BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Strukur Modal - NOVI T. BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Strukur Modal Struktur modal ditunjukan oleh perimbangan pembelanjaan jangka
panjang yang permanen, yaitu perimbangan antara utang jangka panjang dan saham preferen dengan modal sendiri (equity) diluar utang jangka pendek. Struktur modal adalah kombinasi dari berbagai sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan, dan menggambarkan biaya modal (cost of capital) yang menjadi beban perusahaan tersebut (Noor, 2011: 382).
Fahmi (2014: 182-183) menyatakan bahwa secara umum teori yang membahas tentang struktur modal ada dua yaitu: a. Balancing Theories
Balancing Theories merupakan suatu teori yang menjelaskan tentang
kebijakan yang ditempuh oleh perusahaan untuk mencari dana tambahan dengan cara pinjaman baik keperbankan atau juga dengan menerbitkan obligasi (bonds).
b. Pecking Order Theories suatu kebijakan yang ditempuh oleh perusahaan untuk mencari
12 tambahan dana dengan cara menjual aset yang dimilikinya. Pada teori ini perusahaan melakukan kebijakan dengan cara mengurangi kepemilikan aset yang dimilikinya karena dilakukan kebijakan penjualan.
Struktur modal sangat berpengaruh dalam pencapaian tujuan perusahaan untuk memaksimalkan balas jasa investasi (return), sekaligus meminimumkan risiko (risk). Untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu memaksimum return, diperlukan laba yang juga maksimum. Sementara untuk mencapai laba yang maksimum, biaya harus minimum, termasuk biaya modal atau cost of capital. Biaya modal yang minimum sekaligus akan memperkecil risiko usaha. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan perusahaan diatas, diperlukan struktur modal optimum (Noor, 2011: 382).
Kebijakan pendanaan sangat dipengaruhi oleh preferensi manajemen tentang sejauh mana penguasaan manajemen dalam menentukan struktur modal optimum (Harmono,2009). Struktur modal yang optimal terjadi ketika ada keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Teori ini juga menyebutkan bahwa sebelum terjadi struktur modal yang optimal, hutang lebih murah daripada saham karena adanya tax shield, namun ketika optimal hutang tidak menarik karena perusahaan harus menanggung nilai perusahaan turun.
13 Penggunaan hutang akan selalu lebih menguntungkan apabila dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri, terutama dengan meminjam ke perbankan. Karena pihak perbankan dalam menetapkan tingkat suku bunga berdasarkan acuan dalam melihat perubahan dan berbagai persoalan dalam perekonomian suatu negara. Sehingga sangat tidak mungkin bagi suatu perbankan menerapkan suatu angka suku bunga pinjaman yang memberatkan bagi pihak debitur karena nantinya akan bermasalah bagi perbankan itu sendiri yaitu memungkinkan untuk timbulnya bad debt (Fahmi, 2014: 183).
Menurut teori trade off penggunaan hutang dalam struktur modal dapat meningkatkan nilai perusahaan pada titik tertentu, namun setelah itu justru akan menurunkan hutang karena tidak sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan agency problem (Atmaja,2009: 259). Teori
pecking order mengasumsikan bahwa perusahaan menggunakan
pembiayaan eksternal hanya pada saat pembiayaan internal tidak mencukupi. Menurut sistem ekonomi Islam yang berlandaskan Tauhid (kepercayaan pada Allah), semuanya kembali kepada Allah, sebagai penguasa tunggal dan menempatkan harta sebagai alat bukan sebagai tujuan, serta ruh sistem ekonomi Islam adalah keseimbangan yang adil (Alma & Donni, 2009).
14
2. Teori Kebijakan Hutang Menurut Fahmi (2014: 153) hutang adalah kewajiban (liabilities).
Maka liabilities atau hutang merupakan kewajiban yang dimiliki oleh pihak perusahaan yang bersumber dari dana eksternal baik yang berasal dari sumber pinjaman perbankan, leasing, penjualan obligasi dan sejenisnya. Karena itu suatu kewajiban adalah mewajibkan bagi perusahaan melaksanakan kewajiban tersebut, dan jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan secara tepat waktu akan memungkinkan bagi suatu perusahaan menerima sanksi dan akibat. Sanksi dan akibat yang diperoleh tersebut berbentuk pemindahan kepemilikan aset pada suatu saat. Karena itu bagi beberapa kreditur yang memberikan pinjaman kepada debitur menginginkan adanya jaminan dari setiap pinjaman tersebut, seperti tanah, bangunan, kendaraan, dan berbagai bentuk aktiva lainnya khususnya aktiva tetap.
Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal (Sujarweni, 2015: 205). Faktor-faktor pendanaan eksternal dapat diurutkan dari hal berikut, yaitu analisa dana yang dibutuhkan perusahaan; analisa kondisi keuangan dan laporan perusahaan yang mencakup laporan sumber dan penggunaan dana, laporan arus kas dan anggaran kas (rasio keuangan), serta analisa bisnis perusahaan yang
15 seharusnya digunakan dalam menentukan kebutuhan dasar keuangan perusahaan.
Kondisi keuangan dan kinerja perusahaan juga mempengaruhi jenis pendanaan yang digunakan. Semakin besar likuiditas perusahaan, semakin kuat keseluruhan kondisi keuangan dan semakin besar laba perusahaan, berarti semakin tinggi risiko jenis pendanaan yang digunakan. Yaitu pendanaan hutang semakin menarik dengan adanya perbaikan dalam likuiditas, kondisi keuangan dan laba (Van Home, 1997).
Menurut Sujarweni (2015: 205) penentuan kebijakan hutang berkaitan dengan struktur modal karenahutang merupakan bagian dari penentuan struktur modal yang optimal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan menggunakan hutang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan. Besar kecilnya presentase hutang yang digunakan oleh perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya; NDT (Non-Debt Tax Shield), struktur aktiva, profitabilitas, risiko bisnis, ukuran perusahaan, dan kondisi internal perusahaan.
16
3. Teori Blockholder Ownership
Struktur kepemilikan saham menajabarkan pihak-pihak yang memiliki saham suatu perusahaan, hal ini berarti setiap pihak dapat dikatakan sebagai pemegang kekuasaan atas perusahaan berdasarkan jumlah saham yang dimilki. Menurut Sujarweni (2015: 208) pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk memaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki risiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki risiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer.
Blockholder merupakan shareholder yang kepemilikannya paling
sedikit 5% atas saham perusahaan (Gorton & Kahl, 1999). Likuiditas memiliki implikasi penting terhadap adanya blockholder dalam suatu perusahaan, hal ini dikarenakan pengawasan terhadap manajemen menjadi lebih aktif ketika perusahaan mengalami likuiditas rendah. Dengan demikian blockholder lebih tertarik dengan perusahaan yang memiliki likuditas yang relatif stabil (Gerken, 2009).
Faktor-faktor yang memotivasi adanya blockholder ownership yaitu: shared benefit of control dan private benefit of control. Shared muncul karena blockholder ownership yang besar akan
benefit of control
berasal dari besarnya voting power untuk ikut dalam pembuatan keputusan
17 serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan blockholder. Sedangkan private
benefit of control muncul karena blockholder memiliki dorongan untuk
menggunakan voting power mereka, sehingga dapat menikmati keuntungan-keuntungan perusahaan yang tidak dibagikan pada pemegang saham minoritas.
Menurut Jatmiko (2013) ketika pemegang saham besar berpotensi meningkatkan pengawasan manajer, pemegang saham besar sebenarnya juga mewakili tujuan atau kepentingan mereka sendiri, sehingga sangat mempengaruhi keputusan pendanaan yang akan diambil perusahaan.
Dapat dikatakan bahwa semakin besar blockholder ownership akan semakin besar dorongan untuk menggunakan voting power dalam keputusan pendanaan perusahaan. Agency theory menjelaskan bahwa dalam menentukan pendanaan perusahaan, pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dengan utang, karena hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang (Maydeliana, 2008). Oleh karena itu, semakin besar kepemilikan blockholder akan mendorong perusahaan lebih berani mengambil pinjaman dalam menentukan keputusan pendanaan.
Blockholder dapat mengurangi konflik agency antara pemegang
saham dan manajer, karena adanya kepemilikan saham yang terkonsentrasi perusahaan melalui hak suara. Namun blockholder ownership juga dapat
18 meningkatkan konflik agency antara blockholder dengan investor minoritas (Jatmiko, 2013). Hal tersebut dikarenakan blockholder memiliki dorongan untuk menggunakan voting power mereka, sehingga dapat menikmati penghasilan atau keuntungan-keuntungan perusahaan yang tidak dibagikan pada pemegang saham minoritas.
4. Teori Ukuran Perusahaan
Menurut Sujarweni (2015: 211) ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan dengan total aktiva. Sudarmadji dan Sularto (2007) mengatakan bahwa menentukan besar kecilnya ukuran perusahaan dapat dilakukan menggunakan total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar, maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Ketiga variabel ini digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut.
Semakin besar total aktiva maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Semakin besar aktiva maka semakin besar modal yang ditanam, sementara semakin banyak penjualan maka semakin banyak juga perputaran uang dalam perusahaan. Dengan demikian, ukuran perusahaan Ukuran perusahaan diproxy dengan menggunakan natural log total asset,
19 karena ukuran perusahaan berhubungan dengan fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana dan memperoleh laba dengan melihat pertumbuhan asset, karena ukuran perusahaan berhubungan dengan fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana dan memperoleh laba dengan melihat pertumbuhan aset perusahaan (Marsally, 2013).
Perusahaan besar umumnya melakukan lebih banyak diversifikasi usaha, sehingga kemungkinan kegagalan usaha lebih rendah. Perusahaan yang memiliki ukuran besar akan lebih mudah untuk memasuki pasar modal sehingga kesempatan perusahaan untuk membayar dividen besar kepada pemegang saham agar reputasi di kalangan investor tetap terjaga. Ekonomi Islam tidak menunjukkan secara spesifik kriteria ukuran perusahaan, namun dalam bursa efek, perusahaan yang dapat masuk daftar emiten harus memenuhi syarat, salah satunya bidang keuangan.
5. Teori Risiko Bisnis
Perusahaan memiliki sejumlah risiko yang didapat langsung akibat dari jenis usaha perusahaan tersebut, hal inilah yang dimaksud dengan risiko bisnis (Sujarweni, 2015: 206). Risiko merupakan bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada
20 saat ini. Risiko bisnis mewakili tingkat risiko dari operasi perusahaan di masa mendatang yang tidak menggunakan hutang (Fahmi, 2010: 449).
Menurut Sujarweni (2015: 206) risiko bisnis tidak hanya bervariasi dari industri ke industri, namun juga dapat bervariasi antar perusahaan dari industri tertentu, dan juga dapat berganti seiring waktu. Risiko bisnis dalam Islam mengarah pada risiko operasional atau laba dan investasi.
Manajemen sebagai pengelola usaha dapat mengantisipasi risiko dengan adanya manajemen risiko yang baik, salah satunya dengan pengaturan usaha. Manajemen risiko yang baik dapat meningkatkan kepercayaan
Sahibul mal (pemilik dana) untuk menanamkan modal ataupun
memberikan hutang.a. Faktor-faktor Risiko Bisnis
Menurut Sujarweni (2015: 206-208) beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi risiko bisnis dari sebuah perusahaan, antara lain : 1) Variabilitas permintaan; semakin stabil sebuah permintaan produk dari perusahaan tertentu, ceteris paribus akan menurunkan risiko bisnis perusahaan tersebut. 2) Variabilitas harga jual; perusahaan yang produknya dijual pada pasar yang relatif volatile akan lebih memiliki risiko bisnis bila dibandingkan dengan perusahaan yang sama yang harga outputnya
21
3) Variabilitas biaya input; perusahaan yang memiliki biaya input yang tidak pasti akan memiliki risiko bisnis yang tinggi.
4) Kemampuan untuk menyesuaikan harga output dengan perubahan dalam biaya input; semakin mampu sebuah perusahaan dalam melakukan penyesuaian dalam hal harga dan biaya, maka perusahaan tersebut memiliki risiko bisnis yang semakin rendah.
5) Kemampuan untuk mengembangkan produk baru dalam waktu dan biaya yang efektif. Semakin cepat sebuah produk tua atau usang, maka semakin besar pula risiko bisnisnya. 6) Risiko bisnis dari perdagang luar negeri; perusahaan yang pendapatannya sebagian besar datang dari luar negeri dapat membuat pendapatan perusahaan menurun, hal ini dikarenakan adanya fluktuasi nilai kurs mata uang. Hal lain yang dapat menambah risiko bisnis adalah lingkungan bisnis di mana perusahaan tersebut beroperasi.
7) Proporsi biaya tetap terhadap keseluruhan biaya; operating
leverage ; jika sebagian besar biaya adalah tetap, yang tidak turun
ketika permintaan menurun, maka perusahaan tersebut memiliki risiko bisnis yang tinggi.
8) Risiko finansial adalah risiko tambahan kepada pemegang saham hutang dalam perusahaan. Jika perusahaan menggunakan hutang,
22 hal ini mengakibatkan seluruh risiko bisnis akan ditransfer kepada pemegang saham. Transfer seluruh risiko ini diakibatkan kreditur, yang menerima pendapatan tetap (bunga utang), tidak menanggung risiko bisnis yang ada.
b. Sumber Risiko
Menurut Darmawi (2016: 30-31) menentukan sumber risiko penting karena mempengaruhi cara penangannya. Sumber penyebab kerugian (risiko) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Sumber Risiko Sosial Sumber utama risiko adalah masyarakat. Artinya, tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan yang merugikan dari harapan kita. Orang
- –orang dapat menyebabkan kecelakaan yang menciderai diri mereka sendiri atau orang lain sehingga menyebabkan kerusakan harta dan jiwa yang besar.
2) Sumber Risiko Fisik Ada banyak sumber risiko fisik yang sebagiannya adalah fenomena alam, sedangkan lainnya disebabkan kesalahan manusia.
Cuaca atau iklim adalah risiko yang serius. Salah satu sumber malapetaka yang mengerikan yang mendatangkan kerusakan harta
23
3) Sumber Risiko Ekonomi Banyak risiko yang dihadapi perusahaan itu bersifat ekonomi. Contoh risiko ekonomi adalah inflasi, fluktuasi lokal, dak ketidakstabilan perusahaan individu. Keadaan ini menempatkan orang-orang dan pengusaha pada risiko yang sama dengan risiko pada fluktuasi umum kegiatan ekonomi. Keadaan setiap perusahaan itu tidak sama karena ada yang sukses dan ada yang gagal. Para pemilik perusahaan kehilangan sebagian dan seluruh investasinya dan para pekerja terancam pengangguran.
c. Biaya-Biaya Yang Ditimbulkan Karena Menanggung Risiko
Menurut Darmawi (2016: 33) biaya-biaya yang bersifat ekonomi karena menanggung risiko atau ketidakpastian dapat dibagi sebagai berikut:
1) Biaya Kerugian yang Tidak Diharapkan Setiap hari sebagian perusahaan dan keluarga menderita kerugiandalam situasi risiko murni, seperti kebakaran menghancurkan suatu gedung, konsumen yang sakit karena memakan sesuatu produk perusahaan, hancurnya perusahaan karena terjadinya peledakan dan sebaginya. Biaya dari kerugian yang tidak diharpkan terhadap suatu unit ekonomi dan dalam
24 yang paling penting sehubungan dengan ketidakpastian itu sendiri, kurang mendapat perhatian.
2) Biaya Ketidakpastian Pada umumnya, orang tidak menyukai kerugian maupun ketidakpastian karena hal ini akan menimbulkan persaan tidak aman, serta gelisah dan selanjutnya persaan khawatir. Apabila perasaan ini cukup besar maka mereka akan mencurahkan perhatiannya kepada masalah itu. 3) Keraguan Penghambat Perkembangan Ekonomi
Apabila reaksi terhadap keraguan terbawa ke dalam urusan bisnis maka ia dapat menghambat kegiatan ekonomi. Artinya, jika sebagian pengusaha memilih likuiditas (memegang uang tunai) daripada melakukan investasi karena keraguannya akan masa depan maka permintaan investasi akan merosot. Jika kemerosotan ini tidak diimbangi oleh kenaikan permintaan investasi di sektor lain maka perekonomian secara keseluruhannya juga akan merosot karena terjadinya ketidakseimbangan pemakaian sumber daya ekonomi. 4) Langkah-langkah dalam Proses Manajemen Risiko
Proses itu dimulai dengan mengenal berbagai risiko yang dalam ukuran frekuensi, keparahan, serta variabilitasnya. Selanjutnya
25 keputusan harus diambil seperti memilih dan menggunakan metode- metode untuk menangani masing-masing risiko yang telah diidentifikasikan. Sebagian risiko tertentu mungkin perlu dihindarkan, sebagian lagi mungkin perlu ditanggung sendiri, dan yang telah dipilih maka langkah berikutnya adalah rencana pengadministrasian program itu secara melembaga.
Perusahaan yang memiliki risiko bisnis (variabilitas keuntungan) tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang yang besar, karena kreditor akan meminta biaya utang yang tinggi (Atmaja, 2008:273). Selain itu, perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi kemungkinan tidak akan menggunakan utang dalam jumlah yang besar, karena dengan menggunakan utang akan meningkatkan risiko yang akan ditanggung perusahaan (Brigham dan Houston, 2006:7).
Sebagai implikasinya, perusahaan dengan risiko bisnis besar sebaiknya menggunakan utang lebih kecil dibanding perusahaan yang memiliki risiko bisnis rendah. Hal ini disebabkan karena semakin besar risiko bisnis, penggunaan utang yang besar akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan utang mereka (Marsally, 2013). Hal tersebut menandakan bahwa risiko bisnis memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan kebijakan utang.
26
d. Mengelola Risiko
Fahmi, 2014: 464 menyatakan bahwa dalam aktivitas yang namanya risiko pasti terjadi dan sulit untuk dihindari sehingga bagi sebuah lembaga bisnis sangat penting untuk memikirkan bagaimana mengelola atau me-manage risiko tersebut. Pada dasarnya risiko itu sendiri dapat dikelola dengan 4 (empat) cara, yaitu sebagai berikut :
1) Memperkecil risiko Keputusan untuk memperkecil risiko adalah dengan cara tidak memperbesar setiap keputusan yang mengandung risiko tinggi tapi membatasinya bahkan meminimalisirnya agar risko tersebut tidak menambah menjadi besar di luar dari kontrol pihak manajemen perusahaan. Karena mengambil keputusan di luar dari pemahaman manajemen perusahaan maka itu sama artinya dengan melakukan keputusan yang sifatnya spekulasi. 2) Mengalihkan risiko
Keputusan mengalihkan risiko adalah dengan cara risiko yang kita terima tersebut kita alihkan ketempat lain sebagian, seperti dengan keputusan mengasuransikan bisnis guna menghindari terjadinya risiko yang sifatnya tidak diketahui kapan waktunya.
27
3) Mengontrol risiko Keputusan mengontrol risiko adalah dengan cara melakukan kebijakan mengantisipasi terhadap timbulnya risiko sebelum risiko itu terjadi. Kebijakan seperti ini biasanya dilakukan dengan memasang alat pengaman atau pihak penjaga keamanan pada tempat-tempat yang dianggap vital. 4) Pendanaan risiko
Keputusan pendanaan risiko adalah menyangkut dengan menyediakan sejumlah dana sebagai reserve (cadangan) guna mengantisipasi timbulnya risiko dikemudian hari.
e. Cara Menyelsaikan Risiko
Menurut Fahmi (2014: 540) struktur organisasi manajemen risiko setiap bagian saling bekerjasama dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Konsep manajemen yang saling berinteraksi seperti ini adalah menjadi dasar berpikir (base thinking) dalam memahami manajemen risiko. Karena permasalahan risiko tidak akan bisa di petakan dan dicari solusinya jika setiap pihak tidak bekerjasama, karena dengan bekerjasama setiap masalah akan lebih mudah dicari solusinya. Ada beberapa cara menyelesaikan risiko yaitu sebagai berikut:
28
2) Saling bekerjasama untuk memberikan solusi dan memilih satu alternatif solusi yang terbaik untuk dijadikan rekomendasi 3) Dan saling bertanggung jawab untuk menyelsaikan risiko hingga selesai.
6. Teori Nondebt Tax Shield
Perusahaan yang beroperasi di suatu negara, seperti Indonesia maka harus membayar pajak atas operasinya yang dihitung atas besaran laba. Bagi perusahaan, biaya yang dapat mengurangi besar laba merupakan keuntungan karena semakin besar biaya maka pajak yang dibayarkan semakin kecil. Pada umumnya keuntungan tersebut diperoleh dari biaya bunga (debt tax shield) terutama bagi perusahaan yang melakukan hutang. Keuntungan pajak lain yaitu nondebt tax
shield, yaitu keuntungan pajak yang diperoleh perusahaan selain bunga
pinjaman.Menurut Noor (2011: 74) akibat pajak ini tentu penerimaan atau penghasilan produsen akan berkurang. Namun, biasanya produsen tidak mau penghasilannya berkurang. Oleh karena itu, biasanya produsen membebankannya kepada konsumen dengan cara menaikkan harga jual. Akibatnnya adalah fungsi permintaan (demand) tetap, tidak
29
Nondebt tax shield diperoleh dalam bentuk berkurangnya pajak
karena depresiasi aktiva tetap. Dengan demikian semakin besar aktiva tetap yang dimiliki sesuai ketentuan UU perpajakan, maka biaya depresiasi semakin besar dan pembayaran pajak semakin kecil. Menurut Sujarweni (2015: 205) depresiasi dan dana pensiun digunakan untuk mengurangi pajak bagi perusahaan. Dengan demikian perusahaan dengan nondebt tax shield tinggi tidak perlu menggunakan hutang yang tinggi. Ekonomi Islam tidak membahas secara spesifik mengenai nondebt tax shield, namun Islam mengatur tentang pajak dan penggunaanya. Akumulasi penyusutan termasuk pengurang pajak, dana dari pos tersebut selama masa penggantian aktiva merupakan dana menganggur, dan menurut ekonomi Islam dana tersebut dapat digunakan untuk tujuan produktif sebagai modal internal asing.
7. Teori Profitabilitas
Menurut Kasmir (2015: 196) tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal. Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan dalam praktiknya dituntut harus mampu memenuhi target yang telah
30 ditetapkan. Artinya besarnya keuntungan haruslah dicapai sesuai dengan yang diharapkan dan bukan berarti asal untung. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan, digunakan rasio keuntungan atau rasio profitabilitas yang dikenal juga dengan rasio rentabilitas.
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan (Kasmir, 2015: 196).
Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut (Kasmir, 2015: 196).
Profitabilitas menjadi variabel dalam menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi.
Selain itu, profitabilitas juga menunjukkan kemampuan dari modal kruntungan bagi investor. Ketika perusahaan sebagian didanai oleh
31 hutang, laba dibagi antara pemegang hutang dan pemegang saham. Dengan demikian hubungan yang ada antara profitabilitas dengan kebijakan hutang adalah bersifat negatif. Ketika profitabilitas perusahaan meningkat maka tingkat hutang perusahaan akan menurun dan sebaliknya jika profitabilitas perusahaan menurun maka hutang perusahaan akan meningkat.
a. Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan (Kasmir, 2015: 197-198), yaitu:
1) untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu; 2) untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang; 3) untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu; 4) untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri; 5) untuk produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri; 6) untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan 7) dan tujuan lainnya.
32 Sementara itu, manfaat yang diperoleh adalah untuk : 1) mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode; 2) mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang; 3) mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu; 4) mengetahu besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri; 5) mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri; 6) dan manfaat lainnya.
b. Jenis-jenis Rasio Profitabilitas
Menurut Kasmir (2015: 198) sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, terdapat beberapa jenis rasio profitabilitas yang digunakan. Masing-masing jenis rasio profitabilitas digunakan untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode. Dalam praktiknya, jenis-jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan adalah profit margin (profit margin on
sales ), return on investment (ROI), return on equity (ROE), dan laba per lembar saham.
33 Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi biasanya menggunakan utang dalam jumlah yang relatif sedikit, karena dengan tingkat profitabilitas yang tinggi memungkinkan perusahaan tersebut melakukan sebagian besar pendanaannya melalui dana yang dihasilkan secara internal (Brigham dan Houston, 2011). Dengan kata lain, perusahaan dengan laba ditahan yang besar akan menggunakan laba ditahan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menggunakan utang.
Hal tersebut sesuai dengan pecking order theory yang menjelaskan bahwa perusahaan yang profitable umumnya melakukan pinjaman dalam jumlah yang sedikit, karena perusahaan tersebut tidak memerlukan pendanaan dari luar perusahaan (Hanafi, 2004:314). Sedangkan perusahaan yang kurang profitable akan cenderung memiliki utang yang lebih besar, karena dana internalnya tidak cukup untuk melakukan kegiatan operasional perusahaan dan utang merupakan sumber pendanaan dari luar yang lebih disukai. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya menggunakan sumber pendanaan melalui laba ditahan terlebih dahulu kemudian utang dan yang paling terakhir melalui penerbitan saham baru.
Investor jangka panjang sangat peduli terhadap analisis perusahaan. Rasio yang umumnya digunakan dalam analisis
34
35
profitabilitas ini adalah rasio return on aset (ROA). Dalam manajemen keuangan, Return on Assets (ROA) memiliki arti penting sebagai salah satu teknik analisis keuangan yang bersifat menyeluruh atau komprehensif. Rasio ini mengukur efektivitas perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang akan digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan .
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Permasalahan berkenaan dengan kebijakan hutang telah banyak diteliti sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu tersebut yang dijadikan sebagai landasan penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: 1) Lestari (2014)
Penelitian ini mengangkat judul tentang “Pengaruh Blockholder
Ownership
, Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, Dan Nondebt Tax Shield Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Yang Masuk Di Jakarta Islamic Index”. Ditemukan hasil signifikan negatif pada pengukuran variabel
blockholder ownership , dan nondebt tax shield. Hasil hubungan signifikan
positif ditunjukkan pada variabel ukuran perusahaan. Namun tidak ditemukan pengaruh signifikan pada variabel risiko bisnis terhadap
2) Sheisarvian, dkk (2015) Penelitan ini menggunakan kebijakan hutang sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel independennya adalah kepemilikan manajerial, kebijakan dividen dan profitablitas. Berdasarkan dari hasil perhitungan statistik pada penelitian ini, diketahui bahwa kepemilikan saham manajerial, kebijakan dividen, dan profitabilitas berpengaruh secara signifikan dan berhubungan negatif terhadap kebijakan hutang.
3) Murtiningtyas (2012) Penel itian ini berjudul “Kebijakan Deviden, Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institutional, Profitabilitas, Resiko Bisnis Terhadap Ke bijakan Hutang”. Ditemukan hasil bahwa kebijakan deviden, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas dan risiko bisnis berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang secara simultan.
Sedangkan secara parsial hanya profitabilitas dan resiko bisnis yang berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang. Sedangkan kebijakan deviden, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.
4) Nabela (2012) Penelitian ini mengukur pengaruh antara kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan profitabilitas terhadap kebijakan hutang. institusional terhadap variabel kebijakan hutang. Hasil hubungan
36 signifikan negatif ditemukan pada pengukuran variabel profitabilitas terhadap kebijakan hutang. Namun tidak ditemukan pengaruh signifikan positif pada variabel kebijakan dividen. 5) Yuniarti (2013)
Penelitian ini mengukur pengaruh antara kepemilikan manajerial, dividen, profitabilitas, dan struktur aset terhadap kebijakan hutang.
Ditemukan hasil dari penelitian yang dilakukan di perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009, 2010 dan 2011 bahwa kepemilikan manajerial dan dividen memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang. Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Sedangkan struktur aset memiliki pengaruh postif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang.
6) Syadeli (2013) Penelitian ini berjudu l “Struktur Kepemilikan, Profitabilitas dan
Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Pemanufakturan di Bursa Efek Indonesia”. Hasil pengujian menunjukkan, bahwa secara simultan struktur kepemilikan, profitabilitas, dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, sedangkan secara parsial, struktur kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang, profitabilitas perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan hutang.
37
7) Margaretha (2014) Penelitian ini berjudul “Determinants of Debt Policy in Indonesia‟s
Public Company
”. Penelitian ini menggunakan variabel dependen leverage. Sedangkan variabel independennya adalah ukuran perusahaan, tangibility aset, profitabilitas, tingkat pajak, nondebt tax shield, dan tingkat pertumbuhan. Didapatkan hasil bahwa tangibility of assets memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap debt policy. Profitabilitas dan tingkat pertumbuhan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
debt policy , sedangkan ukuran perusahaan, tarif pajak, nondebt tax shield
dan tingkat pajak tidak berpengaruh pada debt policy.8) Nuraina (2012) Penelitian ini mengukur antara pengaruh kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang dan nilai perusahaan.
Ditemukan hasil bahwa kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
38
9) Maryasih dan Gemala (2014) Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Blockholder Ownership dan Asset Tangibility terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan
Telekomunikasi yang Terdaftar di BEI periode 2008- 2011”. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa blockholder ownership dan asset
tangibility berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang pada perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI 2008-2011.
10) Vatavu (2014) Penelitian ini berjudul “Determinants of corporate debt ratios:
Evidence from manufacturing companies listed on the Bucharest Stock Exchange
”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Aset berwujud, ukuran perusahaan,dan likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Sedangkan pajak, risiko bisnis dan tingkat suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
11) Doni Hendra Saputra (2017) Penelitian ini mengukur pengaruh free cash flow, kebijakan dividen, struktur aktiva, blockholder ownership, pertumbuhan perusahaan dan ukuran perusahaan terhadap Kebijakan Hutang. Ditemukan hasil dari penelitian yang dilakukan di perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015 bahwa free cash flow, kebijakan
39
40
perusahaandan tingkat suku bungaberpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
12) Purwasih, dkk (2014) Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, dan Struktur Aset Terhadap Kebijakan Hutang Pada perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2010- 2012
”. Ditemukan hasil bahwa kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, dan struktur aset berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Sedangkan kepemilikan manajerial, kebijakan dividen dan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Ringkasan penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian1. Lestari (2014) Pengaruh Blockholder Ownership, Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, dan Nondebt Tax Shield Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan yang Masuk di JII Vol. IX, No. 1, Desember 2014, hal 43-56.
Dependen : Kebijakan Hutang (DEBT) Independen : Blokholder Ownership (BO), Ukuran Perusahaan (SIZE), Risiko Bisnis (RISK), dan Nondebt Tax Shield (ND) Blockholder ownership mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Nondebt tax shield mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Ukuran perusahaan
41 No Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Risiko bisnis berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
2. Sheisarvian, dkk (2015) Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Dividen dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Vol. 22 No. 1 Mei 2015, hal 1-9.
Dependen : Kebijakan Hutang Independen : Kepemilikan Manajerial.
Kebijakan Dividen dan Profitabilitas Kepemilikan saham manajerial berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap kebijakan hutang.
Kebijakan dividen berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap kebijakan hutang.
Profitabilitas berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap kebijakan hutang.
3. Murtiningtyas (2012) Kebijakan Deviden, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Profitabilitas, Resiko Bisnis Terhadap Kebijakan Hutang Accounting Analysis Journal 1 (2) (2012), hal 1-6.
Dependen : Kebijakan Hutang Independen : Kebijakan Deviden, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Profitabilias dan Risiko Bisnis
Kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang.
Kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Profitabilitas berpengaruh negatif dan kebijakan hutang.
42 No Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Resiko bisnis berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
4. Nabela (2012) Pengaruh Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Properti dan Real Estate di BEI Vol. 01, Nomor 01, September 2012, hal. 1-8.
Dependen : Kebijakan Hutang Independen : Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen dan Profitabilitas Kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Profitabilitas memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Kebijakan dividen idak ditemukan pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
5. Yuniarti (2013) Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Dividen, Profitabilitas dan Struktur aset terhadap Kebijakan Hutang AAJ 2 (4) 2013, hal 447-454.
Dependen : Kebijakan Hutang Independen : Kepemilikan Manajerial, Dividen, Profitabilitas dan Struktur Aset.
Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang. Dividen berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang.
Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Struktur aset berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang.
6. Syadeli (2013) Struktur Kepemilikan, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Pemanufakturan di BEI Vol. 2, Nomor 2, Agustus 2013, hal 79-94.
Dependen : Kebijakan Hutang Independen : Struktur Struktur kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
43 No Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
8. Nuraina (2012) Pengaruh Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang dan Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI) AKRUAL 4 (01) 2012, hal 51-70.
Dependen: Kebijakan Hutang
Ownership dan Asset Tangibility terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Telekomunikasi yang
9. Maryasih dan Gemala (2014) Analisis Pengaruh Blockholder
Ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahan.
Dependen : Kebijakan Hutang dan Nilai Perusahaan Independen : Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan
Firm size, tax rate, nondebt tax shiled tidak memiliki pengaruh terhadap debt policy.
Kepemilikan, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan.
Profitability and grow rate memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap debt policy.
Tangibility of assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap debt policy.
Dependen : Debt Policy. Independen : Firm Size, Tangibility of Assets, Profitability, Tax Rate, Nondebt Tax Shield, Grow Rate.
7. Margaretha (2014) Determinants of Debt Policy in Indonesia‟s Public Company Rev. Integr. Bus. Econ. Res. Vol. 3 (2), hal 10-16.
Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Blockholder Ownership berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
80. Independen:
Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Free cash flow berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Dependen: Kebijakan Hutang Independen: Free Cash Flow , Kebijakan Dividen, Struktur Aktiva, Blockholder Pertumbuhan Perusahaan dan
11. Saputra (2017) Pengaruh Free Cash Flow , Kebijakan Dividen, Struktur Aktiva, Blockholder Ownership , Pertumbuhan Perusahaan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011- 2015,hal. 1-35.
Tingkat suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Risiko bisnis berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
44 No Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Terdaftar di BEI Periode 2008-2011 Vol. 1, No. 1, Maret 2014, hal 72-
Ukuran perusahaan negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Aset berwujud berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Dependen: Debt Policy Independen: Asset Tangibility, Size, Profitability, Liquidity, Tax, Business Risk, and Interest Rate.
Timisoara Journal of Economics and Business, 6(20), hal 99-126.
10. Vatavu (2014) Determinants of corporate debt ratios: Evidence from manufacturing companies listed on the Bucharest Stock Exchange.
Asset Tangibility berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
Blockholder Ownership dan Asset Tangibility
Likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
No Peneliti dan Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Tahun Penelitian Ukura kebijakan hutang.
Perusahaan.
Pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
12. Purwasih, dkk Analisis Pengaruh Kepemilikan Dependen: Kepemilikan manajerial
(2014) Manajerial, Kepemilikan Kebijakan berpengaruh negatif dan Institusional, Kebijakan Dividen, Hutang signifikan terhadap Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Independen: kebijakan hutang.dan Struktur Aset Terhadap Kepemilikan