LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA 4 INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
TUGAS 4
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN TANIN
(Ekstrak Psidium guajava)

OLEH
Ilma Nurhidayati
201410410311129
KELOMPOK 4
FARMASI C

PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017

TUGAS 4
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN
TANIN(Ekstrak Psidium guajava)
1. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikas senyawa golongan polifenol fan

tanin dalam tanaman.
2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Jambu Biji Putih (Psidium guajava L.)
Jambu biji berasal dari Amerika tropis, tumbuh pada tanah yang gembur
maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak.
Tanaman jambu biji putih dapat berbunga sepanjang tahun. Tanaman ini
sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.200 mdpl
(Hapsoh dan Hasanah, 2011).

Sistematika tumbuhan jambu biji
Secara botani, tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut
(Hapsoh dan Hasanah, 2011) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L. 7


Manfaat tumbuhan jambu biji putih
Tanaman jambu biji putih atau Psidium guajava L. termasuk familia
Myrtaceae. Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya
dapat dimakan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk
makanan dan minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat untuk
pengobatan (terapi) bermacam-macam penyakit, seperti memperlancar
pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah
dan lesu, demam berdarah, dan sariawan. Selain buahnya, bagian tanaman
jambu biji seperti daun, kulit akar maupun akarnya dapat berkhasiat untuk
menyembuhkan penyakit disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, radang
lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar
matahari (Cahyono, 2010).
Ekstrak etanol daun jambu biji juga telah diteliti sebagai antioksidan.
Menurut Indriani (2006), ekstrak etanol dari daun jambu biji dapat berperan
sebagai antioksidan. Daun jambu biji mempunyai manfaat bagi kesehatan
yaitu sebagai antiinflamasi, antidiare, analgesik, antibakteri, antidiabetes,
antihipertensi, mengurangi demam dan penambah trombosit (Kirtikar dan
Bashu., 1998).
Daun jambu biji putih telah terbukti secara klinis menghambat
pertumbuhan rotavirus 8 yang menyebabkan enteritis pada anak-anak dan

menyembuhkan kejang dan penyakit diare akut (Lozoya et al., 2002; Wei et
al., 2000).
Antioksidan
Kata radikal berasal dari bahasa Latin radix yang berarti akar. Istilah ini
dipilih karena kelompok-kelompok atom tersebut menggantung dari sebuah
molekul seperti akar dan bisa ‘mengakarkan’ diri pada molekul lain
(Youngson, 2003). Radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh akan
menghasilkan radikal bebas baru melalui reaksi berantai yang akhirnya
jumlahnya terus bertambah dan menyerang tubuh (Kalt, et al., 1999).
Sebenarnya tubuh memiliki mekanisme pertahanan terhadap radikal bebas
dalam bentuk enzim antioksidan dan zat antioksidan, namun perkembangan

industri yang pesat dan manusia mengalami kontak langsung dengan sumber
radikal bebas. Hal ini memungkinkan terjadinya kerusakan oksidatif
(Silalahi, 2006).
Kerusakan oksidatif terjadi sebagai akibat dari rendahnya antioksidan
dalam tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi reaktifitas radikal bebas
(Winarsi, 2007). Secara kimia pengertian senyawa antioksidan adalah
senyawa pemberi elektron. Secara biologis pengertian antioksidan adalah
senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif radikal

bebas dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan memberikan satu
elektronnya kepada senyawa yang bersifat radikal sehingga aktivitas radikal
bebas dapat dihambat (Winarsi, 2007).
Keaktifan dari golongan senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan
ditentukan oleh adanya gugus fungsi hidroksi (-OH) bebas. 9 OH OH Fl-OH
R RH OH O Fl-OH OH O Fl-OH R RH O O Fl-O Gambar 2.2 Peredaman
Radikal Bebas oleh Flavonoid (Kandaswami and Middleton,1997)
Kandungan Kimia Daun Jambu Biji
Kandungan kimia pada daun jambu biji (Psidium guajava L.) menurut
Taiz dan Zeiger (2002) yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung
nitrogen terutama alkaloid. Kandungan kimia tersebut merupakan bagian
dari sistem pertahanan diri yang berperan sebagai pelindung dari serangan
infeksi mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh herbivora. Hasil
fitokimia dalam ekstrak daun jambu biji putih adalah senyawa flavonoid,
tanin, triterpenoid, saponin, steroid, dan alkaloid (Arya, et al.,2012).
1. Tanin
Tanin merupakan kelompok besar dari senyawa komplek yang
tersebar hampir pada semua tumbuhan dan biasanya terdapat pada
bagian daun, buah, akar serta batang. Secara kimia, tanin merupakan
senyawa komplek yang tersusun dari polifenol yang sukar dipisahkan

dan tidak membentuk kristal. Tanin dan senyawa turunannya bekerja
dengan jalan menciutkan selaput lendir pada saluran pencernaan dan di
bagian kulit yang luka. Pada perawatan untuk luka bakar, tanin 10

dapat mempercepat pembentukan jaringan yang baru sekaligus dapat
melindunginya dari infeksi atau sebagai antiseptik (Tyler, et al.,1976).
2. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Pada umumnya alkaloid mencangkup senyawa yang bersifat
basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam
gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering sekali
beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.
Alkaloid yang paling umum adalah asam amino. Secara kimia alkaloid
merupakan suatu golongan heterogen. Fungsi alkaloid dalam
tumbuhan masih sangat kabur, meskipun masin-masing senyawa telah
dinyatakan terlibat sebagai pengatur tumbuh, atau penghalau atau
penarik serangga (Harborne, 1987).
3. Saponin
Senyawa golongan ini banyak terdapat pada tumbuhan tinggi.

Saponin adalah suatu glikosida yang bila dihidrolisa menghasilkan
bagian aglikon yang disebut sapogenin dan bagian glikon. Saponin
merupakan senyawa dengan rasa yang pahit dan mampu membentuk
larutan koloidal dalam air serta menghasilkan busa jika dikocok dalam
air. Senyawa ini dapat mengiritasi membran mukosa dan pada
konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisa darah merah.
Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan dari larutan berair
sehingga dalam bidang farmasi digunakan sebagai penstabil sediaan
suspensi (Tyler, et al., 1976).
4.

Steroid
Steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidrofenantren. Uji yang biasa digunakan adalah
reaksi Lieberman Bourchard yang dengan kebanyakan triterpen dan
steroid memberikan warna hijau biru (Harborne, 1987).

5. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari

enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari
hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik
yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat
(Harborne, 1987).
B. Golongan Senyawa (Polifenol, Tanin)
Senyawa polifenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari
tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang
mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa polifenol
cenderung mudah larut dalam air karena umumnya berikatan dengan gula
sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne,
1987).
Senyawa polifenol memiliki berbagai aktivitas, misalnya antibakteri,
antijamur, antioksidan, sedatif, dan lain-lain (Saifudin dkk., 2011).
Sementara bagi tanaman, fenolat berperan sebagai bahan pembangun
dinding sel, sebagai pigmen bunga (antosianin), dan lain-lain. Namun,
kemampuannya membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan
tunggal dapat mengganggu dalam penelitian. Selain itu, fenol sendiri
sangat peka terhadap oksidasi enzim dan mungkin hilang pada proses
isolasi akibat kerja enzim fenolase yang terdapat dalam tumbuhan
(Harborne, 1987).

Senyawa tanin termasuk kedalam senyawa polifenol yang artinya
senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi
menjadi dua berdasarkan pada sifat dan struktur kimianya, yaitu tanin
yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi. Tanin terhidrolisis
biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman
bila dibandingkan dengan tanin terkondensasi. Tanin terkondensasi terdiri
dari beberapa unit flavanoid (flavan-3-ol) dihubungkan oleh ikatan-ikatan
karbon.
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas
pada tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan

berat molekul biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole tahun
1994, Kraus dll., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi
pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan protein serta dapat
mengikat makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan
campuran senyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah gugus
fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop, tanin
biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah,
atau cokelat.
Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat:jika dilarutkan kedalam air

akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur
dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat
mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa denganprotein
tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
Secara kimiawi, memiliki sifat-sifat diantaranya: merupakan senyawa
kompleks dalam bentuk campuran polifenol yangsukar dipisahkan sehingga
sukar mengkristal, tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi,
dansenyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan
pemberi warna (Najebb, 2009).
Struktur
1. POLIFENOL

2. TANIN
Tanin atau lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung
10% H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam
tanat tersusun 5 - 10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai
salah satu senyawa turunan tanin dikenal dengan nama asam tanat

Golongan
Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari campuran

senyawa polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta
sering membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari
2000 (Risnasari, 2001). Senyawa-senyawa tanin termasuk suatu golongan
senyawa yang berasal dari tumbuhan yang sejak dahulu kala digunakan
untuk merubah kulit hewan menjadi kedap air, dan awet. Istilah tanin
diperkenalkan oleh Seguil pada tahun 1796. Pada waktu itu belum
diketahui bahwa tanin tersusun dari campuran bermacam-macam senyawa,
bukan hanya satu golongan senyawa saja. Senyawa-senyawa tanin dapat
diartikan sebagai suatu senyawa-senyawa alami dengan bobot molekul
antara 500 dan 3000, serta mempunyai sejumlah gugus hidroksi fenolik
dan membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein dan biopolimer
lain, misalnya selulosa dan pectin (Manitto, 1992).
Tanin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tanin dapat tidak
berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Beberapa ahli pangan
menyebutkan bahwa tannin terdiri dari katekin, leukoantosianin, dan asam
hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi
dengan ion logam (Winarno, 1992). Tanin secara umum didefinisikan
sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi
(lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein.
Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin


terkondensasi

(condensed

tannins)

dan

tanin-terhidrolisiskan

(hydrolysable tannins) (Manitto, 1992).
C. Cara Identifikasi
1. Polifenol
a) Larutan ekstrak/Larutan uji ditambahkan dengan FeCl3 terjadi
perubahan warna menjadi hijau biru hingga hitam.
b) Uji kromatografi lapis tipis dengan menggunakan pereaksi FeCl3. Jika
timbul warna warna hitam maka menunjukkan bahwa sampel positif
mengandung polifenol.
2. Tanin
a) Larutan uji ditambahkan dengan sedikit larutan gelatin dan larutan
NaCl. Jika terjadi endapan putih  sampel positif mengandung tanin.
b) Larutan ekstrak/Larutan uji ditambahkan dengan FeCl3 terjadi
perubahan warna menjadi hijau kehitaman.
Prosedur Kerja
A. Preparasi Sampel
1. 0,3gram ekstrak ditambah 10ml aquadest panas, diaduk dan dibiarkan
sampai temperatur kamar, lalu tambahkan 3-4 tetes 10% NaCl, diaduk
dan disaring.
2. Filtrat dibagi menjadi tiga bagian masing-masing ± 3ml dan disebut
sebagai larutan IVA, IVB, dan IVC.
B. Uji gelatin
1. Larutan IVA digunakan sebagai blanko, larutan IVB ditambah
dengan sedikit larutan gelatin dan 5ml larutan NaCl 10%.
2. Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin.
C. Uji Ferri klorida
1. Sebagai larutan IVC diberi beberapa tetes larutan FeCl3, kemudian
diamati terjadinya perubahan warna.
2. Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
3. Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan putih,
tetapi setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan

warna menjadi hijau biru hingga hitam, menunjukkan adanya senyawa
polifenol.
FeCl3 positif, uji gelatin positif  tanin (+)
FeCl3 positif, uji gelatin negatif  polifenol
FeCl3 negatif  polifenol (-), tanin (-)
D. Kromatografi lapis tipis
1. Sebagian larutan IVC digunakan untuk pemeriksaan dengan KLT.
Fase diam

: Kiesel Gel 254

Fase gerak

: Kloform-Etil asetat-Asam formiat (0,5:9:0,5)

Penampak noda : Pereaksi FeCl3
2. Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya polifenol dalam
sampel.
D. Pemisahan KLT
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan
campuran

senyawa

menjadi

senyawa

murninya

dan

mengetahui

kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis
cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya. KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai
selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif,
atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system
penyangga

yang

akan

dipakai

dalam

kromatografi

kolom

atau

kromatografi cair kinerja tinggi.
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk
mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh
dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan
isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang
disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan
tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi
– pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.

Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk
identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan
dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai
jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang
ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu
lebih kecil dari 1,0.
PELAKSANAAN KLT
1. Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin
kecil ukuran ratarata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran
ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi
dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica
dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada
KLT adalah adsorpsi dan partisi.
2. Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.
Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena
daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian
rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah
beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:


Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi

karena KLT merupakan teknik yang sensitif.


Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa

sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan.


Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar

seperti silica gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan
migrasi

solute

yang berarti

juga

menentukan

nilai

Rf.

Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter

ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.


Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik

digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti
campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu.
Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing
akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan asam.
3. Aplikasi (Penotolan) Sampel
Untuk

memperoleh

roprodusibilitas,

volume

sampel

yang

ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang ditotolkan
lebih besar dari 2-10 µl, maka penotolan harus dilakukan secara
bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.
4. Pengembangan
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya
telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis
yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih
0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang
telah berisi totolan sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin
volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu
mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan.
Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi
dengan kertas saring . Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas
saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Created by
Rahma G.
5. Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLt dapat dilakukan secara kimia dan fisika.
Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak
dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak
menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan
bercak adalah dengan denagan cara pencacahan radioaktif dan

fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama
untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat
jelas. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :


Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik

yang akan bereaksi secara kimia dengan solute yang mengandung
gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna.
Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat
reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.


Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang

dipasang panjang gelombang emisi 254 atau 366 untuk
menampakkan solute sebagai bercak yang gelap atau bercak yang
berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam.
Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng
yang sudah diberi dengan senyawa fliorosen yang tidak larut yang
dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar
fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan
reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.


Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam

nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solute-solut
organic yang akan Nampak sebagai bercak hitam sampai
kecoklat-coklatan.


Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber

tertutup.


Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan

densitometer, suatu instrument yang dapat mengukur intensitas
radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari
dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang
mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam
pencatatan (recorder).
6. Perhitungan Nilai Rf
Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus :
jarak yang ditempuh oleh komponen
Rf= jarak yang ditempuh oleh pelarut

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka
menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan
yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.
7. Alternatif Prosedur KLT
Adanya variasi prosedur pengembangan KLT dilakukan untuk
meningkatkan resolusi, sensitifitas, kecepatan, reprosudibilitas dan
selektifitas. Beberapa pengembangan ini meliputi KLT 2 dimensi,
Pengembangan kontinyu dan Pengembangan gradient. KLT 2 dimensi
atau KLT 2 arah ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel
ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia
yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana
dalam asam-asam amino. Selain itu, system 2 fase gerak yang sangat
berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran
sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang
mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.
Pengembangan kontinyu dilakukan dengan cara mengalirkan fase
gerak secara terus menerus pada lempeng KLT melalui suatu wadah
(biasanya alas tangki) melalui suatu lapisan dan dibuang dengan cara
tertentu pada ujung lapisan. Pengembangan gradient dilakukan dengan
menggunakan komposisi fase gerak yang berbeda-beda. Tujuan utama
system ini adalah untuk mengubah polaritas fase gerak. Meskipun
demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak yang reprodusibel
sangatlah sulit.
E. Tinjauan Eluen
Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya
gaya kapiler. Pelarut yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah pelarut
bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan system pelarut mltikomponen
ini harus berupa suatu campuran yang sesederhana mungkin yang terdiri
atas maksimum 3 komponen. Angka banding campuran dinyatakan dalam
bagian volume total 10 (Nyiredy, 2002). Pelarut pengembang

dikelompokkan ke beberapa golongan Snyder’s berdasarkan kekuatan
pelrutnya. Menurut Stahl (1985) eluen atau fase gerak yang digunakan
dalam KLT dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu untuk pemisahan
senyawa hidrofil dan lipofil.
Eluen untuk pemisahan senyawa hidrofil meliputi air, methanol, asam
asetat, etanol, isopropanol, aseton, n-propanol, tert-butanol, fenol, nbutanol, sedangkan untuk pemisahan senyawa lipofil meliputi etil asetat,
eter, kloroform, benzene, toluene, sikloheksana, dan petroleum eter.
1. Kloroform
a. Sifat fisis


Rumus molekul

: CHCl3

Berat molekul



: 119,39 g/gmol



Wujud

: cairan bening



Titik didih

: 61,20C



Titik leleh

: -63,50C



Densitas

: 1,489 g/cm3, 32oC



Suhu kritis

: 264oC



Specific gravity

:1,489



Viskositas

: 0,57 cP (20oC)



Kapasitas panas

: 0,234 kal/goC, pada 20oC



Tekanan kritis

: 53,8 atm



Volume kritis

: 0,239 m3/kmol



Tegangan permukaan : 0,0267 N/m, 25°C



Kapasitas panas

: 113,666 kJ/kmol.K, 25°C



Panas penguapan

: 29,5 kJ/mol, 61,2°C



Energi Gibbs

: -18,663kkal/mol



Entalpi pembentukan : -32,12 kkal/mol



Kelarutan dalam 100 ml bagain air

(Ketta & Cunningham, 1992)
b. Sifat kimia

: 0,8 g (250C)

 Kloroform jika bereaksi dengan udara atau cahaya seara perlahanlahan akan teroksidasi menjadi senyawa beracun phosgene
(karbonil klorida).
Reaksi :
CHCl3 + ½ O2

udara atau
cahaya

COCl2 + HCl

 Kloroform dapat direduksi dengan bantuan zeng dan asam klorida
untuk membentuk metilen klorida. Jika proses reduksi dilakukan
dengan bantuan debu sebg dan air akan dapat diperoleh metana.
Reaksi :
CHCl3 + 2H

Zn
HCl

COCl2 + HCl

CHCl3 + 6H

Zn
H2O

CH4 + 3 HCl

 Kloroform dapat bereaksi dengan asam nitrat pekat untuk
membentuk nitro kloroform atau kloropikrin.
Reaksi :
CHCl3 + HNO3

CCl2NO2 + H2O

 Kloropikrin biasanya digunakan sebagai insektisida.
 Kloroform dapat mengalami proses klorinasi dengan klorin jika
terkena sinar matahari dan mengahsilkan karbon tetraklorida.
Reaksi :
CHCl3 + Cl2

CCl4 + HCl

(Kirk and Othmer, 1982)
2. Asam formiat
a. Sifat fisika


Rumus molekul

: HCOOH



Berat molekul

: 46,03 g/mol



Densitas

: 785,601 kg/m3, 25°C



Viskositas

: 1,57cP, 25°C



Titik didih

: 100,8°C (760 mmHg)



Titik leleh

: 8,4°C



Spesifik gravity

: 1,22647,20°C



Tegangan permukaan

: 37,67 dyne/cm, 22°C



Kapasitas panas

: 82,8 joulel/mol.K, 0°C



Panas pembentukan

: 3031 kal/mol



Panas penguapan

: 104 kal/mol



Panas pembakaran cairan

: –60,9 kkal/mol, pada 25°C



Panas pembentukan cairan

: –101,52 kkal/mol, pada

25°C
b. Sifat kimia
o Asam formiat dapat bercampur sempurna dengan air dan sedikit
larut dalam benzene, karbon tetra klorida, toluene dan tidak larut
dalam hidrokarbon alifatik seperti heptana dan oktana.
o Asam formiat dapat melarutkan nilon, poliamida tetapi tidak
melarutkan Poli Vinil Chlorida (PVC).
o Campuran Asam formiat dan air membentuk campuran azeotrop
(yaitu campuran larutan yang mempunyai titik didih mendekati
titik beku) dengan kandungan maksimum Asam formiat 77,5 %
pada tekanan atmosfer.
o Asam formiat akan terdekomposisi menjadi Karbon dioksida dan
air pada temperatur 100 oC atau dalam temperatur kamar bila
ditambahkan katalis Palladium.
o Asam formiat terhidrasi oleh Asam sulfat pekat dan menghasilkan
Karbon monoksida dan air.
3. Etil Asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus
CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam
asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma
khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et
mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi
dalam skala besar sebagai pelarut.

Karakteristik Etil Asetat
Informasi keracunan pada BPOM (Balai Pengawasan Obat dan
makanan) menjelaskan sifat fisika kimia etil asetat adalah sebagai
berikut :
a. Sifat fisika
 Berupa cairan bening
 Tidak berwarna
 Bau bervariasi,
 Berat molekul 88,11 gr/mol
 Titik didih 171°F (77°C)
 Titik beku -119°F (-84°C) ,
 Tekanan uap pada 20°C = 73 mmHg
 Kerapatan uap (udara=1) 3,04
 Kerapatan relatif (air=1) 0,9003
 Nilai ambang batas bau 50 bpj
b. Sifat Kimia
 Mudah menguap
 Kelarutan dalam air 8,7%
 pH netral
 Larut dalam alkohol, benzen, eter, aseton, kloroform.
Sintesis
Etil asetat disintesis melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam
asetat dan etanol dan hasilnya beraroma jeruk (perisa sintesis), biasanya
dalam sintesis disertai katalis asam seperti asam sulfat.
CH3CH2OH + CH3COOH → CH3COOCH2CH3 + H2O
Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel dan menghasilkan suatu
kesetimbangan kimia. Karena itu, rasio hasil dari reaksi di atas menjadi
rendah jika air yang terbentuk tidak dipisahkan. Di laboratorium, produk etil

asetat yang terbentuk dapat dipisahkan dari air dengan menggunakan aparatus
Dean-Stark.
Reaksi
Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa menghasilkan
asam asetat dan etanol kembali. Katalis asam seperti asam sulfat dapat
menghambat hidrolisis karena berlangsungnya reaksi kebalikan hidrolisis
yaitu esterifikasi Fischer. Untuk memperoleh rasio hasil yang tinggi, biasanya
digunakan basa kuat dengan proporsi stoikiometris, misalnya natrium
hidroksida. Reaksi ini menghasilkan etanol dan natrium asetat, yang tidak
dapat bereaksi lagi dengan etanol:
CH3CO2C2H5+ NaOH → C2H5OH + CH3CO2Na

F. Indeks Polaritas

Bahan dan Alat
1) Ekstrak Psidium guajava
2) NaCl 10%
3) Gelatin
4) Kloroform
5) Etil asetat
6) Asam formiat
7) Pereaksi FeCl3
8) Waterbath
9) Plat KLT
10) Beaker Glass
11) Tabung Reaksi
12) Batang pengaduk
13) Cawan porselen

3. BAGAN ALIR
a. Preprasi Sampel
Ekstrak Psidium guajava sebanyak 0,3 gram + 10 ml aquadest panas pada
tabung reaksi
Diaduk dan dibiarkan sampai temperature
kamar
Ditambahkan 3-4 tetes 10% NaCl, diaduk dan
disaring

Filtrat dibagi menjadi tiga bagian masing-masing ± 3 ml dan
disebut sebagai larutan IVA, IVB, dan IVC

b. Uji Gelatin
Larutan IVA digunakan sebagai blanko, larutan IVB ditambah
dengan sedikit larutan gelatin dan 5 ml larutan NaCl 10%

Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya
tanin

c. Uji Ferri Klorida
Sebagai larutan IVC diberi beberapa tetes larutan
FeCl3
Diamati perubahan warna yang
terjadi
Jika terjadi warna hijau kehitaman menunjukkan adanya
tanin

Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan putih, tetapi
setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi
hijau biru hingga hitam

Menunjukkan adanya senyawa
polifenol

FeCl3 positif, uji gelatin positif → tanin (+)
FeCl3 positif, uji gelatin negatif → polifenol
(+)
FeCl3 negatif → polifenol (–), tanin (–)

d. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Sebagian larutan IVC ditotolkan pada plat KLT (fase diam) dan
dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh

Dilakukan pemeriksaan KLT

Pada plat KLT akan timbul noda yang dihasilkan dari pereaksi
FeCl3 yang digunakan saat melakukan uji KLT

Jika timbul warna hitam menunjukkan adanya polifenol dalam
sampel

SKEMA KERJA
a. Preparasi Sampel

Ekstrak
sebanyak 0,3
g

Dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan
ditambah 10 ml
aquadest panas

Ditambah dengan
3-4 tetes NaCl, lalu
diaduk dan disaring

Filtrat dibagi menjadi 3 bagian, masing-masing ± 3 ml
dan disebut sebagai larutan IVA, IVB, dan IVC

b. Uji Gelatin

Larutan IVA
sebagai
blanko

Larutan IVB ditambahkan
dengan sedikit larutan
gelatin dan 5 ml NaCl
10%

Jika terdapat
endapan putih
menunjukkan
adanya tanin

c. Uji Ferri Klorida

diamati
terjadinya
perubahan
warna.

Jika terjadi
warna hijau
kehitaman
menunjukkan
adanya tanin

Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul
endapan putih, tetapi setelah ditambahkan dengan
larutan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi hijau
biru hingga hitam, menunjukkan adanya senyawa
polifenol

larutan IVC
diberi
beberapa
tetes larutan
FeCl3

d. Kromatografi Lapis Tipis

FeCl3 positif, uji gelatin positif

tanin(+)

FeCl3 positif, uji gelatin negatif

polifenol (+)

FeCl3 negatif

tanin(-), polifenol (-)
Ditotolkan pada fase
diam

Larutan IVC dimasukkan
lemari asam biarkan
menguap sampai tersisa 1/3
bagiannya

Siap pemeriksaan KLT

Fase diam : kiesel gel 254
Fase gerak : kloroform – etil asetat – asam formiat (0,5 :
9 : 0,5)
Penampak noda : pereaksi FeCl3

HASIL
 UJI WARNA

No.

Jenis
Larutan

Pereaksi

Warna

Gambar
Adanya polifenol
ditunjukkan dengan
timbulnya noda berwarna
hitam dalam sampel.

1.

Uji Gelatin

gelatin

2.

Uji FeCl3

FeCl3

Endapan putih
Tanin

hujau kehitaman
Tanin

 UJI WARNA PADA KLT

No.

Titik Noda (Rf)

Warna

Hasil

1.

Rf 1 = 0.075

Hitam

Polifenol

2.

Rf 2 = 0.15

Hitam

Polifenol

3.

Rf 3 = 0.25

Hitam

Polifenol

4.

Rf 4 = 0.3875

Hitam

Polifenol

Hasil Gambar Plat KLT

PERHITUNGAN

Rf1 =
Jarak yang ditempuh komponen
Jarak yang ditempuh pelarut
0.6
=
8
Rf2 =
Jarak yang ditempuh komponen
Jarak yang ditempuh pelarut
1.2
=
8
Rf3 =
Jarak yang ditempuh komponen
Jarak yang ditempuh pelarut
2.0
=
8
Rf1 =
Jarak yang ditempuh komponen
Jarak yang ditempuh pelarut
3.1
=
8

NILAI Rf

PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan proses identifikasi senyawa golongan Polifenol pada
ekstrak Psidium guajava L (Jambu biji). Adapun analisis dilakukan secara kualitatif, yakni
berkaitan dengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu senyawa dalam suatu
sampel. Sebelumnya perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan olongan polifenol dan
tannin. Senyawa polifenol adalah suatu senyawa yang berasal dari tumbuhan, dimana salah
satu cirinya adalah mengandung cincin aromatik yang tersubstitusi oleh dua atau lebih gugus
fenol. Dua gugus fenol, hidrolisis dan terkondensasi terdiri dari tanin. Secara kimia, tanin
adalah ester yang dapat dihidrolisis oleh pemanasan dengan larutan asam sampai
menghasilkan senyawa fenol, biasanya merupakan derivate atau turunan dari asam garlic dan
gula.
Untuk identifikasi senyawa golongan polifenol dan tanin dapat dilakukan dengan uji
gelatin, uji ferri klorida dan juga melalui kromatografi lapis tipis. Pada tahap preparasi
sampel ekstrak jambu biji ditambah dengan 10 ml aquadest yang telah dilakukan pemanasan
diatas water bath, hal ini dilakukan karena polifenol mudah larut dalam air, senyawa fenol
yang berikatan dengan gula sebagai glikosida membuat polivenal mudah larut dalam air.
Kemudian ditambahkan 3 tetes NaCl 10% berguna untuk membentuk garam tanin,
Pemanasan ini berfungsi untuk melarutkan tanin agar terpisah dari bagian tubuh
tumbuhan sampel dan untuk mempercepat larutnya senyawa polivenol dan tannin dari

bagian tubuh tumbuhan ke dalam aquadest. Selanjutnya setelah larutan ekstrak dingin di bagi
menjdi 3 bagian yang akan dilakukan identifikasi senyawa. Larutan IVA sebagai blanko, IVB
sebagai uji gelatin, IVC sebagai uji Ferri klorida.
Pada pengujian pertama dilakukan reaksi uji gelatin, pada uji ini larutan IVB
ditambahkan sedikit larutan gelatin dan 5 ml larutan NaCl 10%. Penambahan gelatin
bertujuan untuk mengendapkan garam tersebut, karena jika ikatan tanin dan gelatin
semakin kuat endapan akan terbentuk. Jika larutan mengandung senyawa tannin, larutan

akan akan terjadi endapan putih, hal ini terjadi karena gelatin akan bereaksi dengan tannin,
dimana tannin akan mengendapkan protein pada gelatin. Tanin bereaksi dengan gelatin
membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air ( Harborne,1996). Reaksi ini lebih
sensiti dengan penambahan NaCl untuk mempertinggi penggaraman dari tannin-gelatin. Pada
hasil uji kelompok kami, Larutan IVB yang telah ditambahkan mengalami endapan putih
setelah diberi NaCl 10% dan gelatin. Hal ini menunjukkan pada larutan IVB mengandung
senyawa tanin.

Uji selanjutnya adalah uji ferriklorida, yaitu larutan IIIC

ditambahkan dengan

beberapa tetes ferriklorida (FeCl3) , maka akan terjadi perubahan warna menjadi warna hijau
kehitaman. Perubahan warna menjadi hijau kehitaman terjadi karena senyawa polifenol dan
tannin yang terkandung dalam larutan ekstrak berekasi dengan larutan Ferri Klorida, hal ini
terjadi karena gugus OH pada polifenol dan tanin yang bereaksi dengan penambahan larutan
ferri klorida. Perlu diperhatikan FeCl3 ditambahkan saat larutan dingin agar tidak teroksidasi.
Pada uji ini, hasil kelompok kami menunjukkan hasil positif yakni terjadi perubahan larutan
IIIC menjadi hijau kehitaman. Oleh karena itu pada uji ferriklorida ini menunjukkan pada
larutan mengandung senyawa polifenol dan tanin.
Selanjutnya uji kromatografi lapis tipis, Fase diam yang digunakan adalah Kiesel Gel
254, dengan fase gerak Kloroform : Aseton : Asma formiat ( 0,5 : 9 : 0,5 ) dengan penampak
noda Pereaksi FeCl3. Pada uji ini menggunakan larutan ekstrak IIIA yang selanjutnya
ditotolkan pada plat KLT, selanjutnya dilakukan eluasi dalam chamber, dan diamati di UV
254 dan 365 untuk mengetahui penampakan noda. Setelah dilakukan penyemprotan dengan
penampak noda FeCl3, didapatkan noda berwarna hitam, dimana hal tersebut menunjukkan
sampel IIIB mengandung senyawa polifenol. Uji ini juga diperkuat dengan hasil positif pada
uji ferri klorida. Pada kelompok ini mendapatkan 4 titik noda hitam yang menunjukkan
adanya kandungan polifenol pada ekstrak daun jambu. Selanjutnya dilakukan pengukuran
nilai Rf pada 4 noda yang timbul pada plat KLT, didapatkan Rf 1 = 0.075; Rf 2 = 0, 15; Rf 3
= 0,25; Rf 4 = 0,3875.
Kesimpulan.
1. Pada pengujian uji gelatin, ekstrak Psidium guajava L. yang ditunjukkan dengan
adanya endapan putih, positif mengandung senyawa tanin
2. Pada pengujian uji ferri klorida ekstrak Psidium guajava L. ditunjukkan dengan
adanya perubahan warna menjadi hijau kehitaman, maka ekstrak positif mengandung
senyawa polifenol dan tanin.
3. Pada uji kromatografi lapis tipis untuk identifikasi senyawa polifenol menunjukkan
hasil posif yang ditandai dengan munculnya noda berwarna hitam pada plat KLT dan
pada kelompok ini menghasilkan 4 titik noda hitam, dengan nilai Rf 1 = 0.075; Rf 2 =
0, 15; Rf 3 = 0,25; Rf 4 = 0,3875.
4. Sehingga dari hasil uji diatas dapat disimpulkan pada ekstrak Psidium guajava L.
mengandung senyawa tannin dan polifenol.

DAFTAR PUSTAKA

http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/upload.files/File/publikasi/warta/warta%202009/
perkebunan diakses 25 Februari 2017
http://www.phytochemicals.info/phytochemicals/saponins.php diakses 25 feb 2017
Kar, Ashutosh. 2013. Jakarta. Farmakognosi & Farmakobioteknologi Volume 1 Edisi 2.
Jakarta. EGC.Hal. 271