8 teori utama dan kepemimpinan

Teori-teori kepemimpinan
8 teori utama kepemimpinan:
1. Teori Great Man
Anda mungkin pernah mendengar bahwa ada orang-orang tertentu yang
memang "dilahirkan untuk memimpin". Menurut teori ini, seorang pemimpin
besar dilahirkan dengan karakteristik tertentu seperti karisma, keyakinan,
kecerdasan dan keterampilan sosial yang membuatnya terlahir sebagai
pemimpin alami. Teori great man mengasumsikan bahwa kapasitas untuk
memimpin adalah sesuatu yang melekat, pemimpin besar dilahirkan bukan
dibuat. Teori ini menggambarkan seorang pemimpin yang heroik dan
ditakdirkan untuk menjadi pemimpin karena kondisi sudah membutuhkannya.
2. Teori Sifat
Teori sifat berasumsi bahwa orang mewarisi sifat dan ciri-ciri tertentu yang
membuat mereka lebih cocok untuk menjadi pemimpin. Teori sifat
mengidentifikasi kepribadian tertentu atau karakteristik perilaku yang sama
pada umumnya pemimpin. Sebagai contoh, ciri-ciri seperti ekstraversi,
kepercayaan diri dan keberanian, semuanya adalah sifat potensial yang bisa
dikaitkan dengan pemimpin besar. Jika ciri-ciri khusus adalah fitur kunci dari
kepemimpinan, maka bagaimana menjelaskan orang-orang yang memiliki
kualitas-kualitas tetapi bukan pemimpin? Pertanyaan ini adalah salah satu
kesulitan dalam menggunakan teori sifat untuk menjelaskan kepemimpinan.

Ada banyak orang yang memiliki ciri-ciri kepribadian yang terkait dengan
kepemimpinan namun tidak pernah mencari posisi kepemimpinan.
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin
ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu.

Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang
pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin.
Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan
berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu
dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:
- pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas,
pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan;
- sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi,
keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi
pendengar yang baik, kapasitas integratif;
- kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala
prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik,
dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat
deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan

efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun
apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung
didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin;
justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip
keteladanan.

3. Teori kontingensi
Teori kontingensi fokus pada variabel yang berkaitan dengan lingkungan yang
mungkin menentukan gaya kepemimpinan tertentu yang paling cocok. Menurut
teori ini, tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi.

Kesuksesan tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan,
kualitas para pengikut dan aspek situasi.
4. Teori Situasional
Teori Situasional mengusulkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik
berdasarkan variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang berbeda mungkin
lebih tepat untuk jenis tertentu dalam pengambilan keputusan tertentu.
Misalnya, seorang pemimpin berada dalam kelompok yang anggotanya
berpengetahuan dan berpengalaman, gaya otoriter mungkin paling tepat. Dalam
kasus lain di mana anggota kelompok adalah ahli yang terampil, gaya

demokratis akan lebih efektif.
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri
kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan
situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan
memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh
terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129)
adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan "membaca"
situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok

dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya
kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan

dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal
tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:
a.

Model kontinuum Otokratik-Demokratik

Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu
yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan,
pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri
kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi
pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan
mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol
di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan
perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.
b. Model "Interaksi Atasan-Bawahan":
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana
interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila:

* Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;
* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang
tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model Situasional

Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung
pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi
tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang
digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan
tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi
tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah
* Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
d. Model "Jalan- Tujuan "
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang
mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu
mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus

dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan
bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus
merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
e. Model "
Pimpinan-Peran serta Bawahan":
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses
pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur
tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya.
Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian
ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan
tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat
peran serta bawahan tersebut "didiktekan" oleh situasi yang dihadapi dan

masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
5. Teori Perilaku
Teori perilaku kepemimpinan didasarkan pada keyakinan bahwa pemimpin
besar dibuat bukan dilahirkan. Teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan
para pemimpin bukan pada kualitas mental. Menurut teori ini, orang dapat
belajar untuk menjadi pemimpin melalui pengajaran dan observasi.
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang

individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah
pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a. konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki
ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan,
menerima

usul

memperlakukannya

dan

memikirkan

setingkat

dirinya.

kesejahteraan

Di

samping

bawahan
itu

terdapat

serta
pula

kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
b. berorientasi kepada bawahan dan produksi
perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan
pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan
kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan
perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada
produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan,
pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.

Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada
dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat

diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan
terhadap bawahan/hubungan kerja.
Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari
masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)
6. Teori Partisipatif
Teori kepemimpinan partisipatif menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang
ideal adalah mengambil masukan dari orang lain. Para pemimpin mendorong
partisipasi dan kontribusi dari anggota kelompok dan membantu anggota
kelompok merasa lebih berkomitmen terhadap proses pengambilan keputusan.
Dalam teori partisipatif, bagaimanapun, pemimpin berhak untuk memungkinkan
masukan pendapat dari orang lain.
7. Teori Manajemen
Teori manajemen juga dikenal sebagai teori transaksional, fokus pada peran
pengawasan kinerja, organisasi dan kelompok. Teori ini berdasarkan pada
sistem imbalan dan hukuman. Teori manajemen sering digunakan dalam bisnis,
ketika karyawan berhasil mereka dihargai, ketika mereka gagal mereka ditegur

atau dihukum.
8. Teori Hubungan
Teori hubungan juga dikenal sebagai teori transformasi, fokus pada hubungan
yang terbentuk antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin transformasional
memotivasi dan menginspirasi dengan membantu anggota kelompok melihat
penting dan baiknya suatu tugas. Pemimpin fokus pada kinerja anggota
kelompok dan juga ingin setiap orang untuk memaksimalkan potensinya.
Pemimpin dengan gaya ini sering memiliki standar etika dan moral yang tinggi.
Gaya-Gaya Kepemimpinan

Terdapat berbagai teori tentang gaya kepemimpinan. Namun secara umum
teori-teori tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar,
yaitu:

a. Gaya kepemimpinan yang berkesan administrator. Gaya kepemimpinan
tipe ini terkesan kurang inovatif dan telalu kaku pada aturan. Sikapnya
konservatif serta kelihatan sekali takut dalam mengambil resiko dan
mereka cenderung mencari aman. Model kepemimpinan seperti ini jika
mengacu kepada analisis perubahan yang telah kita bahas sebelumnya,
hanya cocok pada situasi Continuation, Routine change, serta Limited

change.
b. Gaya kepemimpinan analitis (Analytical). Dalam gaya kepemimpinan
tipe ini, biasanya pembuatan keputusan didasarkan pada proses analisis,
terutama analisis logika pada setiap informasi yang diperolehnya. Gaya
ini berorientasi pada hasil dan menekankan pada rencana-rencana rinci
serta berdimensi jangka panjang. Kepemimpinan model ini sangat
mengutamakan logika dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
yang masuk akal serta kuantitatif.
c. Gaya kemimpinan asertif (Assertive). Gaya kepemimpinan ini sifatnya
lebih agresif dan mempunyai perhatian yang sangat besar pada
pengendalian personal dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya.
Pemimpin tipe asertif lebih terbuka dalam konflik dan kritik.
Pengambilan keputusan muncul dari proses argumentasi dengan beberapa
sudut pandang sehingga muncul kesimpulan yang memuaskan.
d. Gaya kepemimpinan entepreneur. Gaya kepemimpinan ini sangat
menaruh perhatian kepada kekuasaan dan hasil akhir serta kurang

mengutamakan pada kebutuhan akan kerjasama. Gaya kepemimpinan
model ini biasannya selalu mencari pesaing dan menargetkan standar
yang tinggi.
Tiga gaya kepemimpinan yang pokok yaitu gaya kepemimpinan Otokratis,
Demokratis, Laissez faire.
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan Otokratis ini meletakkan seorang pemimpin sebagai
sumber

kebijakan.

Pemimpin

merupakan

segala-galanya.

Bawahan

dipandang sebagai orang yang melaksanakan perintah. Oleh karena itu
bawahan hanya menerima instruksi saja dan tidak diperkenankan membantah
maupun mengeluarkan ide atau pendapat. Dalam posisi demikian anggota
atau bawahan tidak terlibat dalam soal keorganisasian. Pada tipe
kepemimpinan ini segala sesuatunya ditentukan oleh pemimpin sehingga
keberhasilan organisasi terletak pada pemimpin.
Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung
jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para
bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan ini memberikan tanggungjawab dan wewenang kepada
semua pihak, sehingga ikut terlibat aktif dalam organisasi, anggota diberi
kesempatan untuk memberikan usul serta saran dan kritik demi kemajuan
organisasi. Gaya kepemimpinan ini memandang bawahan sebagai bagian
dari keseluruhan organisasinya, sehingga mendapat tempat sesuai dengan
harkat

dan

martabatnya

sebagai

manusia.

Pemimpin

mempunyai

tanggungjawab dan tugas untuk mengarahkan, mengontrol dan mengevaluasi
serta mengkoordinasi.
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan
wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu
mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya
kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang
tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez faire
Pada prinsipnya gaya kepemimpinan ini memberikan kebebasan mutlak
kepada para bawahan. Semua keputusan dalam pelaksanaan tugas dan
pekerjaan diserahkan sepenuhnya kepada bawahan. Dalam hal ini pemimpin
bersifat pasif dan tidak memberikan contoh-contoh kepemimpinan. (Ngalim
Purwanto, 1992:48-50)
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para
bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah
yang dihadapi.
EMPAT GAYA KEPEMIMPINAN DARI EMPAT MACAM KEPRIBADIAN
Keempat gaya kepemimpinan berdasarkan kepribadian adalah :
1. GAYA KEPEMIMPINAN KARISMATIS
Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang.
Mereka terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat.
Biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris. Mereka sangat
menyenangi perubahan dan tantangan.
Mungkin, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa di analogikan
dengan peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya. Mereka mampu menarik
orang untuk datang kepada mereka. Setelah beberapa lama, orang – orang yang
datang ini akan kecewa karena ketidak-konsisten-an. Apa yang diucapkan

ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin
akan memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji.
2. GAYA KEPEMIPINAN DIPLOMATIS
Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan perspektifnya.
Banyak orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya.
Sisanya, melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan
kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan jelas! Apa yang
menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya.
Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya diplomatis
ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan. Namun
kesabarannya ini bisa sangat keterlaluan. Mereka bisa menerima perlakuan yang
tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak. Dan
seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya meninggalkan si
pemimpin.
3. GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER
Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya.
Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini.
Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan,
yang ada adalah hasil. Langkah – langkahnya penuh perhitungan dan sistematis.
Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian
merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah peduli
dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.
4. GAYA KEPEMIMPINAN MORALIS
Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah umumnya Mereka hangat
dan sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati yang tinggi terhadap
permasalahan para bawahannya, juga sabar, murah hati Segala bentuk kebajikan
ada dalam diri pemimpin ini. Orang – orang yang datang karena kehangatannya
terlepas dari segala kekurangannya.

Kelemahan dari pemimpinan seperti ini adalah emosinya. Rata orang seperti ini
sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa
sangat menyenangkan dan bersahabat.
Jika saya menjadi pemimpin, Saya akan lebih memilih gaya kepemimpinan
demokratis.
Karena melalui gaya kepemimpinan seperti ini semua permasalahan dapat di
selesaikan dengan kerjasama antara atasan dan bawahan. Sehingga hubungan
atasan dan bawahan bisa terjalin dengan baik.

Adapun 4 gaya kepemimpinan dasar, yaitu:
1. Kekompakan tinggi dan kerja rendah gaya kepemimpinan ini berusaha
menjaga hubungan baik,keakraban dan kekompakan kelompok,tetapi kurang
memperhatikan unsur tercapainya unsure tujuan kelompok atau penyelesaian
tugas bersama. Inilah gaya kepemimpinan dalam perkumpulan social.
Rekreatif,yang sebagian besar ditujukan untuk hubungan antar anggota.
Namun gaya ini dapat cocok dan tepat untuk kelompok yang diwaktu
lampau pernah berkembang baik dan efektih, tetapi menghadapi masalah
atau situasi yang memacetkan atau melenyapkan semangat anggota. Gaya
kepemimpinan ini baik untuk mempengaruhi semangat kelompok dan
memotivasi mereka. Gaya kepemimpinan baik juga buat kelompok yang di
waktu lampau kurang mempengaruhi pribadi para anggotanya dan terlalu
sibuk dengan urusan menyelesaikan masalah atau situasi yang menekan,
demi tercapainya tujuan bersama.
2. Kerja tinggi dan kekompakan rendah. Gaya kepemimpinan yang menekankan
penyelesaian tugas dan pencapaian tujuan kelompok. Gaya kepemimpinan
ini menampilkan gaya kepemimpinan yang directif. Gaya kepemimpin ini
tepat digunakan dalam persaingan dagang yang ketat serta dalam militer.

3. Kerja tinggi dan kekompakan tinggi. Gaya kepemimpin yang mengutamakan
kerja dan kekompakan tinggi baik digunakan dalam pembentukan kelompok.
Pemimpin perlu menjadi model untuk kelompok dengan menunjukkan
perilaku yang membuat kelompok efektif dan puas. Tujuan yang sebaiknya
dicapai adalah membantu kelompok menjadi kelompok yang matang, yang
mampu menjalankan kedua tugas kepemimpinan diatas. Gaya kepemimpin
ini menjadi tidak cocok dipakai jika tugas dan kekompakan kelompok telah
diselesaikan anggota kelompok dengan baik.
4. Kerja rendah dan kekompakan rendah. Gaya kepemimpinan yang kurang
menekankan penyelesaian tugas dan kekompakan kelompok cocok buat
kelompok yang telah jelas sasaran dan tujuannya. Gaya kepemimpinan ini
merupakan gaya kepemimpinan yang menggairahkan untuk kelompok yang
sudah jadi. Gaya kepemimpina ini tidak cocok digunakan kelompok ytang
belum jadi. Gaya kepemimpinan ini lemah dan tidak akan menghasilkan
apapun.