4.1. ANALISA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN - DOCRPIJM 48fc41e113 BAB IVBab 4 Analisis Sosial RPIJM Fic

4.1. ANALISA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN

4.1.1. KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS A. Pemahaman KLHS

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diwajibkan

membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang merupakan rangkaian analisis yang

sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan

berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah

dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Program KLHS (Kajian Lingkungan Hidup

Strategis) merupakan instrument yang relative baru dikembangkan sebagai penguatan

program untuk menyusun rumusan kebijakan rencana program berorientasi pembangunan

berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berwawasan lingkungan adalah

suatu konsep pembangunan yang memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan

lingkungan hidup dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Hal itu mengacu pada

pertumbuhan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya alam dan kemampuan

institusi masyarakat didalam melaksanakan pembangunan, kebutuhan dan aspirasi

masyarakat yang merupakan dasar didalam menyusun program program pembangunan.

Disamping itu pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa memasukkan unsur

konservasi lingkungan ke dalam kerangka proses pembangunan. Fungsi dari KLHS adalah untuk :

  

1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dan keberlanjutan melalui penyusunan

Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) untuk meningkatkan manfaat pembangunan

  

2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP, mengurangi kemungkinan

kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan, rencana, atau program pembangunan

  

3. Dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan semakin efektif diatasi atau

dicegah karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak tahap formulasi kebijakan, rencana, atau program pembangunan.

Gambar 4.1. Kedudukan KLHS Terhadap AMDALGambar 4.2. Perbedaan KLHS dengan AMDAL Beberapa manfaat dari disusunnya KLHS adalah sebagai berikut :

  1. Merupakan instrumen proaktif dan sarana pendukung pengambilan keputusan

  

2. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan peluang-peluang baru melalui pengkajian

sistematis dan cermat atas opsi pembangunan yang tersedia

  

3. Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang

pengambilan keputusan yang lebih tinggi

  

4. Mencegah kesalahan investasi berkat teridentifikasinya peluang pembangunan yang

tidak berkelanjutan sejak dini

  

5. Tata pengaturan (governance) yang lebih baik berkat keterlibatan para pihak

(stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan melalui proses konsultasi dan partisipasi

  

6. Melindungi asset-asset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjamin

berlangsungnya pembangunan berkelanjutan

  

7. Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan

sumberdaya alam, dan menangani masalah kumulatif dampak lingkungan.

  KLHS menjadi instrumen penting dalam perencanaan penataan ruang karena

pengambil keputusan harus semakin mempertimbangkan dampak jangka panjang dan

kumulatif dari berbagai proyek. Selain itu integrasi aspek lingkungan yang saat ini

menggunakan instrumen AMDAL tidak mampu untuk mengukur dampak kumulatif secara

sistematis. KLHS dapat menelaah secara efektif dampak yang bersifat strategik dan dapat

memperkuat serta mengefisienkan proses penyusunan AMDAL suatu rencana kegiatan.

Secara rinci tujuan dari penyusunan KLHS adalah : Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutan dalam a. penyusunan kebijakan, rencana, atau program (KRP) Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP b.

  Membantu mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup penyusunan c. dokumen lingkungan yang dilakukan pada tingkat rencana dan pelaksanaan usaha atau kegiatan.

B. Kaidah Kajian Lingkungan Hidup Strategis

  Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan,

sekaligus mendorong pemenuhan tujuan-tujuan keberlanjutan pembangunan dan

pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Kaidah terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang (selfassessment) agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan

efektif. Asas-asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi

penataan ruang adalah:

  • Keterkaitan (interdependency)
  • Keseimbangan (equilibrium)
  • Keadilan (justice) Keterkaitan (interdependency) menekankan pertimbangan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu

    variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global,

    keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.

  Keseimbangan (equilibrium) menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek,

kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti

diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya

tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan

pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan pengelolaan dampaknya,dan lain sebagainya.

  Keadilan (justice) untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-

sumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada

sekelompok orang tertentu.

  Atas dasar kaidah diatas, maka penerapan KLHS terhadap KRP bertujuan untuk mendorong pembuat dan pengambil keputusan atas KRP menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut: Apa manfaat langsung atau tidak langsung dari usulan sebuah KRP?

  

Bagaimana dan sejauh mana timbul interaksi antara manfaat KRP dengan lingkungan

hidup dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam?

Apa lingkup interaksi tersebut? Apakah interaksi tersebut akan menimbulkan kerugian

  • atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup? Apakah interaksi tersebut akan mengancam keberlanjutan dan kehidupan masyarakat? Dapatkah efek-efek yang bersifat negatif diatasi, dan efek-efek positifnya • dikembangkan?
  • Apabila KRP mengintegrasikan seluruh upaya pengendalian atau mitigasi atas efek-efek

    tersebut dalam muatannya, apakah masih timbul pengaruh negatif KRP tersebut terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan secara umum…?.

C. Metode Penyusunan KLHS

  Runag lingkup yang menjadi kajian dalam penyusunan KLHS harus meliputi hal hal sebagai berikut: a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan

  b. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup

  c. Kinerja layanan/jasa ekosistem

  d. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam

  e. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

  KLHS adalah proses untuk mempengaruhi penentuan pilihan-pilihan pembangunan

yang diusulkan dalam KRP yang terutama dilakukan melalui kegiatan konsultasi dan dialog

secara tepat dan relevan. Hal ini menyebabkan pelaksanaan KLHS harus sesuai dengan

kebutuhan tanpa terpaku dalam metoda dan prosedur yang baku. Melalui penyusunan KLHS

maka semua kebijakan, rencana dan program yang akan dilakukan oleh Pemerintah

Kabupaten akan mendorong lahirnya pemikiran untuk alternatif-alternatif baru

pembangunan melalui tahapan atau proses sebagai berikut:

  

a. Identifikasi isu-isu utama lingkungan atau pembangunan berkelanjutan yang perlu

dipertimbangkan dalam KRP

b. Analisis dampak setiap alternatif strategi pembangunan dari KRP, khususnya isu-isu yang

relevan dan memberikan masukan untuk optimalisasi

c. Mengkaji paling tidak dampak kumulatif yang mendasar dari KRP dan memberi masukan

untuk optimalisasi

d. Memaparkan proses KLHS, kesimpulan dan usulan rekomendasi kepada para pengambil

keputusan.

  Metode pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan KLHS adalah sebagai berikut: Melakukan seluruh persiapan dan mobilisasi sumberdaya yang diperlukan a. Melakukan pengumpulan data, peta dan informasi terkait b.

Melakukan pekerjaan yang terkoordinasi untuk menjaring masukkan mengenai

c. pengembangan infrastruktur pada suatu daerah Melakukan survey dan observasi untuk kelengkapan data d.

  Melakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil survey dan observasi e. Menyelenggarakan presentasi hasil evaluasi dan analisisnya.

  f.

  Mekanisme penyusunan KLHS sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dilakukan dengan tahapan atau proses sebagai berikut:

  1. Penapisan; Penapisan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menentukan apakah suatu KRP perlu dilengkapi dengan KLHS atau tidak. Penentuan KRP telah memenuhi kriteria

pelaksanaan KLHS dilakukan melalui kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.

  2. Pelingkupan; Pelingkupan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menetapkan nilai penting KLHS, tujuan KLHS, isu pokok, ruang lingkup KLHS, kedalaman kajian dan kerincian penulisan dokumen, pengenalan kondisi awal, dan telaah awal kapasitas kelembagaan. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan sistematis dan metodologis yang memenuhi kaidah ilmiah. Mengingat terbatasnya waktu dan sumber daya yang tersedia, dalam kajian ini tidak dilakukan proses konsultasi publik.

  3. Pengkajian; Pengkajian adalah rangkaian langkah-langkah untuk melakukan kajian ilmiah, pemetaan kepentingan, dialog dan konsultasi serta penemuan pilihan-pilihan alternatif rumusan maupun perbaikan dan penyempurnaan terhadap rumusan yang sudah ada. Tim kajian melakukan serangkaian diskusi dan konsultasi dengan para pihak (stakeholders) terkait, khususnya dengan instansi pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

  4. Perumusan dan pengambilan keputusan Perumusan dan pengambilan keputusan adalah rangkaian langkah-langkah persetujuan rekomendasi hasil KLHS dan interaksi antar pihak berkepentingan dalam rangka mempengaruhi hasil akhir KRP.

  Keseluruhan hasil pengkajian ini secara lengkap dituangkan dengan jelas dan

sistematis sehingga dapat dijadikan pedoman pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan.

Gambar 4.3. Mekanisme Penyelenggaraan KLHS

  Pada tahap analisa atau pengkajian, harus dilakukan serangkaian kajian dengan menerapkan daftar uji pada setiap langkah proses KRP, meliputi:

  1. Uji Kesesuaian Tujuan dan Sasaran KRP Kepentingan pengujian adalah untuk memastikan bahwa:

  a) tujuan dan sasaran umum KRP memang jelas

  b) berbagai isu keberlanjutan maupun lingkungan hidup tercermin dalam tujuan dan sasaran umum KRP

c) sasaran terkait dengan keberlanjutan akan bisa dikaitkan langsung dengan indikator-

indikator pembangunan berkelanjutan d) keterkaitan KRP dengan KRP-KRP lain bisa dijelaskan dengan baik e) konflik kepentingan antara KRP dengan KRP-KRP lain segera bisa teridentifikasi.

  2. Uji Relevansi Informasi yang Digunakan Kepentingan utama pengujian ini adalah bukan menilai kelengkapan dan validitas data, tetapi identifikasi kesenjangan antara data yang dibutuhkan dengan yang tersedia serta cara mengatasinya. Hal ini terasa penting ketika KRP diharuskan memperhatikan kesatuan fungsi ekosistem dan wilayah-wilayah rencana selain wilayah administratifnya sendiri. Selanjutnya pengujian juga lebih mengutamakan relevansi informasi dan sumbernya agar proses kerja bisa efektif namun tetap memperhatikan kendala-kendala setempat.

  3. Uji Pelingkupan Isu-isu Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan dalam KRP Pengujian ini ditujukan untuk memandu penyusun KRP memperhatikan isu-isu lingkungan hidup maupun keberlanjutan di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional, dan melihat relevansi langsung isu-isu tersebut terhadap wilayah perencanaannya.

  4. Uji Pemenuhan Sasaran dan Indikator Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Pengujian ini efektif bila konsep rencana sudah mulai tersusun, sehingga dapat dilakukan penilaian langsung atas arahan-arahan rencana terhadap indikator-indikator teknis lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Uji ini sebenarnya merupakan iterasi atau pengembangan dari uji yang dilakukan di awal proses penyusunan KRP sebagaimana dijelaskan pada nomor 1.

  5. Uji Penilaian Efek-efek yang Akan Ditimbulkan Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk dapat memperkirakan dimensi besaran dan waktu dari efek-efek positif maupun negatif yang akan ditimbulkan. Bentuk pengujian ini dapat disesuaikan dengan kemajuan konsep maupun ketersediaan data, sehingga pengujian dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Pengujian secara kuantitatif maupun kualitatif sama-sama bernilai apabila diikuti dengan verifikasi berupa proses konsultasi maupun diskusi dengan pihak-pihak yang terkait.

  6. Uji Penilaian Skenario dan Pilihan Alternatif Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk memperoleh pilihan alternatif yang beralasan, relevan, realistis dan bisa diterapkan. Keputusan pemilihan alternatif bisa dilakukan dengan sistem pengguguran (memilih satu opsi dan menggugurkan yang lainnya) atau mengkombinasikan beberapa pilihan dengan penyesuaian.

  7. Uji Identifikasi Timbulan Efek atau Dampak dampak Turunan maupun Kumulatif

Pengujian ini merupakan pengembangan dari jenis pengujian nomor 5, dimana jenis-

jenis KRP tertentu diperkirakan juga akan menimbulkan efek-efek atau dampak-dampak lanjutan yang lahir dari dampak langsung yang ditimbulkan, maupun akumulasi efek dalam jangka waktu panjang dan pada skala ruang yang besar. Kelompok-kelompok pengujian ini bisa dilakukan dengan cara: Mengemasnya dalam berbagai model daftar pertanyaan, misalnya model daftar uji • untuk menilai mutu dokumen, model daftar uji untuk menilai konsistensi muatan KRP terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, model daftar uji untuk menuntun pengambil keputusan mempertimbangkan kriteria-kriteria dan opsi-opsi yang mendukung keberlanjutan, dan lain sebagainya.

  Melakukannya secara berurut sejalan dengan proses persiapan, pengumpulan data,

  • kompilasi data, analisis dan penyusunan rencana Melakukannya secara berulang/iteratif
  • Mengembangkan atau memodifikasi jenis pertanyaan-pertanyaannya sesuai dengan
  • kepentingan pengujian atau kemajuan pengetahuan.

Gambar 4.4. Kerangka Kerja Dan Metodologi KLHS

  Dalam pelaksanaannya, penyusunan KLHS dilakukan terhadap 3 kondisi KRP, yaitu

KRP yang sudah disusun atau dilaksanakan sebelumnya, KRP yang masih dalam proses

perencanaan atau penyusunan dan yang terakhir adalah KRP yang sedang dalam proses

penyusunan. Pendekatan pelaksanaan KLHS terhadap ketiga kondisi KRP tersebut berbeda

satu dengan lainnya, dengan skema pendekatan sebagai berikut:

Gambar 4.5. Integrasi Pelaksanaan KLHS dalam Perencanaan KRPGambar 4.6. Skema Alternatif Pelaksanaan Integrasi KLHS

D. Rencana Penyusunan KLHS Usulan Program

  

Berdasarkan hasil analisa pada Bab 3 sebelumnya, didapatkan rumusan

beberapa usulan program Cipta Karya tahun 2017-2021 yang akan direncanakan di Kabupaten Balangan, yang selanjutnya setelah melalui proses penapisan terdapat usulan program yang perlu dilakukan studi KLHS terlebih dahulu. Proses penyusunan KLHS RPIJM dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1.

   Identifkasi Pemangku Kepentingan

Pemangku kepentingan yang akan trelibat baik dalam proses penyusunan KLHS

maupun terkena dampak dari penerapan KRP, terdiri dari pemangku kepentingan pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sebagai berikut:

  • Insitusi yang berwenang menyusun K/R/P
  • Pejabat yang bertanggung jawab menyetujui K/R/P
  • Institusi lingkungan hidup
  • Institusi terkait lainnya Institusi/Lembaga Non Pemerintahan • Dewan Perwakilan • LSM/Ormas
  • Perguruan Tinggi/Akademisi/Asosiasi Profesi • Asosiasi/Dunia Usaha • Lembaga yang mewakili masyarakat terkena dampak

  

Seberapa besar keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan KLHS dilihat

keterkaitan peran dan fungsi sebagaimana tertuang dalam tupoksi masing-masing SKPD

terkait, serta potensi dampak yang kan diterima SKPD tersebut atas penerapan KRP

tersebut terkait dengan pelaksanaan tupoksinya. Kajian keterlibatan SKPD dalam KLHS

adalah sebagai berikut: Tabel 4.1.

  Dentifikasi Pemangku Kepentingan Instansi Pemerintah No Instansi Alasan Rekomendasi

  1. Bupati Balangan Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam

  penyusunan KLHS

  

2. DPRD Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam

  penyusunan KLHS

  Dinas/Instansi/institusi Pemerintahan

  Pembangunan Daerah menyusun dan melaksanakan di bidang perencanaan pembangunan daerah

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  4. Badan Lingkungan

  Hidup penyusuanan dan pelaksanaan di bidang lingkungan hidup

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  5. Badan Pemberdayaan

  Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan pembinaan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, Keluarga Berencana dan Kesehatan reproduksi serta pergerakan masyarakat.

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  3. Badan Perencanaan

  No Instansi Alasan Rekomendasi

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  14. Dinas Perhubungan,

  Komunikasi dan Informatika

  Tugas pembantuan di bidang pembinaan system transportasi, lalu lintas angkutan jalan, lalu lintas angkutan sungai dan danau, serta komunikasi dan informatika

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  15. Dinas Perindustrian,

  Perdagangan tugas pembantuan di bidang perindustrian dan perdagangan yang meliputi industri logam, mesin, elektronika dan aneka industri kimia, argo dan hasil hutan serta perdagangan

  16. Dinas, Kebudayaan,

  13. Dinas Tenaga Kerja dan

  Pariwisata Pemuda dan Olahraga tugas pembantuan di bidang pembinaan kebudayaan, pariwisata pemuda dan olahraga.

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  17.

   tugas pembantuan di bidangyang meliputi pengelolaan penerimaan Pajak Bumi dan Banguanan, penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan bukan Pendapatan Asli Daerah, anggaran dan belanja, akutansi dan asset daerah

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  18.

  Perkebunan dan Peternakan

  Tugas pembantuan di bidang pertanian yang meliputi prasarana dan sarana pertanian, tanaman pangan dan holtikultura, perkebunan, serta peternakan dan kesehatan hewan

  Transmigrasi tugas pembantuan di bidang penempatan, perluasan kerja dan produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan ketenagakerjaan serta pembinaan transmigrasi.

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  6. Badan Kesatuan

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  Bangsa dan Politik penyusunan dan pelaksanaan ideologi dan kewaspadaan daerah, ketahanan seni, budaya, agama, ekonomi, dan kemasyaraktan serta politik dalam negeri

  Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  7. Badan Kepegawaian

  Daerah Tugas membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dalam melaksanakan manajemen Pegawai Negri Sipil, yang meliputi pengadaan, seleksi dan mutasi, pengembangan, pembinaan dan kesejahteraan pegawai serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan

  Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  8. Badan Pemberdayaan

  Masyarakat dan Pemerintahan Desa penyusunan dan pelaksanaan di bidang pembinaan pemerintahan desa &kelurahan, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pemberdayaan lembaga kemasyarakatan

  9. Badan Pelayanan

  rehabilitasi social dan pelayanan serta pemberdayaan sosial.

  Perijinan Terpadu penyusunan dan pelaksanaan di bidang informasi dan pengaduan, perijinan, jasa usaha dan perijinan tertentu.

  Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  10. Dinas Pendidikan Tugas pembantuan di bidang pembinaan

  Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan informal serta pengelolaan sarana dan prasarana.

  Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  11. Dinas Kesehatan tugas pembantuan di bidang kesehatan

  keluarga, pengendalian penyakitdan penyehatan lingkungan Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  12. Dinas Sosial Tugas pembantuan di bidang social,

  Terlibat Dalam Penyusunan KLHS

  No Instansi Alasan Rekomendasi

  

19. Tugas pembantuan di bidang kehuutanan yag Tidak Terlalu Terlibat

  meliputi planologi kehutanan, pemanfaatan Dalam Penyusunan hutan, rehabilitasi dan perlindungan hutan KLHS

  20. tugas pembantuan di bidang pertambangan

   dan energi, yang meliputi pertambangan mineral batu bara, geologi dan pengembangan Terlibat Dalam wilayah, ketenagalistrikan, energi, minyak dan Penyusunan KLHS gas serta pengawasan pertambangan dan energi

  21. Dinas Perikanan dan tugas pembantuan di bidang perhubungan,

  Kelautan komunikasi, dan informatika, yang meliputi Terlibat Dalam pembinaan system transportasi, lallu lintas Penyusunan KLHS angkutan jalan, lalu lintas angkutan sungai dan danau, serta komunikasi dan informatika

  22. Dinas Koperasi, Usaha Tugas pembantuan di bidang pembinaan

  Tidak Terlalu Terlibat Mikro, Kecil dan kelembagaan, usaha, pengembangan sumber

  Dalam Penyusunan Menengah daya manusia, kemitraan dan promosi

  KLHS koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah.

  23. Dinas Kependudukan Tugas pembantuan di bidang pendaftaran

  dan Pencatatan Sipil penduduk, pencatatan sipil, perencanaan dan Terlibat Dalam perkembangan kependuduk serta pengelolaan Penyusunan KLHS data dan informasi.

  22. Dinas Perumahan dan tugas pembantuan dibidang perumahan,

  Permukiman bidang penatan ruang dan bangunan, bidang Terlibat Dalam pengembangan air minum dan penyehatan Penyusunan KLHS lingkungan serta bidang kebersihan.

  23. Dinas Bina Marga dan Tugas pembantuan di bidang pekerjaan umum

  Terlibat Dalam Sumber Daya Air yang meliputi Bina Marga, Sumber Daya Air

  Penyusunan KLHS dan Pembinaan Konstruksi

2. Identifkasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

  Selanjutnya, dalam menghadapkan antara Kebijakan, Rencana dan Program terhadap isu strategis pembangunan yang telah diruuskan, maka dibuat sebuah matriks penilaian antara isu dan KRP. Masing-masing KRP akan dnilai terhadap isu negatif dengan kriteria diantaranya: a. Positif (+), jika KRP tersebut diperirakan dan dianggap memberikan pengaruh positif atau perbaikan dalam menghadapi isu pembangunan yang diangkat

b. Negatif (-), jika pelaksanaan KRP diperkirakan memperburuk atau bahkan

menimbulkan permasalahan baru terkait isu strategis yang ada

c. Kosong (0), tidak dinilai jika tidak berhubungan dengan isu atau tidak berdampak baik positif maupun negatif secara signifikan.

  

Berdasarkan dampak dari kebijakan, rencana dan program yang dianggap paling

prioritas (memiliki nilai positif) terhadap isu pembangunan, diantaranya:

A. Rencana Struktur Ruang Wilayah

  1. Pengembangan bendung/daerah irigasi Pitap yang merupakan bendung nasional

dalam jaringan irigasi nasional yang meliputi saluran irigasi primer dan sekunder

  b. D.I. Lok Batu

  c. D.I. Paran

  d. D.I. Suapin; dan e. D.I .Tundakan.

  1. Reboisasi pada wilayah potensial longsor

  2. Pengembangan sumur resapan di area permukiman

  3. Pengembangan reboisasi pada kawasan rawan bencana

  4. Pengembangan program rehabilitasi hutan produksi dengan tepat

  5. Reboisasi pada kawasan hutan produksi

  6. Melakukan reklamasi di lokasi bekas tambang Isu-isu positif ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pengurangan dampak

dari KRP yang bisa menimbulkan dampak negatif. Sedangkan dampak dari kebijakan,

rencana dan program yang dianggap berdampak negatif pada pembangunan:

  2. Pengembangan daerah Irigasi yang merupakan kewenangan pemerintah kabupaten, terdiri atas: a. D.I. Batu Mandi

B. Rencana Pola Ruang Wilayah

C. Rencana Struktur Ruang Wilayah

  4. Pengembangan pusat-pusat kegiatan kawasan PPL

  5. Rencana Pengembangan Jalan Kolektor Primer (K1) yang menghubungkan ibukota provinsi ke ibukota kabupaten

  6. Rencana Pengembangan Jalan Kolektor Primer (K2) yang menghubungkan antar ibukota kabupaten/ kota

  7. Rencana pengembangan jalan lokal primer (L-1) yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan kecamatan

  8. Rencana pengembangan jalan lokal primer (L-2) yang menghubungkan ibukota kecamatan dengan pusat desa meliputi 33 ruas jalan.

  3. Pengembangan pusat-pusat kegiatan kawasan PKLp

  2. Pengembangan pusat-pusat kegiatan kawasan PPK

  1. Pengembangan pusat-pusat kegiatan kawasan PKL

  9. Rencana pengembangan jalan lokal primer (L-3) yang menghubungkan antar ibukota kecamatan 10. rencana pengembangan jalan lokal primer yang menghubungkan antardesa (L-5) meliputi 70 ruas jalan

  11. Rencana pengembangan jaringan jalan lokal sekunder meliputi jaringan jalan poros desa tersebar di 149 desa dan 3 kelurahan.

  12. Rencana pengembangan jaringan jalan khusus untuk kawasan pertambangan 13. Rencana pengembangan jaringan Jalan Lingkar Dalam Kota Paringin.

  14. Rencana pengembangan Jaringan Jalan Lingkar Luar Kota Paringin.

  15. Rencana Pengembangan Jaringan Jalan dari Halong ke Manggalau di Kabupaten Kotabaru melintasi Hutan Lindung dan Pegunungan Meratus.

  16. Pengembangan terminal penumpang kelas B

  17. Rencana Pengembangan Terminal Barang

  18. Rencana pengembangan sub terminal tahap I

  19. Rencana pengembangan sub terminal tahap II

  20. Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana persampahan berupa Tempat Persampahan Akhir Regional Banua Anam

  21. Rencana pengembangan TPS diarahkan untuk diletakkan di pusat-pusat permukiman dan pusat kegiatan

  22. Pembangunan jalan inspeksi pada sempadan sungai dan sempadan waduk D.

   Rencana Pola Ruang Wilayah

  1. Pengembangan agroindustri

  2. Pengembangan wisata agro

  3. Pengembangan infrastruktur yang mendukung seperti jaringan jalan, irigasi, dan agroindustri dengan fungsi yang didasarkan pada potensi pertanian.

  4. Pengembangan tempat pengolahan ikan dan pengolahan peternakan

  5. Peningkatan kualitas jalan akses yang menuju ke kawasan pariwisata

  6. Pembangunan zona industry di lokasi yang strategis

  7. Pembangunan sentra produksi di pusat-pusat pertumbuhan

  8. Pemanfaatan SDA sebagai bahan baku industri 9. Pengembangan perumahan untuk penduduk menengah ke bawah.

  10. Pembangunan dan penyediaan infrastruktur di permukiman perdesaan.

3. Identifkasi KRP

  Berdasarkan usulan program kegiatan sebagaimana yang diapaparkan pada bab 6,

maka terdapat beberapa usulan program yang masuk kategori dalam Kebijakan, Rencana

dan Program (KRP) yang perlu dilakukan kajian atau penyusunan KLHS sebelum

diimplementasikan. Untuk bahasan KLHS dalam RPI2JM ini hanya sampai pada tahap

identifikasi KRP yang diperkirakan akan berdampak atau berpengaruh pada pembangunan

berkelanjutan, mengingat pembahasan KLHS merupakan suatu kajian tersendiri yang harus

dilakukan dengan seksama dan mendalam serta dikaji secara komprehensif dengan

melibatkan pemangku kepentingan terkait, demikian pula pembahasannya dilakukan secara

bertahap dalam beberapa kali forum focus group discussion (FGD). Jika dipaksakan

pembahasan pada penyusunan dokumen RPI2-JM ini maka selain prosesnya tidak

memungkinkan dilakukan secara intensif dan komprehensif, juga waktu pembahasannya

sangat terbatas dan pada akhirnya output yang diharapkan tidak akan maksimal dan akurat

menghasilkan rekomendasi perbaikan KRP yang diharpkan. Untuk itu dengan telah

teridentifikasinya beberapa KRP yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap

pembangunan berkelanjutan, maka diperlukan studi KLHS lebih lanjut terhadap KRP

tersebut.

4.1.2. AMDAL, UKL, UPL DAN SPPLH

  Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai

dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup

yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha

dan/atau Kegiatan.

  Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup,

yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha

dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang

diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau

Kegiatan.

  Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPLH) adalah merupakan

pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk

melakukan pengelolaan dan pemantauanlingkungna hidup atas dampak lingkungan hidup

dari Usaha dan/atau kegiatannya diluar usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau

UKL-UPL.

  Panduan kerangka Lingkungan dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku, antara lain:

  

1. Undang-undang (UU) No. 32/2009 Tentang Perlindungaan dan Pengelolaan lingkungan

hidup, pasal 22-33 mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat

menimbulkan dampak lingkungan besar dan signifikan diharuskan wajib AMDAL. Pasal 34 mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat menimbulkan

dampak lingkungan yang wajib UKL/UPL. Pasal 35 rencana kegiatan atau pekerjaan yang

diminta untuk dilengkapi dengan SPPL.

  

2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan, Dokumen Lingkungan

Hidup (AMDAL dan UKL-UPL) menyediakan informasi yang diperlukan untuk proses pengambilan keputusan terkait dengan penerbitan izin lingkungan. Informasi yang disajikan berupa dampak lingkungan yang terjadi akibat rencana usaha dan/atau

kegiatan dan langkah-langkah pengendaliannya dari aspek teknologi social dan institusi,

pemantauan lingkungannya serta komitmen pemrakarsa

  

3. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 pasal 32-33, Keputusan Kelayakan Lingkungan

atau ketidaklayakan diambil oleh Mentri/Gubernur/Bupati/Walikota dari hasil rekomendasi hasil penilaian Andal & RKL-RPL dari Komisi Penilai Amdal dengan jangka waktu 10 hari kerja

  

4. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 pasal 47, izin lingkungan diterbitkan oleh

Mentri, gubernur, atau bupati/walikota bersamaan dengan diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan hidup

  

5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15/2012, tentang Jenis Rencana Usaha

dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

  

6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 tahun 2012 tentang Upaya

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan hidup

  

7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10 tahun 2008 tentang Penetapan

Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); dan

  Seluruh program investasi inrfrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut ini.

  1. Penilaian lingkungan (environtment assesment) dan rencana mitigasi dampak sub- proyek, dirumuskan dalam bentuk: a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), khususnya bagi kegiatan sub proyek yang diprakirakan menimbulkan dampak penting atau perubahan mendasar bagi lingkungan

  b. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), bagi

kegiatan sub proyek yang tidak menimbulkan dampak penting pada lingkungan

c. Standar Operasi Baku (SOP) untuk petunjuk pelaksanaan mitigasi dilapangan termasuk petunjuk pelaksanaan operasional dan pemeliharaan sarana yang dibangun d. Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.

  

2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau

UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub-proyek

  

3. Sejauh mungkin, subproyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negatif

terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin pada masyarakat dan lingkungan. Sub proyek yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negatif yang penting terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa harus dilengkapi dengan AMDAL.

  

4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya tidak dapat dipergunakan

untuk mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi / kawasan lindung, alur laut internasional atau kawasan sengketa. Disamping itu dari usulan RPI2JM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau penggunaan:

  a. Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau

  b. Asbes. Bahan-bahan yang mengandung unsur asbes c. Bahan/material yang termasuk dalam ketegori B3 (bahan beracun dan berbahaya).

  Rencana investasi tidak membiayai kegiatan yang menggunakan, menghasilkan, menyimpan atau mengangkut bahan/material beracun, korosif atau eksplosif atau bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 menurut hukum yang berlaku di Indonesia d. Pestisida, herbisida, dan insektisida. RPIJM tidak diperuntukkan membiayai kegiatan yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida atau insektisida e. Pembangunan bendungan. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai pembangunan atau rehabilitasi bendungan atau investasi yang mempunyai ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun yang sedang dibangun.

  

f. Kekayaan budaya. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai

kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa

benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau memiliki nilai spiritual;

dan

g. Penebangan kayu. RPIJM bidang Infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai

kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan

penebangan kayu.

  Prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dari berbagai kegiatan utama, yakni: pentapisan awal sub proyek sesuai dengan kriteria persyaratan Safeguard, evaluasi dampak lingkungan; pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dari sub proyek yang diusulkan (lihat tabel V.1), perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL), pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaan.

Tabel 4.2. Kategori Pendugaan Safeguard Lingkungan Persyaratan Kategori Dampak Pemerintah

  Sub proyek dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang buruk, ANDAL dan

  A berkaitan dengan kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan,

  RKL/RPL upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan Sub proyek dengan ukuran dan volume kecil, mengakibatkan dampak

  B

  UKL/UPL lingkungan akan tetapi upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan Sub proyek yang tidak memiliki komponen konstruksi dan tidak

  C

  Tidak ada mengakibatkan pencemaran udara, tanah dan air.

  Catatan :

  • ANDAL : Analisis Dampak Lingkungan • RPL : Rencana Pemantauan Lingkungan • UKL : Upaya Pengelolaan Lingkungan • UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan Tabel 4.3.

  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2012 Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah

1 Normalisasi Sungai (termasuk

  • Terjadi timbunan tanah galian kana kiri sodetan) dan pembuatan kanal banjir sungai yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak sosial, dan

  a. Kota besar/ metropolitas gangguan >= 5 km

  • Panjang

  3

  >= 500.000 m - Mobilisasi alat besar dapat menimbulkan

  • Volume pengerukan gangguan dampak

  >= 10 km

  b. Kota sedang

  3

  >= 500.000 m

  • Panjang - Volume pengerukan

  c. Perdesaaan >= 15 km

  • Panjang

  3

  >= 500.000 m

  • Volume pengerukan

2 Persampahan

  a. Dampak potensial adalah pencemaran

3 Pembangunan perumahan/

  • Tingkat pembebasan lahan
  • Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan bangunan per hektar
  • Tingkat kebutuhan air sehari-hari
  • Limbah yang dihasilkan sebagai akibat hasil kegiatan perumahan dan permukiman
  • Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar (mobilisasi material dan manusia)
  • KDB dan KLB

  ≥ 16.000 m

  hari

  b. Pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) limbah domestik termasuk fasilitas penunjangnya

  Luas ≥ 3 ha

  Kapasitas ≥ 2.4 ton/ hari

  c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah Luas

  ≥ 500 ha Kapasitas

  / hari

  3

  Kapasitas ≥ 11 m

  5 Pembangunan saluran drainase

  (primer dan/atau skunder) di permukiman

  a. Kota besar/ metropolitas ≥ 5 km

  b. Kota sedang, panjang ≥ 10 km

  metropolitas Berpotensi menimbulkan dampak hidrologi dan persoalan keterbatasan air a. Pembangunan jaringan distribusi

  ≥ 500 ha

  3 /

  Luas ≥2 ha

  e. Bangunan Komposting dan Daur Ulang (kapasitas sampah baku)

  a. Pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), termasuk fasilitas penunjangnya

  (luas < 10 Ha dan kapasitas < 10.000 ton) gas/udara, resiko kesehatan masyarakat dan pencemaran dari leachate

  b. Dampak potensial berupa pencemaran dari leachate, udara, bau, vektor, penyakit dan gangguan kesehatan

  c. Dampak potensial berupa pencemaran dari leachate, udara, gas beracun, bau, vektor, penyakit dan gangguan kesehatan d. Dampak potensial berupa fly ash dan bottom ash, pencemaran udara, emisi biogas, limbah, cooling water, bau dan gangguan kesehatan e. Dampak potensial berupa pencemaran dari bau, dan gangguan kesehatan b. TPA di daerah pasang surut ,

  Semua kapasitas/besaran c. Pembangunan Transfer Station

  (kapasitas operasional) ≥ 500 ton/ hari

  d. Pembangunan incenarator Semua kapasitas

  ≥ 500 ton/ hari

  No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah

  f. Transportasi sampah dengan kereta api ≥ 500 ton/ hari

  permukiman Besaran untuk masing-masing tipologi kota diperhitungkan berdasarkan :

  a. Kota metropolitan ≥ 25 ha

  b. Kota besar ≥ 50 ha

  c. Kota sedang ≥100 ha

  d. Keperluan Settlement transmigrasi ≥ 2000 ha

  4 Air limbah domestik

  a. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah domestik dengan sistem control landfill atau sanitary landfill

  • Setara dengan layanan untuk 100.000 orang
  • Dampak potensial berupa bau, gangguan kesehatan, lumpur sisa yang tidak diolah dengan baik dan gangguan visual
  • Setara dengan layanan untuk 100.000 orang
  • Setara dengan layanan untuk 100.000 orang
  • Setara dengan 20.000 unit
  • Dampak potensial berupa gangguan lalulintas, kerusakan prasarana umum, ketidak sesuaian atau nilai kompensasi
  • Berpotensi menimbulkan gangguan lalulintas, kerusakan prasarana umum, pencemaran di daerah hilir, perubahan tata air disekitar jaringan, bertambahnya aliran puncak dan perubahan perilaku masyarakat disekitar jaringan
  • Pembangunan jaringan skunder di kota sedang yang melewati permukiman padat

6 Jaringan air bersih di kota besar/

b. Pembangunan jaringan transmisi >= 10 km

  No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah

  7 Pengambilan air dari danau, sungai, >= 250 l/d - setara kebutuhan air bersih 200.000

  mata air permukaan atau sumber orang air permukaan lainnya - setara kebutuhan kota sedang

  8 Pembangunan pusat perkantoran, Luas lahan >= 5 ha Besaran diperhitungkan berdasarkan : pendidikan, olahraga, kesenian, Bangunan >= 10.

  • Pembebasan lahan

  3

  tempat ibadah, pusat perdagangan/ 000 m

  • Daya dukung lahan perbelanjaan relatif terkonsentrasi
  • Tingkat kebutuhan air sehari-hari
  • Limbah yang dihasilkan
  • Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar (getaran, kebisingan, polusi udara dan lain-lain)
  • KDB dan KLB
  • Jumlah dan jenis pohon yang mungkin hilang Khusus bagi pusat perdagangan/perbelanjaan relatif terkonsentarsi dengan luas tersebut diperkirakan akan menimbulkan dampak penting :
  • Konflik sosial akibat pembebasan lahan

  (umumnya berlokasi dekat pusat kota yang memiliki kepadatan tinggi)

  • Struktur bangunan bertingkat tinggi dan bassement menyebabkan masalah dewatering dan gangguan tiang-tiang pancang terhadap akuifer sumber air sekitar
  • Bangkitan pergerakan dan kebutuhan permukiman dari tenaga kerja yang besar
  • Bangkitan pergerakan dan kebutuhan perkir pengunjung
  • Produksi sampah

9 Pembangunan kawasan Luas lahan >= Berpotensi menimbulkan dampak yang

  permukiman untuk pemindahan 2000 ha disebabkan oleh : penduduk/ transmigasi

  • Pembebasan lahan
  • Tingkat kebutuhan air
  • Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan bangunan per hektar, dan lain-lain

  Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 Pendugaan dampak lingkungan juga mengacu pada Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No 10. Tahun 208 Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan