4.1 ANALISA SOSIAL - DOCRPIJM 5206a7227c BAB IVBab 4 analisa ekonomi sosial

4.1 ANALISA SOSIAL

  Pembangunan selain memberikan manfaat kepada masyarakat juga sering memberikan dampak lainnya bagi masyarakat dikarenakan di dalam proses perencanaan, pelaksanakan dan pasca pembangunan kurang memperhatikan kebutuhan dan permaslahan yang ada di masyarakat sebagai penerima dampak langsung yang merasakan manfat dari keberadaan pembangunan yang dilaksanakan.

  Dampak sosial pembangunan tidak sama terhadap semua lapisan masyarakat, disebabkan oleh anggota-anggota masyarakat berada dalam keadaan yang tidak sama secara sosial, ekonomi. Ketidak samaan tersebut menyebabkan perbedaan kemampuan anggota masyarakat untuk memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh dampak atu beradaptasi dengan dampak.Anggota masyarakat masyarakat yang bearda pada situasi yang lemah secara ekonomi dan sosial biasanya kelompok yang lebih merasakan dampak karena merekalah yang memiliki berbagai rintangan untuk beradaptasi.

  Permasalahan sosial selalu terjadi pada kegiatan pembangunan infrastruktur termasuk pembangunan di bidang Cipta Karya.Untuk itu, pelaksanaan pembangunan infrastruktur perlu memperhatikan berbagai komponen yang menyangkut mengenai masalah sumber daya air, sumber daya lahan, lingkungan dan masyarakat sekitarnya.Pemerintah atau Pemerintah Daerah, pelaksana pembangunan dan masyarakat seringkali menghadapi berbagai macam permasalahan sosial yang perlu tangani dalam pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya.Permasalahan sosial tersebut sering muncul

  PENGARUSUTAMAAN GENDER merupakan suatu strategi untuk

mencapai kesetaraan dan keadilan Gender, melalui kebijakan, program dan

kegiatan yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan

permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaaan,

pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program berbagai bidang

pembangunan sehungga diperoleh kesetaraan AKPM ( Akses, Kontrol, Partisipasi

dan Manfaat) dalam pembangunan.

  Pengarusutamaan Gender bukan hanya konsep yang memprioritaskan

pemberdayaan perempuan, melainkan mengakomodasi dan memperhatikan

kebutuhan semua jenis kelamin (baik laki-laki maupun perempuan) dan orang

dengan kebutuhan khusus seperti : lansia, anak-anak dan diffable.

  Ada kebijakan, program, kegiatan pembangunan tertentu yang luput dari

adanya kebutuhan, aspirasi, hambatan yang berbeda antara laki-laki dan

perempuan, sehingga menyebabkan adanya kesejangan gender antara lain : 1.

  Kesenjangan bagi perempuan dalam memperoleh informasi tentang pentingnya menjaga kualitas sungai.

  2. Adanya kesejangan bagi kelompok tertentu (perempuan, difable, lansia) dalam penyediaan sarana jalan dan jembatan serta bangunan pelengkapnya (contoh: Rest Area, Jembatan penyebarangan, trotoar).

  3. Terabaikannya perempuan untuk memperoleh akses informasi dan pernyataan aspirasi dalam penguasaan kepemilikan asset, lahan, rumah, terkait proses pengadaan tanah dan rencana pembangunan infrastruktur PU dan Permukiman.

  4. Adanya kesenjangan bagi laki-laki (pekerjaan konstruksi) untuk mendapatkan akses informasi tentang pencegahan penyakit HIV/ AIDS, yang akan berdampak negatif bagi keluarganya.

  5. Adanya kesenjangan dalam peran dan partisipasi perempuan pada penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana permukiman, antara lain : air minum dan persampahan.

  6. Kurangnya prasarana dan sarana yang memadai bagi kebutuhan perempuan, difable pada bangunan, gedung dan lingkungan (antara

  7. Kurang terakomodasinya aspirasi kebutuhan kelompok tertentu dalam penyusunan regulasi zona ( antara lain : zona aman sekolah, ruang publik, ruang terbuka hijau).

8. Adanya kesengajan bagi peserta perempuan yang sedang menyusui untuk berpartisipasi secara maksimal dalam Pendidikan dan Pelatihan.

  Sampai saat ini yang baru teridentifikasi ada sembilan kegiatan responsif gender Cipta Karya. Antara lain Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.

  Identifikasi kebutuhan penanganan sosial pasca pembangunan

  Permasalahan Sosial yang muncul pasca pembangunan di bidang cipta karya diantaranya adalah: a) Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya infrastruktur bidang ciptakarya;b)Perubahan mata pencaharian masyarakat (bertambahnya pengangguran akibatnya hilangnya mata pencaharian sebelumnya); d) Ketidaksesuaian keterampilan masyarakat dengan mata pencaharian yang baru; e) Kurangnya kemampuan untuk memanfaatkan peluang usaha baru akibat terbatasnya keterampilan dan permodalan; f) Masih adanya masyarakat yang membuang limbah ke bendungan atau di sekitar bendungan; g) Kurang tertatanya pemanfaatan lahan pasang surut dan pemanfaatan lahan dikawasan bendungan; h) Masih terdapatnya penambangan pasir atau galian golongan C di sekitar bendungan.

4.2 ANALISA EKONOMI

  Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2012 atas dasar harga berlaku sebesar 11.969.770,27juta rupiah, dan tanpa migas sebesar

  Sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 4.855.364,56juta rupiah, dan tanpa migas sebesar 4.764.340,78 juta rupiah.Lajupertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan atau LPE KabupatenMajalengka tahun 2012 yaitu sebesar 4,76 persen. Pertumbuhan ini mengalami percepatan dibanding tahun sebelumnya, pada tahun 2011 LPE Kabupaten Majalengka sebesar 4,67 persen.

  Stuktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan bahwa kontribusi nilai tertinggi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2012 dicapai oleh sektor Pertanian disusul oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor Industri Pengolahan; masing-masing sebesar 32,53 persen, 18,87 persen, dan 15,53 persen. Sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 0,52 persen.

  PDRB perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 mencapai nilai 10.065.473 rupiah, dimana jumlah penduduk pertengahan tahun tersebut sebesar 1.189.191 jiwa.

  Miskin biasanya dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untk memenuhi kebutuhan pangan maupun nonpangan yang bersifat mendasar (sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan). Kemiskinanpun dipandang sebagai ketiadaan aset

  • – aset dan kesempatan esensial yang menjadi hak setiap manusia.Setiap orang harus mempunyai akses pada pendidikan dasar dan rawatan kesehatan primer, mempunyai hak untuk menunjang hidupnya dengan penghasilan yang diperoleh dari jerih payahnya sendiri, dan mereka mempunyai perlindungan terhadap gangguan dari luar yang tak terduga sebelumnya.

PERMASALAHAN KEMISKINAN

  Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensional yang meliputi dimensi sosial, ekonomi, fisik, politik, kelembagaan, dan bersifat unik untuk tiap kawasan karena tiap kawasan mengandung karakteristik tertentu.Penanggulangan kemiskinan tidak semata mencakup warga yang miskin, tetapi juga lingkungannya, baik lingkungan sosial, ekonomi, fisik, politik maupun kelembagaan.

  Berbagai program penanggulangan kemiskinan telah dilakukan, namun belum ada evaluasi yang mendalam dan menyeluruh terhadap efektifitas dan efesiensinya.Secara garis besar, pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan di hadapkan pada beberapa permasalahan operasional, misalnya belum adanya sistem pendataan yang akurat dan terintegrasi, serta ketidak tepatan sasaran.

BERDASARKAN PEMIKIRAN SOSIAL DAN UMUM

  Chambers (dalam Nasikun) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki 5 dimensi, yaitu : 1) kemiskinan (proper), 2) ketidak berdayaan ( powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentangan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak berdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.

DATA TERKINI MASYARAKAT MISKIN DI MAJALENGKA

  Pada akhir tahun 2008, angka kemiskinan dan angka pengangguran di Kabupaten Majalengka terus meningkat, sementara laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan.Belasan penghargaan yang diterima Kabupaten Majalengka selama setahun, secara umum tidak berdampak pada kesejahteraan ekonomi rakyat.

  Dalam catatan tersebut, angka pengangguran terbuka di Kabupaten Majalengka mengalami peningkatan dari 7,49% menjadi 7,98%. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) terjadi penurunan dari 4,87% pada 2007 dan menjadi 4,60% pada 2008, atau turun sebesar 0,27%.

  Sedangkan indeks pembangunan manusia(IPM) meski mengalami peningkatan, ternyata hanya bergeser sedikit saja dari tahun 2007. Itupun dibawah rata

  • – rata Jawa Barat, yakni sebesar 69,56 pada 2008, sedangkan tahun sebelumnya 69,25 atau hanya bergeser 0,31.

PROGRAM BEDAH RUMAH

  Kegiatan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni dan Modal Ekonomi Masyarakat Produktif merupakan kegiatan prioritas dalam program kerja seratus hari pasangan SUKA (H.Sutrisno,S.E.,M.Si. dan DR.H.Karna Sobahi,M.M.Pd.) sebagai Bupati dan Wakil Bupati Majalengka masa bakti 2008

  • – 2013 serta menjadi ikon primadona kegiatan selama 5 (lima) tahun kedepan. Dalam pelaksanaannya memerlukan pengelolaan yang terpadu dan terarah agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Dalam upaya mengentaskan kemiskinan di Majalengka tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Majalengka telah mencanangkan bantuan program bedah rumah sebesar Rp 2,6 Miliar dari APBD Kabupaten Majalengka.Besarnya bantuan diberikan kepada masing

  • – masing penerima Rp 10.000.000, dengan rincian Rp 6.000.000 untuk biaya bedah rumah, dan sisanya Rp 4.000.000 untuk bantuan modal usaha.

PROGRAM PEMBENAHAN INFRASTUKTUR

  Negara yang maju adalah negara yang memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya di segala sektor, baik itu transpotasi, pertanian, kesehatan, pendidikan, dll.Untuk itu diperlukan pembenahan infrastuktur di beberapa sektor tersebut.

  Rencana strategis dalam Program Pembenahan Infrastruktur ini, antara lain peningkatan kesehatan lingkungan berupa pembangunan sarana air minum di lokasi atau kawasan masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus pembangunan sanitasi masyarakat. Selain itu, diperlukan pula upaya guna pengembalian dan pemastian fungsi embung, waduk, bendung, dan bendungan, serta jaringan irigasi secara holistik dan terintegrasi.

  Jaringan Infrastruktur memegang peranan penting dalam memfasilitasi arus barang, jasa, dan manusia maupun finansial secara lintas pulau atau antarkota, serta menjadi penentu bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang ada saat ini.

  Fokus program pembenahan Infrastruktur harus diarahkan pada 3 tujuan yaitu Infrastruktur yang dapat membantu menanggulangi kemiskinan, membuka isolasi daerah

  • –daerah terpencil, serta menjembatani jurang antara daerah– daerah yang kaya dan miskin.
Beberapa Program

  • – program unggulan dalam penanggulangan kemiskinan di Majalengka: 1.

  Program Keluarga Harapan (PKH) Kesehatan 2.

  Program Sambung Rasa 3. Program Bedah Rumah 4. Program Padat Karya 5. Program Subsidi Langsung Tunai (SLT) 6. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) 7. Program Pengembangan Desa Mandiri Pangan (MAPAN) 8. Program Pembenahan Infrastuktur 9. Program Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin)

4.3 ANALISA LINGKUNGAN

  UU NO 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ke dalam penyusunan atau evaluasi terhadap dokumen berikut ini. Pertama, rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya.Kedua, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.Ketiga, kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup (Pasal 15, UU NO 32 Tahun 2009).Dengan adanya UU tersebut, KLHS merupakan instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat mandatory, yakni wajib dilakukan oleh para penyusun kebijakan, rencana dan program.Hal ini merupakan terobosan di tengah-tengah degradasi lingkungan hidup yang semakin mengkhawatirkan, karena unsur lingkungan sudah di pertimbangkan sejak dini pada tahap perumusan kebijakan. baseline data ini disajikan dalam tabel deskripsi yang

  Uraian hasil analisis menjelaskan per masing-masing tema isu sebagai berikut :

1. Tema Isu: Sumber Daya Air

  

Isu Kunci/Strategis : Ketersediaan AirBersih

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi : 1.

  Kondisi Hidrologi Kabupaten Majalengka dibagi ke dalam dua bagian, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan, dilewati 2 (dua) sungai besar, yaitu Sungai Cimanuk dan Cilutung yang menjadi sumber air baku terutama untuk kegiatan pertanian

  2. Selain itu, Kabupaten Majalengka mempunyai beberapa potensi air permukaan lainnya berupa situ/danau yaitu di wilayah Desa Cipadung, Payung, Sangiang, Air Tanah, berdasarkan kondisi potensi yang ada secara dan Talagaherang. umum Wilayah Utara dan Tengah Kabupaten Majalengka merupakan daerah yang memiliki potensi Air Bawah Tanah (ABT) yang cukup baik.

  3. Saat ini terdapat 7 sistem suplai air bersih perkotaan. Kota Majalengka dilayani oleh sistem dengan sumber air bersih dari air tanah dan mata air. Sistem suplai air bersih di wilayah Kadipaten berasal dari air sungai Cimanuk, Kecamatan Ligung sumber air bersihnya berasal dari air tanah dan permukaan, sedangkan sumber air bersih empat Kecamatan lainnya yaitu Maja, Talaga, Rajagaluh, dan Cikijing mengambil sumber air bersihnya dari mata air.Pada saat ini sumber mata air yang dipergunakan untuk keperluan air bersih masyarakat diantaranya:Mata air Situ Cipadung dengan dengan debit

   650 liter/detik yang digunakan oleh PDAM untuk melayani Kecamatan air Sukahaji, Majalengka, Cigasong, dan Panyingkiran., mata air Situ Janawi, Situ Cipeundeuy, Cisadane, dan Talaga Herang, digunakan sebagai sumber air bersih yang melayani Kecamatan Rajagaluh dan Leuwimunding.

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama Kemungkinan terjadinya dampak

yang mempengaruhi trend ke depan positif dan negatif oleh penerapan

faktor-faktor utama di masa depan

  1. Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, Kab. Majalengka mengalami keterbatasan sumber air baku maka akan terjadi:

  (sebagian tergantung dari Pengambilan air tanah yang berlebihan pasokan daerah lain/DAS dikhawatirkan akan mengakibatkan

  Cimanuk). krisis air bersih yang berasal dari air 2. tanah di Kabupaten Majalengka. Pengambilan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang semakin meningkat karena semakin terbatasnya kemampuan pelayanan PDAM Kab.Majalengka.

  3. pengambilan air tanah melalui sumur bor baik legal maupun ilegal yang terus meningkat.

4. Rencana berdirinya BIJB dan

  Aerocity tentunya akan Kertajati mendorong adanya peningkatan penggunaan air dalam jumlah yang sangat besar dan akan menuntut adanya ketersediaan air yang cukup.

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

  1. Perlunya pengendalian pengambilan air tanah di KabupatenMajalengka.

  2. Harus ada kerjasama dengan daerah lain di sekitar Kabupaten Majalengka dalam konteks penyediaan sumber air baku.

  

Isu Kunci/Strategis : Pencemaran Air

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi: 1.

  Dilihat dari nilai BOD dari air limbah domestik pada tahun 2013, total mencapai 51.662 mg/l sedangkan nilai COD mencapai 61.809,38 mg/l

  2. Dilihat dari data jumlah usaha dan atau kegiatan skala kecil yang mempunyai sarana pengelolaan air limbah sendiri maupun terpusat, 1) untuk industri tahu, baru ada dua dari 231 pabrik tahu di tahun 2013; 2) usaha pencelupan jeans, Cuma dua dari 11 usaha yang ada di 2013; 3) 0 untuk pabrik tapioka ; 4) ada 3 unit dari 51 untuk pemotongan batu alam.

  3. Penyumbang terbesar nilai BOD dan COD adalah limbah industri pembuatan tahu. Industri pemotongan batu alam juga salah satu penyumbang terbesar nilai COD dan BOD

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama Kemungkinan terjadinya dampak

yang mempengaruhi tren ke depan positif dan negatif oleh penerapan

faktor-faktor utama di masa depan

  1. Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan, Sistem pengelolaan limbah cair di Industri penyumbang maka akan terjadi: pencemaran masih jauh dari Menurunnya kualitas air akibat tingginya memadai dan belum efektif. pencemaran dikhawatirkan akan

  2. mengurangi ketersediaan air bersih layak Tingginya aktivitas rumah tangga dan industri di sekitar konsumsi di Kabupaten Majalengka. daerah aliran sungai. Tingginya tingkat pencemaran air sungai dapat berdampak negatif terhadap masyarakat penggunanya, terutama dari segi kesehatan.

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

  1. KabupatenMajalengka membutuhkan sistem pengelolaan limbah cair yang efektif agar dapat mengurangi tingkat pencemaran air.

  2. Sistem pengelolaan limbah cair di industri tahu dan pencelupan jeans serta beberapa industri lainnya harus ditingkatkan baik jumlah maupun efektivitasnya.

  3. Tingkat pencemaran air sungai yang tinggi dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit sehingga perlu dikelola dengan baik.

2. Tema Isu: Sampah

  

Isu Kunci/Strategis : Sampah

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi: 1.

  Terjadi peningkatan volume sampah/hari dari tahun 2011 hingga saat ini,

  3

  3

  3

  yaitu 124,32 m (2011), 126,32 m (2012), dan 250 m (2013). Ada peningkatan yang signifikan pada tahun 2013.

  2. Kabupaten Majalengka memiliki tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) seluas 2,9482 Ha berlokasi di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten. Luas TPA yang sudah terpakai 2,5 Ha. Akan tetapi tahun mulai beroperasionalnya TPA ini pada tahun 1994 dan umur TPA hanya 19 tahun, jadi TPA ini sudah hampir habis masa pakainya. Di dalam RUTR/RTRW direncanakan perluasan TPPAS di Desa Heuleut Kadipaten dan pembangunan TPPAS yang baru di Kecamatan Talaga dan/atau Cingambul (Peraturan Daerah Kabupaten Majalengka Nomor

  11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majalengka Tahun 2011-2031) dan master plan Persampahan Kabupaten Majalengka tahun 2007

3. Terdapat 3 kelompok bank sampah, yaitu 1) paguyuban TPA di Desa Heuleut

  3

  dengan jumlah sampah yang dikelola 12 m / bln; 2) di SMPN 2 Majalengka, 6

  3/

  m bln; 3) Green Economic Studio (GES) di Kelurahan Babakan Jawa

3 Kecamatan Majalengka, 12 m /bln.

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang Kemungkinan terjadinya dampak mempengaruhi tren ke depan positif dan negatif dari faktor-faktor utama di masa depan

  1. Tingginya penumpukan sampah di Masih kurang baiknya sistem pengolahan dan pengelolaan Kabupaten Majalengka dapat limbah padat, mengakibatkan menimbulkan masalah di berbagai sektor menumpuknya volume kehidupan seperti kesehatan, sampah. kenyamanan, dan keindahan lingkungan.

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

  1. Perlu adanya sistem pengolahan dan pengelolaan sampah yang efektif untuk mengurangi tingginya volume sampah di Kabupaten Majalengka.

  2. Pembangunan TPA-TPA baru

3. Tema Isu: Lahan

  

Isu Kunci/Strategis : Alih Fungsi Lahan

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi: 1.

  Hingga saat ini, konversi lahan terbangun semakin meluas ke daerah yang bukan peruntukannya, baik secara natural ataupun terencana. Semakin tinggi jumlah penduduk, disertai dengan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal menjadi salah satu penyebab konversi lahan. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya kerusakan lingkungan.

  2. Penggunaan lahan Kabupaten Majalengka sampai dengan tahun 2012 terdiri atas lahan pertanian seluas 84.703 Ha dengan rincian lahan sawah seluas 51.428 Ha dan lahan bukan sawah seluas 33.275 Ha, sedangkan lahan bukan pertanian seluas 35.721 Ha dengan sektor dominan pada hutan Negara seluas 17.203 Ha. Khusus untuk lahan sawah, terjadi penurunan luas lahan jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang pada saat itu seluas 51.896, berarti ada penurunan luas sawah sebesar 468 Ha

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Kemungkinan terjadinya dampak Faktor-faktor utama yang positif dan negatif dari faktor- mempengaruhi tren ke depan faktor utama di masa depan

  1. penduduk Kabupaten Pertambahan penduduk yang terus Jumlah

  Majalengka pada Tahun 2009 meningkat dengan intensitas mencapai 1.206.702 jiwa sedangkan aktivitasnya yang semakin tinggi jumlah penduduk 10 tahun sebelumnya dikhawatirkan akan melebihi daya (1999) tercatat sebanyak 1.109.705 dukung dan daya tampung jiwa. Kondisi ini menunjukkan adanya KabupatenMajalengka. pertumbuhan yang relatif rendah

  Pertumbuhan ekonomi yang cukup dalam kurun waktu 1999

  • –2009 yaitu
mencapai 0,87 %. Menurut data tahun pendapatan masyarakat namun perlu 2009, setelah terjadinya pemekaran diwaspadai dampaknya terhadap kecamatan pada tahun 2008 kondisi fisik kabupatenMajalengka. kecamatan yang memiliki jumlah penduduk tertinggi yaitu Kecamatan Jatiwangi dengan jumlah penduduk sebesar 83. 919 jiwa, sedangkan Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Sindang, yaitu sejumlah 16.279 jiwa.

  2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan Harga Berlaku mencapai Rp. 8,297 triliun. Bila dibandingkan tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 7,250 Triliun, maka PDRB Kabupaten Majalengka tahun 2008 tumbuh sebesar 14,44 %. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka cukup positif.

  3. Pendapatan per kapita masyarakat (PDRB Perkapita) berdasarkan Harga Konstan mencapai Rp. 3.448.048,44.

  Bila dibandingkan tahun 2004, yaitu sebesar Rp. 2.956.254,02, maka pendapatan per kapita masyarakat tahun 2008 naik sebesar 16,64% atau 4,16% per tahun.

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

4. Alih fungsi pemanfaatan lahan akan terus berlanjut jika pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang tidak diperketat.

  5. Alih fungsi pemanfaatan lahan akan terus berlanjut jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan dan pertumbuhan ekonomi dipacu tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kabupaten Majalengka.

  

Isu Kunci/Strategis : Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Berfungsi

Lindung

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

  1. Luas kawasan hutan lindung pada tahun 2012, yaitu 5.813 Ha. Berarti luasannya hanya 4.82 % dari luas Kabupaten Majalengka yang berarti masih jauh dari harapan memenuhi amanat RTRW bahwa luas kawasan lindung harus 30 % dari luas kabupaten.

  2. Ada beberapa wilayah yang seharusnya menjadi kawasan hutan lindung dan kawasan dengan fungsi lindung akan tetapi belum menjadi kawasan hutan lindung karena menjadi daerah pemukiman, yaitu di Kecamatan Bantarujeg, Banjaran, Maja dan Majalengka

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Kemungkinan terjadinya dampak Faktor-faktor utama yang positif dan negatif dari faktor- mempengaruhi tren ke depan faktor utama di masa depan

  1. jumlah penduduk Dampak negatif dari berkurangnya luas Pertambahan mengakibatkan penambahan hutan dan kawasan lindung adalah permukiman dan lahan pertanian semakin menurunnya ketersediaan air sehingga berpotensi mengurangi luas tanah dan berpotensi menimbulkan hutan dan luas kawasan lindung, begitu bencana, khususnya banjir dan tanah juga dengan program pembangunan longsor di musim hujan. Kekurangan jalan dan jembatan air pada musim kemarau.

  2. Perpindahan warga dari desa asal karena pembebasan lahan sebagai dampak dari BIJB memungkinkan adanya perambahan hutan atau alih fungsi lahan hutan menjadi peruntukan lain. Perambahan kawasan hutan juga meningkat akibat terbatasnya lapangan kerja, utamanya mereka yang harus berpindah karena lahannya dimanfaatkan kegiatan proyek pembangunan

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

  1. Alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan lindung (kawasan hutan lindung dan kawasan yang berfungsi lindung) akan terus berlanjut jika pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang tidak diperketat.

  2. Alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan lindung akan terus berlanjut jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan dan pertumbuhan ekonomi dipacu tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Kabupaten Majalengka.

  3. Alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan lindung akan terus berlanjut jika lapangan kerja tidak diupayakan bertambah, khususnya untuk penduduk lokal yang tidak lagi dapat memanfaatkan lahan pertanian yang telah berubah menjadi lahan untuk proyek.

  

Isu Kunci/Strategis : Lahan Kritis

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

  Dari luas wilayah Kabupaten Majalengka sebesar 120.420 Ha, luas lahan kritis pada akhir tahun 2012 seluas 12.543 Ha atau 10,42 % dari luas Kabupaten tahun, karena pada akhir tahun 2009, luas lahan kritis adalah 18.795 Ha atau 15,61 % dari luas Kabupaten Majalengka. Lahan kritis tersebut berada tersebar di 25 kecamatan, yaitu seluruh kecamatan di Kabupaten Majalengka kecuali Kecamatan Leuwimunding. Sementara itu luasan lahan yang terkategori potensial kritis sebanyak 3.218,35 Ha yang tersebar di 24 kecamatan yaitu di seluruh kecamatan di Kabupaten Majalengka kecuali Kecamatan Argapura dan Leuwimunding.

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Kemungkinan terjadinya dampak Faktor-faktor utama yang positif dan negatif dari faktor- mempengaruhi tren ke depan faktor utama di masa depan

  Penurunan luasan lahan kritis ini Pengembangan hutan rakyat tentunya dipengaruhi banyak faktor diperkirakan akan mampu mengurangi yang saling berkaitan satu sama lain, di luas lahan kritis dari tahun ke tahun. antaranya terdapatnya peningkatan luasan eksisting hutan rakyat yang terbangun serta terkendalinya laju penebangan kayu.

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan :

  Pengembangan hutan rakyat harus mendapat perhatian khusus sehingga mampu secara terus menerus mengurangi luasan lahan kritis yang ada.

4. Tema Isu Konflik Sosial

  

Isu Kunci/Strategis : Konflik Sosial

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

  aerocity Kebutuhan lahan untuk khusus bandara adalah 1.800 Ha dan untuk awal 2014 ketersediaan lahan sudah mencapai 1.200 Ha. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembebasan lahan, konflik sering terjadi baik antara warga desa dengan tim pemerintah atau pun antar warga sendiri menyangkut nilai ganti rugi tanah. karena nilai ganti rugi yang dulu disepakati sudah tidak relevan lagi dengan nilai saat ini. Selain itu warga juga meminta kepastian atas lokasi pemindahan dari desa asalnya.

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang Kemungkinan terjadinya dampak mempengaruhi tren ke depan positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan

  1. Target pembebasan lahan masih belum Rencana pembangunan BIJB dan industrialisasi, khususnya terkait tercapai, hingga lima tahun ke depan dengan pembebasan lahan untuk masih akan terjadi sehingga diperkirakan BIJB. konflik vertikal dan horizontal akan masih

  2. mungkin terjadi. Konflik tersebut dapat Ketidaksepakatan harga ganti rugi/kompensasi. bersumber dari ketidaksepakatan harga

  3. tanah dan aset lainya yang akan Ketidakjelasan dan ketidakpastian lokasi permukiman kembali digunakan proyek dan ketidakjelasan dan ketidakpastian lokasi permukiman baru serta upaya pemulihan ekonomi ke depan.

  Selain kemungkinan terjadinya konflik, dampak jangka panjang yang dapat terjadi adalah proses pemiskinan warga terkena proyek, apabila tidak dicarikan jalan keluarnya sejak awal.

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

  Kesimpulan: Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan pembebasan lahan, maka konflik sosial di Kabupaten Majalengka akan terus terjadi sehingga dapat berdampak negatif bagi masyarakat. Demikian pula penanganan terhadap warga terkena proyek terkait dengan lokasi permukiman baru dan upaya pemulihan ekonomi jangka panjang mereka.

  

Isu Kunci/Strategis : Pengangguran

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

  Tingkat pengangguran mengalami fluktuasi dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tahun 2008 tingkat pengangguran adalah 7,98 % dan turun hingga 5,82 % pada tahun 2010, akan tetapi meningkat lagi pada tahun 2011 mencapai 7,80 %. Pada tahun 2012, tingkat pengangguran turun kembali menjadi 6,71 %.

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang Kemungkinan terjadinya dampak mempengaruhi tren ke depan positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan

  Adanya usaha yang serius Mega proyek BIJB diprediksi akan diikuti dilakukan oleh pemerintah dengan berkembangnya pusat-pusat daerah dalam menanggulangi ekonomi dan bisnis serta industry pengangguran sehingga harapannya tingkat pengangguran akan terus menurun

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

  Apabila terjadi keberpihakan pada tenaga kerja lokal, maka tingkat pengangguran di Kabupaten Majalengka akan terus menurun sehingga dapat berdampak positif bagi masyarakat.

  5. Tema Isu Longsor

Isu Kunci/Strategis : Longsor

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

  Deskripsi: 1.

   Terjadi penurunan frekuensi longsor sejak tahun 2010 (76x), 2011 (50x), 2012

  (28 x). Bencana longsor yang terakhir terjadi, yaitu di Cigintung, Malausma pada 2013.

  2. Secara nasional, Majalengka berada pada urutan ke-16 dalam frekuensi bencana longsor dan ke-7 di Provinsi Jawa Barat.

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang Kemungkinan terjadinya dampak

mempengaruhi tren ke depan positif dan negatif oleh penerapan

faktor-faktor utama di masa depan

  Daerah tempat terjadinya longsor Apabila tidak dilakukan upaya adalah daerah perbukitan dan pengendalian terhadap pembangunan seringkali pemukiman didirikan di pemukiman di daerah rawan bencana dan daerah tersebut. Khusus untuk tidak diiringi dengan reboisasi, longsor akibat ulah manusia, penghijauan, dan rehabilitasi lahan , maka utamanya dalam bentuk bencana longsor di Kabupaten Majalengka pemanfaatan lahan yang tidak akan terus terjadi. mempertimbangkan kaidah- kaidah konservasi tanah dan air. Demikian pula, kemungkinan tanah longsor meningkat apabila program penghijauan dan reboisasi tidak dilakukan secara memadai.

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

  Gerakan reboisasi, penghijauan, dan rehabilitasi lahan serta pengendalian pembangunan pemukiman dan aktivitas pertanian di lahan rawan bencana longsor perlu mendapat prioritas.

6. Tema Isu Kearifan dan Budaya Lokal

  

Isu Kunci/Strategis : Kearifan dan BudayaLokal

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

  Kearifan dan budaya lokal dapat menjadi modal sosial dan dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi atau akselerasi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Selain sebagai modal sosial, tidak diindahkannya kearifan budaya lokal ini juga dapat mengakibatkan konflik sosial. Contoh kearifan dan budaya lokal yang ada di Kabupaten Majalengka adalah: 1.

  Budaya pamali. Pamali atau pantangan/larangan atau tabu artinya larangan untuk melakukan sesuatu karena tidak sesuai dengan adat/budaya/kepercayaan setempat. Misalnya, di situ Sangiang, Talaga adalah pamali untuk menangkap ikan lele. Demikian pula, adalah pamali merusak pohon di hutan gunung Ciremai.

2. Budaya gotong royong. Di kampung-kampung masih terdapat budaya gotong royong terutama dalam melakukan kegiatan publik/masyarakat.

  Budaya gotong-royong selain mencerminkan semangat kebersamaan dalam menjalankan aktivitas kehidupan/pembangunan juga bersifat efisien secara ekonomi, dan mereduksi terjadinya konflik sosial.

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang Kemungkinan terjadinya dampak mempengaruhi tren ke depan positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan

  1. berpotensi Industrialisasi 1.

  Perlunya program atau kegiatan yang mengikis kearifan dan budaya dapat mempertahankan nilai-nilai lokal, karena yang kearifan dan budaya lokal karena jika mengemuka adalah budaya tidak, maka modal sosial masyarakat modern, individualistik, dan akan terus terkikis dan dampaknya serba instant/cepat. akan menimbulkan kehancuran 2. Rencana BIJB dan Aerocity masyarakat yang berorientasi pada modernitas dan pencapaian

  2. Pemanfaatan nilai kearifan dan budaya target ekonomi tentunya akan lokal yang bermakna positif untuk memperbesar potensi menjaga lingkungan hidup, kehilangan kearifan dan kebersamaan dan kepedulian terhadap budaya lokal apabila tidak warga lokal, dan dengan demikian, direncanakan dengan baik keberlanjutan pembangunan ekonomi termasuk mempertimbangkan di Kabupaten Majalengka. pentingnya peran budaya/kearifan lokal.

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

  Kesimpulan: 1.

  Perlunya program atau kegiatan yang dapat mempertahankan nilai-nilai kearifan dan budaya lokal seiring dengan percepatan pembangunan ekonomi di Kabupaten Majalengka.

  2. Pemanfaatan nilai kearifan dan budaya lokal untuk mempertahankan keberlanjutan pembangunan dengan tetap menjaga keutuhan lingkungan hidup dan kebersamaan sosial.

7. Tema Isu Pencemaran Udara

  

Isu Kunci/Strategis : Pencemaran Udara

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi: 1.

   Hasil Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kadar CH

  4

  (methan) dan NH

  3 (Amonia) telah dalam tingkatan yang tinggi.

  2. Di beberapa daerah telah terjadi pencemaran udara yang cukup serius dan

  telah berdampak negatif terhadap kesehatan. Kasus terbaru adalah pencemaran udara yang ditimbulkan oleh PT Terracotta di daerah Panjalin Kidul.

  3. Sebelumnya, khusus untuk daerah industri genteng di Kecamatan Jatiwangi

  memang telah berdampak cukup serius terhadap kondisi udara. Selain menimbulkan pencemaran, juga mengakibatkan meningkatnya suhu udara.

  

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan

  1. Rencana relokasi beberapa kawasan industri dari luar Majalengka ke kawasan Kabupaten Majalengka berpotensi meningkatkan pencemaran udara.

  1. Perlu ada pengendalian untuk relokasi kawasan industri sehingga dampak terhadap pencemaran udara dapat diminimalisir, jika tidak maka pencemaran udara akan melebihi batas ambang dan membahayakan masyarakat.

  

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

  1. Perlu ada pengendalian untuk relokasi kawasan industri dan sarana untuk mengendalikan pencemaran udara sehingga dampak terhadap pencemaran udara dapat diminimalisir, jika tidak, maka pencemaran udara akan melebihi batas ambang dan membahayakan masyarakat.

  2. Program-program pengendalian dan konservasi lingkungan hidup mesti mendapat prioritas, seperti Ruang terbuka hijau harus segera diperbanyak lokasinya sehingga mampu meminimalisir dampak pencemaran dan menurunkan suhu lingkungan.

  Kondisi Perekonomian

  Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2012 atas dasar harga berlaku sebesar 11.969.770,27 juta rupiah, dan tanpa migas sebesar 11.811.296,88 juta rupiah.

  Sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 4.855.364,56 juta rupiah, dan tanpa migas sebesar 4.764.340,78 juta rupiah. Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan atau LPE KabupatenMajalengka tahun 2012 yaitu sebesar 4,76 persen. Pertumbuhan ini mengalami percepatan dibanding tahun sebelumnya, pada tahun 2011 LPE Kabupaten Majalengka sebesar 4,67 persen.

  Stuktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan bahwa kontribusi nilai tertinggi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2012 dicapai oleh sektor Pertanian disusul oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor Industri Pengolahan; masing-masing sebesar 32,53 persen, 18,87 persen, dan 15,53 persen. Sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 0,52 persen.

  PDRB perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 mencapai nilai 10.065.473 rupiah, dimana jumlah penduduk pertengahan tahun tersebut sebesar 1.189.191 jiwa.

  Pengelompokan Isu-isu Pembangunan No Penjelasan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

  4.1 Aspek Sosial

  Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah 1. penyakit

  4.2 Aspek Ekonomi

  Kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan 1. lingkungan Perkembangan ekonomi lokal karena 2. pembangunan infrastruktur permukiman

  4.3 Aspek Lingkungan

  1. Kecukupan air baku untuk air minumj Pencemaran lingkungan karena infrastruktur yang 2. tidak berfungsi maksimal

  3. Dampak kumuh terhadap kualitas lingkunngan Dampak perubahan iklim terhadap

  4. kawasanpermukiman dan upaya mitigasi dan adaptasi yang telah dilakukan