HUBUNGAN LINGKUNGAN KELUARGATERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS PADA PELAJAR SMA SEDERAJAT DI KECAMATAN TEUNOM KABUPATEN ACEH JAYA SKRIPSI

  

HUBUNGAN LINGKUNGAN KELUARGATERHADAP

PERILAKU SEKS BEBAS PADA PELAJAR SMA

SEDERAJAT DI KECAMATAN TEUNOM

KABUPATEN ACEH JAYA

SKRIPSI

ROSDIANA

NIM: 12201213

  

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH-ACEH BARAT

  

ABSTRAK

  Rosdiana. Hubungan Linkungan Keluarga Terhadap Perilaku Seks Bebas Pada Pelajar SMA Sederajat Di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014

  ” .Di bawah bimbingan Bapak Bustami, S.ST. M. Kes. Dan Bapak Firman Parlindungan, S.pd. M.pd.

  Berdasarkan dari data di SMA Negeri 1 Teunom, dari jumlah keseluruhan siswa/i kelas 2 ada siswi hamil di luar nikah berjumlah 1 (satu) orang pada tahun 2014 dan berdasarkan data di MAN 2 Meulaboh terdapat 2 (dua) siswi yang hamil di luar nikah pada tahun 2014, sedangkan pada tahun 2013 ada 3 (tiga) kasus kehamilan di luar nikah yang terdata di PKPR dan sebanyak 25 % persalinan yang di tolong nakes adalah persalinan yang tidak di harapkan berdasarkan data KIA Puskesmas Teunom.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan lingkungan keluarga terhadap seks bebas pada pelajar SMA sederajat di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014.

  Populasi yang diteliti adalah siswa-siswi SMA sederajat yang ada di Wilayah Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.Adapun Jumlah SMA sederajat yang terdapat di Kecamatan Teunom berjumlah 3 buah. Dan Jumlah siswa/i di SMA sederajat di Kecamatan Teunom sebanyak 178 orang. Penelitian ini penelitian Survey Exploration, yang bersifat analitik bertujuan untuk menganalisis hubungan antara lingkungan keluarga pada pelajar SMA sederajat di Kecamatan Teunom. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Cluster dan besar sampel ditentukan dengan rumus Slovin dengan jumlah

  Sampling

  sampel sebanyak 64 orang. Penelitian ini dilakukan pada SMA sederajat yang ada di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh Waktu penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli 2014.

  Hasil penelitian Ada hubungan lingkungan keluarga dengan seks bebas dan dapat disimpulkan. Nilai p Value (0,04 ) < nilai  (0,05).

  Diharapakan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi murid SMA sederajat di Kecamatan Teunom dan guru bimmbingan konseling dalam memberikan bimbingan kepada remaja yang terlibat dalam pergaulan bebas, agar dapat membantu remaja untuk meningkatkan pengetahuannya tentang dampak negatif dari perilaku seks bebas.

  Kata Kunci : Lingkungan Keluarga, Perilaku Seks Bebas

  

Abstract

Rosdiana. Against the Environment of family relationships Free Sex

Behavior In High School Students In District Teunom equivalent Aceh Jaya

District 2014 ".Under guidance of Mr. Bustami, S.ST. M. Kes. And Mr. Firman

Parlindungan, S.Pd. M.Pd.

Based on the data in SMA 1 Teunom, of the total number of students / class i 2

there unwed girls numbered 1 (one) person in 2014 and is based on the data in

the MAN 2 Meulaboh there are two (2) students who become pregnant out of

wedlock in 2014, whereas in 2013 there are three (3) cases of pregnancy out of

wedlock were recorded in PKPR and as much as 25% of births in birthing help

health workers is not expected based on the data KIA Teunom health center.

  The purpose of this study was to determine how the relationship of the

family environment on the sex equivalent of high school students in the district of

Aceh Jaya Teunom 2014.

  The population under study is equivalent of high school students who are

on the District Teunom Aceh region Jaya.Adapun contained an equal number of

high school in District 3 Teunom numbered pieces. And the number of students / i

in the equivalent of high school in the District Teunom as many as 178 people.

This research study Exploration Survey, analytic aims to analyze the relationship

between the family environment on the equivalent of high school students in the

District Teunom. Sampling was done by cluster sampling and sample size was

determined by Slovin formula with a sample size of 64 people. This research was

conducted at the equivalent of high school in the District Teunom, Aceh Jaya

Aceh Province.When the study was conducted in July 2014.

  The results of the study There is a relationship with the family environment free sex and can be inferred. Value p Value (0,04) < ฀ value (0.05).

  It is hoped that this research can be input to the equivalent of high school

students and teachers in the district Teunom bimmbingan in providing guidance

counseling to adolescents who engage in promiscuity, in order to help young

people to improve their knowledge about the negative effects of free sex.

  Keywords: Family Environment, Free Sex Behavior

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Arus globalisasi saat ini memberikan kemudahan akan akses terhadap berbagai hal negatif, termasuk seksualitas; sementara itu pengaruh hormon seksual yang mulai diproduksi pada masa remaja menyebabkan terjadinya kematangan organ seksual yang lebih cepat. Adanya dorongan seksual akibat kumulasi dari informasi yang merangsang organ dari fungsi reproduksi, disertai kurangnya pembekalan mental, moral, dan tata nilai serta etika, dapat mengakibatkan remaja aktif seksual sebelum mereka mencapai kematangan mental dan sosial.

  Masa remaja adalah masa yang belum stabil dimana remaja itu masih mudah terpengaruh oleh lingkungan yang ia tempati, kalau lingkungan yang dia tempati itu mengajarkan budi pakerti dan moral yang baik tentunya remaja akan perperilaku sesuai apa yang dia lihat, akan tetapi sebaliknya jika lingkungan yang dia tempati menunjukan perilaku moral yang kurang baik maka remaja juga akan tertanam sikap-sikap yang demikian seperti yang dia lihat. Remaja yang memiliki sikap dan perilaku yang kurang baik banyak terjadi pada keluarga yang kurang memperhatikan perkembangan keluarganya terutama pada anak-anak mereka, kurangnya perhatian dari orang tua, pendidikan pada keluarga, terutama pendidikan agama, tidak tertanam pada jiwa seseorang, sehingga banyak

  2 sesuka kehendak mereka, bahkan berperilaku yang menyimpang, Tanggung jawab mendidik anak itu adalah kedua orang tua yaitu bapak dan ibu. Pergaulan hidup bersama didalam keluarga akan memberi andil yang besar bagi pembentukan kepribadian seseorang, apakah seseorang akan memiliki kepribadian yang kuat dan menghargai diri pribadinya atau menjadi seseorang yang berkepribadian lemah. Hal ini tergantung dari latar belakang pengalamanya dilingkungan keluarga. (Ahid, 2010 )

  Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik menarik yang selalu dibicarakan. Salah satu masalah seksual yang kerap dibicarakan adalah seks bebas. Dampak-dampak negatif dari seks bebas ini yang paling meresahkan masyarakat salah satunya adalah penyakit menular seksual.

  Jumlah kasus penyakit menular seksual dari tahun ke tahun terus meningkat terutama HIV/AIDS. Menurut WHO (2007) jumlah penderita HIV/AIDS di dunia ada sebanyak 33.300.000 dan di asia ada sebanyak 4.900.000 kasus. Di Indonesia sendiri menurut perkiraan Departemen Kesehatan Repubilk Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2002 penderita HIV/AIDS ada sebanyak 110.000 dan pada 2006 naik menjadi 193.000 dan pada tahun 2007-2008 jumlah kasus ini ditafsir menjadi 270.000 orang. Salah satu penyebab peningkatan ini adalah perilaku seks bebas yang didominasi oleh kelompok usia remaja (Depkes RI, 2008).

  Menurut data yang di dapat angka kasus HIV di Aceh sebanyak 6 kasus pada tahun 2012 dan penderita AIDS sebanyak 27 kasus dan jumlah angka

  3 aceh sebanyak 470 kasus, di Banda Aceh Terdapat 1 kasus penderita HIV. Di aceh Barat dan Aceh Jaya tidak terdapat kasus HIV ( profil Kes. Aceh 2012).

  Dari hasil survei terakhir di 33 provinsi pada tahun 2008 oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2008) dilaporkan 63 persen remaja di Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah ironisnya 21 persen di antaranya dilaporkan melakukan aborsi. Persentase remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar, angka itu sempat berada pada kisaran 47,54 persen. Namun, hasil survei terakhir 2008 meningkat menjadi 63 persen (BKKBN, 2008).

  Menurut Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku (SSP) 2002-2003 di Indonesia, di Kabupaten Deli Serdang terdapat 250 WPS (Wanita Penjaja Seks) langsung dan 200 WPS tidak langsung yang sebagian besar berasal dari kalangan remaja (BPS, 2004).

  Seks bebas atau dalam bahasa populernya extra-marital intercourse atau

kinky-seks merupakan bentuk pembebasan seks yang dipandang tidak wajar.

  Tidak terkecuali bukan saja oleh agama dan negara tetapi juga oleh filsafat. Seks bebas merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa dilandasi oleh suatu ikatan perkawinan yang sah. Perilaku ini cenderung disukai oleh anak muda terutama kalangan remaja yang secara bio-psikologis sedang tumbuh menuju proses pematangan ( Sarwono, 2011 ).

  4 Perilaku seks bebas yang dianggap melanggar norma bukan merupakan masalah baru lagi. Dibeberapa kota metropolitan, beberapa remaja sudah mulai melakukan hubungan seks bebas, walaupun kebanyakan secara sembunyi- sembunyi. Memang kegiatan seks bebas yang dianggap lepas kontrol masih sering dirasakan sebagai ancaman. ( Sarwono, 2011 ).

  Hasil penelitian di SMU 7 Banda Aceh menunjukkan bahwa dari 63 responden yang pernah mendapatkan informasi di mana hanya 1 responden (1,6%) yang tidak pernah berperilaku seks bebas, sedangkan dari 19 responden yang tidak pernah mendapatkan informasi terdapat 9 responden (47,4%) pernah berperilaku seks bebas (Ekawati, 2012).

  Berdasarkan dari data di SMA Negeri 1 Teunom, dari jumlah keseluruhan siswa/i kelas 2 ada siswi hamil di luar nikah berjumlah 1 (satu) orang pada tahun 2014 dan berdasarkan data di MAN 2 Meulaboh Teunom terdapat 2 (dua) siswi yang hamil di luar nikah pada tahun 2014, sedangkan pada tahun 2013 ada 3 (tiga) kasus kehamilan di luar nikah yang terdata di PKPR dan sebanyak 25 % persalinan yang di tolong nakes adalah persalinan yang tidak di harapkan berdasarkan data KIA Puskesmas Teunom.

  Berdasarkan data dari Bimbingan Konseling (BK) di SMA sederajat di Teunom, sebanyak 20% anak remaja nakal dan melakukan perilaku yang tidak benar seperti melihat VCD porno, membaca majalah porno, pacaran, hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya pengetahuan remaja tentang pemahaman seksualitas yang baik dan benar.

  5 Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana hubungan lingkungan keluarga terhadap Perilaku seks bebas pada pelajar SMA sederajat di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan masalah yang telah di uraikan dalam latar belakang di atas, bahwa bagaimana hubungan lingkungan keluarga terhadap perilaku seks bebas pada pelajar SMA sederajat di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan lingkungan keluarga terhadap Perilaku seks bebas pada pelajar SMA sederajat di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014.

  1.3.2 Tujuan Khusus 1.

  Untuk mengetahui hubungan lingkungan keluarga terhadap Perilaku seks bebas pada pelajar SMA sederajat di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014.

  6

  1.4 Hipotesis Penelitian

  1. H a = Ada hubungan antara lingkungan keluarga terhadap perilaku seks bebas pada pelajar SMA sederajat di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014.

  1.5 Manfaat Penelitian 1.

  Bagi Remaja : Sebagai sumber informasi dan bahan masukan bagi remaja untuk lebih meningkatkan pengetahuan, wawasan dan perilaku dalam menghadapi seks bebas.

  2. Bagi Tempat Penelitian : Untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana pentingnya peranan lingkungan keluarga dalam menghadapi perilaku seks bebas.

  3. Bagi Peneliti : Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama ini, serta menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian selanjutnya.

  4. Bagi Institusi Pendidikan : Dapat dijadikan bahan bacaan bagi yang memerlukan dan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

  Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Ali dan Asrori, 2009).

  Masa remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, di mana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas, dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2009).

  Masa remaja dalam hidup kita adalah suatu periode transisi yang memiliki rentang dari masa kanak-kanak yang bebas dari tanggung jawab sampai pencapaian tanggung jawab pada masa dewasa. Remaja secara umum dianggap mencakup individu berusia 10 sampai 19 tahun, sehingga kesehatan reproduksi remaja memperhatikan kebutuhan fisik, sosial, dan emosional kaum muda (Glasier dan Gebbie, 2010).

  Menurut defenisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun. Menurut WHO dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi (Sarwono, 2011).

  Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia 10-20 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi dan aspek fungsional. Dari segi umur remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle adolescence (14-16 tahun) dan remaja akhir/late adolescence (17-20 tahun) (Ali dan Asrori, 2009).

  Menurut Depkes RI (2005), masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak- kanak ke dewasa muda.

  Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Soetjiningsih, 2009).

  Menurut Pardede (2007), masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua kehidupan.

  Pada masa remaja, rasa ingin tahu mengenai seksualitas sangat penting terutama dalam pembentukan hubungan dengan lawan jenisnya. Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih banyak informasi mengenai seksualitas. Remaja merupakan suatu masa peralihan baik secara fisik, psikis, maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Arma, 2007).

2.1.2 Tahap Perkembangan Remaja

  Menurut ciri-ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (Depkes, 2008) : a. Masa remaja awal (10-12 tahun), dengan ciri khas antara lain : 1. Lebih dekat dengan teman sebaya.

  2. Ingin bebas.

  3. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

  b. Masa remaja tengah (13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain : 1. Mencari identatas diri.

  2. Timbulnya keinginan untuk kencan.

  3. Mempunyai rasa cinta yang mendalam.

  4. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.

  5. Berkhayal tentang aktivitas seks. c. Masa remaja akhir (16-19), dengan ciri khas antara lain : 1. Pengungkapan kebebasan diri.

  2. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya.

  3. Mempunyai citra jasmani dirinya.

  4. Mampu berpikir abstrak.

2.1.3 Karakteristik Seksualitas Remaja

  Menurut Pardede (2007), masa remaja berhubungan dengan suatu fenomena fisik yang berhubungan dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian penting dari masa remaja di mana yang lebih ditekankan adalah proses biologis yang mengarah kepada kemampuan bereproduksi.

  Menurut Tukan (2003), pada masa ini seseorang mengalami perubahan ciri seks sekunder. Ciri seks sekunder individu dewasa adalah : a. Pada pria tampak tumbuh kumis, jenggot, dan rambut sekitar alat kelamin dan ketiak. Selain itu suara juga menjadi lebih besar/kasar, dada melebar serta kulit menjadi relatif lebih kasar.

  b. Pada wanita tampak rambut mulai tumbuh di sekitar alat kelamin dan ketiak, payudara dan pinggul mulai membesar dan kulit menjadi lebih halus. Selain tampaknya ciri seks sekunder, organ kelamin pada remaja juga mengalami perubahan ke arah pematangan, yaitu : a. Pada pria sejak usia remaja, testis akan menghasilkan sperma dan penis dapat digunakan untuk bersenggama dalam perkawinan. b. Pada wanita, kedua indung telur (ovarium) akan menghasilkan sel telur (ovum). Pada saat ini perempuan akan mengalami ovulasi dan menstruasi.

  Selain mengalami perkembangan fisik, remaja juga mengalami perkembangan psikososial, karena kesadaran akan bentuk fisik yang bukan lagi anak-anak akan menjadikan remaja sadar meninggalkan tingkah laku anak- anaknya dan mengikuti norma serta aturan yang berlaku (Arma,2007).

  Seiring dengan pertumbuhan remaja ke arah kematangan seksual yang sempurna, muncul jugalah hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan ( Soetjiningsih, 2009 ).

2.2. Perilaku Seks Bebas

2.2.1 Pengertian Seks Bebas

  Seks bebas merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa dilandasi oleh suatu ikatan perkawinan yang sah. Perilaku ini cenderung disukai oleh anak muda terutama kalangan remaja yang secara bio-psikologis sedang tumbuh menuju proses pematangan. Pada hakekatnya, dalam eksesivitasnya seks bebas itu tidak ada bedanya dengan promiscuity atau campur aduk seksual tanpa aturan (Kartono, 2006).

  Menurut BKKBN (2006 ), seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yaitu secara fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin, laki-laki maupun perempuan.

  Menurut Nugraha (2007), pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan.

  Manusia adalah mahkluk seksual. Seksualitas diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik secara fisik, psikologis, dan dalam istilah- istilah perilaku :

  a. Aktivitas, perasaan dan sikap yang dihubungkan sengan reproduksi, dan ;

  b. Bagaimana laki-laki dan perempuan berinteraksi dalam berpasangan dan di dalam kelompok.

  Dengan demikian seksualitas adalah bagaimana orang merasakan dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri-ciri seksualnya yang khusus ( Nugraha , 2007).

2.2.2. Konsep Perilaku

  Skinner dalam Notoadmodjo (2007), mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon. Jadi secara lebih operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam yaitu pasif atau dikenal dengan respon internal yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat diamati oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Sedangkan respon yang kedua berbentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat di observasi secara langsung.

  Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seorang individu. H.L.Blum dalam Notoatmodjo (2007), membagi perilaku kedalam tiga domain (kawasan). Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Lebih lanjut para ahli menyebutkan ketiga domain ini dengan istilah: a. Knowledge (pengetahuan) merupakan hasil dari tahu melalui proses belajar.

  

b. Attitude (sikap) yaitu reaksi atau respon yang masih tertutup dari individu

  terhadap c. suatu rangsangan, atau persepsi dan pandangan seseorang terhadap sesuatu.

  

d. Practice (ketrampilan) yaitu suatu sikap yang diwujudkan dalam bentuk

tindakan nyata.

2.2.3. Bentuk-bentuk Perilaku Seks Bebas

  Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi ( Dianawati, 2006). Lianna , D, (2007), menyatakan berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai berikut : a.

  Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.

  b.

  Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan- sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

  c.

  Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.

  d.

  Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Sarwono ( 2011 ), bentuk-bentuk Perilaku Seks dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Dalam hal ini tingkah laku seksual diurutkan sebagai berikut : 1. Berkencan.

  2. Berpegangan tangan.

  3. Mencium pipi.

  4. Berpelukan.

  5. Mencium bibir.

  6. Memegang buah dada di atas baju.

  7. Memegang buah dada di balik baju.

  8. Memegang alat kelamin di atas baju.

  9. Memegang alat kelamin di bawah baju.

  10. Melakukan senggama.

  Menurut Sarwono (2011), perilaku seks bebas adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Perilaku seksual pranikah merupakan segala bentuk perilaku atau aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya ikatan perkawinan.

  Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah berkencan, berciuman, bercumbu dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang, baik sesama jenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Soetjiningsih, 2009).

  

2.2.4. Aktivitas Seksual Remaja yang Memiliki Resiko Terjadinya Aktivitas

Seks Bebas Berdasarkan Tingkatan Derajat Keintiman

  a. Tingkatan pertama berupa pegangan-pegangan tangan, pelukan-pelukan ringan, meletakkan tangan ke pundak, ciuman ringan di pipi dan bibir.

  b. Tingkatan kedua berkembang menjadi pelukan yang lebih mendalam, ciuman pada dahi dan mata, memepat telinga, adu mulut dengan lidah, dan mengusap pinggang.

  c. Tingkatan ketiga yaitu mencumbui buah dada.

  d. Tingkatan keempat yaitu melakukan perangsangan pada bagian- bagian organ seksual. Pada tingkatan inilah biasanya remaja sulit mengendalikan nafsu seksualnya, sehingga bisa mengakibatkan ke arah tindakan atau aktivitas seks bebas. Yaitu melakukan hubungan intim atau hubungan kelamin sebelum menikah (Kartono, 2006).

2.2.5. Dampak Seks Bebas

  Perilaku seks bebas pada remaja akan menimbulkan beberapa manifestasi khususnya di kalangan remaja itu sendiri. Dampak yang berkaitan dengan perilaku seks bebas ini menurut BKKBN (2008) meliputi : a. Masalah penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.

  b. Kehamilan yang tidak diinginkan.

  c. Dampak sosial seperti putus sekolah. e. Infertilitas/kemandulan.

  

2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Remaja dalam Menghadapi

Seks Bebas

  a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.

  b. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain).

  c. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.

  d. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan ransangan melalui media massa dengan adanya teknologi canggih (Video Casette, foto copy, VCD, photo, satelit, telepon genggam, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya. e. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaaran mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

  f. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria (Sarwono, 2011). Menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukan hubungan seks diluar nikah atau seks bebas terbagi dalam beberapa faktor, yaitu : a. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya. Lingkungan pergaulan yang telah dimasuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks.

  b. Adanya tekanan dari pacarnya. Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan risiko yang dihadapinya.

  c. Adanya kebutuhan badaniah. Seks merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang termasuk remaja.

  d. Rasa penasaran.

  Pada usia remaja rasa keingintahuannya begitu besar terhadap seks. Apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat, ditambah lagi adanya segala informasi yang tidak terbatas masuknya.

  Maka, rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya.

  e. Pelampiasan diri.

  Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri. Misalnya, karena putus asa lalu seseorang mencari pelampiasan yang akan semakin menjerumuskannya kedalam pergaulan bebas.

  f. Faktor lingkungan keluarga. Bagi seorang remaja, mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua orang tuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan kedua belah pihak (orang tua dan anak). Akibatnya remaja tersebut merasa tertekan, sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan sikap sebagai pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seks (Dianawati, 2006).

  

2.2.7 Tindakan yang Perlu Dilakukan dalam Menghadapi Seks Bebas

Remaja

  a. Tindakan Preventif

  1. Internal Mengupayakan melakukan pencegahan oleh diri remaja itu sendiri.

  Antara lain dengan cara : meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; mengupayakan mengenal diri dan menanamkan kepercayaan pada diri dengan cara mengidentifikasi minat, bakat, potensi,dan menyalurkannya pada aktivitas positif dalam mengisi waktu luang; mengidentifikasikan diri dengan lingkungan pergaulan yang positif dan produktif, menyaring berbagai informasi

  2. Eksternal Pencegahan yang dilakukan oleh pihak diluar diri remaja. Antara lain oleh orang tua, lingkungan permainan (masyarakat), lembaga pendidikan atau sekolah, dan lembaga-lembaga lainnya. Misalnya; orang tua harus menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis, mengembangkan komunikasi dengan anak yang bersifat suportif, menunjukkan penghargaan secara terbuka, dan melatih anak untuk mengekspresikan dirinya ; orang tua dan masyarakat memperhatikan sarana dan prasarana rekreasi yang tepat dan sehat bagi remaja, mendorong remaja terhadap latihan penyaluran kreativitas, dan melaksanakan pembinaan psikososial edukatif.

  b. Tindakan preservatif Orang tua dan masyarakat berupaya memotivasi anak remaja dengan cara mempertahankan dan mengembangkan kondisi-kondisi yang positif yang telah dimiliki remaja atau yang telah dilakukan remaja. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan remaja.

  c. Tindakan rehabilitatif Orang tua dan masyarakat secara proaktif mengidetifikasi kondisi remaja dilingkungannya dengan cara :

1. Menyelidiki apakah remaja itu tergolong berperilaku sehat secara sosial-psikologis.

  2. Latar belakang apa yang menyebabkan remaja berperilaku menyimpang, apakah faktor lingkungan keluarga, sekolah, teman, atau lainnya.

3. Tumbuhkan motivasi bahwa remaja memiliki psikis yang sehat, serta motivasinya untuk menghadapi kehidupan masa mendatang.

  4. Salurkan remaja terhadap pelatihan keterampilan dan kembangkan pengetahuan serta tanamkan mental untuk dapat mandiri, bertanggung jawab, dan aktif kreatif.

  d. Tindakan korektif Orang tua memberikan penanganan yang efektif dan tepat atas gangguan yang dialami remaja. Misalnya dengan memberikan terapi, baik psikologis, spiritual dan medis, maupun secara sosial-psikologis (Sarwono 2011).

2.3. Lingkungan Keluarga

2.3.1 Definisi Keluarga

  Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikata-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2008).

  Menurut WHO (1999), keluarga merupakan anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (Setiadi, 2006).

  Menurut Peraturan Pemerintah No.21 tahun 1994 Bab I ayat 1, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Akhmadi, 2009).

  Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang strategis dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sistem keluarga merupakan sistem terbuka atau sistem sosial yang hidup, terdiri dari beberapa subsub/komponen/sistem yaitu pasangan suami isteri, orangtua, anak, kakak adik (sibling), kakek-nenek-cucu, dan sebagainya. Semua sistem ini saling berinteraksi, saling ketergantungan, dan saling menentukan satu sama lain serta membentuk norma-norma atau ketentuan-ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh anggota keluarga tersebut (Wahini dalam Trisfariani, 2007).

2.3.2 Tipe Keluarga

  Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan, antara lain :

  1. Secara tradisional

  Dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

  a. keluarga inti (Nuclear Family) yang terdiri dari suami, istri, dan anak mereka baik anak kandung, adopsi, atau keduanya.

  b. keluarga besar (Extended Family) yang terdiri dari keluarga inti dan orang-orang yang masih memiliki hubungan darah seperti kakek/nenek, paman/bibi, dan sepupu (Friedman, 2008).

  2. Secara Modern a. Tradisional Nuclear, adalah keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) tinggal dalam satu rumah yang ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam satu ikatan perkawinan.

  b. Reconstituted Nuclear, adalah pembentukan dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun dari perkawinan baru.

  c. Niddle Age/Age Couple, adalah keluarga dimana suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karir.

  d. Dyadic Nuclear, adalah suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.

  e. Single Parent, adalah keluarga dimana satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.

  f. Dual Carrier, adalah keluarga dimana suami istri atau keduanya orang karir dan tanpa anak.

  g. Commuter Married, adalah keluarga dimana suami istri atau keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada jarak tertentu.

  h. Single Adult, adalah keluarga dimana wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk kawin. i. Three Generation, adalah keluarga yang terdiri dari tiga generasi atau j. Institusional, adalah keluarga yang terdiri dari anak-anak atau orang dewasa yang tinggal dalam satu panti. k. Comunal, adalah keluarga yang berada dalam satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas. l. Group Marriage, adalah keluarga yang di dalam satu perumahan terdiri dari orangtua dan keturunannya . m. Unmarried Parent and Child, adalah keluarga yang terdiri dari ibu dan anak dimana perkawinannya tidak dikehendaki, anaknya diadopsi. n. Cohibing Coiple, adalah keluarga yang terdiri dari dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin. o. Gay and lesbian family, adalah keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (Setiadi, 2006).

2.3.3 Peran Keluarga

  Peran adalah sesuatu yang menunjuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefenisikan dan diharapkan secara normatif dari seorang yang memegang suatu posisi dalam situasi sosial tertentu (Friedman, 2008).

  Dapat dikatakan bahwa peran merupakan sesuatu yang diharapkan akan dilakukan seseorang yang kemudian akan memberikan pemenuhan kebutuhan.

  Jika mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu, keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik, biologis, maupun sosiopsikologisnya.

  Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Nasrul Effendy (2008) adalah sebagai berikut :

  1. Peran ayah

  Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

  2. Peran ibu

  Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak- anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

  3. Peran anak

  Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.3.4 Keluarga Sakinah

  Dalam upaya membentuk keluarga bahagia, sejahtera dan kekal, peranan agama menjadi sangat penting. Ajaran agama tidak cukup hanya diketahui dan kehidupan yang penuh dengan ketenteraman, keamanan dan kedamaian yang dijiwai oleh ajaran dan tuntunan agama (Depag RI, 2005).

  Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina atas dasar perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang dalam suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan dan menghayati, menperdalam nilai-nilai keimanan, ketagwaan dan ahlakul karimah (BP4, 2008).

  Jadi yang dimaksud dengan pengertian keluarga sakinah adalah upaya untuk membangun dan menciptakan suatu kondisi keluarga yang aman, bahagia dan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat kelak (Depag RI, 2005).

  Oleh karena itu begitu penting peranan keluarga di masyarakat dan bangsa, maka diperlukan suatu pembinaan yang baik disertai konsep dan pedoman tentang keluarga sakinah yang berdasarkan pada Al- qur’an dan Sunnah Rasul (BP4, 2008).

2.3.5 Fungsional Intern dan Antar Lingkungan Keluarga

  Keluarga merupakan ujung tombak bagi kemajuan dan perkembangan suatu bangsa. Apabila suatu keluarga baik niscaya bangsa itu menjadi baik pula.

  Untuk membangun suatu keluarga yang baik maka diperlukan komunikasi yang efektif, toleransi yang tinggi, etika dan dapat menempatkan diri menyesuaikan keadaan. Sehingga secara otomatis ketika ada persoalan-persoalan yang timbul didalamnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan penuh pengertian (Depag RI, 2005).

  2.4 Kerangka Teori Seks Bebas Lingkungan Keluarga: 1.

  Peran orangtua Perhatian

  • Nilai-nilai Agama:
  • 1.

  Bimbingan

  Tata nilai agama 2. Sumber informasi 2.

  Pendidikan agama

  • Sekolah - Teman 3.

  Pendidikan keluarga

  Perilaku Seks Bebas:

  Sumber : WHO (2007)

  Gambar: 2.1. Kerangka Teori

  2.5 Kerangka Konsep Penelitian

  Variabel Independen Variabel Dependen

  Lingkungan Keluarga Perilaku Seks Bebas

Gambar: 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

  Penelitian ini adalah penelitian Survey Exploration, yang bersifat analitik bertujuan untuk menganalisis hubungan antara lingkungan keluarga, pada pelajar SMA sederajat di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014 mengenai perilaku seks bebas. Survey Exploration adalah penelitian yang dirancang untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui penjelasan hipotesa (Arikunto, 2007).

  3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

  3.2.1 Lokasi Penelitian

  Penelitian ini dilakukan pada SMA sederajat yang ada di Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh.

  3.2.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti.

  Dalam penelitian ini Populasi yang diteliti adalah siswa-siswi SMA sederajat yang

  29

  sederajat yang terdapat di Kecamatan Teunom berjumlah 3 buah. Dan Jumlah siswa/i di SMA sederajat di Kecamatan Teunom sebanyak 178 orang.

3.3.2 Sampel

  Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat mewakili populasi itu sendiri (refresentatif). Sampel dalam penelitian ini adalah siswa atau siswi kelas II yang ada di SMA sederajat di Kecamatan Teunom. Adapun alasan pengambilan sisiwa atau siswi kelas II sebagai sampel adalah di karenakan kelas satu baru masuk ajaran baru dan kelas III sudah menyelesaikan ujian UAN. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Cluster Sampling dan besar sampel ditentukan dengan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2005). Rumus Slovin :

  N n2

  1  N ( d ) 178

  n2

  1 178 ( , 1 ) 

  178

  n

  1  1 ,

  78 178

  n

  2 ,

  78

  n

  64  Jadi sampel (n) = 64 orang siswa.

  Keterangan :

  n : Jumlah sampel minimal N : Jumlah Populasi yaitu 178 orang. d : Derajat ketidaktepatan mewakili populasi adalah 10% = 0,1

  30

  Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Cluster Sampling, untuk mengetahui perbandingan jumlah sampel dengan jumlah populasi maka digunakan rumus sebagai berikut :

  Populasi Sampel

  XTotalsamp el TotalPopul asi

Tabel 3.1 Perbandingan Jumlah Sampel Masing-masing SMA di Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2014

  

No SLTA Kecamatan Teunom Perhitungan Jumlah Sampel

  1 SMA Negeri1Teunom 78/178x64

  28

  2 MAN 2 Meulaboh 55/178x64

  20

  3 SMK Swasta Teunom 45/178x64

  16 Jumlah Sampel

  64

3.4 Metode Pengumpulan Data 1. Jenis Data.

  a. Data Primer.