang berpoligami terhadap

poligami.

  Peneliti kemudian mengukur perbedaan dari masing-masing indikator.

Pada indikator isteri tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai isteri, dan

indikator isteri memiliki penyakit atau cacat badan yang tidak dapat disembuhkan,

menunjukkan tidak terdapat perbedaan sikap yang signifikan antara perempuan

yang bermonogami dan yang berpoligami terhadap poligami. Pada masing-masing

indikator isteri mandul, indikator persetujuan isteri, indikator suami menjamin

nafkah seluruh isteri dan anak, dan indikator suami menjamin akan berlaku adil

terhadap seluruh isteri dan anak, semuanya memiliki perbedaan sikap yang

signifikan antara perempuan yang bermogami dan perempuan yang berpoligami

terhadap poligami.

  

ABSTRACT

ATTITUDE OF MOSLEM WOMEN TOWARD POLIGAMY

(Descriptive study)

  Poligamy is a term used to mention marriage status of a man/husband who

has more than one wife at a time. This research aimed to measure and describe the

attitude of moslem women toward poligamy.

  The subjects of this research are 64 married moslem women. 50 subjects

are married women with monogamy status. 14 subjects are married women with

poligamy status.

  The instrument of data collection is the Attitude Scale that had been

compiled by the researcher. The trial test on item validity and instrument

reliability resulted on reiability coefficient of 0.9806 ndicated that the scale is

reliabel.

  Analized data found that generally moslem women significantly had a

negative attitude or refused toward poligamy. Next anlysis used independent

sample t –test to measure differences of attitude between women with monogamy

status and women with poligamy status toward poligamy, it showed that there

were significant differences between them toward poligamy.

  Researcher also measured differences of attitude based on each attitude

aspects. Each Cognitive, Afective, and Conative aspects showed significant

differences between women with monogamy status and women with poligamy

status toward poligamy.

  Reseacher also measured differences of attitude based on each indicators

of poligamy. Indicator of women that couldn’t do her obligations as a wife, and

indicator of women that had uncurable disease or bodily disable, showed no

significant attitude differences between them. On the indicator of sterile women,

indicator of husband’s promise to fulfill all the family needs, and on the indicator

of that husband would be fair to all the wifes and children, each showed

significant differences toward poligamy between women with monogamy status

and women with poligamy status toward poligamy.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan karunianya, atas

terselesaikannya penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini merupakan

studi permulaan yang memberi gambaran mengenai Sikap Perempuan Muslim

Terhadap Poligami. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana (S1) program studi Psikologi.

  Terselesaikannya penelitian ini tidak terlepas dari dukungan dan kritik

berharga dari orang di sekitar penulis, dan kepada mereka penulis ingin

menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya: 1.

  Dekan sekaligus Dosen Pembimbing Akadamik Fakultas Psikologi, Bpk.

  Eddy Suhartanto, M.Si.

  

2. Kaprodi Fak. Psikologi, Ibu Sylvia C.M.Y.M. M.si. terima kasih atas

bimbingan dan dukungan.

  

3. Dra. L. Pratidarmanstiti. M. Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan waktu, dukungan, dan perhatian selama proses penyelesaian skripsi ini, juga untuk diskusi dan semangatnya yang menginspirasi.

  

4. Bpk. T. Priyo. W. M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan

perhatian dan bimbingan hingga terselesaikannya penelitian ini.

  5. Ibu Tanti Arini S. Psi., selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu dan kesabaran hingga terselesaikannya skripsi ini.

  

6. Staff kesekretariatan Fak. Psikologi, Mbak Nanik, Mas Gandung, Pak Gik,

Mas Muji, atas bantuannya dengan penuh kesabaran memenuhi dan mengurus segala kebutuhan selama proses perkuliahan.

  

7. Bpk. Y. Heri Widodo S.Psi dan Ibu Titik K. S. Psi atas support yang tak

terhingga, yang menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri yang tak terbatas.

  

8. Teman-teman RASS, Tio, Lia, Kris, Ohok, Mertin, Etik, Berta, atas

pemahaman, kesabaran, dan ketekunan dalam berproses bersama.

  9. Semua staff Book Monster Children Center, Pak Erman dan Bu Alissa (atas kebijaksanaannya), Mr. Kari dan Mrs. Retno (best GM of all), teman-teman seperjuangan Ms. Dini, Ms.Diana, Ms.Nandez, Ms.Fenty, Ms.Maya, Ms.Tina, Ms.Nita, Ms.April, Mr. Yoga, Mr. Djalu, for all the wild thoughts and creative ideas . Mr Yanto, Mr. Mumun, and Mr. Agus, for all the help, support, laughter and happiness . Muridku Ardra, Iqbal, Haidar, Rizky, Reinaldy, Attaya, Fika, Imana, Titi, Alya, kemurnian kalian membuat dunia terasa lebih indah.

  10. Bimo dan Tony, thanks to both of you, I’m now an SPSS Master!

  

11. Anak Wisma Kasih, Mbak Nissa, Devi, Dik Dyah, Mbak Arum, Mbak Fitri,

terima kasih atas guyonan tiada akhirnya. Jelly dan kamarnya, atas komputer dan game The Sims (sama bagusnya dengan Final Fantasy!).

  12. Teman-teman di Psikologi, Kadek, Etta, Desy, Jeng Yola, Jeng Icha, atas diskusinya yang penuh semangat.

  

13. Rumah Rina (atas keteduhannya), Tante Eny (terima kasih Al Qurannya), Om

Totok (atas Batik painting performance-nya).

  

14. Teman-teman Tae Kwon Do UAJY, khususnya tim Poomsae, Sabum Antok

(atas disiplin, semangat, dukungan dan semua pelajaranku), Sabum Bosco, Sabum Ari, Sabum Max, atas disiplin, kemenangan, dukungan, dan kebersamaan. Sabum Ira, Sabum Abelle, Sabum Dian, Sabum Riri, Sabum Popy, friends forever, right! Tae Kwon Do UAJY rules!!! 15. Anak-anak komunitas kebudayaan Jepang di Jogja, Ichigo, Himaje, Hikaru, Shimata, cosplayer, atas ajang yang menampung ekspresi kenarsisan diri sebagai wadah katarsis, Laruku Night sampai Shimatta n Hikaru’s New Year’s

Eve 2007, sugoi! Hiroaki Kato, Shin X Plain, Restu Ibu, Netsubou, dan J-

rockers lainnya… Ganbatte Kudasai!!!

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………… iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………… iv LEMBAR PERSEMBAHAN ………………………… v ABSTRAK ………………………… vi ABSTRACT ………………………… vii KATA PENGANTAR ………………………… viii

DAFTAR ISI ………………………… ix

DAFTAR TABEL ………………………… xii DAFTAR LAMPIRAN ………………………… xiii

BAB I PENDAHULUAN …………………………

  1 A. Latar Belakang Masalah ………………………… 1 B.

   Rumusan Masalah ………………………… 6

  

C. Tujuan Penelitian ………………………… 6

  

D. Manfaat Penelitian ………………………… 6

1.

   Manfaat Teoretis ………………………… 7

2. Manfaat Praktis ………………………… 7

BAB II LANDASAN TEORI ………………………… 8 A. Sikap ………………………… 8

1. Definisi Sikap. ………………………… 8 2. Struktur Sikap.

  ………………………… 11

  3. ………………………… 13 Pembentukan Sikap.

B. Perkawinan. ………………………… 16 1. ………………………… 17 Definisi Perkawinan.

  2. Asas-asas Perkawinan. ………………………… 19

  3. Tujuan Perkawinan. ………………………… 20 4. ………………………… 21 Sahnya Perkawinan.

C. Poligami ………………………… 23 1. ………………………… 23 Definisi Poligami.

  2. Kedudukan Poligami dalam Hukum di Indonesia. ………………………… 24 D.

  ………………………… 29 Perempuan Muslim.

  1. Perempuan Muslim. ………………………… 29 2. Kedudukan Perempuan Muslim dalam Islam. ………………………… 30 E.

  ………………………… 32 Sikap Terhadap Poligami

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………… 37 A. Jenis Penelitian. ………………………… 37 B. Operasional. ………………………… 37 Definisi

1. Sikap Perempuan Muslim terhadap Poligami. ………………………… 37

  C. Subjek Penelitian. ………………………… 38

  D. Metode Pengumpulan Data. ………………………… 40 1.

  ………………………… 40 Alat Pengumpulan Data.

  2. Penilaian. ………………………… 41

   Hasil Penelitian. ………………………… 52

  B. Saran. …………………………

   ………………………… 79

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………… 79 A. Kesimpulan.

   Rangkuman analisis umum dan analisis khusus setiap indikator dan aspek. ………………………… 69 D. Pembahasan. ………………………… 70

  ………………………… 55 3.

  1. Karakteristik Subjek Penelitian. ………………………… 52 2. Analisis Data Penelitian.

  

B. Pelaksanaan Penelitian. ………………………… 51

C.

  3. Validitas. ………………………… 42 4. Reliabilitas. ………………………… 42

  1. Uji coba alat ukur. ………………………… 47 2. Analisis Aitem. ………………………… 48

  BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ………………………… 47

A. Persiapan Penelitian. ………………………… 47

  ………………………… 46

   Metode Analisis data.

  

E. Blueprint. ………………………… 45

F.

  5. Prosedur Pengumpulan Data. ………………………… 43

  82 DAFTAR PUSTAKA ………………………… 84 LAMPIRAN ………………………… 86

  

DAFTAR TABEL

halaman Tabel

  59 Tabel XXIII Hasil analisis uji-t indikator 3

  68 Tabel XXXVI Rangkuman analisis umum dan khusus setiap indikator dan aspek

  67 Tabel XXXV Hasil analisis uji-t aspek konatif

  67 Tabel XXXIV Data teoritis dan empiris aspek konatif

  66 Tabel XXXIII Hasil analisis uji-t aspek efektif

  65 Tabel XXXII Data teoritis dan empiris aspek efektif

  64 Tabel XXXI Hasil analisis uji-t aspek kognitif

  64 Tabel XXX Data teoritis dan empiris aspek kognitif

  63 Tabel XXIX Hasil analisis uji-t indikator 6

  62 Tabel XXVIII Data teoritis dan empiris indikator 6

  61 Tabel XXVII Hasil analisis uji-t indikator 5

  61 Tabel XXVI Data teoritis dan empiris indikator 5

  60 Tabel XXV Hasil analisis uji-t indikator 4

  60 Tabel XXIV Data teoritis dan empiris indikator 4

  58 Tabel XXII Data teoritis dan empiris indikator 3

  I Blue print Skala Sikap

  57 Tabel XXI Hasil analisis uji-t indikator 2

  57 Tabel XX Data teoritis dan empiris indikator 2

  56 Tabel XIX Hasil analisis uji-t indikator 1

  55 Tabel XVIII Data teoritis dan empiris indikator 1

  55 Tabel XVII Hasil analisis uji-t subjek monogami dan poligami

  53 Tabel XVI Data teoritis dan empiris subjek monogami dan poligami

  52 Tabel XV Data teoritis dan empiris secara umum

  50 Tabel VII Frekuensi Usia, Jumlah Anak, Pendidikan, Status

perkawinan subjek penelitian monogami dan poligami

  50 Tabel VI Distribusi aitem penelitian

  V Blue print penelitian

  49 Tabel

  49 Tabel IV blue print setelah try out

  45 Tabel III Distribusi aitem try out

  44 Tabel II Distribusi Aitem skala sikap

  69

DAFTAR LAMPIRAN

A. LAMPIRAN UJI COBA 1. Surat ijin penelitian.

  21. Uji beda subjek berdasarkan indikator 3. ………………………… 64 22.

  15. Skor total subjek pada aspek konatif. ………………………… 55

  16. Skor total subjek pada indikator 1. ………………………… 56 17.

  Uji beda subjek berdasarkan indikator 1.

  ………………………… 58 18. Skor total subjek pada indikator 2.

  ………………………… 59

  19. Uji beda subjek berdasarkan indikator 2. ………………………… 61

  20. Skor total subjek pada indikator 3. ………………………… 62

  Skor total subjek pada indikator 4.

  ………………………… 52 14. Skor total subjek pada aspek konatif.

  ………………………… 65 23. Uji beda subjek berdasarkan indikator 4.

  ………………………… 67

  24. Skor total subjek pada indikator 5. ………………………… 68

  25. Uji beda subjek berdasarkan indikator 5. ………………………… 70

  26. Skor total subjek pada indikator 6. ………………………… 71 27.

  Uji beda subjek berdasarkan indikator 6.

  ………………………… 73

  ………………………… 53

  2. Skala sikap uji coba.

  3. Deskripsi subjek uji coba.

  27

  ………………………… 1

  

4. Data subjek uji coba. …………………………

  3

  5. Analisis Reliabilitas skala uji coba. ………………………… 17

  6. Data seleksi aitem terbaik penelitian. ………………………… 22 B.

   LAMPIRAN PENELITIAN 1. Skala sikap penelitian.

  

2. Deskripsi subjek penelitian. …………………………

  3. Frekuensi subjek penelitian. ………………………… 29 4.

  12. Skor total subjek pada aspek afektif. ………………………… 50 13.

  Data subjek penelitian. ………………………… 32 5.

  Skor total subjek secara umum.

  ………………………… 42

  6. Hasil analisis data secara umum. ………………………… 44

  7. Analisis uji normalitas dan homogenitas. ………………………… 45 8. Uji beda subjek monogami dan 9. poligami terhadap poligami.

  ………………………… 46

  10. Skor total subjek pada aspek kognitif. ………………………… 47

  11. Uji beda subjek pada aspek kognitif. ………………………… 49

  Uji beda subjek pada aspek afektif.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ajaran Islam masuk ke Indonesia pada abad 7-8 Masehi yaitu melalui

  

saudagar-saudagar Arab (Hasymy, 1989). Saat ini di Indonesia, menurut

Sensus Penduduk tahun 2004 dengan jumlah penduduk sebanyak 221.777.700

juta jiwa, hampir 90% penduduknya menganut agama Islam

( tanggal 30 Juli 2005). Indonesia sendiri

adalah suatu negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Mahaesa (UUD

RI 1945 pasal 29 ayat 1). Hal ini juga tertuang dalam sila ke-1 Pancasila

sebagai dasar negara yang berbunyi Ketuhanan Yang Mahaesa dengan salah

satu wujud pengamalannya yaitu “Percaya dan taqwa kepada Tuhan yang

Mahaesa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut

dasar kemanusiaan yang adil dan beradab” yang tercantum dalam Tap MPR

no. II/MPR/1978. Ketetapan inilah yang kemudian menjadi dasar hukum bagi

pelaksanaan kegiatan beragama dalam kehidupan bangsa Indonesia.

  

Keberadaan dasar hukum ini, kemudian membuat Indonesia menjadi suatu

negara yang bukan merupakan suatu negara sekuler ataupun suatu negara

agama, melainkan suatu negara yang mendasarkan kehidupan berbangsa dan

bernegaranya dalam suatu kehidupan negara yang beragama.

  Islam sendiri sebagai salah satu agama yang dianut oleh masyarakat

Indonesia, yaitu suatu agama yang memiliki sistem hukum. Agama Islam

  

memberlakukan hukumnya bagi umatnya di Indonesia melalui dua cara, yaitu

secara normatif dan secara formal yuridis (Ali, 1990). Hukum Islam yang

berlaku secara normatif adalah hukum Islam yang memiliki sanksi

kemasyarakatan apabila norma-normanya dilanggar. Hal-hal yang berkaitan

dengan hukum yang bersifat normatif ini dintaranya adalah pelaksanaan

ibadah shalat, puasa, haji dan zakat serta segala hal lainnya yang sifatnya

adalah mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Dipatuhi atau tidaknya

hukum ini bergantung kepada kesadaran umat Islam itu sendiri. Hukum Islam

yang berlaku secara formal yuridis adalah hukum Islam yang mengatur

hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Bagian

hukum Islam ini, selanjutnya menjadi hukum positif berdasarkan atau karena

ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, misalnya sesuai dengan bahasan

tentang Poligami ini, yaitu hukum perkawinan (Ali, 1990).

  Hukum Perkawinan di Indonesia yaitu UU RI no. 1 tahun 1974

mengatur di dalamnya tentang dasar perkawinan, perjanjian perkawinan,

syarat-syarat perkawinan, hak dan kewajiban suami isteri, harta benda dalam

perkawinan, putusnya perkawinan serta akibatnya, kedudukan anak, hak dan

kewajiban antara orang tua dan anak, Perwalian dan Ketentuan-ketentuan lain.

Demi kelancaran pelaksanaan undang-undang tersebut, pemerintah juga

mengeluarkan PP RI no. 9 tahun 1975 yang mengatur tentang Ketentuan

Umum, Pencatatan perkawinan, Tata cara Perkawinan, Akta Perkawinan, Tata

cara Perceraian, Waktu Tunggu, Pembatalan Perkawinan, Beristeri lebih dari

seorang, Ketentuan Pidana dan Penutup (Ali, 1990).

  Undang-undang tersebutlah yang kemudian mengatur tentang masalah

perkawinan di Indonesia, termasuk diantaranya yaitu masalah poligami.

  

Agama Islam sendiri, dasar hukumnya menyatakan bahwa seorang pria

muslim dapat menikahi hingga 4 orang isteri dalam waktu bersamaan dengan

penekanan pada syarat asalkan mampu untuk berlaku adil terhadap isteri-

isterinya itu, disebutkan dalam Al-Quran surat An-Nisaa ayat 3 dan 129.

  Oleh karena itu, atas dasar adanya surat tersebut dalam Al-Quran

sebagai sumber hukum Islam yang paling utama, maka diciptakannya UU RI

no. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di dalamnya membolehkan

seorang suami untuk memiliki isteri lebih dari satu, dan maksimal empat

orang isteri, dengan syarat-syarat tertentu (poligami). Hal ini sesuai dengan

asas perkawinan di Indonesia yang menganut asas perkawinan monogami

terbuka. Menurut pasal 3 (2) UU no. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa

Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih

  ’ dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan (Hadikusuma, 1990).

  Sejak saat itu juga poligami menjadi suatu hal yang memiliki

kedudukan hukum dan tampil sebagai sesuatu hal yang sah untuk dilakukan

dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Istilah poligami

itu sendiri mengandung pengertian poligini dan poliandri. Poliandri adalah

seorang wanita yang mengawini beberapa laki-laki dalam waktu yang sama.

Sedangkan poligami ialah seorang pria yang mengawini beberapa perempuan

dalam waktu sama, hal ini juga disebut poligini. Tetapi karena poligami lebih

  

banyak dikenal terutama di negara-negara yang memakai hukum Islam, maka

tanggapan tentang poligini adalah poligami (Ghazalba dalam Yanggo dalam

tanggal 30 Juli, 2005).

  Pada pelaksanaannya, walaupun poligami dinyatakan sebagai sesuatu yang sah dalam hukum Perkawinan di Indonesia dengan mengacu pada ayat-

ayat dalam Al-Quran yang dianggap memberikan dasar hukum akan legalitas

pelaksanaan poligami bagi umat Islam, tidak begitu saja semua perempuan

muslim di Indonesia mau untuk berpoligami. Perempuan manapun pasti tidak

akan mau untuk berpoligami, jika berpoligami sama dengan keharusan untuk

membagi kasih sayang dan nafkah suaminya dengan perempuan lain, yang

selama ini hanya miliknya dan keluarganya sendiri.

  Sikap tersebut juga dimiliki para isteri yang tidak dapat memberikan

keturunan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai isteri seperti

misalnya memiliki cacat tubuh permanen atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan (Hadikusuma, 1990), sehingga membuat suami dapat

mengajukan permohonan untuk berpoligami kepada Pengadilan Agama.

Namun jika sang suami tidak mendapatkan ijin secara tertulis atau lisan dari

isteri untuk menikah lagi (berpoligami), maka perkawinan poligami tersebut

tidak akan dapat dilaksanakan. Tetapi bukan berarti tidak ada satu perempuan

pun yang mau untuk berpoligami. Pelaksanaan poligami di Indonesia sendiri

secara aktual terlihat jelas. Hal ini dapat dilihat misalnya dari beberapa public

figure yang secara terang-terangan mengakui memiliki lebih dari satu isteri.

  Hal ini menjelaskan bahwa berpoligami berarti harus membagi kasih

sayang dan nafkah suami secara lahir dan batin. Keadaan ini menunjukkan

bahwa walaupun ada perempuan yang bersedia untuk berpoligami, namun ada

juga yang tidak bersedia.

  Bertolak dari adanya reaksi-reaksi itulah peneliti tertarik untuk melihat

lebih jauh tentang sikap perempuan terhadap poligami, baik sikap perempuan

yang hidup bermonogami maupun perempuan yang berpoligami. Sikap itu

sendiri adalah merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan

(Thurstone, Likert, dan Osgood dalam Azwar, 2005). Sikap seseorang

terhadap suatu objek dapat juga dikatakan sebagai suatu perasaan mendukung

atau memihak, disebut juga sebagai favorable, maupun sebagai perasaan tidak

mendukung atau perasaan tidak memihak, disebut juga sebagai unfavorable

(Berkowitz dalam Azwar, 2005).

  Timbulnya sikap juga tidak hanya ditentukan oleh keadaan objek yang

sedang dihadapi, tetapi juga akan dikaitkan dengan pengalaman-pengalaman

masa lalu, situasi yang dihadapi saat ini, juga oleh harapan-harapan individu

tersebut di masa yang akan datang (Azwar, 2005). Seorang perempuan yang

bermonogami mungkin memiliki keyakinan yang positif terhadap poligami,

namun bisa saja bersikap secara negatif terhadap poligami, dan sebaliknya.

  

Seorang perempuan yang berpoligami mungkin memiliki sikap dan keyakinan

yang positif, namun bisa saja memiliki perasaan yang negatif terhadap

poligami. Jika ada perempuan yang dipoligami namun memiliki sikap yang

negatif, maka kemungkinan perempuan tersebut mengalami kekerasan. Pada kenyataannya, sudah terdapat berbagai kasus yang berhubungan dengan dampak berpoligami, yaitu pengaduan isteri yang datang meminta bantuan ke LBH APIK Jakarta karena mengalami kekerasan dalam rumah tangga (Reyneta, 2003).

  Hal-hal inilah yang mendasari keinginan peneliti untuk mengungkap sikap perempuan muslim baik yang hidup dalam perkawinan monogami, maupun perempuan muslim yang hidup dalam perkawinan poligami terhadap poligami.

  Atas dasar berbagai perbedaan yang dimiliki perempuan dan juga atas kesamaannya sebagai umat Islam, yaitu sebagai seorang perempuan muslim, maka peneliti hendak mengungkap tentang sikap sebenarnya perempuan muslim terhadap poligami yang merupakan sesuatu hal yang legal di Indonesia yang dasar hukumnya diambil dari sumber hukum Islam yang paling utama, yaitu Al-Quran.

B. PERMASALAHAN.

  Berdasarkan bahasan pada latar belakang di atas, maka rumusan akan masalah yang hendak diteliti adalah seperti apa sikap perempuan muslim yang hidup dalam perkawinan monogami dan poligami terhadap poligami?

  C. TUJUAN.

  Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai sikap perempuan Muslim yang hidup dalam perkawinan monogami dan poligami terhadap poligami.

  D. MANFAAT.

  Dengan adanya penelitian ini, maka terdapat beberapa manfaat yang dapat dicapai, yaitu:

1. Manfaat Teoritis.

a. Memberikan referensi dan tambahan bahasan tentang hukum Islam yang mengatur tentang perkawinan, khususnya poligami.

  b.

  Memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi khususnya bidang ilmu psikologi sosial dan budaya.

2. Manfaat Praktis.

a. Memberikan gambaran tentang fenomena praktek dan legalitas poligami di Indonesia.

  b. Memberikan gambaran kepada masyarakat luas tentang sikap wanita muslim yang hidup dalam perkawinan monogami maupun poligami terhadap poligami.

BAB II LANDASAN TEORI A. SIKAP 1. Definisi Sikap. Sikap adalah konsep yang sangat populer dalam ilmu psikologi,

  khususnya psikologi sosial. Bahkan Thomas dan Znaniecki (Jahoda, 1966) mendefinisikan psikologi sosial sebagai sebuah studi ilmiah tentang sikap.

  Allport menyatakan bahwa sikap adalah suatu kesiapan mental dan syaraf, yang terorganisir oleh pengalaman, sehingga memberikan pengaruh yang bertujuan dan dinamis atas respon individu terhadap semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya (Jahoda, 1966).

  Menurut Gerber, Baender, & Firkins (dalam Stephan & Stephan, 1985) sikap adalah sesuatu yang disukai atau tidak disukai, yaitu afinitas dan aversi terhadap situasi-situasi, objek-objek, orang-orang, kelompok- kelompok atau aspek lain yang dapat dikenali dalam lingkungan kita. Katz dan Stotland mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan individu atau predisposisi untuk mengevaluasi suatu objek atau simbol dari objek tersebut dengan suatu cara tertentu (Lindgren, 1969).

  Triandis (dalam Lindgren & Harvey, 1981) menyatakan bahwa sikap adalah suatu ide yang berisikan emosi yang memiliki kecenderungan suatu kelas tindakan kepada suatu kelas tertentu dalam situasi sosial. Fazio & Roskos-Ewoldsen (Baron & Byrne, 1997) menyatakan bahwa sikap

  

adalah asosiasi antara objek sikap (yaitu segala aspek dalam dunia sosial)

dan evaluasi terhadap objek-objek tersebut. Edwards (dalam Mar’at, 1982)

menyebut objek sikap ini sebagai objek psikologis. Zanden (1984) juga

menyatakan sikap sebagai kecenderungan yang relatif menetap dan

dipelajari untuk mengevaluasi seseorang, peristiwa atau situasi dengan

cara-cara tertentu dan kecenderungan untuk bertindak atas evaluasi

tersebut.

  Menurut Thurstone (dalam Walgito, 2005) sikap adalah suatu

tingkatan afeksi baik itu positif atau negatif yang berhubungan dengan

objek-objek psikologis. Objek psikologis adalah segala simbol, frasa,

slogan, orang institusi, idealisme, atau ide yang dapat dibedakan menjadi

afeksi negatif atau positif. Berkowitz (Azwar, 2005) juga menyatakan

sikap sebagai evaluasi atau suatu reaksi perasaan yaitu perasaan

mendukung atau memihak (favorable) dan perasaan tidak mendukung atau

tidak memihak (unfavorable) terhadap suatu objek.

  Secord & Backman (Azwar, 2005) mengemukakan bahwa sikap

sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran

(kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu

aspek di lingkungan sekitarnya. Kartono (1985) juga menyebutkan bahwa

sikap merupakan organisasi kognitif yang dinamis, yang banyak dimuati

unsur-unsur emosional (afektif) dan disertai kesiagaan untuk beraksi.

  

Menurut Azwar (2005), definisi ini lebih dikenal dengan nama skema

triadik. Definisi tersebut menggambarkan sikap sebagai suatu konstelasi

  

komponen-komponen kognitif, afektif dan perilaku yang saling

berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu

objek.

  Beberapa definisi di atas memberikan gambaran bahwa sikap

merupakan suatu pandangan atau keyakinan terhadap suatu objek atau

situasi tertentu yang secara relatif menetap. Pandangan atau keyakinan

tersebut akan dimuati oleh perasaan individu pemilik sikap yang muncul

berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lalu, situasi saat ini, dan

harapan-harapan untuk masa yang akan datang, baik itu secara langsung

atau tidak langsung. Pandangan dan perasaan tersebut kemudian akan

dievaluasi menjadi sesuatu hal yang cenderung negatif atau positif,

sehingga akan mempengaruhi kecenderungan tindakan yang mungkin

muncul dan dilakukan dengan suatu cara tertentu terhadap objek atau

situasi tersebut.

  Suatu pandangan dan perasaan yang positif terhadap suatu objek

atau situasi bisa juga direspon secara negatif oleh seseorang, begitu juga

sebaliknya, suatu pandangan dan perasaan yang negatif terhadap suatu

objek atau situasi dapat saja direspon secara positif. Hal ini dapat terjadi

karena tiga hal, yaitu sikap terhadap perilaku yang bersangkutan,

keyakinan mengenai apa yang orang lain ingin perbuat dan adanya kontrol

perilaku yang ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan

individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan

perilaku yang dimaksud (Ajzen, 1988).

  Berdasarkan paparan definisi dan gambaran tentang sikap tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu pandangan atau keyakinan yang diwarnai oleh perasaan negatif atau positif terhadap suatu objek, situasi, peristiwa atau seseorang yang relatif menetap dan melibatkan penilaian dari aspek kognitif, afektif, dan konatif, dalam hal ini yaitu penilaian akan poligami. Penilaian positif merupakan suatu bentuk persetujuan dan penilaian negatif merupakan suatu bentuk ketidaksetujuan terhadap poligami.

2. Struktur Sikap.

  Berdasarkan skema triadik di atas, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (Azwar, 2005). Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai masing-masing komponen yang dimaksud.

  a.

  Komponen Kognitif.

  Komponen kognitif adalah komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai hal-hal yang berlaku atau yang benar bagi objek sikap. Seringkali sesuatu hal yang dipercayai seseorang merupakan suatu stereotip atau sesuatu yang telah terpolakan dalam pikirannya.

  Suatu hal yang dipercayai seseorang tersebut berasal dari apa yang telah dilihatnya atau hal yang diketahuinya. Kemudian membentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum objek tersebut. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu. Hal ini membuat interaksi kita dengan pengalaman di masa datang dan prediksi kita mengenai pengalaman tersebut akan lebih mempunyai arti dan keteraturan. Namun, terkadang kepercayaan itu terbentuk justru karena kurang atau tiadanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi (Azwar, 2005). Singkatnya, komponen kognitif berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, dan menjawab pertanyaan tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek sikap tersebut (Walgito, 1990).

b. Komponen Afektif.

  Komponen ini menyangkut masalah emosional seseorang yang bersifat subjektif terhadap suatu objek sikap. Secara umum dapat dikatakan sebagai perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu hal. Pada umumnya reaksi emosional ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku bagi objek yang dimaksud (Azwar, 2005). Komponen afektif ini akan menjawab petanyaan tentang apa yang dirasakan, rasa senang berarti hal yang positif atau rasa tidak senang sebagai hal yang negatif terhadap objek sikap tersebut (Walgito, 1990).

  c.

  Komponen Konatif.