BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dasar Glomerulonefritis - USWATUN KHASANAH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dasar Glomerulonefritis Glomerulonefritis akut merupakan glomerulonefritis yang sering

  ditemukan pada anak ditandai dengan hematuria, hipertensi, edem, dan penurunan fungsi ginjal. Glomerulonefritis akut pada anak paling sering ditemukan pada umur 2- 10 tahun dan umumnya terjadi pasca infeksi streptokokus (Pardede, Trihono, & Tambunan, T., 2005). Walaupun penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna, pada sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukan pemantauan.

  1. Pengertian Glomerulo Nefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan

  peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan (Suriadi, dkk, 2001). Menurut Ngastiyah (2005) GNA adalah suatu reaksi imunologis ginjal terhadap bakteri / virus tertentu.GNA adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001).

  2. Anatomi Fisiologi

  Menurut Evelyn (2005) Ginjal adalah suatu organ yang terletak dibagian belakang cavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen.Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah yaitu kanan dan kiri. Ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan dan umumnya ginjal laki

  • –laki lebih panjang ketimbang ginjal perempuan. Fungsi ginjal :

  1. Memegang peranan paling penting dalam pengeluaran zat

  • – zat toksik atau racun.

  2. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.

  3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh.

  4. Mempertahankan keseimbangan garam

  • –garam dan zat lain dalam tubuh.

  5. Mengeluarkan sisa

  • –sisa metabolisme hasil akhir dari proteinureum, kreatinin, dan amoniak.

  Uji fungsi ginjal terdiri dari :

  6. Uji protein (albumin) Bila ada kerusakan pada glomerulus atau tubulus maka protein dapat masuk dalam urine.

  7. Uji konsentrasi ureum darah, bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum maka ureum darah naik diatas kadar normal 20

  • – 40 mg %.

  8. Uji konsentrasi, pada uji ini dilarang makan minum selama 12, melihat berat jenis urine.

Gambar 1.1 Anatomi Ginjal Sumber :( www.anatomiginjal.co.id , 2013).

  3. Etiologi

  Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis lainnya, tetapi pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus β haemolyticus; sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud adalah GNA pasca streptokokus (Noer, 2002).

  Glomerulonefritis akut paska streptokokus menyerang anak umur 5

  • – 15 tahun, anak laki
  • – laki berpeluang menderita 2 kali lebih sering dibanding anak perempuan, timbul setela
  • – 11 hari awitan infeksi streptokokus (Nelson, 2002). Timbulnya GNA didahului oleh infeksi bakteri streptokokus ekstra renal, terutama infeksi di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh bakteri streptokokus golongan A tipe 4, 12, 25. Hubungan antara GNA dengan infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh Lohleintahun 1907 dengan alasan;

  a. Timbul GNA setelah infeksi skarlatina

  b. Diisolasinya bakte ri streptokokus βhemolitikus c. Meningkatnya titer streptolisin pada serum darah

  Faktor iklim, keadan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA, setelah terjadi infeksi kuman streptokokus.

  4. Patofisiologi

  Suatu reaksi radang pada glomerulus dengan sebukan lekosit dan proliferasi sel, serta eksudasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruang Bowman.Gangguan pada glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu respon imunologi yang terjadi dengan adanya perlawanan antibodi dengan mikroorganisme yaitu streptokokus A.Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding kapiler dan menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil yang mana akan menurunkan filtrasi glomerulus, insuffisiensi renal dan perubahan permeabilitas kapiler sehingga molekul yang besar seperti protein dieskresikan dalam urine / proteinuria (Silbernagel & Lang, 2006).

5. Tanda dan gejala

  Menurut Jordan dan Lemire, (1982) lebih dari 50 % kasus GNA adalah asimtomatik.Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab (Travis, 1994).Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok ataukulit (Nelson, 2000).

  1. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)

  2. Proteinuria (protein dalam urine)

  3. Oliguria (keluaran urine berkurang)

  4. Nyeri panggul

  5. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan baik).

  6. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada hari pertama.

  7. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik (Sekarwana, 2001).

  8. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, dan diare.

  9. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan kesadaran menurun.

  10. Fatigue (keletihan atau kelelahan) 6.

   Penatalaksanaan

  a. Pemberian penisilin pada fase akut (baik secara oral atau intramuskuler). Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil (Nelson, 2000).

  b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intamuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya pemberian resepin peroral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgBB/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

  c. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan sebagainya (Lumbanbatu, 2003)

  d. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosamid (lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/hari) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Noer, 2002).

7. Pathways

  Streptococus A Luka jaringan muskuluskeletal Peredaran darah kapiler Sampai pada ginjal Bakteri Streptococus hidup Reaksi Antigen-antibodi ginjal Poliferasi sel dan kerusakan glomerulus GFR menurun Kerusakan membran kapiler Retensi Na + Air Proteinuria dan Hematuria Vasospasme pembuluh darah Edema

  Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari Bed rest kebutuhan tubuh

  Ensefalopati hipertensi Dekubitus

  Kelebihan Nyeri akut sakit volume cairan kepala / pusing

  Kerusakan Integritas Kulit Gambar : 1.2. Pathways glomerolusnefrotik Akut (GNA).

  Sumber :(Silbernagel &Lang, 2006)

8. Fokus Intervensi

  Fokus intervensi pada kasus GNA ini yaitu pada penanganan Hipertensi, retensi cairan, infeksi bakteri streptococcus dan kelebihan cairan tubuh (Noer, 2002: Nelson, 2000).

B. Konsep Dasar Nyeri

  Pada dasarnya nyeri bukanlah suatu penyakit,akan tetapi merupakan suatu fenomena subyektif yang komplek yang memunculkan mekanisme perlindungan,yang menyebabkan seseorang menarik diri atau menghindari sumber nyeri dan mencari bantuan atau terapi.Sebenarnya nyeri pada anak tidak berbahaya bila dalam skala yang kecil dan disebabkan oleh agen injuri fisik yang ringan,namun nyeri dapat membahayakan anak ketika berada dalam skala yang besar dan disebabkan oleh agen injuri biologi yang bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.Oleh karena itu pada bab ini akan dipaparkan tentang definisi dari nyeri,patofisiologi,terutama terkait dengan kasus,dan beberapa penanganan nyeri pada anak.

1. Definisi NyeriAkut

  Nyeri merupakan akibat dari serangkaian langkah kompleks yang berasal dari lokasi cidera menuju otak sehingga stimulus ditafsirkan sebagai ras nyeri (Kowalak, Welsh,&Mayer,2011). Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial,atau digambarkan dalam istilah seperti (Internasional Association for the Study of Pain); awitan tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya ≤ 6 bulan (Wilkinson & Ahern, 2011).

  Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya dan diketahui bila seseorang telah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

  Dari beberapa pengertian diatas,maka dapat diambil kesimpulan bahwa nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan tubuh yang ditransmisikan ke otak kemudian ditafsirkan sebagai stimulus rasa nyeri dan mucul reaksi tubuh menghindar, menangis, maupun imobilisasi.

  2. Definisi Nyeri Kronis

  Nyeri kronis dijabarkan sebagai pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah seperti (Internasional Association for the Study of Pain); awitan tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya ≥ 6 bulan (Wilkinson & Ahern, 2011).

  3. Karakteristik Nyeri Kepala

  Nyeri kepala adalah sensasi nyeri yang dirasakan pada kepala.nyeri kepala dibedakan menjadi dua yaitu :

  1. Nyeri kepala dengan patofisiologis yang jelas (nyeri kepala sekunder).

  2. Nyeri kepala dengan patofisiologis yang belum jelas (sindrom nyeri kepala primer)

  Nyeri kepala pada kasus glomerulonefritis ini yaitu masuk dalam katagori nyeri kepala dengan patofisiologi yang jelas karena adanya peningkatan tekanan intra kranial yang disebabkan oleh ensefalopati hipertensi yang terjadi akibat retensi Na dan air dalam ginjal (Ginsberg, 2008).

  Perjalanan nyeri menurut Kowalak, Welsh, dan Mayer(2011) memiliki 4 proses yaitu : transduksi,transmisi, modulasi dan presepsi.

  1. Transduksi merupakan perubahan proses rangsang nyeri menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima oleh ujung-ujung syaraf.rangsang ini dapat berupa stimulasi fisik,kimia,ataupun panas dan dapat terjadi pada semua jalur nyeri.

  2. Transmisi adalah proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh proses transduksi disepanjang jalur nyeri,dimana molekul-molekul di celah sinaptik mentransmisi informasi dari satu neuron ke neuron berikutnya.

  3. Modulasi adalah proses modifikasi terhadap rangsang,modifikasi ini dapat terjadi pada sepanjang titik sejak transmisi pertama sampai ke korteks serebri.Modifikasi ini dapat berupa peningkatan maupun penghambatan.

  4. Presepsi adalah proses terakhir saat stimulasi tersebut sampai korteks sehingga tepat pada tingkat kesadaran,selanjutnya diterjemahkan dengan berupa tindak lanjut menanggapi nyeri. Pengkajian nyeri pada anak,menurut Potter dan Perry (1993) nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah.Namun tipe nyeri dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya.Menurut Wong dan

  Whaley’s (1996) banyak metode yang dapat kita gunakan untuk menilai nyeri pada anak,salah satu yang umum yaitu : QUESTT

  1. Question the children (bertanya pada anak)

  2. Use pain rating scale (menggunakan sekala nyeri)

  3. Evaluate behavior (evaluasi tingkah laku) 4.

  Secure parent’s involvement (mengikutsertakan orang tua)

  5. Take cause of pain into account (mencari penyebab nyeri)

  6. Take action (mengambil tindakan) Pengukuran skala nyeri pada anak dapat dilakukan dengan melihat intensitas nyeri melalui gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan individu,pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda pada dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2007).

1. Face Pain Rating Scale

  Menurut Wong dan Baker (1998) pengukuran skala nyeri untuk anak usia pra sekolah dan sekolah,pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah tesenyum untuk “ tidak ada nyeri “ hingga wajah yang menangis untuk “ nyeri hebat ”.

Gambar 1.3 Visual Face Rating Scale (Wong &Baker, 1998)

  2. Word Grapic Rating Scale

  Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan intensitas nyeri,biasanya dipakai untuk anak 4-17 tahun.

  1 2 3 4 5 Tidak nyeri ringan sedang cukup sangat nyeri nyeri hebat

  Gambar 1.4Skala Nyeri Word Grapic Rating Scale (Wong & Whaleys, 1996).

  3. Skala intensitas nyeri numerik 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

  Tidak Nyeri sedang Nyeri Nyeri Hebat Gambar 1.5 Skala intensitas nyeri numerik (Wong & Whaleys, 1996).

  4. Skala nyeri menurut bourbanis 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

  10 Gambar 1.6 Skala nyeri menurut bourbanis (Wong & Whaleys, 1996).

  Perawat dapat menanyakan kepada individu tentang nilai nyerinya dengan menggunakan skala 0 sampai 10 atau skala yang serupa lainya yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya.Nyeri yang

  Tidak Nyeri

  Nyeri Ringan

  Nyeri sedang Nyeri berat

  Terkontrol Nyeri berat tidak terkontrol ditanyakan pada skala tersebut adalah sebelum dan sesudah dilakukan intervensi nyeri untuk mengevaluasi keefektifannya (McKinney, et al, 2000).

4. Pathofisiologi Nyeri Akut Pada Kepala Dalam Kasus GNA

  Nyeri adalah serangkaian langkah kompleks dari lokasi cidera menuju otak sehingga stimulus diartikan sebagai rasa nyeri.Sel glomerulus yang nekrotik akan melepaskan K+ dan protein intra sel.Peningkatan konsentrasi K+ ekstrasel akan mendepolarisasi nosiseptor,sedangkan organisme yang menginfiltrasi glomerulus secara terus-menerus menyebabkan inflamasi sehungga terjadi kerusakan pada glomerulus yang dipicu dengan telarutnya antigen-antibodi didalamnya.Melalui aktivasi komplemen maka terjadi inflamasi lokal pada glomerulus yang menyebabkan sumbatan di kapiler glomerulus dan merusak fungsi filtrasi ginjal (Silbernagel & Lang, 2006).

  Pada kasus ini terjadi poliferasi sel dan kerusakan glomerulus yang menyebabkan GFR menurun dan retensi Na dan air pada ginjal menyebabkan edema pada wajah dan ekstremitas,memicu timbulnya ensefalopati hipertensi dimana tekanan darah naik secara cepat pada anak-anak.Sehingga dapat digambarkan mekanisme terjadinya nyeri akut pada kepala dalam kasus glomerulonefritis yaitu karena terjadi ensefalopati hipertensi menimbulkan vasospasme pembuluh darah ke otak dan peingkatan tekanan intra kranial tidak terhindarkan,kemudian rangsang nyeri diterima oleh nosiseptor di otak,yang kemudian stimulus tersebut diterjemahkan sebagai nyeri akut pada kepala (Ginsberg, 2008).

  Nyeri akut pada kepala dalam kasus GNA ini desebabkan oleh proses auto imun kuman streptococcus yang bersifat nefritogen dalam tubuh menimbulkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang merusak glomerulus,dimana proses inflamasi ini ikut terbawa aliran darah ke otak serta menyebabkan vasospasme pembuluh darah otak dan terjadi peningkatan tekan intra kranial sehingga menyebkan pusing atau sakit kepala yang berat (Abdoerrachman, et al, 2007).

5. Penanganan Nyeri akut pada anak

  Penanganan nyeri akut pada anak dapat dilakukan dengan dua metode yaitu : 1) Metode farmakologi.

  Metode penggunaaan analgesia yang ideal yaitu dengan melihat respon klien terhadap nyeri dan apabila nyeri sudah hilang maka analgesia tersebut harus segera dieliminasi dengan cepat apabila sudah tidak dibutuhkan lagi. Keefektifan analgesia tergantung pada adanya kadar obat dalam serum yang adekuat dan konsisten (Jacobi, Fraser, & Coursin, 2002).

  2) Metode non farmakologi

  a. Metode Modifikasi lingkungan Intervensi non farmakologi yang paling dasar dan masuk akal dalam penanganan nyeri akut pada anak adalah dengan melakukan modifikasi lingkungan. Kebisingan, kekurangan atau kelebihan cahaya dapat meningkatkan kecemasan anak, oleh karena itu menciptakan suasana yang tenang dengan pencahayaan yang cukup adalah hal yang sangat penting dalam modifikasi lingkungan( Hudak& Gallo, 2011).

  b. Teknik Distraksi Yaitu dengan membantu klien mengalihkan perhatian mereka dari sumber nyeri atau ketidaknyamanan ke hal

  • – hal yang lebih menyenangkan, ketika teknik ini diterapkan pada anak bisa dilakukan dengan terapi bermain, membacacerita , melihat video, mendengarkan musik (Smletzer & Bare, 2002).

  c. Teknik Relaksasi Latihan relaksasi melibatkan focus berulang

  • – ulang pada kata, karena teknik ini dilakukan dengan melatih klien menjadi rileks yang dapat dilakukan contohnya melatih dengan teknik nafas dalam. Relaksasi dapat memberikan rasa kendali pada pasien terhadap bagian tubuh tertentu yang dirasa tidak nyaman (Smletzer & Bare, 2002).

6. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Nyeri Akut

  1. Pengkajian

  a. Keluhan utama : Data Subyektif : 1. Klien mengatakan perasaan tidak nyaman berupa nyeri kepala.

  2. Klien menunjukan skala nyeri ada pada antara angka 6. Data Obyektif : 1. Klien tampak menahan rasa nyeri kepala.

  2. Nyeri disebabkan oleh peningkatan tekanan intra kranial, kualitas nyeri seperti ditimpa benda berat, sehingga menyebabkan rasa sakit di kepala bagian belakang, nyeri berada pada skala 6 dan bisa terjadi sewaktu

  • – waktu.

  b. Hasil pemeriksaan vital sign klien : TD : 130/90 mmHg N : 82 X/menit RR : 18 X/menit Suhu : 36,6 º C

  c. Kesadaran klien GCS : E = 4 M = 6 V =5 Total = 15 / Composmentis

  d. Pemeriksaan Fisik 1) Kepala : Mesochepal, terdapat oedem area mata dan wajah.

  2) Kulit : Turgor kulit kurang baik, warna kulit sawo matang. 3) Ekstremitas :Terdapat oedem pada ekstremitas atas dan bawah. 4) Abdomen : Perut tidak kembung, tidak ada nyeri tekan epigastrik, bising peristaltik usus.

  5) Genetalia : Terpasang kateter ukuran 20, tidak terdapat kelainan pada genetalia.

  e. Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan darah tepi tedapat parameter yang diluar batas normal

  Parameter Hasil Satuan Nilai Normal WBC 12,83 10^3/uL M : 4,8

  • – 10,8 F : 4.8 – 10,8 NEUT % 88,5 %

  50

  • – 70 LYMPH % 7,6 % 25 - 40

  2. Pemeriksaan Urine terdapat parameter yang diluar ambang batas yaitu : Creatinin dengan hasil 1.43 mg/dl sedangkan batas normalnya 0.50

  • – 1.20 mg/dl. Terdapat protein, hemoglobin, leukosit dan eritrosit dalam urine.

  3. Diagnosa keperawatan dan intervensi (Wilkinson, 2009).

  a. Nyeri akut berhubungan dengan vasospasme pembuluh darah otak.

  Indikator menurut NANDA internasional (2012) : 1) Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan ( nyeri ) dengan isyarat.

  2) Respon autonomik (diaphoresis, perubahan tekanan darah, pernafasan, dilatasi pupil,maupun nadi).

  3) Perubahan selera makan. 4) Prilaku ekspresif ( gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela nafas panjang).

  5) Wajah topeng (nyeri). 6) Prilaku menjaga atau sikap melindungi. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil :

  1) Memperlihatkan pengendalian nyeri. 2) Menunjukan tingkat nyeri. 3) Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

  4) Melaporkan nyerfi kepada penyedia layanan kesehatan.

  5) Mempertahankan selera makan yang baik. 6) Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, atau tekanan darah.

  Intervensi : 1) Monitor tekanan darah anak.

  2) Monitor nadi,respirasi,dan suhu anak. 3) Monitor adanya reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan. 4) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  5) Lakukan komunikasi dengan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.

  6) Lakaukan kontrol pada lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

  7) Lakukan pengurangan faktor presipitasi nyeri. 8) Ajarkan tentang teknik non farmakologi (relaksasi). 9) Ajarkan peningkatan istirahat/tidur. 10) Kolaborasi dengan medis dalam pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.

  11) Evaluasi keefektifan control nyeri.

  b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi filtrasi ginjal dan penurunan produksi urine.

  Indikator menurut NANDA Internasional (2012): 1) Dispnea.

  2) Perubahan elektrolit dalam urine. 3) Oedem anasarka. 4) Perubahan tekanan darah. 5) Oliguria. 6) Perubahan berat jenis urine. 7) Gelisah. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil :

  1) Kelebihan volume cairan dapat dikurangi, yang dibuktikan oleh : Keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit asam dan basa, dan indicator fungsi ginjal yang adekuat.

  2) Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam. 3) Berat jenis urine dalam batas normal. 4) Tidak ada oedem pada tubuh klien. Intervensi : 1) Monitor vital sign klien.

  2) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian.

  3) Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites).

  4) Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin ).

  5) Monitor tanda dan gejala dari odema. 6) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat. 7) Lakukan penetuan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi.

  8) Lakukan penentuan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal). 9) Catat secara akutar intake dan output. 10) Ajarkan klien hanya minum air mineral 900-1200 ml/hari. 11) Kolaborasikan pemberian diuretik sesuai indikasi. 12) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk .

  c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual dan penurunan selera makan.

  Indikator menurut NANDA Internasional (2012) : 1) Kram dan nyeri abdomen.

  2) Menghindari makanan. 3) Berat badan 20% dibawah berat badan ideal. 4) Mukosa pucat, ketfidak mampuan memakan makanan. 5) Penurunan berat badan. 6) Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa.

  7) Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan. 8) Suara usus hiperaktif. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kaeperawatan diharapkan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :

  1) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. 2) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan. 3) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. 4) Anak dapat memenuhi nutrisi secara adekuat.

  Intervensi : 1) Kaji adanya alergi makanan.

  2) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

  3) Monitor adanya penurunan berat badan. 4) Monitor mual dan muntah. 5) Monitor jumlah kalori dan intake nuntrisi yang masuk. 6) Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi).

  7) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. 8) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.

  9) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.