GAMBARAN HISTOPATOLOGI VAGINA MENCIT (Mus musculus) YANG DI INFEKSI Toxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA Repository - UNAIR REPOSITORY

  SKRIPSI GAMBARAN HISTOPATOLOGI VAGINA MENCIT (Mus musculus)

  YANG DI INFEKSI Toxoplasma gondii SECARA

  INTRAVAGINA i

  Oleh : ADITYA BAYU SURYANTO NIM 061111189 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015 ii

iii

Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian Tanggal : 14 Juli 2015 KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN Ketua : Dr. Mufasirin, drh., M. Si.

  Sekretaris : Arimbi, drh., M.Kes. Anggota : Prof. Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., M.P. Pembimbing I : Prof. Dr. Imam Mustofa, drh., M.Kes. Pembimbing II : Julien Soepraptini, drh., SU.

  iv v

  HISTOPATHOLOGY DESCRIPTION OF VAGINA MICE (Mus musculus) IN THE INFECTION by Toxoplasma gondii INTRAVAGINAL

  Aditya Bayu Suryanto

  ABSTRACT

  The aim of this research is to determine T. gondii infection intravaginal in mice (Mus

  musculus

  ). Experimental animals used in study were eighteen mice age 2-3 mounth with body weight 20-25 grams. Experimental animals were divided into two groups: mice in first group is given NaCl for control group, and second group was infected by

  3

  tachyzoites of T. gondii 1x10 by intravagina. Eight days after experiment, mice sacrificed and vagina of all mice were taken for vagina histopathology preparations, were made for further observation. Each of the vagina of mice processed by Hematoxylin Eosin staining method. The data’s of observation were used descriptivy. This research showed that vagina mice infected by tachyzoites of T. gondii intravagina could be find erotion of the stratum corneum vagina, inflamatory cell, and hiperplation vagina mucosa. Base on the result showed that the infection of T. gondii tachyzoites cause pathological changes such as erosion , infiltration of inflamatory cells , and hiperplation .

  

Keywords: Toxoplasma gondii, vagina histology, erotion epitel, inflamatory cell,

hiperplation. vi

UCAPAN TERIMA KASIH

  Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun proposal penelitian sebagai salah satu syarat untuk mengajukan penelitian. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang telah mengawali upaya menegakkan cita-cita Islam di muka bumi ini.

  Penulis menyadari banyak pihak yang telah berpatisipasi dan membantu dalam menyusun skripsi dengan judul “GAMBARAN HISTOPATOLOGI VAGINA MENCIT (Mus musculus)

  

YANG DI INFEKSI Toxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA”. Untuk itu, iringan doa

  dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan, utama kepada : Prof. Hj. Romziah Sidik, Ph.D., Drh., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

  Universitas Airlangga Surabaya atas kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan.

  Prof. Dr. Imam Mustofa, drh., M.Kes selaku dosen pembimbing pertama dan Julien Soepraptini,drh.,SU selaku dosen pembimbing kedua atas semua arahan, bimbingan, bantuan, dorongan serta kesabarannya yang telah diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi.

  Ibu Sri Mumpuni, drh., M. Kes selaku dosen wali dan seluruh bapak dan ibu dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya penulis yang telah membantu dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat pada penulis.

  Dr. Mufasirin, drh., M.Si selaku ketua penguji, Arimbi, drh., M.Kes selaku sekretaris serta Prof. Dr. Lucia Tria Suwanti, drh., MP. selaku anggota penguji yang telah memberikan waktu serta saran untuk menilai skripsi ini. vii

  Kepala Departemen Parasitologi Veteriner Laboratorium Entomologi dan Protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan beserta seluruh stafnya atas segala fasilitas yang diberikan kepada penulis.

  Terimakasih juga buat teman-teman kelompok penelitian Toxoplasma, Vonny Prasetya Irgantara, Tutuk Wahyuningtyas, Dimas Fajar Subhan, Febri Putra Aditya, Frisca Trisna Rosandy, Desty Renata, Murtiningsih, Rossianawati, Maharani Yuliastina Chandra Puspita.

  Seluruh keluarga besar saya, Papa, Mama dan Kakakku yang tercinta darinya kuperoleh sebuah perjuangan ketulusan dan keteguhan hati. Terimakasih banyak atas bantuan do’a yang menemaniku sepanjang waktu.

  Kepada Roselia Yuliani Permatasari terimakasih banyak sudah menemani, membantu dan memotivasi saya dalam penyusunan skripsi ini. Juga sahabat-sahabat tercinta saya Karinadintha Marsya Ramadhani, Faiq Mudaffar, Achmad Firdaus Firmansyah dan teman-teman kelas B 2011 tercinta terimakasih sudah memberi masukan dan semangat untuk penyusunan skripsi ini. Semua teman-teman angkatan 2011 dan teman–teman kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga terima kasih atas dukungan serta persahabatan yang terjalin dan semua pihak yang tidak disebutkan tetapi sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi.

  Penulis juga menyadari bahwa mungkin saja terdapat kesalahan dan kekurangan pada skripsi ini, untuk itu mohon kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak yang membutuhkan.

  Surabaya, 2015 viii Penulis

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………. 1

  2.1.3 Siklus hidup Toxoplasma gondii ……………

  17

  2.2.2 Vagina ……………………………… ………

  16

  16 2.2.1 Klasifikasi mencit ……………………….

  2.2 Mencit …………………………………………………

  14

  2.1.6 Pencegahan dan pengobatan Toxoplasma gondii

  14

  2.1.5 Diagnosis infeksi Toxoplasma gondii ………

   13

  10 2.1.4 Penularan infeksi Toxoplasma gondii ……….

  ix DAFTAR ISI Halaman

  HALAMAN JUDUL …………………………………………….. i HALAMAN PENGESAHAN …………………………………… ii HALAMAN PERNYATAAN …………………………………… iii ABSTRACT ……………………………………………………… vi UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………….. vii DAFTAR ISI ……………………………………………..………. ix DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG ..……………. xii DAFTAR GAMBAR …………………………………………….. xiii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….. xiv

  7 2.1.2 Morfologi Toxoplasma gondii ……………….

  2.1.1 Klasifikasi Toxoplasma gondii ………………

  6

  2.1 Toxoplasma gondii ……………………………………

  6

  5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………...

  1.6 Hipotesis ………………………………………………

  5

  5 1.5 Manfaat Penelitian …………………………………….

  4 1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………...

  3 1.3 Landasan Teori ………………………………………..

  1.1 Latar belakang ……………………………………….... 1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………..

  8

  BAB 3 MATERI DAN METODE …...……………………...

  21 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………..

  21 3.2 Bahan dan Materi Penelitian ……………..…………..

  21 3.2.1 Bahan penelitian …………………………….

  21

  3.2.2 Alat penelitian ……………………………… 21 3.2.3 Hewan coba ...….…………………………...

  22

  3.3 Metode Penelitian ……………………………………

  23

  3.3.1 Persiapan percobaan …………………………

  23

  3.3.2. Tahap perbanyakan in vivo takizoit Toxoplasma gondii … 23 3.3.3. Perlakuan hewan coba .. …………………….

  23

  3.3.4 Pengambilan organ untuk pembuatan preparat histopatologi………………………………….

  24 3.3.5 Perubahan yang diamati ……………………..

  24 3.4 Variabel Penelitan …………………………………….

  24 3.4.1. Variabel bebas ……………………………….

  24 3.4.2 Variabel tergantung ………………………….

  24 3.4.3 Variabel Kendali ……………………………..

  24 3.5 Analisis Data ………………………………………….

  24 3.6 Kerangka Operasional Penelitian ……………………..

  25 BAB 4 HASIL PENELITIAN ……………………………….

  26

  4.1 Infeksi Toxoplasma gondii pada vagina mencit intravagina (Mus musculus) secara intravagina……………………..

  26

  4.2 Gambaran Histopatologi Vagina Mencit (Mus musculus) Setelah Diinfeksi Toxoplasma gondii Secara Intravagina…..

  28 BAB 5 PEMBAHASAN ……………………………………..

  30

  5.1 Infeksi Toxoplasma gondii pada vagina mencit (Mus musculus) secara intravagina……………………………………

  30

  5.2 Erosi dan Hiperplasia…………………………………

  32 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .....................................

  36 6.1 Kesimpulan …………………………………………...

  36 6.2 Saran ………………………………...............................

  36

  x

  RINGKASAN ……………………………………………………

  37 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….... 39

  LAMPIRAN ……………………………………………….……. 43 xi

DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG

  xii

  T. gondii

  :

  Toxoplasma gondii

  µm :

  Mikrometer

  PCR :

  Polymerase Chain Reaction ad libitum

  : Secukupnya DNA : Deoxyribose-Nucleic Acid

  DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Takizoit T. gondii stadium takizoit (kiri) dan bradizoit (kanan).

  dengan mikroskop electron ……………………………………… 8 2.2 Kista T. gondii pada jaringan otak mencit……………………..

  9

  2.3 Ookista T.gondii…………………………………………………

  10 2.4 Siklus Hidup T. gondii …………………………………………..

  12

  2.5 Perubahan epitel vagina mencit selama siklus estrus …………… 17

  2.6 Histologi vagina……….…………………………………………

  19

  2.7 Gambaran histologi normal vagina………………………………

  20 3.1 Skema kerangka operasional penelitian…………………………..

  25 4.1 Lamina propria vagina mencit…….…………………………..

  27

  4.2 Mukosa vagina mencit setelah diinfeksi dengan Toxoplasma gondii intravagina ………………………………………………

  29

  xiii

DAFTAR LAMPIRAN

  xiv

  Lampiran Hal

  1. Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi …………………

  43

  2. Skema Pembuatan Preparat Histopatologi ……………………

  47 3. Skema Pewarnaan Haematoxylin Eosin ……………………....

  48

  4. Menghitung dosis 1x 10

  3 ……………………………………….

  49

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1.1 Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan protozoa Toxoplasma

  gondii

  . Toksoplasmosis adalah salah satu penyakit zoonosis yang mendapat banyak perhatian dunia kesehatan saat ini, mengingat dampak yang ditimbulkan terutama pada manusia. Infeksi T. gondii pada wanita hamil atau ternak bunting dapat mengakibatkan reasorbsi fetus, abortus, lahir mati, kematian bayi dan kelainan kongenital berupa retadarsi mental, kelainan mata ringan sampai buta mata dan hidrosefalus (Suwanti, 2005).

  Dalam Suwanti (2005), kerugian ekonomis akibat toksoplasmosis meliputi kehilangan janin, biaya perawatan, biaya pendidikan penderita dan biaya pengobatan kelainan mata, sedangkan pada hewan kerugian dapat berupa penurunan produktivitas akibat gangguan sistem reproduksi.

  Toxoplasma gondii

  dapat menyerang semua organ dan jaringan induk semang seperti pada jaringan hati, limpa, sumsum tulang, paru-paru, otak, ginjal, otot, kelenjar limfe, mata dan jantung . Kejadian dan dampak infeksi T. gondii pada hewan betina atau wanita hamil, lebih banyak dilaporkan dibandingkan pada pria atau hewan jantan (Sutanto dkk, 2008; Soedarto, 2008).

  1 Toksoplasmosis mulai diteliti oleh Durfee di Indonesia sejak tahun 1971 sampai 1972 yang dilaporkan pada tahun 1976 (Sasmita, 2006). Diperkirakan 30-60% penduduk dunia terinfeksi oleh T. gondii (Hendri, 2008). Menurut Rasmaliah (2003), infeksi ini tersebar di seluruh dunia, dimana manusia berperan sebagai induk semang antara, kucing dan famili Felidae lainnya merupakan induk semang definitif. Angka kejadian toksoplasmosis di Indonesia berdasarkan uji serologis, pada manusia adalah 2-63%, pada kucing 35-73%, babi 11-36%, kambing 11-61%, anjing 75% dan pada ternak lain kurang dari 10% (Gandahusada dkk, 2003).

  Predileksi T. gondii ada di semua tipe sel dan setelah empat hari infeksi T.

  gondii

  telah menyebar di semua jaringan tubuh (Dubey, 2002). Bentuk lesi jaringan akibat T. gondii dapat berbeda berdasarkan perbedaan organ. Bentuk lesi tersebut berupa gambaran peradangan granulomatosa, pembentukan kista, nekrosis difusa dan

  non

  suppuratif pada otak, nekrosis koagulatif dan hipertrofi limfonodul pada organ limfatik, serta nekrosis koagulatif dan hipertrofi limfonodul pada organ limfatik, serta nekrosis fokalis pada myocardium dan myometrium (Sasmita, 2006).

  Jalur penularan toksoplasmosis akibat T. gondii bisa terjadi saat proses inseminasi buatan pada kambing dengan menggunakan semen yang mengandung

  T. gondii

  stadium takizoit (Diogo et al., 2013). Penelitian lain meyebutkan bahwa

  infeksi T. gondii juga terjadi pada semen mencit, kemudian mencit jantan yang terinfeksi T. gondii tersebut dikawinkan dengan mencit betina dan didapatkan bahwa mencit betina tersebut juga terinfeksi T. gondii (Dalimi et al., 2013), dari penelitian tersebut dapat diasumsikan bahwa jalur penularan toksoplasmosis tidak hanya

melalui inang perantara, tetapi juga bisa melalui perkawinan alam atau sejenisnya.

  Kerusakan jaringan akibat infeksi takizoit Toxoplasma gondii semakin lama

  semakin meluas, hal ini dikarenakan kecepatan replikasi takizoit yang sangat cepat dibandingkan kemampuan sel untuk bermitosis. Takizoit dapat berkembang menjadi 64-128 takizoit baru per vakuola dalam sel 24 sampai dengan 48 jam pasca infeksi, terjadinya disintegrasi struktur dan hancurnya sel yg berakibat pada kematian sel diikuti dengan keluarnya seluruh komponen seluler (Subekti dkk, 2006).

  Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan histopatologi vagina pada mencit yang diinfeksi Toxoplasma gondii stadium takizoit secara intravagina. Dampak infeksi T. gondii stadium takizoit secara

  intravagina terhadap vagina mencit (Mus musculus) belum banyak dilaporkan. Dan

  sejauh ini penelitian tentang gambaran histopatologi belum pernah dilakukan dan kepentingan penularan intravagina.

  Rumusan Masalah

  1.2

  1). Apakah vagina mencit dapat terinfeksi takizoit T. gondii secara intravagina ? 2). Bagaimana gambaran histopatologi vagina mencit yang sudah diinfeksi T.

  gondii

  secara intravagina ?

1.3 Landasan Teori

  Toxoplasma gondii

  mempunyai tiga bentuk stadium antara lain takizoit, kista jaringan dan ookista. Stadium takizoit merupakan salah satu stadium infektif yang ditemukan selama infeksi akut (Soedarto, 2008). Stadium takizoit merupakan stadium multiplikasi, perkembangannya sangat cepat dan dapat ditemukan pada stadium akut (Suwanti dkk, 1999).

  Toxoplasma gondii

  bersifat intraseluler obligat sehingga memerlukan habitat intraseluler untuk hidup dan berkembang biak. Predileksi ada di semua tipe sel dan empat hari pasca diinfeksi parasit telah menyebar di semua jaringan tubuh (Dubey, 2002). T. gondii dapat menginfeksi segala macam tipe sel organ dan jaringan hospes.

  Nekrosis sel yang ditimbulkan oleh T. gondii dapat ditemukan di dalam paru, hati, limpa, dan ginjal. Pada organ hati dan limpa dapat dijumpai dalam sel makrofag, kadang-kadang dalam organ limpa T. gondii ditemukan dalam sel reticulum (Subekti dkk, 2006).

  Penyebaran takizoit sampai pada organ yang lain disebabkan oleh dua faktor, pertama gerakan aktif dari takizoit dan kedua gerakan pasif dengan memanfaatkan leukosit yang menyebar ke berbagai jaringan melalui darah (Subekti dkk, 2006).

  1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran histopatologi vagina mencit yang diinfeksi T. gondii stadium takizoit secara intravagina dan sebagai informasi mengenai jalur penularan toksoplasmosis.

  1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui perubahan histopatologi yang terjadi pada vagina mencit akibat infeksi T. gondii stadium takizoit secara intravagina sehingga dapat memberikan informasi ilmiah mengenai jalur penularan dan kerusakan vagina akibat infeksi takizoit T. gondii secara histopatologi.

  1.6 Hipotesis Infeksi T. gondii secara intravagina pada mencit dapat menyebabkan perubahan gambaran histopatologi vagina mencit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Toxoplasma gondii

2.1 Toxoplasma

  berasal dari bahasa Yunani yaitu kata toxon yang artinya busur (bow) yang mengacu pada bentuk sabit (crescent shape) dari takizoit. Hal ini menjadi dasar dari bahasa latin yaitu toxicum yang berarti racun. Adapun nama gondii berasal dari kata Ctenodactylus gondii, seekor rodensia dari Afrika Utara dimana parasit tersebut untuk pertama kali diisolasi (Black and Boothroyd, 2000).

  Toxoplasma gondii

  adalah parasit bersel tunggal, berbentuk seperti bulan sabit, dengan salah satu ujung runcing dan ujung lain bulat yang hidup dan berkembang biak di dalam host (Yowani dkk, 2007). Parasit ini mempunyai tiga bentuk infektif yaitu, takizoit yang terdapat dalam cairan tubuh, bentuk bradizoit (kista) yang terdapat di dalam jaringan tubuh seperti paru, jantung, otot bergaris, otak dan bentuk ookista yang akan bersporulasi dan terdapat di dalam tinja kucing (Iskandar, 2006).

  Host parasit ini adalah kucing dan hewan sejenisnya (Felidae). Secara alami invasi parasit umumnya terjadi di usus, dan kemudian akan memasuki sel. Parasit berkembang biak di dalam sel host, sehingga menyebabkan sel inang pecah dan parasit yang baru keluar dari sel dan masuk ke dalam sel yang lain di sekitar yang menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih luas (Zhao et al., 2009).

  6

  Toxoplasma gondii

  adalah hewan bersel satu yang disebut protozoa. Protozoa ini merupakan parasit yang menyerang sel berinti, manusia dan mamalia lain dapat menjadi inang perantara. Manusia terinfeksi T. gondii dengan cara memakan makanan yang terkontaminasi oleh kista di dalam daging yang kurang matang, makanan sayuran atau dari minum susu. Manusia dapat terinfeksi dengan ookista T.

  gondii

  ketika membersihkan kandang kucing. Ibu hamil dan janin beresiko besar terinfeksi T. gondii. Parasit ini dapat hidup pada mamalia dan burung, tetapi perkembangbiakan secara seksual hanya terjadi di dalam tubuh kucing yang merupakan host definitif (Zhao et al., 2009).

2.1.1 Klasifikasi Toxoplasma gondi

  Toxoplasma gondii

  dalam klasifikasinya termasuk kelas sprozoa, karena berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian. Menurut Levine (1990) klasifikasi parasit sebagai berikut :

  Phylum : Apicomplexa Class : Sporozoa Subclass : Coccidia Ordo : Eucoccidia Famili : Sarcocystidae Sub Famili : Toxoplasmatidae Genus : Toxoplasma Species : Toxoplasma gondii

2.1.2 Morfologi T. gondii

  Toxoplasma gondii

  merupakan protozoa intraseluler obligat, terdapat dalam tiga bentuk perkembangan yaitu takizoit, kista dan ookista. Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung yang lain tumpul. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria, ribosom,

  reticulum endoplasmic dan badan golgi (Sasmita, 2006).

Gambar 2.1 T. gondii stadium takizoit (kiri) dan stadium bradizoit (kanan).

  Dengan mikroskop elektron (Dubey et al., 1998). Kista jaringan dibentuk di dalam sel host bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista bervariasi, ada yang berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh host dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot (Sutanto dkk, 2008).

  A B

Gambar 2.2. Kista T. gondii pada jaringan otak mencit

  A = Perbesaran 100X, B = perbesaran 1000X (Mufasirin dan Suwanti., 2008)

  Dalam epitel usus halus kucing berlangsung daur aseksual dan daur seksual yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama feses. Ookista yang bentuknya bundar dengan ukuran 12,5 mikron menghasilkan 2 sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit (Sutanto dkk, 2008).

Gambar 2.3. Ookista T.gondii (Dubey et al., 1998)

  A = Ookista yang belum bersporulasi B = Ookista yang bersporulasi dengan 4 sporozoit

  C = Ookista bersporulasi dilihat dengan electron

  micrograph

2.1.3 Siklus hidup T. gondii

  Infeksi dimulai dengan tertelannya ookista dari feses kucing atau kista jaringan yang tertelan bersama makanan. Ookista yang masuk ke dalam usus, akibat enzim tripsin dan HCl serta gerakan peristaltik usus maka ookista pecah mengeluarkan sporozoit, sedangkan jika kista jaringan akan mengeluarkan bradizoit.

  Sporozoit ataupun bradizoit akan menembus sel epitel usus dan berproliferasi secara aseksual (skizogoni) menjadi skizon yang berisi banyak merozoit. Hasil fertilisasi makrogamet dan mikrogamet berupa zigot disebut ookista. Selanjutnya ookista akan dilepas bersamaan dengan feses kucing dan ookista akan menjadi infektif bila telah mengalami sporulasi di luar tubuh host. Waktu yang diperlukan mulai dari parasit masuk ke tubuh host sampai keluar berupa ookista tergantung pada bentuk parasit yang tertelan, jika yang tertelan ookista atau takizoit maka waktu infeksi selama kurang lebih 21-40 hari, sedangkan jika yang tertelan kista jaringan maka waktu yang dibutuhkan sekitar 3-6 hari (Hiswani, 2003).

  Pada stadium takizoit terjadi perkembangan endodiogeni dimana sel induk membelah menjadi dua yang hasil pembelahannya itu memiliki bentuk yang sama dengan sel induk. Predileksi parasit pada stadium ini di semua tipe sel jaringan dan dapat bertahan hidup membentuk dalam vakuola parasitiforosa serta mengakibatkan sel host pecah lalu takizoit akan menginfeksi sel yang baru. Takizoit menginfeksi semua organ melalui peredaran darah dan cairan limfe. Organ yang pertama kali terserang yaitu limfonodus mesenterika, hati, paru-paru, lien, otak dan jaringan lain. Bentuk takizoit akan berubah menjadi bradizoit apabila sistem kekebalan tubuh telah menghambat perkembangan takizoit tersebut. Secara perlahan bradizoit menjadi bentuk kista dan menyebabkan infeksi kronik pada hospes (Dubey et al., 1998).

  Siklus hidup dalam tubuh host definitif yaitu bangsa kucing, parasit ini mengalami dua siklus yaitu siklus intraintestinal dan siklus ekstraintestinal. Siklus intraintestinal terjadi di dalam epitel usus kucing berlangsung fase aseksual atau skizogoni, fase gametogeni dan sporogoni. Di dalam tubuh kucing menghasilkan ookista dan dikeluarkan bersama feses kucing. Siklus ekstra intestinal terdapat pada cairan intraperitonial dalam bentuk takizoit (Hiswani, 2003).

  Kucing yang terinfeksi T. gondii dalam sekali eksresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleh host perantara seperti manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan host perantara akan dibentuk kelompok trofozoit yang membelah secara aktif. Pada host perantara tidak dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista jaringan. Bila kucing sebagai hospes definitif makan host perantara yang terinfeksi maka berbagai stadium seksual di dalam epitel usus muda akan terbentuk lagi. Jika hospes perantara yang dimakan kucing mengandung kista T. gondii, maka masa prepaten 2-3 hari. Bila ookista tertelan langsung oleh kucing, maka masa prepatennya 20-24 hari sehingga kucing lebih mudah terinfeksi oleh kista dari pada oleh ookista (Cox, 1982 ; Levine, 1990).

Gambar 2.4. Siklus Hidup T. gondii (Dubey et al., 1998)

2.1.4 Penularan T. gondii

  Toxoplasma gondii

  ditularkan dengan melalui makanan atau air minum yang tercampur stadium infektif yaitu takizoit, kista dan ookista. Infeksi pada manusia, hewan dan unggas disebabkan oleh mengkonsumsi daging kurang masak yang terinfeksi takizoit atau menelan bentuk bradizoit, mengkonsumsi sayur, buah serta tercemar ookista yang berasal dari feses kucing yang terinfeksi dan secara transplasental dari ibu yang terinfeksi selama masa kehamilan. Tikus dan burung sebagai host perantara yang merupakan binatang buruan kucing serta jumlah vektor seperti kecoa dan lalat yang dapat memindahkan ookista dari feses kucing ke makanan. Ternak domba, kambing, sapi, babi, ayam dan kuda terinfeksi T. gondii karena pakan dan air minum tercemar ookista dari feses kucing (Nelson dan Couto, 2003; Hanafiah dkk, 2009; Seitz, 2009).

  Kucing adalah host definitif T. gondii karena dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual di dalam tubuh manusia, unggas atau hewan ternak lain sebagai host perantara, parasit ini berkembang biak secara aseksual (Kasper, 2001). Infeksi juga dapat terjadi di laboratorium, yaitu peneliti yang bekerja dengan hewan percobaan yang terinfeksi T. gondii atau melalui jarum suntik dan alat laboratorium lain yang terkontaminasi T. gondii (Hiswani, 2003).

  Penularan Toksoplasmosis pada kucing terjadi karena memangsa tikus atau daging mentah dari unggas maupun mamalia yang terinfeksi T. gondii. Ookista dalam feses kucing baru infektif 1-5 hari setelah mengalami sporulasi. Ookista dikeluarkan bersama feses dalam waktu 1-2 minggu setelah terinfeksi. Penularan juga dapat terjadi secara vertical melewati plasenta dari induk ke janin sewaktu dalam kandungan atau diperoleh setelah lahir (Robert dan Janovy, 2000).

  2.1.5 Diagnosis infeksi T. gondi

  Diagnosis memiliki arti penting dalam hal penatalaksaan pasien karena pengobatan memerlukan waktu lama, biaya dan kemungkinan efek toksik pada inang.

  Pengobatan toksoplasmosis sering tidak memuaskan, karena infeksi terdeteksi pada stadium yang sudah melanjut, padahal salah satu unsur keberhasilan pengobatan toksoplasmosis terletak pada seberapa dini infeksi terdeteksi (Robert dan Janovy, 2000 ; Montoya dan Liesenfeld, 2004).

  Diagnosis molekuler dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk deteksi asam nukleat Deoxyribose-Nucleic Acid (DNA), banyak digunakan pada toksoplasmosis konginetal dan individu immunocompromised karena cukup sensitif dan spesifik . Selain menggunakan PCR untuk deteksi asam nukleat Toksoplasmosis, hibridasi dot blot dengan probe yang spesifik juga dapat digunakan, karena teknik ini sederhana dan bisa diterapkan pada sejumlah besar sampel (Robert dan Janovy, 2000 ; Montoya dan Liesenfeld, 2004).

  2.1.6 Pencegahan dan pengobatan T. gondii Pada manusia terapi untuk penyakit ini membutuhkan biaya sangat mahal.

  Pada ternak berdampak pada kerugian ekonomi karena penurunan produksi. Pemberian obat seperti sulfonamide dan pyrimethamine dapat membunuh T. gondii pada stadium takizoit, tetapi pengobatan tersebut tidak efektif pada stadium bradizoit.

  Selain itu, obat tersebut bersifat toksik sehingga tidak disarankan untuk digunakan dalam jangka waktu lama. Pencegahan dengan program vaksinasi belum sepenuhnya memberikan perlindungan (Radke, 2007).

  Dampak akibat Toksoplasmosis baik pada hewan maupun manusia sangat merugikan, sehingga diperlukan berbagai upaya pencegahan yaitu tidak mengkonsumsi daging mentah atau kurang matang dan menghindari agen pembawa

  T. gondii

  yang terkontaminasi ookista. Daging dimasak dengan suhu 65 ºC selama 20 menit atau dibekukan pada suhu -12 ºC selama 3 hari, dan mencuci tangan dengan sabun setelah berkebun atau kontak dengan tanah. Sayur dan buah dikupas dan dicuci bersih sebelum dikonsumsi. Peralatan yang kontak langsung dengan daging mentah, harus dicuci dengan air panas atau air sabun. Darah yang digunakan untuk transfusi harus diskrining terhadap T. gondii (Gandahusada dkk, 2000).

  Agen penyebab infeksi (ookista), hanya terbentuk pada inang defintif (kucing), oleh sebab itu kucing piara sebaiknya hanya diberi makanan komersial (makanan matang). Kucing piara jangan dibiarkan memangsa hewan buruan, karena walaupun hanya satu kista termakan, kucing dapat melepaskan berjuta-juta ookista bersama feses untuk mencemari lingkungan. Kotoran kucing sebaiknya dibersihkan setiap hari agar ookista tidak sempat mengalami sporulasi (Robert dan Janovy, 2000 ; Nelson dan Couto, 2003).

  Penderita Toksoplasmosis akut dapat diobati dengan : sulfadiazine atau clindamycin (sering digunakan pada penderita AIDS), spiramycin (sering digunakan pada wanita hamil untuk mencegah infeksi pada janin), Minocycline, Azitromisin dan Klaritromisin, kombinasi Clindamycin dan Atovaquone, secara optimal dapat mematikan kista T. gondii pada mencit. Obat Toksoplasmosis untuk manusia pada umumnya dapat digunakan juga pada hewan (Gandahusada dkk, 2000).

2.2 Mencit

2.2.1 Klasifikasi mencit Mencit termasuk famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui).

  Para ahli zoologi (ilmu hewan) menggolongkannya ke dalam ordo Rodensia (hewan yang mengerat), subordo Myomorpha, family Muridae, dan sub family Murinae.

  Menurut Jordan dan Verna (1980) klasifikasi mencit adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Classic : Mammalia Subclassic : Theria Ordo : Rodentia Sub ordo : Myomorpha Famili : Muridae Sub family : Murinae

  Mus

  Genus :

  Mus musculus

  Spesies : Mencit atau Mus musculus bisa digunakan pada penelitian seperti ini karena mencit memiliki fisiologis yang mirip dengan manusia serta mencit relatif tahan terhadap suhu atau cuaca yang bervariasi sehingga lebih mudah dan tepat apabila digunakan sebagai hewan percobaan (Jordan dan Verna, 1980).

2.2.2 Vagina

Gambar 2.5. Perubahan epitel vagina mencit selama siklus estrus. (A) proestrus, (B)

  Estrus, (C) Metestrus, (D) Diestrus. (Pewarnaan H.E; perbesaran 400x) (Treuting et al., 2012).

  Morfologi mukosa vagina, terutama jumlah lapisan dan diferensiasi, perubahan selama siklus estrus. Secara histologis, empat tahap dari siklus estrus mudah ditentukan : proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. (A) Selama proestrus, terdapat mukosa sekitar 10-13 sel tebal dan lapisan luar noda ringan dengan eosin, sedangkan lapisan granulosa menunjukkan peningkatan kornifikasi. Mitosis sering ditemukan, tetapi hanya sedikit leukosit yang tampak. (B) Dalam siklus estrus, terdapat mukosa 12 sel tebal. Lapisan berinti dangkal hilang, dan lapisan cornified dangkal. Mitosis menurun, dan leukosit tidak ada. (C) Dalam metestrus, lapisan cornified adalah delaminated, dan leukosit mulai muncul di bawah epitel. (D) Selama diestrus, terdapat mukosa 4-7 sel tebal. Epitel permukaan yang mucified, dan lendir, leukosit, dan desquamated sel yang ada (Treuting et al., 2012).

Gambar 2.6 Histologi vagina mencit, VM = Mukosa Vagina, LP = Lamina Propria,

  M = Muskularis, A= Adventitia. Mukosa Vagina (VM) mencit terdiri dari epitel skuamosa bertingkat dan dilipat ke ketinggian memanjang tanpa kelenjar. Itu morfologi perubahan epitel vagina selama tahapan yang berbeda dari siklus estrus. Lamina propria (LP) adalah berserat, dan Lapisan Muskularis (M) adalah dicampur tipis dengan jaringan ikat fibrosa yang signifikan. Adventitia (A) membentuk lapisan terluar. (Pewarnaan H.E; perbesaran 400x) (Treuting et al., 2012).

  40x 100x A B 400x 1000x C D

Gambar 2.7 Gambaran histologi normal vagina, Lu = Lumen, SqEp = Stratified squamous epithelium, LaPr = Lamina propria, Ml = Muscularis, BlVe =

  Blood Vessel, StCo = Stratum Corneum, StSp = Stratum Spinosum, StBa = Stratum Basale (Conti et al., 2004). Perubahan epitel vagina diilustrasikan pada (Gambar 2.7). Vagina menghubungkan leher rahim ke luar. Epitel vagina dan serviks menyambung kecuali pada dinding lateral, dimana forniks vagina bentuknya lebih dalam (forniks vagina digambarkan dalam Serviks, gambar 2.7A dengan perbesaran 40X). Dinding vagina terdiri dari dalam ke luar, stratified epitel squamousa, mukosa dilipat tanpa kelenjar, berserat lamina propria, sebuah lapisan muskularis tipis terdiri dari lingkaran dalam dan memanjang pada lapisan otot polos luar, dan adventitia. Perubahan morfologi epitel vagina hewan pengerat dalam menanggapi kadar hormon, yang bervariasi dalam tahap siklus estrus (Conti et al., 2004).

  Semua mikrograf menggambarkan vagina di proestrus. Pada (gambar 2.7A) perbesaran 40x mikrograf menunjukkan berbagai lapisan vagina. Gambar perbesaran 100x, 400x, 1000x dan mikrograf menyajikan epitel skuamosa berlapis dan lamina propria dalam meningkatkan rinci. Gambar perbesaran 400X mikrograf menunjukkan pembuluh darah di lamina propria. Gambar perbesaran 1000X menampilkan berbagai lapisan epitel squamousa berlapis (Conti et al., 2004).

BAB 3 MATERI DAN METODE

  3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian dilakukan di Departemen Parasitologi Veteriner Laboratorium Protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya dan dilakukan pada bulan Desember 2014. Pembuataan sediaan histopatologi vagina dilakukan di Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya pada bulan Desember 2014 sampai Januari 2015.

  3.2 Bahan dan Materi Penelitian

  3.2.1. Bahan penelitian

  Bahan histopatologi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah vagina mencit, NaCl fisiologis, formalin 10%, Alkahol 70%, Alkohol 80%, Alkohol 96%, Alkohol asam, Aquades, Hematoxylin Eosin dan Xylol.

  3.2.2 Alat penelitian

  Alat yang di gunakan dalam penelitian ini terdiri dari kandang hewan coba untuk tempat pemeliharaan dari bak yang terbuat dari bahan plastik (40 cm x 30 cm) , kawat jala (40 cm x 30 cm) sebagai penutup, tempat pakan, tempat minum, spuit 1 ml, spuit 3 ml, mikropipet, sonde, microtube, Counting chamber (mikro- hemositometer), tabung Eppendorf 1,5 ml. Peralatan yang digunakan untuk insisi dan pembuatan sediaan histopatologi meliputi, gunting bedah, pinset anatomis, scalpel, 21

  object glass

  , cover glass, masker, glove, papan seksi dari gabus, nampan sebagai wadah, kertas label, pot saleb dan tutup sebagai tempat penyimpanan organ, kamera digital dan mikroskop cahaya.

3.2.3. Hewan coba

  Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit betina galur Balb-C dari PUSVETMA (Pusat Veteriner Farma) umur 2-3 bulan dengan berat badan rata-rata 20-25 gram sebanyak 18 ekor. Mencit dibagi menjadi dua kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan terdapat sembilan ulangan ekor mencit. Besar sampel yang di gunakan ditentukan dengan rumus Federer dalam Kusriningrum (2008) : Keterangan : t : Jumlah perlakuan n : Jumlah ulangan Dengan pertimbangan besar sampel berikut : t (n-1) ≥ 15 2 (n-1) ≥ 15 2n - 2 ≥ 15 2n ≥ 15 + 2 n = 17/2 n = 8,5 ~ 9 t (n-1) ≥ 15

3.3. Metode Penelitian

  3.3.1. Persiapan hewan coba

  Mencit betina yang berjumlah 18 ekor ini dibagi menjadi dua kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan terdapat sembilan ulangan ekor mencit. Mencit diadaptasikan selama satu minggu, kandang diusahakan dalam keadaan bersih, diberi pakan pelet ayam dan minum secara ad libitum.

  3.3.2. Tahap perbanyakan in vivo takizoit T. gondii

  Isolat diperbanyak dengan cara dipasasekan ke mencit sehat. Mencit di injeksi

  6

  secara intraperitoneal dosis injeksi 1x10 takizoit tiap mencit, sebanyak 0,3 ml takizoit dalam NaCl fisiologis ke tubuh mencit. Takizoit dipanen setelah mencit menunjukkan gejala : lemah, bulu berdiri dan nafas tersengal-sengal. Mencit dikorbankan dengan cara dislokasi cervicalis kulit di bagian abdomen dibuka, ke dalam cavum peritoneum mencit ditambahkan sebanyak 5 ml larutan NaCl fisiologis dan cairan diambil kembali. Takizoit hasil panen digunakan untuk perlakuan (Suwanti, 2009).

  3.3.3. Perlakuan hewan coba

  Hewan coba dibagi dua kelompok perlakuan : Kelompok P0: Mencit diberi NaCl fisiologis secara intravagina sebagai media kontrol.

  3 Kelompok P1: Mencit diinfeksi 20 µl secara intravagina yang mengandung 1x10 takizoit T. gondii menggunakan sonde.

  3.3.4. Pengambilan organ untuk pembuatan preparat histopatologi

  Untuk mengetahui infeksi yang terjadi maka delapan hari setelah infeksi, mencit langsung dikorbankan dan dibedah kemudian diseksi untuk memisahkan organ vagina dan dimasukkan ke dalam pot plastik tertutup yang berisi formalin 10%. Selanjutnya dilakukan pembuatan sediaan histopatologi. Cara pembuatan histopatologis dapat dilihat pada Lampiran 1.

  3.3.5 Perubahan yang diamati

  Pengamatan preparat vagina mencit menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan 1000x. Perbesaran 100x untuk melihat perubahan histopatologi pada vagina, sedangkan perbesaran 1000x untuk melihat bentukan takizoit T. gondii. Perubahan histopatologi yang diamati meliputi Infiltrasi sel radang, Hiperplasia dan Erosi pada preparat vagina mencit.

3.4 Variabel Penelitian

  3.4.1. Variabel bebas Takizoit T. gondii yang diinfeksi secara intravagina.

  3.4.2. Variabel tergantung Perubahan gambaran histopatologi pada vagina mencit.

  3.4.3 Variabel kendali Jenis kelamin, umur, pakan, air minum, berat badan dan kandang mencit.

3.5 Analisis data Perubahan histopatologi pada vagina disajikan secara deskriptif.

3.6 Kerangka Operasional Penelitian

Gambar 3.1 Skema Kerangka Operasional Penelitian

  18 Ekor Mencit (Mus musculus) Betina Umur 2-3 Bulan Diadaptasi Selama Satu Minggu Dibagi Menjadi Dua Perlakuan dan Masing-Masing Perlakuan Terdapat Sembilan Ulangan Ekor Mencit

  P0 : Mencit diberi NaCl fisiologis secara Intravagina P1 : Diinfeksi 0,2

  µl

  yang Mengandung Takizoit 1 x

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN TAURIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI KARSINOGEN BENZO(α)PIREN SECARA IN VIVO

3 39 67

PENINGKATAN IgM PADA MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI Ag PROTEIN SOLUBEL (SPTAg) Toxoplasma gondii DENGAN DAN TANPA MENGGUNAKAN AJUVAN TOKSIN KOLERA (CT) SECARA INTRANASAL : PENELITIAN EKSPERIMENTAL LABORATORIS Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 92

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TIGA JENIS TERIPANG LOKAL PANTAI TIMUR SURABAYA TERHADAP HEPAR MENCIT (Mus musculus) SETELAH INFEKSI Escherichia coli Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 6

POLA WAKTU PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG KUNYIT PUTIH (Curcuma zedoaria) TERHADAP HISTOPATOLOGI PARU MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI BENZO[a]PIREN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 75

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI CEREBRUM MENCIT YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii

0 0 77

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSIToxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 3 80

GAMBARAN HISTOPATOLOGI LIMPA MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii SECARA INTRAVAGINA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 54

DETEKSI Aeromonas hydrophila PADA GINJAL MENCIT (Mus musculus) DENGAN TEKNIK IMUNOHISTOKIMIA Repository - UNAIR REPOSITORY

1 2 70

PERUBAHAN SKELETAL FETUS MENCIT (Mus musculus) DARI INDUK YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii INTRAVAGINA PENELITIAN EKSPERIMENTAL LABORATORIS Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 18

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lmk.) TERHADAP LAMA HIDUP MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii

0 1 80