Televisi dan Neo Kolonialisme pdf

Televisi dan Neo-Kolonialisme
Oleh :
Filosa Gita Sukmono
Dosen Ilmu Komunikasi, FISIPOL, UMY
Televisi sebuah “kotak ajaib” yang paling sering dilihat dan dibahas, karena
kehadirannya hampir selalu ada dalam keseharian, bahkan televisi sepertinya sudah menjadi
“menu wajib” dalam masyarakat modern. Satu hari saja tanpa televisi, seperti ada sesuatu
yang hilang dan kurang dalam diri masyarakat masa kini.
Dalam perkembangannya televisi tidak hanya menjadi hiburan, tetapi sudah sarat
dengan berbagai kepentingan ekonomi-politik. Kepentingan ekonomi-politik inilah yang
sebenarnya menjadikan berbagai program di televisi “kurang sehat” karena semua acara
berpihak pada kepentingan kapitalisme dan kurang berpihak pada masyarakat.
Salah satu contoh jika melihat berita olahraga yang dikaitkan dengan konflik
sepakbola nasional, maka beberapa stasiun televisi terlihat tidak netral, bahkan cenderung
mengaburkan fakta. Hal ini dikarenakan program berita olahraga di televisi yang
“diboncengi” oleh golongan tertentu.
Contoh lainnya bisa dilihat bagaimana beberapa acara komedi dan sinetron di televisi
yang banyak menonjolkan berbagai kekerasan simbolik demi membuat masyarakat tertawa
dan terhibur. Pertanyaan yang muncul bisakah membuat masyarakat terhibur tanpa
kekerasan? Tetapi semua itu tidak berlaku dalam logika televisi karena yang terpenting
adalah tingginya ratting yang berimplikasi pada berapa iklan yang masuk ke acara tersebut

tiap menitnya.
Tetapi masyarakat seolah sudah “ternina-bobokan” oleh berbagai acara televisi
tersebut atau bahkan sampai pada tataran telah ter-hegemoni oleh televisi. Jika sudah pada
tataran ini maka masyarakat secara tidak langsung sudah mengalami penjajahan bentuk baru
atau neo-kolonialisme. Dimana penjajah itu bernama Televisi.
Televisi sendiri dalam konsep neo-kolonialisme merupakan senjata utama dalam
penjajahan bentuk baru ini. Karena ketika berbicara neo-kolonialisme maka berbicara
bagaimana negara adikuasa dan negara berkembang, bagaimana negara adikuasa lewat
televisi melakukan penjajahan dalam bentuk baru. Penjajahan itu terjadi ketika televisi
menanamkan budaya-budaya hedonisme, konsumtif, kekerasan simbolik dan budaya instan,
yang akan berujung pada masuknya berbagai produk dan ideologi dari negara adikuasa.
Sehingga negara berkembang tetap tergantung secara ekonomi dan budaya pada negara

adikuasa, karena jika ditelisik maka sebagian besar saham televisi di Indonesia adalah milik
negara adikuasa.

Metamorforsis Kolonialisme Menjadi Neo-kolonialisme
Sebenarnya kata neokolonialisme adalah sebuah perubahan bentuk dari kolonialisme
itu sendiri. Ania Loomba1 juga menjelaskan bahwa definisi kolonialisme adalah sebagai
penaklukan dan penguasaan atas tanah dan harta benda rakyat lain. Tetapi, kolonialisme

dalam pengertian ini bukan hanya perluasan berbagai kekuasaan Eropa memasuki Asia,
Afrika atau benua Amerika dari abad keenam belas dan seterusnya ; kolonialisme telah
merupakan suatu pemandangan yang berulang dan tersebar luas dalam sejarah manusia.
Jelas bahwa kolonialisme disini merupakan penguasaan atas wilayah tertentu, dalam
proses penguasaan terdapat sebuah eksploitasi oleh kaum penjajah terhadap kaum yang
terjajah. Dari penjajahan inilah terbentuk sebuah relasi hubungan yang tidak setara antara
tuan (penjajah) dengan majikan (si terjajah) meskipun bukannya tanpa ruang untuk
bernegoisasi.
Bila kolonialisme berkutat pada penguasaan dan eksploitasi terhadap suatu wilayah
maka sebenarnya neokolonialsme tidak jauh beda dari kolonialisme, tetapi menurut Stephen
W. Littlejohn & Karen A. Foss2 berfokus pada apa yang disebut dengan ”neokolonialisme”
seperti yang terjadi dalam wacana kontemporer tentang ”orang lain”. Neokolonialisme ada,
misalnya dalam penggunaan istilah dunia pertama dan dunia ketiga untuk negera-negara
”maju” dan ”berkembang” dalam pemindahan besar-besaran dan invasi budaya Amerika
Serikat ke dalam semua bagian dunia. Dan dalam perlakuan ras-ras non kulit putih sebagai
”orang lain dalam media Amerika Serikat”
Pemikiran Marxis3 juga mengemukakan pemikiran penting tentang perbedaan dua
istilah tersebut: disebutkan bahwa kolonialisme lama adalah prakapitalis, kolonialisme
modern ditegakkan bersama dengan kapitalisme di eropa barat. Kolonialisme modern tidak
hanya mengambil upeti, harta benda, dan kekayaan dari negara-negara taklukannya- tetapi

juga mengubah struktur perekonomian mereka, menarik mereka ke dalam hubungan
kompleks dengan negara-negara induk.
Pemaparan diatas memperjelas telah terjadi metamorforsis dari kolonialisme menjadi
neokolonialisme. Perubahan mendasar terjadi pada proses penjajahan yang terjadi, yaitu
bukan pada penguasaan wilayah tetapi pada penguasaan dan perubahan sistem ekonomi
negara-negara berkembang oleh negara maju. Sehingga berbagai bentuk kapitalisme bisa
dengan mudah masuk ke negara berkembang dalam berbagai bidang seperti ekonomi, budaya
1

Ania Loomba, Kolonialisme/ Pascakolonialisme, Yogyakart a : Bent ang Budaya, hal 2& 3, 2003
St ephen W Lit t lejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi , Jakart a : Salem ba Hum anika, hal 486, 2009
3
Ania Loomba, Hal 4
2

dan teknologi yang berujuang pada penjajahan disegala bidang yang tidak dirasakan secara
langsung. Bila ditelisik kembali praktik-praktik neokolonialisme lebih kejam dan berbahaya
bagi negara-negara yang terjajah.

Praktik Neo-Kolonialisme di Televisi

Praktik neo-kolonialisme di televisi terus berlangsung dari tahun ke tahun, neokolonialisme dalam televisi sering kali muncul dalam program-program acara komedi,
sinetron dan beberapa acara hiburan yang lain. Sebagai gambaran budaya kekerasan di
televisi ditampilkan dari hari ke hari hampir di semua stasiun televisi, sehingga masyarakat
Indonesia tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat yang terbiasa dan sering
menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Suatu masyarakat yang dekat dengan
budaya kekerasan maka negara tersebut akan sulit berkembang dan akan selalu jadi negara
terbelakang yang selalu dijajah oleh negara adikuasa.
Kemudian budaya konsumerisme yang ditanamkan secara perlahan oleh televisi baik
lewat sinetron, film maupun berbagai tayangan iklan membuat masyarakat perlahan tapi pasti
meninggalkan budaya sederhana dan kebersamaan yang menjadi landasan dasar dari budaya
bangsa. Akibat sering menonton televisi dan termakan oleh rayuan kapitalisme, sebagian
masyarakat mulai meninggalkan petuah orang tua ”kalau mau membeli sasuatu harus
menabung dahulu” karena telah diganti dengan bujukan industrial ”beli dulu bayar
belakangan; kalau tidak mampu ngutang aja”.
Pergerakan masyarakat yang menuju pada masyarakat konsumtif sebenarnya
menguntungkan negara adikuasa karena produk-produk yang mereka produksi dalam jumlah
banyak akan mengalir ke negara berkembang lewat bantuan televisi. Akhirnya negara-negara
berkembang tidak bisa lepas dari negara adikuasa.
Dua contoh praktik neo-kolonialisme oleh televisi di atas menggambarkan televisi
telah melakukan penjajahan bentuk baru yang tidak di sadari oleh masyarakat. Oleh karena

itu dalam buku Televisi Penjajah Masa Kini, para penulis benar-benar menunjukkan
bagaimana di era masyarakat modern televisi telah menjelma menjadi penjajah yang harus
selalu “dikawal dan dikritisi” bersama-sama agar tidak merugikan bangsa dan negara.
Akhirnya selamat membaca dan menikmati buku karya mahasiswa ilmu komunikasi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, semoga buku ini mampu mengurangi jumlah
masyarakat yang “ternina-bobokan” oleh televisi dan menambah masyarakat yang lebih kritis
terhadap televisi.
Sleman-Yogyakarta, Juni 2013

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2