PEMBUATAN BIOETANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

MEI 2018

HALAMAN PENGESAHAN

Makalah yang berjudul “Pembuatan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Rumah Tangga” ini dibuat sebagai salah satu pemenuhan tugas mata kuliah Teknologi Bioproses.

Disusun Oleh:

A. Nurul Rahmayani/33116012 Sutri Yulianti/33116033 Insan Kamil H./33116052 Alfiani Wildasari/33116059

Makassar, 26 April 2018

ii

KATA PENGANTAR

Syukur kami panjatkan atas semua limpahan rahmat Allah SWT karena-Nyalah sehingga kita masih diberi kesempatan dan kekuatan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Pembuatan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Rumah Tangga ”. Makalah ini disusun sebagai salah satu kelengkapan tugas mata kuliah Teknologi Bioproses.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini sumber energi yang paling banyak digunakan adalah energi fosil yang berupa bahan bakar minyak. Energi fosil tersebut terdiri atas adalah minyak bumi dan sisanya adalah gas dan batubara. Hampir semua kebutuhan masih sangat tergantung pada energi fosil. Berbagai kegiatan yang membutuhkan bahan bakar minyak seperti industri, rumah tangga, bahan bakar kendaraan, dan lain-lain.

Cadangan energi fosil (minyak bumi) yang tidak terbarukan sudah sangat menipis dan tidak akan bertahan selamanya. Maka dari itu diperlukan untuk melestarikan bahan bakar fosil tersebut. Dalam menghemat bahan bakar fosil diperlukan untuk melakukan hal-hal yang efektif yaitu dengan mengurangi atau menghemat jumlah pemakaian gas yang digunakan. Adapun energi alternatif telah dikembangkan dalam menghemat pemakaian energi fosil yaitu bioethanol.

Bioetanol adalah salah satu bahan bakar alternatif yang dibuat dari tumbuhan yang mengandung pati, gula dan serat selulosa. Bioetanol adalah cairan dari fermentasi gula yang bersumber dari karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium.

Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat bioetanol ialah limbah tongkol jagung karena didalamnya terdapat kandungan gula. Limbah tongkol jagung biasanya hanya dianggap sebagai salah satu limbah industri rumah tangga yang belum termanfaatkan dengan baik, sehingga masyarakat membuangnya dan hal itu menjadi permasalahan yang akan menyebabkan pencemaran lingkungan.

Pembuatan bioethanol itu sendiri terdiri atas lima tahap yaitu tahap hidrolisis, tahap persiapan starter (Saccharomyces cereviceae), tahap fermentasi, tahap distilasi dan tahap analisa. Setelah tahap destilasi selesai, maka etanol akan dianalisa lebih lanjut untuk mejadi bahan bakar minyak yang dapat digunakan sebgai bahan pengganti dari bahan bakar yang terbuat dari fosil, sehingga dapat digunakan oleh masyarakat sebagai sumber bahan bakar rumah tangga.

1.2 Tujuan

1. Mencari bahan bakar alternatif (bioethanol) sebagai pengganti bahan bakar minyak untuk kebutuhan rumah tangga.

2. Cara pemanfaatan limbah organik sebagai bahan utama pembuatan bioetanol.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana memanfaatkan limbah sebagai bahan pembuatan bioethanol?

2. Bagaimana pengaplikasian bioethanol kepada masyarakat khusus pada rumah tangga?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bioetanol

Etanol (alkohol) adalah nama suatu golongan senyawa organik yang mengandung unsur C, H dan O. Etanol dalam ilmu kimia disebut sebagai etil alkohol dengan rumus kimia

C 2 H 5 OH. Rumus umum dari alkohol adalah R-OH. Seacara struktur alkohol sama dengan air, namun salah satu hidrogennya digantikan oleh gugus alkil. Gugus fungsional alkohol adalah gugus hidroksil (OH). Pemberian nama alkohol biasanya dengan menyebut nama alkil yang terikat pada gugus OH, kemudian menambahkan nama alkohol.

Karakteristik etanol meliputi: berupa zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan. Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut untuk zat organik maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spiritus, dan asetaldehid. Selain itu etanol juga digunakan untuk campuran minuman serta digunakan sebagai bahan bakar yang terbarukan.

Pembuatan etanol dalam industri dapat dibagi ke dalam 2 macam yaitu: 1) cara non fermentasi (sintetik), proses pembuatan alkohol yang tidak menggunakan enzim ataupun jasad renik, 2) cara fermenasi, merupakan proses metabolisme dimana terjadi perubahan kimia dalam substrat karena aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba.

Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi gula menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae . Bioetanol dapat dibuat dari pati tongkol jagung yang telah diproses menjadi glukosa. Secara teoritis, hidrolisis glukosa akan menghasilkan etanol dan karbondioksida.

Bioetanol bisa digunakan dalam bentuk murni atau sebagai campuran bahan bakar gasolin (bensin). Bioetanol memiliki sifat fisika tidak berwarna, cairan yang larut dalam air, kadang- kadang disebut alkohol padi-padian (grain) karena dapat diperoleh dengan cara fermentasi dari padi-padian. Fermentasi dari semua bahan yang mengandung karbohidrat seperti jagung, kentang, padi dan tanaman yang banyak mengandung karbohidrat lainnya akan menghasilkan etanol.

2.2 Bahan Baku Pembuatan Bioetanol

2.2.1 Tongkol Jagung

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu tanaman. Tongkol terbungkus oleh kulit buah jagung. Secara morfologi, tongkol jagung adalah tangkai utama malai yang termodifikasi. Tongkol jagung muda, disebut juga babycorn, dapat dimakan dan dijadikan sayuran. Tongkol yang tua ringan namun kuat, dan menjadi sumber furfural, sejenis monosakarida. Tongkol jagung tersusun atas senyawa kompleks lignin, hemiselulose dan selulose. Masing-masing merupakan senyawa- senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulose merupakan sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk mengahsilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

2.2.2 Kulit Pisang

Kulit pisang kepok merupakan salah satu limbah industri rumah tangga yang belum termanfaatkan dengan baik. Kadar karbohidrat yang terkandung dalam kulit pisang yakni sebesar 18,50%.

2.2.3 Batang Padi

Jerami padi mengandung kurang lebih 39% selulosa dan 27,5% hemiselulosa (dasar berat kering). Kedua bahan polisakarida ini, dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi bioethanol. Potensi produksi jerami padi per ha kurang lebih 10-15 ton, keadaan basah dengan kadar air kurang lebih 60%. Jika seluruh jerami per ha ini diolah menjadi ethanol fuel grade ethanol (FGE), maka potensi produksinya kurang lebih 766- 1.148 liter/ha FGE (perhitungan ada di lampiran).

2.2.4 Nasi Aking

Nasi aking adalah istilah yang umum digunakan untuk menyebut makanan yang berasal dari nasi sisa yang tidak termakan. Umumnya nasi aking memiliki tampilan fisik berwarna agak kecoklatan, struktur kering, ditumbuhi jamur serta memiliki bau yang kurang sedap. Bau kurang sedap pada nasi aking akibat perkembangan jamur. Komposisi kimia yang terdapat dalam tepung nasi aking adalah karbohidrat 83,19% (b/b), amilose 29,70% (b/b), lemak 0,40% (b/b), protein 3,36% (b/b) serat 0,11% (b/b) dan air 12,37% (b/b). Kandungan karbohidrat yang cukup besar dalam nasi aking ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol dengan cara mengkonversi karbohidrat pada nasi aking menjadi alkohol melalui proses fermentasi.

2.2.5 Alga Laut

Alga memiliki yield biomassa dan minyak yang tinggi, mampu dikembangkan secara luas, kurang berkompetisi dengan pertanian darat, menyerap CO 2 dengan baik, cocok untuk Alga memiliki yield biomassa dan minyak yang tinggi, mampu dikembangkan secara luas, kurang berkompetisi dengan pertanian darat, menyerap CO 2 dengan baik, cocok untuk

2.2.6 Tetes Tebu (Molase)

Tetes tebu (molase) adalah hasil samping proses pembuatan gula tebu . Tetes tebu berwujud cairan kental yang diperoleh dari tahap pemisahan Kristal gula . Tetes tebu masih mengandung gula dengan kadar tinggi (50 – 60%). Molase atau tetes tebu mengandung kurang lebih 60% selulosa dan 35,5% hemiselulosa. Kedua bahan polisakarida ini dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi etanol.

BAB III PEMBUATAN BIOETANOL

3.1 Prosedur Pengerjaan

3.1.1 Persiapan bahan baku

Tongkol jagung dicuci bersih terlebih dahulu. Kemudian dihancurkan dengan mesin penghancur. Lalu diayak dengan ayakan tepung dan diambil bagian terhalus (tepung tongkol jagung). Menimbang tepung tongkol jagung sebanyak 1 ton. Kemudian dimasukan kedalam wadah (drum besar).

3.1.2 Tahap Hidrolisis

Larutan tongkol jagung kemudian ditambahkan 1.000 L larutan HCl 0,1 N. Setelah itu dihidrolisis pada suhu 100°C selama 2 jam. Kemudian disaring dengan saringan manual untuk memisahkan filtrat dan residu.

3.1.3 Tahap Pembuatan Starter

Pada tahap ini, langkah-langkah yang dilakukan yaitu menambahkan 0,9 kg Ammonium sulfat dan 0,48 kg Urea sebagai nutrisi pada filtrat hasil hidrolisis yang memiliki kadar glukosa terbanyak lalu mengatur pH sekitar 4-4,5.

3.1.4 Tahap Fermentasi

Kemudian menyiapkan wadah lainnya dan pada wadah tersebut dimasukkan sampel (larutan campuran tepung tongkol jagung dan air). Setelah itu disterilisasi hingga suhu mencapai ±121°C. Kemudian didinginkan sampai suhunya turun hingga 30-40 (suhu kamar) selama ±24 jam. Kemudian ditambahkan mikroba Saccharomyces cerevisiae pada masing-masing wadah.

3.1.5 Tahap Destilasi

Pada tahap ini filtrat hasil fermentasi kemudian didestilasi pada suhu 78°C-80°C (suhu alkohol). Pada suhu ini bioetanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Tongkol jagung berpotensi menjadi bioetanol bahan bakar nabati (BBN) karena kandungan karbohidratnya Pada tahap ini filtrat hasil fermentasi kemudian didestilasi pada suhu 78°C-80°C (suhu alkohol). Pada suhu ini bioetanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Tongkol jagung berpotensi menjadi bioetanol bahan bakar nabati (BBN) karena kandungan karbohidratnya

3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Bioetanol

3.3 Pengaplikasian Bioetanol Kepada Masyarakat

Meskipun sudah ada energi alternatif untuk menggantikan minyak tanah yaitu LPG, tetapi produksi untuk LPG ternyata masih dibawah kebutuhan konsumsi LPG sehingga perlunya dikembangkan alternative bahan bakar lainnya salah satunya seperti kompor bioethanol. Kompor bioetanol merupakan kompor yang berbahan bakar bioethanol yang diolah dari tumbuhan (bahan organik) yang juga dapat berfungsi untuk mereduksi sampah sisa bahan organik dan juga kompor jenis ini ramah lingkungan.

Cara yang dilakukan dalam mengedukasi masyarakat salah satunya adalah dengan demonstrasi. Karena masih banyak yang belum mengetahui kompor bioetanol dan masih ragu untuk mengganti kompornya menjadi kompor berbahan bakar bioetanol khususnya pada rumah tangga.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kadar glukosa terbanyak terdapat pada sampel yang dihidrolisis menggunakan HCl 0,3 M yaitu 0,161%.

2. Kadar bioetanol terbanyak dihasilkan pada fermentasi hari ke 5 dan fermentasi hari ke

7.

3. Kadar bioetanol yang hasilkan pada hasil akhir fermentasi hari ke 3 (12,48%), fermentasi hari ke 5 (31,26%), fermentasi hari ke 7 (31,26%), dan fermentasi hari ke 9 (18,78%).

4.2 Daftar Pustaka

Wusnah, dkk.2016.”Proses Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Pisang Kepok (Musa acuminata

B.C) Secara Fermentasi ”: Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5:1 (2016) 57-65.Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Lhokseumawe

Edward J. Dompeipen dan Riardi P. Dewa .2015.” Pengaruh Waktu Dan pH Fermentasi Dalam Produksi Bioetanol Dari Rumput Laut Eucheuma cotTonii Menggunakan Asosiasi Mikroba (Sacchromyces cerevisiae, Aspergilus niger dan Zymomonas mobilis)”: Majalah Biam Vol.11 No.2, Desember 2015, Hal 63-75.Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon, Jl. Kebun Cengkeh, Ambon.

Wayan Karta, Ni Made Puspawati, Yenni Ciawi . 2015.” Pembuatan Bioetanol Dari Alga Codium geppiorum Dan Pemanfaatan Batu Kapur Nusa Penida Teraktivasi Untuk Meningkatkan Kualitas

Bioetanol ”: Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) Volume 3, Nomor 12, Mei 2015.Magister Kimia Terapan, Program Pascasarja Universitas Udayana, Jurusan Kimia

Universitas Udayana, Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana. Hendri Iyabu, S.Pd., M.Si Rakhmawaty A Asui, S.Pd., M.Si Prof. DR. Ishak Isa,

M.Si.2014. ”Biokonversi Limbah Tongkol Jagung Menjadi Bioetnaol Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbaharukan ”.Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika Dan IPA Universitas Negeri Gorontalo.

LAMPIRAN

Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5:1 (2016) 57-65

Jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal

Teknologi

homepage jurnal: jtk@unimal.ac.id

Kimia Unimal

PROSES PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG KEPOK (Musa acuminata B.C) SECARA FERMENTASI

Wusnah, Samsul Bahri, Dwi Hartono

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Lhokseumawe

Email: wusnah@yahoo.com

Abstrak

Kulit pisang kepok selama ini hanya dianggap sebagai salah satu limbah industri rumah tangga yang belum termanfaatkan dengan baik. Komposisi terbanyak kedua kulit pisang kepok adalah karbohidrat 18,50% dimana karbohidrat dapat dikonversi menjadi glukosa yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.Penelitian ini bertujuan membuat bioethanol dari kulit pisang kepok dengan variasi waktu fermentasi dan penambahan starter. Pada penelitian ini kulit pisang kepok dihidrolisis dengan mengunakan HCl 5%

pada suhu 100 o C selama 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak etanol yang

dihasilkan.Pada variasi waktu fermentasi diperoleh waktu terbaik fermentasi pada waktu 7 hari dengan kadar etanol 40 % sebanyak 34ml.

Kata kunci : kulit pisang kepok, bioetanol, fermentasi

1. Pendahuluan

Sumber daya energi konvensional bahan bakar fosil (minyak/gas bumi dan

batu bara) sebagai sumber energi yang tidak terbarukan dengan segala

permasalahannya, terutama kenaikan harga (price escalation) secara global setiap

terjadinya krisis energi akibat dari faktor-faktor seperti cadangan yang berkurang

sesuai dengan umur eksploitasinya, permintaan yang meningkat, jaminan pasokan

(supply security) yang terbatas dan pembatasan produksi serta penilaian dampak

lingkungan yang ketat terhadap pemanasan global (global warming), harus

dikurangi ketergantungannya denganmenggunakan sumber-sumber energi lainnya

sebagai bahan bakar alternatif.

Bioetanol merupakansalah satu sumber bahan bakar alternatif yang diolah

dari tumbuhan, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO 2

Wusnah, dkk / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5:1 (2016) 57 –65

hingga 18 %. Menurut Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) ada 3 kelompok tanaman sumber bioetanol: tanaman yang mengandung pati (seperti singkong, kelapa sawit, tengkawang, kelapa, kapuk, jarak pagar, rambutan, sirsak, malapari, dan nyamplung), bergula (seperti tetes tebu atau molase, nira aren, nira tebu, dan nira surgum manis) dan serat selulosa (seperti batang sorgum, batang pisang, jerami, kayu, dan bagas). Kulit pisang merupakan limbah yang banyak mengandung serat selulosa sehingga sangatefisien digunakan dari pada buahnya yang memiliki nilai jual yang tinggi.

Beberapa penelitian pembuatan bioetanol dengan menggunanakan kulit pisang kepok pernah dilakukan sebelumnya. Nityasa (2009), pembuatan bioetanol dari kulit pisang dengan proses ekstraksi. 5 kg kulit pisang dihaluskan dan ditambahkan air 2/3 dari jumlah kulit pisang, sehingga diperoleh bubur kurang lebih

1,5 liter. Bubur dihidrolisis dengan penambahan HCl 10% pada temperatur 60 o C, yang selanjutnya difermentasi dengan bantuan Saccharomyces cereviceae pada

temperatur 32 o C sehingga dihasilkan 15% etanol per 1,5 L jumlah bubur.

Asteria (2013), kulit pisang dihidrolisis menggunakan laruan HCl 37% pada pH 1. Hidrolisis dilakukan pada suhu 50, 60, 70, dan 80 o C selama 1 jam.

Selanjutnya difermentasikan dengan Saccharomyces cereviceae dengan variabel nutrien Diamonium phospat 10, 20, dan 30 gr/l selama 12 hari. Hasil penelitian menunjukkan glukosa optimum yang didapat dari hidrolisis adalah 83,021 gr/l

pada suhu 70 o C selama 1 jam. Kandungan bioetanol optimum didapat dari

fermentasi hari ke-8 sebesar 314.46 gr etanol/kg kulit pisang kering.

Dyah (2011), kulit pisang yang digunakan adalah kulit pisang yang telah dikeringkan dan dihidrolisi menggunakan H 2 SO 4 0,5 N. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi semakin banyak dihasilkan etanol

sampai pada waktu tertentu dan semakin banyak ragi yang ditambahkan akan dihasilkan etanol semakin rendah. Pada variasi waktu fermentasi diperoleh waktu optimum fermentasi pada waktu 144 jam dengan kadar etanol

Wusnah, dkk / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5:1 (2016) 57 –65

13,5406%. Pada variasi penambahan berat ragi diperoleh kadar etanol 13,5353% dengan berat ragi 0,0624 gram.

Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO 2 hingga 18 %. Ada 3 kelompok tanaman sumber bioetanol: tanaman yang mengandung pati (seperti

singkong, kelapa sawit, tengkawang, kelapa, kapuk, jarak pagar, rambutan, sirsak, malapari, dan nyamplung), bergula (seperti tetes tebu atau molase, nira aren, nira tebu, dan nira surgum manis) dan serat selulosa (seperti batang sorgum, batang pisang, jerami, kayu, dan bagas). Bahan yang mengandung pati, glukosa, dan serat selulosa ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar (Arif, 2011).

Tidak ada perbedaan antara etanol biasa dengan bioetanol yang membedakannya hanyalah bahan baku pembuatan dan proses pembuatannya. Etanol adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol termasuk

ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C 2 H 5 OH dan rumus empiris C 2 H 6 O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter.

Gambar 1 Struktur Molekul Etanol 13

Bioetanol yang digunakan sebagai campuran bahan bakar merupakan etanol (etil alcohol) dengan jenis yang sama dengan yang ditemukanpada minuman beralkohol. Etanol seringkali dijadikan bahan tambahan bensin sehingga menjadi biofuel. Produksi etanol dunia untuk bahan bakar transportasi meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu 7 tahun, dari 17 miliar liter pada tahun 2000Z

Wusnah, dkk / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5:1 (2016) 57 –65

menjadi 52 miliar liter pada tahun 2007. Dari tahun 2007 ke 2008, komposisi etanol pada bahan bakar bensin di dunia telah meningkat dari 3.7% menjadi 5.4%. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses pembuatan bioetanol dari kulit pisang kepok dan menganalisa kadar bioetanol yang dihasilkan.

2. Bahan dan Metode

Bahan dan peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya kulit pisang kepok, ragi roti, aquades, gula, urea, NPK, CaO, HCl, NaOH dan seperangkat alat distilasi.

Penelitian ini terdiri atas lima tahap yaitu tahap hidrolisis, tahap persiapan/penumbuhan starter, tahap fermentasi, tahap distilasi dan tahap analisa. Variasi penelitian dilakukan terhadap perubahan volume starter dan waktu fermentasi. Adapun bagan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Tahap hidrolisis dilakukan dengan menghaluskan 300 gr kulit pisang kepok lalu dipanaskan sampai mendidih dengan menambahkan HCl 5% selama 60 menit.Tahap persiapan starter diawali dengan membuat larutan gula dengan kadar gula 14% lalu dimasukkan kedalam tempat pembiakan, ditambahkan pupuk urea sebanyak 0.5% dari kadar gula yang digunakan, ditambahkan pupuk NPK sebanyak 0.1% dari kadar gula yang digunakan, ditambahkan ragi roti sebanyak 0,2% dari kadar gula, lalu ditutup rapat dan disimpan dalam ruangan gelap dengan suhu kamar selama 24 jam. (Isroy, 2009). Tahap fermentasi diawali dengan menambahkan starter sesuai variabel yaitu (50, 150, 250 dan 350) ml dengan waktu fermentasi 3,5 dan 7 hari. Hasil fermentasi disaring untuk memisahkan ampasnya, kemudian dilakukan proses distilasi untuk memisahkan

bioetanol dengan air pada suhu 80 C selama 60 menit, lalu hasil distilasi dilakukan analisa yield, serta kadarbioetanol yang dihasilkan

Wusnah, dkk / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5:1 (2016) 57 –65

Kulit Pisang

Analisa pH

Distilasi

Densitas Kadar Etanol

Yield

Gambar 2. Skema Proses Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok

3. Hasil dan Diskusi

3.1 Pengaruh Volume Starter Terhadap Kadar Bioetanol

Pertumbuhan mikroorganisme terjadi dalam 3 fase, yaitu fase awal, fase eksponensial, dan fase stasioner. Fase awal merupakan periode adaptasi yakni sejak inokulasi pada medium dilakukan. Selama fase ini massa sel dapat berubah tanpa adanya perubahan jumlah sel. Setelah perubahan massa selanjutnya pertumbuhan mikroorganisme bergerak kearah fase eksponensial dimana terjadi perubahan sangat cepat terhadap jumlah sel. Kondisi ini tergantung terhadap konsentrasi nutrient yang ada. Ketika kondisi nutrient mulai habis, maka pertumbuhan mikrooranisme pun mulai berhenti. Kondisi berlanjut hingga mencapai suatu keadaan transisi kearah laju pertumbuhan nol yaitu fase

Wusnah, dkk / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5:1 (2016) 57 –65

Starter (ml)

Gambar 3 Grafik Pengaruh Volume Starter Terhadap Kadar Bioetanol

Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin besar volume starter yang digunakan maka bioetanol yang dihasilkan akan semakain banyak. Pada sampel dengan penambahan starter 50 ml tidak diperoleh bioetanol dari hasil fermentasi selama 168 jam. Sedangkan pada sampel dengan volume starter yang diberikan 350 ml bioetanol sudah terbentuk pada waktu fermentasi 72 jam dan semakin bertambah pada 120 jam dan 168 jam dengan kadar etanol tertinggi yaitu 40%. Pada sampel dengan volume starter 150 ml dan sampel 250 butuh waktu lama untuk menghasilkan bioetanol yaitu hingga pada hari terakhir yaitu 168 jam.

3.2 Pengaruh Yield Terhadap Bioetanol

Starter (ml)

Gambar 4. Grafik Pengaruh Yield Terhadap Bioetanol

Wusnah, dkk / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5:1 (2016) 57 –65

Pada Gambar 4 dapat dilihat yield yang dihasilkan dengan semakin bertambahnya volume starter yang digunakan maka semakin tinggi pula yield yang diperoleh. Dari grafik dapat kita lihat bahwa yield tertinggi diperoleh sampel dengan volume starter terbanyak 350 ml dengan yield yang dicapai yaitu 11,33%.

2.3. Analisa Gas Chromatography

Gambar 5 Grafik HasilAnalisa Bioetanol dengan menggunakan Gas

Chromatography

Bioetanol diuji menggunakan alat gas chromatography untuk melihat senyawa yang terdapat pada sampel. Pada pengujian pertama dimenit 3,853 terbaca gelombang dengan tinggi 602504 µm dan luas area 1810908 µm be rupa metanol dengan konsentrasi 13,772%. Dan pada pengujian kedua terbaca gelombang kedua dengan tinggi 3504353 µm dan luas area 11337902 µm berupa etanol dengan konsentrasi 86,228%. Pada pengujian selanjutnya tidak ditemukan gelombang ketiga hingga akhir pengujian.

Gambar 5 memperlihatkan bahwa tidak ada senyawa kimia lain yang terdapat pada bioetanol yang dihasilkan dari kulit pisang kepok. Produksi bioetanol dengan metode fermentasi hanya menghasilkan bioetanol dan gas

Wusnah, dkk / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5:1 (2016) 57 –65

senyawa tersebut tidak mengganggu kualitas bioetanol karena jumlahnya

yangsedikit dan sama-sama dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin bermotor.

3. Kesimpulan

1. Sampel dengan penggunaan volume starter sebanyak 350 ml pada waktu fermentasi 7 hari mengghasilkan kadar etanol tertinggi yaitu 40%.

2. Selain etanol juga terbentuk metanol dengan jumlah yang sangat sedikit sebagai hasil produk samping proses fermentasi dari kulit pisang kepok.

4. Daftar Pustaka

Agus Krisno Budiyanto, M.Kes, (2011), “Pertumbuhan Microorganisme” Pendidikan Biologi UMM.

Arif Yudiarto, (2011), Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) – BPPT Lampung..

Asteria, Apriliani.S, Franky, Agustinus (2013), “Pembuatan Etanol Dari Kulit Pisang Secara Fermentasi ”, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Diponegoro,Semarang.

Dyah, Tri Retno. Wasir, Nuri, (2011), “Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Pisang”,

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri UPN “Veteran”,Yogyakarta.

Isroy, (2009), “Membuat Bensin Sendiri Dari Sisah Minuman Bekas”artikel. Khairani, (2006), “Pembuatan Etanol Dari Sirsak Secara Fermentasi”,Jurusan

Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh,Lhokseumawe.

Kusnoputranto H. (1996). “Toksikologi Lingkungan Logam Toksik dan B3” Jakarta: UI-Press.

Nityasa M H Y T, Hafidh Frian P, Nur Hasanah, Dr. Widyastuti, S.Sc., M.Sc (2006), “Pemanfaatan Kulit Pisang Sebagai Bahan Baku Bioetanol Berbasis

Fermentasi ”.Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.

Saroso, Hadi, (1998), “Pemanfaatan Kulit Pisang Dengan Cara Fermentasi untuk Pembuatan Alkohol”, Teknik Kimia Politeknik Universitas Brawijaya, Malang.

Soedarmadji, (2002), “Diktat Kuliah Mikrobiologi Industri”, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro,Semarang.

Wusnah, dkk / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5:1 (2016) 57 –65

Kurniawan, T.N., 2009, “Pembuatan Bioetanol Dari Nira Aren”,J u r u s a n

Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh,Lhokseumawe.

MAJALAH BIAM Vol.11 No.2, Desember 2015, Hal 63-75

PENGARUH WAKTU DAN pH FERMENTASI DALAM PRODUKSI BIOETANOL

Eucheuma cotTonii MENGGUNAKAN ASOSIASI MIKROBA (Sacchromyces cerevisiae, Aspergilus niger dan Zymomonas mobilis)

DARI

RUMPUT

LAUT

TIME EFFECT AND pH FERMENTATION OF BIOETHANOL PRODUCTION FROM EUCHEUMA COTTONII USING MICROBA ASSOCIATION (Sacchromyces cerevisiae, Aspergilus niger dan Zymomonas mobilis)

Edward J. Dompeipen dan Riardi P. Dewa Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon, Jl. Kebun Cengkeh, Ambon Email : dompeipenedward@yahoo.com

ABSTRACT

This research aims to determine of time effect and fermentation of pH as well as to determine concentrate of ethanol in bioethanol production from Eucheuma cottonii. Hydrolisis process that converts lignocelluloses from seaweed of Eucheuma cottonii into bioethanol by using microba association of aspergillus niger, Zymomonas mobilis, and Scharomyces cereviseae simultaneously. Method of this research using variation of pH 3.5; 4.0; 4.5; 5.0 and fermentation 4,5,6,7,8 days. Bioethanol concentration obtained 5,65% at pH 4,5; 7 days and temperature of 380 C.

Keyword : Fermentation, Saccharomyces cerevisiae, Zymomonas mobilis, Aspergilus Niger, Bioethanol

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu dan pH fermentasi serta menentukan kadar etanol dalam produksi bioetanol dari rumput laut Eucheuma cotonii. Proses hidrolisis yang mengkonversi lignoselulosa dari rumput laut Eucheuma cotonii menjadi bioetanol dilakukan dengan menggunakan asosiasi mikroba Aspergillus niger, Zymomonas mobilis dan Sacchoromyces cerevisiae secara serempak. Metode penelitian dilakukan variasi pH 3,5 ; 4,0 ; 4,5 ; 5,0 dan waktu fermentasi 4,

5, 6, 7, 8 hari. Konsentrasi bioetanol yang diperoleh adalah 5,65% pada kondisi pH 4,5 ; waktu 7 hari dan temperatur 380C.

Kata Kunci : Asosiasi mikroba, Saccharomyces cerevisiae, Zymomonas mobilis, Aspergilus niger, Bioetanol

Pengaruh Waktu... (Edward J. Dompeipen dan Riardi P. Dewa)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan konsumsi energi yang cukup tinggi di dunia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan konsumsi energi Indonesia mencapai 7% per tahun. Angka tersebut berada di atas pertumbuhan konsumsi energi dunia yaitu 2,6% per tahun. Konsumsi energi Indonesia tersebut terbagi untuk sektor industri (50%), transportasi (34%), rumah tangga (12%) dan komersial (4%) (ESDM, 2012). Konsumsi energi Indonesia yang cukup tinggi tersebut hampir 95% dipenuhi dari bahan bakar fosil. Dari total tersebut, hampir 50%-nya merupakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Konsumsi BBM yang cukup tinggi ini menjadi masalah bagi Indonesia. Sebagai sumber energi tak terbarukan, cadangan BBM Indonesia sangat terbatas. Saat ini, Indonesia hanya memiliki cadangan terbukti minyak 3,7 miliar barel atau 0,3% dari cadangan terbukti dunia (ESDM, 2012). Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mendorong pengembangan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Pada tahun 2025 pemenuhan kebutuhan energi Indonesia diharapkan 17 % nya berasal dari energi baru terbarukan. Salah satunya dengan memanfaatkan etanol sebagai alternatif, khususnya bioetanol berbasis lignoselulosa.

Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keunggulan yaitu kandungan oksigen etanol tinggi (35%) sehingga menghasilkan bahan bakar yang bersih; kedua, hasil bersih ini ramah bagi lingkungankarenaemisigaskarbonmonoksida lebih rendah 19-25 persen dibanding BBM. Energi terbarukan ini tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon dioksida di atmosfer; ketiga, daya hasil etanol lebih stabil. Angka oktan etanol tergolong tinggi sekitar 129 sehingga menghasilkan proses

pembakaran yang stabil. Proses pembakaran dengan daya yang lebih baik ini akan mengurangi emisi gas karbon monoksida; keempat, campuran bioetanol 3% saja mampu menurunkan emisi karbonmonoksida menjadi hanya 1,3% (Broto, S,K., 2010).

Krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) dewasa ini menunjukkan cadangan energi fosil yang dimiliki Indonesia terbatas. Fakta menunjukkan konsumsi energi terus meningkat berbanding lurus dengan laju pertumbuhan ekonomi, pertambahan penduduk, peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Sudaryanto, 2008 ;Victor, 2010). Eksplorasi berbagai energi alternatif dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui perlu dikembangkan. Sudah waktunya ketergantungan kebutuhan energi fosil non-renewable digantikan dengan energi renewable. Menurut Rikayana dan Adam (2011) dalam Retmonando (2012), Salah satu energi renewable yang sangat penting adalah bioetanol. Bioetanol menjadi pilihan utama karenamudahteruraidanamanbagilingkungan karena tidak mencemari air dan pembakaran dari bioetanol hanya menghasilkan karbondiokasida dan air (Hambali et al., 2006). Bioetanol memiliki predikat clean energy karena mampu menurunkan emisi karbondioksida hingga18% (Fauzi, 2011).

Indonesia pada tahun 2011-2015 membutuhkan 3,08 juta kL/tahun bioetanol sebagai konsumsi 15% gasoline. Produksi konsumsi etanol pada tahun 2015 diperkirakan sebesar

1.991.293,464 kL/ tahun, sedangkan prediksi impor etanol pada tahun 2014 diperkirakan sebesar 284,788 kL/tahun.Sehingga jumlah etanol yang harus disuplai dari industri adalah sebesar 1.991.088,676 kL/tahun. Berdasarkan kebutuhan konsumsi bioetanol di Indonesia maka masih terbuka peluang untuk membuka peluang untuk produksi bioetanol untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dalam jangka pendek dan ekspor jangka panjang. Setiap tahun hanya terpenuhi 3,08 % dari total kebutuhan (Yuniarti, et al.,2012). Dalam kaitan konversi biomassa

MAJALAH BIAM Vol.11 No.2, Desember 2015, Hal 63-75

seperti rumput laut menjadi etanol, bagian yang terpenting adalah polisakarida. Karena polisakarida tersebut yang akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa, xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum dikonversi menjadi etanol (Arif Jumari, 2009). Secara umum sintesis bioetanol yang berasal dari biomassa terdiri dari dua tahap utama, yaitu hidrolisis dan fermentasi. Hidrolisis bertujuan untuk memecah polisakarida menjadi monosakarida. Polisakarida dapat diubah menjadi alkohol melalui proses biologi dan kimia (Broto.S.K, 2010).

Proses hidrolisis umumnya digunakan pada industri etanol adalah menggunakan hidrolisis dengan asam (acid hydrolysis) dengan menggunakan asam sulfat (H 2 SO 4 ) atau dengan

menggunakan asam klorida (HCl). Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering disebut dengan enzymatic hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau jenis yang lain. Keuntungan dari hidrolisis dengan enzim dapat mengurangi penggunaan asam sehingga dapat mengurangi efek negatif terhadap lingkungan. Proses selanjutnya adalah fermentasi menggunakan jamur seperti Sacchromyces cerevisiae untuk dikonversi menjadi etanol (Broto.S.K, 2010).

Penggunaan asam pekat pada proses hidrolisis selulosa dilakukan pada temperaratur yang lebih rendah daripada dalam asam encer. Konsentrasi asam yang digunakan adalah 10 - 30% (Zimbardi.,et. al.,2010). Sumber asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat dengan temperatur reaksi adalah 100°C dan membutuhkan waktu reaksi antara 2 - 6 jam. Temperatur yang lebih rendah akan meminimalisasi degradasi gula. Keuntungan dari penggunaan asam pekat ini adalah konversi gula yang dihasilkan tinggi hingga mencapai konversi 90%. Kekurangan dari reaksi dengan penggunaan asam pekat adalah waktu reaksi yang dibutuhkan lebih lama dan membutuhkan proses pencucian yang baik untuk mencapai pH reaksi sebelum ditambahkan mikroba pada proses fermentasi

pembentukan etanol (Badger,2002).

Metode lain yang digunakan untuk menghidrolisis selulosa adalah secara enzimatis, yaitu dengan menggunakan enzim. Enzim merupakan protein alam yang dapat mengkatalisis reaksi tertentu. Untuk dapat bekerja, enzim harus kontak langsung dengan substrat yang akan dihidrolisa. Karena selulosa secara alami terikat oleh lignin yang bersifat permeable terhadap air sebagai pembawa enzim, maka untuk proses hidrolisis secara enzimatik membutuhkan pretreatmen sehingga enzim dapat berkontak langsung dengan selulosa. Pretreatmen dilakukan untuk memecah struktur kristalin selulosa dan memisahkan lignin sehingga selulosa dapat terpisah. Pretreatmen dapat dilakukan secara kimia maupun fisika. Metode fisika yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan temperatur dan tekanan tinggi, penggilingan, radiasi atau pendinginan, semuanya membutuhkan energi yang tinggi. Sedangkan metode pretreatmen secara kimia menggunakan solven untuk memecah dan melarutkan lignin (metode delignifikasi) (Badger,2002).

Hidrolisis secara enzimatik memanfaatkan enzim penghidrolisis selulosa, yaitu selulase atau bisa juga langsung menggunakan mikroba penghasil selulase, misalnya Trichoderma reesei. Keuntungan hidrolisis secara enzimatik adalah efisisensi reaksi tinggi karena enzim bersifat selektif sehingga pembentukan produk samping bisa diminimalisasi, kondisi reaksi temperatur dan tekanan tidak tinggi, bahkan biasanya dilakukan pada temperatur ruang dan tekanan atmosfer sehingga tidak membutuhkan peralatan khusus untuk reaksi. Sedangkan kekurangan proses hidrolisis secara enzimatik adalahwaktureaksiyangdibutuhkanlebihlama sampai mencapai 72 jam (Broto, S.K., 2010).

Z.mobilis merupakan jenis bakteri yang mampu menghasilkan selulase yang berguna untuk menghidrolisis dan dapat mengubah glukosa, fruktosa dan sukrosa menjadi etanol, sedangkan A. niger mampu menghasilkan amiloglukosidase yang berfungsi untuk

Pengaruh Waktu... (Edward J. Dompeipen dan Riardi P. Dewa)

menghidrolisis fraksi pati menjadi glukosa. Filtrat enzim selulase, AMG kasar dan kultur campuran dari Z.mobilis dan A. niger pada substrat hidrolisat asam diharapkan dapat meningkatkan hidrolisis fraksi disakarida menjadi glukosa yang selanjutnya dipergunakan sebagai substrat fermentasi oleh S. cerevisiae. Dengan demikian konsentrasi etanol akan meningkat jika dibandingkan dengan substrat yang hanya melalui hidrolisis menggunakan enzim amilolitik dan kultur tunggal S. cerevisiae.

Salah satu sumber daya laut Indonesia yang populer adalah rumput laut, memang pengembangan budidaya rumput laut yang cukup menjanjikan. Sayangnya, hanya 20

2. 23% budidaya rumput laut di Indonesia menghasilkan bahan baku industri dan produk olahan dengan nilai tambah. Sampai saat ini pemanfaatan rumput laut Indonesia adalah sebagai sumber pangan antara lain Euchema cottoni, Eucheuma spinosum dan Gracilaria sp, Selain itu rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan kosmetika, obat obatan, pasta gigi, dll. Rumput laut kemudian mulai dilirik untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Pemanfaatan rumput laut yang mudah dibudidayakan di Indonesia sebagai sumber energi alternatif merupakan hal yang baru dan patut didukung. Menurut data dari Inha Universitas di Republik Korea, satu hektare rumput laut dapat menghasilkan 58700 L biodiesel dengan asumsi kandungan minyak dalam rumput laut berkisar 30%.

Makroalga merupakan salah satu organisme yang dapat dinilai ideal dan potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku produksi biofuel (Li, et al, 2008 ; Raja, et al., 2008 ; Gouveia and Oliveira, 2009). Secara kimia, rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%), serat kasar (3%) dan abu (22,25%) (Harvey, 2009). Kadar karbohidrat makroalga tergolong tinggi (29-31% berat kering) lebih tinggi dari pada ubi singkong (23% berat kering) dan dengan memperhitungkan masa panen, secara matematis produktivitas bioetanolnya

mencapai lebih dari 100 kali lipat ubi singkong (Ansyori, 2008). Rumput laut jenis Eucheuma cottonii merupakan salah satu rumput laut dari jenis alga merah (Rhodophyta). Rumput laut dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku utama dalam pembuatan bioetanol (biofuel). Rumput laut Eucheuma cottonii memiliki komposisi penyusun seperti polisakarida yaitu selulosa, karaginan, agar, lignin dan monosakarida yaitu glukosa, galaktosa.(Sinuraya, E.A, 2014).

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pH dan waktu selama fermentasi dalam produksi bioetanol dari rumput laut E. Cottonii. Sebagian besar karbohidrat pada rumput laut E. cottonii berupa senyawa polisakarida sehingga diperlukan adanya proses hidrolisis untuk menguraikan senyawa tersebut menjadi gula sederhana agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku bioetanol. Proses hidrolisis dilakukan dengan menggunakan asosiasi mikroba yaitu, A.niger, Z.mobilis dan S.cerevisiae.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Desember 2014 di Laboratorium Kimia, Jurusan Kimia Politeknik Negeri Makassar dan Laboratorium Mikrobiologi, Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon. Pengambilan sampel rumput laut Eucheuma cotonii di Desa Letvuan, Kabupaten Maluku Tenggara.

Persiapan Bahan dan Perlakuan Awal Rumput laut Eucheuma cotonii

sebanyak 10 Kg direndam dengan larutan KOH 2% dalam wadah plastik bertutup sampai terendam, diaduk dan kemudian dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Rumput laut dicuci dengan akuades sampai lignin yang berwarna hitam keluar semua. Proses pencucian dihentikan setelah cairan pencuci sudah jernih atau pH netral. Rumput laut yang telah bersih dipotong-potong sepanjang 1 cm kemudian dijemur hingga

MAJALAH BIAM Vol.11 No.2, Desember 2015, Hal 63-75

kadar air dibawah 10%. Rumput laut dihaluskan dengan crusher dengan kehalusan 100 mesh. Selanjutnya dilakukan analisis selulosa dan lignin dilakukan dengan metode Chesson (Datta, 1981)

Peremajaan mikroba dengan media agar miring

Bahan bahan seperti glukosa 2 g, bakto agar 2 g dan ekstrak toge 20% dicampur kemudian dipanaskan sambil diaduk hingga larut. Beberapa tabung reaksi disiapkan, kemudian dipipet 10 mL larutan ekstrak dimasukkan kedalam tiap tabung reaksi, disumbat dengan kapas dan alumunium foil. Proses selanjutnya sterilisasi pada 121 o

C selama 15 menit lalu didinginkan dalam keadaan miring (media agar miring). Biakan murni mikroba Aspergillus niger dan Sacharomyces cerevisiae digoreskan secara zig-zag pada media agar miring dengan menggunakan jarum ose. Pengerjaan ini dilakukan dalam lemari sterilisasi (ent case) kemudian ditumbuhkan dalam inkubator pada suhu 37 o

C selama 7 hari. Isolat Zymomonas mobilis diremajakan dalam tabung reaksi yang berisi medium NA (Nutrien Agar) miring dan diinkubasi pada suhu 30 o

C selama 24 jam.

Pembuatan media inokulum (starter)

Pembuatan media inokulum (starter) untuk ketiga mikroba Zymomonas mobilis, AspergillusnigerdanSacharomycescerevisiae dilakukan dalam media yang berbeda. Media starter untuk mikroba Zymomonas mobilis adalah 1,50 g tepung rumput laut; 0,10 g Yeast extract; 0,05 g

MgSO 4 4 .7H2O; 0,01 g(NH ) 2 SO 4 , dan 18,50 gr Glukosa. Media starter untuk mikroba Aspergilus niger adalah 1,50 g tepung rumput laut; 0,30 gKH 2 PO 4 ; 0,35 g (NH 4 ) 2 SO 4 ;dan 18,50 gr Glukosa.

Media starter untuk mikroba Sacharomyces cerevisiae adalah 1,50 g tepung rumput laut; 0,30 g NPK; 0,35 g Urea dan 18,50 gr Glukosa.

Masing-masing campuran bahan diatas dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL tambahkan 150 mL air, diaduk hingga larut.

Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil lalu disterilkan dalam otoklaf pada suhu 12 o

C selama 15 menit. Didinginkan lalu ditambahkan masing-masing kedalam Erlenmeyer stok kultur murni Z.mobilis, A. niger dan S. cereviseae dengan menggunakan ose dalam ruang sterilisasi. Ditutup kembali dengan kapas dan aluminium foil lalu difermentasi pada inkubator shaker selama 3 haripadasuhu37 o Cdengankecepatan150rpm.

Pembuatan media fermentasi

Pembuatan media fermentasi untuk

ketiga mikroba Zymomonas mobilis, Aspergillus niger dan Sacharomyces cerevisiae dilakukan dalam media yang sama. Komposisi bahan untuk media fermentasi adalah 24,0 g tepung rumput

laut; 1,00 g KH 2 PO 4 ; ; 1,25 g (NH 4 ) 2 SO 4 ; 1,00 g MgSO 4 .7H 2 O; 1,00 g CaCl 2 ; 1,00 g NaCl; 2,50 g Ekstrak ragi; dan 62,50 g Glukosa.

Campuran bahan diatas dimasukkan kedalam beker gelas 2000 mL kemudian ditambahkan 400 mL air diaduk hingga larut. Atur pH larutan yaitu 3,5: 4,0: 4,5 dan 5,0 dengan buffer fospat lalu diencerkan hingga 500 mL. Disiapkan 20 buah Erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan 100 mL larutan kedalam tiap Erlenmeyer, disumbat dengan kapas dan aluminium foil dan disterilisasi dalam otoklaf selama 15 menit pada suhu 121 o C.

Erlenmeyer dipindahkan kedalam ruang steril lalu tambahkan masing-masing 10 mL media inokulum A. niger .S. cereviseae dan Z.mobilis kedalam setiap Erlenmeyer dengan menggunkan gelas ukur 25 mL yang steril. Erlenmeyer ditutup kembali dengan kapas lalu difermentasi pada shaker incubator selama, 4, 5, 6, 7 dan 8 hari pada suhu 29 oC dengan kecepatan 150 rpm. Setelah 4 hari salah satu Erlenmeyer pada media fermentasi diambil, disaring lalu didistilasi pada suhu 100 OC hingga diperoleh volume destilat 10 mL. Destilat dianalisis dengan alat refraktometer dan Gas Kromatorafi.

Analisis selulosa dan lignin

Analisis selulosa dan lignin dilakukan

Pengaruh Waktu... (Edward J. Dompeipen dan Riardi P. Dewa)

dengan metode Chesson (Datta, 1981). Sebanyak 1 g sampel kering ditambahkan 150 mL akuades, dipanaskan pada suhu 90

5.100 o

C dengan water bath selama 1 jam. Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas (300 mL). Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai konstan kemudian ditimbang.

Residu ditambahkan 150 mL H 2 SO 4 1N kemudian dipanaskan dengan water bath selama 1 jam pada suhu 90 - 100 o

C. Hasilnya disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral (300 mL) lalu dikeringkan. Residu kering ditambahkan 10 mL H2SO4 72% dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam. Ditambahkan 150 mL

H2SO4 1 N dan direfluks pada water bath selama 1 jam pada pendingin balik. Residu disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral (400 mL) kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C dan hasilnya ditimbang sampai bobot tetap, selanjutnya residu diabukan dan ditimbang. Perhitungan kadar selulosa dan kadar lignin sebagai berikut :

Kadar karagenan = (a - b)/a x 100 Kadar hemiselulosa = (b - c)/a x 100 Kadar selulosa

= (c - d)/a x 100

Kadar lignin

= (d - e)/a x 100

Dimana :

a = berat sampel (gram)

b = berat residu pada penimbangan kedua (gram)

c = berat residu pada penimbangan ketiga (gram)

d = berat residu pada penimbangan keempat (gram)

e = berat abu (gram)

Karakterisasi Senyawa Bioetanol dengan Kromatografi Gas (GC)

Karakterisasi hasil fermentasi bioetanol dari kerja sinergisitas yang dilakukan oleh mikroba A. niger , S. cerevisiae dan Z. mobilis dengan menggunakan kromatografi gas. Kondisi operasi alat Kromatografi Gas untuk analisis sampel bioetanol adalah sebagai berikut: tipe alat Shimadzu GC

2010, dengan gas pembawa ; N 2 ,H 2 , kecepatan alir:30 mL/ menit, laju alir H 2 :40 mL/menit, laju alir

C, tekanan:100 kPa, total aliran: 50 mL/ menit, purge flow: 3 mL/menit; Jenis kolom: RTX-WAX; Temperatur:100 o C; Detektor : FID.

N 2 :400 mL/menit, temperatur injektor: 100 o

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlakuan Awal Sampel Rumput laut Eucheuma cotonii

Proses perlakuan awal disini sangat penting dalam langkah awal memudahkan pemecahan pati dan selulosa menjadi glukosa. Pretreatment biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi di mana sangat penting untuk pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial (Mosier, et al., 2005). Perlakuan awal merupakan tahapan yang banyak memakan biaya dan berpengaruh besar terhadap biaya keseluruhan proses. Perlakuan awal dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa perlakuan awal kurang dari 20%, sedangkan dengan perlakuan awal dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005). Tujuan perlakuan awal adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer polisakarida menjadi monomer gula.

Pencacahan dimaksudkan untuk memperkecil ukuran selulosa sehingga selulosa bisa berkontak secara efektif dengan katalis asam cair. Pencacahan dilakukan dengan menggunakan crusher sampai ukuran selulosa mencapai 60 mesh. Selanjutnya selulosa yang telah mencapai ukuran dikontakan dengan katalis asam dengan menambahkan aquadest sebagai zat cair pembawa untuk memudahkan kedua bahan (selulosa dan katalis) bercampur.

Proses perlakuan awal dengan melakukan perendaman sampel rumput laut Eucheuma cotonii dalam larutan KOH 15% selama 24 jam dengan tujuan untuk melarutkan semua fraksi organik. Sampel kemudian dipotong sampai berukuran 1 cm

MAJALAH BIAM Vol.11 No.2, Desember 2015, Hal 63-75

dan selanjutnya dilakukan proses penepungan, seperti disajikan dalam gambar 1a dan 1b.

a.sebelumpenepunganb.sesudahpenepungan Gambar 1 (a) (b). Sampel Eucheuma cotonii

Setelah pencacahan diperoleh berat residu dan berat sampel sehingga dapat ditentukan kadar air dari tepung Eucheuma cotonii, disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Penentuan kadar air tepung rumput laut Eucheuma cotonii

No B e r a t B e r a t Berat

Kadar

sampel re s i d u A i r

Sebelum delignifikasi

Setelah delignifikasi

Analisis Lignin dan Selulosa Pada Eucheuma cotonii