DOCRPIJM 1504156898Bab 8 Aspek Sosial dan Lingkungan EDIT

  Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

8.1 Aspek Lingkungan

  Beberapa amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan dalam pelaksanaan kegiatan bidang cipta karya antara lain sebagai berikut: 1) Undang-Undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan

  “Instrumen pencegahan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

  2) Undang

  • – Undang No.17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”

  3) Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014: “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

  4) Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan 5) Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

  Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL. 6) Permendagri No. 67 tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan KLHS dalam Penyusunan atau

  Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah Adapun Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu: 1) 1. Pemerintah Pusat a. Menetapkan kebijakan nasional.

  b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

  d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

  f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal. 2) Pemerintah Provinsi a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

  e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

  g. Melaksanakan standar pelayanan minimal. 3) Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

8.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena: a. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  b. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup

  Kota Pekalongan melalui Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 3 Tahun 2010 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kota Pekalongan, telah membuat kebijakan antisipatif guna menjawab permasalahan dan tantangan yang dihadapi Kota Pekalongan di bidang Lingkungan hidup

  Peraturan Daerah ini merupakan Peraturan payung dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Pekalongan, sehingga semua Peraturan Daerah yang ada yang berkaitan dengan lingkungan hidup harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.

  Sasaran pengendalian lingkungan hidup menurut Peraturan Daerah ini adalah: 1. agar tiap pemanfaatan sumber daya alam dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat tetapi tetap memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan; 2. untuk mengendalikan sumber dampak dari tiap usaha dan/atau kegiatan sehingga tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dapat ditekan 3. untuk menjaga kelestarian sumber daya hayati dan non hayati yang ada, sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi masa kini maupun generasi yang akan datang; 4. melibatkan mayarakat untuk berpartisipasi dalam perencanaan pelaksanaan dan pemantauan dampak pembangunan terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; 5. sebagai alat rekayasa sosial yang mampu membangun .kesadaran aparat dan masyarakat dalam kegiatan perlindungan lingkungan; dan 6. mendukung visi Kota Pekal ongan mewujudkan Kota Pekalongan yang lebih religius berbasis pada perdagangan industri dan Pariwisata, membangun kebersamaan, kerukunan menuju masyarakat sadar dan taat hukum, sehat, aman, ad l dan sejahtera

8.1.2 AMDAL, UKL – UPL DAN SPPLH

  Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu: a. Proyek wajib AMDAL

  b. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL

  c. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH Dengan adanya payung hukum tersebut maka tindak lanjut dalam proses Tataran Rencana dan

  Program dibutuhkan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan PPLH. Berikut beberapa perbedaan antara KLHS dan AMDAL.

A. Persampahan:

  • Luas kawasan TPA, atau
  • Kapasitas Total ≥ 10 ha ≥ 100.000 ton
  • Luas landfill, atau
  • Kapasitas Total semua kapasitas/besaran
  • Kapasitas
  • Kapasitas

  • Kapasitas
  • Kapasitas
  • Kapasitas

  ≥ 10 km Sumber: Permen LH 5/2012

  b. Pembangunan jaringan transmisi

  ≥ 500 ha

  a. Pembangunan jaringan distribusi

  E Jaringan Air Bersih di Kota Besar/Metropolitan

  a. Kota besar/metropolitan, panjang ≥ 5 km b. Kota sedang, panjang ≥ 10 km

  ≥ 3 ha ≥ 2,4 ton/hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:

  IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya:

  ≥ 2 ha ≥ 11 m 3 /hari b. Pembangunan

  a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:

  c. Kota sedang dan kecil, luas ≥ 100 ha d. Keperluan settlement transmigrasi ≥ 2.000 ha

  ≥ 50 ha

  a. Kota metropolitan, luas ≥ 25 ha

  ≥ 500 ton/hari

  g. Transportasi sampah dengan kereta api:

  c. Pembangunan Transfer Station:

  Untuk Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut

Tabel 8.1 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

  No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran

  ≥ 500 ton/hari

  b. TPA di daerah pasang surut:

  a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:

  ≥ 500 ton/hari

  d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu:

  ≥ 500 ton/hari

  e. Pengolahan dengan insinerator:

  semua kapasitas

  f. Composting Plant:

B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:

b. Kota besar, luas

C. Air Limbah Domestik

  • Luas, atau
  • Kapasitasnya
  • Luas, atau
  • Kapasitasnya
  • Luas layanan, atau ≥ 500 ha
  • Debit air limbah ≥ 16.000 m
  • 3 /hari

    D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman

    • Luas layanan
    • Panjang
    Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL, seperti terlihat pada tabel berikut ini :

    Tabel 8.2 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL Tapi Wajib UKL-UPL

      Kelengkapan Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya Dokumen a.

      1. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem UKL - UPL

       Persampahan

      controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang:

    • Luas kawasan, atau < 10 Ha - Kapasitas total < 10.000 ton

      2. TPA daerah pasang surut

    • Luas landfill, atau < 5 Ha - Kapasitas total < 5.000 ton

      3. Pembangunan Transfer Station

    • Kapasitas < 1.000 ton/hari

      4. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu

    • Kapasitas < 500 ton

      5. Pembangunan Incenerator

    • Kapasitas < 500 ton/hari

      6. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos

    • Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha b.

      1. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur UKL - UPL

       Air Limbah Domestik/ Permukiman Tinja(IPLT) termasuk fasilitas penunjang

    • Luas < 2 ha
    • Atau kapasitas < 11 m3/hari

      2. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah

    • Luas < 3 ha
    • Atau bahan organik < 2,4 ton/hari

      3. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system)diperkotaan/permukiman

    • Luas < 500 ha
    • Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari c.

      1. Pembangunan saluran primer dan sekunder UKL - UPL

       Drainase Permukaan

    • Panjang < 5 km

      Perkotaan

      2. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman

    • Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha d.

      1. Pembangunan jaringan distribusi: UKL - UPL

       Air Minum

    • luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha

      2. Pembangunan jaringan pipa transmisi

    • Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km
    • Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km
    • Pedesaan, Panjang : -

      3. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber

      Kelengkapan Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya Dokumen

      air permukaan lainnya (debit)

    • Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps
    • Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps

      4. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap

    • Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps

      5. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:

    • Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara

      SPAM : 2,5 lps - < 50 lps

    • Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps e.

      1. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah UKL - UPL

       Pembangunan Gedung tanah:

    • Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
    • Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
    • Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
    • Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

      Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

      2. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum: usaha meliputi bangunan

    • Fungsi gedungperkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
    • Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
    • Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
    • Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan

      Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya Kelengkapan Dokumen

      sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

      3. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:

    • Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
    • Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
    • Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
    • Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

      Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL f.

       Pengembangan kawasan permukiman baru

      1. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;

    • Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
    • Luas kawasan: < 10 ha
    • Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
    • Luas kawasan: < 10 ha
    • Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
    • Luas kawasan: < 10 ha
    • Luas kawasan: < 10 ha
    • Luas kawasan: < 10 ha

      2. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);

      3. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)

      UKL - UPL g.

       Peningkatan Kualitas Permukiman

      1. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhandasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;

      2. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;

      3. Pengembangan kawasan perdesaan untuk UKL

      Kelengkapan Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya Dokumen

      meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)

    • Luas kawasan: < 10 ha

      h. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan UKL Penanganan Kawasan Kumuh kumuh berat di perkotaan metropolitan yang Perkotaan dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota

      (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun

    • Luas kawasan: < 5 ha

      Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008

      Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).

    8.2 Aspek Sosial

      Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya

      Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut: a. UU No.17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

       Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

       Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

      b. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

       Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

      c. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

       Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program

      pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

       Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

      d. Peraturan Presiden No.15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan  Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

      e. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

       Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing

      

    Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota

      terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah: 1) Pemerintah Pusat:

      a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

      b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

      c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.

      d. Melaksanakan pengarusutamaangende guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya. 2) Pemerintah Provinsi:

      a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

      b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

      c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.

      d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya

      3) Pemerintah Kota Pekalongan: a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

      b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

      c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat Kota Pekalongan.

      d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya

      Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu Kota Pekalongan untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko sosial yang tidak diinginkan, promosi manfaat sosial dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak atau DP (Displaced People).

      Komponen perlindungan sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan permukiman kembali. Pengadaan tanah dan permukiman kembali biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

      Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk kegiatan RPI2-JM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut ini:

      1. Transparan: Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, dan lainnya) yang akan terkena dampak.

      2. Partisipatif: Warga yang berpotendi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat dalam seluruh perencanaan proyek, seperti: penentuan batas lokasi proyek jumlah dan bentuk kompensasi/ganti tugi, serta lokasi tempat permukiman kembali.

      3. Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan DP. Warga tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai, sepert tanah pengganti dan /atau uang tunai yang setara dengan harga pasar tanah dan asetnya. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. DP harus diberi kesempatan untuk mengkaji rencana pengadaan tanah ini secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti rugi dan /atau permukiman kembali.

      Metoda pendugaan perlindungan sosial atau pembebasan tanah dan permukiman kembali dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku antara lain sesuai dengan Keputusan Presiden No 55/1993 tentang Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum.

      Prosedur pelaksanaan perlindungan pembebasan tanah dan permukiman kembali terdiri dari beberapa kegiatan utama yang meliputi: penypisan awal dari usulan kegiatan untuk melihat apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan pembebasan tanah atau kegiatan permukiman kembali atau tidak; pengklasifikasian/kategorisasi dampak pembebasan tanah dan permukiman kembali dari sub proyek yang diusulkan ; perumusan surat pernyataan bersama (jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela) atau perumusan Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali (RTPTPK) sederhana atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK Gubernur/Bupati/Walikota.

      Pembebasan tanah dan permukimkan kembali yang telah dilaksanakan sebelum usulan sub proyek disampaikan, harus diperiksa kembali dengan tracer study. Tracer study ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah sesuai dengan standar yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi lebih buruk, dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan dengan baik.

    8.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Kemiskinan

      Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti adalah isu kemiskinan. Di Kota Pekalongan kemiskinan dilihat dari identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kota Pekalongan. Kawasan permukiman Kumuh di Kota Pekalongan tercantum dalam Keputusan Walikota Pekalongan Nomor : 601/215 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Keputusan Walikota Pekalongan Nomor 601/13 Tahun 2014 Tentang Penetapan Kawasan Kumuh Perkotaan Kota Pekalongan Tahun 2014.

      Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya dapat lebih optimal dan terarah

      Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS).

      Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.

    8.2.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

      Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

      1. Konsultasi masyarakat

      Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

      2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

      Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

      3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)

      Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunankembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

    8.2.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

      Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

    Tabel 8.3 Kategori Pendugaan Dampak Pembebasan Tanah

      

    Dan Permukiman Kembali

    Kategori Dampak Persyaratan

      A Sub Proyek tidak melibatkan kegiatan pembebasan tanah

      1. Sub Proyek seluruhnya menempati tanah Surat Pernyataan dari negara pemrakarsa kegiatan

      2. Sub Proyek seluruhnya atau sebagian Laporan yang disusun oleh menempati tanah yang dihibahkan secara pemrakarsa kegiatan sukarela

      B Pembebasan tanah secara sukarela: Surat Persetujuan yang Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif yang disepakati dan ditandatangai dihubahkan < 10% dan memotong < bidang bersama antara pemrakarsa lahan sejarak 1,5 m dari batas kavling atau garis kegiatan dan warga yang sepadan bangunan, dan bangunan atau aset menghibahkan tanahnya dengan tidak bergerak lainnya yang dihibahkan senilai < sukarela Rp. 1 Juta.

      C Pembebasan tanah berdampak pada < 200 oran RTPTPK sederhana atau 40 KK atau < 10% dari aset produktif atau melibaykan pemindahan warga sementara selama masa konstruksi

      D Pembebasan tanah berdampak pada > 200 RTPTPK menyeluruh orang atau memindahkan warga > 100 orang