BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Pilihan Rasional - RIFALDI NANDA JAKA PRASETYA ... BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Pilihan Rasional Teori rasionalitas adalah teori ekonomi neoklasik yang diterapkan

  pada sektor publik, teori ini mencoba menjembatani antara ekonomi mikro dan politik dengan melihat tindakan warga negara, politisi, dan pelayanan publik sebagai analogi terhadap kepentingan pribadi produsen dan konsumen (Buchanan, 1972 dalam Sari dan Supadmi, 2016). Selain itu, pengarang buku The Wealth of Nation (1776) yaitu Adam Smith, menyatakan bahwa “orang bertindak untuk mengejar kepentingan pribadi mereka, melalui meka nisme “the invisible hand” menghasilkan keuntungan kolektif yang memberi manfaat pada seluruh masyarakat”. Ilustrasinya adalah, misalkan ada seorang pemilik toko roti yang memiliki motivasi untuk memperkaya diri dengan keuntungan sebesar-besarya.

  Namun demikian keuntungan yang besar tersebut akan dipengaruhi oleh produk roti yang harganya murah tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi daripada pengusaha roti yang lainnya. Roti dengan kualitas tinggi namun dengan harga yang murah akan membuat orang tertarik dan merasa lebih diuntungkan karena harganya yang begitu murah atau terjangkau.

  (Buchanan dan Tullock, 1962 dalam Sari dan Supadmi, 2016) menyebutkan dua asumsi kunci teori pilihan rasional : (1) Individu yang rata-rata lebih tertarik untuk memaksimalkan utilitas (kegunaan). Hal ini berarti preferensi individu-nya akan mengarah pada pilihan-pilihan yang dapat memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. (2) Hanya individu yang membuat keputusan, bukan kolektif. Hal tersebut dikenal sebagai metodologis individualisme dan menganggap bahwa keputusan kolektif adalah sgregasi dari pilihan individu.

  Dengan mengikuti asumsi pusat dari teori pilihan rasional, maka dijelaskan apa yang akan di inginkan birokrasi jika Birokrat merupakan pemaksimal utilitas kepentingan pribadi. Teori ini mengatakan bahwa rasionalnya, Birokrat mempunyai kepentingan maksimalkan utilitas melalui peningkatan karir dan peningkatan tersebut berdasarkan kesesuain sistem birokrasi publik yang sering kali tergantung pada rekomendasi atasan.

  Niskanen memandang sebuah birokrasi sebagai persamaan kasar dengan sebuah bisnis dimana pemaksimalan anggaran diputuskan untuk memaksimalkan keuntungan. Niskanen menciptakan sebuah analogi pasar dimana birokrasi adalah produsen monopoli atau pelayanan publik dan legislator adalah pembeli monoksonis. Birokrat berusaha untuk memaksimalkan anggaran mereka dengan menjual sebuah tingkatan pelayanan publik pada legislator.

  Penerapan teori ini pada penelitian ini adalah karena pertimbangan bagaimana sebuah Birokrat atau pemerintah daerah menggunakan kekuasaannya dalam menentukan anggarannya yaitu yang bersumber dari PAD, DAU, DAK, dan investasi yang dimanfaatkan untuk program- program pelayanan publik ke masyarakat yang pada akhirnya diharapkan untuk bisa mengurangi tingkat pengangguran.

2. Pendapatan Asli Daerah

   Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak

  daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah (Mardiasmo, 2004). Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri.

  Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut (Halim, 2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut (Bratakususmah dan Solihin, 2002) pengertian PAD adalah pendapatan yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan guna membiayai kegiatan-kegiatan daerah tersebut. Dalam kenyataannya PAD terdiri dari empat jenis pendapatan, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain- lain PAD yang sah.

  Pendaptan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan tanggungjawabnya. Menurut pasal 6 Undang- undang no 33 tahun 2004 pendapatan asli daerah berasal dari :

  a. Pajak Daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah retribusi daerah.

  b. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

  c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini di rinci menurut objek pendapatan yang mencakup: bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD bagian atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta/kelompok.

  d. Lain-lain pendapatan yang sah Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Rekening ini disediakan untuk mengakuntasikan penerimaan daerah selain yang disebut diatas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut:  Hasil penjualan daerah yang tidak dipisahkan  Jasa giro  Pendapatan bunga  Penerimaan atasa tuntutan ganti rugi daerah  Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang dan jasa oleh daerah  Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing  Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan  Pendapatan denda pajak  Pendapatan denda retribusi  Pendapatan eksekusi atas jaminan  Pendapatan dari pengembalian fasilitas sosial dan umum  Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan  Pendapatan dari anggaran/cicilan penjualan

  PAD yang tinggi merupakan tujuan dari semua pemerintah daerah. PAD yang tinggi menandakan otonomi daerah yang dilaksanakan berjalan dengan baik. PAD merupakan pendapatan daerah yang diperoleh dari hasil pengelolaan potensi-potensi yang ada di daerah oleh pemerintah daerah dengan bantuan masyarakt setempat dan pihak swasta.

  Menurut (Santosa, 2013) PAD berpengaruh negatif terhadap pengangguran karena dapat dilihat sebagai keberhasilan PAD sebagai cermin dari produktivitas dan pendapatan akibat kemunculan usaha baru atau pula terjadi ada perkembangan secara intensifikasi yang menyerap banyak tenaga kerja.

  Untuk meningkatkan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus berupaya secara terus menerus untuk menggali dan meningkatkan sumber keuangannya sendiri. Ada beberapa indikator yang biasa digunakan untuk menilai pajak dan retribusi daerah, yaitu: a. Hasil, yaitu memadai tidaknya suatu pajak dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan besarnya hasil pajak tersebut.

  b. Keadilan, dasar pajak dan kewajiban membayarnya harus jelas dan tidak sewenang-wenang. Pajak harus adil secara horizontal artinya beban pajak harus sama antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama. Pajak harus adil secara vertikal, artinya beban pajak harus lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang memiliki sumber daya yang lebih besar. c. Efisiensi ekonomi. Pajak/retribusi daerah hendaknya mendorong atau setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif dalam kehidupan ekonomi.

  d. Kemampuan untuk melaksanakan, pajak harus dapat dilaksanakan baik dari aspek politik maupun administratif.

  e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah. Adanya kejelasan kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan dan tempat memungut pajak hendaknya sama dengan tempat akhir beban pajak.

  Setiap daerah memiliki PAD berbeda-beda karena potensi yang dimiliki setiap daerah berbeda. Semakin tingginya PAD suatu daerah dapat mengurangi tingkat ketergantungan daerah terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan oleh pemerintah pusat, sesuai Undang-undang 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Penetuan pajak terhadap PAD ditentukan sendiri oleh daerah yang bersangkutan, namun masih selaras dengan ketentuan Undang-Undang. Satuan pendapatan asli daerah menggunakan rupiah (Rp).

3. Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH)

   Seusai dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 disebutkan

  bahwa Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

  Dana perimbangan adalah merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002)

  Menurut (Elmi, 2002), secara umum tujuan pemerintahan pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah: a. sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian

  “kue nasional”, baik vertikal maupun horizontal

  b. suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.

   Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia

  mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat. Ketidakseimbangan fiskal yang terjadi antara pemerintahan pusat dan daerah selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 10 persen kecuali DKI Jakarta (Elmi, 2002)

  Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah.

  Dana perimbangan terdiri atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Ketiga komponen dana perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. Satuan ukur dana perimbangan adalah persen(%) sesuai dengan kebutuhan setiap daerah a. Dana Alokasi Umum (DAU)

  Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari anggaran, pendapatan, dan belanja negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

  Tujuan Dana Alokasi Umum adalah untuk mengatasi ketimpangan fiskal keuangan antara pemerintah pusat dan ketimpangan horizontal antara pemerintah daerah karena ketidakmerataan sumber daya yang ada pada masing-masing daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah dan potensi daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 3 ditegaskan kembali mengenai formula celah fiskal dan penambahan variabel DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.

  Dengan demikian, adanya DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya.

  Menurut(Santosa, 2013) DAU berpengaruh negatif terhadap penurunan pengangguran, peran DAU dalam menurunkan pengangguran di daerah memang sudah sesuai dengan tujuannya yakni untuk pemerataan keuangan antar daerah, membiayai kebutuhan pengeluaran pemerintah daerah dan memberi pelayanan yang lebih baik kepada publik dalam bentuk gaji PNS dan belanja pegawai lainnya

  b. Dana Alokasi Khusus DAK diatur dalam pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33

  Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara keuangan pusat dan keuangan daerah yang menyebutkan bahwa : “Dana Alokasi Khusus selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pasal 162 Undang-undang Nomor 32/2004 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk :

  1) Membiayai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah pusat atas dasar prioritas nasional.

  2) Membiayai kegiatas khusus yang diusulkan daerah tertentu.

  Program yang menjadi prioritas nasional Menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Menteri teknis menyampaikan ketetapan tentang kegiatan khusus kepada Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK.

  Penghitungan Alokasi DAK

  Pasal 54 PP Nomor 55 tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melaui 2 tahap, yaitu : 1) Penetuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan 2) Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah

  Penetuan daerah tertentu menurut pasal 54 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis sebagaimana sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara keuangan pusat dan keuangan daerah.

  Kriteria Umum

  Menurut Pasal 33 PP No 55 Tahun 2005, Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil. Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui indeks fiskal neto (IFN) tertentu yang ditetapkan setiap tahun. Dalam tahun 2011, arah kebijakan umum DAK adalah untuk membantu daerah- daerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah. Hal ini diterjemahkan bahwa DAK dialokasikan untuk daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya berada dibawah rata-rata nasional atau IFN-nya kurang dari 1 (satu)

  Selanjutnya, perhitungan IFN dilakukan dengan membagi kemampuan keuangan daerah dengan rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah. Jika < 1, atau dengan kata lain daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nasional, maka daerah tersebut mendapatkan prioritas dalam memperoleh DAK.

  Kriteria Khusus

  Ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang- undang, dan karakteristikdaerah 1) Aturan perundang-undangan, untuk daerah yang termasuk dalam pengaturan otonomi khusus atau termasuk dalam 199 kabupaten tertinggal diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK. 2) Karakteristik daerah, daerah yang diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK dilihat dari karakteristik daerah yang meliputi: a. Untuk provinsi: (1) Daerah tertinggal, (2) Daerah pesisir dan/atau kepulauan, (3) Daerah perbatasan dengan negara lain, (4) Daerah rawan bencana, (5) daerah ketahanan pangan, (6) Daerah pariwisata.

  b. Untuk kabupaten dan kota: (1) daerah tertinggal, (2) daerah pesisir dan/atau kepulauan, (3) daerah perbatasan dengan negara lain, (4) daerah rawan bencana, (5) daerah ketahanan pangan, (6) daerah pariwisata.

  c. Kriteria Khusus, daerah yang mendapatkan DAK dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh menteri keuangan dengan mempertimbangkan masukan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Lembaga terkait.

  Kriteria Teknis

  Kriteria Teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Kriteria teknis kegiatan DAK dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis terkait, yakni: 1) Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan.

  2) Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan 3) Bidang Infrastruktur jalan, Infrastruktur irigasi dan Infrastruktur

  Air Minum dan Senitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum.

  4) Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri.

  5) Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

  6) Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian. 7) Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup.

  8) Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional.

  9) Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan. 10) Bidang Sarana dan Prasarana Pedesaan dirumuskan oleh Menteri

  Negara Percepatan pembangunan Daerah Tertinggal; dan 11) Bidang Perdagangan dirumuskan oleh menteri Perdagangan.

  Tahapan Menentukan Besaran Alokasi DAK masing-masing Daerah: 1) Setelah proses penentuan daerah tertentu dilalui, maka harus dihitung besaran alokasi untuk masing-masing bidang dan masing- masing daerahnya (ADB, alokasi daerah dan bidang)

  2) IFWT masing-masing daerah dikalikan dengan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dan menghasilkan Bobot Daerah (BD) untuk masing-masing daerah.

  3) Selanjutnya, BD tersebut dikalikan dengan pagu alokasi DAK masing-masing bidang sehingga dihasilkan alokasi daerah bersangkutan untuk masing-masing bidang.

  c. Dana Bagi Hasil Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan

  APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin (daerah penghasil) dan, penyaluran berdasarkan realisasi penerimaan. DBH dapat diklasidikasikan berdasarkan sumbernya, terdiri dari Pajak, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh). Sumber Daya Alam berasal dari kehutanan yaitu Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). Pertambangan umum berasal dari Iuran Tetap (Landert), Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalty). Perikanan berasal dari Pungutan Pengusaha Perikanan dan Pungutan Hasil Perikanan. Pertambangan Minyak Bumi dibagi dengan imbangan 84,5% untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% untuk Pemerintah Daerah.

  Pertambangan Gas Bumi dibagi dengan imbangan 69,5% untuk Pemerintah Pusat dan 30,5% untuk pemerintah Daerah. Pertambangan Panas Bumi, untuk daerah sebesar 80% dan dibagi dengan rincian 16% untuk provinsi yang bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% untuk seluru kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan (UU Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah

4. Investasi

  Menurut Pemendagri No 52 tahun 2012 tentang pedoman pengelolaan investasi pemerintah daerah dalam pasal 1 investasi pemerintah daerah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang milik daerah pemerintah daerah dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu. Surat berharga adalah saham dan surat utang. Investasi langsung adalah penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman oleh pemerintah daerah untuk membiayai suatu kegiatan usaha.

  Teori ekonomi mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran pemerintah untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang- barang modal yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa yang akan datang. Investasi adalah suatu komponen dari PDB = C + I + G + (X-M).

  Investasi yang sering dikenal dengan istilah penanaman modal. Kegiatan investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat meningkatkan perekonomikan guna memperbesar dan meningkatkan tingkat produksi dalam suatu usaha dan meningkatkan kesempatan kerja. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sadono, 2004) a.

   Investasi Pemerintah

  Menurut (Suparmoko, 2002 dalam Safina dan Rahayu, 2011) peranan pemerintah dalam suatu negara dapat dilihat dari semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam proporsinya terhadap pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin besar dan semakin banyak kegiatan pemerintah, maka semakin besar pula pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya.

  Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Anggaran pembangunan fisik maupun non fisik selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilitasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Investasi mempunyai multiplier effect berdampak pada peningkatan kesejahteraan, yang diukur melalui kenaikan pendapatan. Artinya apabila pendapatan meningkat, jumlah barang dan jasa yang akan dikonsumsi akan meningkat pula. Apabila permintaan barang dan jasa meningkat, maka akan meningkatkan peluang lapangan pekerjaan. Hal ini akan mengurangi tingkat pengangguran. Berkurangnya pengangguran ini disebabkan oleh terserapnya angkatan kerja dalam proyek-proyek investasi

b. Investasi Swasta

  Investasi asing di indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Investasi langsung yang dikenal dengan PMA merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan. PMA lebih memberi andil dalam membuka lapangan kerja baru.

  Menurut (Sadono, 2000 dalam Safina dan Rahayu, 2011) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi, kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi yakni: 1) Investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional, serta kesempatan kerja. 2) Pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambahkan kapasitas produksi.

  3) Investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi.

  Menurut penelitian Dirga dan Aswitari(2017), investasi berpengaruhnegatif terhadap pengangguran. Hasil peneliitian ini sesuai dengan pendapat Harrod Domar yaitu investasi tidak hanya menciptakan permintaan tetapi juga memperbesar kapasitas produksi.

  Artinya, semakin besar kapasitas produksi akan membutuhkan tenaga kerja yang semakin besar pula, dengan asumsi full employment. Ini disebabkan karena investasi akan menyebabkan penambahan faktor- faktor produksi yang mana salah satu dari faktor produksi adalah tenaga kerja.

  Dalam upaya untuk menarik minat investor asing menanamkan modalnya di Indonesia, pemerintah terus meningkatkan promosi, baik melalui pengiriman utusan ke luar negeri maupun peningkatan kerjasama antara pihak swasta nasional dengan sasta asing. Sementar itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai badan yang bertanggung jawab dalam kegiatan penanaman modal terus mengembangkan perannya dalam menumbuhi investasi.

  Masuknya PMA di Indonesia diatur oleh pemerintah dalam UU No 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan dilengkapi serta disempurnakan oleh UU No 11 tahun 1970 juga tentang penanaman modal asing. UU itu didukung oleh berbagai kemudahan yang dilengkapi dengan berbagai kebijakan dalam paket-paket deregulasi. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menarik investasi didalam memenuhi kebutuhan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Sementara itu, rencana PMA yang disetujui pemerintah adalah nilai investasi proyek baru, perluasan dan alih status yang terdiri atas saham peserta Indonesia.

  Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah bentuk upaya menambah modal untuk pembangunan melalui investor dalam negeri.

  Modal dari dalam negeri ini bisa didapat baik itu dari pihak swasta ataupun dari pemerintah. Kebijakan tentang rencana PMDN ditetapkan oleh pemerintah melalui UU No 6 Tahun 1968, kemudian disempurnakan dengan diberlakukannya UU No. 12 Tahun 1970.

  Rencana PMDN yang disetujui pemerintah adalah nilai investasi baru, perluasan, dan alih status, yang terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Jumlah kumulatif rencana PMDN adalah jumlah seluruh rencana PMDN yang disetujui pemerintah sejak tahun 1968 dengan memperhitungkan pembatalan, perluasan, perubahan, penggabungan, pencabutan dan pengalihan ststus dari PMDN ke PMA atau sebaliknya.

  Penggolongan investasi berdasarkan pembentukan modal terdiri dari 2 jenis investasi yaitu: investasi bruto adalah investasi yang dilakukan oleh pemerintah yang belum dikurangi depresiasi. Investasi neto adalah investasi bruto dikurangi depresiasi (jumlah perkiraan sejauh mana barang modal telah digunakan dalam periode yang bersangkutan)

  Investasi berdasarkan timbulnya: 1) investasi otonomi berarti pembentukan modal yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional; 2) investasi terpengaruh investasi yang dipengaruhi oleh pendapatan nasional.

5. Pengangguran

  Pengangguran adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian yang secara akrif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya (Sadono, 2004).

  Selanjutnya International Labor Organization (ILO) memberikan definisi pengangguran yaitu: a. Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak berkerja dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari kerja.

  b. Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri) yang selama periode tertentu secara terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain atau masih bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan.

  Data pengangguran dikumpulkan BPS melalui survei rumah tangga, seperti Survei Angkatan KerjaNasional (SAKERNAS), Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Diantara sensus/survei tersebut Sakernas merupakan survei yang dirancang untuk mengumpulkan data ketanagakerjaan secara periodik. Saat ini SAKERNAS diselanggarakan dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus. (BPS Jateng)

  Berdasarkan pengertiannya, pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga, antara lain: a. Pengangguran terbuka, Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang betul-betul tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini terjadi ada yang karena belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal dan ada juga yang karena malas mencari pekerjaan atau malas bekerja. b. Pengangguran terselubung, Pengangguran terselubung yaitu yang terjadi karena terlalu banyaknya tenaga kerja untuk satu unit pekerjaan padahal dengan mengurangi tenaga kerja tersebut samapai jumlah tertentu tetap tidak mengurangi jumlah produksi. Pengangguran terselubung bisa juga terjadi karena seseorang yang bekerja tidak sesuai dengan bakat dan kemampuannya, akhirnya bekerja tidak optimal.

  c. Setengah menganggur, Setengah Menganggur adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada pekerjaan untuk sementara waktu. Ada yang mengatakan bahwa tenaga kerja setengah menganggur ini adalah tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu atau kurang dari 7 jam sehari. Misalnya seorang buruh bangunan yang telah menyelesaikan pekerjaan di suatu proyek, untuk sementara mennganggur sambil menunggu proyek berikutnya.

  Pengangguran terbuka (Open Unemployment) atau secara umum disebut dengan pengangguran adalah penduduk usia kerja yang tidak mempunyai pekerjaan apapun, yang secara aktif mencari pekerjaan. Pengangguran di negara-negara berkembang bisa dipilah kedalam dua kelompok, yaitu pengangguran perkotaan dan pedesaan (BPS).

  Menurut (Sadono, 2004), jika dilihat dari sebab-sebab timbulnya pengangguran dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis sebagai berikut: a. Pengangguran Friksional, yaitu pengangguran yang timbuk akibat perpindahan orang dari suatu daerah ke daerah lain, dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain dan karena tahapan siklus hidup yang berbeda.

  b. Pengangguran Struktural, pengangguran ini terjadi karena adamya perubahan dalam struktur perekonomian yang menyebabkan kelemahan dibidang keahlian lain.

  c. Pengangguran Siklus, pengangguran ini terjadi karena adanya gelombang konjungtur, yaitu adanya resesi atau kemunduran dalam kegiatan ekonomi.

  d. Pengangguran Teknologi, pengangguran ini terjadi karena adanya pengunaan alat-alat teknologi yang semakin modern.

  e. Pengangguran Musiman, pengangguran musiman terjadi karena adanya perubahan musim.

  Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab pengangguran di negara-negara berkembang antara lain: a. Kebijakan pemerintah yang tidak tepat

  Perekonomian di negara berkembang pada umumnya dikategorikan ke dalam dua sektor, yaitu sektor subsistem yang diasumsikan dan dicirikan sebagai sektor yang lamban, tradisional, terbelakang, dan mempunyai pengangguran yang tidak kentara dan sektor modern berupa pertambangan, perkebunan dan industri. Pada akhirnya pembangunan disusun dengan strategi perluasan sektor modern melalui akumulasi kapital. Diman pertumbuhan sektor modern akan menyerap angkatan kerja dari sektor tradisional sampai pada akhirnya tidak ada lagi yang tersisa. Namun, pada kenyataanya tidaqk semua negara berkembang dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan industri. Yang berakibat kepada meningkatnya penggunaan teknologi yang padat kapital. Yang mendorong meningkatnya investasi. Selain itu juga, kepercayaan yang salah yang menganggap bahwasannya dengan tingginya investasi maka kesempatan kerja pun akan meningkat. Namun, pada kenyataannya penggunaan teknologi yang kurang tepat, menyebabkan penyerapan kesempatan pun menjadi kecil. Di lain pihak, kurangnya upaya pelatihan tenaga kerja menyebabkan langkanya angkatan kerja yang memiliki skill. Yang pada akhirnya, memaksa para pengusaha untuk memilih proses mekanis.

  b. Distorsi Harga faktor Produksi 1) Tingginya upah di sektor modern

  Upah yang berlaku untuk tenaga kerja tak berskill di sektor modern di negara-negara berkembang seringkali melebihi tingkat upah keseimbangan pasar karena adanya kebijakan upah minimum dari pemerintah, tekanan serikat kerja, dan perusahaan asing yang beroperasi di negara tersebut yang biasanya menentukan upah lebih tinggi dari tingkat upah domestik.

  Pemerintah sering berinisiatif memberlakukan kebijakan upah minimum dengan argumentasi untuk membantu para pekerja miskin. Sering pula kebijakan pemeringtah tersebut merupakan pengaruh dari tekanan serikat buruh. Sementara itu, perusahaan asing yang berlokasi di negara tersebut biasanya memberikan upah yang meskipun di bawah standar negara mereka, tetapi lebih tinggi dari standar domestik untuk memastikan mendapatkan tenaga kerja berkualitas dan akhirnya mendorong tingkat upah domestik untuk ikut meningkat. Jika dihitung secara kasar di seluruh negara berkembang, Pendapatan per kapita dari upah minimum resmi ternyata beberapa kali lebih tinggi daripada pendapatan per kapita negara tersebut. Hal ini akan menyebabkan pengangguran yang lebih tinggi karena beberapa studi menunjukan tingkat upah yang tinggi akan mengurangi penyerapan tenaga kerja. 2) Rendahnya biaya kapital

  Beberapa kebijakan pemerintah telah membuat biaya kapital di negara-negara berkembang menjadi rendah, misalnya kebijakan mendorong investasi dengan mengenakan subsisdi tingkat bunga dan potongan pajak, atau kebijakan menjaga tingkat kurs lebih rendah dari keseimbangan pasar. Kurs yang rendah membuat harga barang impor, termasuk barang-barang kapital menjadi murah. Kebijakan ini ditunjang pula dengan kebijakan pemerintah di negara-negara berkembang untuk memprioritaskan impor barang-barang kapital (supaya impornya tidak berupa barang konsumsi, tetapi barang-barang produktif), sehingga sempurna mendorong pengusaha untuk mengimpor barang-barang kapital bagi perusahaannya, dan akhirnya mengadopsi teknologi padat kaptal yang akan menyerap sedikit tenaga kerja.

  3) Pengangguran penduduk berpendidikan tinggi Pengangguran tenaga kerja berpendidikan di negara- negara berkembang tersebut disebabkan karena lapangan kerja tidak sesuai dengan kurikulum yang diajarkan di bangku sekolah. Salah satu sebabnya adalah karena kurikulum yang disusun di negara-negara berkembang tersebut lebih condong ke ilmu sosial yang lebih mudah diselenggarakan dari pada ilmu-ilmu alam dan teknik yang sebenarnya lebih dibutuhkan dibanyak perusahaan. Di sisi lain para lulusan tersebut lebih suka memilih untuk pekerjaan yang meraka rasakan lebih cocok dengan pendidikan mereka yang menolak untuk bekerja di bidang lain, terutama jika bayarannya dibawah standar yang meraka inginkan. Pengangguran jenis ini mempunyai kompleksitasnya sendiri. Adapun dampak-dampak pengangguran terhadap perekonomian, antara lain sebagai berikut:

  1) Dampak pengangguran terhadap perekonomian

  a) Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimumkan kesejahteraan yang mungkin dicapainya.

  Pengangguran menyebabkan pendapatan nasional yang sebenarnya (actual output) dicapi lebih rendah dari pada pendapatan nasional potensial (potential output). Keadaan ini berarti tingkat kemakmuran masyarakat yang dicapi lebih rendah dari pada tingkat yang mungkin dicapainya.

  b) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang. Pengangguran yang diakibatkan oleh tingkat kegiatan ekonomi yang rendah, pada gilirannya akan menyebabkan pendapatan yang diperoleh pemerintah akan semakin sedikit.

  Dengan demikian, pengangguran yang tinggi akan mengurangi kemampuan pemerintah dalam menjalankan berbagai kegiatan pembangunan.

  c) Pengangguran tidak menggalakan pertumbuhan ekonomi.

  Pengangguran menimbulkan dua akibat buruk kepada sektor swasta. Pertama, penganggiran tenaga kerja biasanya akan diikuti pula dengan kelebihan kapasitas mesin-mesin perusahaan. Keadaan ini jelas tidak akan mendorong perusahaan untuk melakukan investasi di masa yanga akan datang. Kedua, pengangguran yang diakibatkan kelesuan kegiatan perusahaan menyebabkan keuntungan berkurang. Keuntungan yang rendah mengurangi keinginan perusahaan untuk melakukan investasi. Kedua hal tersebut jelas tidak akan menggalakkan pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang.

  2) Dampak pengangguran terhadap individu dan masyarakat

  a) Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan pendapatan. Di negara-negara maju, para penganggur memperoleh tunjangan (bantuan keuangan) dari badan asuransi pengangguran dan oleh sebab itu, mereka masih mempunyai pendapatan untuk membiayai kehidupan dan keluarganya. Di negara sedang berkembang tidak terdapat program asuransi pembangunan dan karenanya kehidupan penganggur harus dibiayai oleh tabungan masa lalu atau pinjaman (bantuan keluarga dan teman-teman).

  Keadaan ini potensial bisa mengakibatkan pertengkaran dan kehidupan keluarga yang tidak harmonis.

  b) Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan keterampilan.

  Keterampilan dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan hanya dipertahankan apabila keterampilan tersebut digunakan dalam praktek. Pengangguran dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan tingkat keterampilan pekerjaan menjadi semakin merosot.

  c) Selain hal-hal tersebut pengangguran dapat pula menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik. Kegiatan ekonomi yang lebih lesu dan pengangguran yang tinggi dapat menimbulkan rasa tidak puas masyarakat kepada pemerintah yang berkuasa. Kegiatan- kegiatan kriminal seperti pencurian dan perampokan dan lain sebagainya pun akann semakin meningkat.

B. Penelitian Terdahulu

  Setiyawati dan Hamzah (2007) melakukan penelitian mengenai analisis pengaruh PAD, DAU, DAK, dan Belanja Pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran. Mendapatakan hasil bahwa PAD berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran, Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran.

  Santosa (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan daerah terhadap pertumbuhan, pengangguran dan kemiskinan di 33 provinsi di Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah PAD dan DAU berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan DAK dan DBH berpengaruh singnifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. PAD dan DAU berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran sedangkan DAK dan DBH berpengaruh signifikan positif terhadap pengangguran. PAD, DAU, DAK, DBH berpengaruh signifikan negatif terhadap penurunan kemiskinan.

  Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap penurunan pengangguran dan kemiskinan Adriani dan Yasa (2015) melakukan penelitian mengenai analisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Tingkat

  Pengangguran melalui Belanja Tidak langsung pada kabupaten/kota di Bali. Hasil dari penelitiannya adalah PAD berpengaruh signifikan positif terhadap belanja tidak langsung, Dana Perimbangan berpengaruh signifikan positif terhadap belanja tidak langsung, PAD berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pengangguran, Dana Perimbangan berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pengangguran, belanja tidak langsung berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran. .

  Suwandika dan Yasa (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan tingkat penganggurandi provinsi Bali. Mendapatakan hasil bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat pengangguran, sedangkan Investasi berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran. PAD berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi begitupun dengan investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

  Panjaitan (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh dana alokasi umum dan pendaptaan asli daerah terhadap belanja, pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan pada kabupaten/kota di pulau madura. Hasil penelitian menunjukan bahwa DAU berpengaruh positif signifikan terhadap belanja daerah dan PAD tidak berpengaruh terhadap belanja daerah, DAU berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi akan tetapi PAD tidak berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah kabupaten/kota di pulau madura dan DAU dan PAD tidak berpengaruh terhadapa penurunan tingkat pengangguran serta tingkat kemiskinan daerah kabupaten/kota di pulau Madura.

  Dirga dan Aswitari (2017) melakukan penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan investasi terhadap pengangguran di Provinsi Bali. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan inflasi tidak berpengaruh terhadap pengangguran, investasi berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran.

Tabel 2.1 penelitian terdahulu

  Peneliti dan tahun Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

  Anis Setiyawati dan Ardi Hamzah, 2007

  Analisis Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan Belanja Pembanguan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pengangguran

  Variabel Independen: PAD, DAU, DAK, Belanja Pembangunan Variabel Dependen: Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, Kemiskinan

  PAD berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran, Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran, dan dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran. Budi Santosa, 2013

  Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan daerah terhadap Pertumbuhan, Pengangguran, dan Kemiskinan

  33 Provinsi di Indonesia

  Variabel Independen: PAD, Dana Peimbangan Variabel Dependen: Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, Kemiskinan

  PAD dan DAU berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan DAK dan DBH berpengaruh singnifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. PAD dan DAU berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran sedangkan DAK dan DBH berpengaruh signifikan positif terhadap Peneliti dan Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian tahun pengangguran.

  PAD, DAU, DAK, DBH berpengaruh signifikan negatif terhadap penurunan kemiskinan.

  Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap penurunan pengangguran dan kemiskinan. Putu Eka Pengaruh Variabel Pendapatan Asli Suwandika dan I Pendapatan Asli Independen: Daerah berpengaruh Nyoman Daerah dan PAD, investasi signifikan negatif Mahaendra Yasa, Investasi terhadap Variabel terhadap tingkat 2015 pertumbuhan Dependen: pengangguran, ekonomi dan Pertumbuahan sedangkan Investasi tingkat Ekonomi, berpengaruh positif pengangguran di Tingkat terhadap tingkat Provinsi Bali Pengangguran pengangguran. PAD berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi begitupun dengan investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ni Luh Gede Pengaruh Variabel PAD Cintya Adriani Pendapatan Asli Independen: berpengaruh dan I Nyoman Daerah dan Dana PAD, Dana signifikan Mahendra Yasa, Perimbangan Perimbangan positif terhadap 2015 terhadap Tingkat Variabel belanja tidak

  Pengangguran dependen: langsung, Dana melalui Belanja tingkat Perimbangan Tidak langsung pengangguran berpengaruh pada Variabel signifikan Kabupaten/Kota moderating: positif terhadap Peneliti dan tahun Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian di Provinsi Bali belanja tidak langsung belanja tidak langsung, PAD berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pengangguran, Dana Perimbangan berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pengangguran, belanja tidak langsung berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran.

  Inggrid Panjaitan, 2015

  Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah, Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan pada Kabupaten/Kota di Pulau Madura

  Variabel Independen: DAU, PAD Variabel Dependen: Belanja Daerah, Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan

  DAU dan PAD berpengaruh terhadap belanja daerah, DAU berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah akan tetapi PAD tidak berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. DAU dan PAD tidak berpengaruh terhadap penurunan tingkat pengangguran serta tingkat kemiskinan.

  I Nyoman Bayu Dirga dan Luh Putu Aswitari, 2017

  Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, inflasi, dan investasi

  Variabel Independen: Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi pertumbuhan ekonomi dan inflasi tidak berpengaruh terhadap Peneliti dan Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian tahun terhadap dan Investasi pengangguran, Pengangguran di Variabel investasi Provinsi Bali Dependen: berpengaruh

  Pengangguran signifikan negatif terhadap pengangguran.