Laporan Praktikum PANG 44 22

LAPORAN
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DAN SANITASI PANGAN
(PANG4422)

Nama : RIZKI AHMAD FAUZI
NIM : 017577343
Masa Registrasi 2017.1 / UPBJJ UT BANDUNG

PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TERBUKA

2017

I.

PENDAHULUAN

I.1.Latar Belakang
Sering perkembangnya zaman, teknologi dan ilmu pengetahuan
menjadi sebuah keharusan untuk bersaing dalam dunia kerja dengan cara

meningkatkan kualitas SDM yang memiliki kualitas ilmu pengetahuan,
kepribadian, keterampilan yang baik serta dapat terapkan dalam
pengabdiannya kepada pemerintah dan masyarakat dalam bidang
pekerjaan yang digelutinya.
Dalam era serba modern ini, maka mahasiswa dituntut untuk lebih
maju dengan cara meningkatkan skill/keterampilan bekerja yang mutlak
harus dimiliki mahasiswa salah satu perwujudannya adalah melalui
praktikum.
Dengan praktikum yang dilaksanakan di Institut Teknologi Indonesia
yang bekerja sama dengan Universitas Terbuka, mahasiswa diharapkan
dapat mengaplikasikan langsung mengenai apa yang didapatnya
dibangku perkuliahan dan buku materi pokok dengan keterlibatan
langsung di labolatorium.
Melalui kegiatan praktikum ini, mahasiswa berkesempatan untuk
mengembangkan pola pikir, memberikan ide-ide, menambah kecakapan
professional, personal dan social mahasiswa yang berguna menambah
pengetahuannya terutama di dunia kerja.
I.2.Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mengetahui morfologi mikroba (bakteri Nata de Coco)
2. Mahasiswa dapat menganalisis total bakteri starter nata de coco

3. Mahasiswa dapat menganalisis total bakteri produk mayones
4. Mahasiswa menguji sanitasi ruang dan alat pengolahan
5. Mahasiswa dapat mengetahui aplikasi dan evaluasi hygiene pekerja
6. Mahasiswa dapat menganalisis air untuk pengolahan
I.3.Manfaat Praktikum
Adapun manfaat praktikum yang dapat kita ambil sebagai berikut:
1) Menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman mahasiswa.
2) Mahasiswa dapat membandingkan antara konsep/teori yang dipelajari
pada modul/buku materi pokok selama perkuliahan dengan kenyataan
dalam praktikum.
3) Menggambarkan ruang lingkup dunia kerja khususnya dibidang
pangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA (20%)
2.1 Pengertian Mikrobiologi
Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang
mempelajari mikroorganisme. Objek kajiannya biasanya adalah semua
makhluk
(hidup)
yang

perlu
dilihat
dengan mikroskop,
khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa,
dan Archaea. Virus sering juga dimasukkan walaupun sebenarnya tidak
sepenuhnya dapat dianggap sebagai makhluk hidup.
Mikrobiologi dimulai sejak ditemukannya mikroskop dan menjadi
bidang yang sangat penting dalam biologi setelah Louis Pasteur dapat
menjelaskan
proses fermentasi anggur (wine)
dan
membuat vaksin rabies Perkembangan biologi yang pesat pada abad ke19 terutama dialami pada bidang ini dan memberikan landasan bagi
terbukanya bidang penting lain yaitu biokimia.
Penerapan mikrobiologi pada masa kini masuk berbagai bidang dan
tidak dapat dipisahkan dari cabang lain karena diperlukan juga dalam
bidang farmasi, kedokteran, pertanian, ilmu gizi, teknik kimia, bahkan
hingga astrobiologi dan arkeologi.
2.2 Morfologi Mikroba
Secara harafah, morfologi berarti ‘pengetahuan tentang bentuk’
(morphos). Morfologi dalam cabang ilmu biologi adalah ilmu tentang

bentuk organisme, terutama hewan dan tumbuhan dan mencakup bagianbagiannya. Morfologi bakteri dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1.

Morfologi makroskopik (kolonial morfologi)
Morfologi makroskopik meliputi karakterisktik koloni pengamatan pada
plate agar dan bentuk koloni, ukuran, margin, elevasi, warna,
permukaan, konsistensi.
Populasi bakteri tumbuh sangat cepat ketika mereka ditambahkan dan
disesuaikan dengan gizi dan kondisi lingkungan yang memungkinkan
mereka untuk berkembang. Melalui pertumbuhan ini, berbagai jenis
bakteri kadang memberi penampilan yang khas. Beberapa koloni
mungkin akan berwarna, ada yang berbentuk lingkaran, sementara
ada yang bentuknya tidak teratur. Karakteristik koloni (bentuk, ukuran,
margin, elevasi, warna, permukaan, konsistensi) yang diistilahkan
sebagai “morfologi koloni”. Morfologi koloni adalah cara para ilmuwan
dapat mengidentifkasi bakteri secara makroskopis.
a. Ukuran : bentuk titik kecil, moderat atau sedang besar.
b. Pigmentasi (warna koloni) : putih, kuning, merah, ungu, dan lainlain.
c. Form (Bentuk koloni) Sirkuler : Bulat, bertepi ; Ireguler : tidak
beraturan, bertepi; Rhizoid : bentuk seperti akar, pertumbuhan

menyebar.
d. Margin : Entire : Tepian rata ; Lobate : tepian berlekuk ; Undulate
: tepian bergelombang ; Serrate : Tepian bergerigi ;
Filamentous : tepian seperti benang-benang.

2.

e. Elevasi (ketinggian pertumbuhan koloni bakteri) Flat : ketinggian
tidak terukur, nyaris rata dengan medium ; Raised : ketinggian
nyata terlihat, namun rata pada seluruh permukaan; Convex :
bentuk cembung seperti tetesan air; Umbonate : bentuk
cembung dibagian tengah lebih menonjol.
Morfologi mikroskopis (seluler morfologi)
Morfologi mikroskopik adalah karakteristik bakteri yang dilihat melalui
pengamatan dibawah mikroskop. Bentuk bakteri sangat bervariasi,
tetapi secara umum ada 3 tipe, yaitu :
1) bentuk bulat / kokus Bentuk coccus (coccus = sferis / tidak bulat
betul) dapat di bedakan lagi menjadi
 micrococcus : berbentuk bulat, satu-satu. Contohnya
Monococcus gonorhoe.

 Diplococcus : berbentuk bulat, bergandengan duadua.Misalnya Diplococcus pneumonia.
 Staphyllococcus : berbentuk bulat, tersusun seperti untaian
buah
anggur.
Misalnya
Staphyllococcus
aureus,
Staphyllococcus epidermidis, Staphyllococcus saprofticus.
 Streptococccus : berbentuk bulat, bergandengan seperti
rantai, sebagai hasil pembelahan sel kesatu atau dua arah
dalam
satu
garis.
Misalnya
Streptococcus
faecalis,
Streptococcus lactis, dll
 Sarcina : berbentuk bulat, terdiri dari 8 sel yang tersusun
dalam bentuk kubus sebsgai hasil bembelahan sel ke 3 arah.
Misalnya : Thiosarcina rosea

 Tetracoccus/gafkya : berbentuk bulat tersusun dari 4 sel
berbentuk bujur sangkar, sebagai hasil pembelahan sel
kedua arah. Misalnya Pediococcus
2) bentuk batang / basil bakteri bentuk batang dapat dibedakan ke
dalam bentuk batang panjang dan batang pendek, dengan ujung
datar atau lengkung. Bentuk batang dapat dibedakan lagi atas
bentuk batang yang mempunyai garis tengah sama atau tidak
sama di seluruh bagian panjangnya. Bakteri bentuk batang
dapat terdiri atas:
 sel tunggal (monobasil), contohnya : Escherichia coli
 bergandengan dua-dua (diplobacil), contohnya : Diplococcus
pneumoniae
 sebagai rantai (streptobacil), atau sebagai jaringan tiang
(palisade), contohnya: Bacillus anthraxis.
3) Bentuk spiral / spirilium, bentuk lengkung/spiral pada pokoknya
dapat dibagi menjadi :
 Bentuk koma (vibrio) jika lengkungnya kurang dari setengah
lingkaran. contohnya Vibrio cholera, penyebab penyakit
kolera.
 Bentuk spiral jika lengkungnya lebih dari setengah

lingkaran. , contohnya Spirillium minor yang menyebabkan

demam dengan perantara gigitan tikus atau hewanpengerat
lainnya.
 Bentuk spiroseta : berupa spiral yang halus dan lentur, lebih
berkelok dengan ujung lebih runcing. contohnya Treponema
pallidum, penyebab penyakit siflis
 Bentuk tubuh bakteri dipengaruhi oleh keadaan lingkungan,
medium dan usia. Oleh karena itu untuk membandingkan
bentuk serta ukuran bakteri, kondisinya harus sama. Pada
umumnya bakteri yang usianya lebih muda ukurannya relatif
lebih besar daripada yang sudah tua.

2.3Morfologi, Fisiologi, Ekologi, Taksonomi Acetobacter xylinum
1. Morfologi
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang
pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar , micron,
dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bias
membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat ninmotil
dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negative.

Bakteri ini tidka membentuk endospora maupun pigmen.
Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri
dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan
menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya.
Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi
akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil
dengan jarum oase.
2. Fisiologi
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol,
dan propel alcohol, tidak membentuk indol dan mempunyai
kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. sifat
yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan
untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa.
Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal
sebagai nata. Factor lain yang dominant mempengaruhi sifat
fsiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi,
derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan oksigen.
Ketebalan jalinan selulosa sebagai hasil dari proses
fermentasi meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bekatul
yang

ditambahkan
pada
medium
fermentasi.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa ketersediaan nutrien yang cukup pada
medium tumbuh menyebabkan bakteri mampu melakukan
metabolisme dan reproduksi yang cukup tinggi, sehingga produk
metabolismenya pun semakin banyak. Monomer-monomer selulosa
hasil sekresi Acetobacter xylinum terus berikatan satu dengan yang
lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus menerus menebal
seiring dengan berlangsungnya metabolisme Acetobacter xylinum.
Semakin banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin
tebal pula selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi.
Berat sellulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan
meningkatnya jumlah nutrien yang ditambahkan pada medium
tumbuh. Semakin banyak nutrien yang tersedia, maka semakin
banyak pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan sebagai produk
metabolit sekunder. Jalinan-jalinan selulosa tersebut terus berikatan


membentuk ikatan yang kokoh dan kompak.,berat sellulosa yang
dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya selulosa, juga
dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin kompak ikatannya
akan semakin bertambah beratnya.
Kadar serat selulosa hasil fermentasi menunjukkan semakin
besar konsentrasi bekatul pada medium, semakin besar pula kadar
serat yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan semakin besar pula
kemampuan
Acetobacter
xylinum
menghasilkan
metabolit
sekunder, yang berupa jalinan serabut selulosa yang termasuk
serat kasar.
Banyaknya kandungan nutrien pada medium ini berpengaruh
terhadap kadar serat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena
selama proses fermentasi, nutrien terus menerus dipakai oleh
Acetobacter xylinum untuk membentuk produk metabolisme.
Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri selama proses kehidupannya
adalah makanan yang mengandung unsur C, H, O dan N yang
berguna untuk menyusun protoplasma). Nutrien yang berperan
utama dalam proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum adalah
karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk perbanyakan sel.
Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh
aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada
medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan
asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri
selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian dikeluarkan ke
lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium..
Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi
proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi
glukosa 6-posfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya
asam piruvat. Glukosa 6-P yang terbentuk pada proses glikolisis
inilah yang
digunakan
oleh Acetobacter
xylinum untuk
menghasilkan selulosa.
Selain metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga
menghasilkan metabolit primer berupa asam asetat, air dan energi
yang digunakan kembali dalam siklus metabolismenya. Asam asetat
dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai substrat agar
tercipta kondisi yang optimum untuk pertumbuhannya dan untuk
membentuk CO2 dan H2O. Menurut Mandel (2004) bakteri
Acetobacter xylinum bersifat “overoxidizer” yaitu dapat mengubah
asam asetat dalam medium fermentasi menjadi CO2 dan H2O,
apabila gula dalam medium fermentasi telah habis dimetabolisir.
Banyaknya mikroba yang tumbuh pada suatu media sangat
dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung di medium.

Acetobacter xylinum yang difermentasi di dalam medium
dengan suasana asam (pH 4) dan kadar gula yang tinggi akan
membentuk nata. Terjadinya peningkatan kadar selulosa
diindikasikan
sebagai
akibat
penambahan
bekatul
yang
meningkatkan kadar glukosa pada medium. Menurut Mandel (2004)
bakteri Acetobacter xylinum yang ditumbuhkan pada medium yang
mengandung gula akan menggunakan sebagian glukosa untuk
aktivitas metabolisme dan 19% gula menjadi selulosa.
Selama fermentasi terjadi penurun pH dari 4 menjadi 3.
Derajat keasaman medium yang tinggi ini merupakan syarat
tumbuh bagi Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum dapat
tumbuh pada kisaran pH 3-6. Pada medium yang asam sampai
kondisi tertentu akan menyebabkan reproduksi dan metabolisme
sel menjadi lebih baik, sehingga metabolitnya pun banyak.
Penurunan pH medium ini salah satunya disebabkan karena
terurainya gula menjadi etanol oleh Acetobacter xylinum yang
kemudian berubah menjadi asam asetat.
Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan sel.
Pertumbuhan sel didefnisikan sebagai pertumbuhan secara teratur
semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri Acetobacter Xylinum
mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi,
fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase
pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju
kematian, dan fase kematian.
Apabila bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak
langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pad afase
terjadi aktivitas metabolismedan pembesaran sel, meskipun belum
mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada
0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan
pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung
beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada
fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektraselulerpolimerase
sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi
selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan
suatu strain Acetobacter Xylinum dalam membentuk nata.
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah
berkurang, terdapat metabolic yang bersifat racun yang
menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada
fsae in pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh
masih lebih banyak disbanding jumlah sel mati.
Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh
dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.
Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah

hamper habis. Setelah nutrisi harbi, maka bakteri akan mengalami
fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami
kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.
3. Ekologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter Xylinum
mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber
nitrogen, serta tingkat keasaman media temperature, dan udara
(oksigen. Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata
berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini
yang paling banyak digunakan adalah gula. Sumber nitrogen bias
berasal dari bahan organic seperti ZA, urea. Meskipun bakteri
Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan
tumbuh optimal bila pH nya 4,3. sedangkan suhu ideal bagi
pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum pada suhu 28 – 31 0 C.
bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga dalam fermentasi
tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah
kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan
kontaminasi.
Sel-sel Acetobacter Xylinum mengambil glukosa dari larutan
gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk
prekursor pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama
enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar
sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa.
Pembentukan prekursor ini distimulir oleh adanya katalisator
seperti Ca2+, Mg+ Prekursor ini kemudian mengalami polimerisasi
dan berikatan dengan aseptor membentuk selulosa. Bakteri
Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan
dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon C dan
Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi
demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim akstraseluler
yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau
selulosa.Apabila rasio antara karbon dan nitrogen diatur secara
optimal, dan prosesnya terkontrol dengan baik, maka semua cairan
akan berubah menjadi nata tanpa meninggalkan residu sedikitpun.
Untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri dapat berasal dari
nitrogen organic, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast,
maupun Nitrogen an organic seperti misalnya ammonium fosfat,
urea, dan ammonium slfat. Namun, sumber nitrogen anorganik
sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan
sumber nitrogen organic. Bahkan diantara sumber nitrogen
anorganik ada yang mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat.
Kelebihan yang dimaksud adalah murah, mudah larut, dan selektif
bagi mikroorganisme lain.

Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan
pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik
adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan
konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai
tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan
dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organic dan
anorganik lain bias digunakan.
Acetobacter xylinum tidak memiliki sukrosa sintase namun
setidaknya ada 4 enzim yang terlibat dalam jalur dari sukrosa
menjadi UDP-glukosa. A. xylinum memiliki berbagai jalur
pembentukan UDP-glukosa. Sebagai contoh level aktivitas UDPglukosa pirofosforilase dalam A. xylinum ATCC 23768 berbeda
dengan ATCC 23769 walaupun produksi selulosanya mirip.
4. Taksonomi
 Domain: Bacteria
 Kingdom: Bacteria
 Phylum: Proteobacteria
 Class: Alphaproteobacteria
 Order: Rhodospirillales
 Family: Acetobacteraceae
 Genus: Acetobacter
 Specifc descriptor: aceti
 Subspecies: xylinum
 Scientifc name: - Acetobacter aceti xylinum
2.4Pewarnaan Mikroorganisme
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi,
struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri
yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana selsel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati
bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifkasi ialah dengan
metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk
mengetahui sifat fsiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel
bakteri melalui serangkaian pengecatan (Jimmo, 2008).
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan
sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna
sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam
mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja
(Gupte, 1990). Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarnapewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basoflik (suka akan
basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan
sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya
bermuatan positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan
bakteri yaitu fksasi, peluntur warna , substrat, intensifkasi pewarnaan
dan penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat yang sudah

meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka
semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga preparat yang
tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan
bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu
spesies (Dwidjoseputro, 1994).
Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi
empat macam yaitu pengecatan sederhana, pengecatan negatif,
pengecatan diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna
pada bakteri atau jasad- jasad renik lain dengan menggunakan larutan
tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan, yang sudah
difksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang
menampilkan perbedaan di antara sel-sel microbe atau bagian-bagian
sel microbe disebut teknik pewarnaan diferensial. Sedangkan
pengecatan struktural hanya mewarnai satu bagian dari sel sehingga
dapat membedakan bagian-bagian dari sel. Termasuk dalam
pengecatan ini adalah pengecatan endospora, fagella dan pengecatan
kapsul(waluyo,2010).
Mikroba sulit dilihat dengan cahaya karena tidak mengadsorbsi atau
membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna
digunakan untuk mewarnai mikroorganisme. Zat warna mengadsorbsi
dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikroba dengan
sekelilingnya
dapat
ditingkatkan.
Penggunaan
zat
warna
memungkinkan pengamatan strukur seperti spora, fagela, dan bahan
inklusi yng mengandung zat pati dan granula fosfat (Entjang, 2003).
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit,
kerena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat
kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik
pewarnaan sel bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah
diamati. Olek karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan
salahsatu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian
mikrobiologi (Rizki, 2008).
Tujuan pewarnaan terhadap mikroorganisme ialah untuk :
1. Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, maupun
fungi.
2. Memperjelas ukuran dan bentuk jasad
3. Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan struktur dalam
jasad.
4. Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga
sifat-sifat fsik dan kimia dapat diketahui.
Langkah-langkah utama teknik pewarnaan
1. Pembuatan olesan bakteri, olesan bakteri tidak boleh terlalu
tebal atau tipis

2. Fiksasi, dapat dilakukan secara pemanasan atau dengan aplikasi
bahan kimia seperti sabun, formalin, fenol.
3. Aplikasi zat warna : tunggal, atau lebih dari 1 zat warna
Teknik pewarnaan dikelompokkan menjadi beberapa tipe,
berdasarkan respon sel bakteri terhadap zat pewarna dan sistem
pewarnaan yang digunakan untuk pemisahan kelompok bakteri
digunakan pewarnaan Gram, dan pewarnaan “acid-fast”(tahan asam)
untuk genus Mycobacterium.
Untuk melihat struktur digunakan pewarnaan fagela, pewarnaan
kapsul, pewarnaan spora, dan pewarnaan nukleus. Pewarnaan Neisser
atau Albert digunakan untuk melihat granula metakromatik (volutin
bodies) pada Corynebacterium diphtheriae. Untuk semua prosedur
pewarnaan mikrobiologi dibutuhkan pembuatan apusan lebih dahulu
sebelum melaksanakan beberapa teknik pewarnaan yang spesifk
(Pelezar,2008).
Secara garis besar teknik pewarnaan bakteri dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Pewarnaan sederhana
Menggunakan satu macam zat warna (biru metilen/air
fukhsin) tujuan hanya untuk melihat bentuk sel. Pewarnaan
sederhana, merupakan pewarna yang paling umum digunakan.
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan
sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna
sederhana, yaitu mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu
macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan
pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat
basoflik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan
untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen
kromoforiknya bermuatan positif).
Zat warna yang dipakai hanya terdiri dari satu zat yang
dilarutkan dalam bahan pelarut. Pewarnaan Sederhana merupakan
satu cara yang cepat untuk melihat morfologi bakteri secara umum.
Beberapa contoh zat warna yang banyak digunakan adalah biru
metilen (30-60 detik), ungu kristal (10 detik) dan fukhsin-karbol (5
detik).
2. Pewarnaan diferensial
Pewarnaan
diferensial
adalah
pewarnaan
bakteri
yang
menggunakan lebih dari satu zat warna seperti pewarnaan gram dan
pewarnaan tahan asam. Pewarnaan diferensial dibagi menjadi
pewarnaan gram dan pewarnaan asam.
1) Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode
untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok
besar, yakni gram-positif dan gram-negatif, berdasarkan sifat
kimia dan fsik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama
berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian
Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun
1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri
Klebsiella pneumoniae.
Dengan
metode
pewarnaan
Gram,
bakteri
dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram positif dan
Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap cat
tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh
komposisi dinding selnya. Oleh karena itu, pengecatan Gram
tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak
mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp Contoh bakteri
yang tergolong bakteri tahan asam, yaitu dari genus
Mycobacterium dan beberapa spesies tertentu dari genus
Nocardia. Bakteribakteri dari kedua genus ini diketahui memiliki
sejumlah besar zat lipodial (berlemak) di dalam dinding selnya
sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak
permeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel
bakteri tersebut tidak terwarnai oleh metode pewarnaan biasa,
seperti pewarnaan sederhana atau Gram.
Dalam pewarnaan gram diperlukan empat reagen yaitu :
a. Zat warna utama (violet kristal)
b. Mordan (larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan
untuk mengintensifkan warna utama.
c. Pencuci / peluntur zat warna (alcohol / aseton) yaitu
solven organic yang digunakan uantuk melunturkan zat
warna utama.
d. Zat warna kedua / cat penutup (safranin) digunakan untuk
mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan cat
utama setelah perlakuan denga alcohol.
Bakteri
Gram-negatif
adalah
bakteri
yang
tidak
mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan
Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan zat warna
metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara
bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu
pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil
ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi
berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk
mengklasifkasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan
perbedaan struktur dinding sel mereka.

Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap yaitu
1) Pemberian cat warna utama (cairan kristal violet)
berwarna ungu.
2) Pengintesifan cat utama dengan penambahan larutan
mordan JKJ.
3) Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alkohol asam.
4) Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin
Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif
adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin
terperangkap antara dinding sel
dan membran sitoplasma
organisme gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari
dinding sel organisme gram negatif dengan pencucian alcohol
memungkinkan hilang dari sel. Bakteri gram positif memiliki
membran tunggal yang dilapisi peptidohlikan yang tebal (2550nm) sedangkan bakteri negative lapisan peptidoglikogennya
tipis (1-3 nm).
Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat
penting untuk membantu determinasi suatu bakteri. Beberapa
perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri Gram positif
dan bakteri Gram negatif yaitu:
Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu:
 Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 – 15 mm, berlapis
tiga atau multilayer.
 Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (1122%), peptidoglikan terdapat didalam
 lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit ± 10%
dari berat kering, tidak mengandung asam tekoat.
 Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
 Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna
dasar misalnya kristal violet.
 Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.
 Tidak resisten terhadap gangguan fsik.
 Resistensi terhadap alkali (1% KOH) lebih pekat
 Peka terhadap streptomisin
 Toksin yang dibentuk Endotoksin
Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu:
 Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis
tunggal atau monolayer.
 Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (14%), peptidoglikan ada yang sebagai lapisan tunggal.









Komponen utama merupakan lebih dari 50% berat ringan.
Mengandung asam tekoat.
Bersifat lebih rentan terhadap penisilin.
Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna
seperti ungu kristal.
Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih rumit.
Lebih resisten terhadap gangguan fsik.
Resistensi terhadap alkali (1% KOH) larut
Tidak peka terhadap streptomisin
Toksin yang dibentuk Eksotoksin Endotoksin

2) Pewarnaan Tahan Asam
Pewarnaan ini ditujukan terhadap bakteri yang mengandung
lemak dalam konsentrasi tinggi sehingga sukar menyerap zat
warna, namun jika bakteri diberi zat warna khusus misalnya
karbolfukhsin melalui proses pemanasan, maka akan menyerap
zat warna dan akan tahan diikat tanpa mampu dilunturkan oleh
peluntur yang kuat sekalipun seperti asam-alkohol. Karena itu
bakteri ini disebut bakteri tahan asam (BTA).
Teknik pewarnaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosa
keberadaan bakteri penyebab tuberkulosis yaitu Mycobacterium
tuberculosis . Ada beberapa cara pewarnaan tahan asam, namun
yang paling banyak adalah cara menurut Ziehl-Neelsen.
(anonymous,2009)
3. Pewarnaan khusus untuk melihat struktur tertentu seperti :
a. Pewarnaan Spora
Spora bakteri (endospora) tidak dapat diwarnai dengan
pewarnaan biasa, diperlukan teknik pewarnaan khusus.
Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling banyak
digunakan.
Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram. Untuk
pewarnaan endspores, perlu dilakukan pemanasan supaya cat
malachite hijau bisa masuk ke dalam spora , seperti halnya
pada pewarnaan Basil Tahan Asam dimana cat carbol fuschsin
harus dipanaskan untuk bisa menembus lapisan lilin asam
mycolic dari Mycobacterium .
Prinsip kerja pewarnaan spora yaitu spora kuman mempunyai
dinding yang tebal sehingga diperlukan pemanasan agar poripori membesar zat warna fuchsin dapat masuk, dengan
pencucian pori-pori kembali mengecil menyebabkan zat warna
fuchsin tidak dapat dilepas walaupun dilunturkan dengan asam
alkohol, sedangkan pada badan bakteri warna fuchsin
dilepaskan dan mengambil warna biru dari methylen blue. Cara
Kerja pewarnaan spora :

 Dibuat suspensi kuman, ditambah dengan carbol fuchsin
sama banyak.
 Dipanaskan selama 6 menit pada api kecil atau pada
penangas air 80oc selama 10 menit.
 Dibuat sediaan dan dikeringkan.
 Dimasukkan kedalam H2SO4 1% selama 2 detik
 Dimasukkan kedalam alkohol sehingga tidak ada lagi
warna merah mengalir.
 Sediaan dicuci dengan air.
 Diwarnai dengan methylen blue selama 1 menit kemudian
dicuci dan dikeringkan.
 Diperiksa dibawah mikroskop.
b. Pewarnaan fagel
Pewarnaan fagel dengan memberi suspense koloid garam
asam tanat yang tidak stabil, sehingga terbentuk presipitat tebal
pada dinding sel dan fagel.
c. Pewarnaan kapsul
Pewarnaan ini menggunakan larutan Kristal violet panas, lalu
larutan tembaga sulfat sebagai pembilasan menghasilkan warna
biru pucat pada kapsul, karena jika pembilasan dengan air dapat
melarutkan kapsul. Garam tembaga juga memberi warna pada
latar belakang. Yang berwana biru gelap.
4. Pewarnaan negatif
Tujuan pewarnaat negative adalah untuk
morfologi
organisme yang sukar diwarnai oleh pewarna sederhana. Bakteri
tidak diwarnai, tapi mewarnai latar belakang. Ditujukan untuk
bakteri yang sulit diwarnai, seperti spirochaeta. Cara pewarnaan
negative yaitu
Sediaan hapus → teteskan emersi → lihat dimikroskop
Pewarnaan negatif, metode ini bukan untuk mewarnai bakteri
tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada
pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus
pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan
ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan
atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka
terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga
penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih tepat. Metode ini
menggunakan cat nigrosin atau tinta cina.
Pewarnaan negatif memerlukan pewarna asam seperti eosin atau
negrosin.pewarna asam memiliki negatif charge kromogen,tidak
akan menembus atau berpenetrasi ke dalam sel karena negative
charge pada permukaan bakteri. oleh karena itu, sel tidak berwarna
mudah dilihat dengan latar belakang berwarna.

2.5 Analisi Total Mikroba
Metode Penghitungan Sel Mikroorganisme
1. Secara
tidak
langsung,
yaitu menghitung
jumlah
sel
mikroorganisme dengan metode tertentu tanpa menghitung
jumlah selnya. contoh;Total Plate Count (metode hitungan
cawan) dengan mengikuti aturan Standard Plate Count (SPC)
2. Secara langsung, yaitu menghitung jumlah sel mikroorganisme
dengan menggunakan alat
bantu, contohnya dengan
menggunakan alat Haemocytometer.

Penghitungan jumlah sel mikroorgansime dengan metode Total Plate
Count
 Prinsip dari Plate Count (metode hitung cawan) adalah jika sel
mikroorganisme yang masih hidup ditumbuhkan pada medium
agar, maka akan berkembang biak dan membentuk koloni yang
dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop.
 Rumus menghitung jumlah mikroorgasnisme adalah: Jumlah
mikroorganisme= jumlah koloni X 1/faktor pengenceran
Cara mengultur (menanam sel mikroorganisme) bisa dilakukan dengan
2 cara:
1. Spread plate: adalah teknik penanaman yang didasarkan pada
penyebaran sel pada permukaan media agar yang sudah
memadat
 0,1 mL sampel dipipet pada permukaan media agar yang
sudah memadat, ratakan sampel dengan menggunakan
batang gelas melengkung yang steril, telah dicelup alkohol
96% dan dibakar
 Penggunaan 0,1 ml merupakan volume yang tepat untuk
disebarkan diatas permukaan agar dan cukup mudah
mengering sehingga tidak menggenangi permukaan agar
2. Pour
Plate: adalah
teknik
penanaman
dengan
cara
mencampurkan sampel yang mengandung sel mikroorganisme
dalam media pertumbuhan (agar) sehingga sel-sel tersebut
tersebar merata baik di permukaan agar atau di dalam agar.
 Volume yang dipakai pada umumnya adalah 1 mL
 1 mL suspensi dituangkan ke dalam media agar steril yang
masih hangat kuku, lalu diratakan dengan menggerakan
cawan secara berputar membentuk angka 8, dan biarkan
media agar memadat
 Cawan petri diinkubasikan selama 7 hari
Syarat koloni yang ditentukan untuk dihitung adalah sebagai berikut:
1. Cawan yang dihitung atau dipilih adalah yang mengandung
jumlah koloni antara 30-300 koloni
2. Satu koloni dihitung 1 koloni.
3. Dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni.
4. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung 1 koloni.
5. Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan
dihitung 2 koloni.
6. Koloni yang terlalu besar (lebih besar dari setengah luas cawan)
tidah dihitung
7. Koloni yang besarnya kurang dari setengah luas cawan dihitung
1 koloni.
Kelemahannya:
a. Jumlah sel yang terhitung adalah sel yang hidup, tetapi hasil
perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya,

karena beberapa sel bisa tumbuh saling berdekatan dan
bergabung membentuk satu koloni
b. Memerlukan waktu
yang
cukup
lama
untuk
mempersiapkan bahan dan alat , serta waktu inkubasi relatif
lama sampai koloni dapat dihitung

2.6 Uji sanitasi Ruangan dan Alat Pengolahan
Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan
menyentuh permukaan setiap tangan atau alat. Dengan demikian sanitasi
lingkungan sangat perlu diperhatikan terutama yang bekerja dalam
bidang mikrobiologi atau pengolahan produk makanan atau industri (Volk
dan Wheeler, 1984).
Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan
berasal dari penggunaan wadah dan alat pengolahan yang kotor dan
mengandung mikroba dalam jumlah cukup tinggi. Pencucian alat
pengolahan dengan menggunakan air yang kotor, dapat menyebabkan
mikroba yang berasal dari air pencuci dapat menempel pada wadah / alat
tersebut.
Demikian juga sisa-sisa makanan yang masih menempel pada alat / wadah
dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang cukup tinggi.
Mikroba yang mungkin tumbuh bisa kapang, khamir atau bakteri. Mutu
makanan yang baik akan menurun nilainya apabila ditempatkan pada
wadah yang kurang bersih.
Sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat meliputi
pencucian untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa bahan, diikuti
dengan perlakuan sanitasi menggunakan germisidal. Dalam pencucian
menggunakan air biasanya digunakan detergen untuk membantu proses
pembersihan. Penggunaan detergen mempunyai beberapa keuntungan
karena detergen dapat melunakkan lemak, mengemulsi lemak,
melarutkan mineral dan komponen larut lainnya sebanyak mungkin.
Detergen yang digunakan untuk mencuci alat/wadah dan alat pengolahan
tidak boleh bersifat korosif dan mudah dicuci dari permukaan (Volk dan
Wheeler, 1984).
Proses sanitasi alat dan wadah ditunjukkan untuk membunuh
sebagian besar atau semua mikroorganisme yang terdapat pada
permukaan. Sanitizer yang digunakan misalnya air panas, halogen (khlorin
atau Iodine), turunan halogen dan komponen amonium quarternair (Gobel,
2008).
2.7Analisis Air untuk Pengolahan
Analisis diperlukan untuk mengetahui kualitas air baku yang akan
digunakan sebagai sumber air untuk air minum. Hal ini menjadi sangat penting
karena kualitas air yang tidak sesuai dengan persyaratan dapat menimbulkan
gangguan kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu,
dengan menganalisis kualitas air baku maka dapat ditentukan rangkaian jenis
pengolahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran air sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Hasil analisis yang digunakan adalah pada saat keadaan maksimum,
karena biasanya keadaan sungai sepanjang tahun berbeda-beda sehingga untuk
memaksimalkan pengolahan agar air hasil pengolahan tetap dapat memenuhi
syarat berlaku maka perlu dilakukan pengolahan dengan beban maksimum
sehingga pada saat keadaan rata-rata dan minimum tidak perlu peningkatan
efsiensi lagi.
Pada saat ini dikenal beberapa jenis standar kualitas air minum, baik
bersifat nasional maupun internasional. Standar kualitas air minum yang bersifat
nasional hanya berlaku bagi negara yang menetapkan standar tersebut.
Sedangkan yang bersifat internasional berlaku pada negara yang belum memiliki
atau menetapkan standar kualitas air secara tersendiri (Totok Sutrisno, 1987).
Dalam menganalisis kualitas air baku sungai dapat digunakan beberapa
standar sebagai pedoman parameter air minum. Tujuan dari penggunaan
standar ini adalah untuk mengetahui parameter yang harus diperbaiki ataupun
dikurangi konsentrasinya.
Standar yang dapat digunakan antara lain:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/MENKES/VII/2002 tanggal 29
Juli 2002 tentang baku mutu air minum.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/SK/2010 tentang
baku mutu air minum
Sumber air di alam saat ini tersedia dalam jumlah yang besar sehingga memiliki
potensi untuk dipergunakan sebagai air baku bagi instalasi pengolahan air
minum. Air baku dapat dikategorikan menjadi beberapa kelas, yaitu:
1. Air baku yang langsung dapat digunakan sebagai air minum
2. Air baku yang perlu pengolahan sederhana untuk dapat digunakan sebagai air
minum
3. Air baku yang perlu pengolahan lengkap untuk bisa digunakan sebagai air
minum
4. Air baku yang tidak bisa digunakan sebagai air minum
Air mempunyai persyaratan kualitas tertentu, tergantung pada
peruntukan air yang akan digunakan. Persyaratan kualitas air industri berbeda
dengan persyaratan kualitas air untuk keperluan pertanian. Demikian pula
dengan keperluan minum, perikanan dan sebagainya. Penyimpangan terhadap
kualitas yang telah ditentukan akan menyebabkan gangguan pada berbagai
keperluan tersebut di atas. Untuk air yang diperuntukkan bagi keperluan minum,
mempunyai persyaratan fsis, kimia, radioaktif dan mikroorganisme yang
mempunyai besaran (konsentrasi) tertentu. Salah satu syarat adalah syarat
mikrobiologi.
Indikator organisme yang dipakai sebagai parameter mikrobiologi
digunakan bakteri koliform (indicator organism). Secara loboratoris total coliform
digunakan sebagai indikator adanya pencemaran air bersih oleh tinja, tanah atau
sumber alamiah lainnya. Sedangkan fecal coliform (koliform tinja) digunakan
sebagai indikator adanya pencemaran air bersih oleh tinja manusia atau hewan.
Parameter mikrobiologi tersebut dipakai sebagai parameter untuk mencegah
mikroba patogen dalam air minum. Berdasarkan jumlah bakteri koliform yang
terkandung dalam 100 cc sampel air (Most Probability Number/MPN), kondisi air
dibagi kedalam beberapa golongan sebagai berikut:

 Air tanpa pengotoran ; mata air (artesis) bebas dari kontaminasi
bakteri koliform dan patogen atau zat kimia beracun.
 Air yang sudah mengalami proses desinfeksi ; MPN < 50/100 cc
 Air dengan penjernihan lengkap; MPN < 5000/100 cc
 Air dengan penjernihan tidak lengkap; MPN > 5000/100 cc
 Air dengan penjernihan khusus; MPN > 250.000/100 cc
 MPN mewakili Most Probable Number, yaitu jumlah terkaan terdekat
dari bakteri koliform dalam 100 cc air.


III. METODE PRAKTIKUM
III.1.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum

Hari/Tanggal
Waktu
Tempat
Institut

: Praktikum Sabtu 22 Juli 2017
Pengamatan lanjutan Minggu 23 Juli 2017
: Praktikum 08.00-11.00 WIB
Pengamatan lanjutan 13.00-13.45 WIB
: Laboratorium Program Studi Teknologi Industri Pertanian,
Teknologi Indonesia. Jl. Raya Puspiptek Serpong Tangerang

Selatan.
III.2. Bahan dan Alat
1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Laminar air fow
5. Cawan peetri
6. Tabung reaksi
7. Tabung durham
8. Pipet volum
9. Jarum ose
10.Jarum tanam
11.Media tumbuh (TPSSA dan Endo Agar)
III.3. Diagram Alir
I.
Morfologi Mikroba (Pewarnaan Gram)
sterilisasi preparat (kaca objek)
Fiksasi ose lalu dinginkan
Ambil starter nata dengan ose lalu oleskan pada kaca objek
Beri larutan Kristal violet selama 1 menit lalu bilas dengan air suling
Beri larutan lugol 1 menit lalu bilas dengan air suling
Cuci dengan alcohol 95% selama 30 detik lalu cuci dengan air suling
Beri larutan tandingan safari selama 30 detik lalu cuci dengan air suling
Keringkan kaca objek dengan kertas sating
Teteskan minyak imersi lalu amati kaca objek di bawah mikroskop
II.

Analisi total bakteri starter nata de coco dan Mayones
Siapkan starter nata de coco

Pipet 1 ml starter nata de coco masukan pada tabung reaksi
Encerkan dengan 9 ml larutan fsiologis, beri label pengenceran 10 -1
Pipet 1 ml dari hasil pengenceran 10-1 ke tabung reaksi berikutnya
Encerkan kembali dengan 9 ml larutan fsiologis beri label pengenceran
10-2
Lakukan pengenceran hingga 10-6
Siapkan cawan petri yang sudah berisi media tumbuh
Buat sample duplo
Tuangkan hasil pengenceran 10-4 , 10-5 , 10-6 masing-masing pada cawan
petri dengan metode spread.
Inkubasikan selama 24-48 jam
Hitung bakteri yang tumbuh pada cawan petri
III.

Uji sanitasi ruangan dan alat pengolahan
A. Uji sanitasi ruangan
Siapkan cawan petri yang sudah berisi media tumbuh buat duplo
Biarkan cawan petri terbuka selama sepuluh menit diruangan
labolatorium
Untuk cawan petri yang lain biarkan terbuka di luar ruangan laboratorium
selama 10 menit
Tutup kembali cawan petri beri label dan inkubasikan selama 24-48 jam
Hitung jumlah koloni yang tumbuh
B. Alat pengolahan
Siapkan cawan petri yang sudah berisi media tumbuh buat duplo
Ulaskan cotton bud yang sudah steril pada alat pengolahan
Cotton bud direndam dalam larutan pengencer
Dari suspense olesan buat pengenceran sampai 10 -2
Inkubasikan selama 24-48 jam dan hitung jumlah koloni

IV.

Aplikasi dan evaluasi hygiene pekerja

Siapkan cawan petri yang sudah berisi media tumbuh buat duplo
Tempelkan tangan tanpa pencucian pada media tumbuh
Tutup cawan petri
Cuci tangan dengan air tanpa sabun tempelkan pada cawan petri lain
Cuci tangan kembali menggunakan sabun biasa kemudian tempelkan
pada cawan petri lain
Cuci tangan dengan sabun antiseptik tempelkan pada cawan petri lain
Inkubasi selama 24-48 jam dan hitung koloni yang tumbuh
V.

Analisis Air untuk pengolahan
Siapkan cawan petri yang sudah berisi media tumbuh beri lebel sesuai
suhu inkubasi
Simpan membranflter pada alat vakum
Tuang sample air pengolahan sebanyak 100 ml
Gunakan alat vakum untuk memflter
Keluarkan kertas saring dan taruh pada cawan petri yang berisi media
tumbuh
Ulangin percobaan dengan pengenceran 10 -1
Inkubasi selama 24-48 jam dan hitung koloni yang tumbuh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
I.

Morfologi Mikroba (bakteri nata de coco)
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek,
yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar , micron, dengan
permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bias membentuk rantai
pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat ninmotil dan dengan
pewarnaan gram menunjukkan gram negative.
Bakteri ini tidka membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur
sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan
transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai
gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada
medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel
dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oase.

II.

Analisis Total Bakteri Starter Nata De Coco
Total bakteri pada praktikum analisis total bakteri starter nata de
coco yang di biakan pada media Tomato Pepton Salt Sucrose Agar
(TPSSA) belum bias diketahui karena bakteri belum tumbuh pada saat
proses pengamatan. Perlu penambahan waktu inkubasi sampai bakteri
tumbuh dan bias diamati dan diketahui total bakteri pada starter nata
de coco.

III.

Analisis Total Bakteri Mayones
Pada mayones minyak kedelai hampir tidak ditemukan mikroba
pada setiap pengenceranya sedangkan pada mayones minyak kelapa
sawit sebaliknya banyak ditumbuhi bakteri.

IV.

Uji Sanitasi Ruangan Dan Alat Pengolahan
Cawan petri yang dibiarkan terbuka di luar ruangan labolatorium
dipastikan terpapar bakteri yang berasal dari udara. Pada cawan petri
yang dibiarkan terbuka 10 menit di luar ruangan ditumbuhi ¼ -3/4
bakteri. Pada cawan petri yang dibiarkan terbuka pada ruangan
labolatorium ditemukan sedikit bakteri yang tumbuh yaitu sekitar ¼
dari cawan petri.
Pada sanitasi alat plat perasan jeruk nipis ditumbuhi 10 koloni/ml
sedangkan pada spatula pengaduk ditumbuhi bakteri 45 koloni/ml.

V.

Aplikasi Dan Evaluasi Higieni Pekerja
Tangan tanpa pencucian banyak mengandung bakteri yang dapat
tumbuh baik pada media PCA jika dikulturkan. Penggunaan sabun
antiseptic akan maksimal bila diikuti dengan cara mencuci tangan yang
benar.

VI.

Analisa Air Untuk Pengolahan

Air pengolahan yang digunakan pada praktikum ternyata banyak
mengandung bakteri. Bakteri air pengolahan tumbuh dengan baik pada
suhu 35 derajat celcius.

I.

V. KESIMPULAN (10%)
Morfologi Mikroba (bakteri nata de coco)
Bakteri Acetobacter xylinum adalah bakteri aerob berbentuk kokus
tidak berwarna (transparans) dan bersifat gram negative.

II.

Analisis Total Bakteri Starter Nata De Coco
Total bakteri pada praktikum analisis total bakteri starter nata de coco
yang di biakan pada media Tomato Pepton Salt Sucrose Agar (TPSSA)
belum bias diketahui karena bakteri belum tumbuh pada saat proses
pengamatan. Perlu penambahan waktu inkubasi sampai bakteri
tumbuh dan bias diamati dan diketahui total bakteri pada starter nata
de coco.

III.

Analisis Total Bakteri Mayones
Pada mayones minyak kedelai hampir tidak ditemukan mikroba pada
setiap pengenceranya sedangkan pada mayones minyak kelapa sawit
sebaliknya banyak ditumbuhi bakteri.

IV.

Uji Sanitasi Ruangan Dan Alat Pengolahan
Cawan petri yang dibiarkan terbuka di luar ruangan labolatorium
dipastikan terpapar bakteri yang berasal dari udara. Pada cawan petri
yang dibiarkan terbuka 10 menit di luar ruangan ditumbuhi ¼ -3/4
bakteri. Pada cawan petri yang dibiarkan terbuka pada ruangan
labolatorium ditemukan sedikit bakteri yang tumbuh yaitu sekitar ¼
dari cawan petri.
Pada sanitasi alat plat perasan jeruk nipis ditumbuhi 10 koloni/ml
sedangkan pada spatula pengaduk ditumbuhi bakteri 45 koloni/ml.

V.

Aplikasi Dan Evaluasi Higieni Pekerja
Tangan tanpa pencucian banyak mengandung bakteri yang dapat
tumbuh baik pada media PCA jika dikulturkan. Penggunaan sabun
antiseptic akan maksimal bila diikuti dengan cara mencuci tangan yang
benar.

VI.

Analisa Air Untuk Pengolahan
Air pengolahan yang digunakan pada praktikum ternyata banyak
mengandung bakteri. Bakteri air pengolahan tumbuh dengan baik pada
suhu 35 derajat celcius.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012). Struktur dan Morfologi bakteri.
https://devacurii.wordpress.com/2012/11/01/struktur-dan-morfologi-bakteri/
[ diakses pada 4 Agustus 2017]
Riswanda, Ferry. (2009). Acetobacter xylinum.
http://waluhhangit.blogspot.co.id/2009/03/acetobacter-xylinum.html [diakses
pada 4 Agustus 2017]
Anonim. (2013). Cara Pewarnaan Bakteri.
http://rikedianhusada.blogspot.co.id/p/cara-pewarnaan-bakteri.html [diakses
pada 4 Agustus 2017]
Anonim. (2015). Metode Penghitungan Sel Mikroorganisme
http://greenbiom.blogspot.co.id/2013/09/metode-penghitungan-selmikroorganisme.html [diakses pada 6 Agustus 2017]

LAMPIRAN (Lembar Data danHasilPengamatanPraktikum)