PENGARUH PEMBERIAN TAURIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI JARINGAN PARU MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI KARSINOGEN BENZO(α)PIREN SECARA IN VIVO

(1)

SECARAIN VIVO

ABSTRAK Oleh

Arini Pradita Roselyn

Kanker paru merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi manusia. Umumnya obat yang digunakan untuk mencegah dan menyembuhkan kanker berakibat toksin pada jaringan tubuh karena kerjanya yang kurang efektif. Oleh karena itu diperlukan obat baru dari senyawa organik sebagai alternatif yang efektif dan aman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh taurin terhadap kerusakan jaringan paru mencit (Mus musculus) yang diinduksi benzo(α)piren. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap. Mencit diberi 6 kelompok perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ekor sebagai ulangan. Kelompok I (diberi 0,2 ml minyak jagung dan diberi akuadest sampai akhir masa penelitian), II (diinduksi dengan benzo(α)piren tanpa pemberian bahan uji), III (sebelumdiinduksi benzo(α)piren,diberi dosis taurin 7,8 mg/BB mencit/hari selama dua minggu), IV (setelah diinduksi benzo(α)piren, diberi taurin dosis 3,9 mg/BB mencit/hari), V (setelah diinduksi benzo(α)piren, diberi taurin dosis 7,8 mg/BB mencit/hari), VI (setelah diinduksi benzo(α)piren, diberi taurin dosis 15,6 mg/BB mencit/hari). Hasil analisis denganKruskal-Wallis danone way anovadilanjutkan BNT pada taraf nyata 5% menunjukkan pemberian taurin sebagai upaya preventif dan terapoitik dapat mengurangi kerusakan jaringan paru akibat pemberian benzo(α)piren 0,3 mg/BB mencit/hari sebesar 72,73 % dan dosis taurin yang efektif mengurangi tingkat kerusakan jaringan paru adalah 15,6 mg/BB mencit/hari.


(2)

ABSTRACT By

Arini Pradita Roselyn

Lung cancer is a disease that causes high mortality. Drug used to prevent and cure cancer mostly causes intoxicity to the normal tissues due to its less effectiveness. Therefore, it is necessary to find out any agent or substance which works much more effective and safe for cancer treatment. The aims of the study was to elucidate the role of taurine on the lung tissue of mice (Mus musculus) induced by carcinogenic benzo(α)pyrene. The experiment was conducted in a completely randomized design with 5 replications. Six treatment groups were perfomed. Group I was given 0,2 ml of corn oil and given akuadest until the end of the study period, group II was induced by benzo(α)pyrene without administration of taurine, group III before induced with benzo(α)pyrene, was given taurine dosage 7,8 mg/BWmice/day for two weeks, group IV after induced benzo(α)pyrene, was given taurine with dosage 3,9 mg/BWmice/day, group V after induced benzo(α)pyrene, was given taurine with dosage7, 8 mg/BWmice/day, group VI after induced benzo(α)pyrene, was given taurine with dosage 15.6 mg/BWmice/day. The results of the Kruskal-Wallis analysis and one way ANOVA with LSD (p>0,05) showed that taurine reduced lung tissue damage 72,73% due to the administration of benzo(α)pyrene of 0,3 mg/BWmice/day. In addition, the effective dose of taurine reduced lung tissue damage was 15,6 mg/BWmice/day.


(3)

SECARAIN VIVO

Oleh :

ARINI PRADITA ROSELYN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Magister Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis lahir di Bandar Lampung tanggal 28 September 1991, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ghozali, SE. dan Ibu Dra. Irianti, M.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Beringin Raya pada tahun 1997, Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Beringin Raya pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 9 Bandar Lampung pada tahun 2009, Sarjana sains Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2013.

Selanjutnya penulis terdaftar sebagai mahasiswa Magister Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2013.


(8)

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan karya kecil yang berjudul

“Pengaruh Pemberian Taurin Terhadap Gambaran Histopatologi Jaringan Paru Mencit (Mus musculus) yangDiinduksi Karsinogen Benzo(α)piren Secara In Vivo“

Dalam pembuatan dan penyusunan karya ini, tidak sedikit halangan dan rintangan yang penulis hadapi, akan tetapi berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak maka akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D., selaku pembimbing I dan pembimbing akademik yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, ide, saran, dan kritik dengan penuh kesabaran selama penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. G. Nugroho Susanto, M.Sc., selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, ide, saran, dan kritik dengan penuh kesabaran selama penulisan tesis ini serta atas bimbingannya kepada penulis dalam menempuh pendidikan di Magister Biologi.


(9)

4. Bapak Dr. Sumardi, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Biologi FMIPA Unila, atas dukungan, saran, kritik serta masukan yang telah diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan di Magister Biologi FMIPA Unila.

5. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

6. Bapak dan Ibu dosen, staf beserta laboran Jurusan Biologi FMIPA Unila atas ilmu dan pengalaman yang telah banyak diberikan kepada penulis. 7. Keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis,

baik berupa materi, dukungan moril dan semangat. Terkhusus Bapak (Ghozali), Ibu (Irianti), dan adikku (Ryan) yang aku sayangi.

8. Aditya Dhanist Pratama, yang telah bersedia memberikan semangat, motivasi dan menjadi tempat curhat selama hampir 9 tahun, dimulai SMA hingga sekarang saat kita sama-sama mengukir mimpi.

9. Sahabat saya tersayang Annisa Agata S.Si., M.Si., Nur Wahyu Ningsih, S.E., M.S.Ak., Ari Khusuma, S.Si., Andesba, S.Si., Nevi Setyasih, S.Si., Erangga Julio, S.Si. atas kebersamaan, perhatian, dan dukungan kepada penulis.

10. Teman–teman angkatan 2013, Alia Larasati D., Annisa Agata, Elva Verda P., Erika, Henny Marlinda, R.R. Etty, Salman Al Farisi, terimakasih atas dukungan, kritikan, canda tawa, dan kebersamannya kepada penulis.


(10)

ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah mereka berikan. Dan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.Aamiin.

Bandar Lampung, Mei 2015 Penulis


(11)

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Kerangka Pikir... 7

F. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Organ Paru ... 10

B. Struktur Histologi Paru... 11

C. Definisi Kanker Paru ... 13

D. Sitologi Kanker Paru ... 15

E. Stadium Kanker Paru... 19

F. Sistem Imun Tubuh ... 20

G. Imunologi Kanker... 20

H. Taurin ... 23

I. Benzo(α)piren ... 25

J. Mencit (Mus musculus) ... 29

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Alat dan Bahan ... 32

C. Rancangan Percobaan... 33


(12)

2. Pemeliharaan mencit... 36

3. Makanan dan minuman mencit (Mus musculus) ... 36

4. Induksi karsinogenik terhadap hewan uji dengan benzo(α)piren .... 37

5. Pemberian senyawa uji taurin ... 38

6. Pembedahan dan pembuatan jaringan paru ... 39

7. Pengamatan dan penilaian histologi ... 42

8. Pengamatan berat tubuh mencit (Mus musculus) ... 43

9. Pengamatan berat basah paru mencit (Mus musculus) ... 43

G. Analisis Data ... 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Berat Tubuh Mencit (Mus musculus)... 45

B. Berat Basah Paru Mencit(Mus musculus)... 47

C. Analisis Mikroskopis Kerusakan Paru Mencit (Mus musculus)... 49

D. Analisis Deskriptif Histologi Paru Mencit (Mus musculus)... 53

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 69

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(13)

Halaman

Tabel 1.Stadium kanker paru... 19

Tabel 2.Bahan dan komposisi pakan mencit... 37

Tabel 3.Dosis pada tiap kelompok perlakuan... 38

Tabel 4.Skor penilaian derajat kerusakan histopatologi paru... 42

Tabel 5.Rerata berat basah paru mencit pada tiap kelompok perlakuan... 48

Tabel 6.Hasil analisis kerusakan paru menggunakan uji stastistikKruskal Wallis... 49

Tabel 7. Selisih berat tubuh mencit hari ke-1 dengan hari 10 perlakuan ... 77

Tabel 8. Selisih berat tubuh mencit hari ke-1 dengan hari 20 perlakuan ... 77

Tabel 9. Selisih berat tubuh mencit hari ke-1 dengan hari 25 perlakuan ... 77

Tabel 10. Berat basah organ paru mencit... 81

Tabel 11. Hasil pemeriksaan histopatologi paru mencit kelompok normal... 84

Tabel 12. Hasil pemeriksaan histopatologi paru mencit kelompok dosis 15,6 mg/ BB mencit/hari ... 84

Tabel 13. Hasil pemeriksaan histopatologi paru mencit kelompok dosis preventif ... 84

Tabel 14. Hasil pemeriksaan histopatologi paru mencit kelompok dosis 7,8 mg/BB mencit/hari ... 85

Tabel 15. Hasil pemeriksaan histopatologi paru mencit kelompok dosis 3,9 mg/BB mencit/hari ... 85

Tabel 16. Hasil pemeriksaan histopatologi paru mencit kelompok kontrol positif ... 85


(14)

Gambar 1. Struktur alveolus pada paru-paru. ... 13

Gambar 2. Organ paru paru dengan kanker ... 14

Gambar 3. Tahap perkembangan tumor paru-paru ... 19

Gambar 4. Rumus bangun taurin ... 25

Gambar 5.Benzo(α)piren... 26

Gambar 6. Mencit (Mus musculus) ... 29

Gambar 7. Skema penelitian ... 35

Gambar 8. Perubahan rerata berat tubuh mencit pada tiap kelompok perlakuan ... 45

Gambar 9. Struktur histologis paru mencit kontrol normal ... 53

Gambar 10. Struktur histologis paru mencit kontrol normal ... 54

Gambar 11. Struktur histologis paru mencit kontrol positif ... 55

Gambar 12. Struktur histologis paru mencit kontrol positif ... 56

Gambar 13. Struktur histologis paru mencit preventif taurin ... 60

Gambar 14. Struktur histologis paru mencit yang diberi taurin dosis 3,9 mg/BB mencit/hari ... 61

Gambar 15. Struktur histologis paru mencit yang diberi taurin dosis 3,9 mg/BB mencit/hari ... 61

Gambar 16. Struktur histologis paru mencit yang diberi taurin dosis 3,9 mg/BB mencit/hari ... 62

Gambar 17. Struktur histologis paru mencit yang diberi taurin dosis 7,8 mg/BB mencit/hari ... 63

Gambar 18. Struktur histologis paru mencit yang diberi taurin dosis 15,6 mg/BB mencit/hari ... 65


(15)

Gambar 21. Sedian taurin dan sonde ... 90

Gambar 22. Pengukuran berat tubuh mencit... 91

Gambar 23. Nodul pada mencit tiap kelompok perlakuan... 91

Gambar 24. Pencekokan taurin pada mencit... 92

Gambar 25. Pembedahan organ paru mencit ... 92

Gambar 26. Sampel paru mencit kelompok kontrol positif ... 93

Gambar 27. Tahap fiksasi dalam proses pembuatan preparat paru... 93

Gambar 28. Dehidrasi spesimen paru ... 94

Gambar 29. Penyayatan parafin menggunakan mikrotom dan perendaman jaringan dengan xylol ... 94


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan penyakit ganas yang bisa mengakibatkan kematian pada penderitanya karena sel kanker merusak sel lain. Sel kanker adalah sel normal yang mengalami mutasi atau perubahan genetik dan tumbuh tanpa terkoordinasi dengan sel-sel tubuh lain. Proses pembentukan kanker (karsinogenesis) merupakan kejadian somatik dan sejak lama diduga karena akumulasi perubahan genetik dan epigenetik yang menyebabkan perubahan pengaturan normal kontrol molekuler

perkembangbiakan sel. Perubahan genetik tersebut dapat berupa aktivasi proto-onkogen dan atau inaktivasi gen penekan tumor yang dapat memicu

tumorigenesis dan memperbesar progresinya (Syaifudin, 2007).

Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah thoraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya (PDPI, 2003)


(17)

Kanker paru saat ini semakin meningkat jumlahnya dan menjadi salah satu masalah kesehatan dunia termasuk di Indonesia. Data WHO menunjukkan kanker paru merupakan penyebab utama kematian akibat kanker baik pada laki –laki maupun perempuan. Setiap tahun sekitar enam juta orang di dunia meninggal akibat kanker, satu juta di antaranya disebabkan oleh kanker paru. Karsinoma paru di Indonesia menduduki peringkat ke-4 dari seluruh kanker yang sering ditemukan di rumah sakit. Data Departemen Kesehatan

menunjukkan jumlah penderita kanker di Indonesia mencapai 6% dari populasi (PDPI, 2003).

Penyebab dari kanker paru adalah multifaktorial yaitu meliputi genetik, nutrisi, konsumsi alkohol, merokok dan pemaparan kumulatif dalam jangka waktu lama terhadap kontaminan seperti heterosiklik amina maupun pestisida. Menurut Quinnet al(2009), benzo(α)piren, telah diidentifikasi sebagai

golongan senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang memiliki sifat karsinogenik tinggi, karena dapat membentuk kompleks dengan DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada gen. Molekul-molekul PAH di udara akan bergabung dengan partikel debu dan masuk ke dalam air, tanah maupun tanaman untuk kemudian berinteraksi dengan manusia. Telah terbukti bahwa kandungan senyawa PAH karsinogenik pada makanan yang dipanggang cukup tinggi, terutama pada produk hasil pemanggangan dengan kayu atau arang. Agency for Toxic Subtances and Disease Registry(ATSDR)

merekomendasikan nilaiMinimal Risk Level(MRL) benzo(α)pyrene pada manusia sebesar 0,01ppm/kgBB/hari.


(18)

Secara in vivo, benzo(α)piren telah terbukti dapat menyebabkan tumor pada setiap model hewan percobaan, baik melalui jalur makanan, pernapasan, maupun kontak pada permukaan kulit. Inisiasi proses karsinogenik dari benzo(α)piren bahkan dapat terjadi pada bagian jaringan yang jauh dari titik asal paparannya. Menurut penelitian Juliyarsi dan Melia (2007) menunjukkan bahwa pemberian benzo(α)piren dosis 0,3mg/20 gram BB/hari selama 10 hari yang diberikan secara sub-kutan dapat menginduksi terjadinya kanker payudara pada mencit. Pada tikuspercobaan, konsumsi benzo(α)piren dengan dosis 120ppm/kgBB/hari dapat menyebabkan kematian dengan lama konsumsi kurang dari 14 hari. Lebih lanjut, konsumsi benzo(α)piren dengan dosis sebesar 10ppm/kgBB/hari akan menyebabkan gangguan sistem reproduksi pada induk hewan dan gangguan pertumbuhan pada anak yang dilahirkan. Karena itulah benzo(α)piren dikategorikan sebagai senyawa genotik karsinogen dan digunakan sebagai senyawa acuan dalam menentukan faktor potensi relatif senyawa-senyawa PAH lainnya sebagai penyebab kanker (Harriganet al, 2006).

Upaya penemuan obat kanker yang efektif dan selektif sebagai usaha pengobatan kanker secara kemoterapi menjadi sangat penting saat ini

disamping pengobatan secara fisik seperti pembedahan dan radioterapi. Pada umumnya obat kanker yang berasal dari senyawa kimia sintetik bekerja tidak selektif karena memiliki mekanisme kerja merusak DNA tidak hanya pada sel kanker tetapi pada sel normal di sekitarnya.


(19)

Asam Amino Taurin (2-aminoethanesulphonic Acid) adalah asam amino semi-esensial yang mengandung gugus belerang dalam struktur kimianya. Sebagai asam amino, taurin adalah jenis non-esensial yang dapat diproduksi sendiri oleh tubuh apabila tidak diperoleh dari makanan. Tidak seperti asam amino lain, taurin tidak ikut dalam sintesa protein dan banyak ditemukan dalam jaringan otot jantung dan otak manusia. Kebutuhan taurin dengan konsentrasi tinggi dapat diperoleh dari jaringan otot mamalia, ikan laut dan tiram (Guzet al, 2007).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa taurin memiliki kemampuan untuk melindungi kerusakan pada hati yang disebabkan reaksi darireactive oxygen species(ROS) (Issabeaglooet al, 2011) dan kerusakan akut pada organ paru (Abdihet al, 2000). Schuller-Lewis and Qinn (1994) juga menyatakan taurin mampu melindungi kerusakan yang akut pada organ paru pada tikus sebagai hewan uji. Penelitian ini menunjukkan taurin memiliki efek protektif terhadap kerusakan paru yang akut dengan cara menghambat radikal bebas untuk berikatan dengan komponen molekuler sel.

Menurut Huxtable (1992), taurin memiliki peranan penting dalam berbagai fungsi fisiologis seperti konjugasi dengan asam empedu, modulasi kandungan kalsium, menjaga kestabilan osmolaritas, antioksidan dan stabilisasi pada membran. Menet al(2010) mengatakan taurin dapat melindungi kerusakan pada sel paru tikus dan kerusakan paru akut pada domba yang diinduksi endotoksin (Eganet al, 2001). Mekanisme protektif ini menunjukkan fungsi taurin sebagai antioksidan. Selain itu, taurin juga mampu melindungi


(20)

endotelium, meningkatkan aktivitaspolymorphonuclear(PMN),antiarrhytmic, dan sebagai osmoregulator (Watsonet al, 1994).

Penelitian di Irlandia yang dilakukan oleh Bouchier-Hayeset al(1998),

menunjukkan fungsi taurin sebagai antioksidan dari oksidan rokok, taurin dapat mengembalikan atau melindungi keadaan normal pembuluh darah para

perokok. Oksidan rokok yang merupakan molekul oksigen dengan elektron tidak berpasanganreactive oxygen species(ROS) banyak terdapat dalam pembuluh darah, maka molekul tersebut menjadi tidak stabil, liar dan radikal. Akibatnya, ROS akan berusaha mencari pasangannya dengan merebut

pasangan elektron molekul lainnya, yang tanpa disadari secara perlahan-lahan akan menimbulkan “plaque” akibat aktivitasmakrofag dan terakumulasi menutupi saluran pembuluh darah (Foam Cell). Apabila sifat oksidan itu semakin reaktif dan sulit untuk dikendalikan, maka untuk menyeimbangkan “keliaran” radikal bebasdiperlukan sejumlah antioksidan misalnya asam amino taurin (Bouchier-Hayeset al, 1998).

Selain itu, telah diketahui bahwa taurin di samping sebagai antioksidan dari oksidan rokok, juga berperan melindungi jantung dari efek negatif kelebihan ataupun kekurangan ion kalsium (Ca2+), dengan jalan mengatur kuantitas ion kalsium intraseluler. Dari kedua mekanisme patofisiologik inilah mendasari pembuktian kemampuan taurin sebagai antioksidan yang dapat mencegah bahaya dari oksidan-oksidan rokok (Guyton dan Hall, 1996).


(21)

Antioksidan merupakan sebutan untuk zat yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Secara alami, zat ini sangat besar

peranannya pada manusia untuk mencegah terjadinya penyakit. Antioksidan memiliki kemampuan untuk menekan kerusakan sel yang terjadi akibat proses oksidasi radikal bebas. Kerusakan sel yang ditimbulkan dapat menyebabkan sel tersebut menjadi tidak stabil yang berpotensi menyebabkan proses penuaan dan kanker. Antioksidan membantu menghentikan proses perusakan sel dengan cara memberikan elektron kepada radikal bebas. Antioksidan akan menetralisir radikal bebas sehingga tidak mempunyai kemampuan lagi mencuri elektron dari sel dan DNA. Dengan demikian dapat dikatakan jika suatu senyawa berfungsi sebagai antioksidan maka dapat berfungsi juga sebagai antikanker (Cotton, 2007).

Pada penelitian ini dilakukan pengujian efek antikanker dari taurin secarain vivomenggunakanbenzo(α)piren. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang efek antikanker dari taurin, oleh karena itu perlu dilakukan uji efek antikanker dari taurin terhadap mencit jantan (Mus musculus).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah pemberian taurin dapat melindungi dan memperbaiki kerusakan paru mencit (Mus musculus) yang diinduksi benzo(α)piren?


(22)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh taurin dengan dosis 3,9 , 7,8 , dan 15,6 mg/BB terhadap kerusakan paru mencit (Mus musculus) yang diinduksi benzo(α)piren.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi yang mendukung penggunaan taurin sebagai obat antikanker, terutama terhadap kanker paru.

E. Kerangka Pikir

Kanker merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia, dengan angka kejadian yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kanker terjadi akibat pertumbuhan sel yang tidak terkendali secara normal. Sel-sel tersebut terbentuk karena terjadinya mutasi gen sehingga mengalami perubahan baik bentuk, ukuran, maupun fungsi dari sel tubuh yang asli. Mutasi gen ini dipicu oleh keberadaan suatu bahan asing yang masuk ke dalam tubuh diantaranya zat bahan makanan tambahan, radioaktif, oksidan, atau karsinogen yang dihasilkan oleh tubuh sendiri secara alamiah.

Penyakit kanker dapat menyerang semua bagian organ tubuh dan dapat

menyebabkan kematian, serta dapat terjadi pada manusia dari semua kelompok usia dan ras. Diantara berbagai penyakit kanker, kanker paru merupakan


(23)

berbahaya yang tumbuh di paru, dimana sebagian besar kanker paru berasal dari sel-sel di dalam paru tapi dapat juga berasal dari bagian tubuh lain yang terkena kanker. Penderita kanker paru biasanya akan mengalami gangguan pernapasan yang akut.

Pengobatan kanker dapat dilakukan secara medis maupun secara tradisional. Pengobatan secara medis misalnya dengan operasi, radioterapi dan kemoterapi, namun terkadang pengobatan ini dapat menimbulkan efek samping. Walaupun usaha pengobatan kanker sudah banyak dilakukan namun belum ditemukan obat yang dapat mengatasi penyakit tersebut secara memuaskan. Oleh karena itu diperlukan obat yang dapat menghambat atau menyembuhkan penyakit kanker secara selektif, efektif dan tidak menimbulkan efek samping. Saat ini mulai banyak dikembangkan berbagai senyawa organik sebagai obat terapi alternatif untuk kanker paru.

Salah satu senyawa organik yang berpotensi sebagai penghambat kanker adalah taurin. Senyawa organik osmolit taurin diyakini dapat mencegah munculnya kembali karsinogenesis pada jaringan. Adanya kandungan

antioksidan di dalam taurin diduga memiliki aktifitas antikanker. Senyawa ini di dalam tubuh akan menangkap radikal bebas penyebab kanker. Namun, karena kurangnya data ilmiah dari hasil-hasil penelitian, kemampuan tersebut belum diakui di kalangan medis. Berdasarkan hal tersebut, maka akan

dilakukan penelitian untuk membuktikan khasiat senyawa organik osmolit taurin sebagai penghambat serta mencegah kembalinya karsinogenesis kanker paru yang diujicobakan pada mencit yang diinduksi denganbenzo(α)piren.


(24)

Penggunaan taurin dengan dosis bertingkat diharapkan dapat memberikan gambaran informasi kepada masyarakat sebagai senyawa penghambat kanker yang bisa diterapkan nantinya.

F. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah taurin dapat memperbaiki kerusakan paru mencit (Mus musculus)yang diinduksi benzo(α)piren.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Organ Paru

Paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara yang terletak di rongga toraks. Paru merupakan jalinan atau susunan bronkus, bronkiolus, bronkiolus respiratori, alveoli, sirkulasi paru, saraf, dan sistem limfatik. Paru adalah alat pernapasan utama yang merupakan organ berbentuk kerucut apeks di atas dan sedikit lebih tinggi dari klavikula di dalam dasar leher (Sloane, 2003).

Paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura. Paru kanan dibagi menjadi 3 lobus oleh 2 fisura, sedangkan paru kiri terbagi 2 lobus oleh 1 fisura. Paru memiliki hilus paru yang dibentuk oleh arteri pulmonalis, vena pulmonalis, bronkus, arteri bronkialis, vena bronkialis, pembuluh limfe, persarafan, dan kelenjar limfe (Mooreet al, 2009).

Paru dibungkus oleh membran serosa yang disebut pleura. Pleura yang

melapisi rongga dada disebut pleura parietalis. Pleura yang menyelubungi paru disebut pleura visceralis. Di antara pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan permukaan bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan thoraks dan paru (Price dan Wilson, 1995).


(26)

B. Struktur Histologi Paru

1. Bronkiolus Intrapulmonal

Bronkus intrapulmonal biasanya dikenali dari adanya beberapa lempeng tulang rawan yang letaknya berdekatan. Epitelnya adalah epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel goblet. Sel goblet adalah sel penghasil lendir, berbentuk mirip piala. Sisa dindingnya terdiri dari lamina propria tipis, selapis tipis otot polos, submukosa dengan kelenjar bronkial, lempeng tulang rawan hialin, dan adventisia (Eroschenko, 2003).

2. Bronkiolus

Bronkiolus merupakan segmen saluran konduksi yang terdapat di dalam lobulus paru. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Selain silia,

bronkiolus juga menghasilkan mukus yang berfungsi sebagai pembersih udara. Epitelnya adalah epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel goblet (kadang-kadang). Mukosanya berlipat dan otot polos yang

mengelilingi lumennya relatif banyak (Eroschenko, 2003). 3. Bronkiolus Terminalis

Bronkiolus terminalis merupakan bagian konduksi saluran napas terkecil yang menampakkan mukosa berombak dengan epitel silindris bersilia dan sudah tidak dijumpai lagi sel goblet. Lamina propria tipis, selapis otot polos yang berkembang baik, dan masih ada adventisia. Pada bronkiolus

terminalis terdapat sel kuboid tanpa silia, yang disebut sel clara. Fungsi sel ini adalah mensekresi surfaktan (Eroschenko, 2003).


(27)

4. Bronkiolus Respiratorius

Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih bronkiolus respiratorius yang berfungsi sebagai peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi dari sistem pernapasan. Bronkiolus respiratorius langsung berhubungan dengan duktus alveolaris dan alveoli. Epitel pada bronkiolus ini adalah selapis silindris rendah atau kuboid dan dapat bersilia di bagian proksimal. Sedikit jaringan ikat menunjang lapisan otot polos, serat elastin lamina propria, dan pembuluh darah yang menyertainya. Setiap alveolus terdapat pada dinding bronkus respiratorius berupa kantung-kantung kecil. Jumlah alveoli makin bertambah ke arah distal. Epitel dan otot polos pada bronkiolus respiratorius distal tampak sebagai daerah terputus-putus dan kecil di muara alveoli (Eroschenko, 2003).

5. Duktus Alveolaris

Bagian terminal setiap bronkiolus respiratorius bercabang menjadi beberapa duktus alveolaris. Dinding duktus alveolaris biasanya dibentuk oleh

sederetan alveoli yang saling bersebelahan (Eroschenko, 2003). 6. Alveolus

Jumlah alveolus (Gambar 1) mencapai 300 juta buah. Dengan adanya alveolus, luas permukaan seluruh alveolus diperkirakan mencapai 100 kali lebih luas daripada luas permukaan tubuh. Dinding alveolus mengandung kapiler darah yang memungkinkan terjadinya difusi gas. Alveoli dilapisi selapis sel alveolar gepeng dan sangat tipis (sel alveolar tipe I). Sel ini letaknya rapat pada endotel pelapis kapiler dan membentuk sawar udara-darah untuk respirasi. Sel alveolar tipe I merupakan lapisan tipis yang


(28)

menyebar menutupi lebih dari 90 % daerah permukaan paru. Selain itu, alveoli juga mengandung sel alveolar besar (sel alveolar tipe II). Sel ini menghasilkan produk kaya fosfolipid, yang disebut surfaktan. Surfaktan menutupi permukaan sel alveolar, membasahinya, dan menurunkan

tegangan permukaan alveolar. Makrofag alveolar terdapat di dalam jaringan ikat septa interalveolar dan di dalam alveoli. Di dalam septa interalveolar juga terdapat banyak kapiler darah, arteri dan vena pulmonalis, duktus limfatik, dan saraf (Eroschenko, 2003).

Gambar 1. Struktur Alveolus pada Paru-Paru (Campbellet al, 1999)

C. Definisi Kanker Paru

Kanker merupakan pertumbuhan sel yang disebabkan oleh karsinogen dan secara genetik telah mengalami perubahan permanen melalui proses karsinogenesis. Karsinogenesis terjadi melalui tahap-tahap yang kompleks yaitu: inisiasi, promosi dan progresif. Sumber karsinogen dapat berupa


(29)

xenobiotik melalui makanan, kelebihan paparan sinar UV, hormon dan mikroorganisme seperti virus dan parasit (Ceruttiet al, 1994).

Tumor paru dapat berupa maligna atau benigna. Tumor maligna yang timbul di dalam paru dapat merupakan metastasis dari tumor primer dimanapun di dalam tubuh. Tumor paru metastatik terjadi karena aliran darah membawa sel kanker yang bebas dari kanker primer di dalam tubuh ke paru. Tumor (Gambar 2) tumbuh di dalam dan di antara alveolus dan bronchi, yang kemudian

mendorong pertumbuhan alveolus dan bronchi secara bersamaan. Proses ini dapat terjadi selama waktu yang lama dan menyebabkan beberapa gejala atau tidak sama sekali. Banyak tumor dada timbul dari epitelium bronkial. Adenoma bronkial adalah tumor yang tumbuh lambat, biasanya berupa benigna tetapi menimbulkan gejala perdarahan dan obstruksi bronkial. Karsinoma

bronkogenik adalah tumor maligna yang timbul dari bronkus, seperti epidermoid yang terletak dalam bronchi besar yang timbul jauh di luar paru (Suyono, 2007).


(30)

Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh di paru, sebagian besar kanker paru berasal dari sel-sel di dalam paru tapi dapat juga berasal dari bagian tubuh lain yang terkena kanker. Kanker paru juga dikenal sebagai suatu bronchogenic carcinomas. Penyakit kanker paru-paru adalah penyakit yang diakibatkan adanya pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru. Penyakit ini biasanya akan mengganggu penapasan pada penderitanya. Penyebab utamanya dipicu oleh kebiasaan merokok. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar pula risiko untuk menderita kanker paru-paru. Gejala penyakit kanker paru-paru biasanya berupa batuk. Sedangkan gejala yang lainnya tidak terlalu terlihat, sehingga kebanyakan penderita

kanker paru yang mencari bantuan medis telah berada dalam stadium lanjut (Bustan, 2007).

D. Sitologi Kanker Paru

Menurut Diananda (2007), terdapat empat macam sitologi kanker paru, yaitu : 1. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa adalah tumor epitel ganas yang menunjukkan keratinisasi skuamosa dan keratinisasi intraselular dengan/tanpa intercellular bridges, yang berasal dari epitel bronkus. Sinonimnya adalah karsinoma epidermoid. Pada umumnya karsinoma sel skuamosa ini berada sentral di bronkus utama, bronkus lobar atau segmental. Tidak jarang karsinoma sel skuamosa memiliki kavitas (rongga parenkim pada dinding paru dan isinya).


(31)

Manifestasi sitologi dari karsinoma sel skuamosa bergantung pada derajat diferensiasi histologi dan jenis sampelnya. Pada latar belakang nekrosis dan debris seluler, sel tumor yang besar menunjukkan inti (nukleus) hiperkromatik yang ireguler dan terletak di tengah, dengan satu atau lebih nukleolus dan sitoplasma yang sedikit. Sel tumor biasanya terisolasi dan dapat menunjukkan bentukbizarre, seperti bentukspindledantadpole. Sel-sel tampak dalam bentuk agregat yang kohesif, biasanya bentuk datar dengan nukleus yang panjang atau spindel. Pada karsinoma sel skuamosa yang berdiferensiasi baik, sitoplasma yang berkeratin tampak seperti robin’s egg bluepada pewarnaan Romanowsky, sedangkan dengan pewarnaan Papanicolaou, tampak berwarnaorangeatau kuning. Pada sampel yang eksfoliatif, lebih dominan sel-sel berasal dari permukaan tumor dan tampak sebagai sel yang mengalami keratinisasi sitoplasma prominen dan nukleus piknotik yang gelap. Sebaliknya, pada sikatan bronkus, sel-sel berasal dari lapisan yang lebih dalam, menunjukkan jauh lebih banyak agregat yang kohesif.

2. Adenokarsinoma

Adenokarsinoma adalah suatu tumor epitel ganas dengan diferensiasi glandular atau produksi mukus, papiler, bronkioloalveolar, atau solid dengan mukus, atau campuran dari bentuk-bentuk tersebut.

Adenokarsinoma biasanya berada di perifer. Klasifikasi WHO membagi tumor ini menjadi tipe asinar atau papilar, walaupun dalam praktiknya kedua tipe ini bisa didapatkan bersamaan dalam satu tumor. Klasifikasi WHO juga meliputi karsinoma bronkioloalveolar sebagai tipe


(32)

adenokarsinoma. Penelitian dengan mikroskop elektronik menunjukkan bahwa tumor ini berasal dari sel epitel pada atau lebih distal dari

bronkiolus terminalis. Diagnosis adenokarsinoma secara sitologi berdasarkan pada gabungan sitomorfologi sel secara individual dan tampilan kelompok-kelompok sel. Sel adenokarsinoma bisa sendiri atau tersusun dalam morula tiga dimensi,yaitu ; asinus, pseudopapila, papilla sejati dengan inti fibrovaskular, dengan/tanpa potongan sel. Batas kelompok sel tegas dan khas dengan volume sitoplasma bervariasi tetapi biasanya relatif sedikit. Nukleus biasanya tunggal, eksentrik dan berbentuk bulat sampai oval dengan kontur yang relatif halus dan sedikit ireguler. Pada kebanyakan tumor, nukleolus prominen dan secara khas bersifat tunggal, makronukleolus, bervariasi mulai dari halus sampai bulat ireguler. 3. Karsinoma Sel Besar

Karsinoma sel besar adalah kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil yang tidak berdiferensiasi, yang tidak menunjukkan gambaran karsinoma sel kecil dan glandular atau diferensiasi skuamosa. Karsinoma sel besar sebelumnya disebut karsinoma anaplastik sel besar dan karsinoma sel besar tidak berdiferensiasi. Umumnya karsinoma sel besar tidak memiliki penampakan sitologi yang spesifik. Nukleolus umumnya prominen. Sitoplasma basofilik, biasanya memiliki sitoplasma yang berukuran besar. Karsinoma basaloid pada sediaan apusan terdiri dari sel tumor dan

agregasi kohesif. Sel tumor berbentuk spindel dan memiliki nukleus besar soliter dengan nukleolus yang besar, serta bercampur dengan sejumlah


(33)

limfosit kecil.Clear cell carcinomaterdiri dari sel-sel bulat yang besar dengan sitoplasma yang terang.

4. Karsinoma Sel Kecil

Karsinoma sel kecil adalah suatu tumor epitel ganas yang terdiri dari sel-sel kecil dengan sitoplasma yang jarang, batas sel-sel yang tidak tegas,

kromatin inti bergranular halus, dan nukleolus tidak ada. Sel-sel berbentuk bulat, oval dan spindel.Nuclear moldingprominen. Secara tipikal nekrosis bersifat luas dan jumlah mitotik banyak. Karsinoma sel kecil berkisar 20-25% dari kasus kanker paru dan berasal dari bronkus sentral. Karsinoma sel kecil berkembang dengan cepat dan bermetastase dengan cepat dan luas pada hepar, tulang, sistem saraf pusat, kelenjar getah bening, adrenal, dan organ abdomen lainnya.


(34)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3. Tahap Perkembangan Tumor Paru-Paru (perbesaran 10x)

Keterangan: (a) Histologi tumor paru-paru normal (b) Histologi tumor paru-paru tahap penebalan (c) Histologi tumor paru-paru tahap proliferasi (d) Histologi tumor paru-paru tahap keganasan/

kanker (Mun’imdkk, 2006)

E. Stadium Kanker Paru

Tingkatan stadium kanker paru dibagi menjadi empat stadia (Hainaut and Pfeifer, 2001):

Tabel 1. Stadium kanker paru

Stadium Manifestasi Klinis

Stadium I Sel kanker hanya ditemukan di paru sedangkan jaringan di sekitarnya tetap normal. Stadium I dibagi menjadi Stadium IA dan IB, tergantung ukuran tumor.

Stadium II Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening, dinding dada, diafragma, lapisan yang mengelilingi jantung.

Stadium IIIa Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di dada bagian tengah, disisi yang sama dimana kanker bermula.

Stadium IIIb Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening disisi dada yang lainnya.

Stadium IV Kanker telah menyebar ke paru lain atau bagian tubuh yang berbeda dan tak dapat dihilangkan dengan operasi/pembedahan.


(35)

F. Sistem Imun Tubuh

Menurut Baratawidjaja (1996),sistem imun ialah semua mekanisme pertahanan yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Fungsi sistem kekebalan tubuh adalah untuk melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit. Sistem kekebalan tubuh bekerja untuk mengidentifikasi patogen dan sel-sel tumor yang dapat menyebabkan penyakit dan mengeliminasi dari sistem tubuh. Tetapi, tugas ini sangat sulit karena patogen dan sel-sel tumor dapat merancang ulang diri mereka dan beradaptasi dengan perubahan tubuh. Selain itu, ia juga berperan dalam menyingkirkankan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan jaringan.

Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi dua, yaitu kekebalan tubuh non spesifik dan kekebalan tubuh spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai

mikroorganisme, sehingga dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Sedangkan sistem imun spesifik membutuh waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya (Baratawidjaja, 1996).

G. Imunologi Kanker

Sel kanker dikenal sebagainonselfyang bersifat antigenik pada sistem imunitas tubuh manusia sehingga ia akan menimbulkan respons imun secara seluler


(36)

maupun humoral. Imunitas humoral lebih sedikit berperan daripada imunitas seluler dalam proses penghancuran sel kanker, tetapi tubuh tetap membentuk antibodi terhadap antigen tumor. Dua mekanisme antibodi diketahui dapat menghancurkan target kanker yaitu,Antibody Dependent Cell Mediated Cytotoxicity(ADCC) danComplement Dependent Cytotoxicity. Pada ADCC antibodi IgG spesifik berikatan terhadapTumor Associated Antigen(TAA) dan sel efektor yang membawa reseptor untuk bagian Fc dari molekul Ig. Antibodi bertindak sebagai jembatan antara efektor dan target. Antibodi yang terikat dapat merangsang pelepasan superoksida atau peroksida dari sel efektor. Sel yang dapat bertindak sebagai efektor di sini adalah limfosit null (sel K), monosit, makrofag, lekosit PMN (polimorfonuklear) dan fragmen trombosit. (Halim dan Sahil, 2001).

Pada pemeriksaan patologi-anatomik tumor, sering ditemukan infiltrat sel-sel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan sel mastosit. Meskipun pada beberapa neoplasma, infiltrasi sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang baik, pada umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun yang nonspesifik dapat langsung menghancurkan sel tumor tanpa sensitisasi sebelumnya.

Efektor sistem imun tersebut adalah sel Tc, fagosit mononuklear, polinuklear, Sel NK. Aktivasi sel T melibatkan sel Th dan Tc. Sel Th penting pada proses aktivasi makrofag dan sel NK (Halim dan Sahil, 2001).

Kontak langsung antara sel target dan limfosit T menyebabkan interaksi antara reseptor spesifik pada permukaan sel T dengan antigen membran sel target


(37)

yang mencetuskan induksi kerusakan membran yang bersifat letal. Peningkatan kadarcyclic Adenosine Monophosphate(cAMP) dalam sel T dapat

menghambat sitotoksisitas dan efek inhibisi Prostaglandin (PG) E1 dan E2 terhadap sitotoksisitas mungkin diperantarai cAMP. Mekanisme penghancuran sel tumor yang pasti masih belum diketahui walaupun pengerusakan membran sel target dengan hilangnya integritas osmotik merupakan peristiwa akhir. Pelepasan Limfotoksin (LT), interaksi membran-membran langsung dan aktifitas sel T diperkirakan merupakan penyebab rusaknya membran.

Interleukin (IL), interferon (IFN) dan sel T mengaktifkan pula sel NK. Lisis sel target dapat terjadi tanpa paparan pendahuluan dan target dapat dibunuh

langsung. Kematian sel tumor dapat sebagai akibat paparan terhadap toksin yang terdapat dalam granula, produksi superoksida atau aktivitas protease serine pada permukaan sel efektor. Aktivitas NK dapat dirangsang secarain vitrodengan pemberian IFN. Penghambatan aktivasi sel NK terlihat pada beberapa PG (PGE1, PGE2, PGA1 dan PGA2), glukokortikoid dan

siklofosfamid. Sel NC (Natural Cytotoxic) juga teridentifikasi menghancurkan sel tumor. Berbeda dengan sel NK, sel NC kelihatannya distimulasi oleh IL-3 dan relatif tahan terhadap glukokortikoid dan siklofosfamid (Halim dan Sahil, 2001).

Selain itu, sitotoksisitas melalui makrofag menyebabkan makrofag yang teraktivasi berikatan dengan sel neoplastik lebih cepat dibanding dengan sel normal. Pengikatan khusus makrofag yang teraktivasi ke membran sel tumor dapat terjadi melalui struktur yang sensitif terhadap tripsin. Pengikatan akan bertambah kuat dan erat dalam 1 sampai 3 jam dan ikatan ini akan mematikan


(38)

sel. Sekali pengikatan terjadi, mekanisme sitotoksisitas melalui makrofag berlanjut dengan transfer enzim lisosim, superoksida, protease, faktor sitotoksis yang resisten terhadap inhibitor protease dan yang menyerupai LT. Sekali teraktivasi, makrofag dapat menghasilkan PG yang dapat membatasi aktivasinya sendiri. Makrofag yang teraktivasi dapat menekan proliferasi limfosit, aktivitas NK dan produksi mediator. Aktivasi supresi dapat berhubungan dengan pelepasan PG atau produksi superoksida. Sebagai

tambahan, makrofag dapat merangsang dan juga menghambat pertumbuhan sel tumor. Makrofag dapat pula berfungsi sebagai efektor pada ADCC terhadap tumor. Indometasin dapat menghambat efek perangsangan makrofag pada pertumbuhan tumor ovarium yang diperkirakan prostaglandin mungkin berperan sebagai mediatornya. Di samping itu makrofag dapat menimbulkan efek negatif berupa supresi yang disebut makrofag supresor. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri atau akibat pengobatan (Halim dan Sahil, 2001).

H. Taurin

Taurin, atau2-aminoethanesulfonic acidmerupakan asam organik konstituen utama dari empedu dan dapat ditemukan di usus dalam jumlah kecil, di jaringan banyak hewan, termasuk manusia. Taurin adalah turunan dari sistein yang mengandung sulfur (sulfhidril) asam amino. Taurin dinamai

Latin''Taurus'' (bahasaserumpun dari bahasa Yunani’’ταύρος ’’) yang berarti banteng atau sapi, seperti yang pertama kali diisolasi dari empedu sapi pada


(39)

tahun 1827 oleh ilmuwan Jerman Friedrich Tiedemann dan Leopold Gmelin (Murray, 2010).

Dalam arti sempit, taurin bukan merupakan asam amino, karena tidak memiliki gugus karboksil. Hal ini dikarenakan taurin mengandung gugus sulfonat dan dapat disebut asam sulfonat amino. Sintesis taurin mamalia terjadi dalam pankreas melalui jalur asam sistein sulfinik. Dalam jalur ini, kelompok sulfhidril dari sistein adalah yang pertama teroksidasi menjadi asam sistein sulfinik oleh enzim sistein dioksigenase. Sistein asam sulfinik, pada gilirannya, didekarboksilasi oleh dekarboksilase sulfinoalanin untuk membentuk

hypotaurine(Burhan, 2004).

Taurin berfungsi untuk mendukung perkembangan saraf dan membantu mengatur kadar garam, air, dan mineral dalam darah. Taurin adalah salah satu asam amino yang paling banyak dalam otak. Taurin juga ditemukan dalam jumlah besar di retina, jantung, dan sel-sel darah. Orang-orang yang karena suatu sebab tidak dapat membuat taurin harus mendapatkan taurin dari makanan atau suplemen. Sebagai contoh, taurin ditambahkan pada susu formula bayi karena kemampuan bayi untuk membuat taurin belum

berkembang sedangkan susu sapi tidak berisi cukup taurin (Sukardja, 2000).

Studi oleh Schafferet al(2009) menemukan bahwa defisiensi obat induksi taurin meningkatkan angiotensin II-dimediasi apoptosis yang dapat mencegah kanker. Selanjutnya, Haradaet al(1988) juga menunjukkan bahwa induksi yang potensial adalah taurin, menunjukkan tekanan oksidatif yang disebabkan


(40)

adanyaadriamycin cardiotoxicitydari

Redmonet al(1983 antikarsinogenik, m tubuh dari kerusak sebagai faktor pent terjadi selama pros

Gambar

I. Benzo (α) piren

Benzo(α)piren yan benzopyrene, 3,4-be satu jenis dari PAH cincin alkil aromat padatan atau krista meleleh pada suhu 179 (ToxProbe Inc, 2010

cindalam hati, suatu efek dianggap memperbur riadriamycin.

1983) juga menyatakan bahwa taurin dapat berfun , manfaatnya sebagai antikarsinogenik yaitu pe usakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Tauri penting untuk mengontrol berbagai perubahan bi oses penuaan dan kerusakan sel oleh radikal be

bar 4. Rumus Bangun Taurin (Strange dan Jackson, 1997

ang juga memiliki nama lain benzo[d,e,f]chryse -benzpyrene, benz[a]pyrene, BP atau B[a]P, m AH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) yang m

atik, berat molekul 252,3, dan rumus kimia C20

stal daribenzo(α)piren berwarna kuning pucat y suhu 179-179,3oC dan titik didihnya pada suhu 310

, 2010).

buruk

rfungsi sebagai u pelindung sel-sel

urin dianggap n biokimia yang

bebas.

n, 1997).

ysene, 3-4

, merupakan salah memiliki 5 buah C20H12. Bentuk

t yang dapat suhu 310-312oC


(41)

Gambar 5.Benzo(α)piren(Brownet al, 2009).

Benzo(α)piren ini termasuk jenis PAH yang paling berbahaya. Secara alami, ditemukan sebagai bagian dalam material larva gunung api, terdapat dalam batu bara, dan jatuhan dari atmosfer yaituairborne particulate. Selain itu, benzo(α)piren juga dapat ditemukan sebagai salah satu kandungan pada makanan dan air minum. Terziet al(2008) menemukan kandungan

benzo(α)piren dalam daging yang dipanggang menggunakan arang, makanan yang diasap, dan minuman. Kandungannya dalam makanan diduga berasal dari proses pemasakannya yang menggunakan arang atau pengasapan. Ketika daging, ikan, atau makanan lain dimasak, lemak yang terkandung di dalam otot menetes dan ikut terbakar, sehingga anggota PAH, termasuk benzo(α)piren, terbentuk, terbawa bersama asap dan menjadi mantel bagi makanan. Terziet al (2008) menjelaskan lebih lanjut bahwa proses pembakaran dengan suhu yang tinggi dapat mengurangi kandungan PAH secara signifikan, sehingga

munculnya benzo(α)piren dalam makanan tersebut adalah karena proses absorpsi dan deposit partikel selama proses pemasakan, proses pirolisis lemak dan pembakaran arang yang tidak sempurna (Terziet al,2008).

Peristiwa mutasi pada tingkat DNA yang terjadi pada tikus hamil tidak jauh berbeda pada manusia. Benzo(α)piren menyebabkan kerusakan yang sangat


(42)

parah pada sel epitelbronchiamanusia, yaitu tepatnya pada sel terjadinya permulaanbronchial carcinoma(kankerbronchus) dan terjadi transversi basa guanine-timinepada DNA. Kerusakan tersebut sama dengan tingkat kerusakan yang terjadi pada kulit tikus yang terinsiasi benzo(α)piren. Kerusakan yang terjadi pada sel epitel tersebut biasanya disebabkan oleh tingginya asap rokok yang dikonsumsi tubuh dan metabolisme yang terjadi di liver (Rojaset al, 2004).

Kemampuanbenzo(α)pirensebagai karsinogenik maupun mutagenik, ternyata sangat berkaitan. DNA yang terbentuk akibat metabolit karsinogenik

berkembang menjadi mutasi padaoncogenes(gen yang bertanggungjawab pada pertumbuhan dan diferensiasi sel secara normal) atautumor suppressor geneatau juga dikenalanti-oncogene(gene yang melindungi sel dari salah satu bagian proses menjadi kanker). Hal tersebut disebabkan karena adanya

kandungan kimia yang memang mengakibatkan timbulnya kanker pada PAH, termasukbenzo(α)piren(Walker, 2009).

Proses metabolisme dan distribusi benzo(α)pirendalam tubuh terjadi secara bertahap dan dalam waktu yang relatif berbeda untuk tiap jenis makhluk hidup. Menurut Feust dan Reno (1994), proses distribusibenzo(α)pirenpada tikus dapat berlangsung dengan cepat secara bertahap.Benzo(α)pirenmasuk melalui prosesinhalation, dan secara berurutan ditemukan dalam kadar yang tinggi pada liver, esophagus, usus kecil, dan mencapai darah 30 menit setelah pemaparan. Secara detail, dalam 5 menit persentase kandunganbenzo(α)piren dalam tiap organ dan jaringan tubuh tikus adalah paru-paru (59,5%),carcass


(43)

(14,4%), liver (12,5%), darah (3,9%), dan usus (1,9%). Pada menit ke 60, prosentase tersebut menjadi paru-paru (15,4%),carcass(27,1%), liver (15,8%), darah (1,6%), dan usus (9,9%). Selain dalam organ-organ tersebut, pada tubuh manusiabenzo(α)pirenjuga ternyata ditemukan pada urin wanita hamil dan anak-anak, dalam plasenta, darah tali pusat, darah ibu hamil, organ reproduksi dan ASI (Feust dan Reno, 1994).

Keberadaanbenzo(α)pirendalam organ-organ tersebut berikatan dengan DNA secara kimiawi dan menganggu proses replikasi DNA. Terziet al(2008) menjelaskan keberadaan ikatanbenzo(α)piren-DNA mempengaruhi kinerja sel granulose-lutein(sel yang berasal dari membran granulosa dari folikel ovarium matang yang mengeluarkan estrogen dan progesteron, dan merupakan bentuk komponen utama dari korpus luteum) dalam ovari dan dapat menurunkan jumlah sperma yang dihasilkan. Ikatanbenzo(α)piren-DNA ini juga mempengaruhi jaringan pada masa pembelahan sel, misalnya pada perkembangan awal embrio, sehingga dapat menyebabkan turunnya berat badan bayi. Sumberbenzo(α)pirenini dapat berasal dari nikotin dan asap rokok, baik sebagai perokok aktif maupun perokok pasif, baik kedua orang tua maupun salah satu dari orang tua.


(44)

J. Mencit (Mus musculus)

Klasifikasi mencit menurut Suckowet al(2006) :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Sub class : Theria

Ordo : Rodentia

Sub ordo : Myomorpha

Family : Muridae

Sub family : Murinae

Genus :Mus

Species :Mus musculus

Gambar 6. Mencit (Mus musculus) (Yuwono, 2009).

Mencit merupakan hewan percobaan yang sering digunakan dalam penelitian in vivo. Tetapi karena hewan ini paling kecil diantara berbagai jenis hewan percobaan dan memliki banyak galur, maka hewan ini disebut mencit. Mencit liar atau mencit rumah adalah hewan semarga dengan mencit laboratorium.


(45)

Hewan tersebut tersebar di seluruh dunia dan sering ditemukan di dekat atau di dalam gedung dan rumah yang dihuni manusia. Mencit juga banyak ditemukan di daerah lain yang tidak dekat dengan manusia, jika ada makanan dan tempat berlindung. Semua galur mencit laboratorium yang ada pada waktu ini

merupakan turunan dari mencit liar sesudah melalui peternakan selektif (Yuwono, 2009).

Mencit laboratorium mempunyai berat badan yang hampir sama dengan mencit liar, yaitu 18-20 gram pada umur 4 minggu dan 30-40 gram pada umur 6 minggu atau lebih. Setelah diternakkan secara selektif sejak tahun 1920, sekarang ada berbagai warna dan timbul banyak galur dengan berat badan berbeda-beda. Mencit laboratorium dapat di kandang dalam kotak sebesar kotak sepatu. Kotak dapat dibuat dari berbagai macam bahan, misalnya plastik (polipropilen atau polikarbonat), aluminium, atau baja tahan karat (stainless steel). Kadang-kadang mencit dapat ditempatkan di kandang yang mempunyai dinding dan lantai dari kawat (Yuwono, 2009).

Kualitas makanan berpengaruh pada kondisi mencit, diantaranya pada bagian mata, hidung, gerak, dan rambut yang dapat mempengaruhi kemampuan mencit mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berbiak, umur, atau reaksi terhadap pengobatan dan lain-lain. Oleh karena itu status makanan hewan yang diberikan dalam percobaan biomedis mempunyai pengaruh nyata pada kualitas hasil percobaan. Persiapan dalam menyediakan makan mencit yang lengkap termasuk memperhatikan kira-kira 50 komponen penting. Persiapan ini meliputi membuat resep dan membuat makanan sehingga mengandung


(46)

komponen-komponen dengan kadar yang diperlukan dengan

mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap kualitas makanan termasuk apakah bahan makanan mudah dicerna, lezat, dan mencit berselera untuk makan, cara menyiapkan dan menyimpan makanan serta konsentrasi zat kimia atau bahkan bahan pencemar (Suckowet al, 2006).


(47)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung untuk pemeliharaan mencit dan pembuatan sediaan uji. Sedangkan pembedahan mencit, proses pembuatan dan pengamatan histologi dilakukan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III, Bandar Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Februari 2015.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 unit kandang mencit berukuran 40x20x15 cm yang terbuat dari plastik yang ditutup dengan ring kawat, tempat minuman dan makanan mencit, beaker glass, dan erlenmeyer yang digunakan untuk membuat sediaan uji senyawa taurin, timbangan analitik untuk menimbang senyawa taurin,benzo(α)piren, dan berat tubuh mencit, jarum suntik untuk menyuntikkan benzo(α)piren pada mencit, sonde lambung untuk mencekokkan taurin pada mencit, gelas objek untuk menempatkan sayatan paru,cover glassyang digunakan untuk menutup sayatan agar tidak mudah rusak atau hilang, blok kayu sebagai media penempatan blok parafin


(48)

yang telah berisi organ paru, kertas tisu, mikrotom untuk menyayat organ paru di dalam parafin, perangkat bedah untuk membedah dan mengambil organ paru mencit, mikroskop digunakan untuk pengamatan preparat paru yang sudah jadi, dan kamera untuk mengambil gambar penelitian.

Bahan yang digunakan adalah mencit DDY jantan (Mus musculus) yang berumur 5-7 minggu dengan berat tubuh ±30 g, mencit diperoleh dari bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat, air untuk minuman mencit dan pelarut taurin, senyawa taurin,

benzo(α)piren (SIGMA), minyak jagung sebagai pelarutbenzo(α)piren, larutan fisiologis HCl 0.01 % yang digunakan untuk proses fiksasi, klorofom untuk membius mencit sebelum dibedah,xyloluntuk membeningkan warna sayatan, parafin keras,Hematoxilin Eosinuntuk mewarnai jaringan, alkohol bertingkat untuk proses dehidrasi, canada balsam, dan NaCl 0.9 %.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian dilaksanakan dalam rancangan acak lengkap. Pengujian pada mencit dilakukan secarain vivo.Mencit dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan,

masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ekor sebagai ulangan.Kelompok I (diberi 0,2 ml minyak jagung dan diberi air minum sampai akhir masa

penelitian), II (diinduksi denganbenzo(α)pirentanpa pemberian bahan uji), III (sebelum diinduksi benzo(α)piren, diberi dosis taurin7,8 mg/BB mencit/hari selama dua minggu), IV (setelah diinduksi benzo(α)piren, diberi taurindosis 3,9 mg/BB mencit/hari), V (setelah diinduksi benzo(α)piren, diberi taurindosis


(49)

7,8 mg/BB mencit/hari), VI (setelah diinduksi benzo(α)piren, diberi taurin dosis 15,6 mg/BB mencit/hari).

D. Parameter

Parameter dalam penelitian ini adalah histologi dari organ paru-paru, berat tubuh dan berat basah paru mencit (Mus musculus) yang telah diinduksi benzo(α)piren.


(50)

E. Alur Penelitian

Gambar 7. Skema Penelitian

F. Pelaksanaan

1. Pembuatan Sediaan Uji

Sediaan senyawa taurin dibuat berdasarkan literatur dari Shao and Hathcock (2008), yaitu 3 g/70 kg berat tubuh pada manusia. Dosis taurin pada mencit dihitung dengan menggunakan tabel konversi manusia ke

Mencit jantan umur 5-7 minggu, bobot badan ±30 g

Adaptasi pakan standar(ad libitum)selama 15 hari

Randomisasi kelompok perlakuan

Pengambilan sampel, pembuatan histologi organ paru, dan pemeriksaan preparat di laboratorium

Induksi karsinogenik denganbenzo(α)piren 0,3 mg/BB mencit setiap hari selama 10 hari

Pemberian zat uji taurin dengan dosis 3,9, 7,8, dan 15,6 mg/BB mencit/hari selama 15 hari.

Pengamatan berat tubuh mencit tiap 10 hari antar kelompok perlakuan selama masa percobaan


(51)

mencit menurut Nugraha (2011). Nilai konversi dari manusia ke mencit adalah 0,0026. Sehingga diperoleh dosis senyawa taurin untuk mencit, yaitu 3000 mg X 0,0026 = 7,8 mg/bb/hari. Dosis yang digunakan untuk sediaan uji adalah 3,9, 7,8, dan 15,6 mg/bb/hari.

2. Pemeliharaan Mencit (Mus musculus)

Mencit diaklimasi selama 15 hari diberi makanan dan minuman yang sama secara teratur. Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap keadaan umum dan berat tubuh mencit. Mencit yang sakit tidak diikutsertakan dalam percobaan. Mencit ditempatkan pada lingkungan kandang dengan ventilasi yang cukup serta penyinaran yang cukup dimana lamanya terang 14 jam dan lama gelap 10 jam.

3. Makanan dan Minuman Mencit (Mus musculus)

Makanan mencit berupa pakan pelet yaitucomfeed BR II. yang ditunjukkan pada Tabel 2.


(52)

Tabel 2. Bahan dan Komposisi Pakan Mencit

BAHAN DASAR PAKAN MENCIT Jagung Bekatul Bungkil kedelai Tepung Daging Garam Vitamin Mineral ANALISIS PROKSIMAT PAKAN MENCIT PRESENTASE SETIAP 100 GRAM KADAR AIR MAX 12,0% PROTEIN KASAR MIN 19,0%-21,0%

LEMAK KASAR MIN 5,05% SERAT KASAR MAX 5,0%

ABU MX 7,0%

CALSIUM MIN 0,9% PHOSPOR MIN 0,6%-0,9%

COCCIDIOSTAT

-ANTIBIOTIKA

-Minuman mencit berupa air mineral yang diberikan melalui botol gelas minuman. Makanan dan minuman mencit diberikan secaraad libitum (sampai kenyang).

4. Induksi Karsinogenik terhadap Hewan Uji denganBenzo(α)piren Induksi karsinogenik dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan benzo(α)piren pada jaringan subkutan mencit di bagian tengkuk.. Benzo(α)piren 0,3 mg dilarutkan dalam 0,2 ml minyak jagung. Semua kelompok diinduksi dengan benzo(α)piren selama 10 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian zat uji selama 15 hari (Sugitha dan Djalil, 1989).


(53)

Kemudian ditunggu sampai adanya kanker, yaitu munculnya benjolan (nodul) di bagian tengkuk.Benzo(α)piren diberikan selama 10 hari karena sel kanker akan tumbuh setelah terinduksi antara 9-13 hari. Pada periode ini terlihat dan terasa perubahan pada tengkuk dan kaki mencit (Gustanti, 1999). Untuk kontrol, mencit tidak diinjeksibenzo(α)piren namun

diinjeksi dengan pelarut benzo(α)piren, yaitu 0,2 ml minyak jagung.

5. Pemberian Senyawa Uji Taurin

Pemberian senyawa taurin diberikan pada mencit yang telah diinduksi benzo(α)piren.Pemberian zat uji taurin diberikan setiap hari secara oral selama 15 hari setelah munculnya benjolan (nodul) di bagian tengkuk mencit.Perlakuan terhadap hewan uji dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Dosis pada tiap kelompok perlakuan

Kelompok Keterangan Jumlah mencit

I (kontrol normal) Diberi 0,2 mlminyak jagungdan selanjutnya hanya diberi akuadest sampai akhir masa penelitian.

5

II (kontrol negatif) Diinduksi denganbenzo(α)pirentanpa pemberian bahan uji.

5

III (preventif) Diberi taurin dengan 7,8 mg/BB mencit/haridimulai sejak dua minggu sebelum induksibenzo(α)piren.

5

IV Setelah diinduksibenzo(α)piren, dilanjutkan pemberian taurin dengan dosis3,9 mg/BB mencit/hari.

5

V Setelah diinduksibenzo(α)piren, dilanjutkan pemberian taurin dengan dosis 7,8mg/BB mencit/hari.

5

VI Setelah diinduksibenzo(α)piren, dilanjutkan pemberian taurin dengan dosis15,6 mg/BB mencit/hari.


(54)

6. Pembedahan dan pembuatan jaringan paru

Pembuatan sediaan histologi organ paru dilakukan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III, Bandar Lampung. Mencit yang telah diberi perlakuan dan yang tidak diberi perlakuan dimasukkan ke dalam desikator yang telah diberi klorofom untuk dibius sebelum dibedah. Mencit yang telah dibius dibedah dengan menggunakan peralatan bedah, kemudian diambil paru lalu dibersihkan dengan menggunakan larutan garam fisiologis, lalu ditimbang.

Paru yang telah ditimbang dicelupkan ke dalam laruran fisiologis HCl 0,01%, kemudian difiksasi di dalam laruranBouin(campuran asam pikrat jenuh, formalin, asam asetat glacial = 15:5:1 ) selama 24 jam. Dalam proses pembuatan preparat dilakukan beberapa tahap yaitu tahap fiksasi, tahap dehidrasi, tahapembedding, tahapcutting, tahapstainningdan tahap mounting.

Tahapan pembuatan preparat histologi paru menurut Ali (2007) yaitu : a. Fiksasi

a.1. Spesimen yang berupa paru mencit dicuci dengan larutan fisiologis HCl 0,01%, kemudian difiksasi dengan larutanBouinselama 24 jam.Perbandingan antara volumeBouindengan spesimen adalah 1:10.

a.2. Kemudian paru tersebut dicuci dengan air mengalir a.3. Paru dimasukkan ke dalamembeding cassete. a.4. Lalu paru dicuci dengan air mengalir.


(55)

b. Dehidrasi

b.1. Setelah dari proses pencucian, air dituntaskan.

b.2. Spesimen paru kemudian didehidrasi dengan alkohol 80% selama 2 jam.

b.3. Spesimen didehidrasi dengan alkohol 95% selama 2 jam.

b.4. Spesimen didehidrasi kembali dengan alkohol 95% selama 1 jam. b.5. Kemudian spesimen didehidrasi sebanyak 2 kali dengan alkohol

absolut selama 1 jam.

b.6. Spesimen dicuci dengan xylol sebanyak 2 kali selama 1 jam. c. Embedding

c.1. Parafin cair dimasukkan ke dalam cangkir logam dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu di atas 580C

c.2. Kemudian parafin cair dituangkan ke dalam pan. c.3. Paru dipindahkan dariembedding casseteke dasar pan. c.4. Cetakan dibiarkan sampai membeku.

c.5. Parafin yang berisi spesimen paru dilepaskan dari pan dengan memasukkan ke dalam refrigator dengan suhu 50C beberapa saat. c.6. Parafin dipotong sesuai dengan letak spesimen yang ada dengan

menggunakan pisau hangat.

c.7. Potongan parafin tersebut ditanam atau ditempelkan pada blok kayu yang telah disiapkan.

d. Cutting

d.1. Blok parafin yang siap disayat dimasukkan terlebih dahulu ke dalam refrigator sesaat.


(56)

d.2. Parafin kemudian disayat dengan menggunakan mikrotom setebal 4μ m secaraobliq

d.3. Sayatan yang berisi jaringan paru dipilih yang paling bagus. d.4.Kemudian sayatan diletakkan pada gelas objek, hindari adanya

gelembung udara.

d.5. Gelas objek yang berisi sayatan jaringan dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 370C agar sayatan benar-benar menempel pada gelas objek.

e. Staining

e.1. Gelas objek yang berisi sayatan jaringan paru direndam di dalam xylol 1,2 dan 3 secara bertahap selama 5 menit.

e.2. Gelas objek tersebut direndam di dalam alkohol absolut selama 5 menit.

e.3. Gelas objek kemudian direndam di dalam aquades selama 1 menit. e.4. Sayatan jaringan paru diwarnai dengan Haematoxylin Eosin

selama 20 menit.

e.4. Sayatan jaringan dicuci kembali dengan aquades selama 1 menit e.5. Gelas objek yang berisi sayatan dicelupkan ke dalam acid alcohol

sebanyak 2-3 kali celupan.

e.6. Sayatan dicuci kembali dengan aquades selama 15 menit. e.7. Sayatan didehidrasi kembali dengan menggunakan alkohol 95%

dan alkohol absolut masing-masing selama 3 menit. e.8. Gelas objek tersebut direndam kembali di dalam xylol


(57)

f. Mounting

Setelah proses pewarnaan selesai gelas objek yang telah berisi sayatan jaringan didiamkan hingga mengering, kemudian ditetesi dengan Canada balsam. Lalu ditutup dengan cover gelas.

g. Pengamatan dibawah mikroskop

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 100 dan 400 kali. Sayatan yang nampak difoto, diamati, dan dihitung skor kerusakannya.

7. Pengamatan dan penilaian histologi

Pengamatan dilakukan dengan membandingkan preparat histologi paru-paru antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol normal dan kelompok kontrolbenzo(α)piren. Penilaian derajat kerusakan paru-paru dilakukan secara kualitatif dengan menentukan kerusakan berupa nekrosis, kongesti, perdarahan, sel radang, erosi pada broncheolus, penebalan dinding septa alveoli, penyempitan dan pelebaran alveoli, fibrin, cairan oedema, dan granuloma. Kemudian dibandingkan antara kelompok kontrol normal dengan kelompok perlakuan.

Tabel 4. Skor penilaian derajat kerusakan histopatologi paru (Hansel dan Barnes, 2004)

Tingkat perubahan Keterangan Skor

Normal Tidak terjadi perubahan struktur histologi 0 Ringan (mild) Kerusakan kurang dari sepertiga dari

seluruh lapang pandang

1 Sedang (moderate) Kerusakan sepertiga hingga dua pertiga

dari seluruh lapang pandang

2 Berat (severe) Kerusakan lebih dari dua pertiga dari

seluruh lapang pandang


(58)

Pengamatan secara histologi juga dilakukan dengan melihat penanda. Penanda yang sering dijadikan ciri kanker tumbuh pada organ paru-paru adalahnoduleatau sering disebut juga dengan bercak.Nodulepada paru paru adalah bercak-bercak yang tersebar di seluruh area paru paru dengan posisi yang acak, bentuk yang beragam dan ukuran yang tidak terdefinisi. Bercak bercak ini yang kemudian akan semakin berkembang dan

mengganas menjadi kanker paru paru (Brody and Spira, 2006).

8. Pengamatan berat tubuh mencit (Mus musculus)

Selama percobaan diamati berat tubuh mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setiap 10 hari. Hasil pengamatan dicatat dan dibandingkan untuk setiap kelompok perlakuan.

9. Pengamatan berat basah paru mencit (Mus musculus) Prosedur pengamatan berat basah organ paru dilakukan dengan

menimbang organ paru yang masih segar dengan timbangan digital dengan 2 kali ulangan dan dibandingkan dengan berat basah organ paru yang tidak diberi perlakuan (kontrol) (Mansyur, 2002).

G. Analisis Data

Data dianalisis dengan metode statistikone ways anova(analisis varian satu arah) pada taraf nyata 5% (p<0,05) dan untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan kemudian dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Data yang diperoleh dari pengamatan secara mikroskopis diuji dengan uji statistik menggunakan uji statistikKruskal-Wallis,untuk


(59)

mengetahui adanya perbedaan dalam seluruh kelompok populasi. Data diolah dengan menggunakan Komputer Program Minitab 16 (Hanafiah, 2011).


(60)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan antara lain :

1. Pemberian taurin sebagai upaya preventif dan terapoitik dapat mengurangi tingkat kerusakan jaringan paru akibat pemberian benzo(α)pirensebesar 72,73 %.

2. Dosis taurin yang efektif mengurangi tingkat kerusakan jaringan paru akibat pemberian benzo(α)piren0,3 mg/BB mencit/hari dalam penelitian ini adalah 15,6 mg/BB mencit/hari.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian taurin terhadap gambaran histopatologi paru mencit DDY yang diinduksi

benzo(α)piren dengan dosisyang lebih tinggi, waktu yang lebih lama, dan jumlah sampel yang lebih besar sehingga diharapkan akan diperoleh hasil yang lebih valid.


(61)

Abdih, H., C.J. Kelly, D. Bouchier-Hayes, M. Barry, S. Kearns. 2000. Taurine Prevents Interleukin-2-Induced Acute Lung Injury in Rats.European Surgical Research;32:347–352.

Adam, R.D. and M. Victor. 2000.The Syndrome of Aseptic Meningitis, Non Viral Infection of The Nervous System. In : Principles of Neurology. Mc Graw Hill.Toronto :589-629.

Akrom. 2012. Mekanisme Kemopreventif Ekstrak Heksan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Lor Pada Tikus Sprague Dawley Diinduksi 7,12 DimethylBenz(a)antracene : Kajian Antioksidan dan Immunomodulator. Disertasi. Universitas Gadjah Mada.

Ali, H.T. 2007.Beneficial Efects Of Nigella sativa On The Testis Tissues Of Mice Exposed to UV Irradiation. Biology Departement/ Educatioan College/ Mosul University.

Amin, M. 1996.Penyakit Paru Obstruktif Menahun: Polusi Udara, Rokok dan Alfa-1-Antitripsin. Airlangga University Press. Semarang.

Ammer, E.M., A.A. Shaaban, H.A. Ghonem, and H.A. Elkashef. 2013. Effect of Taurine on The Respiratory System of Rats.J.Food Pharm.Sci. 1, 22-29. Arisandi, D. 2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kanker Paru.

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah. Pontianak.

Baratawidjaya, K.G. 1996.Imunologi Dasar, Cetakan ketiga, 8-16. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.

Budiono, I. 2007. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan Mobil (Studi pada Bengkel Pengecatan Mobil di Kota Semarang).Tesis. Program Studi Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro. Semarang. Bouchier-Hayes D., H.P. Redmond,P.P. Stapleton, P. Neary,. 1998.

Immunonutrition: The role of taurine.Nutrition;14; 599-604. Brody, J.S. and A. Spira. 2006. Chronic obstructive pulmonary disease,


(62)

Burhan, E. 2004. Angka tahan hidup penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil yang layak dibedah.Tesis. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI, Jakarta.

Bustan. 2007.Epidimiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta. Jakarta. Campbell, Reece and L. Mitchel. 1999.Biologi. Edisi Kelima Jilid 2. Penerbit

Erlangga. Jakarta.

Cerutti, P., R. Ghosh, Y. Oya, and P. Amstad.1994.The Role of the Celluler Antioxidant Defense in Oxidant Carcinogenesis.Enviromental Health Perpective. vol. 102. no. 10.

Corwin, E. J. 2008.Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Cotton. 2007.Kimia Anorganik Dasar. UI-press. Jakarta.

Diananda, R. 2007.Mengenal Seluk Beluk Kanker.Kata Hati. Yogyakarta. Droge, W. 2002.Free radicals in the physiological control of cell function.

Physiol Rev. 82:47–95.

Egan, B.M., A. Hazem, J.K. Cathal, C. Claire. and D.J. Bouchier-Hayes. 2001. Effect of Intravenous Taurine on Endotoxin-Induced Acute Lung Injury in Sheep.Eur J Surg 2001; 167: 575–580.

Eroschenko, V.P. 2003.Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. pp: 231-45.

Feust, R. A., dan P. Reno. 1994.Toxicity summary for benzo[a]pyrene. Oak Ridge Reservation Environmental Restoration Program. Tennessee. Gordon, R.E., A.A. Shaked, D.F. Solano. 1986. Taurine protects hamster

bronchioles from acute NO2-induced alterations. A histologic,

ultrastuctural and freeze-fracture study.Am J. Pathol; 125:585–600. Greaves, P. 2000.Histopathology of Preclinical Toxicity Studies Interpretation

and Relevance in Drug Safety Evaluation, Second Edition, 372-380. Elsevier. Amsterdam.

Greene, F.L., D.L. Page, I.D. Fleming, A.G. Fritz, C.M. Balch, D.G. Haller. 2002. Cancer Survival Analysis.In : AJJ Cancer Staging handbook. 6thed, Springer. New York. p. 15-25.


(63)

293, 82-90.

Gustanti, E. 1999. Uji Efek Anti Kanker Dadih S. lactis Terhadap Mencit yang Diinduksi dengan Benzopiren. Skripsi Sarjana. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Padang.

Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Guz, G., E. Oz, N. Lortlar. 2007.The effect of taurine on renal ischemia-reperfusion injury. Amino Acids. 32: 405–11.

Hainaut, P. and G. Pfeifer. 2001. Patterns of p53 G > T Transversion in Lung Cancer Reflect the Primary Mutagenis Signature of DNA by Tobacco Smoke, Carcinogenesis, 21(23) : 367-374.

Halim, B. dan M. F. Sahil. 2001.Imunologi Kanker. Available from :

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_ImunologiKanker.pdf/16_Imunol ogiKanker.html. (27 November 2014)

Hanafiah, A.K. 2011. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hansel, T.T. dan P.J. Barnes. 2004.An Atlas of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. London: Parthenon Publishing Group. pp: 22-36.

Harada, H,, S. Allo, N. Viyuoh, J. Azuma, K. Takahashi, S.W. Schaffer. 1988. Regulation of calcium transport in drug-induced taurine-depleted hearts. Biochim Biophys Acta. 944:273-278.

Harbinson, R.D. 2001.The Basic Science of Poison in Cassaret and Doulls Toxicology. Mac Millan Publish. New York.

Harun, S. dan N. Sally. 2009.Edem Paru Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, SetiatiS,editor. BukuAjarIlmuPenyakitDalam 5th ed. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. p. 1651-3.

Harrigan J.A., B.P. McGarrigle, T.R. Sutter, and J.R. Olson. 2006. Tissue Spesific Induction Of Cytochrome P450 (CYP) 1A1 1B1 in Rat Liver and Lung Following In Vitro (tissue slice) an In Vivo Exposure to Benzo(a)pyrene. Toxicol In Vitro 20, 426-438.


(64)

Issabeagloo, E., M. Taghizadiyeh, and P. Kermanizadeh. 2011. Hepatoprotective Effect of Taurine Against Oxidative Stress Due to Methotrexate in Rat. American Journal of Animal and Veterinary Sciences6 (4): 187-192, ISSN 1557-4555.

Juliyarsi dan Melia. 2007. Dadih Susu Sapi Mutan (Lactococcus lactis) Sebagai Food Healhty Dalam Menghambat Kanker.Artikel Peneliitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Padang. Lipton, A.L. 1994. Letrazol: A Phase I Study of a New Potent Oral Aromatase

Inhibitor of Breast Cabcer.J. Cancer. Vol. 75. no. 8: 2132-2136. Leeson, C.R., S.L. Thomas, A.P. Anthon. 1996.Histologi. EGC. Jakarta. Macnee, W. 2005.Pulmonary and Systemic Oxidant/Antioxidant Imbalance in

Chronic Obstructive Pulmonary Disease. http://www.atsjournals.org. (13 Maret 2015).

Male, D., J. Prostoff , D. Broth, Ivan Roitt. 2006.Immunology 7ed. Mosby Inc. Canada.

Mansyur. 2002.Toxicology. Selective Toxicity and Test. Universitas Sumatera Utara: USU digital library. Medan.

Marianti, A. 2009. Aktivitas Antioksidan Jus Tomat pada Pencegahan Kerusakan Jaringan Paru-Paru Mencit yang Dipapar Asap Rokok.Biosaintifika Volume 1, nomor 1, halaman 1-10.

Men X.L., H. Shuying, G. Junling, C. Guofu, Z. Lianyuan, H. Yu, H. Lu, and J. Pu. 2010. Taurine Protects Against Lung Damage Following Limb

Ischemia Reperfusion In The Rat By Attenuating Endoplasmic Reticulum Stress-Induced Apoptosis.Acta Orthopaedica2010; 81 (2): 265–269. Moore, K.L., A.F. Dalley, A.M. Agur. 2009.Clinically Oriented Anatomy.

Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. page 45-7

Mun’im, A.,M. Umar, C. Fadlina, W.R. Tri. 2006. Uji Hambatan Karsinogenesis Sari Buah Merah (Pandanus conoideusLam.) Merek N Terhadap Tikus Putih Betina yang Diinduksi 7,12-Dimetilbenz[a](DMBA).Jurnal Acta Pharmaceutica. Jakarta.


(65)

Ngatidjan. 1991.Petunjuk Laboratorium: Metode laboratorium dalam

toksikologi.Pusat Antar Universitas Bioteknologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Nugraha, L.S.A. 2011.Cara dan Rute Pemberian Obat Pada Hewan Percobaan Mencit. Akademi Farmasi Theresiana. Semarang.

Nurliani, A., H.B. Santoso, Rusmiati. 2012. Efek Antioksidan Ekstrak Bulbus

Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) pada Gambaran Histopatologis Paru-paru Tikus yang Dipapar Asap Rokok.Bioscintiae. 9(1): 60-69.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).2003. Kanker Paru, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Price dan Wilson. 1995.Fisiologi Proses-proses Penyakit, Edisi 4, Alih Bahasa Peter Anugrah. EGC. Jakarta.

Quinn, A., C. Wong, J. Younus, G. Dranitsaris, R. Goel, and M. Trudeau. 2009. Canadian Pattern of Care for Anemia: Comparison of Chemotherapies in Adjuvant Breast Cancer Setting.American Association for Cancer Research.

Redmon, H., P. Stapkleton, dan David. 1983. Immunustrition.The ple of Taurine. Nutrition14. 559-604.

Renne, R.A., D.L. Dungworth, C.M. Keenan, K.T. Morgan, F.F. Hahn, L.W. Schwartz. 2003. Non proliferative lesions of the respiratory tract in rats [serial online]. [cited 2015 March 3]. Available from: URL:

http://www.toxpath.org/ssdnc/RespiratoryNonprolifRat.pdf

Robbins. 2007.Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Rojas, M., B. Marie, J. M. Vignaud, N. Martinet, J. Siat, G. Grosdidier, I. Cascorbi, K. Alexandrov. 2004. High DNA damage by benzo[a]pyrene 7,8-diol-9,10-epoxide in bronchial epithelial cells from patients with lung cancer : comparison with lung parenchyma. Cancer Letters (207) : 157-163.

Rosmawati. 2008.Bahaya Merokok.http://rosmawati.blogspot.com.htm. diakses 13 Maret 2015 pukul 09.17 WIB.

Rubin, E. 2009.Essential Pathology, 3rded. Lippicott Williams & Wilkins. USA. Sardjono. 2006.Patologi Vertebrata. Bumi Aksara. Jakarta.


(1)

Brown, W. H., C. S. Foote, B. L. Iverson, dan E. V. Anslyn. 2009.Organic chemistry. Brooks/Cole Cengage Learning. USA.

Burhan, E. 2004. Angka tahan hidup penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil yang layak dibedah.Tesis. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI, Jakarta.

Bustan. 2007.Epidimiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta. Jakarta. Campbell, Reece and L. Mitchel. 1999.Biologi. Edisi Kelima Jilid 2. Penerbit

Erlangga. Jakarta.

Cerutti, P., R. Ghosh, Y. Oya, and P. Amstad.1994.The Role of the Celluler Antioxidant Defense in Oxidant Carcinogenesis.Enviromental Health Perpective. vol. 102. no. 10.

Corwin, E. J. 2008.Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Cotton. 2007.Kimia Anorganik Dasar. UI-press. Jakarta.

Diananda, R. 2007.Mengenal Seluk Beluk Kanker.Kata Hati. Yogyakarta. Droge, W. 2002.Free radicals in the physiological control of cell function.

Physiol Rev. 82:47–95.

Egan, B.M., A. Hazem, J.K. Cathal, C. Claire. and D.J. Bouchier-Hayes. 2001. Effect of Intravenous Taurine on Endotoxin-Induced Acute Lung Injury in Sheep.Eur J Surg 2001; 167: 575–580.

Eroschenko, V.P. 2003.Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. pp: 231-45.

Feust, R. A., dan P. Reno. 1994.Toxicity summary for benzo[a]pyrene. Oak Ridge Reservation Environmental Restoration Program. Tennessee. Gordon, R.E., A.A. Shaked, D.F. Solano. 1986. Taurine protects hamster

bronchioles from acute NO2-induced alterations. A histologic, ultrastuctural and freeze-fracture study.Am J. Pathol; 125:585–600. Greaves, P. 2000.Histopathology of Preclinical Toxicity Studies Interpretation

and Relevance in Drug Safety Evaluation, Second Edition, 372-380. Elsevier. Amsterdam.

Greene, F.L., D.L. Page, I.D. Fleming, A.G. Fritz, C.M. Balch, D.G. Haller. 2002. Cancer Survival Analysis.In : AJJ Cancer Staging handbook. 6thed, Springer. New York. p. 15-25.


(2)

Gurujeyalakshmi, G., Y. Wang. and S.N. Giri. 2000. Taurine and niacin block lung injury and fibrosis by down-regulating bleomycin-induced activation of transcription nuclear factor-kappaB in mice. J. Pharmacol. Exp. Ther. 293, 82-90.

Gustanti, E. 1999. Uji Efek Anti Kanker Dadih S. lactis Terhadap Mencit yang Diinduksi dengan Benzopiren. Skripsi Sarjana. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Padang.

Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Guz, G., E. Oz, N. Lortlar. 2007.The effect of taurine on renal ischemia-reperfusion injury. Amino Acids. 32: 405–11.

Hainaut, P. and G. Pfeifer. 2001. Patterns of p53 G > T Transversion in Lung Cancer Reflect the Primary Mutagenis Signature of DNA by Tobacco Smoke, Carcinogenesis, 21(23) : 367-374.

Halim, B. dan M. F. Sahil. 2001.Imunologi Kanker. Available from :

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_ImunologiKanker.pdf/16_Imunol ogiKanker.html. (27 November 2014)

Hanafiah, A.K. 2011. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hansel, T.T. dan P.J. Barnes. 2004.An Atlas of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. London: Parthenon Publishing Group. pp: 22-36.

Harada, H,, S. Allo, N. Viyuoh, J. Azuma, K. Takahashi, S.W. Schaffer. 1988. Regulation of calcium transport in drug-induced taurine-depleted hearts. Biochim Biophys Acta. 944:273-278.

Harbinson, R.D. 2001.The Basic Science of Poison in Cassaret and Doulls Toxicology. Mac Millan Publish. New York.

Harun, S. dan N. Sally. 2009.Edem Paru Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, SetiatiS,editor. BukuAjarIlmuPenyakitDalam 5th ed. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. p. 1651-3.

Harrigan J.A., B.P. McGarrigle, T.R. Sutter, and J.R. Olson. 2006. Tissue Spesific Induction Of Cytochrome P450 (CYP) 1A1 1B1 in Rat Liver and Lung Following In Vitro (tissue slice) an In Vivo Exposure to Benzo(a)pyrene. Toxicol In Vitro 20, 426-438.


(3)

Huxtable. R. J. 1992.Phisiology Action Of Taurine. Departement of Parmacology. University of Arizona Colloge Of Medicine, Tucsom. Arizona, Hal 101-163

Issabeagloo, E., M. Taghizadiyeh, and P. Kermanizadeh. 2011. Hepatoprotective Effect of Taurine Against Oxidative Stress Due to Methotrexate in Rat. American Journal of Animal and Veterinary Sciences6 (4): 187-192, ISSN 1557-4555.

Juliyarsi dan Melia. 2007. Dadih Susu Sapi Mutan (Lactococcus lactis) Sebagai Food Healhty Dalam Menghambat Kanker.Artikel Peneliitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Padang. Lipton, A.L. 1994. Letrazol: A Phase I Study of a New Potent Oral Aromatase

Inhibitor of Breast Cabcer.J. Cancer. Vol. 75. no. 8: 2132-2136. Leeson, C.R., S.L. Thomas, A.P. Anthon. 1996.Histologi. EGC. Jakarta. Macnee, W. 2005.Pulmonary and Systemic Oxidant/Antioxidant Imbalance in

Chronic Obstructive Pulmonary Disease. http://www.atsjournals.org. (13 Maret 2015).

Male, D., J. Prostoff , D. Broth, Ivan Roitt. 2006.Immunology 7ed. Mosby Inc. Canada.

Mansyur. 2002.Toxicology. Selective Toxicity and Test. Universitas Sumatera Utara: USU digital library. Medan.

Marianti, A. 2009. Aktivitas Antioksidan Jus Tomat pada Pencegahan Kerusakan Jaringan Paru-Paru Mencit yang Dipapar Asap Rokok.Biosaintifika Volume 1, nomor 1, halaman 1-10.

Men X.L., H. Shuying, G. Junling, C. Guofu, Z. Lianyuan, H. Yu, H. Lu, and J. Pu. 2010. Taurine Protects Against Lung Damage Following Limb

Ischemia Reperfusion In The Rat By Attenuating Endoplasmic Reticulum Stress-Induced Apoptosis.Acta Orthopaedica2010; 81 (2): 265–269. Moore, K.L., A.F. Dalley, A.M. Agur. 2009.Clinically Oriented Anatomy.

Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. page 45-7

Mun’im, A.,M. Umar, C. Fadlina, W.R. Tri. 2006. Uji Hambatan Karsinogenesis

Sari Buah Merah (Pandanus conoideusLam.) Merek N Terhadap Tikus Putih Betina yang Diinduksi 7,12-Dimetilbenz[a](DMBA).Jurnal Acta Pharmaceutica. Jakarta.


(4)

Murray, R.W. 1996. Biokimia Kedokteran Harper, Edisi 24, Penerbit Buku Kedokteran EG. Jakarta.

Ngatidjan. 1991.Petunjuk Laboratorium: Metode laboratorium dalam

toksikologi.Pusat Antar Universitas Bioteknologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Nugraha, L.S.A. 2011.Cara dan Rute Pemberian Obat Pada Hewan Percobaan Mencit. Akademi Farmasi Theresiana. Semarang.

Nurliani, A., H.B. Santoso, Rusmiati. 2012. Efek Antioksidan Ekstrak Bulbus

Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) pada Gambaran Histopatologis Paru-paru Tikus yang Dipapar Asap Rokok.Bioscintiae. 9(1): 60-69.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).2003. Kanker Paru, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Price dan Wilson. 1995.Fisiologi Proses-proses Penyakit, Edisi 4, Alih Bahasa Peter Anugrah. EGC. Jakarta.

Quinn, A., C. Wong, J. Younus, G. Dranitsaris, R. Goel, and M. Trudeau. 2009. Canadian Pattern of Care for Anemia: Comparison of Chemotherapies in Adjuvant Breast Cancer Setting.American Association for Cancer Research.

Redmon, H., P. Stapkleton, dan David. 1983. Immunustrition.The ple of Taurine. Nutrition14. 559-604.

Renne, R.A., D.L. Dungworth, C.M. Keenan, K.T. Morgan, F.F. Hahn, L.W. Schwartz. 2003. Non proliferative lesions of the respiratory tract in rats [serial online]. [cited 2015 March 3]. Available from: URL:

http://www.toxpath.org/ssdnc/RespiratoryNonprolifRat.pdf

Robbins. 2007.Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Rojas, M., B. Marie, J. M. Vignaud, N. Martinet, J. Siat, G. Grosdidier, I. Cascorbi, K. Alexandrov. 2004. High DNA damage by benzo[a]pyrene 7,8-diol-9,10-epoxide in bronchial epithelial cells from patients with lung cancer : comparison with lung parenchyma. Cancer Letters (207) : 157-163.

Rosmawati. 2008.Bahaya Merokok.http://rosmawati.blogspot.com.htm. diakses 13 Maret 2015 pukul 09.17 WIB.

Rubin, E. 2009.Essential Pathology, 3rded. Lippicott Williams & Wilkins. USA. Sardjono. 2006.Patologi Vertebrata. Bumi Aksara. Jakarta.


(5)

Schaffer, S., K.C. Ramila, C.J. Jong, T. Ito, J. Azuma. 2009.Role of protein phosphorylation in Tau TKO cardiomyopathy. Int Taurine Symp.

Schuller-Lewis G and M.R. Qinn. 1994. Taurine protects against oxidant-induced lung injury: Possible mechanism(s) of action.Adv Exp Med Biol;359:31– 39.

Shao, A. and J.N. Hathcock. 2008. Risk assessment for the amino acids taurine, l-glutamine and l-arginine.Regul Toxicol Pharmacol50(3) : 376-399. Sloane, E. 2003.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. EGC. Jakarta. hlm. 269. Soemantri. 2011.Cardiogenic Pulmonary Edema. Naskah Lengkap PKB XXVI

Ilmu Penyakit Dalam 2011. FKUNAIR-RSUD DR.Soetomo, p.113-9. Strange, W. dan Jackson, 1997.Penaeid Shrimp Nutrition for the Comercial Feed

Industry. In Proceeding of the Aquaqulture Feed.

Suckow, M.A., S.H. Weisbroth, and C. l. Franklin. 2006. Rats as laboratory animals. Elsevier Inc. London.

Sugitha, I.M dan M. Djalil. 1989. Susu, Penanganan dan Teknologinya. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang.

Sukardja, I.D.E. 2000.Onkologi Klinik edisi 2. Airlangga University Press. Surabaya.

Suyono, S. 2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Syaifudin, M. 2007.Gen penekan tumor p53, kanker dan radiasi pengion Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Batan. Buletin Alara, Volume 8 Nomor 3, April 2007,119–128. Jakarta.

Terzi, G., T. H. Çelik, dan C. Nisbet. 2008. Determination of benzo[a]pyrene in Turkish döner kebab samples cooked with charcoal or gas fire. Irish Journal of Agricultural and Food Research,(47) : 187–193.

ToxProbe Inc. 2010.Benzo[a]pyrene and other polycyclic aromatic

hydrocarbons. http://www.toronto.ca/health/pdf/cr_appendix_b_pah.pdf di akses pada 19 Maret 2014 pukul 12.34 WIB.

Venkatesan, N. and G. Chandrakasan. 1994. In-vivo administration of taurine and niacin modulate cyclophosphamide induced lung injury.Eur. J.

Pharmacol.292, 75-80.

Walaszek, Z., M. Hanausek, R. Zoltaszek, and T.J. Siaga. 2004. Inhibitory effect of post-initiation dietery D-Glucarate on benzo[a]pyrene induced


(6)

inflammation during lung tumorigenesis in A/J mice.Proc. Amer. Assoc. Cancer Res.45:132-141.

Walker, C. H. 2009.Organic pollutants : an ecotoxicological perspective. CRC Press. London.

Wang, Q., Y. Wang, D.M. Hyde, P.J. Gotwals, V.E. Koteliansky, S.T. Ryan, and S.N. Giri. 1999. Reduction of Bleomycin Induced Lung Fibrosis by Transforming Growth Factor β Sluble Receptor in Hamster.Thorax 54:805-812.

Watson R.W.G, H.P. Redmond, D. Bouchier-Hayes. 1994. Taurine upregulates antimicrobial function of human inflammatory cells through a calcium dependent mechanism.Surg Forum 1994; XLV: 679–681.

Yao, H., S-R. Yang, A. Kode, S. Rajendrasozhan, S. Caito, D. Adenuga, R. Henry, I. Edirisinghe, and I. Rahman. 2007. Redox regulation of lung inflammation: Role of NADPH oxidase and NF-kB Signalling.Bochem. Soc. Transaction. 35(5).

Yuwono. 2009. Mencit strain CBR Swiss Derived. Pusat Penelitian Penyakit Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.


Dokumen yang terkait

UJI SENYAWA TAURIN SEBAGAI ANTIKANKER TERHADAP JUMLAH SEL-SEL LEUKOSIT DAN SEL-SEL ERITROSIT MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI BENZO (α) PYREN SECARA IN VIVO

2 13 47

RESPON HISTOPATOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI BENZO(α)PIREN TERHADAP PEMBERIAN TAURIN DAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata)

1 28 73

RESPON ERITROSIT DAN LEUKOSIT MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI BENZO(α)PIREN TERHADAP PEMBERIAN TAURIN DAN EKSTRAK DAUN DEWA Gynura segetum (Lour) Merr

8 47 67

Histopatologi Hati dan Paru Mencit (Mus musculus) yang Terpapar Formalin dan Benzo(α)pyrene

1 4 5

Pengaruh Pemberian Taurin terhadap Gambaran Histopatologi Paru Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Karsinogen Benzo

0 1 11

Pengaruh Pemberian Taurin terhadap Gambaran Histopatologi Paru Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Karsinogen Benzo

0 0 11

Pengaruh Pemberian Taurin terhadap Gambaran Histopatologi Paru Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Karsinogen Benzo

0 0 11

Respon Histopatologis Hepar Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Benzo (α)Piren terhadap Pemberian Taurin dan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata)

0 0 10

Efek Ekstrak Metanol Makroalga Cokelat (Sargassum sp.), Merah (Gracillaria sp.) dan Taurin Terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Mencit Jantan (Mus musculus) yang Diinduksi Benzo(α)Piren [The Effect Of Methanolic Extract of Brown (Sargassum p.), Red (Grac

0 0 10

POLA WAKTU PEMBERIAN EKSTRAK RIMPANG KUNYIT PUTIH (Curcuma zedoaria) TERHADAP HISTOPATOLOGI PARU MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI BENZO[a]PIREN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 75