IMPLIKASI HUKUM PEMBATASAN PERAN SERTA PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PROSES POLITIK DI INDONESIA

  414

IMPLIKASI HUKUM PEMBATASAN PERAN SERTA PEGAWAI NEGERI SIPIL

  

DALAM PROSES POLITIK DI INDONESIA

Tedi Sudraj at

  Fakult as Hukum Universit as Jenderal Soedirman Purwokert o E-mail :

  

Abst r act

In t he f or m of phi l osophies, hi st or i es and compar at i ve st udies, l i mit i ng t he pol it i cal r i ght s of civi l

Ser vant i s a pol i t i cal out come of t he st at e t o cr eat e a publ i c of f i cial r el at ions bet ween t he count r i es

wi t h t he civi l ser vant based on mer it syst em t hat appl i es i n t he ci vi l ser vi ce l aw. The l egal

i mpl i cat ions of t he l i mi t i ng t he pol i t i cal r i ght s of civi l Ser vant whi ch ar e : gi ving t r i but e, pr ohi bit ion

and admi ni st r at i ve sanct i ons agai nst t he ci vi l ser vant t hat i nvol ved i n t he pr ocess of pol i t i c i n

Indonesi a.

  Key wor ds : civi l ser vant , pol i t i cal par t i ci pat ion, pol i t i cal syst em

Abst rak

  Melalui penelahan dari aspek f ilosof is, hist oris dan komparat if diket ahui bahwa pembat asan hak polit ik Pegawai Negeri Sipil merupakan luaran dari polit ik kenegaraan guna mencipt akan hubungan dinas publik melalui penerapan sist em merit dan didasarkan pada hasil evaluasi kinerj a PNS dalam era sebelumnya. Adapun Implikasi hukum pembat asan part isipasi polit ik PNS dalam proses polit ik berupa munculnya pengat uran dan penegakan sanksi t erhadap at uran yang t egas sert a pembiaran t erhadap akt ivit as polit ik PNS at as at uran yang menimbulkan ambiguit as.

  Kat a kunci : Pegawai Negeri Sipil, part isipasi polit ik, sist em polit ik

  

Pendahuluan manusia melalui kehidupan kenegaraan dan ke-

  2 Pada hakikat nya, demokrasi apabila di- giat an pemerint ahan.

  lihat dari bent uknya selalu diwarnai oleh pan- Secara konst it usional, salah sat u bent uk dangan hidup/ ideologi bangsa. Secara subst an- penerapan hak polit ik t ercermin dalam hak un- sial, hal ini menunj ukan bahwa peran sert a ak- t uk bebas berserikat , berkumpul dan menge-

  3

  t if rakyat di dalam pemerint ahan selalu dilan- luarkan pikiran. Hak t ersebut merupakan indi- dasi oleh persamaan hak dan kemerdekaan/ kat or bagi suat u negara t elah melaksanakan de-

  1

  kebebasan. Dalam kait an ini, peran sert a poli- mokrasi. Set iap negara yang mengaku sebagai t ik merupakan ukuran t ent ang bet apa pent ing- 2 Hasnat i, “ Per t aut an Kekuasaan Pol it ik dan Negara nya kedudukan dan hubungan individu dalam

  Hukum” , Jur nal Hukum Respubl i ca Fakul t as Hukum

  negara. Makna yang t erkandung adalah kebe-

  Uni versit as Lancang Kuning Pekanbaru, Vol . 3 (1) Tahun

  basan dalam sist em polit ik merupakan kon- 2003, hl m. 110 3 Hak-hak yang di akui sebagai Hak-Hak Si pil dan Pol it ik sekuensi logis at as hak-hak sipil dan polit ik se-

  sebagai mana dil ansir di Depar t emen Hukum dan HAM

  bagaimana t ermakt ub dalam konsepsi hak asasi Republ ik Indonesia adal ah (1) Hak hidup; (2) Hak bebas

  dar i penyiksaan dan perl akuan t i dak manusiaw i; (3) Hak bebas dar i perbudakan dan kerj a paksa; (4) Hak at as ke- bebasan dan keamanan pri badi ; (5) Hak at as kebebasan bergerak dan berpindah; (6) Hak at as pengakuan dan

  

Art ikel i ni merupakan hasil penel it ian t esis pada Program perl akuan yang sama dihadapan hukum; (7) Hak unt uk

1 Magi st er Il mu Hukum Unsoed t ahun 2010. bebas berf ikir, berkeyakinan dan ber agama; (8) Hak

Lihat M. Nur Hasan, “ Tant angan Demokrasi di Indonesi a” , unt uk bebas berpendapat dan berekspresi ; (9) Hak unt uk

Jur nal Aspi r asi Magi st er Il mu Hukum Tr i sakt i , Vol . XVI berkumpul dan ber serikat ; (10) Hak unt uk t urut sert a

  Impl ikasi Hukum Pembat asan Per an Sert a Pegawai Neger i Si pil …. 415

  versi t as Sul t an Agung (UNISSULA) Semar ang, Vol . 14 (2)

  Mencermat i Pasal 11 UU No. 43 t ahun 1999, maka dapat dit af sirkan bahwa t erdapat - 5 S. F. Marbun, 1998, Net r al i t as Pegawai Neger i Dal am Ke-

  sebut seolah-olah mencipt akan st andar ganda t erhadap kedudukan Pegawai Negeri Sipil, baik secara individu maupun inst it usi. Hal ini di - karenakan, net ralit as yang dimaksud masih ber- sif at semu, art inya ranah polit ik bukanlah hal yang net ral karena set iap Pegawai Negeri Sipil masih diberikan hak unt uk memilih dan dipilih dalam kont eks polit ik. Cont oh at as ket idakpas- t ian hukum (st andar ganda) t ersebut dapat di- lihat dalam Pasal 11 UU No. 43 t ahun 1999 yang menent ukan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menj adi Pej abat Negara t idak ke- hilangan st at usnya sebagai PNS, dan st at usnya it u akan kembali apabila masa j abat an sebagai pej abat negara berakhir.

  5 Secara t ekst ual, makna net ralit as t er-

  seorang Pegawai Negeri Sipil akt if menj adi pe- ngurus part ai polit ik at au anggot a legislat if , maka ia harus mengundurkan diri. Dengan de- mikian birokrasi pemerint ahan akan st abil dan dapat berperan mendukung sert a merealisasi- kan kebij akan at au kehendak polit ik manapun yang sedang berkuasa dalam pemerint ahan.

  dua, maksud net ralit as yang lain adalah j ika

  Menurut S. F. Marbun, makna net ralit as dalam Pasal 3 UU No. 43 t ahun 1999 diart ikan dua hal. Per t ama, bebasnya Pegawai Negeri Sipil dari pengaruh kepent ingan part ai polit ik t ert ent u at au t idak memihak unt uk kepent ing- an part ai t ert ent u at au t idak berperan dalam proses polit ik. Namun Pegawai Negeri Sipil ma- sih t et ap mempunyai hak polit ik unt uk memilih, dan berhak unt uk dipilih dalam pemilihan umum. Namun t idak diperkenankan akt if men- j adi anggot a dan pengurus part ai polit ik; ke-

  3. Unt uk menj amin net ralit as Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pe- gawai Negeri dilarang menj adi anggot a dan/ at au pengurus part ai polit ik.

  rus net ral dari pengaruh semua golongan dan part ai polit ik sert a t idak diskriminat if dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat .

  2. Dalam kedudukan dan t ugas sebagaimana di maksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri ha- 4 Zul f ir man, “ Ont ol ogi Demokrasi” , Jur nal Hukum FH Uni-

  negara hukum yang demokrat is harus memasuk- kan aspek peran sert a akt if rakyat di dalam konst it usinya yang dilandasi persamaan dan ke- merdekaan/ kebebasan. Di Indonesia, j aminan warganegara t erhadap kebebasan berserikat , berkumpul dan mengeluarkan pikiran diat ur Pa- sal 28E UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyat akan bahwa set iap orang ber- hak at as kebebasan berserikat , berkumpul dan mengeluarkan pikiran, sedangkan j aminan yang sif at nya diakui secara Int ernasional diat ur da- lam ket ent uan Art icle 20 Decl ar at ion of Human

  1. Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparat ur negara yang bert ugas unt uk mem- berikan pelayanan kepada masyarakat seca- ra prof esional, j uj ur, adil, dan merat a da- lam penyelenggaraan t ugas negara, peme- rint ahan, dan pembangunan;

  Pernyat aan di at as dit egaskan dalam Pa- sal 3 UU No. 43 t ahun 1999 t ent ang Pokok-Pokok Kepegawaian yang menent ukan:

  Hal inilah yang kemudian menimbulkan pembat asan t erhadap peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik.

  .4

  bagaimana dit egaskan oleh Soewot o bahwa hak asasi ini bersif at universal, yang t idak universal adalah implement asinya dalam produk perun- dang-undangan. Ini diart ikan bahwa, makna de- mokrasi dari kaca mat a hukum t erbagi menj adi dua yakni berkait an dengan norma berupa cara memperoleh kekuasaan dan bagaimana melak- sanakan kekuasaan

  man Ri ght adalah bersif at universal, namun se-

  Pada dasarnya, kebebasan sebagaimana diuraikan dalam Art icle 20 Decl ar at i on of Hu-

  adalah (1) set iap orang mempunyai hak at as ke- bebasan berkumpul dan berpendapat ; (2) Tiada seorang j uapun dapat dipaksa memasuki salah sat u perkumpulan. ”

  Ri ght , yang menent ukan, “ ever yone has t he r i ght t o f r eedom of peacef ul l assembl y and asoci at i on and no one may be compi l l ed t o be- l ong an associ at ion” . Analog isi pasal t ersebut

  hi dupan Pol i t i k di Indonesi a, Yogyakart a: Fakul t as Hu-

  416 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

  Berdasarkan penj abaran di at as, t ulisan ini memiliki art i pent ing dalam hal menemukan t eori yang t erkait dengan hak-hak polit ik bagi Pegawai Negeri Sipil dan implikasi hukum at as hak t ersebut . Dasar ket ert arikan penelit i dika- renakan beberapa hal. Per t ama, salah sat u t un- t ut an masyarakat t erhadap ref ormasi adalah ref ormasi birokrasi. Hal ini mengindikasikan proses birokrat isasi pada masa orde baru ba- nyak menerapkan prakt ik-prakt ik buruk, sehing- ga menimbulkan pant angan dan t ant angan t er- hadap birokrat isasi dalam era ref ormasi;

  Serikat Dan Indonesia” , Jur nal Kebi j akan Dan Manaj e- men Badan Kepegawaian Negara, Vol . 1 (2) November

  Sist em Manaj emen SDM PNS di Indonesia” , Jur nal Kebi j a- kan dan Admi ni st r asi Publ i k MAP UGM, Vol . 8 (2) Novem- ber 2004, hl m. 15-32; Li hat j uga Andi Fef t a Wi j a- ya, ” Kaj i an t ent ang Empat Agenda Ref ormasi Birokrasi” , Jur nal Eksekut i f STIE IBMT, Vol . 6 (1) Februar i 2009, hl m. 12-18 9 Janry Haposan U. P. Simanungkal it , “ Perkembangan Sis- t em Kepegawai an Negara: Per spekt i f Kompar at if Amerika

  No. 43 Tahun 1999 t ent ang Pokok-Pokok Kepe- gawaian merupakan produk hukum yang dike- luarkan pada era ref ormasi, karenanya nuansa pembent ukannya dipengaruhi oleh kepent ingan pemerint ah dan warga negara dalam upaya mencipt akan ref ormasi kepegawaian dalam rangka perubahan paradigma guna mewuj udkan unsur aparat ur negara yang bert ugas memberi- kan pelayanan masyarakat secara prof esional, j uj ur, adil, dan merat a dalam penyelenggaraan 8 Lihat Yeremias T Keban, “ Pokok-Pokok Pikir an Per baikan

  9 ket i ga, Undang-Undang

  ngat dipengaruhi oleh kualit as kepegawaian negaranya. Hal ini berart i sekt or kepegawaian negara yang merupakan sub sist em dari biro- krasi perlu dij adikan f okus dalam penelit ian. Alasan yang mendasarinya adalah f akt a keber- hasilan pembangunan t erlet ak pada usaha sist e- mat is dan sungguh-sungguh unt uk memperbaiki sist em kepegawaian negara, yang merupakan f akt or dinamis birokrasi yang memegang pera- nan pent ing dalam semua aspek penyelengga- raan pemerint ahan;

  8 ke- dua, baik buruknya suat u birokrasi negara sa-

  Pegawai Negeri Sipil yang sumir adalah keikut - sert aan Pegawai Negeri Sipil secara akt if seba- gai t im sukses (pemenangan) calon pej abat ne- gara t ert ent u.

  nya peralihan st at us Pegawai Negeri Sipil men- j adi Pej abat Negara yang berdampak pada pemberhent ian sement ara Pegawai Negeri Sipil dari j abat an organiknya t anpa kehilangan st a- t us karena set elah selesai menj alankan t ugas sebagai pej abat negara dapat diangkat kembali dalam j abat an organiknya.

6 Apabila dicermat i

  8 UU No. 42 Tahun 2008 t ent ang Pemil ihan Umum Pre- si den dan Wakil Presiden menyat akan bahwa Cal on Presi- den dan cal on Wakil Presiden diusul kan dal am 1 (sat u) pasangan ol eh Par t ai Pol it ik at au Gabungan Part ai Po- l it ik. Pasangan Cal on yang diusul kan t er sebut pal i ng sedikit memil iki 20% (dua pul uh per sen) dar i j uml ah kursi Dewan Perw akil an Rakyat at au memperol eh 25% (dua pul uh l i ma per sen) dar i suar a sah nasional dal am Pemil u anggot a Dewan Perwakil an Rakyat , sebel um pel aksanaan Pemil u Presi den dan Wakil Presi den. Dal am hl m ini , pe- nent uan cal on Presi den dan/ at au cal on Wakil Presi den dil akukan secara demokrat i s dan t erbuka sesuai dengan mekanisme int er nal Part ai Pol it ik bersangkut an (misal kan dengan car a konvensi, dl l ) Part ai Pol it ik t ersebut dapat pul a mel akukan kesepakat an dengan Part ai Pol i t ik l ain unt uk mel akukan penggabungan dal am mengusul kan Pasangan Cal on (sepert i : Gol kar dengan Hanura, PDIP de- ngan Geri ndr a, Demokrat dengan PKS, PKB, PPP, PAN, dl l ) Part ai Pol it ik at au Gabungan Part ai Pol it ik t ersebut hanya dapat mencal onkan 1 (sat u) Pasangan Cal on sesuai dengan mekanisme int ernal Part ai Pol it ik dan/ at au musyaw arah Gabungan Part ai Pol it ik yang dil akukan se- cara demokrat is dan t er buka. Cal on Presi den dan/ at au cal on Wakil Presiden yang t el ah diusul kan dal am sat u pasangan ol eh Part ai Pol it ik at au Gabungan Part ai Pol it ik t ersebut kemudian t i dak bol eh di cal onkan l agi ol eh Part ai Pol it ik at au Gabungan Part ai Pol it ik l ainnya.

  Pasal 50 ayat 1 huruf k UU No. 10 t ahun 2008 di sebut kan bahw a bakal cal on anggot a DPR, DPRD Propi nsi dan DPRD Kabupat en/ Kot a harus mengundurkan dir i sebagai Pega- wai Negeri Si pil , Tent ar a Nasional Indonesi a, Anggot a Kepol i si an Negara Republ ik Indonesi a, Pengurus BUMD dan at au BUMD sert a badan l ain yang anggarannya ver- sumber dari keuangan negara yang dinyat akan dengan surat pengundur an dir i yang t i dak dapat dit ar ik kembal i. 7 Sebagai cont oh adal ah posi si Pr esiden dan Wakil Pre- si den. Berdasarkan Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 vi de Pasal

  got a Maj el is Per musyaw arat an Rakyat dan Ket ua, Wakil Ket ua, dan Anggot a Dewan Perwakil an Rakyat (Pasal 11 huruf b dan c UU No. 43 Tahun 1999) karena menurut

  dan t erdapat kecenderungan dalam proses peralih- an st at usnya dipengaruhi oleh kepent ingan par- t ai polit ik t ert ent u, memihak kepent ingan par- t ai t ert ent u dan berperan dalam proses polit ik. Bukt i lain dari adanya pemaknaan net ralit as 6 Pengecual i annya t erhadap Ket ua, Wakil Ket ua, dan Ang-

  7

  kedudukan pej abat negara yang dimaksud da- lam Pasal 11 ayat 1 huruf a, g, i, dan j , kedudu- kannya berkait an erat dengan unsur polit ik

  Impl ikasi Hukum Pembat asan Per an Sert a Pegawai Neger i Si pil …. 417

  t ugas negara, pemerint ahan, dan pembangun- an;

  10 keempat , dalam f ormat ref ormasi kepe-

  gawaian, t erdapat konsep baru yang secara sig- nif ikan akan mempengaruhi proses kepegawai- an yait u net ralit as. Hal ini memberikan art i negara memberikan pembat asan t erhadap hak berkumpul/ berserikat dan berpendapat bagi Pegawai Negeri Sipil dalam sist em polit ik di Indonesia, sehingga di dalamnya t erkandung maksud adanya konsep-konsep perubahan paradigma Hukum Kepegawaian dan kemudian menerapkan st andar baku pada set iap Pegawai Negeri Sipil.

  Prosedur pengumpulan bahan hukum menggu- nakan sist em bola salj u, dimana bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan t opik perma- salahan, set elah it u dipergunakan sist em kart u dengan cara memaparkan sumber bahan hu- kum, disist emat isasikan kemudian dianalisis guna mengint erpret asikan hukum yang berlaku. Met ode analisis yang digunakan adalah normat if kualit at if . Dalam menganalisis bahan hukum digunakan beberapa j enis int erpret asi yang me- liput i int erpret asi gramat ikal, int erpret asi sis- t emat is dan int erpret asi menurut penet apan suat u ket ent uan perundang-undangan ( wet hi s-

11 Namun permasalahan muncul

  Ada dua permasalahan yang akan dibahas pada art ikel ini. Per t ama, apakah yang men- dasari pembat asan peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik di Indonesia; dan

  Konsep yang mendasari pembat asan pe- ran sert a polit ik bagi Pegawai Negeri Sipil di Indonesia sangat erat kait annya dengan peran- an warga negara di dalam kehidupan bernegara dan berpemerint ahan. Dalam kait an ini, kehi- dupan para penyelenggara pemerint ahan ( ad-

  t ahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan pada manusia it u t anpa kecuali melekat banyak

  Lor d Act on yang mengingat kan bahwa pemerin-

  Pada t ingkat f ilosof is, perat uran pada ha- kikat nya merupakan upaya unt uk memperoleh kepast ian, kegunaan dan keadilan hukum guna membat asi kekuasaan t erhadap kemungkinan kekuasaan bergerak at as nalurinya sendiri, yang akhirnya mengarah t imbulnya penyalahgunaan kekuasaan ( abuse of power ). Gagasan mengenai kekuasaan harus dibat asi dikemukakan oleh

  Aspek Filosofis Pembat asan Hak Polit ik PNS

  t eks polit ik kenegaraan dan kemudian berimbas pada cara berpikir, berkat a dan bert indak da- lam pekerj aannya. Unt uk memperj elas hal t er- sebut , maka akan diuraikan pembat asan peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik melalui 3 (t iga) aspek yang melandasinya yait u aspek f ilosof is, landasan hist oris, dan landasan komparat if .

  mi ni st r at ur ) senant iasa diarahkan dalam kon-

  Pembahasan Alasan yang Mendasari Pembat asan Peran Sert a Pegawai Negeri Sipil dalam Proses Polit ik di Indonesia

  kedua, bagaimanakah implikasi hukum t er-

  t or i sche-int er pr et at i e).

  saat t erj adi perkembangan akt ivit as kepega- waian yang memiliki sensit ivit as dan subj ek- t ivit as bagi Pegawai Negeri Sipil dalam ket er- libat annya di ranah polit ik. Akt ivit as t ersebut kemudian t erbent ur dalam pengat uran kepega- waian yang belum secara t egas menj elaskan mengenai hal t ersebut .

  Perumusan Masalah

  Tat a Pemerint ahan Yang Baik” , Jur nal Bor neo Admi ni s- t r at or , Pusat Kaj i an dan Pendidikan dan Pel at ihan Apa- rat ur III, LAN Samar inda, Vol . 4 (3) t ahun 2008, hl m.

  Tipe penelit ian yang digunakan adalah yuridis normat if dengan beberapa pendekat an masalah meliput i pendekat an Undang-undang, pendekat an konsept ual, pendekat an sej arah dan pendekat an perbandingan. Penelit ian ini dif okuskan pada penelit ian invent arisasi hukum dan penemuan t erhadap asas-asas hukum. Pe- ngumpulan bahan hukum dilakukan melalui me- t ode kepust akaan dan met ode dokument er. 10 Faj ar Iswahyudi, “ Urgensi Perubahan Karir PNS Menuj u

  Met ode Penelitian

  hadap pembat asan peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik di Indonesia menurut perspekt if Hukum Kepegawaian?

  1426-1446 11 Riyadi, “ Ref ormasi Birokr asi Dal am Perspekt i f Peril aku Admi ni st rasi ” , Jur nal Il mu Admi ni st r asi STIA LAN

  418 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

  13 Karena it u, apabila PNS akan me-

  pl in Kepegawaian” , Jur nal Di nami ka Hukum Fakul t as Hu- kum UNSOED, Vol . 8 (3) sept ember 2008, hl m. 214 14 Phil ipus M. Hadj on, et . al , 1994, Pengant ar Hukum Admi - ni st r asi Indonesi a, Yogyakart a: Gadj ah Mada Uni versit y

  publik adalah t imbulnya pembat asan t erhadap diri Pegawai Negeri Sipil melalui perat uran yang dikenakan kepadanya, t ermasuk di dalam- nya adalah hak-hak yang bersif at asasi. Dalam 13 Tedi Sudr aj at , “ Probl emat ika Penegakan Hukuman Di si-

  14 Makna pemberlakuan hubungan dinas

  kepegawaian it u lebih merupakan hubungan sub-or di nat i e ant ara bawahan dan at asan.

  enst bet r ekki ng yang melekat pada hubungan

  t erhadap negara (pemerint ah). Openbar e Di -

  bar e Dienst bet r ekki ng (hubungan dinas publik)

  laksanakan hak-hak asasinya secara penuh, pe- merint ah dapat menyat akan yang bersangkut an bukanlah orang yang diperlukan bant uannya oleh pemerint ah. Dalam kait an ini, Hukum Ad- minist rasi lebih memandang hubungan Hukum kepegawaian dimaksud sebagai hubungan Open-

  Buys bahwa dalam Cont r act Sui gener i s mensya- rat kan pegawai negeri harus set ia dan t aat se- lama menj adi Pegawai Negeri, meskipun dia set iap saat dapat mengundurkan diri. Dari pendapat Buys ini dapat disimpulkan bahwa selama menj adi Pegawai Negeri Sipil, mereka t idak dapat melaksanakan hak-hak asasinya se- cara penuh.

  kelemahan. Dalilnya yang kemudian menj adi t ermashur adalah “ manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung unt uk menyalahgunakan kekuasaan it u, t et api manusia yang mempunyai kekuasaan t ak t erbat as past i akan menyalah- gunakan secara t ak t erbat as pula ( Power t ends

  t r ac Sui gener i s. Teori ini dikemukakan oleh

  Hubungan dinas publik ini dalam pene- rapannya berkait an dengan segi pengangkat an Pegawai Negeri yang dikenal dengan t eori Con-

  rapa macam j abat an yang dalam pelaksana- annya it u dihargai dengan pemberian gaj i dan beberapa keunt ungan lain. Ini berart i int i hu- bungan dinas publik adalah kewaj iban bagi pe- gawai yang bersangkut an unt uk t unduk pada pengangkat an dalam beberapa macam j abat an t ert ent u yang mengakibat kan pegawai yang bersangkut an t idak menolak (menerima t anpa syarat ) pengangkat annya dalam sat u j abat an yang t elah dit ent ukan oleh pemerint ah, yang sebaliknya pemerint ah berhak mengangkat se- seorang pegawai dalam j abat an t ert ent u t anpa harus ada penyesuaian kehendak dari yang bersangkut an.

  mahan Berhard Arief Si dhart a), Bandung: Cit r a Adit ya

  dalam hubungan hukum ant ara negara dan Pe- gawai Negeri Sipil dit egaskan t ent ang ket ent u- an pembat asan perilaku pegawai yang bekerj a dalam inst ansi negeri. Hubungan ini ini disebut sebagai hubungan dinas publik yang menurut Logemann, t erj adinya apabila seseorang meng- ikat kan diri unt uk t unduk pada perint ah dari pemerint ah melaksanakan sesuat u at au bebe- 12 J. J. H. Bruggink, 1999, Ref l eksi Tent ang Hukum (Terj e-

  oleh siapa dan dengan melalui prosedur yang mana kaidah perilaku dit et apkan dan bagai- mana suat u kaidah perilaku harus dit erapkan j ika dalam suat u kej adian t ert ent u t erdapat ke- t idakj elasan. Kewenangan t erbagi menj adi kai- dah kewenangan publik dan kaidah kewenangan perdat a. Kaidah kewenangan publik dibagi menj adi kewenangan pembent ukan Undang-Un- dang, kewenangan kehakiman, dan kewenangan pemerint ahan.

  t i ga, kaidah kewenangan, yang menet apkan

  Berdasarkan hal t ersebut , pembat asan kekuasaan memiliki korelasi yang erat dengan upaya pembat asan perilaku dari penguasa. Ar- t inya t idak ada sat u pun perat uran yang keber- lakuannya sepanj ang zaman dan memenuhi ke- but uhan realit as sosial yang t erus berubah, se- hingga set iap perubahan hakikat nya merupakan konsekuansi logis bagi set iap keinginan unt uk memenuhi t unt ut an zaman. Hal ini selaras de- ngan yang dinyat akan oleh Hart mengenai 3 (t iga) kaidah perilaku. Per t ama, kaidah penga- kuan (kaidah rekognisi) yang menet apkan kai- dah perilaku mana yang di dalam sebuah ma- syarakat hukum t ert ent u harus dipat uhi; kedua, kaidah perubahan, yang menet apkan bagai- mana suat u kaidah perilaku dapat diubah; ke-

  t o cor r upt , but absol ut e power cor r upt abso- l ut el y). ”

12 Mencermat i kaidah perilaku t ersebut , di

  Impl ikasi Hukum Pembat asan Per an Sert a Pegawai Neger i Si pil …. 419

  kait an ini, walaupun hak asasi manusia diakui sebagai hak yang pada dasarnya t ak dapat di- kurangi, dirampas sedikit pun oleh siapapun, namun demikian hak asasi manusia bukanlah sesuat u yang bisa dinikmat i t anpa bat as. Ter- dapat adagi um dalam hukum, yakni ” penikmat - an hak seseorang dibat asi oleh penikmat an hak orang lain. ” Ini memiliki makna yang sama dengan pernyat aan dari John St uart Mill bahwa suat u perbuat an (penikmat an hak) t idak me- nimbulkan kerugian pada orang lain, menye- babkan t idak ada legit imasi bagi negara unt uk merepresi suat u penikmat an hak. Sebaliknya j i- ka memang penikmat an hak akan mengganggu orang lain, pembat asan t erhadapnya dimung- kinkan t erj adi. Akan t et api, perlu dit egaskan pembat asan it u haruslah dit ent ukan dengan hukum yang semat a-mat a unt uk t uj uan kese- j aht eraan umum dalam suat u masyarakat yang demokrat ik. Pasal 29 ayat (2) Univer sal Decl a-

  r at ion of Human Ri ght (UDHR) menent ukan In t he exer cise of hi s r i ght s and f r ee- doms, ever yone shal l be subj ect onl y t o such l i mi t at ions as ar e det er mi ned by l aw sol el y f or t he pur pose of secur i ng due r ecogni t ion and r espect f or t he r i ght s and f r eedoms of ot her s and of meet ing t he j ust r equir ement s of mo- r al i t y, publ i c or der and t he gener al wel - f ar e in a democr at i c soci et y.

  Pada level perundang-undangan nasional,

  Pasal 28 J (ayat 1) UUD 1945 UUD 1945 membe- rikan pembat asan dan kewaj iban hak asasi ma- nusia dengan menyat akan: set iap orang waj ib menghormat i hak asasi manusia orang lain dalam t ert ib kehidupan bermasyarakat , ber- bangsa dan bernegara. Lebih lanj ut Pasal 28 J ayat (2) menent ukan

  Dalam menj alankan hak dan kebebasan- nya, set iap orang waj ib t unduk kepada pembat asan yang dit et apkan dengan Un- dang-Undang dengan maksud semat a-ma- t a unt uk menj amin pengakuan sert a penghormat an at as hak dan kebebasan orang lain dan unt uk memenuhi t unt ut an yang adil sesuai dengan pert imbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ket ert iban umum dalam suat u masya- rakat demokrat is.

  Hal di at as bermakna bahwa pembat asan polit ik bagi pegawai Negeri Sipil dapat dit olerir sepanj ang unt uk menj amin pengakuan sert a penghormat an at as hak dan kebebasan orang lain, dan unt uk memenuhi t unt ut an yang adil sesuai dengan pert imbangan moral, keamanan, dan ket ert iban umum dalam suat u masyarakat demokrat is.

  Aspek Hist oris Pembat asan Hak Polit ik Pega- wai Negeri Sipil

  Berdasarkan sej arahnya, sif at dan arah hukum mengenai peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik selalu diwarnai oleh kepent ingan polit ik penguasa. Perj alanan poli- t ik bangsa menunj ukkan kecenderungan yang sangat kuat bahwa birokrasi merupakan inst ru- men polit ik yang sangat ef ekt if yang dibangun oleh sebuah rezim unt uk membesarkan dan mempert ahankan kekuasaan yang ada. Berkait - an dengan hal t ersebut , unt uk memperj elas perj alanan polit ik hukum t erhadap kedudukan Pegawai Negeri Sipil dapat dicermat i dengan penelaahan t erhadap periode kekuasaan di In- donesia yang t erbagi dalam 4 (empat ) masa, yait u masa awal kemerdekaan (1945-1949), masa demokrasi liberal sampai dengan masa demokrasi t erpimpin/ orde lama (1950-1965), masa orde baru (1965-1998) dan era ref ormasi (1998- sekarang).

  Polit ik Hukum Pemerint ah pada Masa Awal Kemerdekaan (Tahun 1945-1950)

  Selama awal kemerdekaan, birokrasi t i- dak berj alan normal dan banyak dari pegawai yang t erpecah belah. Selama revolusi f isik,

  15

  pemerint ah mengalami kesulit an unt uk menat a administ rasi kepegawaian dengan baik, karena lembaga yang menangani administ rasi kepega- waian belum t erbent uk sepenuhnya. Pada awal- nya, Kant or Urusan Pegawai (KUP) dibent uk berdasarkan Perat uran Pemerint ah No. 11 Tahun 1948 Tanggal 30 Mei 1948 dan berkedudukan di 15 Revol usi Fisik t er j adi karena adanya perang dengan

  Tent ar a sekut u pada bul an Okt ober 1945, agresi mil it er Bel anda I t anggal 21 Jul i 1947, pemberont akan PKI Madi- un t anggal 18 Sept ember 1948, dan agresi mil it er Be-

  420 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

  Yogyakart a. Dalam hal ini, KUP khusus diperun- t ukkan menangani pegawai pemerint ah Repu- blik Indonesia, sedangkan pegawai yang meng- abdi pada pemerint ah Hindia Belanda dikelola oleh Dj awat an Umum Urusan Pegawai (DUUP) yang dibent uk berdasarkan Keput usan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 13 Tahun 1948, berselang beberapa hari set elah lahirnya KUP. Dikarenakan masih dalam suasana revolusi, pe- merint ah republik t idak sekalipun mengubah organisasi birokrasi peninggalan Belanda ke- cuali menambah dengan disert akan Komit e Na- sional dalam mekanisme pemerin-t ahan di daerah (KND).

  Berdasarkan penj abaran t ersebut , upaya pembat asan peran sert a polit ik pada 1945-1950 bagi Pegawai Negeri Sipil belumlah ada. Ini t erj adi karena sit uasi yang belum st abil dan belum adanya pengat uran t ent ang part ai poli- t ik. Pada saat it u, aspek polit ik yang muncul adalah kepent ingan unt uk melegit imasi kekua- saan wilayah pemerint ah Republik Indonesia dengan Belanda dengan cara mempert ahankan dan menambah pegawai di wilayah yang di- kuasai.

  Polit ik Hukum Pemerint ah Pada Masa Demo- krasi Liberal sampai dengan Demokrasi Ter- pimpin (Tahun 1950-1965)

  Pada masa ini dikeluarkan Perpres No. 2 Tahun 1959 dan Surat Edaran (SE) Presiden Re- publik Indonesia No. 2 Tahun 1959 yang mat e- rinya membat asi kebebasan berpendapat seba- gaimana t ercant um dalam ket ent uan Pasal 28 UUD 1945. Munculnya Perpres ini disebabkan oleh upaya pemerint ah unt uk memulihkan ke- adaan PNS yang pada saat it u berlarut -larut da- lam permainan polit ik. Namun secara umum, perubahan polit ik ke era Demokrasi Terpimpin (1959-1966) t idak menghasilkan perubahan mendasar dalam proses birokrat isasi kecuali pe- rubahan pet a kekuat an polit ik yang dit andai melalui t iga kont eks. Per t ama, peranan part ai polit ik mulai t ermarj inalisasikan sebagai akt or ut ama dalam sist em polit ik; kedua, menonj ol- nya f igur Presiden Soekarno sebagai pat ron ke- kuasaan; dan ket i ga, masuknya kekuat an mili- t er secara resmi ke pent as polit ik, menempat i banyak j abat an st rat egis pemerint ahan dari pu- sat hingga daerah. Menurut Moh. Mahf ud, ke- adaan pada masa demokrasi t erpimpin j uga di- pengaruhi oleh produk hukum saat it u. Presiden menghendaki adanya Demokrasi Terpimpin, produk hukum yang dikeluarkan saat it u j uga memiliki karakt erist ik yang dapat mendukung kebij akan Presiden. Demokrasi Terpimpin me- rupakan perwuj udan kehendak Presiden dalam rangka menempat kan dirinya yang paling ber- kuasa di Indonesia.

  16 Polit ik Hukum Pemerint ah pada Masa Orde Baru (1965-1998)

  Pada era Orde Baru t erdapat ciri-ciri dari model birokrasi yang berpolit ik dengan diben- t uknya wadah t unggal organisasi yait u KORPRI,

  Bur eaucr at i c Pol i t y/ Korporat isme Negara, Mo-

  noloyalit as Birokrasi/ PNS saat Pemilu t erhadap Part ai Polit ik Pemerint ah. Masyarakat t ermo- bilisasi dan t erkoopt asi. Perubahan dalam as- pek polit ik pada era Orde Baru dapat dit andai melalui dua hal. Per t ama, pola kont est asi ke- kuat an polit ik berubah dari polarisasi dan per- t arungan ant ar-parpol dan polit isi sipil ke pola dominasi milit er dan Golongan Karya (Golkar).

  Kedua, proses marj inalisasi part ai polit ik secara

  umum t erus berj alan seiring dengan t ampilnya unsur birokrasi dan kekuat an milit er yang kian memant apkan posisi sebagai akt or sent ral.

  Polit ik Hukum Pemerint ah pada Era Refor- masi (1998-Saat ini)

  Pada era ref ormasi, dikeluarkannya bebe- rapa perat uran yang membat asi peran sert a Pegawai negeri Sipil dalam proses polit ik. Ada- pun ciri-ciri dari model net ralit as polit ik bi- rokrasi pada era ref ormasi yait u KORPRI dinya- t akan independen dari Part ai Polit ik, birokrasi t idak beraf iliasi polit ik, birokrasi berj arak de- ngan Part ai Polit ik, birokrasi bersikap non dis- kriminat if t erhadap Warga Negara dan part ai polit ik, peran LSM dan kelompok kepent ingan 16 Af an Gaf f ar, 2000, Pol i t i k Indonesi a: Tr ansi si Menuj u Impl ikasi Hukum Pembat asan Per an Sert a Pegawai Neger i Si pil …. 421

  lebih leluasa dan masyarakat berpart isipasi se- cara ot onom unt uk membangun civi l societ y.

  kemudian mendasari pembat asan hak polit ik 17 Merit syst em didef i ni sikan sebagai pengel ol aan SDM yang

  t ralit as Pegawai Negeri Sipil sebagaimana t er- cant um dalam Pasal 3 UU No. 43 Tahun 1999 t ent ang Pokok-pokok Kepegawaian yang dikare- nakan dua hal, yait u (a) dibolehkannya Pegawai Negeri Sipil menj adi pej abat negara melalui proses pemilihannya yang bersif at polit is (UU No. 15 Tahun 2006, UU No. 39 Tahun 2008 dan UU No. 3 Tahun 2009). Pengat uran t ent ang me-

  Kedua, t erj adinya pengaburan makna ne-

  nimbulkan celah hukum sehingga dapat diguna- kan oleh Pegawai Negeri Sipil unt uk berperan sert a akt if dalam proses polit ik. Hal ini di- sebabkan oleh at uran yang berlaku kurang t e- gas (limit at if ), namun lebih bersif at enumerat if sehingga menimbulkan kerancuan at au pert en- t angan int erpret asi. Sebagai cont oh adalah sub- st ansi Pasal 11 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 yang memberikan gambaran bahwa Pegawai Negeri Sipil pada saat menj abat sebagai pe- j abat negara diberhent ikan dari j abat an orga- niknya t anpa kehilangan st at usnya sebagai Pe- gawai Negeri. Hal ini bermakna bahwa dimung- kinkan seorang Pegawai Negeri Sipil ikut sert a dalam proses pemilihan umum kemudian meng- undurkan diri (sement ara dari j abat an organik- nya) dan set elah t idak t erpilih at au t erpilih menj adi pej abat negara, kembali menj adi Pegawai Negeri Sipil.

  Per t ama, t erdapat nya at uran yang me-

  Implikasi hukum merupakan akibat hukum yang akan t erj adi berdasarkan suat u perist iwa hukum t ert ent u. Hal ini memberikan makna bahwa dalam implikasi hukum t erkandung unsur hubungan hukum ant ar per son, perist iwa hu- kum dan akibat hukum. Terkait dengan hal t er- sebut , implikasi hukum pembat asan peran sert a PNS akan selalu didasarkan pada hukum posit if . Di bawah ini dij elaskan beberapa implikasi hu- kum pembat asan peran sert a pegawai negeri sipil dalam proses polit ik.

  Implikasi Hukum Pembat asan Peran Sert a Pe- gawai Negeri Sipil dalam Proses Politik menu- rut Perspekt if Hukum Kepegawaian

  bagi PNS di Indonesia melalui perubahan sist em yang mempengaruhi kinerj a dan hak yang me- lekat pada diri PNS.

  di dasarkan pada prest asi yait u segenap per il aku kerj a pegawai dal am wuj udnya dikat egorikan sebagai baik at au buruk, hal mana berpengaruh l angsung pada naik at au t urunnya penghasil an dan/ at au kar ir j abat an pegawai. Lihat Arief Dar yant o, “ Meri t Sist em dal am Manaj emen Pegaw ai Neger i Si pil ” , Jur nal kebi j akan dan Manaj emen PNS Pusat Pengkaj i an dan Pel at i han BKN, Vol . 1 (2) November 2007, hl m. 2 18 Dhar ma Set iawan Sal am, 2007, Manaj emen Pemer i nt ah-

  Kebij akan sepert i it u kelihat annya me- ngurangi hak polit ik pegawai negeri, namun t ernyat a t idak dianggap merugikan diri pegawai yang bersangkut an, bahkan dalam beberapa hal dianggap sebagai kebanggaan.

  Aspek Komparatif Pembat asan Hak Polit ik PNS

  Inggris memiliki sif at yang permanen, anonimi- t as dan Net ral sedangkan pembat asan hak poli- t ik bagi Pegawai Negeri Sipil di Amerika Serikat berupa: Per t ama, yang dit erima menj adi pega- wai f ederal harus mempunyai keset iaan kepada negara bukan kepada part ai; Kedua, unt uk j a- bat an-j abat an t ert ent u diberlakukan ket ent uan melarang menj adi simpat isan part ai polit ik.

  syst em mencipt akan Pegawai Negeri Sipil di

  Berdasarkan t ersebut , penghapusan spoi l

  dalam pembinaan karier dan pengat uran masa j abat an.

  spoi l syst em baik dalam rekrut men maupun

  , diat ur j a- rak at au keikut sert aan pegawai negeri dalam kegiat an polit ik prakt is melalui konsep net rali- t as, yang ant ara lain dengan cara penghapusan

  17

  Berdasarkan analisis t erhadap pengat ur- an hak polit ik di Amerika Serikat diket ahui bahwa penggunaan sist em pat ronage t ernyat a menimbulkan permasalahan secara administ ra- t if , oleh karena it u part ai-part ai yang bersaing sepakat unt uk memperbaiki manaj emen kepe- gawaian dengan menj adikannya sebagai pega- wai-pegawai negeri milik negara yang selalu siap digunakan oleh set iap part ai pemenang di parlemen. Sej ak it u, dibinalah Pegawai Negeri Sipil dengan disiplin t ersendiri ke arah prof esio- nal. Dengan perkembangan pembinaan Pegawai Negeri Sipil ke arah mer i t syst em

18 Hal inilah yang

  422 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

  (Terj emahan Berhard Arief Sidhart a). Bandung: Cit ra Adit ya Bakt i;

  kum Tr i sakt i , Vol. XVI No. 1, Juli 2006;

  Gadj ah Mada Universit y Press; Hasan, M. Nur. “ Tant angan Demokrasi di Indo- nesia” . Jur nal Aspi r asi Magi st er Il mu Hu-

  kum Admini st r asi Indonesi a. Yogyakart a:

  Pelaj ar; Hadj on, Philipus M. et . al. 1994. Pengant ar Hu-

  Menuj u Demokr asi . Yogyakart a: Pust aka

  Gaf f ar, Af an. 2000. Pol i t i k Indonesi a: Tr ansi si

  November 2007. Pusat Pengkaj ian dan Pelat ihan BKN;

  bi j akan dan Manaj emen PNS Vol. 1 No. 2

  Daryant o, Arief . “ Merit Sist em dalam Mana- j emen Pegawai Negeri Sipil” . Jur nal Ke-

  Daft ar Pust aka Bruggink, J. J. H. 1999. Ref l eksi Tent ang Hukum.

  kanisme pemilihan t ersebut kemudian menghi- langkan makna net ral karena dalam prakt iknya akan t erj adi t arik ulur kepent ingan di ant ara kepent ingan polit ik dan kekuasaan; dan (b) di- bolehkannya Pegawai Negeri Sipil menj adi pesert a kampanye dan memiliki hak pilih (Pasal 84 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2008). Dua hal yang bert ent angan t ersebut mengindikasikan bahwa pemerint ah masih kesulit an dalam me- nempat kan makna net ral dari pengaruh polit ik dan golongan t ert ent u. Apabila Pegawai Negeri Sipil ikut menj adi pesert a kampanye, maka j elas dia memosisikan diri menj adi t idak net ral, apalagi ket ika dia memberikan hak pilihnya. Hal ini menimbulkan implikasi makna net rali- t as t idaklah relevan unt uk dicant umkan dalam

  Ada beberapa saran yang diberikan pe- nulis. Per t ama, subst ansi Pasal 11 Undang-Un- dang No. 43 t ahun 1999 t ent ang Pokok-Pokok Kepegawaian perlu diuj i mat eriil karena me- nimbulkan penaf siran ganda dalam pelaksana- annya; Kedua, penggunaan def inisi net ralit as Pegawai Negeri Sipil kurang relevan, sebaiknya kat a net ralit as Pegawai Negeri Sipil digant i dengan pembat asan hak polit ik Pegawai Negeri Sipil; Ket i ga, perlu adanya perubahan penga- t uran t erhadap pej abat pembina kepegawaian daerah yang memiliki kewenangan Pengang- kat an, Pemindahan dan pemberhent ian Pega- wai Negeri Sipil.

  Saran

  Implikasi hukum pembat asan peran sert a Pegawai Negeri Sipil dalam proses polit ik, be- rupa inkonsist ensi pengat uran t ent ang net ra- lit as yang meliput i adanya at uran yang menim- bulkan celah hukum, sehingga dapat digunakan oleh Pegawai Negeri Sipil unt uk berperan sert a akt if dalam proses polit ik, t erj adinya penga- buran makna net ralit as dan t ercipt anya ambi- guit as regulasiS.

  perilaku yang menempat kan hubungan dinas publik dalam hukum kepegawaian. Adapun dari aspek hist oris diket ahui bahwa perj alanan poli- t ik bangsa didasarkan pada nilai sej arah dan berubah seiring prakt ik buruk yang t elah ber- langsung. Landasan komparat if menggambarkan bahwa syst em kepgawaian di Amerika Serikat menunj ukan pembaharuan sist em pat r onage ke arah mer it syst em. Melalui mer it syst em, di- at ur j arak at au keikut sert aan pegawai negeri dalam kegiat an polit ik prakt is melalui konsep net ralit as menggunakan sif at yang permanen, anonimit as dan net ral.

  good go- ver nance guna mencipt akan perubahan kaidah

  Terhadap pembat asan peran sert a PNS da- lam proses polit ik didasarkan pada aspek f iloso- f is, hist oris dan komparat if . Aspek f ilosof is di dasarkan pada konsep negara hukum demokra- t is yang berorient asi pada penerapan

  Penut up Simpulan

  lih melalui mekanisme polit ik (PP No. 9 Tahun 2003).

  not abene merupakan pej abat polit ik yang dipi-

  Pasal 3 UU No. 43 Ta-hun 1999. Ket i ga, t ercipt anya ambiguit as regulasi, karena pembat asan hak polit ik Pegawai Negeri Sipil yang dimaksudkan unt uk mencipt akan pro- f esionalit as dalam diri Pegawai Negeri Sipil menj adi kabur karena pengat uran t ent ang ke- dudukan pej abat pembina Pegawai Negeri Sipil Daerah diserahkan kepada Kepala Daerah yang

  Hasnat i. “ Pert aut an Kekuasaan Polit ik dan Ne- gara Hukum” . Jur nal Hukum Respubl i ca Impl ikasi Hukum Pembat asan Per an Sert a Pegawai Neger i Si pil …. 423

  Vol. 3 No. 1 Tahun 2003. Fakult as Hukum Universit as Lancang Kuning Pekanbaru;

  an; Simanungkalit , Janry Haposan U. P. “ Perkem- bangan Sist em Kepegawaian Negara:

  IBMT; Zulf irman. “ Ont ologi Demokrasi” . Jur nal Hu-

  sekut if Vol. 6 (1) Februari 2009. STIE

  Agenda Ref ormasi Birokrasi” . Jur nal Ek-

  2008. Fakult as Hukum UNSOED, Wij aya, Andi Fef t a. ” Kaj ian t ent ang Empat

  mi ka Hukum Vol. 8 No. 3 sept ember

  Badan Kepegawaian Negara; Sudraj at , Tedi. “ Problemat ika Penegakan Huku- man Disiplin Kepegawaian” . Jur nal Di na-

  Manaj emen Vol. 1 No. 2, November 2007.

  Perspekt if Komparat if Amerika Serikat dan Indonesia” ; Jur nal Kebi j akan dan

  mer i nt ahan Indonesi a. Jakart a: Dj ambat -

  Iswahyudi, Faj ar. “ Urgensi Perubahan Karir PNS Menuj u Tat a Pemerint ahan yang Baik” .

  LAN Bandung; Salam, Dharma Set iawan. 2007. Manaj emen Pe-

  ni st r asi Vol. V No. 1, Maret 2008. STIA

  Riyadi. “ Ref ormasi Birokrasi Dalam Perspekt if Perilaku Administ rasi” . Jur nal Il mu Admi -

  Yogyakart a: Fakult as Hukum Universit as Islam Indonesia;

  dal am Kehi dupan Pol i t i k di Indonesi a,

  Marbun, S. F. 1998. Net r al i t as Pegawai Neger i

  Keban, Yeremias T. “ Pokok-Pokok Pikiran Per- baikan Sist em Manaj emen SDM PNS di In- donesia” . Jur nal Kebi j akan dan Admini s- t r asi Publ i k Vol. 8 No. 2 November 2004. MAP UGM;