PERSEPSI ANAK DI YOGYAKARTA TERHADAP FIGUR AYAH BERDASARKAN HASIL C.A.T

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  PERSEPSI ANAK DI YOGYAKARTA TERHADAP FIGUR AYAH BERDASARKAN HASIL C.A.T

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  Oleh : Stella Cindy Touresia 089114074 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  iv Janganlah Takut Untuk Mengambil Langkah Besar.

  Anda Tidak Bisa menyeberangi Sebuah Jurang Dengan Lompatan Kecil.

  David Lloyd George

Penelitian ini dipersembahkan untuk:

Bapaku yang sungguh luar biasa, Tuhan Yesus Kristus..

  

I Can Do All Things through Christ which strengtheneth me..

  

Phillippins 4:13

Yang Tersayang Papa, Mama, Ko Rio dan Yoyo..

  

Serta

My Breath, My Life and My Everything,, Kokoku yang Tercinta dan Tersayang,

Ko Yoseph..

  Ku menang saat Kau berfirman..

  Ku kuat karna Kau menopang.. Hidupku hanya ditentukan oleh perkataanMu...

  Bagi Tuhan tak ada yang mustahil... Bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin..

  MukjizatNya disediakan bagiku...

  Ku diangkat dan dipulihkanNya..

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

PERSEPSI ANAK DI YOGYAKARTA

TERHADAP FIGUR AYAH BERDASARKAN HASIL C.A.T

Stella Cindy Touresia

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi anak di Yogyakarta

terhadap figur ayah berdasarkan hasil C.A.T. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah

anak usia enam hingga sebelas tahun dan tinggal di Yogyakarta. Metode pengumpulan data yang

digunakan adalah metode dokumen yang menggunakan laporan praktikum Children’s

Apperception Test (C.A.T) yang tersedia di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta tahun 2009 / 2010 sebanyak 60 dokumen. Data dianalisis dengan menggunakan

metode analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) persepsi mengenai figur ayah

dapat dilihat secara tradisional dan modern. Figur ayah yang tradisional tampak pada persepsi ayah

yang mencari nafkah, ayah yang bekerja dan menjalankan otoritasnya serta tidak terlibat atau tidak

dekat dengan anak. Sedangkan figur ayah yang modern tampak pada persepsi ayah yang bekerja

tetapi tetap terlibat atau dekat dengan anak, ayah yang mengurusi-merawat anak dan terlibat

dengan anak serta ayah yang memberikan perhatian atau terlibat dalam kegiatan bersama anak, 2)

pada masa sekarang ini, figur ayah cenderung lebih banyak menerapkan perspektif modern, 3)

persepsi yang muncul juga dapat dilihat dari segi positif dan negatif berdasarkan dampak yang

diberikan terkait dengan peran ayah. Peran yang memberikan dampak positif antara lain peran

yang terkait dengan ayah yang memiliki atau memegang otoritas, hadir atau menemani-melakukan

kegiatan bersama anak atau terlibat dengan anak serta mengurusi dan merawat anak. Peran yang

memberikan dampak yang negatif antara lain, ayah yang mengabaikan atau melakukan sesuatu

yang buruk pada anak serta ayah yang bersantai dan tidak terlibat atau tidak dekat dengan anak, 4)

terdapat juga persepsi yang bersifat ambivalen yaitu ayah yang terlibat dalam keluarga atau

bersama anak tetapi juga kurang memperhatikan anak.

  Kata kunci: Persepsi Anak, Figur Ayah, C.A.T

  vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

PERCEPTIONS OF CHILDREN IN YOGYAKARTA

ABOUT THE FIGURE OF FATHER BASED FROM C.A.T

Stella Cindy Touresia

ABSTRACT

  This research aims to describe Yogyakarta’s children perception about father figure

based of C.A.T. Subjects included in this research are children aged six to eleven years old and

lived in Yogyakarta. The data was collected from document report of C.A.T that available at the

Faculty of Psychology, Sanata Dharma University, Yogyakarta on 2009 / 2010 and the amount

are 60 documents. Data was analyzed using thematic analysis method. The results showed that 1)

the perception of a father figure can be viewed in traditional and modern. Traditional father figure

perceptions are father as a breadwinner, a father who works and runs his authority and not

involved or not close to the child. While the modern father figure perceptions are fathers who

work but stay involved or close to the child, father who provide caregiving to the child and

involved with the child and father who provide care or involved in activities with their children, 2)

now a days, father put the modern perspective in their life especially in relation with their

children, 3) there are also a perception based on the positive and negative impacts presented in

connection with the role of fathers. Positive impact’s roles are associated with a father who owns

or holds authority, attend or accompany and doing activities with children, or involved with

children and provide caregiving to their children. Negative impact’s roles are fathers who ignore

or do something bad to the child and father relax and not involved or close to the child, 4) there is

are also an ambivalent perception of father involved in the family or with the child but with little

regard to the child.

  Keywords: Child’s Perception, Father Figure, C.A.T

  vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Skripsi yang berjudul “Persepsi Anak di Yogyakarta Terhadap Figur Ayah Berdasarkan Hasil C.A.T” ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi anak di Yogyakarta terhadap figur ayah berdasarkan hasil C.A.T. Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna bagi pembaca maupun bagi peneliti selanjutnya.

  Banyak sekali hal dan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh peneliti dalam proses penyelesaian penelitian ini. Pengalaman-pengalaman tersebut menjadikan penelitian ini menjadi salah satu pencapaian terbesar dalam hidup peneliti. Dalam pencapaian salah satu hal terbesar ini, peneliti menyadari bahwa tanpa campur tangan Bapa di Sorga, peneliti tak dapat melakukan penelitian ini dengan baik dan lancar. Peneliti menyadari bahwa kasih setiaNya selalu dicurahkan dan Roh KudusNya selalu menyertai setiap proses yang boleh peneliti lalui hingga semuanya dipersembahkan kembali bagi kemuliaan Bapa di Sorga.

  Selain itu, penyelesaian penelitian ini tak luput juga dari dukungan-dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, secara khusus peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1.

  Dr. Christina Siwi H., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang memberikan semangat baru bagi penulis lewat kata-kata motivasinya.

  2. Agnes Indar Etikawati, S.Psi., M.Si., Psi., selaku dosen pembimbing dalam menyelesaikan penelitian ini yang selalu memberikan yang terbaik mulai dari waktu, perhatian, nasehat, semangat, ilmu, saran serta kesabaran dari awal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  x penyusunan penelitian ini hingga selesai. Terimakasih banyak bu untuk semuanya. Semua pengalaman-pengalaman ini telah menjadi bagian hidup bagi penulis dan tak akan pernah dapat dilupakan.

  3. V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si., atas masukan-masukan dan waktu yang diberikan untuk menyempurnakan hasil penelitian ini.

  4. Sylvia Carolina M.Y.M., S.Psi., M.Si., yang juga telah memberikan waktu pada penulis untuk menyempurnakan hasil penelitian ini. Senyum, ucapan selamat dan pelukan Ibu pada penulis tak akan pernah penulis lupakan.

  5. Semua Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman.

  6. Segenap karyawan di Fakultas tercinta ini, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang membantu penulis selama berproses di Fakultas tercinta ini. Buat Mas Muji: terima kasih banyak atas semua kesediaan waktunya untuk menyiapkan data penelitian yang cukup banyak, bantuan dan kesabaran dalam menghadapi penulis, atas pengalaman- pengalaman yang diberikan, atas nasehat atau masukan dan terima kasih atas senyum dan keramahan yang selalu diberikan pada penulis. Buat Mas Doni: terima kasih bust kesediaan waktunya untuk mengkoreksi penelitian ini. Buat Pak Gie: terima kasih buat teh panas manisnya serta sapaan dan senyum ramahnya. Buat mas Gandung: terima kasih sudah mau diganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang terkadang tidak perlu ditanyakan menurut anda tapi perlu ditanyakan menurut peneliti. Buat Bu Nani: terima kasih atas senyum dan sapaan serta kehangatan yang diberikan tiap bertemu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  xi 7.

  Papa dan mama tercinta yang dengan tulus selalu memberikan doa, semangat, kepercayaan, kesabaran, dan waktunya. Semua yang telah papa mama lakukan dan korbankan selalu menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan hingga akhir.

  8. Kakak dan adikku tersayang, Rio Bangun Sutiksno dan Yoyo Dody Sutiksno, atas perhatian, dukungan, semangat, dan keusilan yang selalu membuat penulis merasa lebih “hidup” dan membuat penulis menyadari bahwa hidup ini harus dinikmati dan disyukuri.

  9. Kokoku yang tersayang, Yoseph Setyawan Budiono yang telah dengan sangat sabar dan penuh sayang menemani hari-hari penulis. Terima kasih atas ketulusan dan pengorbanan yang telah koko berikan. Thank you for your love,

  honey.. You’re my life and my everything. All i wanna do is grow old with you.

  10. Sahabat-sahabat terbaik atas dukungan dan keusilan kalian. Buat Vivi: terima kasih buat perhatian dan dukungannya yang sangat besar khususnya saat detik-detik terakhir penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Buat Fla: terima kasih atas kegilaan yang selalu membuat penulis tertawa terpingkal- pingkal. Buat Chike: terima kasih telah memberikan pengalaman baru. Buat Miss Gupil: terima kasih buat kegilaannya selama di kos maupun di kampus.

  Buat Pauline: terima kasih juga buat kegilaan dan pengalaman-pengalaman baru selama empat tahun kita satu kos dan hampir selalu tidur bersama. I miss

  that moments..

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  xii 11.

  Sahabat-sahabat lain yang telah mendukung penulis. Terima kasih buat Ade yang selalu membuat suasana menjadi menyenangkan lewat cerita-cerita konyolnya. Terima kasih buat Dessy untuk perhatiannya. Terima kasih buat Ayu dan Tiwi yang telah bersama-sama dengan penulis berjuang dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga untuk Lukas yang mau meluangkan waktu untuk membaca semua penelitian ini dan membantu penulis dalam mempersiapkan ujian pendadaran.

  12. Teman-teman di Fakultas Psikologi 2008 yang telah berjuang bersama selama empat tahun ini: Puji, Sari, Anggit, Dian, Bora, Ledita, Benoni, Selly, Vale, Devi dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. I miss you all.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendukung dalam penyelesaian penelitian ini.

  Penulis menyadari dengan rendah hati bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Peneliti juga meminta maaf bila terdapat kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca. Penulis berharap agar karya ini dapat bermanfaat bagi para orang tua dalam mengasuh anak-anaknya.

  Penulis Stella Cindy Touresia

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................ v ABSTRAK .......................................................................................................... vi ABSTRACT ........................................................................................................ vii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....................... viii KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii

  BAB I.PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6 D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6 BAB II.DASAR TEORI .................................................................................... 7 A. Persepsi ............................................................................................. 7 B. Anak Usia Pertengahan ..................................................................... 8 C. The Children’s Apperception Test (C.A.T) ....................................... 11

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  xiv D.

  Teori Object Relation ........................................................................ 15 E. Figur Ayah Bagi Anak-anak di Yogyakarta...................................... 17 1.

  Keluarga Jawa ............................................................................. 17 2. Figur Ayah dalam Keluarga Jawa ............................................... 19 F. Persepsi Anak terhadap Figur Ayah di Yogyakarta .......................... 21 G.

  Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 23

  

BAB III.METODE PENELITIAN .................................................................. 24

A. Jenis Penelitian .................................................................................. 24 B. Fokus Penelitian ................................................................................ 24 C. Subjek Penelitian ............................................................................... 24 D. Pengumpulan Data Penelitian ........................................................... 24 E. Metode Analisis Data ........................................................................ 26 F. Keabsahan Data Penelitian ................................................................ 28

BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 29

A. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 29 1. Pengumpulan Data ...................................................................... 29 2. Pengolahan Data ......................................................................... 29 a. Pemilihan Cerita .................................................................... 29 b. Interpretasi Cerita .................................................................. 29 c. Penyimpulan Data ................................................................. 30 B. Hasil Penelitian ................................................................................. 30 1. Deskripsi Subjek ......................................................................... 30 2. Ragam Persepsi Figur Ayah ........................................................ 32

  xv 3.

  Persepsi Komposit Figur Ayah ................................................... 38 C. Pembahasan ....................................................................................... 46

  

BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 56

A. KESIMPULAN ................................................................................. 56 B. SARAN ............................................................................................. 57 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 59 LAMPIRAN ........................................................................................................ 61 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Deskripsi Usia Subjek Penelitian .......................................................... 31 Tabel 2. Deskripsi Pekerjaan Orang Tua ............................................................ 31 Tabel 3. Jumlah Kartu yang Muncul ................................................................... 32 Tabel 4. Ragam Persepsi, Jumlah dan Kategorisasi ............................................ 32 Tabel 5. Persepsi Komposit ................................................................................ 39 Tabel 6. Persepsi Komposit dari Perspektif Tradisional dan Modern,

  Prosentase ............................................................................................. 47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Lampiran 1. Interpretasi Cerita – Analisis Tematik ............................................ 62 Lampiran 2. Deskripsi Subjek ............................................................................. 84 Lampiran 3. Ragam Persepsi dan Jumlah Persepsi ............................................. 87 Lampiran 4. Kategori Persepsi Komposit ........................................................... 89

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap hubungan atau relasi yang dijalin seseorang dengan orang lain

  memiliki dampak potensial yang dapat menguntungkan atau justru merugikan perkembangan hidup orang tersebut. Relasi yang paling memberikan konsekuensi atau akibat dalam kehidupan seorang anak adalah relasi dengan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah salah satu konstruksi paling dasar dalam hubungan manusia dan memiliki dampak besar pada perkembangan seseorang (Childers, 2010). Ketika orang tua menjadi distress pada emosi negatif anak-anaknya dan menghukumnya, nantinya anak akan berekspresi lebih marah, menampakkan sikap bermusuhan, mempunyai masalah perilaku yang lebih banyak dan mempunyai fungsi sosial di sekolah yang rendah (Eisenberg, Fabes, et al., Fabes, Leonard, et al. Dalam Bukatko, 2008). Relasi yang telah terbentuk dalam keluarga akan ikut mempengaruhi relasi terhadap orang lain di luar keluarga yang nantinya relasi tersebut akan menjadi pola yang terus menerus diulang sehingga menetap pada diri anak (Friedman, Howard. S & Schustack, Miriam. W, 2008).

  Sekarang ini, bukan hanya relasi antara anak dan orang tua secara umum atau relasi anak dengan ibu yang dipandang penting. Relasi antara anak dengan ayahpun juga penting. Peran ayah dalam pengasuhan ternyata ikut menyumbang dan mempengaruhi perkembangan anak. Beberapa peneliti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  2 mengembangkan penelitian tentang relasi antara anak dengan figur ayah.

  Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Dyer, dkk (2009) mengatakan bahwa adanya peran yang aktif dari seorang ayah dalam merawat anak-anaknya dengan cara melakukan interaksi dengan jumlah dan kualitas yang baik selama masa kanak-kanak awal dapat mengarahkan anak pada perkembangan sosial yang positif (Updegraff, McHale, Crouter, & Kupanoff), sedikitnya masalah perilaku (Jaffee, Moffitt, Caspi, & Taylor), pengaturan emosi diri yang lebih baik (Roggman, Boyce, Cook, Christiansen, & Jones), meningkatkan perkembangan bahasa (Magill-Evans & Harrison) dan meningkatkan fungsi kognitif untuk anak-anak yang masih atau lebih muda (Gauvain, Fagot, Leve, & Kavanagh).

  Pentingnya peran ayah juga dinyatakan oleh studi lain yang dilakukan oleh Radin, Wagner & Phillips (dalam Bukatko, 2008), yang menunjukkan bahwa ayah yang memiliki kehangatan dan terlibat dengan anak-anaknya berasosiasi dengan kompetensi dan prestasi akademik anak-anaknya serta memiliki kekakuan stereotip peran gender yang lebih rendah. Biller dan Lamb (dalam Bukatko, 2008) menyatakan bahwa anak, khususnya anak laki-laki yang tumbuh tanpa seorang ayah akan bermasalah pada bidang akademis atau kognitif, perkembangan peran gender dan kontrol terhadap agresi.

  Secara khusus, peneliti ingin mengetahui relasi antara anak dengan ayah melalui persepsi terhadap figur ayah yang muncul pada anak-anak.

  Persepsi mengenai figur lain terbentuk sebagian besar dipengaruhi oleh faktor pengalaman saat berelasi. Dikatakan demikian, sebab ketika berelasi dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  3 orang lain kita baru bisa memperoleh informasi-informasi baik verbal maupun nonverbal yang nantinya informasi-informasi tersebut digunakan untuk menyimpulkan tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain (Sarwono, 2009). Persepsi anak terhadap keluarga, khususnya ayah, penting dilihat sebab persepsi yang muncul merupakan indikator dari sesuatu yang telah terjadi menyangkut ayah di dalam keluarga. Ketika persepsi yang muncul adalah persepsi yang positif maka dapat disimpulkan bahwa relasi yang terjadi juga baik atau positif.

  Secara garis besar, persepsi itu sendiri dipengaruhi oleh faktor psikologis dan faktor budaya. Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi persepsi seseorang meliputi kebutuhan, kepercayaan, emosi dan ekspektasi atau harapan yang ada di dalamnya, serta dipengaruhi oleh masa lampau orang tersebut. Faktor selanjutnya yang ikut mempengaruhi persepsi adalah budaya. Budaya tempat tinggal seseorang mempengaruhi kebutuhan, kepercayaan, emosi dan ekspektasi orang tersebut. Budaya mempengaruhi persepsi seseorang melalui stereotip. Stereotip mengarahkan seseorang dan mengatakan pada diri orang tersebut apa yang penting untuk disadari atau diabaikan (Wade & Tavris, 2007). Hal ini membuat orang memberikan tanggapan yang berbeda-beda walaupun dengan objek yang sama.

  Beberapa sumber berikut menyinggung bagaimana figur ayah bagi anak-anak. Dalam Skolnick & Skolnick (1983),figur ayah dijelaskan dalam perspektif tradisional dan modern. Dalam perspektif tradisional, ayah tidak menunjukkan perhatiannya secara langsung. Hal ini dikarenakan ayah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  4 disimbolkan secara dekat sebagai model kekuasaan dan otoritas, yang seharusnya mempunyai sedikit pengasuhan terhadap anaknya. Selain itu, ayah dilihat sebagai pencari nafkah, dihormati tetapi ditakuti oleh anak-anak.

  Parsons dan Bales (dalam Skolnick & Skolnick, 1983) menggunakan perspektif tradisional yang melihat laki-laki dalam keluarga sebagai figur yang bertanggung jawab pada keluarga sedangkan ibu lebih sebagai “pemberi kasih sayang” di rumah. Tanggung jawab laki-laki pada keluarganya berkaitan dengan dunia luar atau pekerjaan.

  Walaupun perspektif tradisional memandang ayah sebagai pencari nafkah, perspektif modern tidak beranggapan seperti itu. Perspektif modern melihat bahwa ketika ayah ikut berperan dalam pengasuhan anaknya maka anaknya akan memiliki identitas peran seks, performansi akademis, dan perkembangan sosial yang baik.

  Di Jawa sendiri, menurut Geertz (1983), pola pengasuhan yang diterapkan termasuk pola asuh yang otoriter. Dapat dikatakan demikian sebab dalam nilai-nilai kejawen anak diharapkan mematuhi harapan-harapan atau keinginan-keinginan orang tuanya, pandai mengendalikan diri dan sopan. Jika anak tersebut tidak melakukannya atau tidak memenuhi harapan orang tuanya maka orang tua akan menghukumnya. Bahkan hukuman yang diterima anak tersebut berkisar dari tatapan ancaman atau peringatan tajam untuk dipermalukan di depan orang lain, dari cubitan hingga pukulan walaupun jarang terjadi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  5 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gambaran figur ayah pada anak-anak merupakan hal menarik dan cukup penting untuk diketahui.

  Terkait hal tersebut, peneliti ingin mengetahui tentang gambaran figur ayah di Yogyakarta saat ini mengingat bahwa Yogyakarta merupakan salah satu pusat kebudayaan Jawa dan di dalamnya berlaku perspektif tradisional.

  Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak usia enam hingga sebelas tahun atau anak usia pertengahan. Subjek tersebut dipilih sebab anak dalam usia pertengahan telah mampu untuk mempersepsikan orang-orang disekitarnya termasuk orang tua. Pernyataan ini didukung oleh Santrock (1995) yang menyatakan bahwa pada masa usia pertengahan ini anak-anak dan orang tua akan saling memberi cap. Mereka akan bereaksi satu sama lain tidak hanya atas dasar perilaku mereka di masa lampau tetapi juga berdasarkan atas bagaimana mereka menginterpretasikan perilaku dan harapan-harapan mereka atas perilaku-perilaku tersebut.

  Data dalam penelitian ini diperoleh melalui dokumen yang berupa respon terhadap tes proyektif story telling Children’s Apperception Test atau C.A.T. Teknik story telling dipilih sebab berdasarkan observasi pelaksanaan praktikum C.A.T, para subjek yaitu anak cukup lancar dalam bercerita.

  Disamping itu, tes C.A.T dipilih karena anak dapat merasa lebih nyaman dengan menunjukkan perasaannya melalui figur yang ada di gambar daripada jika anak diminta untuk menggambarkan dirinya atau figur-figur yang ada di dalam keluarga atau lingkungannya secara langsung (Bellak & Abrams, 1997).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  6 B.

   Rumusan masalah

  Bagaimana persepsi anak di Yogyakarta terhadap figur ayah berdasarkan hasil C.A.T

  C. Tujuan Penelitian

  Mengetahui gambaran persepsi anak di Yogyakarta terhadap figur ayah berdasarkan hasil C.A.T.

  D. Manfaat Penelitian 1.

  Menambah khazanah ilmu pengetahuan di bidang Psikologi Perkembangan khususnya mengenai persepsi anak di Yogyakarta terhadap figur ayah berdasarkan hasil C.A.T.

  2. Menambah pengetahuan atau wawasan pada masyarakat umum (orang tua) tentang persepsi seorang anak terhadap figur orang tua khususnya figur ayah. Wawasan atau pengetahuan yang didapat tersebut, kemudian dapat dijadikan sebagai pertimbangan atau pedoman oleh orang tua dalam mengasuh anak-anak.

  3. Melalui penelitian ini dapat ditunjukkan kegunaan dari C.A.T untuk penelitian, khususnya untuk meneliti persepsi anak terhadap figur orang tua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II DASAR TEORI A. Persepsi Persepsi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah persepsi

  terhadap figur ayah. Persepsi terhadap figur ayah digali dengan menggunakan teknik proyektif yaitu C.A.T. Dalam C.A.T persepsi yang dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman masa lampau atau pengalaman sebelumnya dan bersifat subjektif disebut sebagai apersepsi (Bellak & Abrams, 1997).

  Apersepsi menurut Kant, merupakan penyatuan persepsi. Dengan apersepsi, persepsi-persepsi yang disatukan disebut sebagai diri yang sadar atas diri mereka dalam berbagai saat atau waktu. Persepsi-persepsi tersebut dipersatukan merujuk pada objek-objek eksternal yang terdapat dalam satu dunia. Selain itu, menurutnya persepsi hanya merupakan suatu objek tunggal sedangkan apersepsi berkaitan dengan persepsi dan dunia (Monroe, 1911).

  Apersepsi menurut Bellak dan Abrams (1997) merupakan suatu proses yang mana pengalaman-pengalaman baru diasimilasikan atau disesuaikan dan ditransformasikan atau dirubah bentuknya oleh endapan pengalaman masa lampau individu menjadi suatu bentuk keseluruhan yang baru. Apersepsi merupakan proses dinamis yang terjadi pada individu dalam memberikan interpretasi terhadap hasil persepsi. Interpretasi yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  8 diberikan tersebut merupakan interpretasi yang dinamis dan penuh makna dari individu terhadap suatu persepsi (Edwin & Bellak, 1959).

B. Anak Usia Pertengahan

  Anak-anak pada masa tahun-tahun sekolah dasar ini berkisar antara usia enam hingga sebelas tahun. Dalam tahun-tahun ini, anak sudah memiliki ketrampilan-ketrampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung. Selain itu, anak juga mulai secara formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas beserta kebudayaannya.

  Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, anak-anak pada masa tahun sekolah dasar masuk dalam tahap operasional konkret. Dalam tahap ini anak dapat menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah yang konkret. Anak juga dapat berpikir lebih logis karena mereka pada masa ini telah dapat mengambil berbagai aspek dari situasi tersebut ke dalam pertimbangan-pertimbangannya walaupun masih dibatasi untuk berpikir tentang situasi yang sebenarnya pada saat itu saja. Kemampuan atau pemahaman yang lebih baik ini dapat ditunjukkan lewat tugas konservasi, yaitu mengenai kesamaan volume isi tanpa terpengaruhi perubahan wadah. Hal ini disebabkan karena anak sudah mampu mengkoordinasikan beberapa karakteristik sekaligus dan tidak lagi hanya berfokus pada elemen tunggal dari sebuah objek. Selain itu, anak dalam tahap ini mampu menggolongkan atau mengklasifikasikan benda ke dalam kelompok yang berbeda-beda dan memahami relasi antar benda tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  9 Di samping itu, anak-anak dengan tahap operasional konkret ini mampu untuk memahami keterhubungan antara kumpulan dan sub kumpulan, seriation dan transivity. Memahami keterhubungan antara kumpulan dan sub kumpulan dapat ditunjukkan ketika seorang anak dapat melihat seseorang dengan peran yang berbeda dalam saat bersamaan, misalnya seorang laki-laki yang dapat berperan sebagai ayah, saudara, anak dan cucu. Seriation merupakan kemampuan anak untuk mengurutkan stimuli sepanjang dimensi kuantitatif seperti panjang. Transivity adalah kemampuan untuk memikirkan relasi gabungan secara logis, yang berarti jika ada relasi objek yang pertama dan kedua, dan ada relasi antara objek kedua dan ketiga, maka pasti ada relasi antara objek pertama dan ketiga.

  Masih dalam area kognitif, pemrosesan dan penyimpanan informasi pada anak dalam usia pertengahan ini semakin berkembang atau mengalami kemajuan. Selain itu juga terjadi peningkatan dalam waktu reaksi dan kecepatan memproses tugas. Pemrosesan yang makin cepat dan efisien ini meningkatkan jumlah informasi yang dapat diproses di memori kerja anak. Hal ini membuat anak memiliki kemungkinan mengingat yang lebih baik dan memiliki pemikiran ke level yang lebih tinggi serta kompleks (Papalia, et al., 2010).

  Berkaitan dengan emosi, anak dengan tahun sekolah dasar lebih baik dalam hal mengatur emosi mereka. Tahap ini memberikan kesempatan anak untuk belajar mengatur emosi mereka dalam macam- macam pengalaman yang disediakan oleh orang tua mereka. Pengalaman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  10 tersebut antara lain seperti apakah orang tua memberikan kesempatan pada anaknya untuk menjadi semakin emosional atau untuk menjadi tenang, serta apakah yang anak pelajari dari konsekuensi yang mereka terima dari emosi yang ditunjukkannya seperti, apakah yang terjadi ketika aku marah dengan tantrum atau saat aku hanya menggunakan kata-kata. Ketika orang tua menjadi distress pada emosi negatif anak-anaknya dan menghukumnya, maka sebagai akibatnya nantinya anak akan berekspresi lebih marah dan menampakkan sikap bermusuhan serta mempunyai masalah perilaku yang lebih banyak dan rendahnya fungsi sosial di sekolah (Eisenberg, Fabes, et al.; Fabes, Leonard, et al.,dalam Bukatko, 2008). Di sisi lain, ketika orang tua memberikan pengarahan yang mendukung ekspresi emosi anak, seperti dengan membantu anak untuk berbicara tentang apa yang mereka rasakan dan memberi saran atau jalan keluar tentang emosinya, maka anak akan menjadi lebih baik dalam menenangkan diri mereka dan mengatur emosi negatif mereka (Gottman, Katz, & Hooven dalam Bukatko, 2008).

  Nada interaksi yang digunakan ketika berinteraksi dengan orang tua juga ikut berperan. Nancy Eisenberg dan koleganya, dalam buku Bukatko (2008) ini menyatakan bahwa ibu dengan ekspresi emosi yang positif mempunyai anak yang lebih baik atau lebih dapat mengatur emosi mereka dan juga sebaliknya.

  Kecenderungan seorang anak untuk mengekspresikan emosinya juga dipengaruhi oleh budaya dimana ia dibesarkan. Sebagai contoh, anak-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  11 anak Amerika cenderung untuk tersenyum lebih banyak daripada anak- anak China sewaktu bayi (Camras et al., dalamBukatko, 2008) sedangkan sisi lain dari spektrum emosional, anak-anak China lebih baik dalam mengidentifikasi ketakutan dan situasi sedih dari anak-anak Amerika, dan mereka lebih sedikit menangis (Borke; Camras et al.,dalamBukatko, 2008). Perbedaan ini dapat merefleksikan penggabungan dari kepercayaan budaya tentang emosi.

  Selama masa tahun-tahun sekolah ini, hubungan antara orang tua dan anak tidak lagi satu sisi. Orang tua sekarang mulai menerapkan pengasuhan yang lebih bebas, khususnya saat anak memasuki sekolah. Para orang tua dan anak mulai untuk bernegosiasi seperti membuat keputusan dan memecahkan masalah keluarga.

C. The Children’s Apperception Test (C.A.T)

  The Children’s Apperception Test atau yang sering disingkat

  sebagai C.A.T adalah sebuah metode proyektif untuk melihat kepribadian seseorang dengan melihat makna dari dinamika individual differences dalam persepsi yang dibentuk berdasarkan stimulus yang terstandar (Abram, 1993a, 1995; Bellak & Siegel, 1989; Boekholt, 1993 dalam Bellak & Abrams, 1997). C.A.T juga merupakan salah satu bentuk dari tes proyektif yang berdasarkan pada hipotesis projective dari Freud.

  Istilah tes proyektif mengacu pada konsep projection oleh Sigmund Freud yang diartikan sebagai suatu mekanisme psikologi yang digunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  12 seseorang untuk mengarahkan perasaannya kepada dunia luar tetapi mengimajinasikan perasaan-perasaannya tersebut diekpresikan oleh dunia luar terhadap dirinya. Tes proyektif ini merupakan tes dengan stimulus yang ambigu dan tidak terstruktur yang bertujuan agar seseorang dapat mengekspresikan keinginan, kecemasan dan konflik yang dimilikinya.

  C.A.T dibuat dengan tujuan untuk memahami hubungan atau relasi antara anak dengan figur-figur penting atau significant other beserta dorongan-dorongannya. Alat tes yang terdiri dari sepuluh gambar ini juga dibuat untuk memperoleh respon-respon yang berkaitan dengan masalah

  oral, persaingan saudara kandung dan hubungan atau relasi antara anak

  dan orang tua sebagai pasangan, agresi, penerimaan orang dewasa, kesendirian yang berkaitan dengan masturbasi, toilet training, bagaimana orang tua merawat dan bagaimana responnya. Berdasarkan hal tersebut maka diharapkan dapat mengetahui pertahanan diri anak dan bagaimana cara ia bereaksi dan menangani masalah. Secara klinis, C.A.T juga berguna untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang mungkin dapat berhubungan dengan perilaku anak di dalam suatu kelompok, sekolah atau rumah.

  Untuk melakukan interpretasi terhadap respon cerita C.A.T, maka digunakan analisis tematik yang bertujuan untuk memecah tema menjadi tiga tema, yaitu :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  13 1.

  Tema deskriptif Yaitu ringkasan makna dari cerita dan disajikan kembali dalam bentuk yang singkat dan dengan kata-kata yang sederhana.

2. Tema interpretif

  Tema interpretif ini berupa arti umum cerita 3. Tema diagnostik

  Tema diagnostik ini dapat memberitahukan masalah psikologi yang muncul dalam cerita tersebut (Bellak & Abrams, 1997) Dalam proses analisis C.A.T, juga sering digunakan Bellak scoring system untuk mendapatkan interpretasi secara lebih cermat dan lengkap.

  

Bellak scoring system ini terdiri dari sepuluh variabel yang terdiri dari:

1.

  Tema utama Tema utama berisi uraian yang sama dengan tema interpretif.

  2. Hero utama Hero utama dalam cerita adalah seseorang atau orang yang paling banyak berbicara atau diceritakan serta pikiran dan perasaan yang paling sering dibahas atau diceritakan.

  3. Kebutuhan dan dorongan utama hero Dalam variabel yang ketiga ini terdapat tiga tipe data, meliputi:

  a) Behavioral needs, yang ditunjukkan dalam perilaku dan didalamnya terdapat dynamic inference atau kesimpulan dinamis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  14

  b) Figur atau objek yang dilibatkan. Objek yang dimaksud adalah alat – alat yang muncul dalam cerita walaupun tidak digunakan untuk memuaskan kebutuhan.

  c) Figur atau objek yang diabaikan. Figur atau objek yang diabaikan meliputi mereka yang nampak jelas di dalam gambar tetapi tidak disebutkan dalam cerita.

  4. Konsep tentang lingkungan atau dunia.

  Konsep ini berisi tentang realitas yang dialami seseorang.

  5. Figur dilihat sebagai Variabel yang kelima ini mengungkap sikap tokoh utama kepada orang-orang yang lebih tua, sebaya dan lebih muda atau orang-orang yang lebih kecil atau inferior serta berisi tentang reaksi seseorang terhadap persepsinya.

  6. Konflik-konflik yang menonjol Melalui variabel ini, dapat melihat konflik-konflik yang muncul dan juga pertahanan diri seseorang dalam menghadapi atau menyikapi konflik tersebut. Konflik yang muncul bisa antara superego dan dorongan-dorongan lain atau bisa saja antar dorongan-dorongan.

  7. Asal kecemasan Kecemasan (pada tokoh utama) dapat muncul secara langsung maupun secara tidak langsung atau implisit. Kecemasan ini muncul biasanya karena adanya dorongan-dorongan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  15 dirasa tidak diterima oleh lingkungan, misalnya kecemasan mendapat hukuman, kehilangan kasih sayang, menjadi kekurangan, dll.

  8. Mekanisme pertahanan diri Dalam menghadapi konflik yang muncul subjek akan memberikan reaksi-reaksi tertentu. Reaksi-reaksi tertentu atau usaha subjek dalam menghadapi konflik tersebut merupakan mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh subjek.

  9. Kuatnya superego Adekuasi ego ditunjukkan oleh bagaimana tokoh mendapatkan akibat dari tindakannya.

  10. Integrasi ego Menunjukkan seberapa baik fungsi seseorang, seberapa seseorang dapat mengkompromikan kebutuhan atau dorongan dengan tuntutan realita atau superego di sisi lain.

D. Teori Object Relation

  Teori object relation menjadi dasar pikiran dari variabel Bellak nomor lima, yaitu pandangan dan reaksi terhadap figur-figur penting.Teori

  object relation merupakan perkembangan dari teori psikoanalisis yang

  lebih berfokus pada hubungan atau relasi dengan objek-objek misalnya ibu, daripada dorongan-dorongan insting (Schultz, Duane & Schultz, Sydney Ellen, 1998). Dalam asesmen proyektif, teori object relation ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  16 penting sebab menurut Melanie Klein, W.R.D. Fairbairn, inner image seorang anak terhadap keluarganya akan menciptakan suatu persepsi pada anak terhadap figur-figur di keluarganya. Persepsi anak terhadap keluarganya tersebut kemudian mempengaruhi hubungan atau relasinya terhadap orang lain di luar keluarganya. Hubungan atau relasi dengan orang lain tersebut kemudian akan menjadi pola yang terus diulang sehingga menetap pada diri seorang anak. Dengan kata lain, hubungan dengan individu atau orang lain merupakan hal yang penting dalam mendefinisikan kepribadian dan self dibentuk secara sosial melalui interaksi interpersonal (Friedman, Howard. S & Schustack, Miriam. W, 2008). Teori object relation mengatakan bahwa faktor sosial dan lingkungan mempengaruhi kepribadian. Dalam hubungannya dengan figur-figur anggota keluarganya, anak akan melakukan internalisasi objek, yaitu anak melakukan introyeksi yang berarti anak memasukkan aspek eksternal kemudian mengolahnya menjadi rangka kerja yang bermakna secara psikologis (Feist, Jess & Feist, Gregory. J, 2009).

  Dalam variabel Bellak, object relation mengungkap bagaimana tokoh utama atau hero dalam cerita berelasi dengan karakter figur ayah, ibu, sebaya atau saudara kandung dan orang yang lebih kecil. Selain itu, mengungkapkan juga tentang macam atau tipe kepribadian dari masing- masing karakter yang diceritakan dan kualitas interaksi dengan hero.

  Menurut Westen (dalam Bellak & Abrams, 1997), terdapat empat pendekatan skoring Westen tentang object relation, yaitu complexity of

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  17

  representations of people, affect tone of relationship paradigms, capacity of emotional investment in relationship and moral standards dan understanding of social causalty .

  Berkaitan dengan penelitian ini, maka pendekatan skoring Westen yang sesuai adalah pendekatan complexity of representations of people.

  Dalam pendekatan ini, internalisasi diri dan representasi objek semakin berkembang menjadi lebih terpisah dan terdiferensiasi dari satu sama lain sejalan dengan perkembangan anak menuju dewasa. Kapasitas anak untuk merepresentasikan secara mental suatu self image dan suatu image orang lain juga berkembang menjadi lebih kompleks. Perasaan-perasaan ekstrim mengenai diri dan representasi objek yang “semua baik” dan “semua buruk” serta perasaan yang ekstrim tentang cinta dan benci menjadi lebih terdiferensiasi dari karakter-karakter cerita dan meningkat menjadi individu yang dapat melihat dirinya dan orang lain sebagai individu yang seimbang, memiliki kualitas yang beraneka segi dan pengalaman- pengalaman subjektif.

  E. Figur Ayah Bagi Anak-anak di Yogyakarta 1. Keluarga Jawa

  Di masyarakat Jawa, dimana kota Yogyakarta termasuk didalamnya, mempunyai pola pengasuhan yang berbeda antara laki- laki dan perempuan. Dalam mengasuh anak laki-laki, mereka memberi kesempatan anak laki-laki untuk mempunyai cita-cita yang tinggi dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  18 mampu untuk mencari nafkah. Hal ini membuat anak laki-laki dibebaskan dari pekerjaan atau tugas-tugas rumah tangga. Pengasuhan semacam ini mengakibatkan anak laki-laki tidak memiliki ketrampilan praktis untuk mengelola rumah. Berbeda dengan anak perempuan, orang tua mendidik mereka untuk dipersiapkan menjadi seorang ibu dan istri yang berbakti bagi suaminya nanti (Handayani & Ardhian, 2008).

  Dipendidikan keluarga dalam kultur Jawa, didikan tersebut selalu menuntut anak untuk mampu menahan dorongan hati serta menunda pemuasan dorongan hati. Sedari kecil para orang tua akan mengajarkan pada anak-anaknya dalam mempergunakan sikap-sikap hormat. Anak akan diajarkan untuk memiliki rasa wedi pada orang yang harus dihormati. Setelah anak memiliki rasa wedi, maka anak diajarkan untuk memiliki rasa isin yang artinya malu dan merasa bersalah. Menurut pendidikan keluarga dalam kultur Jawa, setelah anak diajarkan untuk tahu malu dan kemudian mempunyai malu merupakan langkah awal untuk mendidik anak menuju ke kepribadian Jawa yang matang.

  Ketika anak sudah memasuki usia lima tahun maka ia sudah mengerti konteks-konteks mana yang harus membuat ia merasa isin.

  Selanjutnya, menurut Hildred Geerzt (dalam Handayani & Ardhian, 2008), perasaan sungkan yang berarti rasa hormat yang sopan pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  19 atasan atau sesama yang belum dikenal merupakan perasaan yang hendaknya tidak dicegah.

  Dalam hubungan dengan saudara-saudaranya, keluarga Jawa mengajarkan akan kerukunan. Kerukunan dalam hal ini mengacu pada menjaga hubungan yang harmonis, yaitu mampu mencegah segala kelakuan yang dapat menimbulkan konflik atau pertikaian dengan sesama sehingga tercipta suatu kedamaian. Adapun ajaran tentang kerukunan tersebut, lantas tidak berarti bahwa seseorang menomor duakan hak-hak dan kepentingan pribadinya. Seseorang masih dapat mengalami pertentangan dalam dirinya mengenai kepentingannya namun harus diselesaikan dengan halus dan tidak agresif serta tidak ada konfrontasi emosional yang terbuka. Dengan kata lain, masyarakat Jawa menuntut seseorang untuk selalu dapat mengontrol diri, membawa diri dengan sopan, tenang dan rukun (Handayani & Ardhian, 2008).

  2. Figur Ayah dalam Keluarga Jawa