BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK PADA BALITA USIA 3 TAHUN YANG DIBERI ASI 2 TAHUN DAN TIDAK ASI 2 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEKSONO 1 WONOSOBO - repository perpustakaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI), merupakan makanan pertama dan utama di awal
kehidupan anak. Kandungan dan nutrisi ASI sangat dibutuhkan oleh bayi pada enam bulan pertama kelahirannya. ASI adalah nutrisi alamiah terbaik bagi bayi dengan kandungan gizi paling sesuai untuk tumbuh kembangnya (Siswono, 2006).
Berdasarkan data Kemenkes RI (2013) persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 48,6%.
Persentase pemberian ASI eksklusif tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat sebesar 69,84%, diikuti oleh Gorontalo sebesar 67,01% dan Bali sebesar 66,94%. Persentase pemberian ASI eksklusif terendah terdapat di Provinsi Papua Barat sebesar 20,57%, diikuti oleh Sulawesi Tengah 30,41% dan Sumatera Utara sebesar 32,22%
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Jawa Tengah menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif tahun 2013 hanya sekitar 25,6%, menurun dibandingkan tahun 2012 sebesar 45,18%. Cakupan tertinggi adalah Kota Surakarta 46,1% sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Brebes 2,8% (Dinkes Jateng, 2013).
ASI banyak mengandung LCPUFAs (Long Chain Poly Unsaturated
Fatty Acids ), yaitu Arachidonic Acid (AA) dan Docosahexanoic Acid (DHA)
dalam jumlah yang memadai untuk pertumbuhan otak anak. LCPUFAs merupakan asam lemak utama pada otak dan retina. Sedangkan susu formula, komposisinya menggunakan acuan ASI sebagai standarnya. Produk susu formula memang memiliki kandungan gizi yang disamakan dengan ASI, namun jumlahnya lebih kecil daripada kandungan gizi pada ASI (Narendra, 2010).
UNICEF (United Nation Child’s Fund) dan WHO (World Health
Organization ) membuat rekomendasi pada ibu untuk menyusui eksklusif
selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah umur 6 bulan, bayi baru dapat diberikan Makanan Pendamping - ASI (MP-ASI) dan ibu tetap memberikan ASI sampai anak berumur minimal 2 tahun. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan juga merekomendasikan para ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya (Riskesdas, 2013).
Pentingnya pemberian ASI eksklusif terlihat dari peran dunia yaitu pada tahun 2006 WHO mengeluarkan Standar Pertumbuhan Anak yang kemudian diterapkan di seluruh dunia yang isinya adalah menekankan pentingnya pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan.
Setelah itu, barulah bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI sambil tetap disusui hingga usianya mencapai 2 tahun.
Selain itu pentingnya ASI juga terlihat pada acara dunia yaitu Pekan ASI sedunia Agustus 2008, The World Alliance For Breast Feeding Action (WABA) memilih tema Mother Support: Going For the Gold. Makna tema tersebut adalah suatu gerakan untuk mengajak semua orang meningkatkan dukungan kepada ibu untuk memberikan bayi-bayi mereka makanan yang berstandar emas yaitu ASI yang diberikan eksklusif selama 6 bulan pertama dan melanjutkan ASI bersama makanan pendamping ASI lainnya yang sesuai sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih (Depkes, 2010).
Dari hasil penelitian UNICEF dari tahun 2005 hingga 2011 didapati bayi Indonesia yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan pertama ialah sebanyak 32% dan didapati 50% anak diberikan ASI Eksklusif sampai usia 23 bulan. Persentase ini masih rendah bila dibandingakan dengan negara berkembang lain seperti Bangladesh didapati 43% anak diberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan dan 91% anak mendapat ASI sampai usia 23 bulan (UNICEF, 2011).
Pemberian makanan yang tepat dan optimal sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Global Strategy for Infant and
Young Child Feeding , pemberian makanan yang tepat adalah menyusui bayi
sesegera mungkin setelah lahir, memberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI yang tepat dan adekuat sejak usia 6 bulan dan melanjutkan pemberian ASI sampai umur 2 tahun atau lebih (WHO, 2005).
Pentingnya manfaat ASI juga disebutkan dalam Al-Quran Surat Al- Baqarah ayat 233 sebagaimana beikut:
“
ُﻟْﻮَﻤْﻟٱ ﻰَﻠَﻋَﻭ ۚ َﺔَﻋﺎَﺿﱠﺮﻟٱ ﱠﻢِﺘُﻳ ﻥَﺃ َﺩﺍَﺭَﺃ ْﻦَﻤِﻟ ۖ ِﻦْﻴَﻠِﻣﺎَﻛ ِﻦْﻴَﻟْﻮَﺣ ﱠﻦُﻫَﺪَٰﻟْﻭَﺃ َﻦْﻌِﺿْﺮُﻳ ُﺕَٰﺪِﻟ َٰﻮْﻟٱَﻭ ۥُﻪَﻟ ِﺩﻮ
َﻫِﺪَﻟَﻮِﺑ ٌۢﺓَﺪِﻟ َٰﻭ ﱠﺭٓﺎَﻀُﺗ َﻻ ۚ ﺎَﻬَﻌْﺳُﻭ ﱠﻻِﺇ ٌﺲْﻔَﻧ ُﻒﱠﻠَﻜُﺗ َﻻ ۚ ِﻑﻭُﺮْﻌَﻤْﻟﭑِﺑ ﱠﻦُﻬُﺗَﻮْﺴِﻛَﻭ ﱠﻦُﻬُﻗْﺯِﺭ ۥُﻪﱠﻟ ٌۭﺩﻮُﻟْﻮَﻣ َﻻَﻭ ﺎ
َﺡﺎَﻨُﺟ َﻼَﻓ ٍۢﺭُﻭﺎَﺸَﺗَﻭ ﺎَﻤُﻬْﻨﱢﻣ ٍۢﺽﺍَﺮَﺗ ﻦَﻋ ًﻻﺎَﺼِﻓ ﺍَﺩﺍَﺭَﺃ ْﻥِﺈَﻓ ۗ َﻚِﻟَٰﺫ ُﻞْﺜِﻣ ِﺙِﺭﺍَﻮْﻟٱ ﻰَﻠَﻋَﻭ ۚ ۦِﻩِﺪَﻟَﻮِﺑ
ْﻤﱠﻠَﺳ ﺍَﺫِﺇ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ َﺡﺎَﻨُﺟ َﻼَﻓ ْﻢُﻛَﺪَٰﻟْﻭَﺃ ۬ﺍٓﻮُﻌِﺿْﺮَﺘْﺴَﺗ ﻥَﺃ ْﻢﱡﺗﺩَﺭَﺃ ْﻥِﺇَﻭ ۗ ﺎَﻤِﻬْﻴَﻠَﻋ ۗ ِﻑﻭُﺮْﻌَﻤْﻟﭑِﺑ ﻢُﺘْﻴَﺗﺍَء ٓﺎﱠﻣ ﻢُﺘ ٌۭﺮﻴِﺼَﺑ َﻥﻮُﻠَﻤْﻌَﺗ ﺎَﻤِﺑ َ ﱠﻟﻠہٱ ﱠﻥَﺃ ۬ﺍٓﻮُﻤَﻠْﻋٱَﻭ َ ﱠﻟﻠہٱ ۬ﺍﻮُﻘﱠﺗٱَﻭ”, yang artinya adalah para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyusui secara sempurna (Q.S Al Baqarah : 233).
Rendahnya pemberian ASI dapat menjadi ancaman bagi Tumbuh Kembang Anak (TKA). Kandungan ASI kaya akan karetonoid dan selenium, sehingga ASI berperan dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit. Setiap tetes ASI juga mengandung mineral dan enzim untuk pencegahan penyakit dan antibodi yang lebih efektif dibandingkan dengan kandungan yang terdapat dalam susu formula, sehingga jika anak mendapatkan ASI bisa dihindarkan dari kematian yang seharusnya tidak perlu. Susu formula dapat meningkatkan resiko terjadinya asma dan alergi. Sementara itu, menurut Satuan Tugas ASI Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pemberian ASI bisa menurunkan persentase kematian hingga 13 % (Dwiharso, 2010).
Berdasarkan data Kemenkes RI (2013), pada tahun 2013 terdapat 17,9% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi buruk. Sebesar 5,8% balita dengan status gizi lebih. Dibandingkan tahun 2007, terjadi penurunan kekurangan gizi balita pada tahun 2013 dari 18,4% menjadi 17,9%. Berdasarkan prevalensi menurut provinsi, prevalensi balita kekurangan gizi terendah dicapai Sulawesi Utara (10,6%), Bali (10,9%) dan DKI Jakarta (11,3%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Barat (30,5%), Nusa Tenggara Timur (29,4%) dan Kalimantan Barat (29,2%). Target MDGs yang harus dicapai pada tahun 2015 untuk indikator ini sebesar 15,5%. Dengan demikian dari 33 provinsi terdapat 9 provinsi di antaranya telah mencapai target tersebut pada tahun 2010.
Berdasarkan data Dinkes Jateng (2013), persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 3,86%, lebih rendah dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 4,88%. Kejadian gizi kurang lebih banyak pada kelompok balita laki-laki (3,94%) dibandingkan pada kelompok perempuan (3,79%). Persentase balita dengan gizi kurang tertinggi di Kota Tegal (14,10%) dan terendah di Kabupaten Pekalongan (0,52%).Balita Gizi Buruk tahun 2013 berjumlah 2.475 (0,30%) meningkat apabila dibandingkan tahun 2012 sejumlah 1.131 (0,06%). Kejadian gizi buruk lebih banyak terjadi di balita perempuan (1.305 kasus) dibandingkan pada balita lakilaki (1.170 kasus). Sementara persentase Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2013 sebesar 100%.
Masa tumbuh kembang anak membutuhkan asupan gizi yang diperoleh melalui pemberian ASI eksklusif. Analisis situasi kondisi ibu dan anak yang menyangkut upaya peningkatan pemberian ASI hingga kini masih belum menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Gangguan tumbuh kembang pada awal kehidupan bayi diantaranya disebabkan karena kekurangan gizi sejak bayi, pemberian Makanan Pendamping - ASI (MP-ASI) yang terlalu dini atau terlalu lambat, MP-ASI tidak cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi, perawatan bayi yang kurang memadai dan yang tidak kalah pentingnya ibu tidak memberi ASI eksklusif kepada bayinya (Linkages, 2011).
Anak untuk menuju usia dewasa melalui berbagai tahapan perkembangan. Tahapan yang terpenting adalah tahun – tahun pertama setelah kelahiran, yaitu 3 tahun pertama. Masa ini disebut juga windows of opportunity, yang berdampak buruk jika tidak diperhatikan dan berdampak baik jika pada masa tersebut dimanfaatkan dengan sebaik – baiknya. Pada periode kritis tersebut anak harus mendapat stimulasi mental dini yang memadai dan dijaga kesehatannya agar kelak tumbuh kembangnya optimal. Selain stimulasi mental dini, dari segi gizi anak harus mendapat gizi yang optimal. Perkembangan anak meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan halus), personal sosial dan adaptif . Oleh karena itu pada semua bayi dianjurkan untuk mendapat ASI (Air Susu Ibu) (Narendra, 2010).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Puskesmas Leksono diketahui bahwa cakupan ASI eksklusif pada bulan November 2014 sebesar 90% dengan jumlah total bayi usia 0-6 bulan sebanyak 210 responden. Sedangkan data jumlah balita usia 3 tahun pada bulan November 2014 sebanyak 330 responden. Hasil studi pendahuluan dengan menggunakan lembar Denver II terhadap 10 balita yang ada di Wilayah Puskesmas Leksono didapatkan hasil sebanyak 50% responden memiliki tumbuh kembang kategori abnormal dan 50% mengalami tumbuh kembang normal, dari 50% responden dengan tumbuh kembang abnormal diketahui bahwa 80% responden tidak diberikan ASI sampai 2 tahun.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang analisis pertumbuhan dan perkembangan anak pada balita usia 3 tahun yang diberi ASI 2 tahun dan tidak ASI 2 tahun di Wilayah Puskesmas Leksono Wonosobo Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Rendahnya pemberian ASI dapat menjadi ancaman bagi Tumbuh Kembang Anak (TKA). Padahal, kandungan ASI kaya akan karetonoid dan selenium, sehingga ASI berperan dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit (Dwiharso, 2010). Masa tumbuh kembang anak membutuhkan asupan gizi yang diperoleh melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Analisis situasi kondisi ibu dan anak yang menyangkut upaya peningkatan pemberian ASI hingga kini masih belum menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Gangguan tumbuh kembang pada awal kehidupan bayi diantaranya disebabkan karena kekurangan gizi sejak bayi, pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu dini atau terlalu lambat, MP-ASI tidak cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi, perawatan bayi yang kurang memadai, dan yang tidak kalah pentingnya ibu tidak memberi ASI eksklusif kepada bayinya (Linkages, 2011).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut "Analisis Pertumbuhan dan Perkembangan Anak pada Balita Usia 3 Tahun yang Diberi ASI 2 Tahun Dan Tidak ASI 2 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Leksono Wonosobo Tahun 2015?".
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak pada balita usia 3 tahun yang diberi ASI 2 tahun dan tidak ASI 2 tahun di Wilayah
Kerja Puskesmas Leksono Wonosobo Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus a.
Mengidentifikasi karakteristik orang tua berdasarkan umur, pekerjaan, pendidikan dan karakteristik balita usia 3 tahun berdasarkan jenis kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Leksono Wonosobo Tahun 2015.
b.
Mengidentifikasi pemberian ASI, pertumbuhan dan perkembangan balita balita usia 3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Leksono Wonosobo Tahun 2015 c. Menganalisis hubungan pertumbuhan dengan pemberian ASI 2 tahun pada balita usia 3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Leksono
Wonosobo Tahun 2015.
d.
Menganalisis hubungan perkembangan dengan pemberian ASI 2 tahun pada balita usia 3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Leksono Wonosobo Tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian 1.
Secara Teoritis Meneliti tentang perbedaan tumbuh kembang balita usia 3 tahun yang diberi ASI Eksklusif 2 tahun dan tidak ASI Eksklusif 2 tahun berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan anak, khususnya tentang pentingnya pemberian ASI bagi perkembangan anak.
2. Secara Praktis a.
Bagi Akademik Dapat menjadi rujukan penelitian selanjutya bagi peneliti yang tertarik meneliti permasalahan keperawatan anak dan perkembangan anak.
b.
Bagi Ibu Menjadi masukan bagi para ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif kepada anaknya sehingga dapat mengoptimalkan perkembangan sang anak.
c.
Bagi Peneliti Menambah pengalaman menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dan dalam melakukan penelitian.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terkait dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Megawati (2011) tentang “Hubungan Pola Pemberian ASI Dan Karakteristik Ibu Dengan Tumbuh Kembang Bayi 0-6 Bulan”. Jenis penelitian yang digunakan yaitu cross sectional dengan sampel sebanyak 42 orang ibu yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan dan masih menyusui. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara dengan panduan kuesioner dan observasi. Analisis data menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian didapatkan Pola pemberian ASI dan karakteristik ibu berhubungan dengan pertumbuhan bayi yaitu pemberian kolostrum (p=0,000), frekuensi pemberian ASI (p=0,000), durasi pemberian ASI (p=0,000), waktu antara pemberian ASI (p=0,000), usia ibu (p=0,003), pendidikan ibu (p=0,000), pekerjaan ibu (p=0,000), jumlah anak ibu (p=0,001). Pola pemberian ASI dan karakteristik ibu juga berhubungan dengan perkembangan bayi yaitu pemberian kolostrum (p=0,002), frekuensi pemberian ASI (p=0,002), durasi pemberian ASI (p=0,000), waktu antara pemberian ASI (p=0,000), usia ibu (p=0,002), pendidikan ibu (p=0,000), pekerjaan ibu (p=0,002), jumlah anak ibu (p=0,001). Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian yang digunakan, variabel yang diteliti dan analisa data. Sedangkan untuk persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang perkembangan anak, pendekatan yang digunakan menggunakan cross sectional.
2. Adawiyah (2012) tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Pertumbuhan Anak Batita Di Gampong Lambhuk Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh”. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan
cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu – ibu yang
mempunyai anak usia 1 – 3 tahun. Besar sampel 40 responden. Tehnik pengambilan sampel adalah total sampling. Menunjukkan bahwa pertumbuhan batita ditinjau dari berat badan berada pada tingkat sesuai standar dengan pemberian ASI Tidak Eksklusif 17 responden (56.7%), pertumbuhan batita ditinjau dari tinggi badan berada pada tingkat sesuai standar dengan pemberian ASI Tidak Eksklusif 14 responden (63.6%), pertumbuhan batita ditinjau dari segi lingkar kepala berada pada tingkat sesuai standar dengan pemberian ASI Tidak Eksklusif 13 responden (59.1%). Dari penelitian yang telah dilakukan dikemukakan bahwa ada hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan pertumbuhan anak batita di Gampong. Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian yang digunakan, variabel yang diteliti, teknik sampling dan analisa data. Sedangkan untuk persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang perkembangan anak, pendekatan yang digunakan menggunakan cross sectional
3. Lidya (2013) tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan
Tumbuh Kembang Anak Pada Usia 3 Sampai 6 Bulan Di Puskesmas Karanganyar”. Desain penelitian yang digunakan adalah observasional
analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel pada penelitian ini
adalah seluruh bayi yang berumur 3 – 6 bulan di Puskesmas Karanganyar yang berjumlah 46 bayi. Alat ukur menggunakan kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitas dengan jumlah responden ASI eksklusif sebanyak 30 responden, sedangkan analisis data menggunakan Uji Statistic
Chi Square . Perhitungan analisis bivariat menghasilkan koefisien korelasi
chi square sebesar 9,289 lebih besar dari chi kuadrat tabel dengan df = 2
2
2
hitung > x tabel, sehingga Ho dan α = 5 % adalah sebesar 5,591, maka x ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan yang signifikan pemberian ASI eksklusif dengan tumbuh kembang pada anak umur 3 sampai 6 bulan.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian yang digunakan, variabel yang diteliti, instrumen penelitian dan analisa data. Sedangkan untuk persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang perkembangan anak, pendekatan yang digunakan menggunakan cross sectional