Dilematika Implikasi Pemahaman Zionisme docx
Dilematika Implikasi Pemahaman Zionisme dan Yahudi Ortodoks terhadap Relasi
antara Agama dan Negara
Nur Afifah Agustina 071411231002
TUGAS AKHIR TEKNIK PENULISAN ILMIAH
Departemen Hubungan Internasional
FISIP Universitas Airlangga
ABSTRAK
Seiring perkembangan zaman yang membuat masalah dunia semakin kompleks, perkelahian
antara agama dan negara yang belum menemukan titik temu sangat menggangu keamanan
dan perdamaian dunia. Salah satunya adalah zionisme dan Yahudi Ortodoks, Yahudi yang
notabennya merupakan kelompok keagamaan tidak memberi rekomendasi teologis bagi
gerakan zionisme politik, baik berupa titik awal ataupun menjadi penggerak berdirinya
sebuah negara yaitu Israel. Karena pada saat itu bangsa Yahudi membutuhkan cita-cita
politik dari masalah yang dihadapi yaitu nation without land. Awalnya Yahudi melaknat
pembuatan eretz yizrael di Palestina, karena gerakan zionis muncul mengatasnamakan
agama Yahudi. Gerakan politik tersebut merupakan bid’ah berbahaya dan pengingkaran
terhadap agama yahudi, apalagi sampai menyebut bangsa Israel sebagai entitas nasional.
Namun ada juga yang menyatakan bahwa perebutan tanah di wilayah Palestina oleh Israel
ini disebut perjuangan yang sangat Judaic. Apabila pola relasi lama antara zionisme dan
Yahudi Ortodoks berada pada titik yang saling bersebrangan, maka sebagai implikasi dari
pemahaman baru terhadap tema teologis yang aktif dan realistis akan menjadikan hubungan
1
yang jauh semakin dekat hingga memunculkan titik temu konvergensi. Disatu sisi zionisme
teguh menjadi bagian dari sekuler barat dan mengabaikan agama Yahudi, sementara agama
Yahudi yang menjadi resonansi terhadap sikap zionisme menyulutkan api terhadap gerakan
politik yang hendak mendirikan Israel. Namun kemudian setelah Israel berdiri, hubungan
keduanya semakin membaik dan menimbulkan pola relasi baru yang terbentuk karena entitas
agama dan negara yang pada mulanya saling menjauh, tetapi kini bertemu pada satu titik.
Dari zionisme dan Yahudi Ortodoks tersebut dapat diambil hubungan agama dan negara
yang merupakan relasi anatar dua arah. Bahwa sikap positif dari agama telah mendorong
suksesnya gerakan politik zionis mencapai cita-cita mendirikan Israel.
Kata-kata kunci: Zionisme, Yahudi Ortodoks, Israel, Agama dan Negara, Konvergensi
Menurut generasi baru, agama bersifat sangat multitafsir. Pemahaman yang kaku zaman dulu,
menjadi sumber masalah relasi antara agama dan negara. Di era yang moderen saat ini agama
menjadi salah satu cara untuk mengurangi ketegangan yang terjadi di sebuah negara.
Sehingga tidak hanya melalui jalan pragmatis politis yang hanya berorientasi pada pembagian
kekuasaan saja, tetapi yang lebih permanen dan menyentuh substansi nilai yang ada yakni
dengan mereformulasi pemahaman agama tentang negara. Dan problem solving tersebut
dapat dilihat dari kasus pandangan zionisme dan Yahudi Ortodoks terhadap Israel. Masalah
yang terjadi di Israel saat itu adalah terjadinya bias antara daya tawar agama dan
pembentukan sebuah negara. Zionis yang dinilai terlalu radikal dan menyalahi aturan
keagamaan yahudi karena dianggap membentuk Tuhan atau berhala baru jika mendirikan
negara. Dengan sumber-sumber normatif agama Yahudi dan dasar pemikiran positive belief
mereka menolak adanya zionis. Dilematika antara zionisme dan Yahudi Ortodoks terus
bergulir, bagaimana penyatuaan akhir dari keduanya dan implikasi apa yang ada didalam dua
hal yang terlihat sama namun bersinggungan tersebut? Sehingga nantinya agama dan negara
2
tidak lagi bersinggungan dalam mengahdapi tekanan-tekanan dan dapat membuat dunia
menjadi semakin damai kedepannya.
Yahudi Ortodoks adalah kelompok keagamaan dalam agama Yahudi yang memiliki
pemahaman baru guna merespon moderenitas atau emansipasi yang dialami oleh Yahudi.
Warna dasar dari kelompok ini adalah pelestarian tradisi. Kelompok ini memandang bahwa
tradisi Yahudi tidak bersebrangan dengan moderenitas (Burdah, 2015:16). Umat Yahudi
Ortodoks adalah pengikut tradisional dari Yudaism rabinik yang menganggap diri mereka
satu-satunya pemegang teguh iman Israel. Menekankan pada keaslian wahyu dalam Kitab
Taurat serta dipadu-padankan dengan ajaran Barat (Keene, 2006:62). Respon pertama bangsa
Yahudi terhadap moderenitas adalah dengan pendirian kelompok Haskala atau kelompok
pemuda Yahudi berbasis intelektual yang kuat. Aliran lain yang juga dikenal oleh masyarakat
Yahudi, misalnya aliran reformasi, konservatif, dan rekonstruksi (Basyir, 2005:28). Tiga
permbedaannya yaitu pada keyakinan dasar dan pemahaman keagamaan, ritual, serta
hubungan sosial (Wylen, 2000:356). Aliran Ortodoks berkeyakinan bahwa Yahudi merupkan
seperangkat aturan hukum dari Tuhan yang sudah final tidak dapat diubah. Sebagai akibat
perjuangan kelompok baru tersebut, kelompok tradisionalis semakin terancam dan melakukan
autokritik sekaligus menyelamatkan tradisi mereka dari bahaya kehancuran akibat seranganserangan yang dilontarkan oleh kelompok reformasi. Konsolidasi internal tradisionalis pun
dilakukan guna merespons Reformasi Yahudi sekaligus moderenitas dengan semangat pokok
menyelamatkan tradisi di tengah arus tuntutan perubahan. Kelompok itulah yang dikatakan
sebagai neo-ortodoks atau selanjutnya disebut sebagai agama Yahudi ortodoks (Burdah,
2015:17).
3
Penganiayaan periodik atas umat yahudi, membuat kerinduan yang mendalam akan tanah air
yang sudah lama mereka tunggu. People without land merupakan pukulan keras bagi orangorang yahudi, karena itulah muncul Zionisme sebagai ajakan untuk mempersiapkan dunia
bagi kedatangan mesias dengan mengambil tindakan sebuah konsep teologi aksi
(Shenk,2006:274). Konsep yang senada dengan hal tersebut adalah partial realization of
messianic era. Pendirian Israel ini diibaratkan sebagai midst of redemption yang berarti
mengandaikan kedatangan masa kejayaan Israel lebih cepat. Keberagaman konsepsi tentang
pandangan Yahudi Ortodoks terhadap Israel mengandung inti yang sama, yakni menerima
dan rekomendasi teologis. Karenanya Israel memperoleh status agama yang tinggi yaitu
sebagai negara messianic (Burdah, 2015:21). Yahudi Ortodoks melihat Israel dengan
kerangka aktif –realistis untuk menjadikannya dasar. Zionis sendiri digunakan untuk
menyebut pengikut gerakan politik Zionisme. Tidak semua orang Yahudi adalah Zionis,
istilah Zionis dapat merujuk pula kepada pendukung non-Yahudi atas negara Israel. Zionisme
merupakan gerakan politik yang bertujuan mendukung keberadaan negara Israel. Zionisme
atau gagasan yang berupaya membentuk sebuah negara Yahudi merdeka, dimulai pada abad
ke-19 dengan berbagai tulisan seperti yang ditulis oleh Theodor Herzl. Meskipun memiliki
dukungan teks agama terutama dari Taurat, gerakan Zionis lebih bersifat politis daripada
religius. Tujuan utama Zionisme adalah untuk mengakhiri pengasingan Yahudi dari tanah
leluhur mereka, sehingga negara Israel lebih mewakili entitas negara politik dibandingkan
entitas agama (ONLINE POPULAR KNOWLEDGE, 2015).
Pada awalnya zionis dan yahudi Ortodoks ini begitu bersinggungan. Konfliktif yang hadir
pada saat itu, zionis meneguhkan diri sebagai sekuler-Barat yang begitu radikal dan
mengabaikan agama Yahudi. Semetara disisi lain agaman Yahudi menjadi resonansi terhadap
sikap zionisme. Keduanya tidak saling apresiatif. Implikasi dari pandangan masing-masing
4
telah menempatkan relasi antara keduanya pada ketegangan yang serius. Menurut Theodor
Herzl (1970) gerakan politik zionis yang memiliki orientasi barat itu telah melenyapkan
identitas agama bagi bangsa Israel karena reformasi pada abad 19. Baginya saat itu Israel
merupakan komunitas yang hanya dapat disatukan dengan konsep nation bukan kelompok
keagamaan atau umat, dan gerakan pendirian sebuah kedaulatan politik bagi bangsa Yahudi
merupakan satu-satunya solusi. Namun lambat laun sebagai implikasi dari pemahaman baru
terhadap tema teologis messiah yang aktif-realistis hubungan yang jauh tersebut semakin
dekat hingga bertemu pada satu titik konvergensi (Burdah, 2015:24). Dan menjadikan
landasan relasi antara agama dan negara, turning point dari mencairnya sikap oposisi ini yaitu
saat pengesahan Israel sebagai sebuah negara sehingga menimbulkan adanya perubahan
paham gerakan politik zionisme menjadi lebih akomodatif dan apresiatif terahadap agama
Yahudi. Menyatakan diri berpaham sekuler menuju Israel yang tampak lebih religius atau
disebut state and Judaism embodiment. Pendirian negara ditujukan sebagai rumah nasional
bagi bangsa Israel tersebut merupakan keajaiban abad ke 20 yang akan menandai gold era
(Burdah, 2015: 148-9).
Relasi antara agama dan negara yang diangkat dari kasus zionisme dan Yahudi Ortodoks ini
memposisikan hubungan dua arah dalam mengahdapi kasus Israel. Keduanya merupakan
subjek sekaligus objek yang memiliki pandangan dasar dan kepentingan tertentu. Negara
sebagai subjek akan memandang agama sebagai potensi atau cultural power. Negara memiliki
kecenderungan kuat untuk mengeksploitasi daya emosional yang terpendam dalam kesadaran
pengikut agama guna mengoptimalkan tujuan politik. Bahkan agama sering dipandang
memiliki legitimasi yangsangat diperlukan oleh negara. Demikian pula agama cenderung
melihat negara sebagai alat untuk mengoptimalkan realisasitu juannya, baik sebagai resonansi
dari pandangan negara terhadap dirinya ataupun secara natural (Burdah, 2015:151-2). Dapat
5
dilihat dari kasus Israel yang digambarkan melalui konsep negara digariskan sekuler oleh
zionisme dan pandangannya yang kurang apresiatif terhadap agama mendorong counter balik
dari agama tidak kalah tegas. Zionisme tidak hanya berhenti pada hal yang pragmatis yaitu
kekuasaan sehingga nilai agama terdegradasi. Atau sebetulnya zionisme menjadikan negara
sebagai alat yang diperlukan untuk mencapai idealisme yang lebih agung. Saat kekuatan
agama menjadi komando kultural yang dominan dan politik zionisme masih sangat lemah,
agama cenderung menjual mahal harga legitimasi. Itu tadi merupakan pergulatan antara
agama dan negara dengan relasi kooptasi dan eksploitasi karenahanya melalui satu arah saja
(Jurgensmeyer, 1994:78). Setelah negara mengubah pandangannya tentang zionisme bahkan
member
gelar
Messiah,
kebutuhan
rill
menjadi
pertimbangan
negara
daripada
mempertahankan pandangan zionisme. Sebab pergeseran pemahaman tentang tema messiah
dari hal yang pasif menuju aktif telah memengaruhi realitas.
Dapat disimpulkan bahwa, dilematika implikasi pemahaman zionisme dan Yahudi Ortodoks
terhadap relasi antara agama dan negara negitu kompleks. Konflik yang terjadi antara
zionisme dan Yahudi Ortodoks menghasilkan hubungan dua arah antara agama dan negara
untuk menghadirkan suatu kemaslahatan rakyat. Zionisme yang mengarah kepada sekuler
Barat dan Yahudi yang sangat fanatik dengan agama menjadi luluh setelah adanya sesuatu
kebutuhan yang rill dengan seiring terbukanya jalan pikiran yang semakin moderen. Zionis
adalah peristiwa yang mentransformasi sejarah Yahudi. Tantangan moderenitas disambut
dengan reformasi tradisi yang dikreasikan dengan cara teologi baru. Teologis dan ideologis
merupakan sarana pencapaian cita-cita bangsa dan negara disamping persoalan pragmatis.
Serta cara pandang negara terhadap identitas diri dan agama serta pandangan agama terhadap
diri dan negara sangat menetukan relasi keduanya. Dengan demikian, pemecahan ketegangan
relasi agama dan negara dalam kasus tersebut merupakan gerak bersama dari kedua entitas,
6
yakni agama menginterpretasikan ulang pemahamannya terhadap negara dan negara
menformulasikan ulang pandangan-pandangan ideologisnya terhadap agama.
Referensi
Basyir, Nabih. 2005. Audah ila al-Tarikh al-Muqaddas: al-Haridiyah wa al-Shayuniyah.
Syiria: Qadmus.
Burdah, Ibnu MA. 2015. Wajah Baru Zionisme Vs Yahudi Ortodoks. Yogyakarta:IRCiSoD.
176 hlmn.
Herzl, Theodor. 1970. “De Judenstaat” dalam The Jewish State. New York: The Herzl Press.
Jurgensmeyer, Mark. 1994. The New Cold War? Religious Nationalism Confronts the Secular
State. Los Angeles dan London: University of California Press.
Keene, Michael .2006. Agama-Agama Dunia.Yogyakarta: Penertbit Kanisius. 180 hlmn.
ONLINE POPULAR KNOWLEDGE. 2015. Apa itu Zionisme? Fakta, Sejarah & Informasi
Lainnya [Online]. Tersedia di http://www.amazine.co/24891/apa-itu-zionisme-faktasejarah-informasi-lainnya/. [Diakses pada 26 Desember 2015].
Shenk, David W. 2006. Global Gods: Exploring the Role of Religion in Modern Societies.
Jakarta: Gunung Mulia. Xxxiii, 476hlmn.
Wylen, Stephen. 2000. Setting of Silver: An Introduction of Judaism. New York: Paulist
Press.
Jumlah Kata: 1628
7
antara Agama dan Negara
Nur Afifah Agustina 071411231002
TUGAS AKHIR TEKNIK PENULISAN ILMIAH
Departemen Hubungan Internasional
FISIP Universitas Airlangga
ABSTRAK
Seiring perkembangan zaman yang membuat masalah dunia semakin kompleks, perkelahian
antara agama dan negara yang belum menemukan titik temu sangat menggangu keamanan
dan perdamaian dunia. Salah satunya adalah zionisme dan Yahudi Ortodoks, Yahudi yang
notabennya merupakan kelompok keagamaan tidak memberi rekomendasi teologis bagi
gerakan zionisme politik, baik berupa titik awal ataupun menjadi penggerak berdirinya
sebuah negara yaitu Israel. Karena pada saat itu bangsa Yahudi membutuhkan cita-cita
politik dari masalah yang dihadapi yaitu nation without land. Awalnya Yahudi melaknat
pembuatan eretz yizrael di Palestina, karena gerakan zionis muncul mengatasnamakan
agama Yahudi. Gerakan politik tersebut merupakan bid’ah berbahaya dan pengingkaran
terhadap agama yahudi, apalagi sampai menyebut bangsa Israel sebagai entitas nasional.
Namun ada juga yang menyatakan bahwa perebutan tanah di wilayah Palestina oleh Israel
ini disebut perjuangan yang sangat Judaic. Apabila pola relasi lama antara zionisme dan
Yahudi Ortodoks berada pada titik yang saling bersebrangan, maka sebagai implikasi dari
pemahaman baru terhadap tema teologis yang aktif dan realistis akan menjadikan hubungan
1
yang jauh semakin dekat hingga memunculkan titik temu konvergensi. Disatu sisi zionisme
teguh menjadi bagian dari sekuler barat dan mengabaikan agama Yahudi, sementara agama
Yahudi yang menjadi resonansi terhadap sikap zionisme menyulutkan api terhadap gerakan
politik yang hendak mendirikan Israel. Namun kemudian setelah Israel berdiri, hubungan
keduanya semakin membaik dan menimbulkan pola relasi baru yang terbentuk karena entitas
agama dan negara yang pada mulanya saling menjauh, tetapi kini bertemu pada satu titik.
Dari zionisme dan Yahudi Ortodoks tersebut dapat diambil hubungan agama dan negara
yang merupakan relasi anatar dua arah. Bahwa sikap positif dari agama telah mendorong
suksesnya gerakan politik zionis mencapai cita-cita mendirikan Israel.
Kata-kata kunci: Zionisme, Yahudi Ortodoks, Israel, Agama dan Negara, Konvergensi
Menurut generasi baru, agama bersifat sangat multitafsir. Pemahaman yang kaku zaman dulu,
menjadi sumber masalah relasi antara agama dan negara. Di era yang moderen saat ini agama
menjadi salah satu cara untuk mengurangi ketegangan yang terjadi di sebuah negara.
Sehingga tidak hanya melalui jalan pragmatis politis yang hanya berorientasi pada pembagian
kekuasaan saja, tetapi yang lebih permanen dan menyentuh substansi nilai yang ada yakni
dengan mereformulasi pemahaman agama tentang negara. Dan problem solving tersebut
dapat dilihat dari kasus pandangan zionisme dan Yahudi Ortodoks terhadap Israel. Masalah
yang terjadi di Israel saat itu adalah terjadinya bias antara daya tawar agama dan
pembentukan sebuah negara. Zionis yang dinilai terlalu radikal dan menyalahi aturan
keagamaan yahudi karena dianggap membentuk Tuhan atau berhala baru jika mendirikan
negara. Dengan sumber-sumber normatif agama Yahudi dan dasar pemikiran positive belief
mereka menolak adanya zionis. Dilematika antara zionisme dan Yahudi Ortodoks terus
bergulir, bagaimana penyatuaan akhir dari keduanya dan implikasi apa yang ada didalam dua
hal yang terlihat sama namun bersinggungan tersebut? Sehingga nantinya agama dan negara
2
tidak lagi bersinggungan dalam mengahdapi tekanan-tekanan dan dapat membuat dunia
menjadi semakin damai kedepannya.
Yahudi Ortodoks adalah kelompok keagamaan dalam agama Yahudi yang memiliki
pemahaman baru guna merespon moderenitas atau emansipasi yang dialami oleh Yahudi.
Warna dasar dari kelompok ini adalah pelestarian tradisi. Kelompok ini memandang bahwa
tradisi Yahudi tidak bersebrangan dengan moderenitas (Burdah, 2015:16). Umat Yahudi
Ortodoks adalah pengikut tradisional dari Yudaism rabinik yang menganggap diri mereka
satu-satunya pemegang teguh iman Israel. Menekankan pada keaslian wahyu dalam Kitab
Taurat serta dipadu-padankan dengan ajaran Barat (Keene, 2006:62). Respon pertama bangsa
Yahudi terhadap moderenitas adalah dengan pendirian kelompok Haskala atau kelompok
pemuda Yahudi berbasis intelektual yang kuat. Aliran lain yang juga dikenal oleh masyarakat
Yahudi, misalnya aliran reformasi, konservatif, dan rekonstruksi (Basyir, 2005:28). Tiga
permbedaannya yaitu pada keyakinan dasar dan pemahaman keagamaan, ritual, serta
hubungan sosial (Wylen, 2000:356). Aliran Ortodoks berkeyakinan bahwa Yahudi merupkan
seperangkat aturan hukum dari Tuhan yang sudah final tidak dapat diubah. Sebagai akibat
perjuangan kelompok baru tersebut, kelompok tradisionalis semakin terancam dan melakukan
autokritik sekaligus menyelamatkan tradisi mereka dari bahaya kehancuran akibat seranganserangan yang dilontarkan oleh kelompok reformasi. Konsolidasi internal tradisionalis pun
dilakukan guna merespons Reformasi Yahudi sekaligus moderenitas dengan semangat pokok
menyelamatkan tradisi di tengah arus tuntutan perubahan. Kelompok itulah yang dikatakan
sebagai neo-ortodoks atau selanjutnya disebut sebagai agama Yahudi ortodoks (Burdah,
2015:17).
3
Penganiayaan periodik atas umat yahudi, membuat kerinduan yang mendalam akan tanah air
yang sudah lama mereka tunggu. People without land merupakan pukulan keras bagi orangorang yahudi, karena itulah muncul Zionisme sebagai ajakan untuk mempersiapkan dunia
bagi kedatangan mesias dengan mengambil tindakan sebuah konsep teologi aksi
(Shenk,2006:274). Konsep yang senada dengan hal tersebut adalah partial realization of
messianic era. Pendirian Israel ini diibaratkan sebagai midst of redemption yang berarti
mengandaikan kedatangan masa kejayaan Israel lebih cepat. Keberagaman konsepsi tentang
pandangan Yahudi Ortodoks terhadap Israel mengandung inti yang sama, yakni menerima
dan rekomendasi teologis. Karenanya Israel memperoleh status agama yang tinggi yaitu
sebagai negara messianic (Burdah, 2015:21). Yahudi Ortodoks melihat Israel dengan
kerangka aktif –realistis untuk menjadikannya dasar. Zionis sendiri digunakan untuk
menyebut pengikut gerakan politik Zionisme. Tidak semua orang Yahudi adalah Zionis,
istilah Zionis dapat merujuk pula kepada pendukung non-Yahudi atas negara Israel. Zionisme
merupakan gerakan politik yang bertujuan mendukung keberadaan negara Israel. Zionisme
atau gagasan yang berupaya membentuk sebuah negara Yahudi merdeka, dimulai pada abad
ke-19 dengan berbagai tulisan seperti yang ditulis oleh Theodor Herzl. Meskipun memiliki
dukungan teks agama terutama dari Taurat, gerakan Zionis lebih bersifat politis daripada
religius. Tujuan utama Zionisme adalah untuk mengakhiri pengasingan Yahudi dari tanah
leluhur mereka, sehingga negara Israel lebih mewakili entitas negara politik dibandingkan
entitas agama (ONLINE POPULAR KNOWLEDGE, 2015).
Pada awalnya zionis dan yahudi Ortodoks ini begitu bersinggungan. Konfliktif yang hadir
pada saat itu, zionis meneguhkan diri sebagai sekuler-Barat yang begitu radikal dan
mengabaikan agama Yahudi. Semetara disisi lain agaman Yahudi menjadi resonansi terhadap
sikap zionisme. Keduanya tidak saling apresiatif. Implikasi dari pandangan masing-masing
4
telah menempatkan relasi antara keduanya pada ketegangan yang serius. Menurut Theodor
Herzl (1970) gerakan politik zionis yang memiliki orientasi barat itu telah melenyapkan
identitas agama bagi bangsa Israel karena reformasi pada abad 19. Baginya saat itu Israel
merupakan komunitas yang hanya dapat disatukan dengan konsep nation bukan kelompok
keagamaan atau umat, dan gerakan pendirian sebuah kedaulatan politik bagi bangsa Yahudi
merupakan satu-satunya solusi. Namun lambat laun sebagai implikasi dari pemahaman baru
terhadap tema teologis messiah yang aktif-realistis hubungan yang jauh tersebut semakin
dekat hingga bertemu pada satu titik konvergensi (Burdah, 2015:24). Dan menjadikan
landasan relasi antara agama dan negara, turning point dari mencairnya sikap oposisi ini yaitu
saat pengesahan Israel sebagai sebuah negara sehingga menimbulkan adanya perubahan
paham gerakan politik zionisme menjadi lebih akomodatif dan apresiatif terahadap agama
Yahudi. Menyatakan diri berpaham sekuler menuju Israel yang tampak lebih religius atau
disebut state and Judaism embodiment. Pendirian negara ditujukan sebagai rumah nasional
bagi bangsa Israel tersebut merupakan keajaiban abad ke 20 yang akan menandai gold era
(Burdah, 2015: 148-9).
Relasi antara agama dan negara yang diangkat dari kasus zionisme dan Yahudi Ortodoks ini
memposisikan hubungan dua arah dalam mengahdapi kasus Israel. Keduanya merupakan
subjek sekaligus objek yang memiliki pandangan dasar dan kepentingan tertentu. Negara
sebagai subjek akan memandang agama sebagai potensi atau cultural power. Negara memiliki
kecenderungan kuat untuk mengeksploitasi daya emosional yang terpendam dalam kesadaran
pengikut agama guna mengoptimalkan tujuan politik. Bahkan agama sering dipandang
memiliki legitimasi yangsangat diperlukan oleh negara. Demikian pula agama cenderung
melihat negara sebagai alat untuk mengoptimalkan realisasitu juannya, baik sebagai resonansi
dari pandangan negara terhadap dirinya ataupun secara natural (Burdah, 2015:151-2). Dapat
5
dilihat dari kasus Israel yang digambarkan melalui konsep negara digariskan sekuler oleh
zionisme dan pandangannya yang kurang apresiatif terhadap agama mendorong counter balik
dari agama tidak kalah tegas. Zionisme tidak hanya berhenti pada hal yang pragmatis yaitu
kekuasaan sehingga nilai agama terdegradasi. Atau sebetulnya zionisme menjadikan negara
sebagai alat yang diperlukan untuk mencapai idealisme yang lebih agung. Saat kekuatan
agama menjadi komando kultural yang dominan dan politik zionisme masih sangat lemah,
agama cenderung menjual mahal harga legitimasi. Itu tadi merupakan pergulatan antara
agama dan negara dengan relasi kooptasi dan eksploitasi karenahanya melalui satu arah saja
(Jurgensmeyer, 1994:78). Setelah negara mengubah pandangannya tentang zionisme bahkan
member
gelar
Messiah,
kebutuhan
rill
menjadi
pertimbangan
negara
daripada
mempertahankan pandangan zionisme. Sebab pergeseran pemahaman tentang tema messiah
dari hal yang pasif menuju aktif telah memengaruhi realitas.
Dapat disimpulkan bahwa, dilematika implikasi pemahaman zionisme dan Yahudi Ortodoks
terhadap relasi antara agama dan negara negitu kompleks. Konflik yang terjadi antara
zionisme dan Yahudi Ortodoks menghasilkan hubungan dua arah antara agama dan negara
untuk menghadirkan suatu kemaslahatan rakyat. Zionisme yang mengarah kepada sekuler
Barat dan Yahudi yang sangat fanatik dengan agama menjadi luluh setelah adanya sesuatu
kebutuhan yang rill dengan seiring terbukanya jalan pikiran yang semakin moderen. Zionis
adalah peristiwa yang mentransformasi sejarah Yahudi. Tantangan moderenitas disambut
dengan reformasi tradisi yang dikreasikan dengan cara teologi baru. Teologis dan ideologis
merupakan sarana pencapaian cita-cita bangsa dan negara disamping persoalan pragmatis.
Serta cara pandang negara terhadap identitas diri dan agama serta pandangan agama terhadap
diri dan negara sangat menetukan relasi keduanya. Dengan demikian, pemecahan ketegangan
relasi agama dan negara dalam kasus tersebut merupakan gerak bersama dari kedua entitas,
6
yakni agama menginterpretasikan ulang pemahamannya terhadap negara dan negara
menformulasikan ulang pandangan-pandangan ideologisnya terhadap agama.
Referensi
Basyir, Nabih. 2005. Audah ila al-Tarikh al-Muqaddas: al-Haridiyah wa al-Shayuniyah.
Syiria: Qadmus.
Burdah, Ibnu MA. 2015. Wajah Baru Zionisme Vs Yahudi Ortodoks. Yogyakarta:IRCiSoD.
176 hlmn.
Herzl, Theodor. 1970. “De Judenstaat” dalam The Jewish State. New York: The Herzl Press.
Jurgensmeyer, Mark. 1994. The New Cold War? Religious Nationalism Confronts the Secular
State. Los Angeles dan London: University of California Press.
Keene, Michael .2006. Agama-Agama Dunia.Yogyakarta: Penertbit Kanisius. 180 hlmn.
ONLINE POPULAR KNOWLEDGE. 2015. Apa itu Zionisme? Fakta, Sejarah & Informasi
Lainnya [Online]. Tersedia di http://www.amazine.co/24891/apa-itu-zionisme-faktasejarah-informasi-lainnya/. [Diakses pada 26 Desember 2015].
Shenk, David W. 2006. Global Gods: Exploring the Role of Religion in Modern Societies.
Jakarta: Gunung Mulia. Xxxiii, 476hlmn.
Wylen, Stephen. 2000. Setting of Silver: An Introduction of Judaism. New York: Paulist
Press.
Jumlah Kata: 1628
7