HUBUNGAN PERAN AYAH TERHADAP PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA DI MAN YOGYAKARTA I

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

Erna Rahmawati Wibawanti

20120320118

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA DI MAN

YOGYAKARTA I

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

Erna Rahmawati Wibawanti

20120320118

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii NIM : 20120320118

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 10 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,

Tanda Tangan


(4)

iv

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan karya tulisi lmiah (KTI) dengan judul “Hubungan Peran Ayah terhadap Pemenuhan Tugas Perkembangan Remaja di MAN Yogyakarta I”. KTI ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam penyusunan KTI ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua saya, Kamaruddin, S.H dan Sri Wahyuni Sulistyowati, S.Sn yang telah memberikan dukungan moril dan materil untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2. Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.kep., Sp.Mat., HNC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan dan menyusun karya tulis ilmiah.

3. Falasifah Ani Yuniarti, S.Kep., Ns., MAN., HNC selaku dosen penguji karya tulis ilmiah ini.

4. Rahmah, M.Kep., Ns., Sp.Kep., An selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, nasihat, motivasi serta meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan penelitian ini.


(5)

v

7. Aa Afif Vewinco, S.Kom yang menyempatkan waktunya pada sidang

proposal dan telah memberikan dukungan, do‟a, serta menemani jarak jauh

menyelesaikan tugas akhir saya.

8. Sahabat saya sejak SMP Ika Sulistyowati (Kasoh) kapan sidang?. Sahabat saya di kampus Jeng Desay, Jeng Denok dan Jeng Juliana “aku sayang

kalian”.

9. Wijay, Ahid ndutt, Dimdim, Mba‟ Wahyu, Babang Chibo, anak tunggal Zamzam, super sibuk pak‟dhe Rifky, si kurus Ilham, si aa Erick “pasukan

luar biasa”

10. Teman-teman PSIK 2012, Inda Resky Auliya “terimakasih”, dan semua pihak yang telah membantu penyusunan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini tidak luput dari kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penelitian ini, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan di lapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Yogyakarta, 10 Agustus 2016 Peneliti


(6)

vi

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRACT ... xiii

INTISARI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... A. Landasan Teori 1. Remaja... a. Pengertian Remaja ... 10

b. Karakteristik Remaja ... 10

c. Aspek-Aspek Perkembangan pada Remaja ... 13

2. Tugas Perkembangan Remaja ... a. Pengertian Tugas Perkembangan Remaja ... 15

b. Tujuan Tugas Perkembangan Remaja ... 15

c. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja ... 17

d. Masalah yang Terkait dengan Pemenuhan Tugas Perkembangan Remaja ... 20

e. Faktor yang Mempengaruhi Tugas Perkembangan Remaja ... 21

3. Keluarga ... a. Pengertian Keluarga ... 28


(7)

vii

BAB III METODE PENELITIAN ...

A. Desain Penelitian ... 37

Populasi dan Sampel ... 37

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

C. Variabel Penelitian ... 39

D. Definisi Oprasional ... 40

E. Instrumen Penelitian ... 41

F. Cara Pengumpulan Data ... 44

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 46

1. Uji Validitas ... 46

2. Uji Reliabilitas ... 47

H. Pengolahan dan Metode Analisis Data ... 48

I. Etika Penelitian ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Hasil Penelitian ... 53

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

2. Karakteristik Demografi Responden ... 54

a. Jenis Kelamin ... 55

b. Usia ... 55

3. Analisis Univariat ... 56

a. Tugas Perkembangan Remaja ... 56

b. Peran Ayah ... 58

c. Hubungan antara Peran Ayah dengan Tugas Perkembangan ... 59

4. Analisis Bivariat ... 60

a. Hubungan Peran Ayah terhadap Pemenuhan Tugas Perkembangan Remaja di MAN Yogyakarta I ... 60

B. Pembahasan ... 61

1. Karakteristik Responden ... 61

a. Jenis Kelamin ... 61

b. Usia ... 63

2. Tugas Perkembangan Remaja ... 64

3. Peran Ayah ... 65

4. Hubungan Peran Ayah dengan Pemenuhan Tugas Perkembangan Remaja di MAN Yogyakarta I ... 66

C. Kekuatan dan Kelemahan ... 69

1. Kekuatan ... 69


(8)

viii

A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN ...


(9)

ix

Tabel 3. Kisi-kisi kuesioner peran ayah ... 43 Tabel 4. Interpretasi Nilai r ... 47 Tabel 5. Intrepetasi uji hipotesis korelatif Spearman Rho ... 51 Tabel 6. Distribusi Hasil Penilaian Tugas Perkembangan Remaja

di MAN Yogyakarta I (n=91) ... 56 Tabel 7. Distribusi Hasil Penilaian Peran Ayah

di MAN Yogyakarta I (n=91) ... 58 Tabel 7. Distribusi Cross Table Hubungan Tugas Perkembangan Remaja

dengan Peran Ayah ... 59 Tabel 8. Distribusi Hasil Hubungan Peran Ayah terhadap Pemenuhan


(10)

x

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian ... 34 Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian ... 35 Gambar 3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden

di MAN Yogyakarta I ... 55 Gambar 4. Distribusi Frekuensi Usia Responden di MAN Yogyakarta I ... 55 Gambar 5. Distribusi Tugas Perkembangan Remaja di MAN Yogyakarta I ... 57 Gambar 6. Distribusi Peran Ayah dalam Pemenuhan


(11)

(12)

xii Lampiran 1 Surat Izin Survei Pendahuluan

Lampiran 2 Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 4 Kisi-Kisi Kuesioner

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian Lampiran 6 Surat Ijin Uji Validitas

Lampiran 7 Surat Keterangan Kelayakan Etika Penelitian

Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian ke Dinas Perizinan Kota Yogyakarta Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta


(13)

(14)

Development of Adolescents In MAN YOGYAKARTA I Erna Rahmawati Wibawanti¹, Rahmah²

¹Nursing Science Student, Faculty of Medicine and Health Sciences, ²Lecture of Nursing Sicience, Faculty of Medicine and Health Sciences

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: The adolescence called the transition from puberty to adulthood. The age of the adolescence there is a certain developmental tasks must be filled. Adolescent developmental task is a clue that allows one to understand and comprehend what is expected or demanded by other people and the environment against someone in their teens. In fulfillment of tasks of adolescent development requires the role of parents, especially fathers.

Objective: The purpose of this study was to examines the relationship between the father's role on the fulfillment of tasks of adolescent development at MAN Yogyakarta I.

Methodology: This type of study is non-experimental and cross sectional approach. The sample taken by random sampling of students of class X and class XI MAN Yogyakarta 1 as many as 91 students. This study was conducted in April 2016. The data were collected using a questionnaire. The statistical of this study was tested by using the Rank-Spearman with significance level of p <0.05.

Result: The study showed that the adolescent developmental tasks most students 59 respondents (64.8%) in the category of enough. the father's role most of the 45 respondents (49.5%) in the category of good. Statistical analysis showed there is a relationship to the father's role in the fulfillment of tasks of adolescent development MAN Yogyakarta I with r = 0.692 and p = 0.000 (p <0.05).

Conclusion: The adolescent which can carry out the task of the development of good will pass the adolescent years smoothly. The father’s role that good much -needed by adolescent in carrying out the task of development.


(15)

Nursing Sicience, Faculty of Medicine and Health Sciences Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: The adolescence called the transition from puberty to adulthood. The age of the adolescence there is a certain developmental tasks must be filled. Adolescent developmental task is a clue that allows one to understand and comprehend what is expected or demanded by other people and the environment against someone in their teens. In fulfillment of tasks of adolescent development requires the role of parents, especially fathers.

Objective: The purpose of this study was to examines the relationship between the father's role on the fulfillment of tasks of adolescent development at MAN Yogyakarta I.

Methodology: This type of study is non-experimental and cross sectional approach. The sample taken by random sampling of students of class X and class XI MAN Yogyakarta 1 as many as 91 students. This study was conducted in April 2016. The data were collected using a questionnaire. The statistical of this study was tested by using the Rank-Spearman with significance level of p <0.05.

Result: The study showed that the adolescent developmental tasks most students 59 respondents (64.8%) in the category of enough. the father's role most of the 45 respondents (49.5%) in the category of good. Statistical analysis showed there is a relationship to the father's role in the fulfillment of tasks of adolescent development MAN Yogyakarta I with r = 0.692 and p = 0.000 (p <0.05).

Conclusion: The adolescent which can carry out the task of the development of good will pass the adolescent years smoothly. The father’s role that good much-needed by adolescent in carrying out the task of development.


(16)

Perkembangan Remaja di MAN Yogyakarta I

Erna Rahmawati Wibawanti¹, Rahmah²

¹Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY, ²Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar Belakang: Masa remaja disebut masa peralihan dari masa pubertas menuju dewasa. Usia remaja terdapat tugas perkembangan tertentu yang harus dipenuhi. Tugas perkembangan remaja adalah suatu petunjuk yang memungkinkan seseorang mengerti dan memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat dan lingkungan lain terhadap seseorang dalam usia remaja. Dalam pemenuhan tugas perkembangan remaja memerlukan peranan orangtua terutama seorang ayah.

Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara peran ayah terhadap pemenuhan tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I. Metode: Jenis penelitian ini adalah non-eksperimental dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil dengan cara random sampling yaitu siswa kelas X dan kelas XI MAN Yogyakarta I sebanyak 91 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2016. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Uji statistik menggunakan rank spearman dengan taraf signifikan p < 0,05.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tugas perkembangan remaja sebagian besar siswa 59 responden (64,8%) dalam kategori cukup. Peran ayah sebagian besar 45 responden (49,5%) dalam kategori baik. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan peran ayah terhadap pemenuhan tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I dengan nilai r=0,692 dan p=0,000 (p < 0,05).

Kesimpulan: Remaja yang dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik akan melewati masa remajanya dengan lancar. Peran ayah yang baik sangat dibutuhkan remaja dalam melaksanakan tugas perkembangannya.


(17)

1

Remaja adalah individu yang benar-benar berada dalam kondisi perubahan yang menyeluruh menuju ke arah kesempurnaan, sehingga remaja digolongkan pada individu yang sedang tumbuh dan berkembang (Yusuf, 2011). Pada masa remaja ini terdapat tiga subfase: masa remaja awal (11 tahun sampai 14 tahun), masa remaja pertengahan (15 tahun sampai 17 tahun), dan masa remaja akhir (18 tahun sampai 20 tahun) (Potter dan Perry, 2010). Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 15 tahun sampai 24 tahun (Sarwono, 2011).

Menurut Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013 sampai dengan tahun 2021, proyeksi penduduk menurut kelompok umur khusunya remaja pada tahun 2015 dengan jumlah; usia 15 sampai 19 tahun sebanyak 200,5. Remaja usia 20 sampai 24 tahun sebanyak 282,5. Proyeksi penduduk terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Usia remaja merupakan masa perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Potter dan Perry, 2010). Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi remaja dan orangtua sebab selama masa perubahan tersebut remaja akan mengalami ketidakstabilan. Pada fase remaja ini, mereka memiliki tugas perkembangan yang harus dilaksanakan. Tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu. Apabila tugas perkembangan dapat berhasil


(18)

dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya.

Tugas perkembangan dalam fase remaja adalah sebagai berikut; menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya, mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang mempunyai otoritas, mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain baik secara individual maupun kelompok, menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya, menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri, memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atau dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup (Weltanschauung), dan mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan (Yusuf, 2011).

Remaja yang dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik, tentunya akan mampu melewati masa remajanya dengan lancar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemenuhan tugas perkembangan remaja agar berjalan dengan baik yaitu, lingkungan sosial, gambaran citra tubuh, motivasi, pengetahuan, kepribadian, kesempatan, bimbingan, kreatifitas, pemenuhan tugas perkembangan tahap sebelumnya, dan dukungan keluarga (Hurlock, 1980).

Pemenuhan tugas perkembangan remaja dipengaruhi oleh faktor yang berkaitan dengan keluarga seperti, bimbingan dan dukungan keluarga. Ali bin


(19)

Rasulullah. Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun), perlakukan anak sebagai raja. Rasulullah menyuruh untuk memanjakan, mengasihi dan menyayangi anak dengan kasih sayang yang tidak berbatas. Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), perlakukan anak sebagai tawanan. Rasulullah meminta untuk mulai menanamkan disiplin kepada anak dengan cara mengajarkan dan menyuruh sholat. Apabila umurnya sudah sepuluh tahun, seorang ayah boleh memukul (yang tidak menyakiti) anaknya jika enggan mengerjakan sholat (Rivah, 2011).

Dalam hal pendidikan seks, Rasulullah juga meminta agar orangtua

memisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan perempuan karena berdampak pada perkembangan psikologi. Anak yang sudah besar perlu ada pemisahan tempat tidur, karena bisa membahayakan bagi perkembangan jiwanya, apalagi masa-masa pubertas bagi anak dimana anak mulai mengenal seks (Rivah, 2011).

Dari Umar Ibn Shuaib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata; Rasulullah bersabda;

Suruhlah anak-anak kalian berlatih shalat sejak mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka jika meninggalkan shalat pada usia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka (sejak usia 10 tahun)”. (HR. Abu Dawud).

Kelompok 7 tahun ketiga (usia 15-21 tahun), perlakukan anak sebagai

sahabat. Mendidik anak dengan cara menjadikannya sahabat dalam

berdiskusi, mengajaknya ikut dalam membincangkan masalah keluarga dan diberikan tanggungjawab dalam hal tertentu di rumah. Umur lebih 21 tahun orangtua sudah boleh melepaskan anaknya untuk belajar menempuh hidup


(20)

akan tetapi tetap melihat perkembangannya dan memberikan nasihat serta peringatan-peringatan apabila anak tersalah atau terlupa (Rivah, 2011).

Keluarga sebagai kelompok merupakan suatu wadah yang anggotanya saling berinteraksi dan akan berpengaruh terhadap yang lainnya (Nurbayani, 2012). Salah satu anggota keluarga yang dapat berperan dalam membantu tugas perkembangan remaja agar berjalan dengan baik adalah seorang ayah. Peran ayah memang dirasakan benar-benar penting dan tidak kalah pentingnya dibandingkan peran ibu (Lamb dalam Arinda, 2007). Besarnya partisipasi ayah masa kini tampak semakin besar dan sudah dapat dimulai sejak masa bayi (Atmowidirjo dalam Susetyo, dkk., 2012).

Kualitas hubungan antara ayah dengan anak berhubungan erat dengan fungsi intelektual dan kemampuan akademik anak. Peran ayah dalam kehidupan remaja menunjukkan bahwa ayah yang terlibat dalam kehidupan remaja, terutama dalam pendidikan dan pergaulannya akan meningkatkan kemampuan remaja dalam pendidikan dan kemampuan sosial. Dalam

Al-Qur‟an banyak kisah-kisah yang menceritakan besarnya peran ayah dalam mengasuh anak. Allah SWT berfirman;

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar,” (QS. Luqman (31) ayat 13).

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad SAW bersabda; “Seorang ayah yang mendidik anak-anaknya adalah lebih baik daripada bersedekah sebesar 1 sa’ di jalan Allah”.


(21)

Anak yang miskin akan peran ayahnya, dalam perkembangannya akan mendapatkan gangguan-gangguan atau ketidakseimbangan, terutama berkaitan dengan peran jenis kelamin terhadap dirinya (Gottman dan DeClaire dalam Arinda, 2007). Bahkan bagi anak laki-laki, ciri maskulinnya (ciri-ciri kelakian) dapat menjadi kabur. Dalam suatu survey di Amerika Serikat (Nesbitt, 2012), lemahnya atau ketiadaan ayah atau figur ayah yang menggantikannya maka dalam keseharian hidup anak akan berhubungan dengan perilaku tidak adaptif atau perilaku nakal (delinquency) pada anak.

Kegagalan remaja untuk mengisi atau menuntaskan tugas perkembangan ini akan berdampak tidak baik bagi diri remaja (Yusuf, 2011). Dampak yang timbul adalah mereka akan mengembangkan perilaku menyimpang (delinquency), melakukan kriminalitas, atau menutup diri dari masyarakat. Lebih dari 2 juta remaja Indonesia ketagihan narkoba dan lebih 8000 remaja terdiagnosis pengidap AIDS. Fakta kenakalan remaja di Kota Yogyakarta seperti tawuran, pembuatan bom molotov, pembacokan, perampokan, dan perampasan (Harian Jogja, Januari 2014, Maret 2014, Oktober 2014, Januari 2015, Februari 2015, dan April 2015).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 12 Juni 2015 dilakukan di MAN Yogyakarta I. Hasil wawancara dengan guru ketertiban bahwa kenakalan remaja yang sering terjadi berupa keterlambatan, melanggar peraturan menggenai penggunaan seragam


(22)

sekolah, mencontek, perkelahian antar pelajar dengan sekolah yang berbeda dan bolos sekolah akibat konflik dengan orangtua. Studi pendahuluan ke dua yang dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2015 didapatkan hasil wawancar 6 dari 7 siswa mengakui lebih nyaman dengan ibu daripada ayahnya ketika ingin mengungkapkan sesuatu. Mereka merasakan bahwa ibu lebih perhatian daripada ayahnya. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai peran ayah terhadap tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I.

B. Rumusan Masalah

Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang memiliki serangkaian tugas perkembangan remaja yang harus terpenuhi. Remaja dituntut mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Keluarga merupakan pemberi rasa kasih sayang dengan wujud peduli dan tanggung jawab terhadap perkembangan remaja. Anak yang miskin akan peran ayah dan memiliki konflik dengan ayah akan mendapatkan gangguan atau ketidakseimbangan dalam melaksanakan tahap perkembangannya. Sesuai uraian latar belakang tersebut memberikan dasar untuk peneliti merumuskan masalah

“adakah hubungan peran ayah terhadap tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I?”.


(23)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan peran ayah terhadap tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui peran ayah terhadap perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I.

b. Mengetahui keberhasilan tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi; 1. Bagi Sekolah

Dapat memberikan informasi tentang pemenuhan tugas perkembangan remaja dan hubungannya dengan peran ayah.

2. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang pentingnya peran ayah yang efektif untuk remaja, dan menyiapkan penelitian lebih lanjut bagaimana peran ayah yang baik dan benar dengan anak remaja.

3. Ilmu Keperawatan

Memberikan sumbangan pengetahuan bagi perkembangan dunia pendidikan ilmu keperawatan, khususnya asuhan keperawatan kepada remaja dan hubungannya dengan peran ayah dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat.


(24)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai peran ayah terhadap tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I sejauh pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya, tetapi ada beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini, antara lain:

1. Henny Rahmaniyah (2014) dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan Tugas Perkembangan Remaja Santri di Pondok Pesantren Assalafiyyah. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara purposive sampling dengan jumlah sampel 30 responden. Hasil penelitian dan pembahasan pemenuhan tugas perkembangan sebelumnya dan dukungan keluarga merupakan faktor yang memiliki hubungan secara signifikan dengan tugas perkembangan remaja. Faktor bimbingan untuk mempelajari tugas perkembangan dan faktor kesempatan untuk melaksanakan tugas perkembangan merupakan faktor-faktor yang tidak berhubungan pemenuhan tugas perkembangan remaja santri. Faktor dominan yang berhubungan dengan tugas perkembangan remja santri adalah faktor pemenuhan tugas perkembangan sebelumnya. Sedangkan penelitian yang akan diselenggarakan saat ini berbeda dengan penelitian tersebut pada variabel independent, sampel yang digunakan serta lokasi penelitian.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Dyah Nurul Adzania dan Achmad Mujab Masykur (2013) dengan judul “Hubungan Antara Persepsi terhadap Peran


(25)

Ayah dengan Regulasi Emosi pada Siswa Kelas XI MAN Kendal”. Penelitian ini menggunakan pengumpulan data primer. Data primer merupakan data yang didapat peneliti secara langsung tanpa perantara dan teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah teknik cluster random sampling. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa anak yang memiliki hubungan baik dengan ayah mereka juga akan memiliki persepsi yang baik terhadap ayah. Anak yang termasuk dalam kategori memiliki persepsi yang tinggi terhadap peran ayah mereka juga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengatur emosi dan menampilkan emosi yang layak. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel dependen, sampel yang digunakan serta lokasi penelitian. Variabel dependen yang digunakan saat ini adalah tugas perkembangan remaja. Sampel dan lokasi yang dipilih dalam penelitian saat ini adalah siswa kelas X dan XI MAN Yogyakarta I.


(26)

10

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Remaja

a. Pengertian Remaja

Masa remaja sering pula disebut adolesensi (Lat. Adolescere = adultus = menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa), (F. J. Monks, 2014). Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai dengan perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial (Jahja, 2011).

Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan. Perubahan ini dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Jahja, 2011). b. Karakteristik Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode yang memiliki karakteristik unik sehingga dapat membedakan dari periode sebelum dan sesudah (Hurlock, 1980). Karakteristik tersebut antara lain:

1) Masa remaja merupakan periode penting. Segala sesuatu yang terjadi dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang, cepat atau


(27)

lambat akan berdampak langsung terhadap sikap dan perilaku remaja sehingga perlu penyesuaian mental, sikap, nilai dan minat baru (Hurlock, 1980).

2) Masa remaja merupakan periode peralihan. Periode peralihan dari masa anak-anak akan beralih menjadi lebih dewasa dan meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan. Remaja mempelajari perilaku baru untuk mengganti perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan dimasa kanak-kanak (Hurlock, 1980). 3) Masa remaja merupakan periode perubahan. Perubahan remaja

dalam periode ini, meliputi perubahan fisik, emosi, minat, perilaku dan nilai yang dianut. Perubahan tersebut akan mempengaruhi psikologis anak, khususnya mengenai cara pandang terhadap diri sendiri (Hurlock, 1980).

4) Masa remaja merupakan masa mencari identitas. Sesuai dengan teori Erickson mengenai identitas diri. Pencarian identitas diri dilakuan dengan usaha untuk menjelaskan siapa mereka, apa peran mereka dalam masyarakat dan cara orang lain menerima mereka. Pembentukan identitas mempengaruhi perilaku remaja. Hal tersebut didukung oleh teori Hill yang menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan perubahan sekunder yang terjadi pada remaja. Sehingga pembentukan identitas dapat dipengaruhi oleh perubahan fisik, psikologis, kognitif. Selain itu, pengaruh lingkungan yang meliputi pola asuh orangtua, guru dan kondisi


(28)

lingkungan remaja turut mempengaruhi pembentukan identitas diri. Identitas yang terbentuk akan tercermin dari tingkah laku yang tampak (Hurlock, 1980).

5) Masa remaja merupakan masa yang menimbulkan ketakutan. Asumsi yang berkembang bahwa remaja tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak, menyebabkan orang dewasa yang membimbing takut dikenai tanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal sekalipun. Hal tersebut menimbulkan banyak pertentangan antara orangtua dan remaja. Sehingga orangtua menjaga jarak terhadap perilaku remaja yang mengakibatkan remaja tidak dapat meminta bantuan ketika menghadapi berbagai masalah (Hurlock, 1980).

6) Masa remaja merupakan masa yang tidak realistik. Remaja memiliki cara pandang berbeda terhadap orang lain. Cara pandang tersebut tidak berdasarkan kenyataan yang ada, melainkan berdasarkan cara pandang remaja sendiri, terlebih dalam hal cita-cita (Hurlock, 1980). 7) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Remaja akan menjadi

dewasa dengan peran baru menjadi sosok yang lebih dewasa dalam perilaku dan sikap serta tindakan, sehingga memberikan citra yang mereka inginkan agar mereka terlihat seperti orang dewasa. Perilaku tersebut dapat terlihat dari cara berpakaian dan bertindak layaknya dewasa (Hurlock, 1980).


(29)

c. Aspek-Aspek Perkembangan pada Masa Remaja 1) Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan keterampilan motorik (Yusuf, 2011). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya ialah kematangan. Perubahan fisik otak strukturnya semakin sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif (Yusuf, 2011).

2) Perkembangan Kognitif

Remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima (Sarwono, 2011). Perkembangan Kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak (Yusuf, 2011).

Tahap perkembangan kogitif ini sebagai tahap operasi formal (Papalia dan Olds dalam Yusuf, 2011). Tahap operasi formal adalah suatu tahap dimana seseorang telah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau


(30)

penjelasan tentang sesuatu. Remaja mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan. Remaja telah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, di mana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock dalam Yusuf, 2011).

Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja ialah kecenderungan cara berpikir egosentrisme. Egosentirsme adalah ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Cara berpikir egosentrisme dikenal dengan istilah personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini akan mendorong perilaku merusak diri atau self-destructive oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Remaja memiliki semacam prasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang popular dalam penjelasan berkaitan perilaku beresiko yang dilakukan remaja (Papalia dan Olds dalam Yusuf, 2011).

3) Perkembangan Kepribadian dan Sosial

Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik, sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam


(31)

berhubungan dengan orang lain. Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja ialah pencarian identitas diri. Pencarian identitas diri adalah proses menjadi seseorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup. Perkembangan sosial pada remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibandingkan orangtua (Papalia dan Olds dalam Yusuf, 2011).

2. Tugas Perkembangan Remaja

a. Pengertian Tugas Perkembangan Remaja

Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa (Hurlock, 1980). Tugas perkembangan adalah suatu petunjuk yang memungkinkan seseorang mengerti dan memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat dan lingkungan lain terhadap seseorang dalam usia remaja (Nurjanah, 2012).

b. Tujuan Tugas Perkembangan Remaja

Dalam membahas tujuan tugas perkembangan remaja, ada pengklasifikasikannya ke dalam sembilan kategori, yaitu (1) kematangan emosional; (2) pemantapan minat-minat hetero seksual; (3) kemnatangan sosial; (4) emansipasi dari kontrol keluarga; (5) kematangan intelektual; (6) memilih pekerjaan; (7) menggunakan waktu senggang secara tepat; (8) memiliki filsafat hidup; (9) identifikasi diri (Yusuf, 2011).


(32)

Tujuan tugas perkembangan remaja berdasarkan kematangan emosional dan sosial dari remaja yang tidak toleran dan bersikap superior menjadi lebih bersikap toleran dan merasa nyaman. Remaja yang kaku dalam bergaul menjadi luwes dalam bergaul. Remaja yang kurang dapat mengendalikan diri sendiri dari rasa marah dan sikap permusuhannya menjadi seorang remaja yang mampu menyatakan emosinya. Remaja yang masih harus dikontrol orangtua menjadi remaja yang mampu mengkontrol diri mereka sendiri (Yusuf, 2011).

Perkembangan heteroseksualitas memiliki tujuan pada tugas perkembagan remaja dari arah belum memiliki kesadaran tentang perubahan seksualnya menjadi mampu menerima identitas seksualnya sebagai pria atau wanita. Remaja yang mulanya hanya mengidentifikasi orang lain yang sama jenis kelaminnya menjadi mereka yang mempunyai perhatian terhadap jenis kelamin yang berbeda dan bergaul dengannya. Remaja yang bergaul dengan banyak teman menjadi remaja yang mampu memilih teman-teman tertentu (Yusuf, 2011).

Kematangan kognitif pada remaja memiliki tujuan perubahan pada remaja dari yang semulanya bersikap subjektif dalam menafsirkan sesuatu menjadi lebih objektif. Remaja yang memiliki banyak minat atau perhatian menjadi lebih fokus terhadap minat atau perhatian tertentu. Remaja yang semulanya menerima kebenaran dari sumber otoritas menjadi remaja yang memerlukan bukti sebelum menerima kebenaran. Remaja menjadi lebih kritis dan membutuhkan penjelasan tentang fakta dan teori (Yusuf, 2011).


(33)

Tujuan tugas perkembangan remaja yang berkaitan dengan filsafat hidup seperti tingkah laku remaja yang dimotivasi oleh kesenangan belaka menjadi tingkah laku dimotivasi oleh aspirasi. Remaja yang mulanya acuh tak acuh terhadap ideology dan etika menjadi lebih melibatkan diri dan mempunyai perhatian. Remaja yang awalnya bertingkahlaku tergantung reinforcement (dorongan dari luar) menjadi mereka yang bertingkahlaku di bimbing oleh tanggung jawab moral (Yusuf, 2011).

c. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

Identifikasi tugas-tugas perkembangan yang harus disesuaikan selama masa remaja, yaitu:

1) Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. Remaja diharapkan mampu menerima hubungan pertemanan atau persahabatan tidak terbatas hanya dengan sesama jenis. Selain itu, remaja mampu menjaga dan memelihara hubungan terjalin dengan baik. Ketika konflik dan permasalah terjadi, remaja dapat menyelesaikan dengan cara yang matang. Keberhasilan remaja dalam menyelesaikan tugas perkembangan ini mengantarkan ke dalam suatu kondisi penyesuaian sosial yang baik dalam keseluruhan hidupnya. Namun, apabila gagal maka remaja akan mengalami ketidakbahagiaan dalam pernikahan, kurang mampu bergaul dengan orang lain, bersifat kekanak-kanakan dan melakukan dominasi secara sewenang-wenang (Dahlan, 2011).


(34)

2) Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita. Remaja menerima keadaan diri sebagai pria atau wanita sesuai dengan kodratnya dengan sifat dan tanggung jawab gender masing-masing (Dahlan, 2011).

3) Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif. Pada periode pra remaja, anak tumbuh demikian cepat yang mengarah pada bentuk orang dewasa, diiringi perkembangan sikap dan citra tubuh. Remaja dapat menerima keadaan diri sebagaimana adanya keadaan diri sendiri, menjaga dan memelihara keadaan fisiknya secara efektif sehingga timbul kepuasan diri (Dahlan, 2011).

4) Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya. Tugas perkembangan yang dihadapi remaja adalah bebas dari ketergantungan emosional seperti saat masa kanak-kanak. Dalam masa remaja, seseorang dituntut untuk tidak lagi tergantung dengan orangtua atau orang dewasa lain dengan menjunjung tinggi sikap respek (Dahlan, 2011).

5) Mencapai jaminan kemandirian ekonomi. Tujuan dari tugas ini adalah agar remaja merasa mampu menciptakan suatu kehidupan. Tugas ini sangat penting bagi remaja pria, namun tidak begitu penting bagi remaja wanita (Dahlan, 2011).

6) Memilih dan mempersiapkan karir. Tugas perkembangan ini menuntut kesanggupan remaja untuk memikirkan karir dimasa depan sehingga dapat memperoleh kesuksesan dan berdiri sendiri dalam hal


(35)

yang berhubungan dengan ekonomi. Hal ini berkaitan dengan ketrampilan fisik yang dimiliki (Dahlan, 2011).

7) Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga. Remaja mengalami kematangan seksual yang dicapai sejak awal masa remaja. Seorang remaja berhak merancang sebuah pernikahan dan membangun keluarga yang diinginkan agar memperoleh rasa dibutuhkan dan rasa berharga (Dahlan, 2011).

8) Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga Negara. Remaja sudah memiliki kemampuan untuk berfikir atau nalar tentang sesuatu yang berada di luar pengalaman atau sistem nilai yang dimiliki. Dengan kata lain, remaja dapat memikirkan kemungkinan sesuatu yang abstrak secara sistematis untuk memecahkan persoalan atau masalah. Remaja diharapkan dapat mengembangkan konsep hukum, pemerintahan, ekonomi, politik, geografi, hakikat manusia dan lembaga sosial yang cocok dengan dunia modern (Dahlan, 2011).

9) Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial. Remaja berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab sebagai masyarakat dan memperhitungkan nilai-nilai sosial dalam tingkah laku dirinya (Dahlan, 2011).

10) Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam bertingkah laku. Beberapa aturan yang ada dalam kehidupan masyarakat menuntut remaja untuk berperilaku


(36)

sesuai dangan norma yang ada dimasyarakat sehinggan membentuk arti hidup bagi remaja (Dahlan, 2011).

11) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Remaja dalam tugas ini telah mengalami kematangan sikap, kebiasaan dan pengembangan wawasan dalam mengenalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, baik pribadi mapun sosial (Dahlan, 2011).

d. Masalah yang Terkait dengan Pencapaian Tugas Perkembangan Remaja

Ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan, diantaranya:

1) Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai (Hurlock, 1980). 2) Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang

tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru (Hurlock, 1980).

3) Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja, membuat remaja mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. Selain itu, stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan


(37)

pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Hurlock, 1980).

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tugas Perkembangan Remaja Faktor penting yang dapat mempengaruhi penguasaan tugas perkembangan remaja berdasarkan pendapat Harlock (1980), meliputi;

1) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial merupakan wadah untuk pencapain tugas perkembangan. Dimensi lingkungan sosial terdiri dari:

a) Transactions, yaitu interaksi seseorang dengan orang lain dalam lingkungan yang bersifat aktif dan dinamis.

b) Energy, yaitu kekuatan alami yang dimiliki seseorang untuk terlibat aktif dengan lingkungannya.

c) Interface, merupakan penghubung dari suatu interaksi, seperti bahan pembicaraan yang menyebabkan seorang individu berinteraksi dengan individu lain.

d) Adaptation, menunjukkan pada kemampuan untuk menyesuaikan diri untuk menyatu dengan kondisi lingkungan.

e) Coping, adalah bentuk penyesuaian diri manusia untuk mengatasi masalah. Bentuk penyesuaian ini ada yang bersifat positif namun ada juga yang bersifat negatif.

f) Interdependence, menunjukkan hubungan saling ketergantungan atau kepercayaan dari seorang individu dengan individu lain (Nurbayani, 2012).


(38)

Ada hubungan yang bermakna antara faktor lingkungan sosial dengan tugas perkembangan remaja, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat (Nurbayani, 2012).

2) Gambaran Citra Tubuh

Gambaran citra tubuh ada lima dimensi, yaitu:

a) Appearance evaluation, yaitu pengukur evaluasi dari penampilan dan keseluruhan tubuh apakah menarik atau tidak serta memuaskan atau tidak.

b) Appereance orientation yaitu perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan diri.

c) Body area satisfaction, yaitu mengukur kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah, tengah dan atas serta penampilan secara keseluruhan.

d) Overweigt preoccupation, yaitu mengukur kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan individu terhadap berat badan, membatasi makan dan perilaku diet.

e) Self-Classified Weight, yaitu mengukur dan menilai berat badan, dari sangat kurus hingga sangat gemuk (Indika, 2009).

Cacat tubuh akan menjadi penghambat beberapa tugas perkembangan remaja. Cacat tubuh berdampak pada penurunan rasa


(39)

percaya diri sehingga remaja cenderung menutup diri dan menghindari teman sebaya. Keterbatasan terutama dalam hal fisik membuat remaja tidak dapat melakukan aktifitas dengan mandiri. Hal tersebut mempengaruhi aktifitas dan produktifitas remaja terutama dalam memenuhi tugas perkembangan (Indika, 2009). 3) Motivasi

Motivasi dapat bersumber dari dalam diri remaja, seperti semangat dan obsesi. Motivasi yang timbul dari luar diri remaja, seperti penghargaan orangtua atau masyarakat terhadap remaja. Motivasi menentukan besar usaha dalam mencapai tugas perkembangan remaja dan besarnya kemauan untuk melakukan usaha tersebut. Maka, semakin tinggi motivasi remaja, semakin tinggi pula usaha remaja untuk memenuhi tugas perkembangan (Sarwono, 2011).

4) Pengetahuan

Pengetahuan kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: a) Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.

b) Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.


(40)

c) Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. d) Analisis, yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e) Sintesis, mengacu kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f) Evaluasi, berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap sutu materi atau objek (Notoatmodjo, 2007). 5) Kepribadian

Kepribadian merupakan kondisi internal remaja. Karakter akan berangsur-angsur terbentuk dipengaruhi kebutuhan, sikap, minat maupun tujuan pribadi. Kepribadian ekstrovert adalah kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh dunia objektif, berorientasi pada dunia luar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya lebih banyak ditentukan oleh lingkungan. Memiliki karakteristik suka bergaul, ramah, suka mengikuti kata hati, dan suka mengambil resiko. Sedangkan introvert adalah kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh dunia subjektif, berorientasi ke dalam dengan karakteristik watak yang tenang, pendiam, suka menyendiri, suka termenung, dan menghindari resiko (Sarwono, 2011).


(41)

6) Kesempatan untuk Melaksanakan Tugas Perkembangan

Kesempatan merupakan peluang atau keadaan yang menunjukan tersedianya fasilitas dalam memenuhi tugas perkembangan remaja (Sarwono, 2011).

7) Bimbingan untuk Mempelajari Tugas Perkembangan

Amat penting bagi remaja diberikan bimbingan agar keingintahuan yang tinggi dapat terarah kepada kegiatan-kegiatan yang positif, kreatif dan produktif. Bimbingan adalah proses bantuan pada individu untuk mencapai tugas perkembangan diri secara optimal (Kartadinata dalam Rahmaniyah, 2014).

8) Kreatifitas

Kreatifitas merupakan kecenderungan untuk mengaktualisasi diri (Yusuf, 2011). Mendukung pendapat Hurlock (1980) menyebutkan bahwa tugas perkembangan fase remaja ini berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dengan baik, salah satu kemampuan kognitif yang dimiliki remaja adalah kemampuan kreatif. 9) Pemenuhan Tugas Perkembangan Tahap Sebelumnya

Tugas perkembangan remaja dipengaruhi oleh tugas perkembangan sebelumnya. Tugas perkembangan sebelum tahapan remaja antara lain:


(42)

a) Tugas perkembangan masa bayi dan anak-anak awal (0-6 tahun), mencakup belajar berjalan, belajar makan-makanan padat, belajar berbicara, belajar buang air besar dan kecil, belajar mengenal perbedaan jenis kelamin, mencapai kestabilan fisik fisiologis, membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan sosial dan alam, belajar mengadakan hubungan emosional dengan orangtua, saudara dan orang lain, belajar mengadakan hubungan baik dan buruk serta pengembangan kata hati (Yusuf, 2011).

b) Selain itu tugas perkembangan lain yang harus terpenuhi pada tahap masa kanak-kanak akhir dan anak sekolah (6-12 tahun), yaitu belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan, belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis, belajar bergaul dengan teman sebaya, belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelamin, belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung, belajar mengembangkan konsep sehari-hari, mengembangkan kata hati, belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi dan mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial (Yusuf, 2011).

Ketika tugas perkembangan sebelumnya tercapai dengan baik maka mempermudah pemenuhan tugas perkembangan selanjutnya. Namun jika tugas perkembangan remaja sebelumnya belum tercapai


(43)

maka akan berdampak buruk terhadap keberhasilan dan kehidupannya dimasa mendatang. Pada periode tugas perkembangan berikutnya tidak akan terpenuhi dengan baik karena akan terjadi keterlambatan perkembangan dan jika terjadi selama terus menerus maka akan terjadi stagnasi atau perhentian perkembangan (Nurjanah, 2012).

10) Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga. Keluarga berfungsi sebagai pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberi pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Rahmaniyah, 2014).

Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan yaitu;

a) Dukungan informasional merupakan fungsi keluarga sebagai sebuah kolektor atau diseminator informasi tentang dunia. Keluarga menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti dan informasi yang digunakan untuk mengungkap masalah. Dukungan informasional bermanfaat untuk menekan munculnya suatu stressor, karena informasi yang diberikan memberikan sugesti kusus untuk individu. Aspek dalam dukungan informasional adalah nasehat, saran, usulan, petunjuk dan pemberian informasi.

b) Dukungan penghargaan, keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah


(44)

serta sebagai sumber dan validator identitas keluarga, diantaranya memberi support, pengakuan, penghargaan dan perhatian.

c) Dukungan instrumental, keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya pelayanan, bantuan finansial, material berupa benda atau jasa, makanan dan minuman.

d) Dukungan emosional, keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, mendengarkan dan didengarkan.

3. Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup dalam tempat tinggal yang sama disatukan oleh ikatan sehingga saling mempengaruhi dan memperhatikan (Rivah, 2011). Keluarga merupakan suatu sistem yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak atau semua individu yang tinggal di rumah tangga tersebut. Anggota keluarga tersebut saling berinteraksi, intelerasi, dan interdependensi untuk mencapai tujuan bersama (Rivah, 2011).


(45)

b. Struktur Keluarga:

Struktur keluarga terdiri dari pola dan proses komunikasi. Komunikasi di dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada hierarki kekuatan. Komuniksai didalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup, adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang isu dan pendapat sendiri (Rahmaniyah, 2014).

1) Struktur peran. Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran dapat formal ataupun informal (Rahmaniyah, 2014). 2) Struktur kekuatan. Struktur kekuatan adalah kemampuan dari

individu untuk mengontrol, mempengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legitimate power), ditiru (referent power), keahlian (expert power), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan affektif power (Rahmaniyah, 2014).

3) Struktur nilai dan norma. Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga (Rahmaniyah, 2014).

c. Peran Ayah

Ayah adalah pemimpin dalam keluarga, sehingga tidak hanya peran ibu yang dibutuhkan anak melainkan juga peran ayah dalam pola asuh.


(46)

Ayah yang kurang berperan dalam menjalankan fungsi keayahannya akan membawa berbagai dampak yang buruk bagi anak-anaknya. Peran ayah (fathering) dapat dijelaskan sebagai suatu peran yang dijalankan dalam kaitannya untuk mengarahkan anak menjadi mandiri di masa dewasanya, baik secara fisik maupun biologis (Vera Astuti, 2013). Idealnya ayah dan ibu mengambil peranan yang saling melengkapi dalam kehidupan rumah tangga dan perkawinannya, termasuk di dalamnya berperan sebagai model yang lengkap bagi anak-anak dalam menjalani kehidupannya (Andayani & Koentjoro dalam Arida, 2007).

Peran ayah sama pentingnya dengan peran ibu dan memiliki pengaruh dalam perkembangan anak walaupun pada umumnya menghabiskan waktu relatif lebih sedikit dibandingkan dengan ibu. Hal ini karena cinta seorang ayah didasarkan pada syarat tertentu, berbeda dengan cinta ibu yang tanpa syarat. Cinta ayah memberikan motivasi kepada anak untuk lebih menghargai nilai-nilai dan tanggung jawab (Vera Astuti, 2013).

Ada beberapa peran ayah (fathering) dalam keluarga yang dapat disimpulkan, yaitu :

1) Provider, ayah memiliki peran dalam penyedia dan pemberi fasilitas. 2) Protector, ayah memiliki peran sebagai pemberi perlindungan. 3) Decision Maker, ayah memiliki peran sebagai pengambil keputusan. 4) Child Specialiser & Educator, ayah memiliki peran sebagai pendidik


(47)

5) Nurtured Mother, ayah memiliki peran sebagai pendamping ibu (Yuniardi, 2009).

Model yang elaboratif dimana dimensi-dimensi keterlibatan ayah dalam pengasuhan meliputi :

1) Paternal Engagement yaitu pengalaman ayah berinteraksi langsung dan melakukan aktivitas bersama misalnya bermain-main, meluangkan waktu bersama, dan seterusnya.

2) Paternal Accessibility yaitu kehadiran dan kesediaan ayah untuk anak. Orangtua ada di dekat anak tetapi tidak berinteraksi secara langsung dengan anak.

3) Paternal Responsibility yaitu; sejauhmana ayah memahami dan memenuhi kebutuhan anak, termasuk memberikan nafkah dan merencanakan masa depan anak (Yuniardi, 2009).

Konsep fathering dengan dimensi-dimensi yang diukur menggunakan aspek-aspek sebagai berikut:

1) Responsivity, dimensi ini mengukur sejauh mana ayah menggunakan kehangatan, kasih sayang, dan sikap suportif kepada anaknya.

2) Harshness, dimensi ini mengukur sejauh mana ayah menggunakan sikap galak, menghukum, dan pendekatan inkonsisten dalam pengasuhan kepada anaknya.

3) Behavioral engagement, dimensi ini mengukur sejauh mana ayah terlibat aktivitas dengan anak.


(48)

4) Affective involvement, dimensi ini mengukur sejauh mana ayah menginginkan dan menyayangi anak (Yuniardi, 2009).

d. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keterlibatan Ayah

Kategori faktor-faktor yang memengaruhi keterlibatan ayah, yaitu : Motivasi ayah untuk terlibat dalam kehidupan anak mereka. Faktor motivasi ayah ini dapat dilihat dari komitmen dan identifikasi pada peran ayah. Faktor lain yang mempengaruhi motivasi ayah untuk terlibat dengan anaknya adalah career saliency. Pria yang secara emosional kurang lekat dengan pekerjaannya dapat meluangkan lebih banyak waktunya untuk anak mereka. Job salience yang rendah memprediksi partisipasi yang besar dalam perawatan/pengasuhan anak (Yuniardi, 2009).

Keterampilan dan kepercayaan diri dalam peran sebagai ayah (efikasi diri ayah) efikasi diri dan kepuasan dalam mengasuh adalah 2 komponen dari ketrampilan dan kepercayaan diri yang mempengaruhi keterlibatan ayah. Penelitian telah menunjukkan bahwa efikasi diri dalam mengasuh berhubungan dengan keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Dalam penelitian lain, ayah melaporkan mempunyai tingkat efikasi yang lebih rendah daripada ibu. Ayah yang mempersepsi diri mereka mempunyai ketrampilan mengasuh yang lebih besar melaporkan keterlibatan dan tanggungjawab yang lebih besar untuk tugas merawat anak (Yuniardi, 2009).

Dukungan sosial dan stress. Keyakinan ibu terhadap pengasuhan oleh ayah, kepuasan perkawinan, konflik pekerjaan-keluarga merupakan


(49)

dukungan sosial dan stres yang telah ditemukan mempengaruhi keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Pada umumnya, keyakinan wanita tentang bagaimana seharusnya keterlibatan pasangannya dalam pengasuhan berhubungan dengan keterlibatan pria. Interaksi emosional yang positif dengan pasangan dapat mempengaruhi pikiran pria dan menguatkan ketertarikan untuk terlibat dalam semua aspek kehidupan keluarga (Yuniardi, 2009).

Faktor institusional (misal karakteristik pekerjaan). Faktor-faktor institusional termasuk diantaranya kebijakan tempat kerja (misal: jam orangtua berangkat, fleksibilitas jadwal kerja). Semakin banyak jam kerja ayah, keterlibatan dengan anak berkurang. Makin banyak jam kerja wanita, semakin besar keterlibatan ayah dalam pengasuhan (Yuniardi, 2009).


(50)

B. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian Remaja

Karakteristik Remaja

Aspek Perkembangan Remaja

Tugas Perkembangan Remaja

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tugas Perkembangan Remaja:

Lingkungan Sosial, Gambaran Citra Tubuh, Motivasi, Pengetahuan, Kepribadian, Kesempatan untuk Melaksanakan Tugas Perkembangan, Bimbingan untuk Mempelajari Tugas Perkembangan, Kreatifitas,

Pemenuhan Tugas Perkembangan Tahap Sebelumnya, dan Dukungan Keluarga.

Keluarga

Ayah:

Peran Ayah Sebagai Provider, Peran Ayah Sebagai

Protector, Peran Ayah Sebagai Decision Maker, Peran Ayah Sebagai Child Specialiser and Educator, dan Peran Ayah Sebagai Nurtured Mother.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan Ayah:

Motivasi Ayah, Keterampilan dan Kepercayaan Diri Ayah, Dukungan Sosial dan Stress, dan Faktor Institusional.


(51)

C. Kerangka Konsep

Keterangan :

: diteliti : tidak diteliti

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

Tugas Perkembangan Remaja Peran ayah

Variabal Independen Variabal Dependen

Provider

Protector

Decision Maker

Nurtured Mother Child

Specialiser & Educator

Fisik : Remaja menerima keadaan fisiknya dan mampu menilai perbedaan jenis kelamin. Sosial :

Remaja mampu menjalin hubungan baik dengan teman sebaya dan mampu bersikap positif terhadap pergaulan dengan teman sebaya. Psikologis : Remaja memperoleh kebebasan.

Spiritual: Remaja tidak

meninggalkan ibadah dan tidak melanggar larangan agama.


(52)

D. Hipotesis

Terdapat hubungan antara peran ayah terhadap pemenuhan tugas perkembangan remaja MAN Yogyakarta I.


(53)

37

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang) yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada suatu saat (Nursalam, 2008). Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan merupakan penelitian deskriptif korelasi. Penelitian korelasional mengkaji hubungan antar variabel (Nursalam, 2013). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan peran ayah dengan pemenuhan tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I.

Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Merupakan setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa MAN Yogyakarta I tahun ajaran 2017/2018 dengan jumlah siswa kelas X 235 dan kelas XI 233. Total populasi adalah 468 siswa.

2. Sampel

Merupakan bagian dari populasi yang terjangkau dan dapat digunakan sebagai subjek penelitian (Nursalam, 2008). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cara simple random sampling. Pengambilan anggota sampel ini dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada


(54)

dalam populasi (Sujarweni, 2014). Terdapat beberapa rumus yang dapat dipergunakan untuk menentukan besar sampel.

Penentuan besar sampel;

Sampel ditambahkan dengan 10% dari n

Sampel di kelas X adalah;


(55)

Keterangan (untuk prediksi): n : Besar sampel

N : Besar populasi d : Tingkat signifikan (p)

Hasil penelitian disesuaikan dengan tujuan, sehingga penentuan sampel harus sesuai dengan kriteria tertentu yang ditetapkan. Kriteria ini berupa kriteria inklusi. Sebagian subyek yang tidak memenuhi kriteria inklusi, harus dikeluarkan dari penelitian karena berbagai sebab yang dapat mempengaruhi hasil penelitian sehingga terjadi bias, hal ini disebut sebagai kriteria eksklusi (Saryono, 2011).

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam, 2003). Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1) Bersedia menjadi responden. 2) Hadir dalam pembagian kuesioner. 3) Tinggal bersama ayah di rumah. B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di MAN Yogyakarta I. Waktu penelitian dilaksanakan oleh peneliti pada bulan April 2016.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (Nursalam, 2013). Penelitian ini memiliki 2 variabel. Variabel


(56)

bebas (variabel independen, stimulus, predictor, atau antecendt) adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (variabel dependen) (Sugiyono, 2015). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah peran ayah.

Variabel terikat (variabel dependen) merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2015). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan menghindari perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel (Saryono, 2011). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tugas Perkembangan Remaja adalah serangkaian tugas yang harus dicapai anak dalam masa remaja yang memungkinkan mengerti dan memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat dan lingkungan. Tugas perkembangan remaja ini berhubungan dengan fisik remaja, psikologis, sosial, dan spiritual. Skala untuk tugas perkembangan remaja adalah ordinal. Cara pengukuran dengan menggunakan kuesioner dengan jumlah pernyataan sebanyak 12 item. Pengkategorian tugas perkembangan remaja adalah kurang, cukup dan baik.

2. Peran Ayah adalah sebagai provider yaitu sebagai penyedia dan pemberi fasilitas, protector yaitu ayah sebagai pemberi perlindungan, decision maker


(57)

yaitu ayah sebagai pengambil keputusan, dan child specialiser & educator yaitu sebagai pendidik dan menjadikan anak sebagai makhluk sosial. Skala untuk peran ayah yang digunakan adalah ordinal. Cara pengukuran dengan menggunakan kuesioner dengan jumlah pernyataan sebanyak 10 item. Pengkategorian peran ayah adalah tidak baik, kurang baik dan baik.

E. Instrumen Penelitian

Penyusunan instrumen penelitian tahap awal dituliskan data-data tentang karakteristik responden: umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan data demografi lainnya (Nursalam, 2013). Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah jenis kelamin dan usia. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner tertutup yang alternatif jawabannya sudah dibatasi dan langsung diberikan kepada responden. Setiap butir pertanyaan mengandung item jawaban mengarah pada jawaban favorable (positif) atau kearah unfavorable (negatif).

Bentuk kuesioner yang digunakan adalah dichotomy question. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Guttman. Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”; “benar-salah”;

“pernah-tidak pernah”; “positif-negatif” dan lain-lain (Sugiyono, 2015). Penilaian kuesioner pada setiap jawaban mempunyai skor yang berbeda pada pertanyaan yang mengarah pada pertanyaan favorable atau unfavorable. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel.

Tabel 1. Skor favorable dan unfavorable

No. Skala alternatif jawaban Skor

favorable Skor unfavorable

1. Ya 1 0


(58)

Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dengan 22 pernyataan. 1. Tugas Perkembangan Remaja

Instrumen yang digunakan diambil dari penelitian Henny (2014) yaitu instrument tugas perkembangan remaja yang dimodifikasi sesuai kebutuhan peneliti. Instrumen memiliki 12 pernyataan yang terdiri dari 7 pernyataan favourable (positif) dan 5 pernyataan unfavourable (negatif). Rentang skor kuesioner adalah 0-12. Hasil yang diperoleh kemudian diubah menggunakan program komputer dalam bentuk prosentase dengan rumus, sebagai berikut:

Keterangan:

N (100%) : Nilai tugas perkembangan remaja dalam prosentase Sp : Skor yang didapat

Sm : Skor tertinggi

Interpretasi hasil dari tugas perkembangan remaja dinilai dengan skala ordinal yang dikategorikan menurut Dahlan (2011) adalah:

a. Kurang apabila skor < 56% b. Cukup apabila skor 56% - 75% c. Baik apabila skor > 76%

Tabel 2. Kisi-kisi kuesioner tugas perkembangan remaja No. Pernyataan Favourable Unfavourable

1. Fisik 6, 11

2. Sosial 4, 5 1

3. Psikologis 3 2, 7, 10, 12

4. Spiritual 8, 9


(59)

2. Peran Ayah

Instrumen peran ayah sebanyak 10 pernyataan yang dirancang sendiri oleh peneliti. Instrument tersebut memiliki 5 pernyataan favourable (positif) dan 5 pernyataan unfavourable (negatif). Rentang skor dari kuesioner peran ayah adalah 0-10. Hasil yang diperoleh diubah menggunakan program komputer dalam bentuk prosentase dengan rumus, sebagai berikut:

Keterangan:

N (100%) : Nilai peran ayah dalam prosentase Sp : Skor yang didapat

Sm : Skor tertinggi

Interpretasi hasil dari peran ayah dinilai dengan skala ordinal yang dikategorikan menurut Notoatmodjo (2010) adalah:

a. Tidak Baik apabila skor < 56% b. Kurang Baik apabila skor 56% - 75% c. Baik apabila skor > 76%

Tabel 3. Kisi-kisi kuesioner peran ayah

No. Pernyataan Favourable Unfavourable

1. Provider 6, 7

2. Protector 5, 8, 2

3. Decision Maker 4, 9, 10

4. Child Specialiser and Educator 1, 3


(60)

F. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2003).

1. Tahap Persiapan

a) Peneliti menyiapkan proposal penelitian dengan bimbingan dosen Ibu Rahmah, M.Kep., Ns., Sp.Kep.,An yang disetujui dan dilakukan pengujian dengan dosen penguji Ibu Falasifah Ani Yuniarti S.Kep., Ns., MAN., HNC pada 16 Desember 2015.

b) Peneliti mengurus surat keterangan kelayakan etika penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tanggal 18 Januari 2016. Pada tanggal 25 Januari 2016 permohonan kelayakan etika penelitian telah selesai dikaji.

c) Peneliti membuat surat uji validitas kuesioner di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang disetujui pada tanggal 14 Januari 2016.

d) Peneliti berkoordinasi dengan Guru di MAN Yogyakarta II untuk melaksanakan uji validitas kuesioner. Pengambilan data uji validitas kuesioner dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2016.

e) Peneliti mengurus permohonan surat izin penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang disetujui pada tanggal 9 Februari 2016 untuk diserahkan ke Cq.Ka. Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta.


(61)

f) Peneliti menyerahkan surat permohonan izin penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ke Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta pada tanggal 22 Februari 2016.

g) Peneliti mendapatkan surat izin dari Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta pada tanggal 23 Februari 2016 dan mengantar surat tembusan kepada Walikota Yogyakarta, Ka. Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta, Kepala MAN Yogyakarta I, dan Kaprodi. PSIK FKIK UMY.

h) Peneliti melakukan koordinasi dengan guru yang mengampu bidang penelitian di MAN Yogyakarta I yaitu Ibu Dra. Kurnia Hidayati pada tanggal 11 April 2016 untuk menentukan jadwal penambilan data penelitian.

i) Peneliti memilih responden berdasarkan kelas dan siswa di MAN Yogyakarta I dengan random sampling.

2. Tahap Pelaksanaan

Data yang dikumpulkan oleh peneliti adalah data primer yang diperoleh dari siswa MAN Yogyakarta I. Langkah-langkah pengambilan data adalah sebagai berikut:

1) Peneliti melaksanakan pengambilan data penelitian pada tanggal 19 April 2016.


(62)

2) Peneliti memberikan lembar persetujuan dan kuesioner kepada responden pada saat sebelum pelajaran pagi hari, istirahat pertama, dan istirahat kedua.

3) Peneliti menjelaskan maksud kuesioner kepada responden sehingga mempunyai persepsi yang sama mengenai maksud tiap pernyataan. Sebelum responden mengisi lembar jawaban, peneliti menjelaskan cara mengisi kuesioner kepada responden. Apabila terdapat hal-hal yang belum dimengerti bisa ditanyakan langsung kepada peneliti.

4) Waktu yang diberikan untuk mengisis kuesioner adalah 20 menit. Responden dapat langsung mengumpulkan kuesioner yang telah selesai dikerjakan kepada peneliti di waktu luang selain jam pelajaran. Hasil dari jawaban pernyataan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Kuesioner diuji coba terlebih dahulu dengan mengukur validitas dan reliabilitas kuesioner. Kuesioner yang diuji adalah tugas perkembangan remaja dan peran ayah. Uji validitas dilakukan di MAN Yogyakarta II dan jumlah sampel 30 responden dengan karakteristik yang sama dengan responden penelitian. Hasil uji coba dianalisis menggunakan rumus pearson product moment (Sugiyono, 2015). Signifikasi nilai korelasi tiap pernyataan perlu dilihat r tabel dan r hitung. Dikatakan valid apabila r tabel lebih kecil dari r hitung dengan dengan tingkat signifikasi 5% (Arikunto, 2010).


(1)

memikirkan pekerjaan saat dewasa sebanyak 63 responden (69,23%) menyatakan “ya” dan 28 responden (30,76%) menyatakan “tidak”.

Hasil pengolahan variabel tugas perkembangan remaja dalam dapat dilihat dalam gambar berikut:

Gambar 3. Distribusi Tugas

Perkembangan Remaja di MAN Yogyakarta I (n=91)

Penelitian ini sebagian besar sampel memiliki tugas perkembangan remaja cukup dengan frekuensi sebanyak 59 responden (64,8%).

Sedangkan hasil pengolahan data mengenai variabel peran ayah dapat dilihat dalam gambar berikut:

Tabel 2. Distribusi Hasil Penilaian

Kuesioner Peran Ayah di MAN Yogyakarta I (n=91)

No Pernyataan Ya % Tidak %

1 Provider 11 6,04% 171 93,95%

2 Protector 83 30,40% 190 69,59%

3 Decision

Maker 213 78,02% 60 21,97%

4 Child Specialiser and Educator

144 79,12% 38 20,87%

Peran ayah di MAN Yogyakarta I pada pernyataan protector (pemberi perlindungan) terdapat 3 pernyataan yang semuanya merupakan pernyataan unfavourable (negatif). Hasil penilaian pernyataan tersebut sebanyak 83 responden (30,40%) menyatakan “ya” dan 190 responden (69,59%) menyatakan “tidak”dari total 3 pernyataan.

Pernyataan pertama mengenai peran ayah sebagai protector

(pemberi perlindungan) adalah “ayah seseorang yang sibuk sehingga saya merasa jauh”, sebanyak 84 responden (92,31%) menyatakan “ya” dan 7 responden (7,69%) menyatakan “tidak”. Pernyataan kedua mengenai “ayah menghindar jika diminta bantuan”, sebanyak 38 responden (41,76%) menyatakan “ya” dan 53 responden (58,24%) menyatakan “tidak”. Pernyataan ketiga mengenai “ayah menyalahkan saya jika melakukan kesalahan” sebanyak 68 responden (74,73%) menyatakan “ya” dan 23 responden (25,27%) menyatakan “tidak”.


(2)

Gambar 4. Distribusi Peran Ayah dalam Pemenuhan Tugas

Perkembangan Remaja di MAN Yogyakarta I (n=91)

Hasil penelitian mengenai variabel peran ayah di MAN Yogyakarta I sebagian besar adalah baik dengan frekuensi sebanyak 45 responden (49,5%).

Tabel 3. Distribusi Cross Table

Hubungan Tugas Perkembangan Remaja dengan Peran Ayah

Responden (n=91)

Hasil cross table dalam penelitian adalah responden yang tugas perkembangan remaja cukup dengan peran ayah yang baik sebanyak 18 responden (19,78%). Tugas perkembangan remaja baik dengan peran ayah baik sebanyak 27 responden (29,67%). Sehingga total

dari kedua cross table tersebut sebanyak 45 responden.

Secara statistik hasil penelitian mengenai hubungan peran ayah terhadap pemenuhan tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 4. Distribusi Hasil Hubungan

Peran Ayah terhadap Pemenuhan Tugas Perkembangan Remaja di

MAN Yogyakarta I (n=91)

Berdasarkan tabel 4, di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara peran ayah terhadap pemenuhan tugas perkembangan remaja dengan nilai p=0,000 dengan kekuatan korelasi kuat (0,692) dan arah korelasi positif.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sesuai dengan analisa data rank spearman nilai p=0,000 dengan kekuatan korelasi kuat (0,692) dan arah korelasi positif, maka terdapat hubungan antara peran ayah terhadap pemenuhan tugas

Peran Ayah

Tugas Perkembangan Remaja

Total Kurang (%) Cukup (%) Baik (%) Tidak Baik 5 (5,49%) 7 (7,69%) 0 (0,00%) 12 Kurang

Baik 0 (0,00%) 34 (37,36%) 0 (0,00%) 34 Baik 0 (0,00%) 18 (19,78%) 27 (29,67%) 45

Total 5 59 27 91

Tugas Perkembangan Remaja Peran

Ayah

r p n


(3)

perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I. Hasil ini berarti bahwa semakin baik peran ayah maka tugas perkembangan remaja akan semakin baik pula, dan sebaliknya semakin tidak baik peran ayah maka tugas perkembangan remaja akan kurang. Masa remaja disebut sebagai masa peralihan dari masa pubertas menuju dewasa. Peralihan berkaitan dengan perubahan perkembangan dari setiap tahap (Pieter, dkk., 2011).

Masing-masing tahapan

perkembangan remaja memiliki karakteristik. Dalam penelitian ini responden berada pada masa remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai 17 tahun) (Potter dan Perry, 2010). Masa remaja pertengahan atau

middle adolescent memiliki karakteristik seperti, mereka mulai tertarik akan intelektualitas dan karir. Remaja mulai mempunyai konsep

role model dan konsisten terhadap cita-cita. Secara seksual remaja sangat memperhatikan penampilan, mulai mempunyai dan sering berganti-ganti pacar. Remaja juga lebih perhatian kepada lawan jenisnya. Dalam lingkup pergaulan, remaja akan memperhatikan

kelompok main secara selektif dan kompetitif, serta berusaha untuk mendapat teman baru (Batubara, 2010).

Agar anak dapat menghadapi periode remaja diperlukan peran orangtua, terutama ayah untuk menjadi teladan bagi remaja (Krisnatuti & Putri, 2012). Hal ini karena ayah mempunyai kekuasaan yang dianggap sangat tinggi untuk mengambil keputusan sehingga peran ayah sangat penting bagi tugas perkembangan remaja. Menurut syari‟at Islam ayah memiliki kedudukan yang penting dan mulia. Ayah adalah kepala keluarga yang memimpin ibu dan anak-anak. Ayah bertanggung jawab terhadap mereka

dan akan diminta

pertanggungjawabannya oleh Allah SWT (Khoironi, 2009).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hurriyati (2010), bagi remaja muslim terutama bagi remaja laki-laki peranan ayah sebagai tokoh model dalam melakukan praktek keagamaan sangat penting sebab akan menjadikan remaja laki-laki mengidentifikasikan diri dengan ayahnya. Sedangkan pada remaja


(4)

perempuan, ayah memiliki fungsi sebagai pelindung. Anak perempuan yang dilindungi oleh ayahnya, kelak akan mencari pendamping yang juga akan melindunginya (Krisnatuti& Putri, 2012).

Peran ayah didalam keluarga adalah selain sebagai pencari nafkah, ayah juga berperan sebagai agen sosialisasi bagi anak-anaknya, terutama pada masa remaja (Ghiamitasya, 2013). Hal ini juga dinyatakan oleh Krisnatuti dan Putri (2012), bahwa interaksi ayah dan anak akan mempengaruhi perilaku ayah sebagaimana ayah mempengaruhi tugas perkembangan anak, terutama dalam hal bersosialisasi. Keterlibatan peran ayah dalam pengasuhan mempengaruhi cara bergaul individu di lingkungan sosial akan tampak ketika individu memasuki usia remaja (Syarifah, dkk., 2012).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jackson (2007), tidak adanya peran ayah dikaitkan dengan masalah kesehatan dan kesejahteraan, seperti perkembangan seksualitas remaja. Tingkat kehamilan pada remaja perempuan

menjadi sangat tinggi. Masalah lain yang dapat muncul adalah prestasi akademik yang buruk, harga diri rendah, dan meningkatnya perilaku yang merugikan dibandingkan dengan remaja dari keluarga yang utuh. Tidak adanya peran ayah merupakan hal yang sangat sedih dan membuat trauma. Ini menyebabkan penderitaan, tidak hanya mempengaruhi hubungan remaja dengan ayah mereka, tetapi juga hubungan emosional yang mereka jalin dengan orang lain.

Pentingnya cinta dan peran ayah untuk seorang anak berpotensi memberikan kontribusi untuk perkembangan yang sehat pada remaja (Jackson, 2007). Maka hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lamb (2010), yang menyatakan bahwa peran ayah akan berhubungan dengan keseluruhan perkembangan remaja, baik perkembangan sosial, emosional dan prestasi akademik remaja.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian mengenai hubungan peran ayah terhadap pemenuhan tugas perkembangan


(5)

remaja di MAN Yogyakarta I, dapat disimpulkan bahwa siswa di MAN Yogyakarta I sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan usia 16 tahun dan sebagian besar memiliki tugas perkembangan remaja dengan kategori cukup yaitu sebanyak 59 responden (64,8%).Sedangkanperan ayah dalam penelitian ini sebagian besar baik dengan jumlah sebanyak 45 responden (49,5%) dari total responden. Sehingga dapat dilihat hasil perhitungan uji statistik terdapat hubungan antara peran ayah terhadap pemenuhan tugas perkembangan remaja di MAN Yogyakarta I dengan kekuatan korelasi kuat (0,692) dan arah korelasi positif.

Saran yang dapat diambil dalam penelitian ini diharapkan bagi sekolah dapat memberikan informasi tentang pemenuhan tugas perkembangan remaja dan apa hubungannya dengan peran ayah kepada siswa di MAN Yogyakarta I. Saran bagi peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pentingnya peran ayah yang efektif untuk remaja. Bagi Ilmu Keperawatan diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi

perkembangan dunia pendidikan ilmu keperawatan, khususnya asuhan keperawatan anak sehingga dapat membantu di dalam pemberian pelayanan keperawatan khususnya remaja. Perawat juga diharapkan mampu menjelaskan pentingnya peran ayah untuk remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Batubara, J. R. (2010). Adolescent development (Perkembangan Remaja). Medical and Health Sciences, 12 (1), 9-21.

Ghiamitasya, M. (2013). Perubahan Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak di Jepang pada Era Shoushika. Japanology, Volume I, No. 1. September 2012-Februari 2013: 96-102. Hurriyati, E. A. (2010). Mengapa

Pengguna Narkoba pada Remaja Akhir Relapse?.

Humaniora, 1 (2), 303-314. Jackson, D. (2007). „I don‟t want to

hate him forever‟: Understanding daughter‟s experiences of father absence.

Australian Journal of Advanced Nursing, 24 (4), 14-18.

Kementerian Kesehatan RI. 2015.

Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja Dalam Rangka Hari Keluarga Nasional, 29 Juni. Pusat Data dan Informasi: Jakarta Selatan.


(6)

Khoironi, A. N. (2009). Peran Ayah (Single Parent) terhadap Pendidikan Anak dalam Film CJ7(Studi Analisis dalam Perspektif Pendidikan Islam).Skripsi: UIN Yogyakarta.

Krisnatuti D., & Putri, H. A. (2012). Gaya Pengasuhan Orang Tua, Interaksi serta kelekatan ayah-remaja, dan kepuasan ayah.

Ilmu Keluarga dan Konsumen, Volume V. No. 2, 101-109. Nursalam. (2013). Metodologi

Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Pieter Herri Zan, dkk. (2011).

Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Potter, A., & Perry, A.G. (2010).

Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Praktik. Edisi 7. Jakarta: EGC. Rahmaniyah, H. (2014). Analisis

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pemenuhan Tugas Perkembangan Remaja Santri di Pondok Pesantren Assalafiyyah Karangwangkal. Skripsi: UNDIP.

Syarifah, H., Widodo, P. B., dan Kristiana, I. F. (2012).

Hubungan antara Persepsi terhadap Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan dengan Kematangan Emosi pada Remaja di SMA Negeri “X”. 230-238.

Vera Astuti, P. P. (2013).

Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Jarak Jauh Remaja. 121 - 131.

Yuniardi, M. S. (2009). Penerimaan Remaja Laki-Laki dengan Perilaku Antispsial terhadap Peran Ayahnya di dalam Keluarga. 28 - 32. Malang: UMM.

Yusuf, Syamsu. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda.