BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alstonia - ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN PULE (Alstonia scholaris L.R.Br) SERTA UJI AKTIVITAS ANTIPLASMODIAL SECARA IN VITRO TERHADAP Plasmodium falciparum Repository - UNAIR REPOSITORY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Alstonia Alstonia merupakan salah satu genus tumbuhan dari famili Apocynaceae yang

  terdiri dari 40 spesies dengan pusat penyebaran di Asia dan Afrika. Tumbuhan ini mengandung alkaloid dengan kerangka monoterpen indol dan memperlihatkan aktivitas sebagai antikanker, antibakteri, antiinflamatori, dan antimalaria (Chai, XH, 2007; Salim, 2004). Alstonia merupakan salah satu obat tradisional Indonesia (Heyne, 1987). Kulit batang Alstonia consricta digunakan masyarakat untuk penyembuhan sakit gigi, rematik dan gigitan ular sedangkan getahnya digunakan sebagai obat demam, sakit tenggorokan, dan batuk (Raji, et al., 2004).

  2.2 Alstonia scholaris Alstonia scholaris (L.) R.Br. merupakan tumbuhan endemik Indonesia dengan

  sinonim Echites scholaris L., Echites pala Ham. atau Tabernaemontana alternifolia Burn dengan nama daerah pulai. Alstonia scholaris termasuk salah satu tumbuhan obat Indonesia, kulit batang digunakan oleh masyarakat sebagai obat demam, sakit perut, asma, batuk, disentri, dan kanker paru-paru sedangkan daunnya digunakan sebagai antibakteri, antitumor, diabetes militus, tekanan darah tinggi, wasir, beri– beri dan rematik akut (Heyne, 1987).

  5

  2.3 Fitokimia Alstonia

  Tumbuhan Alstonia mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid, alkaloid, steroid dan triterpenoid (Hirasawa, et al., 2009). Senyawa alkaloid tumbuhan ini dicirikan oleh adanya alkaloid indol. Senyawa golongan triterpenoid pada tumbuhan merupakan turunan oleanan, fridelin dan lupan sedangkan steroid merupakan turunan stigmastan. Senyawa flavonoid pada tumbuhan ini diantaranya jenis calkon, dihidrocalkon, flavanon, flavon dan flavonol (Hirasawa, et

  al ., 2009).

  Alstonia

  2.4. Alkaloid

  Golongan alkaloid tumbuhan Alstonia dicirikan oleh kandungan kimia berupa alkaloid indol monoterpen yang dari segi struktur molekul dibedakan atas beberapa jenis. Kerangka dasar dari masing-masing alkaloid ini diturunkan dari hasil kondensasi antara asam amino triptofan dan monoterpen sekologanin yang menghasilkan berbagai kerangka indol monoterpen seperti jenis korinantan, kuran, kordilofolan, akuamilan, stemadenin, aspidodasikarpin, echitamin, narelin, valesamin, sekoangustilobin, ajmalicin, dan sebagainya. Alkaloid korinantan yang dihasilkan oleh kondensasi ini, melalui senyawa antara striktosidin, selanjutnya mengalami penganekaragaman kerangka dasar seperti tercantum pada Gambar-2.1 (Cordel dan Geoffrey, 2006). Senyawa-senyawa alkaloid indol monoterpen dari tumbuhan ini ditemukan pada semua jaringan antara lain daun, bunga, kulit batang, dan akar. Gambar-1. Hubungan kimiawi antara berbagai jenis alkaloid Alstonia berdasarkan reaksi biogenesis melalui kerangka korinantan

  Kerangka korinantan

  Senyawa alkaloid yang paling sederhana dari segi biogenesis, yaitu razimanin (1) yang ditemukan pada bunga Alstonia scholaris (Dutta, 1976).

Gambar 2.1 Kerangka dasar senyawa alkaloid monoterpen indol

  Kerangka Ajmalicin

  Kerangka ajmalicin merupakan siklisasi dari kerangka korinantan. Senyawa tetraalstonin (2) telah ditemukan pada bagian daun Alstonia scholaris (Rahman, et

  al .,1987), alstonin (3) ditemukan dalam tanaman A. scholaris dan A. bonnie

  (Yamauchi, 1990; Elisabetsky, 2006) sedangkan senyawa yohimbin-17-O-asetat (4) pada A. angustifolia ( Ghedira, et al., 1988).

  N N H H H CH 3 H O MeOOC

  (2) N N N H H N

  H H H H H O MeOOC

  MeOOC OAc

  (3) (4)

Gambar 2.2 Kerangka ajmalicin

  Kerangka Kuran

  Jenis alkaloid yang paling banyak ditemukan dari Alstonia adalah dari jenis kerangka kuran. Kerangka karbon kuran, secara biogenesis disarankan berasal dari migrasi ikatan C-3 pada kerangka korinantan dari C-2 ke C-7 diikuti oleh pembentukan antara C-2 dan C-16.

  Senyawa akumisin (5), dan beberapa beberapa alkaloid sejenis seperti akuamisin N-metiodida (6), dan akumisin N-oksid (7) yang berhasil dipisahkan dari akar A.

  scholaris (Boonchuay, 1976; Buckingham, 1994; Salim, 2004).

  Senyawa turunan akumisin lainnya, seperti 18(19)-hidroksi-19,20- dihidroakuamisin atau disebut juga ekitamidin (8), N-demetilalstogustin (9), (19S), (20S)-ekitamidin-N-oksid (10), ekitamidin-N-oksid 19-O-

  β-D-glukopiranosa (11), dan lochneridin (12) telah berhasil diisolasi dari akar A. scholaris dan kulit batang A.

  glaucescens (Benerji, 1984; Salim, 2004). Selanjutnya, alkaloid jenis kuran yang

  teroksigenasi pada C-12, yakni scholarisin (13), N-metilscholarisin (14), 12- metoksiekitamidin atau disebut juga scholarin (15), dan scholarin N-oksid (16) telah dipisahkan pula dari daun A. scholaris (Benerji, 1981; 1984; Kam, 1997; Rahman, - 1990).

  CH 3 +

  I N N N N H H H H CH CH 3 3 CO Me CO Me 2 2 (5) (6)

  O N N H OH N N H H H H CH CH 3 3 CO Me CO Me 2 2 (7) (8)

Gambar 2.3 Kerangka kuran

  O N N H H OH OH N N H H H H CH CH 3 3 CO Me CO Me 2 2 (9) (10)

  O N N OH H

  H O CH 3 OH N

  N H OH H CH H 3 H O OH CO Me CO Me 2 2

  (11) (12) + CH 3 N N H H OH OH N H N H H H CH CH 3 3 OH OH CO Me CO Me 2 2

  (13) (14) O N N H H OH OH N N H H H H CH CH 3 3 OCH OCH 3 3 CO Me CO Me 2 2

  (15) (16)

Gambar 2.3 Kerangka kuran (Lanjutan)

  Kerangka Akuamilan

  Jenis alkaloid akuamilan yang ditemukan dari daun dan kulit batang A. scholaris antara lain striktamin (17), pikrinin (18), pikralinal (19), dan N-metilbutnamin (20).

  Senyawa alkaloid jenis akuamilan 17-20 mempunyai kerangka karbon yang berasal dari kerangka korinantan melalui pembentukan ikatan C-16 dan C-17.

  H CO CH H CO CH 2 3 2 3 O N N N N H (17) (18)

  OHC CO CH HOH C CO CH 2 3 2 2 3 O + CH 3 N N N N H (19) (20)

Gambar 2.4 Kerangka akuamilin

  Kerangka Aspidodasikarpin

  Alkaloid jenis aspidodasikarpin merupakan pemutusan ikatan N-4 dan C-5 dari kerangka akuamilan. Abe et.al (1989) berhasil memisahkan jenis alkaloid aspidodasikarpin dari daun batang A. scholaris yang berasal dari Taiwan antara lain alskomin (21), dan isoalskomin (22).

  H CO CH H 2 3 CO CH 2 3 OCH 3 OCH 3 O O O O N N H H N N H H (21) (22)

Gambar 2.5 Kerangka aspidodasikarpin

  Kerangka Ajmallin

  Alkaloid jenis ajmallin merupakan pembentukan ikatan antara oksigen pada C-17 dan atom karbon pada C-2 dari kerangka akuamilan. Senyawa akuamiginon (23), dan pseudoakuamiginon (24) telah berhasil dipisahkan dari kulit batang A. scholaris (Banerji, 1977; Morita, 1977; Salim, 2004).

  COO- CO H 2 O O CH 3 CH 3 N N N N H CH 3 O CH 3 CH 3

  (23) (24)

Gambar 2.6 Kerangka ajmalin

  Kerangka Ekitamin

  Dari jaringan tumbuhan A. scholaris telah ditemukan pula alkaloid jenis ekitamin, yang berasal dari pemutusan ikatan antara C-3 dan C-4 dari kerangka akuamilan dan pembentukan ikatan antara C-2 dan C-4. Senyawa-senyawa dari jenis ekitamin, antara lain N-demetilekitamin (25), ekitamin (26), asam ekitaminat (27), dan 17-O- asetilekitamin (28). Senyawa N-demetilekitamin (25), dan ekitamin (26) merupakan komponen utama alkaloid A. scholaris (Boonchuay, 1976; Salim, 2004; Yamauchi, 1999).

  (25) (26) (27) (28)

Gambar 2.7 Kerangka ekitamin

  Kerangka Narelin Selanjutnya, telah dilaporkan beberapa alkaloid jenis narelin dari kulit batang A. scholaris yang berasal dari Indonesia, yakni narelin (29), dan narelin metil eter (30).

  N H N CO 2 CH 3 HOH 2 C HO H 3 C N H N + CO 2 CH 3 HOH 2 C HO H 3 C CH 3 N H N CO 2 -

  HOH 2 C HO H 3 C N H N + CO 2 CH 3 HOH 2 C H 3 COCO H 3 C CH 3 CH 3 Alkaloid kerangka narelin merupakan kerangka aspidodasikarpin dengan tambahan ikatan antara C-21 dan C-6 (Kam, 1997; Salim, 2004).

  CO 2 CH 3 CO 2 CH 3 CH 3 CH 3 N N N N HO H CO 3 O O H H (29) (30)

Gambar 2.8 Kerangka narelin

  Kerangka Stemadenin Dari daun A. scholaris telah ditemukan beberapa alkaloid jenis stemadenin.

  Alkaloid jenis stemadenin berasal dari pemutusan ikatan antara C-2 dan C-3 kerangka korinantan, diikuti pembentukan ikatan antara C-16 dan C-2 menghasilkan kerangka stemadin, dan selanjutnya pemutusan oksidatif ikatan C-5 dan C-6 kerangka stemadin dan penyingkiran atom karbon C-5. Senyawa-senyawa turunan stemadenin antara lain 19-20-Z-valesamin (31), 19-20-E-valesamin (32), valesamin N-oksid (33), asam angustilobin B (34),dan alstonamin (35) (Rahman, 1987; Yamauchi, 1990).

  N N CH 3 N N H H H H HOH C 2 HOH C CO CH 2 3 CO CH CH 2 2 3 3 (31) (32)

Gambar 2.9 Kerangka stemadenin

  O N CH 3 N H H HOH C 2 CO CH 2 3 (33)

  N N N N H H H H HOH C 2 H CO C O 3 2 O (34) (35)

Gambar 2.9 Kerangka stemadenin (Lanjutan)

  Kerangka Secoangustibilosin

  Kerangka secoangustibolisin merupakan jenis kerangka valesamin dengan pemutusan pada atom karbon C-5 dan C-7. Senyawa-senyawa turunan secoangustibilosin ditemukan pada jaringan tumbuhan A. scholaris, dan A. spatulata antara lain 6,7-seco-angustilobin B (36), 6,7-seco-19,20-epoksiangustilobin B (37), 6,7-seco-6-nor-angustilobin B atau losbanin (38), dan alstolobin A (39) (Tan, 2010; Yamauchi, 1990).

  CH 3 H C 3 N N O N N H H H H HOH C 2 H CO C 3 2 O O (36) (37)

Gambar 2.10 Kerangka secoangustibilosin

  C H O C 2 5 2 H N N N N H H H H HOH 2 C H CO C O 3 2 O (38) (39)

Gambar 2.10 Kerangka secoangustibilosin (Lanjutan)

  Kerangka Kordilofolan

  Senyawa alkaloid jenis kerangka kordilofolan yang ditemukan dari daun dan kulit batang A. scholaris yaitu 19-hidroksitubotaiwin atau lagunamin (40), (20S)- 19,20-dihidrokondilokarpin atau tubotaiwin (41), dan tubotaiwin N-oksid (42) sedangkan senyawa alstolusin B (43), dan alstolusin E (44) berhasil dipisahkan pada daun dan kulit batang A. spatulata (Rahman, 1986; Tan, 2010; Yamauchi, 1990).

  N N OH N N H H CH CH 3 H 3 H CO CH CO 2 3 2 CH 3 (40) (41)

  O N N H CH H 3 CO CH 2 3 (42)

Gambar 2.11 Kerangka kordilofolan

  N N H H O

  O H H N

  N CH 3 CH H 3 H H H CO CH 2 3 OH CO CH 2 3 (43) (44)

Gambar 2.11 Kerangka kordilofolan (Lanjutan)

  Kerangka makrolin

  Alkaloid jenis kerangka makrolin secara biogenesis merupakan pemutusan ikatan C-20 dan C-21 dari kerangka korinantan, dan diikuti pembentukan ikatan antara C-5 dan C-20 serta siklisasi antara hidroksi pada C-17 dan C-19.( Kam, et.al. 2003) telah berhasil memisahkan senyawa alkaloid kerangka makrolin dari daun A. macrophylla, yakni senyawa 6-oksoalstopillin (45), dan 6-oksoalstopillal (46).

  Modifikasi kimia kerangka makrolin melalui pemutusan ikatan C-2 dan C-3, diikuti pembentukan ikatan C-3 dan C-7 menghasilkan kerangka baru seperti pada senyawa 16-hidroksialstonisin (47), dan 16-hidroksialstonal (48) yang berhasil dipisahkan dari daun daun A. macrophylla (Kam, et al., 2003).

  O O H H H H O O NCH NCH 3 3 H CO N H CO N 3 3 CH CH 3 3 CH CH 3 3 H H H H CHO CO 2 CH 3 (45) (46)

Gambar 2.12 Kerangka makrolin H C O 3 CHO H H CH 3 H NH NH

  O O OH OH N N O O CH 3 CH 3

  (47) (48)

Gambar 2.12 Kerangka makrolin (Lanjutan)

  Kerangka alsmaporasin

  Dua senyawa baru dari kerangka alsmaporasin yang mengandung kromofor 1, 2 oksasinan dan isosasolidin, yakni alsmaporasin A (49) dan B (50) telah ditemukan pada daun A. pneumatophora (Cai, et al., 2007).

  H H N O O N R H CH 3 HO CO CH 2 3 (49): R=OH

  (50): R=H

Gambar 2.13 Kerangka alsmaporazin

  Kerangka korinante

  Dua isomer senyawa 19,20-Z-alstoskolarin (51), dan 19,20 E-alstokolarin (52) telah ditemukan di dalam daun A.scholaris (Banerji dan Shidanta 1981). Kerangka alkaloid korinante merupakan pengembangan dari kerangka kuran.

  CO CH CO CH 2 3 2 3 H C 3 N N H H N N OHC OHC (51) (52)

Gambar 2.14 Kerangka korinante

  Bis Monoterpen Indol Dua dimer alkaloid monoterpen indol. yang berasal dari ekstrak daun A. scholaris , yakni villastonin (53), dan makrokarpamin (54). Penemuan ini memberikan

  makna bahwa kemampuan tingkat oksidasi dari alkaloid monoterpen (sekologanin) indol tumbuhan Alstonia memberikan makna pada pengembangan kerangka senyawa alkaloid (Frederich, et al, 2007).

  H H O NCH 3 N CH 3 H H N N H H CO C 3 2 H H CH 3 (53) (54)

Gambar 2.15 Bis monoterpen indol

2.5. Bioaktivitas Alkaloid Alstonia Sebagai Antimalaria

  Malaria merupakan salah penyakit endemik tropis yang disebabkan gigitan nyamuk Plasmodium. Akhir-akhir ini, penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk ini mengalami mutasi dan resisten terhadap klorokuinin. Di samping itu juga, produksi alkaloid sinkona dalam negeri banyak mengalami penurunan. Salah satu alternatif yang dikembangkan adalah eksplorasi senyawa bioaktif baru salah satu diantaranya sebagai antimalaria.

  Alstonia merupakan salah satu tanaman Indonesia, baru-baru ini dikembangkan

  sebagai obat antiplasmodial. Salah satu senyawa aktif tumbuhan ini adalah senyawa alkaloid. Keaktifan senyawa alkaloid tersebut memperlihatkan keaktifan yang kuat sebagai antimalaria. Senyawa villastonin (53), dan makrokarpamin (54) memiliki nilai IC

  50 sebesar 0,270

  μM dan 0,360 μM yang lebih kuat dibandingkan dengan

  b

  kuinin( IC

  50 0,413

  • demethylalstogustine μM) (Frederich, et al., 2007). Senyawa N Senyawa 19-O- memiliki aktivitas antimalaria sebesar 6,75 μg/ml, methylmacralstonine juga memperlihatkan aktifitas yang kuat terhadap plasmodial (Liu, 2002). Senyawa alstipillanin A-D masing-masing IC adalah 6,85

  50

  μg/ml; 0,34

  50

  μg/ml; 6,20 μg/ml, dan 2,75 μg/ml. Senyawa dikategorikan tidak aktif jika nilai IC > 25 μg/ mL (Hirasawa, et al., 2008).

2.6 Ekstraksi Alkaloid Alstonia

  Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa dan mengunakan pelarut polar untuk mengekstraksi dalam jaringan tumbuhan, antara lain metanol, etanol, asam asetat dan amonia. Metode ekstraksi senyawa alkaloid dari tumbuhan Alstonia terlampir pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Metode ekstraksi senyawa alkaloid pada tumbuhan Alstonia

  Jenis tanaman Ekstraksi Pustaka Ekstraksi dengan etanol pada suhu Kam, 2003

A. Macrophylla kamar, diasamkan dengan asam

  (leaf extract) klorida, dan dibasakan dengan amonia kemudian dipartisi dengan EtOAc Ekstraksi dengan etanol pada suhu Salim, 2004 kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan NaOH

A. Scholaris

  kemudian dipartisi dengan CHCl

  3

  (Bark and leaves Ekstraksi dengan metanol pada suhu Patrick, 2005 extract) kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan NaOH kemudian dipartisi dengan EtOAc Ekstraksi dengan metanol pada suhu Feng, 2009 kamar, diasamkan dengan asam

A. Yunnanensis

  klorida, dan dibasakan dengan (plants extract)

  NH4OH kemudian dipartisi dengan EtOAc

  Ekstraksi dengan etanol pada suhu Taan, 2010 kamar, diasamkan dengan asam klorida, dan dibasakan dengan

  A. spatulata

  NH4OH kemudian dipartisi dengan (Bark extract)

  CHCl 3. Ekstraksi dengan metanol pada suhu Ghedira, 1988

  A. angustifolia

  kamar, diasamkan dengan H SO , dan

  2

  4

  (Bark and leaves dibasakan dengan NH

  4 OH kemudian

  extract) dipartisi dengan CHCl

  3 Ekstraksi dengan CH Cl yang diikuti Carroll, 2004

  2

  2

  dengan MeOH pada suhu kamar, lalu

  A. actinophylla

  dilakukan metode asam-basa, (leaves extract) kemudian dipartisi dengan kombinasi

  CH

  2 Cl 2 dan Air

  Ekstraksi dengan metanol pada suhu Abe, 1998

  A. villosa kamar, lalu dilakukan metode asam-

  (leaves extract) basa, kemudian dipartisi dengan CHCl

  3

  1

  13

2.7 Analisis Spektroskopi H dan C-NMR, IR, dan UV-Vis Alkaloid Indol

  1

13 Spektroskopi H dan C-NMR merupakan alat spektroskopi yang paling memegang peranan penting dalam penentuan struktur molekul senyawa organik.

  (Harbone, 1987).

  Senyawa akuamiginon (Gambar 2.16) merupakan salah satu contoh senyawa alkaloid indol dengan kerangka ajmallin yang berhasil diisolasi dari kulit batang A.

  1 scholaris, spektrum H -NMR dalam pelarut CDCl 3 memperlihatkan empat sinyal

  proton aromatik dari alkaloid indol H 7,39 (1H, dd, J = 7,6 Hz, H-9), 6.79 (1H, pada δ dt, J = 7.6, H-10), H 7.10(1H, dt, J = 7.6, H-11) H 6.83 (1H, dd, J = 7.6, H-12) .

  δ , δ Sedangkan untuk kerangka ajmalinnya sendiri yaitu kerangka monoterpen, dimana pada senyawa akuamiginon terdapat dua gugus metil, empat gugus metilen, tujuh gugus metin dan delapan karbon kuartener.

  Spektroskopi IR pada senyawa akuamiginon (Gambar 2.16) berfungsi sebagai data pendukung, dimana fungsi IR sendiri hanya untuk menentukan gugus fungsi senyawa organik. Spektroskopi IR pada senyawa akuamiginon menunjukkan adanya

  • 1

  gugus NH yang menyerap pada 3250 cm dan adanya gugus keton pada bilangan

  • 1 gelombang 1711 cm .

  Spektroskopi UV-Vis pada senyawa akuamiginon (Gambar 2.16) hanya memberikan informasi mengenai ikatan rangkap dan aromatik suatu senyawa.

  Dengan pelarut metanol, senyawa akuamiginon memberikan λmax pada 221, 232, dan 286 nm.

  COO- O CH 3 N N H O CH 3 Gambar 2.16 Senyawa Akuamiginon

2.8 Tinjauan tentang Malaria

  2.8.1 Penyakit Malaria

  Malaria disebabkan oleh infeksi protozoa bersel tunggal yang disebut Plasmodium , yaitu Plasmodium vivax, P. malariae, P. ovale, dan P.falciparum.

  Plasmodium falciparum merupakan penyebab malaria yang paling berbahaya dan dapat menimbulkan disfungsi otak , gangguan pernafasan berat dan gagal ginjal akut.

  Selain itu, juga dapat meningkatkan kematian (Schlesinger et al., 1988).

  2.8.2 Plasmodium falciparum Plasmodium falciparum di permukaan sel darah merah, dapat mengekspor

  berbagai jenis protein. Protein tersebut dapat mempengaruhi sistem imun melalui mekanisme variasi antigen. Selain itu, sel darah merah yang terinfeksi tersebut melekat (chytoadhesion) pada reseptor sel-sel endhothelial tubuh sehingga terhindar dalam mekanisme clearance pada sistem host. Hal inilah yang menjadi sifat virulens

  P. falciparum terutama dalam kaitannya dengan gejala klinis seperti disfungsi otak dan gagal ginjal akut (Harijanto,dkk., 2010).

Gambar 2.17 P.falciparum

  (Laboratorium diagnosis of malaria, USA) Klassifikasi Plasmodium falciparum adalah sebagai berikut ; Kingdom : Protista Filum : Apicomplexa Kelas : Aconoidasida Ordo : Haemosporida Famili : Plasmodiidae Genus : Plasmodium Spesies : P. falciparum

2.8.3 Morfologi Plasmodium falciparum

  P. falciparum mempunyai 4 bentuk, yaitu :

  1. Bentuk cincin, mempunyai diameter kurang lebih 1 µm, tipis, mempunyai nucleus yang berbentuk batang atau terbagi menjadi 2 butiran.

Gambar 2.18. Bentuk cincin Plasmodium falciparum

  (Laboratorium diagnosis of malaria, USA)

  2. Bentuk tropozoit, sangat kecil dan halus dengan ukuran ± seperenam diameter eritrosit.

Gambar 2.19 .Bentuk trofozoit Plasmodium falciparum

  (Laboratorium diagnosis of malaria, USA)

  3. Bentuk skizon, ukuran ± 30 µm pada hari ke-4 setelah infeksi dan skizon mempunyai titik kasar yang tampak jelas (titik maurer) tersebar pada 2/3 bagian eritrosit.

Gambar 2.20. Bentuk skizon Plasmodium falciparum

  (Laboratorium diagnosis of malaria, USA)

  4. Gametosit, ada 2 macam bentuk gametosit yaitu makrogamet atau gametosit betina dan mikrogamet atau gametosit jantan. Makrogamet biasanya lebih langsing dan panjang daripada mikrogamet, sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romanowsky/giemsa. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir – butir pigmen tersebar disekitarnya. Mikrogamet berwarna biru lemah atau kemerahan dan intinya berwarna merah muda, besar, dan tidak padat, butir – butir pigmen tersebar di sitoplasma sekitar inti. (Pusarawati dan Tantular, 2005).

Gambar 2.21. Bentuk gametosit Plasmodium falciparum

  (Laboratorium diagnosis of malaria, USA)

2.8.4 Siklus Hidup Plasmodium falciparum

  Dalam daur hidupnya, Plasmodium mempunyai dua vektor untuk siklus hidup, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual di dalam vektor vertebrata yang dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon (stadium ekso-ertitrositer atau stadium pra-eritroser).

  Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang disebut hipnozoit (Harijanto, dkk., 2010).

  Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer

  sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk kedalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil yang dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin, disebut trofozoit. Trofozoit membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah proses pembelahan, eritrosit akan hancur, merozoit, pigmen, dan sel sisa akan keluar dan berada di dalam plasma.

  Parasit akan difagositosis oleh RES (Retikulo Endotelial Sistem), Plasmodium yang dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam eitrosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni, yaitu membentuk mikro dan makrogametosit (stadium seksual). Siklus itu disebut masa tunas intrinsik (Harijanto, dkk., 2010).

  Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makrogametosit dan mikrogametosit berkembang menjadi makrogamet dan mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet. Ookinet menembus dinding lambung nyamuk, membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Siklus itu disebut masa tunas ekstrinsik (Harijanto, dkk., 2010).

Dokumen yang terkait

ISOLASI DAN UJI MIKROBA ANTAGONIS POTENSIAL DARI RHIZOSFIR TANAMAN APEL (Malus sylvestris Mill) TERHADAP PATOGEN EMBUN TEPUNG DAN BERCAK DAUN SECARA IN VITRO

0 28 2

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI ACTINOMYCETES ANLd-2b-3 LUMPUR HUTAN BAKAU

6 61 44

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DARI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SIRSAK DAN UJI BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS ATCC 31987

0 0 8

UJI AKTIVITAS PESTISIDA NABATI SECARA IN VITRO

0 3 7

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI TRITERPENOID DARI BIJI MOMORDICA CHARANTIA L. Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 81

KAJIAN AKTIVITAS TANIN DENGAN PENISILIN TERHADAP BAKTERI Streptococcus pyogenes DAN Pasteurella multocida SECARA IN VITRO Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 99

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka dan Penyembuhannya - KARAKTERISASI IN VITRO DAN IN VIVO KOMPOSIT ALGINAT � POLI VINIL ALKOHOL � ZnO NANO SEBAGAI WOUND DRESSING ANTIBAKTERI Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) 2.1.1 Klasifikasi cabai rawit (Capsicum frutescens L.) - ISOLASI DAN UJI POTENSI BAKTERI Bacillus DARI TANAH KAWASAN MANGROVE WONOREJO SURABAYA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 1 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioremediasi - UJI RESISTENSI DAN UJI BIODEGRADASI LOGAM BERAT (Pb, Zn, dan Hg) OLEH ISOLAT BAKTERI LUMPUR PANTAI KENJERAN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 1 18

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN PULE (Alstonia scholaris L.R.Br) SERTA UJI AKTIVITAS ANTIPLASMODIAL SECARA IN VITRO TERHADAP Plasmodium falciparum SKRIPSI

0 0 13