BAB 4 RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR - DOCRPIJM 5f9b29a433 BAB IVBab 4

BAB 4 RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR

4.1 RENCANA PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

4.1.1 Petunjuk Umum

  Pengembangan Permukiman adalah rangkaian kegiatan yang bersifat multisektor meliputi kegiatan pengembangan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman lama baik di perkotaan (kecil, sedang, besar dan metropolitan), di perdesaan (termasuk daerah-daerah tertinggal dan terpencil) maupun kawasan-kawasan tertentu (perbatasan, pulau-pulau kecil/terluar). Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D)

  Sebagai skenario pelaksanaan koordinasi dan keterpaduan rencana

   sektor terkait bidang perumahan dan permukiman (pertanahan, perumahan, pembiayaan, prasarana/sarana, dll) Sebagai payung atau acuan baku bagi seluruh pelaku dan

   penyelenggara perumahan dan permukiman (pemerintah, swasta, dan masyarakat) Sebagai cerminan aspirasi / tuntutan masyarakat terhadap perumahan

   dan permukiman Rincian Kegiatan Pembangunan

  1. Pengembangan Kawasan Permukiman Baru Rincian alokasi lahan (kasiba/lisiba, ijin lokasi developer, dll)

   Rencana pengembangan jaringan prasarana dasar (misal. air bersih,

   sanitasi, drainase, jalan lingkungan, sampah) meliputi lokasi, konstruksi, fungsi dan kapasitas Rencana investasi jaringan prasarana

   Rencana fasilitas umum

  2. Peningkatan Kualitas Permukiman (yang sudah ada)

  Rincian lokasi, yg mencakup luas, penduduk, bentuk penanganan

   (mis. premajaan, KIP, revitalisasi, dll) Rincian Lisiba BS

   Rencana peningkatan dan perluasan prasarana dan sarana (fungsi,

   kapasitas, dll) Rencana fasilitas umum (jenis, jumlah, waktu, pihak yang

   membangun)

4.1.2 Profil Pembangunan Permukiman

4.1.2.1 Kondisi Umum

  4.1.2.1.1 Gambaran Umum Kota Curup

  Kota Curup merupakan pusat kota pertumbuhan Kab. Rejang Lebong. Urbanisasi masuk terkonsentrasi di kawasan Kota Curup. Para pekerja urban di sektor informal yang datang dari berbagai penjuru kecamatan dalam Kab. Rejang Lebong dalam radius lebih dari sepuluh kilometer dari pusat kota maupun dari luar Kabupaten Rejang Lebong (seperti dari Kabupaten Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Musi Rawas (Sumsel), Kabupaten Lahat (Sumsel), Kabupaten Sarolangun (Jambi) sebagian menghuni rumah secara sewa dalam jangka waktu terbatas.

  Pusat pertumbuhan Kota Curup merupakan pusat pertumbuhan Aglomerasi Perkotaan. Di kawasan tersebut terdapat beragam pusat aktivitas kota mulai perkantoran, komersial, kebudayaan sampai sebagian fungsi pendidikan. Di sektor perumahan, penyediaan perumahan kampung tradisional secara langsung menjadi pendukung tumbuhnya beragam fungsi ditengah kota. Akibat merupakan pusat pertumbuhan Aglomerasi Perkotaan, Kota Curup menghadapi beberapa permasalahan, seperti terdapatnya daerah kumuh dan masyarakat miskin diperkotaan.

  Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi merupakan masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses terhadap perumahan yang sehat dan layak, rendahnya mutu lingkungan permukiman dan lemahnya perlindungan untuk mendapatkan atau menyewa dan menghuni perumahan yang layak dan sehat. Masyarakat miskin tidak mampu membayar biaya awal untuk mendapatkan perumahan sederhana yang dekat dari tempat usaha sangat dengan harga murah.

4.1.2.1.2 Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman

  Penyampaian pelayanan sarana prasarana dasar mikro telah mencakup sebagian kawasan permukiman. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan dan pemeliharaan menyebabkan kinerja sarana prasarana tidak berjalan optimal. Rendahnya pengelolaan limbah kota serta pelayanan saluran drainasi menimbulkan ancaman pencemaran bagi lingkungan permukiman juga kualitas sumberdaya air, yang lebih jauh akan berdampak negatip terhadap kualitas kesehatan masyarakat. Kuantitas dan kualitas penyediaan air perpipaan tidak konstan, terkadang keruh. Dilain pihak kualitas pelayanan sumur dangkal kurang terjamin dari pencemaran limbah domestik.

  Kepadatan ibukota kabupaten yaitu Kota Curup yang tinggi yaitu

  2

  diatas 953 jiwa/km disisi lain kualitas penanganan limbah domestik yang tidak memadai cenderung memperburuk lingkungan permukiman. Daya bayar masyarakat terhadap abonemen yang rendah menyebabkan tidak semua rumah tangga mampu mengakses pelayanan komunal kota. Lokasi permukiman yang tidak layak huni di Kota Curup yang sebagian besar ada di Kelurahan Kepala Siring, Pasar Tengah, Talang Benih, Pasar Atas, Adirejo, Talang Rimbo Baru, Kampung Jawa, Sidorejo, Banyumas, dan Pelabuhan Baru. Kriteria tidak layak huni didasarkan pada: a) Kualitas sarana prasarana dasar mikro yang rendah, b) Kerawanan kawasan permukiman terhadap bencana bahaya kebakaran maupun sumber pencemaran.

Tabel 4.1. PSD Permukiman skala besar yang ada di Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2008

  

No. Pengelola/PSD Satuan Jumlah Kondisi Tingkat Keterangan

Pelayanan %KK

  1. MASYARAKAT

  

1. Jalan Lingkungan m - - - -

3

  2. Saluran Air Hujan m

  3. Prasarana Air Minum l/det

  4. Prasarana Air Limbah

  a. On-site unit

  b. Off-site unit

  5.Prasarana dan Sarana Persampahan unit

  2. SWASTA

  1. Jalan Lingkungan m 3 - - - -

  2. Saluran Air Hujan m

  3. Prasarana Air Minum l/det

  4. Prasarana Air Limbah

  a. On-site unit

  b. Off-site unit

  5.Prasarana dan Sarana Persampahan unit

  3. PERUMNAS

  

1. Jalan Lingkungan m 12.000 rusak - -

3

  • 2. Saluran Air Hujan m
  • 3. Prasarana Air Minum l/det

  4. Prasarana Air Limbah

a. On-site unit -

  • b. Off-site unit

  5.Prasarana dan Sarana Persampahan unit 100

  4. PEMERINTAH

  1. Jalan Poros m 145.150 Rusak Diperkirakan - 3

  • 2. Saluran Air Hujan
  • m ringan masih terdapat

  3. Prasarana Air Minum - l/det 116,3 10.08 % masyarakat

  

4. Prasarana Air Limbah kurang miskin

  a. On-site unit diperkotaan yang -

  b. Off-site unit belum terlayani - -

  

5.Prasarana dan Sarana - air minum

Persampahan unit 651 sebanyak

kurang (89.02%)

4.1.2.1.3 Parameter Teknis Wilayah

  Parameter teknis wilayah Kabupaten Rejang Lebong ini merupakan skenario

  positif. Dimana penetapan Ibukota Kabupaten Rejang Lebong

  (Curup) telah ditetapkan dalam RTRW Pulau dan RTRW Provinsi Bengkulu sebagai pusat dari kegiatan wilayah kabupaten, sedangkan Kecamatan Padang Ulak Tanding adalah sebagai Sub Pusat dari Kabupaten Rejang Lebong. Adapun mekanisme guna menjalarkan gaya

  Spread Effect (penjalaran

  perkembangan dari daerah yang maju)

   dan memperbesar Forward effect (daya dorong) orientasi terhadap pusat Kabupaten adalah dengan

  pembuatan sistem hirarki kota (orde kota). Salah satu metode untuk menentukan titik tumbuh yang berguna untuk meningkatkan mekanisme penjalaran

  spread effect dapat berlangsung effektif, adalah dengan

  mengunakan perhitungan metode gravitasi reilly (breaking point

  theory) yang salah satu kegunaannya adalah untuk menentukan wilayah

  pengaruh (hinterland) dari suatu kota, dalam hal ini Ibukota Kabupaten

  Rejang (Curup) diambil sebagai titik nolnya (disebabkan karena Ibukota Kabupaten Rejang Lebong terletak di Curup) selain itu dengan mempergunakan model tersebut dapat juga diperhitungkan tingkat potensi pengembangan suatu daerah. Perhatian utama dari model ini adalah daya tarik relatif dari pusat kota (pusat ekonomi, pemerintahan dan jasa) terhadap penduduk yang berada pada kota – kota yang lebih kecil.

  Secara matematis model gravitasi reilly ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

   Dxy Dbx = -------------------------- 1 + ( Py / P x )

  dimana : Dbx = jarak atau besar wilayah pengaruh kota x Dxy = jarak dari kota x ke kota y Px = Jumlah penduduk kota x Py = jumlah penduduk kota y Hasil perhitungan dengan mengunakan model gravitasi reily dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dari hasil perhitungan seperti yang terlihat pada tabel didapatlah 3 (tiga) kecamatan mempunyai Kemampuan berkembang yang kecil disebabkan pengaruh yang kecil dari Kota Curup, 2 (dua) kecamatan mempunyai kemampuan berkembang yang sedang disebab pengaruh yang sedang dari Kota Curup serta 2 (dua) kecamatan mempunyai kemampuan berkembang yang besar karena pengaruh yang besar dari Kota Curup. Selain mengunakan metode tersebut penentuan struktur wilayah Kabupaten Rejang Lebong ini juga mengacu dari hasil analisis serta dasar – dasar perencanaan yang ada serta fasilitas – fasilitas yang tersedia.

  Tingkat potensi perkembangan dapat dijadikan petunjuk adanya ketidak seimbangan perkembangan ( Disparities) antar kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong.

Tabel 4.2. Perhitungan dengan Gravitasi Reilly

  Jumlah Jarak Ke Besar No. Kecamatan Induk Penduduk Ibu Kota Kab. Wilayah Klasifikasi (jiwa) (km) Pengaruh

  

1 Curup 118.271 B

  2 Bermani Ulu 24.353

  20

  16.6 S

  3 Selupu Rejang 25.820

  18

  14.77 S

  4 Sindang Kelingi 26.257

  30

  24.6 K

  5 P U T 20.079

  45

  38.5 K

  6 Kota Padang 14.453

  80

  77.3 K Sumber : Hasil Analisis Keterangan : 0 – 9 : Besar 9 – 18 : Sedang > 18 : Kecil

Tabel 4.3. Parameter Teknis Wilayah di Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2008

  No. Uraian Besaran Keterangan

  

1. Penetapan Kota Curup sebagai titik/pusat yang Luas wilayah 122,72 Ibukota Kabupaten sebagai pusat

positif dengan asumsi : km2 dari kegiatan wilayah kabupaten

  1. Kota tersebut merupakan tempat kedudukan Jumlah penduduk Ibukota Kabupaten Rejang Lebong yang 118.271 jiwa mempunyai wilayah pengaruh terhadap Kecamatan sekitarnya (terdapat dalam RTRW Pulau serta RTRW Provinsi serta secara historis sejak dahulu Kota Curup mengemban tugas sebagai daerah yang melayani beberapa wilayah lain ) .

  2. Pertumbuhan dari Kota Curup sebagai pusat yang melayani beberapa kabupaten diharapkan menjadi motor pengerak bagi ekonomi – ekonomi wilayah sekitarnya serta menjadi pusat pelayanan bagi beberapa Kabupaten.

  3. Terdapatnya berbagai fasilitas perekonomian dan sosial di Kota Curup dalam lingkup regional seperti sekolah sampai jenjang perguruan tinggi, fasilitas perbankan untuk kegiatan transaksi ekonomi, fasilitas perdagangan skala regional serta fasilitas trasnportasi skala regional (terminal type B).

  4. Pertumbuhan dan perkembangan dari Kota Curup khususnya serta Kecamatan Curup umumnya diharapkan dapat memberikan spread effect (penjalaran efek kegiatan tertentu) bagi perkembangan perekonomian Kabupaten Rejang Lebong serta kabupaten – kabupaten sekitarnya.

  

2. Adapun berhubung jauhnya jarak tempuh dari Kota Luas wilayah 431,57 Kecamatan sebagai Sub Pusat

Curup dengan Kecamatan Padang Ulak Tanding km2 dari Kabupaten Rejang Lebong serta Kecamatan Kota Padang (berdasarkan hasil Jumlah penduduk perhitungan gravitasi reilly) maka diperlukan suatu 20.079 jiwa sub pusat dari Kota Curup yang dapat membawa pengaruh perkembangan dari Kota Curup yaitu Kota Padang Ulak Tanding (sebagai Ibukota Kecamatan Padang Ulak Tanding) dengan pertimbangan selain telah ditetapkan dalam RTRW Provinsi juga atas dasar pertimbangan :

  1. Kecamatan Padang Ulak Tanding berbatasan langsung dengan Kabupaten Lubuk Lingau di Provinsi Sumsel, sehingga diharapkan Padang Ulak Tanding dapat berperan sebagai counter magnet bagi kecamatan–kecamatan di Kabupaten Rejang Lebong agar tidak berorientasi/tertarik ke arah Sumatra Selatan.

  2. Kecamatan Padang Ulak Tanding juga dapat berperan sebagai pembawa spread effect (penjalaran kegiatan tertentu) dari peran Kabupaten Rejang Lebong terhadap Kecamatan Kota Padang, maupun dengan hinterlandnya.

3. Telah tersedianya fasilitas sosial ekonomi dan perbankan di Kecamatan Padang Ulak Tanding.

  Adapun parameter teknis wilayah Kabupaten Rejang Lebong adalah :

  I. Curup sebagai

  Pusat /PKW (Pusat Kegiatan Wilayah)/Ibukota

  Kabupaten, dimana peran yang diemban Kota Curup selain berdasarkan analisis juga berdasarkan kriteria PKW.

  Adapun peran tersebut perlu didukung oleh masing – masing fungsi kecamatan, berupa :

  1. Kegiatan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan karet dan peternakan.

  2. Kegiatan processing dan ware housing untuk masing – masing kegiatan, baik agropolitan maupun manufaktur karet.

  II. Kota Padang Ulak Tanding

   sebagai Sub Pusat dengan peran yang

  diembannya adalah mendukung kegiatan manufaktur karet, hal ini disebabkan potensi perkebunan karet berada di Kecamatan PUT serta Kota Padang.

  III. Kecamatan Selupu Rejang, sebagai kecamatan yang berperan dalam kegiatan

  procesing dan warehousing dari kegiatan Agropolitan.

  IV. Kecamatan Kota padang berperan sebagai pusat simpul distribusi barang dan jasa ( terkait dengan stasiun kereta api Kecamatan Kota Padang ).

  V. Kecamatan Bermani Ulu dan Sindang Kelingi diberikan fungsi sebagai penyedia bahan baku kegiatan Agropolitan/Agribisnis

  4.1.2.1.4 Aspek Pendanaan

  Pendanaan pembangunan PSD permukiman sebagian besar masih menjadi tanggungan pemerintah pusat dan daerah baik provinsi maupun kota. Pada wilayah perumahan yang dibangun pengembang swasta ditanggung oleh masyarakat. Daya beli masyarakat rendah untuk diperlukan penyediaan rumah sehat yang terjangkau daya beli masyarakat.

  4.1.2.1.5 Aspek Kelembagaan

  Kelembagaan pembangunan PSD Permukiman saat ini adalah:

  1. SNVT Pengembangan Permukiman Ditjen. Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum mengelola pengembangan permukiman yang dibiayai APBN

  2. Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu mengelola pengembangan permukiman yang dibiayai APBD Provinsi.

  3. Bidang Permukiman Dinas Pekerjaan Umum Kab. Rejang Lebong mengelola pengembangan permukiman yang dibiayai APBD Kabupaten.

4.1.2.2 Sasaran

  Sasaran menjelaskan target yang harus dicapai dalam pembangunan PSD Permukiman terdiri dari target nasional dan target daerah. Selanjutnya bagian ini menguraikan besaran masalah yang harus diselesaikan melalui PSD Permukiman, dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran pembangunan PSD Permukiman baik dari segi teknis, kelembagaan dan keuangan.

Tabel 4.4. Permasalahan yang dihadapi Komponen Pembangunan PSD Permukiman Kab. Rejang Lebong Tahun 2008

  

Kondisi Sistem Target Nasional Rencana Strategi Besaran Permasalahan

yang Ada Pembangunan Kota Kondisi rumah di Kab. Rejang  Backlog  Terfasilitasinya prasaran dan sarana Ketersediaan rumah permukiman yang layak huni dan Lebong pada tahun 2011 yang kebutuhan kurang terjangkau sebanyak 1,3 juta unit dan layak huni mencapai 90% dari

   perumahan Keterbatasan lahan dukungan Rusunawa 60 ribu unit dan seluruh rumah yang ada

  Kondisi rumah Harga lahan mahal 

   Rusunami 65 ribu unit dn (RPJMD Kab. Rejang Lebong tidak layak Permukiman padat  meningkatkan permukiman di 2006-2011) huni dan kumuh perdesaan di 665 kawasan serta Backlog ketersediaan rumah Harga material

   terentaskannya kemiskinan 6 ribu KK 5%. bangunan mahal (Renstra PU 2005-2009)

4.1.3 Permasalahan Pembangunan Permukiman

4.1.3.1 Analisis Permasalahan

  Masalah utama dalam bidang perumahan dan permukiman di wilayah perkotaan adalah kebutuhan fasilitas perumahan dan permukiman di perkotaan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Sementara itu ketersediaan lahan di wilayah perkotaan menjadi semakin langka. Kelangkaan ini telah menyebabkan semakin mahalnya harga lahan di wilayah perkotaan. Adanya kelebihan permintaan terhadap lahan perumahan di wilayah perkotaan ini telah menyebabkan kenaikan harga lahan perumahan dan bahan bangunan yang luar biasa di wilayah perkotaan. Tingginya harga lahan perumahan di wilayah perkotaan telah mendorong masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah untuk tinggal di kawasan pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya biaya transportasi, waktu tempuh, dan pada akhirnya akan menurunkan mobilitas dan produktivitas masyarakat menengah ke bawah tersebut.

  Sedangkan sebagian masyarakat tetap berupaya untuk tinggal di kawasan yang tidak jauh dari pusat aktivitas ekononomi, sehingga menyebabkan ketidak-teraturan tata ruang kota dan dapat menumbuhkan kawasan kumuh baru di perkotaan. Masalah ini diperparah dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan pertambahan penduduk di perdesaan, yang disebabkan karena fenomea urbanisasi aktif, yaitu berpindahnya penduduk desa ke wilayah perkotaan, terutama di wilayah kumuh perkotaan. Urbanisasi di wilayah perkotaan di Kota Curup juga disebabkan oleh fenomena urbanisasi pasif yaitu penduduk pedesaan yang tiba-tiba menjadi penduduk perkotaan yang disebabkan terjadinya pemekaran wilayah perkotaan. Pemekaran wilayah perkotaan ini telah menimbulkan kawasan-kawasan kumuh baru.

  Hal ini telah menyebabkan kondisi kemasyarakatan di kawasan perkotaan menjadi lebih kompleks berikut permasalahan yang timbul. Terutama dengan bertambahnya jumlah masyarakat kawasan permukiman maupun rumah sewa yang tidak layak huni, kurang sarana – prasarana, dan tidak teratur (kumuh). Permukiman kumuh tersebut cenderung berada pada kawasan yang tidak diperuntukan sebagai kawasan hunian seperti pinggir kali, dan areal tidak resmi lainnya. Akibatnya berbagai dampak lingkungan lanjutan seperti banjir, penyakit menular dan keamanan lingkungan menambah tugas pekerjaan rumah bagi pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat.

4.1.3.2 Alternatif Pemecahan

  Keterbatasan kemampuan pemerintah daerah merupakan hambatan utama bagi penyediaan kawasan pemukiman penduduk yang layak di Kab. Rejang Lebong. Karena itu pemerintah daerah harus didorong untuk menjadi motor dalam mengkondisikan penduduk agar dapat memahami pentingnya menjaga lingkungan permukiman mereka secara swadaya.

  Selain itu pemerintah daerah juga harus mengupayakan penyediaan kawasan permukiman beserta fasilitas inftrastruktur yang memadai, terutama di wilayah hinterland Kota Curup di sekitar pusat pertumbuhan dipinggiran wilayah perkotaan. Hal ini diharapkan akan terjadi pemerataan dalam hal ketersediaan area perumahan dan permukiman antar wilayah di Kab. Rejang Lebong, sehingga akan mengurangi ketimpangan kepadatan penduduk antar wilayah di Kab.

  Rejang Lebong.

  Pemerintah daerah juga harus mampu mendorong inovasi teknologi yang dapat diadaptasikan kepada lingkungan perumahan dan permukiman serta melakukan penyebarannya. Hal ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman.

  Melihat adanya keterbatasan keuangan daerah, maka pemerintah daerah juga diharapkan mampu mendorong minat investor untuk membangun kawasan perumahan dan permukiman sederhana yang sehat beserta fasilitas pendukungnya bagi masyarakat luas. Arah pembangunan infrastruktur sebagai daya dukung pembangunan wilayah perumahan dan permukiman di Curup harus lebih diarahkan ke wilayah Curup Timur, Curup Tengah, dan Curup Selatan. Hal ini mengingat wilayah perumahan dan permukiman penduduk sudah tumbuh jauh lebih pesat di wilayah Curup Utara dan Curup Kota.

  

Tabel 4.5.Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah PSD Permukiman

Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2008

No. Parameter yang Diperbandingkan Satuan Alternatif 1 1.

  a. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan diarahkan melalui pengembangan permukiman skala besar untuk mendukung perkembangan kawasan yang tumbuh dengan cepat.

  b. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan perlu didukung dengan pelayanan fasilitas sosial ekonomi dan fasilitas umum yang memadai Luas wilayah Terwujudnya pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta berdasarkan pada prioritas kegiatan yang memberikan keuntungan (manfaat) yang besar bagi masyarakat.

  2.

  a. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki kesesuaian lahan permukiman, serta kesesuaian lahan pertanian, ataupun mengikuti arah perkembangan yang ada.

  Luas wilayah Pengembangan kawasan permukiman perdesaan diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki kesesuaian lahan permukiman, serta pertanian.

4.1.3.3Rekomendasi

  Rencana Kebijakan Program dan Rencana Kegiatan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman di Kab. Rejang Lebong yang diusulkan dalam lima tahun mendatang dapat dikelompokkan ke dalam beberapa fokus program, yaitu:  Pembangunan perumahan sehat sederhana dan rumah susun sewa  Penataan kawasan permukiman kumuh  Pencegahan penyimpangan penggunaan lahan  Pembangunan fasilitas infrastruktur perumahan dan permukiman (jalan lingkungan dan utilitas lainnya)  Peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman  Penyediaan lahan-lahan untuk pembangunan perumahan sederhana untuk mengatasi permasalahan backlock perumahan sederhana  Proses legalitas dan sosialisasi kebijakan pengembangan program perumahan dan pemukiman di Kota Curup

4.1.4 Usulan Pembangunan Permukiman

  4.1.4.1 Sistem Infrastruktur Permukiman yang Diusulkan

  4.1.4.2 Usulan dan Prioritas Program Pembangunan PS Permukiman

  Usulan program pengembangan pemukiman di Kab. Rejang Lebong yang diusulkan adalah ”

  Rejang Lebong Seribu Rumah, Lingkungan Sehat, Nyaman Huni, Sederhana, dan Murah”. Dalam

  Program Bidang Permukiman yang diusulkan dalam empat tahun (2008

  • 2012) mendatang tersebut meliputi Program-program :

1. Program Pengembangan Permukiman

  Meliputi kegiatan :  Penyusunan Masterplan dan DED RSH dan Rusunawa  Pembangunan Rumah RSH dan Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa) 2.

  Program Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Meliputi kegiatan :  Pembangunan infrastruktur Permukiman Perdesaan

4.1.4.3 Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan PS Permukiman

  Usulan prioritas rencana program dan kegiatan pembangunan PS Pemukiman di Kab. Rejang Lebong empat tahun kedepan (2009-2012) berikut rencana pembiayaan disajikan dalam tabel lampiran.

Tabel 4.6. Kerangka Dasar Usulan dan Prioritas Pengembangan PS Permukiman

  

No. Isu/Permasalahan Per Tujuan/Sasaran Pendekatan/ Kebijakan Program Ruang Lingkup Output/Outcome Performance Asumsi dan

Kawasan Strategi Kegiatan Indicator Resiko Pembangunan

  

1. Backlog perumahan Pemenuhan Penyediaan Pengembangan Pengembangan DED & Output: kawasan Backlog Daya beli

kebutuhan perumahan RSH dan rumah RSH Rusunawa Pembangunan RSH perumahan kebutuhan masyarakat rumah rakyat sewa yang dan Rusunawa Outcome: rumah rendah dan murah dan

  Masyarakat berkurang jumlah sederhana sejahetra lahan yang terbatas

  

2. Permukiman kumuh dan Lingkungan Penataan Peningkatan Penataan dan Pembangunan jalan Output: Peningkatan Kesadaran

daerah tertinggal kumuh dan permukiman prasarana dan perbaikan PSD lingkungan, sanitasi Lingkungan sehat kesehatan masyarakat tertinggal sarana Permukiman dan air bersih Outcome: masyarakat kurang menjadi sehat

  Masyarakat sejahtera

  

3. Kawasan ex transmigrasi Lingkungan Penataan Peningkatan Penataan dan Pembangunan jalan Output: Peningkatan Kesadaran

permukiman permukiman prasarana dan perbaikan PSD lingkungan, sanitasi Lingkungan sehat kesehatan masyarakat menjadi sehat sarana Permukiman dan air bersih Outcome: masyarakat kurang Masyarakat sejahtera

4.2 RENCANA INVESTASI PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

4.2.1 Petunjuk Umum

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaaatn ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah: (1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan (2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.

  Dalam penatan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang antara lain :

  1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan

  • kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi
  • dan kurang mendapat perhatian Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah
  • serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan

  2. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional dan

  • bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi wisata. Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi
  • ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota. Sarana lingkungan hijau/open space atau public space, sarana olah
  • raga, dan lain-lain kurang diperhatikan hampir di semua kota, terutama kota Metro dan Besar.

  3. Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Amanat Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  • dan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG, bahwa semua Bangunan Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.
  • Komitmen terhadap kesepakatan intemasional MDGs, bahwa pada tahun 2015, 200 Kabupaten/Kota bebas kumuh, dan pada tahun 2020 semua Kabupaten/Kota bebas kumuh

  Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan bangunan dan lingkungan antara lain:

  1. Peran dan fungsi Kabupaten/Kota,

  2. Rencana pembangunan Kabupaten/Kota (lihat Buku Panduan 2 : Rencana Pembangunan Kabupaten/Kota,

  3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi Kabupaten/Kota bersangkutan, seperti struktur dan morfologi tanah, topografi, dan sebagainya,

  4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,

  5. Dalam penyusunan RPUM harus memperhatikan Rencana Induk (Masterplan) Pengembangan Kota,

  6. Logical framework (kerangka logis) penilaian kelayakan pengembangan,

  7. Keterpaduan penataan bangunan dan lingkungan sektor lain dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik,

  8. Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia,

  9. Tingkat kelayakan pelayanan, efektivitas dan efisiensi penataan bangunan dan lingkungan pada kota bersangkutan,

  10. Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan lingkungan masyarakat tetapi juga sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan,

  11. Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta,

  12. Kelembagaan yang mengelola penataan bangunan dan lingkungan,

  13. Penataan bangunan dan lingkungan memperhatikan kelayakan terutama dalam hal pemulihan biaya investasi,

  14. Jika ada indikasi keterlibatan swasta dalam penataan bangunan dan lingkungan, perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut,

  15. Safeguard sosial dan lingkungan,

  16. Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung analisis disertakan dalam bentuk lampiran.

  Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta pedoman pelaksanaan lebih detail dibawahnya mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Bangunan Gedung merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan gedung negara dan rumah negara yang merupakan kewenangan pusat.

  Namun dalam pelaksanaannya di lapangan terlihat bahwa masih banyak daerah yang belam menindak lanjutinya sebagaimana mestinya, sebagaimana terlihat dari:

  1. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum menyesuaikan Perda Bangunan Gedung yang dimilikinya agar sesuai dengan UUBG, atau terutama Kabupaten/Kota hasil pemekaran masih belum memiliki Perda Bangunan Gedung;

  2. Masih banyak Kabupaten/Kota; terutama Kabupaten/Kota hasil pemekaran yang belum memiliki atau melembagakan institusi/kelembagaan dan Tim Ahli Bangunan Gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan;

  3. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum memulai pelaksanaan pendataan bangunan gedung;

  4. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum menerbitkan Sertifikat Layak

  Fungsi (SLF) bagi seluruh bangunan gedung yang ada terutama bangunan

  yang baru hasil pembangunan sejak 2003-2006;

  5. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum menyusun manajemen pencegahan kebakaran Kabupaten/Kota atau belum melakukan pemeriksaan berkala terhadap prasarana dan sarana penanggulangan bahaya kebakaran agar selaku siap pakai setiap saat;

  6. Masih banyak bangunan gedung yang belum dilengkapi sarana dan prasarana bagi penyandang cacat;

  7. Masih banyak Kabupaten/Kota pengembangannya belum berdasarkan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

  8. Masih banyak Kabupaten/Kota yang mempunyai kawasan yang

  9. Masih banyak daerah yang belum memiliki rencana penanganan kawasan kumuh, kawasan nelayan, kawasan tradisional, dan kawasan bersejarah yang secara kewenangan sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Kabupaten/Kota;

  10.Masih banyak Kabupaten/Kota belum melaksanakan pembangunan lingkungan permukiman berbasis konsep tridaya untuk mendorong kemandirian masyarakat dalam mengembangkan lingkungan permukiman yang berkelanjutan.

  Untuk itu, Departemen Pekerjaan Urnum sebagai lembaga pembina teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota agar mampu melaksanakan amanat UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung. Untuk tahun anggaran 2009-2012, sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, perlu melanjutkan dan memperbaiki serta mempertajam kegiatannya agar lebih cepat memampukan Kabupaten/Kota.

  Disamping hal tersebut, Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang harus disusun oleh pemerintah daerah secara komprehensive, akomodatif dan responsif.

  Selaras dengan upaya pencapaian target Millenium (MDGs), yakni: mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk miskin tahun 1990 (target 1); dan mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan, maka peningkatan kualitas lingkungan permukiman perlu dilakukan lebih intensive dengan melibatkan masyarakat setempat, kelompk peduli dan dunia usaha secara aktif.Penyelenggaraan pengembangan lingkungan permukiman perlu dilakukan secara komprehensive dengan berbasis konsep tridaya melalui proses pemberdayaan masyarakat sesuai siklus P2KP.

4.2.1.1. Strategi Pendukung Penataan Bangunan Grand Strategy 1: Menyelenggarakan Penataan Bangunan Gedung Agar

  Tujuan : Terwujudnya bangunan gedung yang fungsional dan memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. Sasaran : • Tersusunnya Perda bangunan gedung untuk kabupaten di seluruh Kab.

  Rejang Lebong tahun 2013.

  • Terwujudnya bangunan gedung untuk umum yang laik fungsi pada tahun 2014.
  • Terselenggaranya pengawasan penyelenggaraan bangunan gedung yang efektif dengan melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan peraturan bangunan gedung pada tahun 2013.
  • Terlaksananya sosialisasi, fasilitasi, pelatihan, bantuan teknis dan wasdal kegiatan penataan bangunan dan lingkungan di seluruh Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 2012.
  • Terbentuknya kelembagaan penataan bangunan dan lingkungan di tingkat

  Propinsi/Kabupaten/Kota yang didukung oleh SDM dan prasarana dan sarana kerja pendukungnya pada tahun 2012.

  • Terwujudnya tertib pengelolaan aset negara, propinsi, kabupaten dan kota berupa tanah dan bangunan gedung pada tahun 2012.
  • Terlaksananya Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) di

  Propinsi Bengkulu, Kota Curup hingga tahun 2012

  

Grand Strategy 2: Menyelenggarakan Penataan Lingkungan Permukiman

Agar Produktif dan Berjatidiri

  Tujuan : Terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan pada lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, produktif dan berkelanjutan.

  Sasaran :

  • Terlaksananya revitalisasi kawasan permukiman tradisional bersejarah di kawasan Kab. Rejang Lebong pada tahun 2014.
  • Terberbaikinya dan terpenuhinya sarana prasarana kawasan permukiman kumuh di kawasan Kota Curup dan Kab. Rejang Lebong pada tahun 2014
  • Terlaksananya pengelolaan RTH di Kab. Rejang Lebong tahun 2013

  • Terlaksananya pembangunan sarana penunjang di kawasan pariwisata tahun 2014.

  

Grand Strategy 3: Menyelenggarakan Penataan dan Revitalisasi Kawasan

Bangunan Agar Dapat Memberi Nilai Tambah Fisik, Sosial, dan Ekonomi

  Tujuan: Terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kualitas fisik, sosial, ekonomi masyarakat yang menjadi penunjang bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Sasaran : • Terlaksananya revitalisasi kawasan strategis pada tahun 2014.

  • Terlaksananya pemberdayaan bagi masyarakat untuk menyelenggarakan revitalisasi kawasan.

  

Grand Strategy 4: Menyelenggarakan Penataan Bangunan dan Lingkungan

untuk Mewujudkan Arsitektur Perkotaan dan Pelestarian Arsitektur

Bangunan Gedung yang Dilindungi dan Dilestarikan untuk Menunjang

Kearifan Lokal

  Tujuan: Terwujudnya bangunan gedung yang memiliki kualitas fungsional, visual dan kualitas lingkungan yang seimbang, serasi, dan selaras dengan memunculkan ciri arsitektur kota yang berwawasan budaya dan wisata lokal yang menjadi teladan bagi lingkungannya, serta yang dapat secara arif mengakomodasikan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Sasaran : Terlaksananya penataan bangunan dan lingkungan serta pelestarian bangunan bersejarah dan wisata yang mendukung terwujudnya kualitas arsitektur perkotaan di Kab. Rejang Lebong pada tahun 2013

  

Grand Strategy 5: Mengembangkan Teknologi dan Rekayasa Arsitektur

Bangunan Gedung untuk Menunjang Regional/Internasional yang

Berkelanjutan

  Tujuan: Terwujudnya perencanaan fisik bangunan dan lingkungan yang mengedepankan teknologi dan rekayasa arsitektur yang memenuhi standar internasional untuk menarik masuknya investasi di bidang bangunan gedung dan lingkungan secara internasional. Sasaran : Terlaksananya perencanaan bangunan gedung dan lingkungan dengan teknologi dan rekayasa arsitektur melalui kerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten pada tahun 2014.

4.2.2 Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  4.2.2.1Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Bangunan-bangunan di Kota Curup dalam wilayah Kab. Rejang Lebong secara umum saat ini diarahkan kepada penataan sesuai dengan fungsi kawasan yang telah direncanakan yaitu perdagangan dan jasa, pemukiman, perkantoran dan pendidikan. Dari sisi tata letak ibu kota kabupaten, bangunan-bangunan memiliki fungsi sebagaimana disebutkan di atas. Untuk lebih detailnya dapat dilihat ada tabel berikut ini.

Tabel 4.7. Fungsi Bangunan di Kota Curup

  Fungsi Bangunan Lokasi

Perdagangan dan Jasa Jl. Merdeka, Pasar Atas, Jl. Baru, Pasar Bang Mego, Pasar DE, Jl. Kartini, Jl. Sp .

  Lebong

Pemukiman Kel. Adirejo, Kel. Talang Benih, Kel. Talang Benih Baru, Kel. Talang Rimbo Lama,

Kel. Air Putih Baru, Kel. Air Rambai, BTN Air Bang, BTN Desa Batu Galing, Kel. Timbul Rejo, Desa Banyumas, Kel. Kampung Jawa, Kel. Sukaraja, Kel. Pelabuhan Baru, Kel. Dwi Tunggal, Kel. Sidorejo, Kel. Dusun Curup.

Pendidikan dan Kantor Jl. Sukowati, Lapangan Setia Negara, Jl. Basuki Rahmat, Jalan Jalur Dua,

Terminal Sp. Nangka Bangunan Tradisional Bersejarah Kawasan Tabarenah, Kawasan Kesambe

Kawasan Wisata Danau Mas Harun Bastari, Danau Bermanei, Suban Air Panas, Kawasan Wisata

  Bukit Kaba

  Dari sisi usia atau umur bangunan dapat diklasifikasikan menjadi bangunan berumur muda,sedang dan tua. Bangunan berumur muda relatif banyak terdapat pada bangunan perdagangan dan jasa serta pemukiman. Sedangkan bangunan berumur sedang dan tua banyak terdapat pada bangunan perkantoran, pendidikan dan pemukiman. Selain itu bangunan berumur tua juga banyak terdapat pada kawasan-kawasan wisata tradisional.

  Bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai fasilitas umum adalah sebagian dari bangunan yang memiliki fungsi jasa, misalnya rumah sakit, kantor pos, kantor dinas pemadam kebakaran dan lain-lain. Secara umum di Kota Curup bangunan-bangunan fasilitas umum ini seharusnya dijadikan fasilitas pendukung dari fungsi-fungsi bangunan lainnya sehingga lokasi dan keberadaannya tidak berjauhan dari bangunan lainnya terurama kawasan pemukiman. Namun hal ini sering tidak bisa tertata secara baik karena perkembangan pembangunan kota yang kurang terkendali dan cenderung tidak terencana. Dari sisi historis banyak bangunan – bangunan dan kawasan di Kab. Rejang Lebong yang memiliki nilai historis tinggi karena merupakan bangunan dan kawasan peninggalan sejarah. Di Kab. Rejang Lebong Bangunan ini antara lain berada di Tabarenah, Kesambe dan lain-lain.

  Bangunan-bangunan tersebut di atas berdasarkan fungsinya baik bangunan perdagangan dan jasa, perkantoran dan pendidikan, bangunan tradisional tentu saja memiliki nilai ekonomi yang berbeda-beda. Nilai perbedaan ini bisa didasarkan pada lokasi bangunan, fungsi bangunan, umur atau usia bangunan dan nilai historis bangunan.

  Bangunan yang berada di kawasan perkotaan tentu saja mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dari pada yang berada di pedesaan. Begitu pula bangunan fungsi perdaganan biasanya memilki nilai ekonomi yang kebih tinggi dari pada bangunan perkantoran, pendidikan ataupun pemukiman. Bangunan yang memiliki nilai historis sejarah dan berumur tua lebih tinggi nilai ekonominya dari bangunan biasa dan berumur muda. Berkaitan dengan pendapatan atau penerimaan bangunan-bangunan tersebut sangat dipengaruhi oleh fungsi bangunan tersebut serta nilai sejarah/historis bangunan.

4.2.2.2Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan 1. Kondisi Aturan Keselamatan, Keamanan dan Kenyamanan.

  Secara umum bangunan-bangunan yang berada di semua Kabupaten Rejang Lebong. Kota Curup disyaratkan untuk mengikuti aturan standar keselamatan, keamanan dan kenyamanan baik bagi pengguna bangunan maupun lingkungan sekitarnya. Aturan-aturan ini antara lain terdapat pada aturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan aturan bangunan yang lain. Sedangkan untuk wilayah rawan bangunan tersebut harus tahan dan memiliki tingkat keamanan yang tinggi tehadap ancaman bencana tersebut.

  2. Kondisi Prasarana dan Sarana Hidran Hidran adalah cadangan air pada media tertentu sebagai sarana penaggulangan bencana kebakaran. Sarana hidran ini biasanya berbentuk tabung dan selang pemadaman, seharsunya dimilki oleh setiap bangunan terutama yang rawan bencana kebakaran, seperti bangunan pabrik, gudang, bangunan bertingkat, perkantoran, pusat perbelanjaan, pasar dan lain-lain.

  Namun sampai saat ini belum semua gedung yang disebutkan di atas memiliki sarana hidran tersebut, atau kalau pun ada kondisinya belum sesuai dengan standar yang telah ditentukan bahkan ada yang dalam kondisi rusak. Keberadan hidran ini sangat penting untuk menjadi sarana pertolongan pertama pada bencana kebakaran yang tentu saja bila tidak ditangani secara serius akan mengakibatkan kerugian baik materi maupun korban jiwa. Oleh karena itu perlu ada penataan sarana hidran ini dengan membuat rencana induk sistem proteksi kebakaran yang sampai saat ini belum dimiliki oleh pemerintah daerah ataupun dinas terkait.

  3. Kondisi Kualitas Pelayanan Publik dan Perijinan Bangunan Beberapa daerah kawasan di Kabupaten Rejang Lebong belum memiliki rencana tata bangunan dan lingkungan dan belum terdapat penegakan aturan tata bangunan dan lingkungan. Keadaan demikian tentu saja sangat mengganggu proses perijinan pendirian bangunan yang sesuai dengan fungsi kawasan. Akibat pelayanan publik terhadap perijinan mendirikan bangunan gedung ini tidak terlaksanakan secara baik, maka bermunculan bangunan gedung yang tidak sesuai dengan fungsi lahan/kawasan. Akhirnya ini berdampak pada tidak tertibnya kawasan yang telah direncanakan dan akan menurunkannya citra kawasan itu sendiri. Tingkat keselamatan, keamanan serta kenyamanan bangunan dan lingkungan tidak bisa terwujud dengan baik.

4.2.3 Permasalahan yang Dihadapi

4.2.3.1Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Sasaran dalam penataan bangunan gedung dan lingkungan adalah penegakan aturan tata bangunan gedung dan lingkungan yaitu dengan menyusun peraturan dan legeslasi. Dari sasaran ini maka dibutuhkan kemantapan kelembagaan penataan bangunan gedung dan lingkungan serta peningkatan sarana parasarana pemeliharaan bangunan dan lingkungan.