makalah tentang sejarah adat istiadat go

1. Tari Tradisional Gorontalo - "Tari Dana - Dana"
Tari

dana-dana adalah

tarian

tradisi

yang

berasal

dari

Provinsi

Gorontalo. Penamaan tari Dana-dana ini berasal dari bahasa daerah yaitu
daya-dayango yang berarti menggerakkan seluruh anggota tubuh sambil
berjalan.
Tari dana-dana merupakan tari pergaulan remaja gorontalo. Tarian ini

dilakukan oleh 2 sampai 4 orang laki-laki. Tarian ini dimainkan dengan
gerakan-gerakan yang dinamis dan lincah. Dalam tarian ini seluruh
anggota badan harus bergerak sesuai dengan irama musik. Tarian ini
diiringi oleh alat musik gambus dan rebana serta lagu berisi pantun yang
bertema percintaan atau nasehat-nasehat yang bertemakan kehidupan
remaja. Tarian dana-dana memang menggambarkan sosok remaja yang
energik dengan gairah hidup yang besar, kehidupan dunia remaja dan
keakraban pergaulan remaja.
Tarian dana-dana dari Gorontalo ini mulai dikenal seiring dengan
masuknya pengaruh agama Islam ke Gorontalo. Pada tahun 1525 M, Tari
Dana-Dana turut serta menyebarkan dakwah Islam di Gorontalo. Tarian ini
dipentaskan

pada

saat

pesta

pernikahan


Sultan

Amay

dan

Putri

Owotango. Tarian ini sebenarnya dibawakan secara berpasang-pasangan
antara remaja laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, ketatnya ajaran Islam
pada saat itu tidak mengijinkan laki-laki bisa dengan mudah menyentuh
perempuan yang bukan muhrimnya sehingga tari dana-dana hanya
dibawakan oleh kaum laki-laki saja.
Tari Dana-Dana terbagi menjadi dua fungsi yaitu tari penyambutan dan
tari

perayaaan.

Tari


penyambutan

biasa

ditampilkan

pada

saat

penyambutan tamu sedangkan tari perayaan sendiri ditampilkan pada
saat perayaan-perayaan hari besar atau perayaan adat. Tari dana-dana
juga memiliki daya pikat tersendiri di bidang pariwisata. Tarian ini juga
seringkali dipentaskan dalam rangkaian acara promosi pariwisata provinsi
Gorontalo.

Tari Dana-dana salah satu tarian
Gorontalo


2. Tari Tradisional Gorontalo - "Tari Polopalo"

Tari Polopalo dari
Gorontalo
Tari Polopalo merupakan tari pergaulan yang berasal dari Provinsi
Gorontalo.

Polopalo

sendiri

merupakan

sebuah alat

musik

tradisionalyang berasal dari Gorontalo. Alat musik tradisional Polopalo
merupakan alat musik jenis idiofon atau golongan alat musik yang sumber
bunyinya diproleh dari badannya sendiri (M. Soeharto 1992 : 54), Dalam

artian

bahwa

ketika

Polopalo

tersebut

di

pukul

atau

sebaliknya

memperoleh pukulan, bunyinya akan dihasilkan dari proses bergetarnya
seluruh tubuh Polopalo tersebut.

Adapun tarian Polopalu memang menggunakan properti yang berupa alat
musik polopalo tersebut. Tari Tradisional dari Gorontalo ini, pada akhirnya
mengalami banyak perkembangan, sehingga pada saat ini Tari Polopalo
terbagi menjadi dua, yaitu tari polopalo tradisional dan tari polo palo
modern.

Kedua tarian polo palo tradisional dan modern memiliki beberapa
perbedaan, antara lain jumlah penarinya. Tari polo -" palo tradisional
biasanya dimainkan oleh penari tunggal yang diringi oleh musik yang
dimainkan sendiri atau solo. Selain itu tari polo - palo modern lebih sering
ditampilkan secara berkelompok dengan iringan musik yang sudah
diaransemen.
Pada tari polo -" palo tradisional pemukul tidak hanya dimainkan dengan
cara memukulkannya pada alat musik tetapi juga pada bagian anggota
penari khususnya lutut dengan irama yang beraturan. Sedangkan pada
tari polo -" palo modern, pemukul hanya dipukulkan pada alat musiknya,
tidak pada bagian tubuh.

PAKAIAN


Keunikan Pakaian Adat Gorontalo
Sebagai negara yang memiliki suku bangsa terbanyak di dunia, secara otomatis
indonesia memiliki keanekaraaman budaya kesenian daerah, baik tari, lagu, alat
musik tradisional, adat-istiadat, upacara keagamaan, rumah adat, serta pakaian adat
tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu. Salah satunya berupa
pakaian adat Gorontalo yang biasa dikenakan pada saat upacara pernikahan,
upacara khitanan, upacara baiat (pembeatan wanita), upacara penyambutan tamu,
maupun upacara adat lainnya.

Pakaian Adat Gorontalo

Sumber : http://www.skyscrapercity.com

Pakaian adat Gorontalo umumnya terdiri atas tiga warna yaitu warna ungu, warna
kuning keemasan, dan warna hijau. Sedangkan dalam upacara pernikahan adat
Gorontalo, masyarakat hanya menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau,
kuning emas, dan ungu.
Pakaian Adat Gorontalo

Masing-masing warna tersebut dipercaya memiliki arti tertentu yang berkaitan

dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat
Gorontalo. Penggunaan warna merah dalam pakaian adat gorontalo memiliki makna
keberanian dan tanggung jawab, warna hijau sebagai lambang kesuburan,
kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan, warna kuning emas untuk
melambangkan kemuliaan, kesetiaan, kebesaran, dan kejujuran, sementara warna
ungu digunakan sebagai simbol keanggunanan dan kewibawaan.
Pakaian Adat Gorontalo

Masyarakat Gorontalo umumnya menghindari pengunaan pakaian dengan warna
coklat yang menyerupai unsur tanah, dan lebih memilih warna hitam yang dianggap
sebagai simbol keteguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa jika ingin
menggunakan pakaian yang berwarna gelap. Sementara untuk keperluan ibadah
dan melayat, dipilihlah pakaian berwarna putih yang bermakna kesucian atau
kedukaan. Warna biru muda sering kali dikenakan pada saat peringatan 40 hari
duka, sedangkan warna bitu tua biasanya digunakan pada peringatan 100 hari duka
untuk menghormati orang yang telah meningal.

ALAT MUSIK

1. Alat musik tradisional Gorontalo - Polopalo

Polopalo adalah alat musik tradisional dari Gorontalo. Alat musik ini terbuat dari
bambu dengan bentuk mirip dengan garputala. Alat musik sejenis dapat pula kita
temui misalnya alat musik tradisional Sulawesi Barat Gongga Lima, atau alat musik
tradisional Sulawesi Selatan Parappasa.
Polopalo dimainkan dengan cara dipukulkan pada lutut atau bagian tubuh lain para
pemainnya. Umumnya, instrumen ini dimainkan bersama-sama dalam pertunjukan
tari tradisional khas Gorontalo.

Untuk menghasilkan ritme yang unik, pada perkembangannya Polopalo dimodifkasi
sehingga terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan ukurannya. Ada 3 jenis
Polopalo, yaitu yang berukuran besar, sedang, dan kecil. Semakin kecil ukuran
Polopalo, semakin tinggi nada yang dihasilkannya. Selain itu kini Polopalo dibuatkan
sebuah pemukul dari kayu yang dilapisi karet agar mempermudah dan membantu
dalam proses memainkan alat musik Polopalo. Hal ini memberikan dampak, selain
anggota tubuh tidak sakit, bunyi yang dihasilkanpun semakin nyaring.
Alat musik polopalo ini digunakan pada tari tradisional Gorontalo yang dikenal
dengan
tari
polopalo.


2. Alat musik tradisional Gorontalo - Ganda
Alat musik ganda Gorontalo adalah sejenis alat musik pukul mirip dengan alat musik gendang
yang telah kita kenal. Alat musik ganda Gorontalo ini terbuat dari kayu dan memiliki dua sisi yang
terbuat dari kulit binatang.

SENJATA

Jenis Parang
a. Aliyawo

Aliyawo adalah senjata tradisional masyarakat Gorontalo yang digunakan
pada waktu perang panipi oleh para prajurit kerajaan dalam merebut
kekuasaan. Senjata ini dipakai oleh empat kerajaan yakni kerajaan
Limboto, Suwawa, Gorontalo, dan Gowa.
b. Wamilo

Wamilo adalah senjata yang umum digunakan oleh masyarakat Gorontalo
dalam aktivitas keseharian terutama untuk bertani. Senjata Wamilo dibuat
dari bahan besi dan memiliki ta’upo (sarung) yang terbuat dari kayu
kuning.

OBJEK UMUM/WISATA

1. Pulau Cinta

Bentuk pulaunya yang mirip dengan hati atau love, membuat pulau ini diberi nama
Pulau Cinta. Pulau yang berada di Kabupaten Boalemo ini sepertinya cocok untuk
pengantin baru yang ingin bulan madu berdua-duaan.
Pulau Cinta mulai populer dan ramai dikunjungi wisatawan setelah Festival Sail
Tomini Boalemo pada 2015 lalu. Keindahan panorama pulau kecil dengan pasir
putih dan air laut yang tenang telah memikat wisatawan untuk mendatanginya.
Pulau Cinta dikelilingi oleh 15 bangunan cottage yang didesain romantis. Bila kamu
ingin menginap, cottage ini bisa disewa dengan tarif Rp5 juta per malam.
2. Teluk Tomini

Teluk Tomini merupakan teluk terbesar di Indonesia, dengan luas kurang lebih 6 juta
hektar. Teluk ini bersinggungan dengan 3 provinsi di Pulau Sulawesi, yaitu Sulawesi
Tengah, Sulawesi Utara dan Gorontalo.
Teluk Tomini juga mulai populer menjadi destinasi wisata internasional setelah
digelarnya Festival Sail Tomini. Teluk Tomini yang berada tidak jauh dari Bandara
Gorontalo, menawarkan pemandangan bawah laut yang menarik.

Bila ingin menyelam atau sekedar snorkeling, kamu harus menggunakan kapal dari
pelabuhan di kota Gorontalo menuju ke lokasi penyelaman, sekitar 15 menit
perjalanan. Terkadang di tempat ini, kamu dapat menjumpai ikan hiu paus berenang
di permukaan laut. Kamu pun dapat berenang bersamanya di lautan.
OBJEK RELIGI

Wisata Religi Bongo Hipnotis Perwakilan
10 Negara
:

Gorontalo, CNN Indonesia -- Provinsi Gorontalo memiliki segudang destinasi yang bisa membuat
wisatawan terkagum-kagum. Gorontalo bukan hanya terkenal dengan keindahan alamnya,
melainkan juga pesona adat dan budaya. Salah satunya adalah objek wisata religi Desa Bongo,
Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo.
Selain menampilkan keindahan pesisir Teluk Tomini, kawasan yang sangat terkenal dengan
Walima (perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW) itu terkenal akan nilai-nilai tradisi dan budaya
Gorontalo. Tidak mengherankan, objek wisata itu cocok menjadi untuk berbagai kalangan.
Seperti pada Senin (18/10/2017), puluhan perwakilan dari sepuluh negara yang tergabung
dalam sekolah pimpinan dan staf Kementerian Luar Negeri (Sesparlu) menyambangi desa
wisata religi di Desa Bongo.

Taman Wisata Bongo, Gorontalo, Tawarkan Wisata Religi dan
Pemandangan Indah
Desa Bobuho atau yang lebih dikenal dengan nama Taman Wisata Bongo merupakan tempat wisata
religius yang terletak di Kecamatan Batuda’a Pantai, Gorontalo, dengan luas 400 ha. Desa wisata ini
mempunyai banyak nilai sejarah dan merupakan salah satu tempat wisata yang sangat cocok bagi
mereka yang berminat mempelajari dan mengetahui lebih dalam mengenai sejarah dari desa ini.
Tempatnya cukup menarik, karena selain tempatnya yang masih asri, sejuk juga masih dikelilingi oleh
kawasan yang masih hijau, dan sekitarnya tempat pemandangan Teluk Tomini.
Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo sedang membangun beberapa asset wisata untuk menarik
pengunjung domestik maupun dari mancanegara. Tempat wisata religi lainnya yang dapat dikunjungi
adalah Masjid Walima Emas yang terletak di puncak bukit. Masjid yang berukuran 10×10 meter ini
memiliki pemandangan yang sangat indah karena langsung dapat menikmati pemandangan laut biru
yang terbentang luas di depannya.
Selain itu, ada Museum Goa dan Museum Batu yang merupakan peninggalan masyarakat leluhur desa
Bongo, dan buku-buku dan foto-foto peninggalan para leluhur yang dapat dilihat di museum tersebut.
Hal lainnya yang dapat dinikmati adalah kebudayaan yang dapat dipelajari baik sejarah maupun
tradisi desa tersebut. Di tempat yang sama, juga terhampar ratusan fosil kayu yang ditata serupa
karya instalasi seni, yang dinamakan sebagai Museum Fosil Kayu.
Tempat wisata ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat, dengan jarak
tempuh hanya sekitar 20 menit dari ibukota Gorontalo. Sepanjang perjalanan, kita dapat memandang
view alam yang masih asri menuju desa Bongo sehingga kita tidak merasa bosan selama perjalanan.
Di sisi kiri dan kanannya dapat kita lihat pemandangan pengunungan, banyak pepohonan yang tinggitinggi.

Bagi Anda yang ingin menghabiskan waktu liburan panjang, disarankan ambil lebih dari 2 malam.
Tidak perlu khawatir, karena di daerah ini, Anda bisa tinggal ataupun menginap di sekitar desa itu.
Walaupun dari luar terlihat seperti rumah adat dan rumah warga, tetapi seperti yang dikatakan oleh
orang-orang “don’t judge a book by it’s cover ”, di dalamnya terdapat fasilitas yang cukup memuaskan
dan sangat nyaman. Di sana dihiasi air mancur dan kolam renang, tanpa dipungut biaya, dan
disediakan bagi para wisatawan dan pengunjung. Tidak ada biaya tiket yang perlu Anda keluarkan,
karena sudah dibiayai oleh pemerintah setempat. Sungguh menarik bukan? Jadi, jangan lewatkan
kesempatan mendatangi Taman Wisata Bongo apabila Anda sedang berkunjung ke Gorontalo.

GEDUNG BERSEJARAH
BENTENG OTANAHA

Kompleks Benteng Otanaha yang terletak di atas bukit desa Dempe, Gorontalo merupakan peninggalan
bersejarah yang dibangun oleh Portugis pada abad ke 15. Bangunan yang seluruhnya terdiri dari tiga buah
benteng (Benteng Otanaha, Benteng Otahiya, dan Benteng Ulupahu) ini dibangun sebagai wujud kerjasama
antara Portugis dengan Raja Ilato yang tengah berkuasa pada tahun 1505 – 1585.
Dikisahkan, suatu saat kapal orang Portugis singgah di Gorontalo. Perwakilan orang Portugis itu kemudian
menemui Raja Ilato dan mewarkan kerjasama untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamamanan
pemerintah. Sebagai tanda kesepakan, Portugis siap membangun tiga benteng yang terletak di atas bukit.
Pada tahun 1525, saat Gorontalo diserang musuh, terkuaklah akal bulus Portugis. Rupanya, upaya pendekatan
Portugis dengan Raja Ilato hanyalah strategi untuk menyerang Gorontalo. Pada saat terjadi serangan dari musuh
itu, Portugis sama sekali tidak membantu Gorontalo, namun justru mendukung musuh untuk menyerang
Gorontalo.
Hingga tahun 1585, Gorontalo masih dalam kemelut perang. Salah seorang putra Raja Ilato, yaitu Naha dan
istrinya, Ohihiya, memimpin pertempuran dan membuat ketiga benteng Portugis itu sebagai benteng pertahanan.
Dalam pertempuran ini Naha dan seorang putranya, Pahu, gugur. Untuk mengenang perjuangan mereka, ketiga
benteng ini kemudian dinamai Naha, Pahu, dan Hiya. Sementara itu penambahan kata Ota merupakan bahasa
daerah setempat yang berarti Benteng.
Sebagai cagar budaya yang harus dijaga kelestariannya, kompleks Benteng Otanaha ini sudah dipugar pada
tahun 1978 – 1981. Pemerintah setempat juga membangun anak tangga untuk memudahkan wisatawan
menjangkau kompleks benteng. Sedikitnya kita harus mendaki 353 anak tangga untuk mencapai benteng utama,
yaitu Benteng Otanaha. Sementara itu untuk mencapai Benteng Otahiya ada sekitar 245 anak tangga dan 59
anak tangga menuju Benteng Ulupahu.
Benteng Otanaha merupakan obyek wisata sejarah bangunan peninggalan monumen kuno warisan pada masa
lalu dari suku gorontalo dibangun sekitar 1525 letaknya diatas bukit di Kelurahan Dembe I Kecamatan Kota Barat
dengan jarak 8 Km dari pusat Kota Gorontalo. Untuk mencapai benteng ini kita harus menapaki anak tangga
sebanyak 351 buah dan dan dapat pula melalui jalan melingkar dengan kendaraan roda empat dan roda dua.
Benteng ini yempat perlindungan dan pertahanan Raja-raja Gorontalo ketika melawan kolonial Portugis yang
ingin menjajah.
Keunikan dari benteng ini bangunanya terbuat dari campuran kapur dan putih burung Aleo. Karena letaknya
yang berada dipuncak bukit maka dari benteng ini dapat dilihat pemandangan danau Limboto. Selain benteng
Otanaha didekatnya pula dua buah benteng yaitu benteng Otahiya dan Ulupahu.
Panorama yang ditawarkan dari Benteng Otanaha adalah panorama Kota Gorontalo dan Danau
Limboto.Sepanjang mata memandang, mata dimanjakan pemandangan yang bagus karena lokasi benteng yang
berada di ketinggian memang memungkinkan untuk melayangkan pemandangan ke mana saja.
Benteng ini konon dibangun oleh pejuang-pejuang Gorontalo sebagai benteng pertahanan untuk melawan
Belanda.Konstruksi benteng berbentuk bulat dengan pondasi dari batu-batu alam. Tinggi benteng sekitar 7 meter

dan diameter benteng mungkin sekitar 20 meter.Terdapat 3 benteng yang dihubungkan dengan jalan setapak
untuk menuju ke setiap benteng.Lokasinya yang berada di atas bukit memang sangat strategis sebagai benteng
pertahanan sekaligus menara intai saat jaman perang dulu.
BENTENG ORANGE

Tempat pembangunan Benteng Orange cukup strategis, dan tersebunyi disebuah bukit sekitar 600 meter dari
jalan Trans Sulawesi. Setelah memasuki areal benteng, disana terpampang papan nama benteng yang
bertuliskan ‘Cagar Budaya Benteng Orange’ oleh kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Tampak, papan ini itu
belum lama terpasang didepan tangga pertama benteng.
Untuk menembus benteng, harus meniti 139 anak tangga terbuat dari batu gunung berukuran 1x setengah
meter. Setelah melalui tangga ke 78, ditemukan ada sebuah pos penjagaan. Kemudian, ketika mencapai tangga
ke 120 ada satu lagi pos penjagaan. Sayangnya, pos jaga tentara Portugis ini sudah rusak, sehingga yang
terlihat hanya beton bersegi empat ukuran 2 × 2 meter. Perjalanan belum sampai disitu, untuk memasuki pintu
gerbang benteng masih ada 29 anak tangga lagi. Disamping kanan, ada post penjagaan lagi yang ukurannya
cukup besar. Meski terlihat kumuh namun masih berdiri kokoh. Tampaknya, pejagaan dulu oleh Portugis sangat
ketat. Setiap yang masuk harus diperiksa melalui penjaga pos.
Suasana hangat dan sejuk menyambut siapapun yang mengunjungi situs sejarah ini karena areal benteng
dipenuhi pohon ketapang yang rimbun. Dari pos induk ini, terlihat satu benteng besar yang kokoh disebelah kiri,
dan ada lagi satu pos pengintai dibagian kanan, dengan 45 anak tangga untuk berada dipuncak pos pengintai.
Diduga, pos pengintai musuh digunakan oleh Portugis untuk melihat dari jarak jauh kapal-kapal bajak laut atau
musuh yang datang menyerang karena dari pos pengintai ini terlihat jelas hamparan laut luas.
Di pos pengintai, ada sebuah benteng perlindungan berbentuk bundar dengan ukuran sekitar 10 × 10 meter dan
ketebalan dinding hampir setengah meter. Sayangnya, kini benteng yang satu ini sudah tertimbun tanah, dan
sudah ditumbuhi rumput liar karena tak dirawat.
Untuk memasuki benteng utama, harus melalui satu pos penjagaan kecil. Benteng utama ini konon dibuat untuk
menjadi sarang pertahanan seluruh tentara Portugis. Betapa tidak, benteng utama ini berukuran 50 x 40 meter
persegi dengan ketebalan dinding 60 centi meter. Dibagian kanan benteng, ada lagi satu ruang terbuka untuk
ditempati meriam. 13 anak tangga harus dilalui untuk berada di tempat meriam ini. Dibagian ujung benteng, ada
dua ruang. Satu ruang yang langsung mengarah ke laut sebagai tempat meriam dan satunya lagi sebagai ruang
pelindung.
Menariknya dimasing-masing ruang ini, ada tangga terowongan menuju tempat perlindungan bawah tanah.
Dibawah tempat penempatan meriam, ada sebuah tangga menjulur kebawah yang menghubungkan dengan
ruang bawah tanah yang terletak dibagian tengah benteng utama ini. Karena, tangga ruang bawah tanah ini
sudah tertimbun maka tidak bisa diprediksi berapa luas ruang bawah tanah tersebut. Konon, tempat itu menjadi
ruang perlindungan bagi pejabat Portugis juga untuk prajurit jika situasi perang.
Sementara, untuk tangga terowongan yang berada bawah tempat perlindungan menuju ke laut. Sayangnya,
terowongan ini sudah tertimbun tanah. “Terowongan bawah tanah ini sekitar 100 meter menuju kelaut.
Digunakan Portugis untuk memasuki benteng dari arah laut.
Menurut Opa Gani warga Sulawesi Tenggara yang sudah 18 tahun menjaga benteng ini menuturkan, nama asli
benteng Orange belum diketahui. Namun, ketika bangsa Belanda memasuki daerah Gorut pada abad ke 18,
mereka kemudian mengubah benteng peninggalan Portugis dengan nama Orange. “Kenapa dinamakan Benteng
Orange, karena saat itu ada beberapa orang Belanda yang bermain volli ball di benteng utama yang saat ini
saya ditanami tanaman jagung dan ubi jalar. Kala itu, orang-orang Belanda yang main volli menggunakan baju
warna orange sehingga pimpinan Belanda berinisiatif menyebutkan benteng ini Benteng Orange, “tutur Lagani,
sambil mengingat-ingat sejarah keberadaan benteng tersebut.
Pemugaran benteng baru dilakukan tiga kali. Pertama, saat Belanda menduduki wilayah Gorut 350 tahun silam

dan kedua pada tahun 1980 dipugar oleh bagian kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Dan baru-baru ini,
dilakukan perbaikan. Itupun hanya beberapa bagian benteng misalnya, pagar benteng serta jalan menuju
benteng.

LEGENDA

Bulalo La Limutu (Danau Limboto)

Dahulu kala di daerah Limboto, Gorontalo, terdapat sebuah mata air yang
jernih dan dingin. Mata air ini jarang dijamah oleh manusia karena terletak di
tengah-tengah hutan yang lebat. Mata air inilah yang biasa didatangi oleh
para bidadari dari kayangan untuk mandi. Mata air ini bernama Tupalo.
Pada suatu hari turunlah seorang jejaka dari kayangan, ia sangat tampan dan
perkasa. Ia bernama Jilumoto, yang artinya "seseorang yang menjelma
menjadi manusia". Ketika menyaksikan bidadari yang mandi di Tupalo, ia
menyembunyikan sayap salah seorang dari mereka. Ternyata sayap itu milik
seorang bidadari yang paling tua di antara yang lainnya yang bernama Mbui
Bungale. Saat mengetahui bahwa sayapnya hilang, Mbui Bungale tidak dapat
kembali ke kayangan. Selanjutnya ia bertemu dengan Jimuloto, setelah
saling berkenalan, Jimuloto mengajaknya untuk menikah dan tinggal di bumi.
Akhirnya mereka pun menikah. Mereka kemudian memutuskan untuk
mencari tempat tinggal dan lahan untuk bercocok tanam. Akhirnya mereka
menjumpai sebuah bukit yang mereka beri nama Hantu lo Ti'opo atau "bukit
kapas". Di bukit inilah mereka mengolah tanah dan menanam aneka
tanaman yang dapat dimakan.
Suatu ketika Mbui Bungale mendapat kiriman dari kayangan, yaitu sesuatu
yang disebut Bimelula atau mustika sebesar telur itik. Mbui Bungale
mengambil Bimelula itu dan kemudian menyimpannya pada mata air Tupalo,
tempat biasanya ia mandi, dan ditutupnya dengan sebuah tolu (tudung).
Pada suatu hari ada empat pelancong yang berasal dari bagian Timur
tersesat ke tempat itu dan menemukan mata air tersebut. Begitu melihat air
yang jernih dan dingin, mereka segera berendam di sana, saat ada di air
mereka melihat sebuah tolu terapung-apung di atas air. Mereka penasaran
dan berusaha mengambilnya. Namun tiba-tiba terjadi badai dan angin topan
di sana, hujan pun turun dengan sangat deras. Dunia menjadi gelap gulita,
mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi, lalu dengan sekuat tenaga
mereka berusaha keluar dari sana dan mencari tempat yang aman.
Setelah badai reda, hujan pun berhenti. Mereka kembali ke mata air untuk
melihat apa yang sedang terjadi. Mereka melihat tudung itu masih terletak di
tempatnya semula. Dengan penuh keheranan mereka kembali mendekati
tudung itu untuk mengangkatnya, tetapi sebelumnya mereka meludahi
tudung itu dengan sepah pinang. Setelah melakukan hal itu, mereka tidak

menjauh dari mata air, tetapi mengintip dan ingin tahu siapa pemilik tudung
itu. Tak lama kemudian datanglah Mbui Bungale dengan suaminya
bermaksud menjemput Bimelula yang tertutup dengan tudung itu.
Ketika Mbui Bungale mendekati tudung, ia dihadang oleh empat pelancong
yang tak dikenalnya itu. Mereka kemudian berkata, "Wahai kalian berdua,
siapakah kalian sebenarnya, untuk maksud apa kalian mendatangi tempat
ini?"
"Saya Mbui Bungale, dan ini suami saya Jilumoto, kami bermaksud
menjemput mustika dalam tudung itu." jawab Mbui Bungale.
Keempat orang itu dengan lantang menjawab, "Tidak seorangpun yang kami
ijinkan menjamah tempat ini, apalagi mengambil barang-barang yang ada di
sini, tempat ini adalah milik kami."
Mbui Bungale balik bertanya,, "Apa buktinya bahwa tudung itu milik kalian?"
"Lihatlah sepah pinang di atasnya, inilah buktinya," jawab salah seorang
pelancong itu.
Mbui Bungale hanya tersenyum dan berkata, "Jika kalian benar menguasai
mata air dan tudung itu, cobalah kalian besarkan mata air ini menjadi danau.
Kuingatkan kepada kalian bahwa mata air ini diturunkan oleh Yang Maha
Kuasa untuk digunakan oleh manusia yang baik budi pekertinya, bukan
orang-orang tamak dan rakus. Tanah ini berada dalam lindunganNya, oleh
karena itu jalah dan jangan engkau cemarkan. Jika kalian benar-benar pemilik
mata air ini, cobalah perluas airnya, silahkan keluarkan ilmu-ilmu kalian."
Pertama kali yang memperagakan kesaktiannya adalah orang yang dianggap
pemimpin dari mereka berempat. Sambil membentangkan tangannya
dengan lantang ia berkata, "Oh, mata air kami! Meluaslah kalian...." demikian
pemimpin rombongan itu memperagakan kesaktiannya, tapi tak terjadi
apapun di tempat itu. Air tak juga meluas, angin pun tak bergerak.
Mbui Bungale kembali tersenyum dan berkata dengan mereka berempat,
"Ayo keluarkan kekuatan kalian, buktikan jika mata air ini milik kalian. Atau
kalian telah menyerah dan mengaku kalah?"
Pemimpin rombongan itu berkata dengan nafas tersengal-sengal, "Jika kamu
pemilik tempat ini, maka tunjukkanlah kemampuanmu!"
Mbui Bungale kemudian bersedakep dan mengarahkan tangannya ke arah
mata air sambil berdoa, "Tuhanku, berikanlah aku kekuatan, Luaskan dan
besarkan mata air ini, mata air para bidadari.....membesarlah.....!" Tak lama
kemudian terdengar suara air bergemuruh, tanah menggelegar, perlahanlahan mata air itu melebar dan meluas. Mbui Bungale dalam sekejap telah
berada di atas pohon, sementara keempat orang itu terpana kagum melihat
keajaiban itu.

Air semakin tinggi dan mulai mencapai tempat keempat orang yang berada
di atas pohon kapak, dengan berteriak mereka memohon ampun pada Mbui
Bungale, wanita itu kemudian berkata, "Masihkah kalian mengakui tempat ini

sebagai milik kalian?" Keempat pelancong itu minta maaf kepada Mbui
Bungale dan mempersilahkannya untuk mengambil tudung mustika itu.
Mbui Bungale mengambil tudung itu yang setelah dibukanya berisi sebuah
telur, dan ajaib saat itu telur tersebut menetas, di dalamnya terdapat
seorang bayi perempuan cantik yang konon akan menjadi Raja Limboto.
Gadis itu dikenal dengan nama Tulango Hula, yang artinya cahaya bulan.
Setelah itu Mbui Bungale berencana membawa bayinya pulang dan mengajak
keempat pelancong itu, sejenak ia melayangkan pandangan kembali ke
danau, di sana dilihatnya lima biji buah terapung-apung di air, ia mengambil
dan mencium buah yang ternyata jeruk itu. Sejak saat itu danau tersebut
diberi nama Bulalo Lo limu o tutu yang artinya "danau dari jeruk kayangan",
dan dikenal sebagai Danau Limboto.

Cerita Rakyat dari Gorontalo : Asal Muasal Tapatopo, Tuladenggi dan Panthungo
Dahulu, seorang raja yang arif dan bijaksana bernama Raja Tilahunga memerintah di
Kerajaan Bolango. Raja Tilahunga memiliki kegemaran berkelana ke pelosok kerajaan untuk
melihat kehidupan rakyatnya sambil mencari dan membangun lahan-lahan yang subur agar
dapat menjadi mata pencaharian bagi rakyatnya.
Suatu saat, Raja mengajak beberapa pengawal untuk menemaninya berkelana. Karena
perjalanan kali ini cukup jauh, ia meminta para pengawal untuk mempersiapkan segala
macam perbekalan don peralatan.
Kemudian, rombongan itu memulai perjalanan pada pagi hari. Menjelang siang, rombongan
raja sampai di sebuah bukit yang pepohonannya tinggi dan rindang. Raja memerintahkan
para pengawalnya untuk berhenti dan beristirahat.
"Tempat ini sangat nyaman, sebaiknya! kita beristirahat sejenak di sini," kata Raja. Para
pengawal segera beristirahat di bawah pohon-pohon yang rindang. Beberapa pengawal
hendak menyiapkan tempat yang paling nyaman untuk Raja. Namun, raja menolaknya. Ia
ingin bisa berbaur dengan para pengawalnya sebagai teman, karena saat itu mereka bukan
berada di istana.
Raja melepaskan pakaian kerajaan dan meletakkannya di tanah, ini artinya melepaskan
jabatannya sebagai raja dan menjadi rakyat biasa. Sejak saat itulah, daerah itu dinamakan
tapatopo, yang artinya meletakkan jabatan untuk sementara waktu.

Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan. Saat itu, matahari bersinar sangat terik,
sehingga perjalanan terasa melelahkan don rombongan ini mulai merasakan lapar dan
haus.
Di sebuah padang rumput, raja memerintahkan para pengawalnya untuk berhenti.
"Sebaiknya, kita berhenti dulu. Kita makan perbekalan kita," perintah raja.
Semua pengawal merasa senang. Mereka pun membuka bekal dan mulai menyantapnya.
Ketika sebagian pengawal dan Raja selesai makan dan mulai merapikan sampah bekas sisa
makanan, beberapa pengawal lain terus saja makan sekenyang-kenyangnya.
"Lebih baik kalian jangan makan terlalu banyak, sekenyangnya saja. Ingatlah, perjalanan
kita masih jauh. Jangan sampai kita kehabisan bekal." kata Raja berusaha mengingatkan
pengawal-pengawalnya yang masih makan dengan lahapnya.
Seorang pengawal yang bernama Denggi tampak tidak berhenti makan. Bahkan, karena
terlalu rakus Ia merampas sisa bekal makanan temannya yang lain yang sengaja
menyimpan sisa makanan itu. Terjadilah kegaduhan, apa lagi ternyata ia merampas
makanan banyak sekali.

Raja lalu menasihati Denggi bahwa perbuatannya itu tidak baik. Akhirnya, Denggi mau
mengakui kesalahannya dan minta maaf kepada teman-temannya. Konon, sejak saat itulah
padang rumput itu dinamakan tuladenggi, yang artinya Denggi yang rakus.
Kemudian, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Sampailah rombongan kerajaan ini di
sebuah daerah di tepi Danau Limboto. Daerah itu sangat subur. Raja bermaksud membuka
lahan di sana, Ia pun memerintahkan para pengawalnya untuk mendirikan tenda-tenda dan
menyiapkan peralatan untuk membuka lahan.
Pengawal raja terkejut ketika mereka menemukan tangkai pegangan peralatan kerja mereka
sudah banyak yang patah. Lalu, mereka melaporkan hal ini pada Raja.

"Cepat usahakan untuk memperbaiki tangkai peralatan berkebun itu," perintah Raja. Tempat
itu lalu dinamai "Panthungo, artinya tangkai pegangan alat berkebun.
Mereka lalu menggarap daerah tersebut don menanaminya dengan tanaman palawija.
Daerah itu kini menjadi tempat penghasil palawija dan sayur mayur yang sangat subur.
Setelah lahan telah selesai digarap dan menghasilkan panen yang banyak, Raja dan
rombongannya memutuskan kembali ke kerajaan. Tujuan Raja untuk membuka lahan-lahan
subur dalam perjalanannya kali ini telah tercapai.

Pesan moral dari Cerita Rakyat dari Gorontalo : Asal Usul Nama Daerah adalah pemimpin
harus bersikap ad1l, arif, dan bijaksana, sehingga membawa banyak manfaat bagi orang
lain.