BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pneumonia - Sri Suparni BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A.

   Konsep Pneumonia 1.

  Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru – paru (alveoli) dan mempunyai gejala batuk, sesak nafas, ronki dan infiltrat pada foto rontgen. Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkhus yang disebut BronkoPneumonia (Direktorat Jenderal P2PL, 2009).

  Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru – paru (alveoli). Selain gambaran umum diatas, pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda – tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang (Rontgen, Laboratorium) (Wilson, 2006).

  Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA) yang tersering. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara setempat (Dahlan, 2007).

  Jadi pneumonia pada balita adalah infeksi saluran pernafasan bawah akut yang sering menyerang balita pada usia 1- 5 tahun yang sangat beresiko menyerang jaringan paru – paru (alveoli). Selain itu juga biasanya ditandai dengan gejala batuk - pilek, sesak nafas yang sangat berbahaya apabila tidak ditangani dengan tepat oleh petugas kesehatan.

  9 napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat Celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.

  Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus (Said, 2008).

2. Etiologi Pneumonia

  Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa (Djojodibroto, 2009).

  a.

  Bakteri Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, cepat.

  b.

  Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory

  Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang

  saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian.

  c.

  Mikroplasma Mikroplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikroplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikroplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.

  d.

  Protozoa Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru.

3. Faktor Risiko Pneumonia

  Hasil penelitian dari berbagai Negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah dilaporkan faktor risiko baik yang meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat pneumonia (Direktorat Jenderal P2PL, 2009) adalah: a.

  Faktor risiko yang meningkatkan insiden pneumonia meliputi: 1)

  Faktor risiko pasti (definite): malnutrisi, BBLR, tidak ASI Eksklusif, tidak dapat imunisasi campak, polusi udara dalam rumah dan kepadatan.

  2) Faktor risiko hampir pasti (likely): asap rokok, defisiensi Zinc, kemampuan ibu merawat, penyakit penyerta (diare dan asma).

  3) Kemungkinan faktor risiko (possible): pendidikan ibu, kelembaban, udara dingin, defisiensi vitamin A, polusi udara luar, urutan kelahiran dalam keluarga, kemiskinan.

  b.

  Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia, Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia ini perlu mendapatkan perhatian kita semua agar upaya penurunan kematian karena pneumonia dapat dicapai. Faktor risiko ini merupakan gabungan faktor risiko insidens seperti tersebut diatas ditambah dengan faktor tatalaksana di pelayanan kesehatan yaitu:

  Ketersediaan pedoman tatalaksana 2)

  Ketersediaan tenaga kesehatan terlatih yang memadai 3)

  Kepatuhan tenaga kesehatan terhadap pedoman 4)

  Ketersediaan fasilitas yang diperlukan untuk tatalaksana pneumonia (obat, oksigen, perawatan intensif)

  5) Prasarana dan sistem rujukan.

  4. Klasifikasi Pneumonia a.

  Berdasarkan Umur 1)

  Kelompok umur < 2 bulan

  a) Pneumonia berat

  Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang. Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai tanda-tanda lain seperti : (1)

  Napas cuping hidung, hidung kembang kempis waktu bernafas.

  (2) Suara rintihan

  (3) Sianosis (Kulit kebiru-biruan karena kekurangan oksigen). (4) Wheezing yang baru pertama dialami. Bukan pneumonia Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.

  2) Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun

  a) Pneumonia sangat berat Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.

  b) Pneumonia berat Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.

  c) Pneumonia Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada.

  d) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.

  e) Pneumonia persisten Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan. (WHO, 2003). Gejala Klinis dan Tanda Pneumonia a.

  Gejala Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat Celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008) b. Tanda

  Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : Batuk nonproduktif , Ingus (nasal discharge), suara napas lemah, penggunaan otot bantu napas, demam , cyanosis (kebiru-biruan), thorax photo menujukkan infiltrasi melebar , sakit kepala , kekakuan dan nyeri otot, sesak napas, menggigil, berkeringat, lelah, terkadang kulit menjadi lembab, dan mual dan muntah.

6. Cara penularan

  Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara.Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar,2002).

  7. Pencegahan Pneumonia Mengingat pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya sangat mirip dengan flu, alangkah baiknya para orang tua tetap waspada dengan memperhatikan cara berikut ini (Misnadiarly, 2008).

  a.

  Menghindarkan bayi atau anak dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat keramaian yang berpotensi penularan.

  b.

  Menghindarkan bayi atau anak dari kontak dengan penderita ISPA.

  c.

  Membiasakan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan.

  d.

  Segera berobat jika mendapati anak mengalami panas, batuk, pilek.

  Terlebih jika disertai suara serak, sesak nafas, dan adanya tarikan pada otot diantara rusuk (retraksi).

  e.

  Periksakan kembali jika dalam dua hari belum menampakan perbaikan, dan segera ke rumah sakit jika kondisi anak memburuk.

  f.

  Imunisasi, untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi seperti imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus).

  8. Diagnosis Pneumonia Berdasarkan pedoman diagnosis dan tatalaksana pneumonia yang diajukan oleh WHO di dalam buku Mansjoer (2008), pneumonia dibedakan atas : harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.

  b. Pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.

  c. Pneumonia : bila tidak ada retraksi tapi napas cepat : 1) > 60x/menit pada bayi < 2 bulan 2) > 50x/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun 3) > 40x/menit pada anak 1 – 5 tahun

  Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.

9. Perawatan Pneumonia pada balita di Rumah

  Perawatan di rumah yang dapat dilakukan pada bayi atau anak balita yang menderita pneumonia antara lain: a.

  Mengatasi demam Untuk anak usia dua bulan sampai lima tahun, demam dapat diatasi dengan memberikan kompres air hangat, adalah kompres dengan air suam – suam kuku atau air hangat (Rudianto, 2010). Suatu prosedur menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat. Menurut Anneahira (2010), adapun manfaat kompres hangat adalah dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh.

  Mengatasi batuk Dianjurkan untuk memberikan obat batuk yang aman misalnya ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh dicampur dengan kecap atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga kali sehari.

  c.

  Pemberian makanan Dianjurkan memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika terjadi muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

  d.

  Pemberian minuman Diusahakan memberikan cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Hal ini akan membantu mengencerkan dahak, selain itu kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

B. Konsep Keluarga

  1) Pengertian Keluarga

  Marilyn M. Friedman (1998) yang menyatakan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dimana individu mempunyai peran masing – masing yang merupakan bagian dari keluarga.

  Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya (1978) menjelaskan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. 2)

  Fungsi Keluarga Fungsi – fungsi dasar keluarga adalah memenuhi kebutuhan – kebutuhan anggota keluarga dan masyarakat yang lebih luas. Lima fungsi keluarga menurut Friedman (1998) adalah : a.

  Fungsi afektif (affective function) Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif, perasaan memiliki, perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih sayang dan

  

reinforcement . Hal tersebur dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi

  dan berhubungan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Perceraian, kenakalan anak atau masalah keluarga yang sering timbul sebagai akibat tidak terpenuhinya fungsi afektif.

  Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (sosialization and social

  placement function)

  Fungsi ini sebagai tempat untuk melatih anak dan mengembangkan kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

  Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang ditujukan dalam sosialisasi.

  Anggota keluarga belajar tentang disiplin, norma – norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga.

  c.

  Fungsi reproduksi (reproductive function) Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di sisi lain, banyak kelahiran yang tidak diharapkan atau di luar ikatan perkawinan sehingga lahirnya keluarga baru dengan satu orang tua.

  d.

  Fungsi ekonomi (economic function) Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan tempat mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan keluarga seperti makan, pakaian dan rumah. Fungsi ini sukar dipenuhi oleh keluarga dibawah garis kemiskinan.

  e.

  Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (health care function) Fungsi ini untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Kemampuan keluarga dalam Bagi tenaga kesehatan keluarga yang profesional, fungsi perawatan kesehatan merupakan pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga.

  Untuk menempatkannya dalam perspektif, fungsi ini merupakan salah satu fungsi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan – kebutuhan fisik seperti makan, pakaian, tempat tinggal dan perawatan kesehatan. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan dan memelihara kesehatan.

  Keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Keluarga pula yang menentukan kapan anggota keluarga yang terganggu perlu meminta pertolongan tenaga profesional. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan mempengaruhi tingkat kesehatan keluarga dan individu. Tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat – sakit juga mempengaruhi perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.

C. Pelaksanaan Fungsi Perawatan Keluarga 1.

  Pengertian Perawatan Keluarga Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat keperawatan kesehatan masyarakat yang dipusatkan pada keluarga sebagai unit satu kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuan pelayanan dan perawatan sebagai upaya mencegah penyakit. Sedangkan keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, pelayanan kesehatan dan merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang ada dan tidak ada hubungan secara hukum akan tetapi berperan sebagai keluarga atau siapapun yang di katakan klien sebagai keluarganya (Friedman, 1998).

  Perawatan keluarga yang komprehensif merupakan suatu proses yang rumit, sehingga memerlukan suatu pendekatan yang logis dan sistematis untuk bekerja dengan keluarga dan anggota keluarga. Pendekatan ini disebut proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan inti dan sari keperawatan, dimana proses adalah suatu aksi gerak yang dilakukan dengan sengaja dan sadar dari satu titik ke titik yang lain menuju pencapaian tujuan.

  Pada dasarnya, proses keperawatan merupakan suatu proses pemecahan masalah yang sistematis, yang digunakan ketika bekerja dengan individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Salah satu aspek terpenting dari keperawatan adalah penekanan pada keluarga. Keluarga bersama dengan individu, kelompok dan komunitas adalah klien atau resipien keperawatan. Secara empiris, disadari bahwa kesehatan para anggota keluarga dan kualitas kesehatan keluarga mempunyai hubungan yang erat. Akan tetapi, hingga saat ini sangat sedikit yang diberikan perhatian pada keluarga sebagai obyek dari studi yang sistematis dalam bidang keperawatan (Friedman, 1998). Fungsi Perawatan Keluarga Fungsi perawatan kesehatan merupakan hal yang penting dalam pengkajian keluarga. Sejauh mana masing – masing anggota keluarga melaksanakan fungsinya antara lain termasuk fungsi afektif dalam menyelesaikan masalah, fungsi sosialisasi dalam melakukan interaksi baik sesama anggota keluarga maupun dengan orang lain, fungsi kesehatan seperti yang dikemukakan oleh Friedman antara lain dalam mengenal masalah, mengambil keputusan, merawat anggota keluarga yang sakit, memelihara dan memodifikasi lingkungan dan menggunakan sumber di masyarakat. Fungsi kesehatan keluarga juga mengenai kebiasaan diet keluarga mempengaruhi status gizi sebagai faktor pendukung, pola istirahat dan tidur mempengaruhi status ketahanan tubuh, kebiasaan mengkonsumsi obat atau zat aditif mempengaruhi berhasil atau tidaknya pengobatan, pola perawatan diri mempengaruhi proses penularan dan higiene seseorang, lingkungan dan riwayat kesehatan keluarga berpengaruh dalam bertambah parah atau tidak masalah kesehatan yang dialami keluarga (Friedman, 1998).

3. Tugas Pelaksanaan Perawatan Kesehatan Keluarga

  Terdapat beberapa tugas dalam pelaksanaan perawatan kesehatan keluarga, yaitu (Friedman, 1998) : a)

  Mengenal masalah kesehatan keluarga Mengenal masalah kesehatan keluarga yaitu sejauh mana keluarga mengenal fakta – fakta dari masalah kesehatan yang meliputi persepsi keluarga terhadap masalah. Dalam hal ini memerlukan data umum keluarga yaitu nama keluarga, alamat, komposisi keluarga, tipe keluarga, suku, agama, status sosial ekonomi keluarga dan aktivitas rekreasi keluarga.

  b) Membuat keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat

  Mengambil sebuah keputusan kesehatan keluarga merupakan langkah sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, apakah masalah dirasakan, menyerah terhadap masalah yang dihadapi, takut akan akibat dari tindakan penyakit, mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan, dapat menjangkau fasilitas yang ada, kurang percaya terhadap tenaga kesehatan dan mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi masalah. Dalam hal ini yang dikaji berupa akibat dan keputusan keluarga yang diambil.

  Perawatan sederhana dengan melakukan cara – cara perawatan yang sudah dilakukan keluarga dan cara pencegahannya.

  c) Merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan

  Anggota keluarga mengetahui keadaan penyakitnya, mengetahui sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan, mengetahui sumber – sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, keuangan, fasilitas fisik, psikososial), mengetahui keberadaan fisik yang diperlukan untuk perawatan dan sikap keluarga terhadap yang sakit. Perawatan keluarga dengan melakukan perawatan biasa dilakukan dan cara pencegahannya seminimal mungkin.

  d) Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat

  Sejauh mana mengetahui sumber – sumber keluarga yang dimiliki, keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan, mengetahui pentingnya higiene sanitasi dan kekompakan antar anggota keluarga. Dengan memodifikasi lingkungan dapat membantu dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, dalam bentuk kebersihan rumah dan menciptakan kenyamanan agar anak dapat beristirahat dengan tenang tanpa adanya gangguan dari luar.

  e) Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat

  Dimana keluarga mengetahui apakah keberadaan fasilitas kesehatan, memahami keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas tersebut terjangkau oleh keluarga. Dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan, dimana biasa mengunjungi pelayanan kesehatan yang biasa dikunjungi dan cenderung yang paling dekat misalnya posyandu, puskesmas maupun Rumah Sakit. Hal ini dilakukan dengan alasan lebih efisien waktu dan merasa cocok.

   Tinjauan Umum Tentang Variabel Penelitian

  Menurut hasil penelitian yang ada, dapat diketahui bahwa pneumonia menyerang pada balita maupun bayi usia 1- 5 tahun, dimana pada usia tersebut tubuh bayi akan mudah terserang penyakit infeksi apabila tidak dirawat kekebalan tubuhnya dengan baik. Hal ini bisa terjadi apabila keluarga dalam perawatan balita pneumonia tidak tepat dan bisa mengakibatkan kematian apabila pengobatan tidak dilakukan dengan baik dan tepat, faktor resiko yang menyebabkan kemampuan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan balita pneumonia (Sarwono, 1997) adalah: 1)

  Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjaadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a)

  Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

  b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap objek sudah mulai timbul.

  Evaluation (menimbang - nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

  d) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

  e) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Menurut Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat yaitu: a)

  Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sebagai suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

  b) Memahami (Comprehension)

  Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  c) Aplikasi (Application)

  Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  d) Analisis (Analysis)

  Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

  e) Sintesis (Synthesis)

  Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulais yang ada.

  f) Evaluasi (Evaluation)

  Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian suatu materi atau objek sesuai kriteria – kriteria yang ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau lewat angket atau kuesioner yang menyatakan tentang suatu materi ingin di ukur dengan subjek penelitian atau responden. Pengukuran atau penilaian pengetahuan yaitu: (1) : 61 – 100%

  Pengetahuan baik (2) : 31 – 60%

  Pengetahuan cukup baik (3) : 0 – 30%

  Pengetahuan tidak baik Pengetahuan ibu tentang pneumonia dapat diperoleh baik dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengetahuan yang mencakup cara mengenal pneumonia dan pengelolaan pneumonia akan berpengaruh menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit pneumonia. 2)

  Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek. Sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap yaitu komponen kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, keyakinan.

  Komponen afektif (komponen emosional dan komponen konaktif, komponen perilaku atau action component).

  Sikap menggambarkan suka atau tidak sukanya seseorang pada suatu obyek, yang sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Sikap yang positif terhadap nilai – nilai kesehatan terutama yag berkaitan dengan pneumonia, diharapkan terwujud dalam suatu tindakan yang mendukung hidup sehat yang dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat pneumonia. Pendidikan Pendidikan merupakan proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk – bentuk tingkah laku lainnya didalam masyarakat, proses sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal. Pendidikan terbagi dalam ruang lingkup yang meliputi pendidikan formal, informal dan non formal.

  Notoatmodjo yang dikutip Alimin (2003), menyatakan bahwa orang dengan pendidikan formal lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. 4)

  Pekerjaan Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial, pendidikan, status ekonomi, resiko cedera atau masalah kesehatan dalam suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan resiko dan determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi bekerja.

  Sikap dan dukungan petugas kesehatan Dukungan petugas kesehatan sangat besar pengaruhnya terhadap penurunan angka kesakitan maupun kematian balita yang menderita pneumonia. Dimana dukungan petugas kesehatan ini bisa dilakukan pada masyarakat terutama ibu balita yang anaknya menderita pneumonia supaya diberikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan dan perawatan pada balita dengan pneumonia, sehingga diharapkan keluarga lebih mengerti dan termotivasi untuk melakukan tindakan pencegahan dan perawatan pada balita dengan pneumonia, sehingga diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya pneumonia pada balita (Direktorat Jenderal P2PL, 2006). 6)

  Status Sosial Ekonomi Sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan prestasinya dan hak – hak serta kewajiban dalam hubungannya dengan sumber daya (Soerjono, 2002). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pendapatan orang tua adalah penghasilan berupa uang yang diterima sebagai balas jasa dari kegiatan baik dari sektor formal dan informal selama satu bulan dalam satuan rupiah.

  Besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk akan berbeda antara yang satu dengan yang lain, hal ini karena dipengaruhi oleh keadaan penduduk sendiri dalam melakukan berbagai macam kegiatan sehari – hari. Menurut Sumardi dalam Yerikho (2004) mengemukakan tinggi pendidikan yang dimilikinya.

  Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi disebabkan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai masalah yang mereka hadapi. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan keluarga mereka terhadap gizi, perumahan dan lingkungan yang sehat, pendidikan dan kebutuhan – kebutuhan lainnya. Jelas kesemua itu akan dengan mudah dapat menimbulkan penyakit (Effendy, 1998).

  Berdasarkan standar UMR kabupaten Banjarnegara tahun 2011 pendapatan masyarakat Banjarnegara dibagi tiga kategori yait u tinggi ≥

  Rp.785.000, kategori sedang Rp.350.000 – Rp.785.000 dan kategori rendah < Rp 350.000 (Dinsosnakertrans, 2011).

E. Teori Perilaku

  Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara – negara berkembang pada dasarnya menyangkut dua aspek: aspek fisik dan non fisik, misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, sedangkan yang kedua adalah aspek non fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat. pengalamannya serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Sarwono, 1997). Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungannya (Notoatmodjo, 2003).

  Ada beberapa penelitian yang mengaitkan dengan peran keluarga dalam perilaku mencari bantuan kesehatan. Menurut penelitian D’Souza (2003), meneliti tentang peran dari perilaku mencari bantuan kesehatan terhadap kematian anak di perkampungan miskin di Karachi, Pakistan berdasarkan hasil penelitian bahwa pemilihan pelayanan kesehatan yang tepat oleh keluarga dapat menentukan apakah anak dapat bertahan hidup atau meninggal akibat penyakit yang diderita.

  Penilaian individu terhadap status kesehatannya ini merupakan salah satu faktor yang menentukan perilakunya, yaitu perilaku sehat jika dia menganggap dirinya sehat, dan perilaku sakit jika merasa dirinya sakit (Sarwono,1997). Menurut Green yang dikutip oleh Sarwono (1997) mengatakan bahwa kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor – faktor di luar perilaku. Faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor yaitu faktor – faktor predisposisi, pendukung dan pendorong. Faktor predisposisi (Predisposing factors) Mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial dan unsur – unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Pada seseorang dengan pengetahuan rendah dan berdampak pada perilaku perawatan pada balita pneumonia. Seseorang dengan pengetahuan yang cukup tentang perilaku perawatan pneumonia dan pencegahan maka keluarga tersebut akan besikap positif dan menuruti aturan pengobatan disertai munculnya keyakinan untuk sembuh, tetapi terkadang masih ada yang percaya dengan pengobatan alternatif bukan medis yang dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang sudah membudaya.

  b.

  Faktor pendukung (Enabling Factors) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

  Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada umumnya dibedakan menjadi tiga yaitu: sarana pemeliharaan kesehatan primer merupakan sarana yang paling pertama menyentuh masalah kesehatan di masyarakat. Sarana pemeliharaan kesehatan sekunder merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menangani kasus yang tidak atau belum ditangani oleh sarana kesehatan primer karena peralatan atau keahlian belum ada dan sarana pemeliharaan kesehatan tersier merupakan sarana pelayanan kesehatan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan sekunder (Notoatmodjo, 2003).

  c.

  Faktor pendorong (Reinforcing Factors) Adalah faktor – faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku antara lain:

  1) Keaktifan petugas dalam memotivasi

  Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

  Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan dan pembangkit tenaga pada seseorang ataupun sekelompok masyarakat tersebut mau berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ( Azwar, 1998). 2)

  Kedisiplinan petugas klinik Arti disiplin adalah kepatuhan kepada peraturan (tata tertib), dalam melaksanakan tugasnya petugas kesehatan harus sesuai dengan mutu pelayanan. Pengertian mutu pelayanan untuk petugas kesehatan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang maju, mutu peralatan yang baik motivasi petugas tergantung dari kemampuan mereka untuk melaksanakan tugas mereka dengan cara yang optimal.

F. Kerangka Teori

  Faktor Predisposisi

  • Pengetahuan • Sikap • Kepercayaan • Tradisi • Norma sosial

  Perilaku keluarga Faktor Pendukung dalam merawat balita Sarana dan prasarana dengan pneumonia pelayanan kesehatan

  Faktor Pendorong

  • Keaktifan petugas dalam memotivasi
  • Kedisiplinan petugas klinik

  Gambar 2.1.Kerangka Teori Kerangka Teori menurut Lawrence Green, 1980

  G. Kerangka Konsep

  • Tingkat Pendidikan • Pengetahuan • Pekerjaan • Sikap • Sikap dan Dukungan Petugas Kesehatan.
  • Status sosial ekonomi

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

  Faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat Balita dengan pneumonia

  H. Hipotesis Penelitian

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ”Ada hubungan antara faktor tingkat pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, penghasilan keluarga, pengetahuan, sikap, sikap dan dukungan petugas kesehatan, terhadap kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarmangu I Kabupaten Banjarnegara”.

  Variabel Independent

  Variabel Dependent Kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan pneumonia