PENGARUH PERUBAHAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN CHICKEN CARCAS MEAT PADA PRODUK NUGGET PT CHAROEN POKPHAND INDONESIA Food Division Unit Salatiga

  

PENGARUH PERUBAHAN SUHU PENYIMPANAN

TERHADAP UMUR SIMPAN CHICKEN CARCAS MEAT

PADA PRODUK NUGGET PT CHAROEN POKPHAND

  

INDONESIA Food Division Unit Salatiga

LAPORAN KERJA PRAKTEK

  Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

  

Oleh :

MERLY JESICA NAULI

15.I1.0058

  

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

  2018

KATA PENGANTAR

  Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia dan anugerah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek dengan judul “Pengaruh Perubahan Suhu Penyimpanan Terhadap Umur Simpan Chicken Carcas

  Meat Pada Produk Nugget di PT Charoen Pokphand Indonesia

  • Food Division Unit Salatiga” ini terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Banyak manfaat dan pengalaman yang didapatkan oleh penulis dari kerja praktek serta menambah wawasan yang nantinya dapat menjadi bekal di masa yang akan datang. Laporan kerja praktek ini dapat terselesaikan juga tak lepas dari doa, arahan, dukungan, dan bimbingan dari semua pihak yang diberikan kepada penulis. Maka dari itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.

  Allah SWT, karena telah melindungi dan menjaga penulis selama pembuatan laporan kerja praktek ini.

  2. Bapak Dr. R. Probo Y. Nugragedi STP, MS.c, selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian.

  3. Ibu Dr. Ir. Lindayani, MP., sebagai dosen pembimbing yang sudah membantu dan memberikan pengarahan kepada penulis.

  4. Bapak Aditya Taufiq Wibowo, selaku Direktur General Manager PT Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan kerja praktek.

  5. Bapak Tridadi Ismu Nugroho, selaku Head PGA PT Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan kerja praktek.

  6. Bapak Yustinus Adi yang telah membantu untuk mempersiapkan kelengkapan berkas-berkas kerja praktek.

  7. Bapak Muhamad Rafi selaku pembimbing lapangan departemen Further PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division Unit Salatiga yang telah memberikan pengarahan dan saran selama kerja praktek hingga penyelesaian laporan kerja praktek.

  8. Bapak Robby Chaniago selaku Foreman yang telah memberi pengarahan dan bantuan selama melakukan kerja praktek di PT Charoen Pokphand Indonesia-

  Food Division Unit Salatiga.

  9. Seluruh Foreman, QC lapangan, staff, karyawan dan security PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division Unit Salatiga yang telah memberikan informasi dan bantuan yang dibutuhkan penulis selama melakukan kerja praktek.

  10. Orang tua, kakak dan adik tercinta yang telah memberikan dukungan semangat baik tenaga maupun materi, untuk keberhasilan penulis selama melakukan kerja praktek hingga penyusunan laporan kerja praktek ini.

  11. Monica Citra, Ganes Tirza, dan Riza Dian sebagai teman satu perjuangan yang sama-sama berjuang dan bekerja saat melaksanakan kerja praktek di PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division Unit Salatiga.

12. Semua pihak yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat membantu penulis dalam melakukan penyelesaian laporan kerja praktek ini.

  Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kerja praktek, sehingga penulis merasa perlu adanya kritik dan saran yang membangun bagi laporan kerja praktek ini. Semoga laporan kerja praktek ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan. Terimakasih.

  Semarang, 16 mei 2018 Penulis

  

DAFTAR ISI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  DAFTAR TABEL

  

  

  

  DAFTAR GAMBAR

  

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Struktur Organisai PT Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga. .............................................. Error! Bookmark not defined.

  

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kerja Praktek

  Pangan merupakan segala produk yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, serta bahan lain yang digunakan dalam proses persiapan, pengolahan dalam pembuatan makanan atau minuman. Produk pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari rumah tangga atau industri pangan. Oleh karena itu, industri pangan merupakan salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan pemerintah.

  Perkembangan industri dibidang pangan sudah berkembang sangat pesat baik dalam teknologi maupun inovasi. Terlebih penulis sebagai mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, dituntut untuk lebih berkembang dan memilki pengetahuan serta pengalaman yang lebih banyak terutama dalam bidang pangan. Oleh karena itu sangat diperlukan proses pembelajaran secara langsung dilapangan untuk dapat mengetahui gambaran nyata pada dunia kerja. Kerja Praktek yang dilakukan akan menjadi bekal bagi mahasiswa yang hendak beranjak ke dunia kerja. Kerja praktek merupakan salah satu mata kuliah dalam Program Studi Teknologi Pangan yang dilakukan dengan ketentuan selama minimal 20 hari. Dengan adanya kerja praktek ini, diharapkan segala teori dasar yang sudah didapatkan selama proses perkuliahan mampu diterapkan oleh penulis secara nyata dan dapat mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja.

  Pemilihan PT Charoen Pokphand Indonesia

  • Food Division Unit Salatiga karena merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pangan dengan teknologi yang modern dan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, inovasi dan mesin-mesin yang telah memenuhi standar untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, halal, sehat, dan aman dikonsumsi untuk semua kalangan masyarakat sehingga cocok sebagai sumber pengetahuan dibidang teknologi pangan.

  1.2. Tujuan Kerja Praktek

  Tujuan dilakukkannya Kerja Praktek di PT Charoen Pokphand Indonesia

  • Food

  Division Unit Salatiga, antara lain:

  • perkuliahan.

  Menerapkan dan mengimplentasikan dasar-dasar teori yang telah diperoleh selama

  Mendapatkan gambaran nyata mengenai dunia kerja.

  • Menambah pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bidang pangan.
  • Mengetahui masalah-masalah yang timbul saat berada dalam produksi serta
  • mendapatkan solusi untuk mengatasi masalah yang terjadi.

  1.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

  Kerja praktek ini dilakukan di PT Charoen Pokphand Indonesia

  • Food Division Unit Salatiga, berlokasi di Jl Patimura Km. 1 Canden, Kutowinangun, Tingkir, Salatiga, Jawa Tengah selama 26 hari kerja (2 Januari 2018 sampai berakhir tanggal 31 Januari 2018) penempatan kepada Division Further atau nugget.

  1.4. Metode Kerja Praktek

  Kerja Praktek ini dilakukan dengan metode pengamatan secara langsung di lapangan kerja praktek serta melalui studi pustaka yang berkaitan. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan selama kerja praktek lapangan antara lain:  Orientasi pabrik dan pengamatan lapangan bersama Foreman, QC, dan karyawan produksi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses produksi.  Diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai fokus penelitian yang akan dibahas.  Studi pustaka berupa pengumpulan data berdasarkan literatur sebegai pembanding dan pelengkap data yang didapat dilapangan.  Presentasi akhir yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penulis memahami pemahaman penulis mengenai bahan baku nugget berupa Chicken Carcas Meat selama pelaksanaan kerja praktek di PT Charoen Pokphand Indonesia –Food Division Unit Salatiga.

2. PROFIL PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan

  PT Charoen Pokphand Indonesia

  • Food Division Unit Salatiga adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam Charoen Pokphand Group Indonesia (CP Group). Berdiri pada tanggal 22 September 2007. Menempati areal seluas 4,6 hektar di Jl. Patimura KM.1, Salatiga, Jawa Tengah. Dengan Kemampuan produksi sebesar 6.000 ekor per jam dengan jumlah karyawan sekitar 1400 orang. Sebagai industri pemotongan dan pengolahan daging ayam, PT Charoen Pokphand Indonesia, Food Division didukung oleh pengalaman teknologi dan sumber daya manusia yang terbaik, PT Charoen Pokphand Indonesia telah membuktikan dirinya sebagai perusahaan pengolahan daging ayam yang bermutu di Indonesia demi kepuasan seluruh rakyat Indonesia. Visi kami adalah menjadi produsen kelas dunia makanan olahan dari daging ayam khususnya dan bahan lain umumnya, Misi kami adalah Membantu meningkatkan kualitas bangsa Indonesia dan dunia serta memuaskan pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan yang bermutu tinggi, halal dengan menerapkan Good Manufacturing Practice (GMP), Sanitation

  

Standard Operating Procedure (SSOP), Hazard Analysis and Critical Control Point

(HACCP), dan International Standardization Organization (ISO 9001:2008).

  Produk PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division merupakan produk dengan kualitas terbaik, dimulai dengan proses pemilihan bahan baku ayam yang memenuhi standard ayam yang sehat, bebas dari segala penyakit, proses pemotongan dan pembersihan ayam yang dilakukan dengan halal dan hygienis, juga proses pengolahanya yang diawasi secara ketat dan sesuai dengan standard makanan yang bermutu tinggi, sampai pada kemasan dan kualitas control, serta distribusi yang dilakukan oleh sumber daya manusia yang terbaik, didukung oleh mesin mesin yang modern dan berteknologi tinggi.

  PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division, memproduksi produk yag bermutu tinggi untuk keperluan industri makanan di Indonesia. Charoen Pokphand Indonesia-

  

Food Division , sangat mengutamakan kebersihan dan kualitas dari produk yang

  dihasilkan, untuk itu masalah sanitasi dan hygenis serta jaminan halal sangat diutamakan, untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dan memenuhi harapan serta kebutuhan pelanggan. PT Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Food Division mengeluarkan kebijakan mutu yang merupakan kebijakan perusahaan yaitu: Senantiasa menghasilkan produk yang bermutu tinggi, halal dan aman untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi & misi perusahaan sehingga dapat memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan. Menggalang kerjasama, partisipasi aktif dan positif semua karyawan dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu kerja secara terus-menerus. Sesuai dengan motto “A Tradition of Quality”.

2.2. Visi dan Misi Perusahaan Visi: a.

  Menjadi produsen kelas dunia dalam bidang makanan olahan dari daging ayam khususnya dan bahan lain umumnya.

  b.

  Menjadi perusahaan yang bertanggung jawab, peduli terhadap dampak sosial dan lingkungan di dalam menjalankan kegiatan kami.

  Misi: a.

  Membantu meningkatkan kualitas bangsa indonesia dan dunia serta memuaskan pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan bermutu tinggi, halal dan aman untuk dikonsumsi dengan menerapkan Good Manufacturing

  Practice (GMP), Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP), Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), dan International Standardization Organization (ISO 9001:2008).

  b.

  Menjaga dan menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan hidup sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

  2.3. Kebijakan Mutu

  PT Charoen Pokphand Indonesia

  • –Food Division Unit Salatiga mengeluarkan kebijakan

  mutu dan keamanan pangan Quality & Food Safety Policy antara lain, yaitu: 1.

  Senantiasa menghasilkan produk yang bermutu tinggi, halal dan aman untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi & misi perusahaan sehingga dapat memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan 2. Menggalang kerjasama, partisipasi aktif dan positif semua karyawan dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu kerja secara terus-menerus.

  2.4. Struktur Organisasi

  Struktur organisasi PT Charoen Pokphand Indonesia

  • Food Division Unit Salatgia dapat dilihat pada Lampiran 1.

  2.5. Ketenagakerjaan

  PT Charoen Pokphand Indonesia

  • –Food Division Unit Salatiga memiliki karywan sekitar 1400 orang. Terdapat pembagian jam kerja untuk karyawan pada Tabel 1.

  Tabel 1. Pengaturan Jam Kerja Karyawan non-shift 6 Hari dan 5 Hari Kerja PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division Unit Salatiga.

  Waktu Karyawan Hari

  Jam Kerja Jam Istirahat

  

Shift Senin s/d Jumat 08.00 s/d 16.00 12.00 s/d 16.00

  (6 hari kerja) Sabtu 08.00 s/d 14.00 12.00 s/d 13.00

  Non-shift

  Senin s/d Jumat 08.00 s/d 17.00 12.00 s/d 13.00 (5 hari kerja)

3. SPESIFIKASI PRODUK 3.1. Jenis Produk

  merupakan salah satu bentuk produk jadi yang berbahan dasar daging yang telah

  Nugget

  mengalami pemanasan kemudian dibekukan (Utami et al., 2015). Pengolahan nugget mencakup enam tahap yaitu pembentukan adonan dengan cara penggilingan daging kemudian dilakukan pencampuran bumbu, penambahan es dan bahan tambahan, pencetakan, perekatan tepung dan pelumuran tepung panir, penggorengan awal (pre- penggorengan), pembekuan dan pengemasan. nugget ayam mempunyai standar mutu yang dapat menentukan kualitas akhir nugget. Standar mutu menurut Badan Standardisasi Nasional No. SNI 01-6683 (2014) tentang persyaratan Nugget ayam dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.2. Produk yang Dihasilkan

  Departemen Further atau bagian yang memproduksi nugget ayam di PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division Unit Salatiga memproduksi 5 macam merk dagang, yaitu Golden Fiesta, Fiesta, Champ, Okey, dan Akumo yang memiliki ciri khas tersendiri dari tiap produk yang dihasilkan, seperti perbedaan komposisi bahan, perlakuan selama produksi, dan target pemasaran. Produk yang diunggulkan yaitu Golden Fiesta dan Fiesta, sedangkan untuk merk Champ dan Okey memiliki harga jual yang lebih terjangkau sehingga target permasaran untuk kalangan menengah ke bawah.

  Ke-5 merk produk tersebut tetap diberi perlakuan pengontrolan dan pengendalian mutu yang sama untuk mencapai standar mutu yang ditetapkan oleh perusahaan. Jenis produk

  nugget yang dihasilkan departemen Further PT Charoen Pokphand Indonesia

  • Food Division Unit Salatiga dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Jenis nugget yang dihasilkan oleh Departemen Further di PT Charoen Pokphand Indonesia-Food Division Unit Salatiga.

  Merk Produk Kemasan

  Fiesta Chicken Nugget

  Stikie Nugget Dino Karage Spicy Crispy Crunch Pizza ABC

  Champ Chicken Stick

  Chicken Nugget Coin Chicken Nugget ABC

  Okey Nugget Okey

  Stik Okey

  Akumo Nugget Akumo

4. PROSES PRODUKSI

  Proses produksi chicken nugget terbagi menjadi 3 tahapan yaitu raw material, proses

  

cooking dan proses packing. Diagram alir keseluruhan proses produksi chicken nugget

dapat dilihat pada Gambar 2.

  Bahan baku produksi Sortasi Daging Ayam Seasoning (0-5°C) (20-30°C) Penimbangan otomatis

  Formulasi Formulasi Bag former & Bag sealer Raw Printing kode produksi & ED

  Penggilingan Material

  Metal Detector

  Pencampuran, penambahan N

  2 & emulsi Checkweigher bag

  Pencetakan Nugget Rotating table Proses Packing

  Penggorengan (Fryer 1) Cartoning Penggorengan (Fryer 2) Checkweigher box

  Proses Cooking Sortasi Palleting

  Pembekuan (Freezing) Penyimpanan (Cold storage)

  Pre-Loading Loading

  Gambar 1. Diagram alir proses produksi chicken nugget.

4.1. Raw Material

  Proses pembuatan nugget menggunakan bahan baku dan bahan tambahan. Bahan baku berupa daging ayam yang berasal dari slaughter house. Daging tersebut kemudian di simpan di chill room dengan suhu berkisar 0-5°C. Selain itu terdapat bahan pengisi maupun bahan tambahan berupa tepung terigu, profam, premix, breadcrumb, pati jagung, tepung batter disimpan sementara didalam gudang seasoning. Bahan baku utama dalam pembuatan nugget yaitu daging ayam jenis ayam broiler. Daging ayam merupakan salah satu jenis daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat (Sasongko dalam Utami et al., 2015), memiliki mutu protein yang tinggi, karena kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang serta lebih mudah dicerna daripada protein nabati. Nugget dengan bahan baku daging ayam mengandung vitamin B3, vitamin B6, asam pantotenat dan riboflavin (vitamin B2) yang menyumbang sebesar 68, 34, 16, dan 16% per hari (Thohari et al., 2017). Daging ayam yang akan digunakan untuk produksi harus melalui pengecekan secara sensori. Uji sensori meliputi aroma, tekstur, dan kenampakan daging. Aroma daging ayam yang baik yaitu aroma daging segar tidak berbau. Karakteristik warna daging ayam yang baik yaitu putih kemerah-merahan. Tekstur daging yang baik yaitu yang bertekstur kenyal, sedangkan untuk kenampakan daging seharusnya tidak berlendir dan bebas dari mikroorganisme. Penyimpanan bahan mentah harus bersih dan bebas dari kotoran atau bau. Lama penyimpanan daging dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penanganan sebelum dan setelah pemotongan ternak, salah satu penanganan setelah pemotongan yaitu dengan penyimpanan suhu dingin (Soeparno dalam Wowor et al., 2014) Daging ayam yang digunakan untuk produksi disimpan dalam chill room dengan suhu 0-5°C. Penyimpanan daging yang dilakukan dalam temperatur tidak melebihi suhu 4°C memberikan daya tahan sekitar 7 hari (Murtidjo dalam Wowor et al., 2014). Pendinginan merupakan cara pengawetan paling sederhana untuk memperpanjang masa simpan daging, karena suhu dingin akan menurunkan energi kinetik semua molekul dalam sistem sehingga menurunkan kecepatan reaksi kimia termasuk metabolisme sel kuman (Salle dalam Jaelani et al., 2014) Pengeluaran bahan baku dilakukan secara First In First Out (FIFO). Dilakukan pencatatan bahan baku yang keluar dan masuk dalam chill room. Selain itu untuk mempermudah dalam sistem First In First Out (FIFO), pengemasan daging dilakukan dengan pemberian warna yang berbeda pada kemasan daging pada setiap harinya. Contoh Senin & Kamis kemasan berwarna merah, untuk Selasa & Jumat kemasan berwarna biru, dan Rabu & Sabtu berwarna ungu. Karkas yang akan disimpan pada suhu dingin lebih baik jika terlindungi oleh pembungkus karena perlakuan tersebut mempengaruhi daya simpan dan mencegah terjadinya penurunan kualitas daging selama penyimpanan (Risnajati dalam Jaelani et al., 2014). Pada saat penerimaan minyak goreng dilakukan pengecekan secara sensori dan Free

  

Fatty Acid (FFA) untuk menentukan kuliatas minyak goreng tersebut. Pemeriksaan

  %FFA ini dilakukan dilaboratorium PT Charoen Pokphand Indonesia

  • Food Division

  

Unit Salatiga. Asam lemak bebas merupakan indikator yang digunakan dalam

  penentuan kualitas suatu minyak. Pembentukan asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak diakibatkan karena adanya proses hidrolisis yang terjadi selama proses penggorengan karena suhu yang relatif tinggi (Kalapathy & Proctor dalam Sopianti et

  al ., 2017)

  Bahan tambahan disimpan pada gudang seasoning dan diletakkan pada rak pallet (non kayu) sehingga tidak bersentuhan langsung dengan lantai dan dinding. Adanya pemberian jarak selain untuk mencegah kontaminasi juga untuk mempermudahkan dalam pembersihan ruang penyimpanan.

  

Nugget dibuat dari daging yang sudah melalui proses penggilingan. Pada tahap ini

  penggilingan daging ayam untuk memperkecil ukuran daging sehingga dapat meningkatkan efisiensi dalam pengadukan atau pencampuran. Penggilingan bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan daging yang dapat membantu ekstraksi protein karena dengan adanya proses penggilingan, daging akan saling berikatan dan membentuk tekstur yang kuat (Owens dalam ivana, 2015).

  Pencampuran dilakukan dengan menggunakan alat mixer dengan ditambahkan senyawa gas nitrogen. Nitrogen memiliki karakteristik tidak berbau, tidak memiliki rasa, dan tidak berwarna sehingga dalam penggunaannya tetap aman untuk membekukan produk pangan. Penggunaan nitrogen berfungsi untuk membantu pembekuan dan membentuk struktur adonan agar mudah dicetak, membantu pengawetan adonan, dan mempertahankan bahan dari kehilangan flavour dan aroma (Anonymus dalam Ivana 2015). Pada saat pencampuran, daging ditambahkan tepung, bawang putih, es, dan emulsi oil. Pembuatan emulsi dengan menggunakan bahan yaitu profam (tepung kedelai), minyak, air dan es berlangsung selama 10-15 menit. Emulsi adalah suatu sistem dispersi yag terdiri dari fase kontinyu dan fase diskontinyu dan bersifat tidak stabil sehingga memerlukan agen penstabil emulsi yang diperankan oleh protein (Belizt & Grosch dalam Sofiana, 2012). Penambahan es yang dilakukan berfungsi untuk menjaga suhu emulsi agar tetap rendah sehingga terjadi pembentukan gel yang baik dan mencegah pecahnya emulsi akibat denaturasi protein. Fungsi tepung sebagai bahan pengikat yang berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air produk daging dan mengurangi pengerutan selama pemasakan (Ginting & Umar, 2005). Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih, dan merica. Tidak digunakan penyedap rasa maka digantikan dengan bahan alami berupa gula, garam dan merica untuk memberi cita rasa pada produk yang akan dihasilkan. Dalam hal ini digunakan bahan tambahan premix yang merupakan bumbu dalam pembuatan nugget. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan untuk meningkatkan selera makan. Bawang putih mengandung antibiotik alami, berupa Aliin dan Alicin, yang selain menekan pertumbuhan bakteri pembusuk, juga meningkatkan aroma dan cita rasa yang lezat (Rahayu et al., 2016).

  Pemerikasaan kualitas adonan yang keluar dari mixer meliputi suhu adonan dan sensori (bau dan warna). Standar dari suhu adonan berkisar anatar (-6)-(-3)°C. Jika suhu terlalu tinggi dapat terjadi denaturasi protein. Selain itu adonan nugget menjadi terlalu lembek dan akan sulit di cetak. Adonan yang telah tercampur kemudian dimasukkan ke dalam alat pencetakan sesuai jenis produk yang di rencanakan, setalah itu adonan melewati proses battering, adonan diberi larutan yang tediri dari tepung batter, air, dan es. Larutan batter berfungsi sebagai perekat untuk proses coating dengan menggunakan breadcrumb .

  

Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus. Kemudian

  dilakukan proses breading dimana merupakan proses penambahan pelapis atau coating dengan menggunakan breadcrumb. Breader merupakan bahan pelapis yang berbentuk granula atau butiran-butiran kasar yang digunakan untuk melapisi produk setelah penambahan batter. Breader berupa tepung roti atau panir. Proses ini berguna untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pamasakan dan penyimpanan. Batter dan

  

breader dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu produk pangan dan menambah

kenikmatan ketika konsumen mengonsumsi produk tersebut.

4.2. Proses Cooking

  Tahap selanjutnya yaitu proses penggorengan dimana terbagi menjadi 2 proses yaitu

  

fryer 1 dan fryer 2. Pada penggorengan 1 digunakan untuk pemasakan produk setengah

  matang sedangkan pada penggorengan 2 digunakan untuk proses pematangan lebih lanjut. Menggoreng adalah cara yang sangat efisien untuk memindahkan panas ke dalam produk karena suhu minyak dapat dinaikkan jauh di atas 100°C. Selain itu, menggoreng dalam minyak juga memberikan tekstur crispy ke luar produk yang diinginkan dalam produk seperti ayam goreng atau nugget ayam yang dilapisi tepung roti (Barbut Shai, 2016). Proses penggorengan menggunakan metode continuous deep fat penggorengan secara continue yang dilakukan dengan cara menjalankan produk diatas conveyor yang secara langsung terendam di dalam medium minyak panas. Dengan metode ini, diharapakan suhu dan karakteristik yang diinginkan dapat tercapai dan suhu permukaan produk meningkat sehingga diperoleh warna kuning kecoklatan dan produk akan memilki tekstur yang renyah (crispy). Setelah nugget melewati proses penggorengan 2 maka dilakukan sortasi manual untuk memisahkan produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Produk reject hasil dari sortasi kemudian dilakukan proses

  

rework . Sortasi manual dalam proses produksi juga dilakukan untuk menjaga ukuran,

  bentuk, warna dan penampakan produk yang akan dipasarkan tetap terjaga. Penampakan yang terlihat meliputi dubble nugget, patah, black crumb (noda hitam), kurang terlapisi adonan dan penyimpangan lainnya.

  4.3. Freezing

  Proses pembekuan dilakukan setelah melalui proses penggorengan dan sortasi dengan menggunakan alat pembekuan (freezing), dimana suhu ruangan berkisar antara -40°C sampai dengan 35°C. Lama pembekuan di dalam selama 30 menit hingga 1 jam. Bahan pangan yang telah di goreng akan memiliki suhu tinggi sehingga dengan proses pembekuan menggunakan ini diharapkan suhu produk menurun hingga -18°C, karena penyimpanan beku antara suhu -6,6°C sampai -23,3°C mampu memperpanjang umur simpan produk daging khususnya daging unggas sampai 1 tahun (Mountney, 2017). Mesin pembekuan (freezing) memiliki prinsip dasar yaitu membekukan produk dengan bantuan cairan pendingin dalam waktu yang singkat dan hasil dari pembekuannya terpisah-pisah. Di dalam mesin terdapat conveyor belt ulir yang berisi produk dan diberi hembusan udara dingin dari blower dengan suhu -24°C.

  4.4. Packing & Cartoning Produk nugget yang sudah mengalami pembekuan kemudian disortasi manual.

  Selanjutnya dibawa ke bucket elevator dengan menggunakan conveyor. Produk di timbang pada mesin penimbangan otomatis. Sortasi manual dalam proses produksi juga dilakukan untuk menjaga ukuran, bentuk, warna dan penampakan produk yang akan dipasarkan tetap terjaga. Proses sortasi ini berdasarkan penampakan dan bentuk nugget. Selanjutnya masuk kedalam kemasan yang sudah dibentuk di bag former dan bag sealer lalu dilakukan penyegelan kemasan. Pada proses pembentukan plastik terdapat sensor yang bekerja secara otomatis membaca eyemark sehingga kemasan plastik tersebut dapat terpotong dengan tepat. Pada saat pembentukan kemasan plastik tersebut juga dilakukan printing kode produksi dan expired date. Expired date dari produk nugget adalah 1 tahun. Setelah pembekuan, produk dikemas dan disiapkan untuk distribusi. Kemasan Nugget menggunakan jenis kemasan PP dimana kemasan tersebut dapat mempertahankan kandungan nutrisi dalam produk, mampu menahan gas masuk ke media penyimpanan sehingga dapat mengurangi proses oksidasi yang dapat mendukung pertumbuhanan bakteri (Forqon et al.,2016).

  Setelah kemasan melewati alat penyegelan, dilanjutkan dengan pengecekan metal

detector untuk mengetahui ada atau tidaknya kontaminasi logam pada produk.

Verifikasi metal detector dengan menggunakan spesimen Fe 1,5 mm, non Fe 2,0 mm, dan SUS 316 2,5 mm. Produk yang terdeteksi metal secara langsung akan terpisahkan oleh rejector dan kemudian dilakukan cara manual untuk mengetahui kandungan logam tersebut.

  Proses selanjutnya yaitu pengecekan berat produk dengan menggunakan checkweigher

  

bag. Jika berat tidak sesuai dengan standar (over/under weight), maka produk secara

  langsung akan dipisahkan dengan rejector untuk dicek ulang secara manual dengan menggunakan neraca analitik atau dilakukan repack. Produk yang telah memenuhi standar kemudian dilakukan proses cartoning yang dilakukan secara manual dan dilanjutkan dengan proses sealing box menggunakan mesin lakban. Sedangkan dilakukan pengecekan berat box. Jika tidak memenuhi standar (over/underweight) secara otomatis akan dipisahkan dengan rejector. Box yang memenuhi standar akan masuk ke dalam ruangan palleting dan disimpan dalam cold storage lalu dilakukan

  

loading . Pekerja bagian Quality Control melakukan pengecekan produk dari segi

kemasan sebelum sampai ke konsumen.

5. TUGAS KHUSUS 5.1. Pendahuluan

  PT Charoen Pokphand Indonesia

  • Food Division Unit Salatiga merupakan salah satu perusahaan yang mengembangkan bisnisnya dalam bidang pangan terutama dalam pengolahan daging ayam. Dalam proses pengolahan chicken nugget perlu adanya pengawasan mutu yang diterapkan, karena bahan baku yang digunakan adalah daging ayam yang mengandung protein tinggi, sehingga sangat rentan oleh kontaminasi mikroba. Oleh karena itu, semua karyawan ataupun alat yang kontak langsung dengan pengolahan nugget harus diperhatikan pengawasan mutunya dari penerimaan bahan baku hingga produk jadi. Tujuan dilakukannya pengamatan perubahan suhu penyimpanan Chicken Carcas Meat (CCM) yaitu untuk mengetahui umur simpan daging ayam pada bahan baku produk

  

nugget . Dalam penelitian ini menggunakan sampel Chicken Carcas Meat (CCM)

  sebagai bahan baku produk nugget. Metode yang dilakukan yaitu pengambilan sampel CCM sebanyak 100 gram untuk 2 perlakuan suhu. Perlakuan yang digunakan yaitu suhu

  

chill room (0-5°C) dan suhu ruang (17-20°C). Pengambilan sampel ditempatkan pada

plastik lalu di tutup. Kemudian diletakkan pada suhu chill room dan suhu ruang.

  Pengamatan dilakukan setiap 3 jam sekali untuk pengecekan suhu ruang, suhu produk, dan sensori yang meliputi warna dan aroma.

5.2. Hasil Pengamatan 5.2.1. Perlakuan suhu Chill Room (0-5°C)

  27

  Gambar 2. Hasil Chicken Carcas Meat (CCM) perlakuan penyimpanan pada suhu Chill Room (0-5°C).

  10 Merah Kecoklatan Agak bau 2,4 42 10,2 Merah Kehijauan Bau

  39

  3

  3 33 6,5 Merah Kecoklatan Agak bau 2,4 36 8,4 Merah Kecoklatan Agak bau

  3 30 6,3 Merah Agak bau

  5 Merah Tidak bau

  Hasil pengamatan penyimpanan Chicken Carcas Meat (CCM) pada suhu Chill Room (0-5°C) dapat dilihat pada Tabel 3 & Gambar 2.

  Tabel 3. Hasil perlakuan penyimpanan Chicken Carcas Meat (CCM) pada suhu Chill Room (0-5°C).

  5 Merah Tidak bau

  24

  3 18 5,7 Merah Tidak bau 3,2 21 4,2 Merah Tidak bau 2,9

  4 Merah Tidak bau 2,6 12 4,6 Merah Tidak bau 4,4 15 5,4 Merah Tidak bau

  9

  4

  4 4,3 Merah Tidak bau 3,1 3 4,1 Merah Tidak bau 3,6 6 4,6 Merah Tidak bau

  Suhu Ruang Waktu Suhu Produk Warna Bau

  3 Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 2, dapat dilihat bahwa hasil pengamatan Chicken

  Carcas Meat (CCM) pada suhu Chill Room (0-5°C), memiliki umur simpan selama 1

  hari 17 jam dengan suhu chill room 2,4°C, sedangkan suhu produk mengalami peningkatan sebesar 10,2°C serta perubahan warna yang terjadi dari daging segar berwarna merah berubah menjadi merah kecoklatan hingga merah kehijauan.

5.2.2. Perlakuan suhu Ruang (17-20°C)

  Hasil pengamatan penyimpanan Chicken Carcas Meat (CCM) pada suhu suhu ruang (17-20°C) dapat dilihat pada Tabel 4 & Gambar 3.

  Tabel 4.Hasil perlakuan penyimpanan Chicken Carcas Meat (CCM) pada suhu ruang (17-20°C).

  Suhu Ruang Waktu Suhu Produk Warna Bau

  18,5 4,3 Merah Tidak bau 18,5

  3

  10 Merah Tidak bau 18,5 Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 3, dapat dilihat bahwa hasil pengamatan Chicken

  6

  14 Merah Tidak bau 18,5 9 16,4 Merah Tidak bau 18,5 12 17,3 Merah Tidak bau

  18 15 18,7 Merah Kecoklatan Agak bau

  18

  18

  19 Merah Kecoklatan Agak bau

  19 21 19,2 Merah Kehijauan Bau Gambar 3. Hasil perlakuan penyimpanan Chicken Carcas Meat (CCM) pada suhu ruang (17-20°C).

  

Carcas Meat (CCM) pada suhu ruang (17-20°C) memiliki umur simpan selama 21 jam

  dengan suhu ruang 19°C, sedangkan suhu produk mengalami peningkatan suhu sebesar 19,2°C serta terjadi perubahan warna dari daging segar yang berwarna merah berubah menjadi merah kecoklatan hingga merah kehijauan.

5.3. Pembahasan

  Pengambilan sampel Chicken Carcas Meat (CCM) sebanyak 100 gram dengan menggunakan pembungkus plastik kemudian diletakkan pada chill room dan suhu ruang. Pengecekkan dilakukan setiap 3 jam sekali untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada suhu ruang, suhu produk, dan sensori yang meliputi warna dan aroma. CCM didapatkan dari proses pemotongan yang menyisakan leher dan punggung dimana masih terdapat daging-daging yang melekat pada tulang. Daging yang menempel pada tulang tersebut diambil secara mekanik. Menurut Risnajati (2010) daging yang akan disimpan dalam lemari es hendaknya dalam keadaan terlindungi oleh pembungkus karena dapat mempengaruhi ketahanan daya simpan dan mencegah penurunan kualitas selama penyimpanan. Chicken Carcas Meat dapat dilihat pada gambar 5.

  Gambar 4. Chicken Carcas Meat

  Berdasarkan hasil pengamatan Chicken Carcas Meat (CCM) di suhu Chill Room (0- 5°C), pada waktu 0 jam (kontrol) suhu chill room 4°C mempunyai suhu produk 4,3°C berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 3 jam dengan suhu chill room 3,1°C mengalami penurunan suhu produk menjadi 4,1°C, berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 6 jam dengan suhu chill room 3,6°C mengalami peningkatan suhu produk yaitu 4,6°C, berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 9 jam dengan suhu chill

  

room 4°C mengalami penurunan suhu produk menjadi 4°C, berwarna merah dan tidak

  berbau. Pada waktu 12 jam dengan suhu chill room 2,6°C mengalami peningkatan suhu produk yaitu 4,6°C, berwarna merah dan tidak berbau. Pengecekan pada waktu 15 jam dengan suhu chill room 4,4°C mengalami peningkatan suhu produk 5,4°C, berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 18 jam dengan suhu chill room 3°C mengalami peningkatan suhu produk 5,7°C, berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 21 jam dengan suhu chill room 3,2°C mengalami penurunan suhu produk menjadi 4,2°C, berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 24 jam dengan suhu chill room 2,9°C mengalami peningkatan suhu produk 5°C berwarna Merah Kecoklatan dan tidak berbau. Pada waktu 27 jam dengan suhu chill room 3°C mempunyai suhu produk 5°C berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 30 jam dengan suhu chill room 3°C mengalami peningkatan suhu produk 6,3°C berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 33 jam dengan suhu chill room 3°C mengalami peningkatan suhu produk 6,5°C berwarna merah kecoklatan dan agak berbau. Pada waktu 36 jam dengan suhu chill room 2,4°C mengalami peningkatan suhu produk 8,4°C, berwarna merah mecoklatan dan agak berbau. Pada waktu 39 jam dengan suhu chill room 3°C mengalami peningkatan suhu produk 10°C berwarna merah kecoklatan dan agak berbau. Dan pada waktu 42 jam dengan suhu chill room 2,4°C mengalami peningkatan suhu produk 10,2°C berwarna merah kehijauan dan berbau (busuk).

  Berdasarkan dari data pengamatan Chicken Carcas Meat (CCM) dengan penyimpanan suhu chill room (0-5°C) mempunyai umur simpan selama 1 hari 17 jam dengan ditandai adanya perubahan warna dari merah menjadi merah kecoklatan kemudian menjadi merah kehijauan dan aroma daging yang semula tidak berbau menjadi agak berbau dan berbau busuk. Hasil tersebut sesuai dengan teori Murtidjo dalam Wowor (2014), bahwa penyimpanan daging segar pada suhu dingin dengan temperatur tidak melebihi 4°C maka akan memberikan daya simpan sekitar 7 hari. Tetapi pada penelitian ini dapat dilihat bahwa peningkatan suhu produk tidak stabil. Adanya peningkatan dan penurunan pada suhu produk dikarenakan suhu ruang penyimpanan yang tidak stabil dan juga alat termometer yang digunakan kurang akurat. Pendinginan merupakan cara paling sederhana dan sering digunakan untuk mengawetkan serta memperpanjang umur simpan bahan pangan terutama daging ayam karena dapat menurunkan energi kinetik semua molekul dalam sistem sehingga dapat menghambat petumbuhan mikroorganisme (Salle dalam Jaelani et al., 2014) Hasil pengamatan Chicken Carcas Meat (CCM) di suhu ruang (17-20°C), pada waktu 0 jam (kontrol) suhu ruang 18,5°C mempunyai suhu produk 4,3°C berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 3 jam dengan suhu ruang 18,5°C mengalami peningkatan suhu produk 10°C, berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 6 jam dengan suhu ruang 18,5°C mengalami peningkatan suhu produk 14°C berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 9 jam dengan suhu ruang 18,5°C mengalami peningkatan suhu produk 16,4°C berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 12 jam dengan suhu ruang 18,5°C mengalami peningkatan suhu produk 17,3°C berwarna merah dan tidak berbau. Pada waktu 15 jam dengan suhu ruang 18°C mengalami peningkatan suhu produk 18,7°C berwarna merah kecoklatan dan agak berbau. Pada waktu 18 jam dengan suhu ruang 18°C mengalami peningkatan suhu produk 19°C berwarna merah kecoklatan dan agak berbau. Dan pada waktu 21 jam dengan suhu ruang 19°C mengalami peningkatan suhu produk 19,2°C berwarna merah kehijauan dan bau (busuk). Berdasarkan dari data pengamatan Chicken Carcas Meat (CCM) dengan perlakuan suhu ruang (17-20°C) mempunyai umur simpan selama 21 jam dengan suhu ruang 19°C dan mengalami peningkatan suhu produk sebesar 19,2°C serta perubahan warna menunjukan merah kehijauan dan aroma berbau busuk. Dalam hal ini umur simpan CCM lebih singkat dibandingkan dengan penyimpanan suhu chill room. Data tersebut tidak sesuai dengan teori Surandi (2012), yang menyatakan bahwa masa simpan daging pada suhu ruang (15-30°C) mempunyai umur simpan selama 17 jam. Data pengamatan yang diperoleh melebihi 17 jam, hal tersebut karena suhu ruang yang cenderung pengalami penurunan yang tidak stabil. Populasi bakteri berkembang dengan cepat yaitu

dua kali lipat setiap 30 menit pada suhu ruang. Total bakteri dapat meningkat mencapai 100 kali atau lebih saat disimpan pada suhu ruang dengan waktu yang lama (Chye et al dalam Ristanti et al., 2017). Semakin lama penyimpanan pada suhu ruang akan semakin banyak basa yang dihasilkan akibat meningkatnya aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan (Jay, dalam Ivana 2015). Hasil pengamatan Chicken Carcas Meat (CCM) dengan perlakuan suhu chill room (0- 5°C) dan suhu ruang (17-20°C) menunjukan bahwa selama penyimpanan mengalami perubahan dari warna daging CCM merah menjadi merah kecoklatan hingga daging berwarna merah kehijauan. Secara organoleptik kerusakan daging ayam ditandai dengan adanya bau yang menyimpang. Masa penyimpanan dapat mempengaruhi aroma karena proses oksidasi, kontraksi dengan udara menyebabkan penguapan sehingga aroma menjadi berkurang bahkan semakin lama menimbulkan aroma busuk. Kebusukan karena kerusakan daging ditandai dengan adanya senyawa-senyawa berbau busuk

  2

  seperti aminia, H S, indolm dan amin yang merupakan hasil dari pemecahan protein oleh mikroorganisme (Luthana dalam Jaelani et al., 2014).

  Hal yang perlu diketahui bahwa daging broiler mempunyai sifat yang mudah rusak. Sebagian besar kerusakan diakibatkan oleh penanganan yang kurang baik sehingga menjadi peluang bagi pertumbuhan mikroba pembusuk dan berdampak pada penurunan kualitas serta daya simpan (Risnajati, 2010). Daging ayam broiler mudah mengalami kerusakan karena kontaminasi bakteri yang berasal dari bulu, kulit, saluran cerna ayam maupun proses penyembelihan sampai siap konsumsi. Kontaminasi tersebut dapat menimbulkan pertumbuhan bakteri sehingga terjadi perubahan kualitas pada daging ayam baik kualitas fisik, kualitas kimia, dan kualitas mikrobiologis (Asmara et al dalam Jaelani et al., 2014).

  Daging ayam broiler mudah mengalami kerusakan karena kontaminasi kuman yang berasal dari dari bulu, kulit, saluran cerna ayam maupun porses penyembelihan. Bahan mentah asal unggas seringkali terkontaminasi oleh mikroba patogen penyebab

  

foodborne diseases seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium perfrigens,

  

dan Campylobacter fetus subs jejuni dan Yersiniea enterocolitica (E.S Dewi et al.,

2016).

  Uji laboratorium yang dilakukan PT Charoen Pokphand Indonesia

  • –Food Division Unit