pengaruh penambahan substrat antimikroba (1)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein,
lemak, mineral, serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging merupakan
bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya
yang tinggi, pada daging terdapat pula asam amino essensial yang lengkap dan
seimbang (Lawrie, 1995). Gizi yang seimbang dapat terpenuhi apabila daging yang
dihasilkan merupakan daging yang berkualitas baik. Salah satu kriteria daging yang
berkualitas baik, dapat dilihat dari jumlah cemaran maksimum mikroorganisme patogen
yang terkandung didalamnya seperti E. coli, S. aureus, Salmonella sp. dan sebagiannya.
Karena kandungan gizi yang cukup kompleks, maka daging merupakan sumber
makanan bagi bakteri, yang akhirnya mudah rusak. Untuk mempertahankan daging dari
kerusakan diperlukan sistem pengawetan.
Pengawetan adalah suatu upaya untuk mencengah terjadinya kerusakan atau
kebusukan selama penyimpanan. Salah satu metode pengawetan secara alami yaitu
penambahan substrat antimikroba, yang diisolasi dari Bakteri Asam Laktat (BAL). BAL
ini dapat menghambat kerja dari mikroorganisme perusak karena menghasilkan produk
metabolit yang bersifat antimikroba antara lain diasetil, hidrogen peroksida, asam-asam
organik dan bakteriosin. Salah satu genus BAL yang potensial dalam memproduksi
antimikroba adalah Lactobacillus plantarum.
Pemanfaatan Lactobacillus plantarum sebagai pengawet belum maksimal
dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat tentang peranan bakteri tersebut baik
cara penggunaannya maupun dalam proses pembuatannya. Dalam penelitian yang akan
dilakukan adalah menggunakan senyawa antimikroba yang dihasilkan dari kultur
bakteri Lactobacillus plantarum sehingga dapat menghambat bakteri patogen yaitu E.
coli, S.aureus, Salmonella sp. dan sebagiannya. Hasil tersebut diharapkan dapat
diaplikasikan pada daging segar sehingga pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat
pada daging sapi segar dapat dihambat.
1
Sesuai latar belakang yang penulis ungkapkan diatas, maka penulis ingin
melakukan penelitian dengan
judul adalah: “PENGARUH PENGGUNAAN
SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus plantarum TERHADAP
KUALITAS FISIK DAGING SAPI“.
1.2 Identikasi dan Rumusan Masalah
Daging yang berkualitas baik merupakan sumber makanan mikroorganisme
perusak daging sehingga penggunaan substrat antimikroba dari kultur lactobacillus
plantarum dapat berperan sebagai pengawet daging sapi.
1.3 Hipotesa
Penggunaan substrat antimikroba yang berasal dari Lactobacillus plantarum
mampu mempertahankan kualitas fisik daging.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian substrat
antimikroba dari Lactobacillus plantarum sebagai pengawet daging.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi masyarakat,
peneliti, dan kalangan akademik tentang pengaruh penggunaan substrat antimikroba
dari Lactobacillus plantarum terhadap kualitas fisik daging sapi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Senyawa Antimikroba
Senyawa antimikroba adalah senyawa yang mampu membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Komponen antimikroba terdapat dalam
bahan pangan melalui salah satu dari berbagai cara, yaitu terdapat secara alamiah di
dalam bahan pangan, ditambahkan secara sengaja kedalam makanan dan terbentuk
selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi pangan
(Fardiaz, 1992). Adapun mekanisme kerja antimikroba antara lain dapat menghambat
metabolisme sel mikroba, mengambat sintesa dinding sel, menganggu keutuhan
membran sel mikroba, menghambat sintesa protein mikroba, menghambat sintesa asam
nukleat sel mikroba.
Senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri),
bakteristatik (menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh kapang),
fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambatgerminasi
spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan
mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya konsentrasi zat pengawet, waktu
penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan
keadaan mikroba), sifat-sifat fisik dan kimia makanan, termasuk kadar air, pH, serta
jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992).
Antimikroba adalah suatu komponen yang bersifat dapat menghambat
pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik) atau membunuh bakteri
atau kapang (bakterisidal atau fungisidal). Komponen antimikroba yang terdapat dalam
makanan dapat melalui beberapa cara yaitu (1) terdapat secara alamiah di dalam bahan
pangan, (2) sengaja ditambahkan ke dalam makanan tersebut, (3) terbentuk selama
pengolahan atau jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan (Fardiaz, 1992).
Davidson dan Branen (1993) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi substrat
antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah (1) konsentrasi zat
pengawet, (2) waktu penyimpanan,(3) suhu lingkungan, (4) sifat-sifat mikroba (jenis,
3
umur, konsentrasi serta keadaanmikroba), (5) sifat-sifat fisik dan kimia makanan
termasuk kadar air, pH, dan jenissenyawa didalamnya.
2.2 Lactobacillus plantarum
Lactobacillus plantarum merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang yang
tampak biru atau ungu setelah mengalami pewarnaan Gram seperti terlihat pada Gambar
1.
Gambar 1. Lactobacillus plantarum (Anonim, 2012).
Lactobacillus plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif
dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37oC (Frazier dan Westhoff, 1988).
Lactobacillus plantarum berbentuk batang (0,5-1,5 s/d 1,0-10 μm) dan tidak bergerak
(non motil). Bakteri tersebut memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif
anaerob, mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat,
toleran terhadap asam, dan mampu memproduksi asam laktat. Dalam media agar,
L.plantarum membentuk koloni berukuran 2-3 mm, berwarna putih opaque, conveks,
dan dikenal sebagai bakteri pembentuk asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988).
Lactobacillus plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle
et al. (1985), asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat sehingga
menimbulkan suasana asam. Dalam keadaan asam, Lactobacillus plantarum memiliki
kemampuan untuk menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk (Delgado et al.,
2001).
Lactobacillus plantarum dapat menghambat kontaminasi dari mikrooganisme
patogen karena kemampuannya untuk menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH
4
substrat (Suriawiria, 1986). Lactobacillus plantarum juga mempunyai kemampuan
untuk menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibiotik (Jenie dan Rini,
1995).
2.3 Daging
Daging adalah urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat
daging bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat waktu
dipotong (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Daging juga didefinisikan sebagai semua
jaringan hewan dan produk olahannya yang tidak menimbulkan penyakit bagi manusia
(Soeparno, 1998). Daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah
daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung
tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau
kerangkanya. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak yang akan
dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik, yaitu (1) ternak harus dalam keadaan
sehat, bebas dari berbagai jenis penyakit, (2) ternak harus cukup istirahat, tidak
diperlakukan kasar, serta tak mengalami stres agar kandungan glikogen otot maksimal,
(3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin, dan
(4) cara pemotongan harus higienis (Astawan, 2008).
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi.
Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino
esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging adalah lebih
mudah dicerna apabila dibandingkan dengan protein yang berasal dari nabati. Bahan
pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin (Astawan,2008).
Lawrie (1995) menambahkan bahwa daging merupakan sumber asam amino esensial,
mineral, vitamin, lemak dan air. Nilai kalori daging banyak ditentukan oleh kandungan
lemak intraseluler di dalam serabut otot yang disebut lemak marbling atau
intramuskuler (Soeparno, 1998).
Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak
dibutuhkan konsumen, selain karena protein tinggi daging ini juga sumber kalori,
vitamin dan lemak yang dibutuhkan tubuh manusia. Komposisi daging dapat dilihat
pada tabel 1.
5
Tabel 1.Komposisi Kalori, Protein, dan Lemak dari Beberapa Jenis Daging
Komoditi
Kalori (kal)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Daging sapi
207
18,8
14
Daging kerbau
85
18,7
0,5
Daging kambing
154
16,6
9,2
Daging domba
206
17,1
14,8
Daging ayam
302
18,2
25
Daging itik
326
16,0
28,6
Sumber : Karyadi dan Muhilal (1992)
2.4 Sifat Fisik Daging
Menurut (Soeparno, 1998), secara objektif, kualitas fisik daging dapat
ditentukan dari daya mengikat air (water holding capacity), nilai pH, dan susut masak.
2.4.1 Daya Mengikat Air
Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan protein daging untuk mengikat
komponen air yang terdapat didalamnya serta air yang ditambahkan selama proses
pemanasan, penggilingan dan tekanan. Nilai DMA ini dipengaruhi oleh nilai pH dan
jumlah ATP, dimana apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik
daging maka nilai DMA akan meningkat (Soeparno, 1998). Selain itu, DMA
dipengaruhi juga oleh gugus reaktif protein. Apabila terdapat banyak asam laktat
menyebabkan nilai pH turun, maka gugus reaktif protein berkurang sehingga
menyebabkan nilai DMA air daging berkurang karena banyaknya air daging yang keluar
(Forrest et al., 1975).
2.4.2 Nilai pH
Nilai pH pada daging normal antara 6,7-7 dan terjadi penurunan setelah
postmortem yaitu antara 5,4-5,8. Hal ini disebabkan laju glikolisis postmortem,
cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat. Penimbunan asam laktat dan tercapainya
pH daging ultimat tergantung pada jumlah cadangan glikogen otot pada saat
pemotongan. Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen otot
menjadi habis, yaitu pH cukup rendah untuk memberhentikan aktivitas enzim-enzim
glikolitik di dalam proses glikolisis anaerobik. Beberapa faktor yang mempengaruhi
nilai pH adalah stres sebelum pemotongan yaitu pemberian obat-obatan tertentu,
spesies, jenis otot, dan aktifitas enzim yang mempengaruhi glikolisis (Soeparno, 1998).
6
2.4.3 Susut Masak
Susut masak dipengaruhi suhu dan lama pemasakan. Susut masak menurun
secara linier dengan bertambahnya umur ternak. Nilai susut masak pada umumnya
bervariasi antara 1,5-54,5% dengan kisaran 15-40%. Besarnya susut masak digunakan
untuk mengestimasi jumlah juiceness dalam daging masak. Daging dengan susut masak
yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan
susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih
sedikit. Berbagai perubahan terjadi pada daging selama pemasakan, yaitu (1) protein
serat otot mengalami koagulasi dan daging mengerut; (2) pengkerutan menyebabkan
keluarnya cairan dari daging; (3) kolagen pada jaringan ikat berubah menjadi gelatin
sehingga daging menjadi lebih empuk dan (4) nutrisi tertentu hilang atau rusak selama
pemasakan (Soeparno, 1998).
2.6 Mikroorganisme Daging
Daging mudah sekali mengalami kerusakan secara mikrobiologis karena
kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan
mineral. Soeparno (1998) menyatakan bahwa kadar air yang terdapat pada daging
sekitar 68-75%, dan nilai pH yang menguntungkan yaitu sekitar 5,3-6,5. Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme di dalam daging dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu faktor dalam (intrinsik) dan faktor luar (ekstrinsik).
Faktor intrinsik yang mempengaruhi mikrorganisme pada daging meliputi
nutrisi, kadar air, nilai pH, potensi oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya substansi
penghambat dan jaringan protektif (Soeparno, 1998). Faktor ekstrinsik yang
mempengaruhi mikrorganisme pada daging meliputi suhu, kelembapan relatif, oksigen
atmosfir, dan keadaan fisik daging (Soeparno,1998).
2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Fisik Daging
Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh sifat fisik daging diantaranya besar
kecilnya karkas, potongan karkas, bentuk daging cacahan,daging giling dan perlakuan
processing (Soeparno, 1998). Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau
dan timbulnya lendir.Biasanya kerusakan ini terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan
7
atau ratusan juta (106 – 108) sel atau lebih per 1 cm 2 luas permukaan daging. Kerusakan
mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk
dengan tanda-tanda sebagai berikut: (1) pembentukan lendir,(2) perubahan warna, (3)
perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan terbentuknya senyawasenyawa berbau busuk seperti amonia, H2S,dan senyawa lain-lain, (3) perubahan rasa
menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam, (4) ketengikan yang
disebabkan pemecahan atauoksidasi lemak daging (Dinas Kesehatan Sleman, 2001).
Bakteri
yang
sering
dijumpai
pada
daging
yaitu
dari
strain
Pseudomonas,Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix thermospacta
(sebelumnya dikenal dengan Microbacterium thermosphactum) dan beberapa famili dari
Enterobactericeae. Bakteri dapat tumbuh tidak hanya pada permukaan daging tetapi
tumbuh juga pada bagian dalam daging melalui (1) penetrasi melalui membrane mukosa
saluran respirasi dan pencernaan, (2) bakteri yang berasal dari usus yang terjadi selama
pemotongan maupun sesudahnya, (3) bakteri yang terbawa oleh luka selama
pemotongan dan (4) bakteri yang berasal dari permukaan dan kemudian berpenetrasi ke
dalam jaringan otot lebih dalam (Gill, 1982).
Daging konsumsi tidak sepenuhnya terbebas dari mikroorganisme. Dewan
Standarisasi Nasional menentukan batasan maksimum cemaran mikroorganisme dalam
daging untuk menjaga keamanan pangan. Batas maksimum cemaran mikroba pada
daging dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/ml)
No
Jenis cemaran mikroba
1.
Angka lempeng total bakteri
2.
Escherischia coli*
3.
Staphyloccus aures
4.
Clostridium sp
5.
Salmonella sp.**
6.
Coliform
7.
Enterococci
8.
Campylobacter sp.
9.
Listeria sp.
Keterangan: (*) dalam satuan MPN/gram
(**) dalam satuan kualitatif
Batas maksimum cemaran mikroba
Daging tanpa
Daging segar/beku
tulang
4
1 x 10
1x104
1
5 x 10
5x101
1x101
1x101
0
0
Negatif
Negatif
1x102
1x102
1x102
1x102
0
0
0
0
8
Penilaian terhadap daging sapi didasarkan pada sifat daging, yang menurut
selera konsumen adalah keadaan perlemakannya (marbling), warna dan keempukan.
Disamping itu sifat daging juga sangat ditentukan oleh mutu genetik, jumlah dan
kualitas pakan, serta manajemen. Penilaian terhadap kualitas daging juga dipengaruhi
oleh opini masyarakat, kebiasaan makan, status sosial, cara penyajian, pengemasan dan
promosi. Semua faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap permintaan konsumen
daging, yang implementasinya berpengaruh terhadap pendapatan peternak atau
perusahaan peternakan.
Penilaian konsumen terhadap kualitas daging sapi juga
ditentukan oleh sifat fisik dan kimia daging, yang mana sifat daging tersebut
dipengaruhi oleh bangsa, kualitas dan jumlah pakan (termasuk level energi/protein),
serta manajemen ternak (termasuk manipulasi periode waktu penggemukan dan
implementasi dari phenomena pertumbuhan kompensasi).
konsumen akan daging sapi potong yang semakin
Untuk memenuhi selera
beragam tuntutannya, maka
peningkatan efisiensi pemanfaatan sumber daya yang tersedia dan penerapan
standardisasi mutu daging yang lebih tinggi, merupakan alternatif yang perlu
dilaksanakan.
9
BAB III
MATERI DAN METODA
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal ..... November - ..... Desember
2015 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas
Jambi.
3.2.Materi
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi segar
bagian bicep femoris (paha belakang) dengan ukuran 2 x 3 x 4 cm yang diperoleh dari
Rumah Pemotongan Hewan Kota Jambi serta substrat Lactobacillus plantarum. Media
yang digunakan dalam pengujian mikroorganisme pada daging segar adalah media agar
Plate Count Agar (PCA), serta media yang digunakan dalam pembuatan Supernatan
Bebas Sel (SBS) yang diisolasi dari L.plantarum adalah deMan Ragosa Sharp broth
(MRSB) dan aquadest steril, pepton serta kultur bakteri L.plantarum (Afriani, dkk.
2014).
Alat-alat yang digunakan adalah cawan Petri, mikropipet 1 ml, tabung reaksi,
erlenmeyer, beker glass, rak tabung reaksi,tabung Scott steril, aluminium foil, oven,
inkubator, laminar flow, coloni counter, kertas saring, pH meter, kantong plastik HDPE,
kapas, alat sentrifugasi Hettich Zentrifugen 2000 rpm, water press, thermometer
bimetal,panci, kompor, blender serta timbangan.
3.3. Metoda
Perlakuan pada penelitian ini adalah penambahan substrat antimikroba dengan
taraf sebagai berikut:
Perlakuan 1: 25% substrat antimikroba + 75% aquadest
Perlakuan 2: 50% substrat antimikroba + 50 % aquadest
Perlakuan 3: 75% substrat antimikroba + 25% aquadest
Perlakuan 4: 100% substrat antimikroba
10
Daging yang mendapat perlakuan tersebut direndam selama 60 menit dengan 5
ulangan.
3.4. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima kali
ulangan. Menurut Steel dan Torrie (1995) model matematika yang digunakan adalah
Yijk = μ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk
Keterangan:
μ = nilai tengah populasi
αi = pengaruh penambahan substrat antimikroba ke-i (faktor 1)
βj = pengaruh lama penyimpanan ke-k (faktor 2)
(αβ) ij = pengaruh interaksi faktor 1 dan 2
εijk = galat percobaan pengaruh perlakuan pertama ke-i dan ulangan ke-k
i = lama penyimpanan (2 dan 4 hari)
K = ulangan (1, 2 dan 3)
Yijk = respon pengaruh lama penyimpanan terhadap penambahan substrat
antimikroba
3.5. Peubah
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi:
Peubah 1: Uji pH
Peubah 2: Daya mengikat air
Peubah 3: Susut masak
Peubah 4: Uji mikrobiologi
3.6. Analisis Data
Data hasil pengamatan yang dilakukan dianalisis dengan menggunakan analisis
sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan Uji Duncan
dengan taraf 5%.
11
3.7. Prosedur
Produksi Substrat Antimikroba
Bakteri asam laktat yang sudah disegarkan dihomogenisasi kemudian di ambil
sebanyak 3 % dan dimasukkan ke dalam MRSB (deMan Ragosa Sharp broth).
Kemudian dihomogenisasi dan diinkubasi selama 48 jam. Setelah itu dimasukkan ke
dalam tabung Ependorf kemudian disentrifugasi dengan kecepatan putar 2000 rpm
dalam 15 menit. Setelah itu, supernatan (bagian atas yang terpisah, hasil dari
sentrifugasi) tersebut disaring dengan kertas saring Sartorius 0,22 μml ke dalam wadah
tabung Scott steril. Substrat antimikroba yang sudah disaring dinamakan Supernatan
Bebas Sel (SBS).
Daging
Diiris 100 gram
25% substrat
antimikroba +
75% aquadest
50% substrat
antimikroba +
50 % aquadest
75% substrat
antimikroba
+ 25%
aquadest
100%
substrat
antimikroba
Direndam selama 60 menit
Pengamatan
Gambar 2. Bagan Alur Tahapan Pengamatan
Peubah Kualitas fisik Daging
Nilai
pH dengan metode AOAC (1995). Pengukuran
pH
dilakukan
dengan
menggunakan pH meter. Caranya adalah pH meter dikalibrasi dengan larutan
standar (ber-pH 7 dan 4), kemudian sebanyak 5 g sampel daging dihancurkan dan
12
dilarutkan ke dalam 45 ml akuades lalu elektroda pH meter dimasukkan ke dalam
larutan daging dan dilihat nilai pH-nya.
Daya Mengikat Air dengan metode Hamm (Soeparno,1998). Sebanyak 0,3 g
sampel daging segar diletakkan ke dalam kertas Whatman kemudian tekan selama
5 menit dengan menggunakan water press (beban 35 kg). Setelah 5 menit
lingkaran yang terbentuk, ditandai kemudian diukur. Perhitungan daya mengikat
air diestimasi dengan menghitung mgH2O berdasarkan rumus:
MgH 2O=
area yang basa h (cm2)
−8
0,00948
Semakin tinggi nilai mgH2O maka daya mengikat air semakin rendah.
Susut Masak (Soeparno, 1998). Sebanyak 100 g sampel ditancapi dengan
thermometer bimetal sampai menembus daging sebatas garis putih pada alat
tersebut. Kemudian dimasukkan ke dalam air dan direbus sampai menunjukkan
suhu 81°C. Setelah itu, daging didinginkan selama 60 menit. Setelah 24 jam
daging ditimbang kembali. Susut masak dihitung dengan meggunakan rumus:
Susut masak=
berat awal sampel−berat akhir sampel
x 100
berat awal sampel
Uji Mikrobiologi (Soeparno, 1998). Analisis Kuantitatif Total Plate Count (TPC).
Sebanyak 10 g sampel daging diencerkan dengan larutan pengencer (pepton).
Kemudian 1 ml dari pengenceran 10 -1 yang sudah homogen dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran
10 -2
kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran ini dilakukan
sampai pengenceran 10-9. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara
mengambil sebanyak 1 ml dari 3 pengenceran terakhir yaitu 10 -7, 10-8, dan 10-9
dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media agar Plate Count
Agar (PCA) ditambahkan ke dalam cawan Petri tersebut. Pemupukan dilakukan
13
dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8.
Cawan Petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam
inkubator bersuhu 370C selama 24 jam.
hasil metabolisme selama proses fermentasi
14
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein,
lemak, mineral, serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging merupakan
bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya
yang tinggi, pada daging terdapat pula asam amino essensial yang lengkap dan
seimbang (Lawrie, 1995). Gizi yang seimbang dapat terpenuhi apabila daging yang
dihasilkan merupakan daging yang berkualitas baik. Salah satu kriteria daging yang
berkualitas baik, dapat dilihat dari jumlah cemaran maksimum mikroorganisme patogen
yang terkandung didalamnya seperti E. coli, S. aureus, Salmonella sp. dan sebagiannya.
Karena kandungan gizi yang cukup kompleks, maka daging merupakan sumber
makanan bagi bakteri, yang akhirnya mudah rusak. Untuk mempertahankan daging dari
kerusakan diperlukan sistem pengawetan.
Pengawetan adalah suatu upaya untuk mencengah terjadinya kerusakan atau
kebusukan selama penyimpanan. Salah satu metode pengawetan secara alami yaitu
penambahan substrat antimikroba, yang diisolasi dari Bakteri Asam Laktat (BAL). BAL
ini dapat menghambat kerja dari mikroorganisme perusak karena menghasilkan produk
metabolit yang bersifat antimikroba antara lain diasetil, hidrogen peroksida, asam-asam
organik dan bakteriosin. Salah satu genus BAL yang potensial dalam memproduksi
antimikroba adalah Lactobacillus plantarum.
Pemanfaatan Lactobacillus plantarum sebagai pengawet belum maksimal
dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat tentang peranan bakteri tersebut baik
cara penggunaannya maupun dalam proses pembuatannya. Dalam penelitian yang akan
dilakukan adalah menggunakan senyawa antimikroba yang dihasilkan dari kultur
bakteri Lactobacillus plantarum sehingga dapat menghambat bakteri patogen yaitu E.
coli, S.aureus, Salmonella sp. dan sebagiannya. Hasil tersebut diharapkan dapat
diaplikasikan pada daging segar sehingga pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat
pada daging sapi segar dapat dihambat.
1
Sesuai latar belakang yang penulis ungkapkan diatas, maka penulis ingin
melakukan penelitian dengan
judul adalah: “PENGARUH PENGGUNAAN
SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus plantarum TERHADAP
KUALITAS FISIK DAGING SAPI“.
1.2 Identikasi dan Rumusan Masalah
Daging yang berkualitas baik merupakan sumber makanan mikroorganisme
perusak daging sehingga penggunaan substrat antimikroba dari kultur lactobacillus
plantarum dapat berperan sebagai pengawet daging sapi.
1.3 Hipotesa
Penggunaan substrat antimikroba yang berasal dari Lactobacillus plantarum
mampu mempertahankan kualitas fisik daging.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian substrat
antimikroba dari Lactobacillus plantarum sebagai pengawet daging.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi masyarakat,
peneliti, dan kalangan akademik tentang pengaruh penggunaan substrat antimikroba
dari Lactobacillus plantarum terhadap kualitas fisik daging sapi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Senyawa Antimikroba
Senyawa antimikroba adalah senyawa yang mampu membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Komponen antimikroba terdapat dalam
bahan pangan melalui salah satu dari berbagai cara, yaitu terdapat secara alamiah di
dalam bahan pangan, ditambahkan secara sengaja kedalam makanan dan terbentuk
selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi pangan
(Fardiaz, 1992). Adapun mekanisme kerja antimikroba antara lain dapat menghambat
metabolisme sel mikroba, mengambat sintesa dinding sel, menganggu keutuhan
membran sel mikroba, menghambat sintesa protein mikroba, menghambat sintesa asam
nukleat sel mikroba.
Senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri),
bakteristatik (menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh kapang),
fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambatgerminasi
spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan
mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya konsentrasi zat pengawet, waktu
penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan
keadaan mikroba), sifat-sifat fisik dan kimia makanan, termasuk kadar air, pH, serta
jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992).
Antimikroba adalah suatu komponen yang bersifat dapat menghambat
pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik) atau membunuh bakteri
atau kapang (bakterisidal atau fungisidal). Komponen antimikroba yang terdapat dalam
makanan dapat melalui beberapa cara yaitu (1) terdapat secara alamiah di dalam bahan
pangan, (2) sengaja ditambahkan ke dalam makanan tersebut, (3) terbentuk selama
pengolahan atau jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan (Fardiaz, 1992).
Davidson dan Branen (1993) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi substrat
antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah (1) konsentrasi zat
pengawet, (2) waktu penyimpanan,(3) suhu lingkungan, (4) sifat-sifat mikroba (jenis,
3
umur, konsentrasi serta keadaanmikroba), (5) sifat-sifat fisik dan kimia makanan
termasuk kadar air, pH, dan jenissenyawa didalamnya.
2.2 Lactobacillus plantarum
Lactobacillus plantarum merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang yang
tampak biru atau ungu setelah mengalami pewarnaan Gram seperti terlihat pada Gambar
1.
Gambar 1. Lactobacillus plantarum (Anonim, 2012).
Lactobacillus plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif
dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37oC (Frazier dan Westhoff, 1988).
Lactobacillus plantarum berbentuk batang (0,5-1,5 s/d 1,0-10 μm) dan tidak bergerak
(non motil). Bakteri tersebut memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif
anaerob, mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat,
toleran terhadap asam, dan mampu memproduksi asam laktat. Dalam media agar,
L.plantarum membentuk koloni berukuran 2-3 mm, berwarna putih opaque, conveks,
dan dikenal sebagai bakteri pembentuk asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988).
Lactobacillus plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle
et al. (1985), asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat sehingga
menimbulkan suasana asam. Dalam keadaan asam, Lactobacillus plantarum memiliki
kemampuan untuk menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk (Delgado et al.,
2001).
Lactobacillus plantarum dapat menghambat kontaminasi dari mikrooganisme
patogen karena kemampuannya untuk menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH
4
substrat (Suriawiria, 1986). Lactobacillus plantarum juga mempunyai kemampuan
untuk menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibiotik (Jenie dan Rini,
1995).
2.3 Daging
Daging adalah urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat
daging bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat waktu
dipotong (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Daging juga didefinisikan sebagai semua
jaringan hewan dan produk olahannya yang tidak menimbulkan penyakit bagi manusia
(Soeparno, 1998). Daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah
daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung
tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau
kerangkanya. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak yang akan
dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik, yaitu (1) ternak harus dalam keadaan
sehat, bebas dari berbagai jenis penyakit, (2) ternak harus cukup istirahat, tidak
diperlakukan kasar, serta tak mengalami stres agar kandungan glikogen otot maksimal,
(3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin, dan
(4) cara pemotongan harus higienis (Astawan, 2008).
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi.
Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino
esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging adalah lebih
mudah dicerna apabila dibandingkan dengan protein yang berasal dari nabati. Bahan
pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin (Astawan,2008).
Lawrie (1995) menambahkan bahwa daging merupakan sumber asam amino esensial,
mineral, vitamin, lemak dan air. Nilai kalori daging banyak ditentukan oleh kandungan
lemak intraseluler di dalam serabut otot yang disebut lemak marbling atau
intramuskuler (Soeparno, 1998).
Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak
dibutuhkan konsumen, selain karena protein tinggi daging ini juga sumber kalori,
vitamin dan lemak yang dibutuhkan tubuh manusia. Komposisi daging dapat dilihat
pada tabel 1.
5
Tabel 1.Komposisi Kalori, Protein, dan Lemak dari Beberapa Jenis Daging
Komoditi
Kalori (kal)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Daging sapi
207
18,8
14
Daging kerbau
85
18,7
0,5
Daging kambing
154
16,6
9,2
Daging domba
206
17,1
14,8
Daging ayam
302
18,2
25
Daging itik
326
16,0
28,6
Sumber : Karyadi dan Muhilal (1992)
2.4 Sifat Fisik Daging
Menurut (Soeparno, 1998), secara objektif, kualitas fisik daging dapat
ditentukan dari daya mengikat air (water holding capacity), nilai pH, dan susut masak.
2.4.1 Daya Mengikat Air
Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan protein daging untuk mengikat
komponen air yang terdapat didalamnya serta air yang ditambahkan selama proses
pemanasan, penggilingan dan tekanan. Nilai DMA ini dipengaruhi oleh nilai pH dan
jumlah ATP, dimana apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik
daging maka nilai DMA akan meningkat (Soeparno, 1998). Selain itu, DMA
dipengaruhi juga oleh gugus reaktif protein. Apabila terdapat banyak asam laktat
menyebabkan nilai pH turun, maka gugus reaktif protein berkurang sehingga
menyebabkan nilai DMA air daging berkurang karena banyaknya air daging yang keluar
(Forrest et al., 1975).
2.4.2 Nilai pH
Nilai pH pada daging normal antara 6,7-7 dan terjadi penurunan setelah
postmortem yaitu antara 5,4-5,8. Hal ini disebabkan laju glikolisis postmortem,
cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat. Penimbunan asam laktat dan tercapainya
pH daging ultimat tergantung pada jumlah cadangan glikogen otot pada saat
pemotongan. Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen otot
menjadi habis, yaitu pH cukup rendah untuk memberhentikan aktivitas enzim-enzim
glikolitik di dalam proses glikolisis anaerobik. Beberapa faktor yang mempengaruhi
nilai pH adalah stres sebelum pemotongan yaitu pemberian obat-obatan tertentu,
spesies, jenis otot, dan aktifitas enzim yang mempengaruhi glikolisis (Soeparno, 1998).
6
2.4.3 Susut Masak
Susut masak dipengaruhi suhu dan lama pemasakan. Susut masak menurun
secara linier dengan bertambahnya umur ternak. Nilai susut masak pada umumnya
bervariasi antara 1,5-54,5% dengan kisaran 15-40%. Besarnya susut masak digunakan
untuk mengestimasi jumlah juiceness dalam daging masak. Daging dengan susut masak
yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan
susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih
sedikit. Berbagai perubahan terjadi pada daging selama pemasakan, yaitu (1) protein
serat otot mengalami koagulasi dan daging mengerut; (2) pengkerutan menyebabkan
keluarnya cairan dari daging; (3) kolagen pada jaringan ikat berubah menjadi gelatin
sehingga daging menjadi lebih empuk dan (4) nutrisi tertentu hilang atau rusak selama
pemasakan (Soeparno, 1998).
2.6 Mikroorganisme Daging
Daging mudah sekali mengalami kerusakan secara mikrobiologis karena
kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan
mineral. Soeparno (1998) menyatakan bahwa kadar air yang terdapat pada daging
sekitar 68-75%, dan nilai pH yang menguntungkan yaitu sekitar 5,3-6,5. Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme di dalam daging dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu faktor dalam (intrinsik) dan faktor luar (ekstrinsik).
Faktor intrinsik yang mempengaruhi mikrorganisme pada daging meliputi
nutrisi, kadar air, nilai pH, potensi oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya substansi
penghambat dan jaringan protektif (Soeparno, 1998). Faktor ekstrinsik yang
mempengaruhi mikrorganisme pada daging meliputi suhu, kelembapan relatif, oksigen
atmosfir, dan keadaan fisik daging (Soeparno,1998).
2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Fisik Daging
Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh sifat fisik daging diantaranya besar
kecilnya karkas, potongan karkas, bentuk daging cacahan,daging giling dan perlakuan
processing (Soeparno, 1998). Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau
dan timbulnya lendir.Biasanya kerusakan ini terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan
7
atau ratusan juta (106 – 108) sel atau lebih per 1 cm 2 luas permukaan daging. Kerusakan
mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk
dengan tanda-tanda sebagai berikut: (1) pembentukan lendir,(2) perubahan warna, (3)
perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan terbentuknya senyawasenyawa berbau busuk seperti amonia, H2S,dan senyawa lain-lain, (3) perubahan rasa
menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam, (4) ketengikan yang
disebabkan pemecahan atauoksidasi lemak daging (Dinas Kesehatan Sleman, 2001).
Bakteri
yang
sering
dijumpai
pada
daging
yaitu
dari
strain
Pseudomonas,Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix thermospacta
(sebelumnya dikenal dengan Microbacterium thermosphactum) dan beberapa famili dari
Enterobactericeae. Bakteri dapat tumbuh tidak hanya pada permukaan daging tetapi
tumbuh juga pada bagian dalam daging melalui (1) penetrasi melalui membrane mukosa
saluran respirasi dan pencernaan, (2) bakteri yang berasal dari usus yang terjadi selama
pemotongan maupun sesudahnya, (3) bakteri yang terbawa oleh luka selama
pemotongan dan (4) bakteri yang berasal dari permukaan dan kemudian berpenetrasi ke
dalam jaringan otot lebih dalam (Gill, 1982).
Daging konsumsi tidak sepenuhnya terbebas dari mikroorganisme. Dewan
Standarisasi Nasional menentukan batasan maksimum cemaran mikroorganisme dalam
daging untuk menjaga keamanan pangan. Batas maksimum cemaran mikroba pada
daging dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/ml)
No
Jenis cemaran mikroba
1.
Angka lempeng total bakteri
2.
Escherischia coli*
3.
Staphyloccus aures
4.
Clostridium sp
5.
Salmonella sp.**
6.
Coliform
7.
Enterococci
8.
Campylobacter sp.
9.
Listeria sp.
Keterangan: (*) dalam satuan MPN/gram
(**) dalam satuan kualitatif
Batas maksimum cemaran mikroba
Daging tanpa
Daging segar/beku
tulang
4
1 x 10
1x104
1
5 x 10
5x101
1x101
1x101
0
0
Negatif
Negatif
1x102
1x102
1x102
1x102
0
0
0
0
8
Penilaian terhadap daging sapi didasarkan pada sifat daging, yang menurut
selera konsumen adalah keadaan perlemakannya (marbling), warna dan keempukan.
Disamping itu sifat daging juga sangat ditentukan oleh mutu genetik, jumlah dan
kualitas pakan, serta manajemen. Penilaian terhadap kualitas daging juga dipengaruhi
oleh opini masyarakat, kebiasaan makan, status sosial, cara penyajian, pengemasan dan
promosi. Semua faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap permintaan konsumen
daging, yang implementasinya berpengaruh terhadap pendapatan peternak atau
perusahaan peternakan.
Penilaian konsumen terhadap kualitas daging sapi juga
ditentukan oleh sifat fisik dan kimia daging, yang mana sifat daging tersebut
dipengaruhi oleh bangsa, kualitas dan jumlah pakan (termasuk level energi/protein),
serta manajemen ternak (termasuk manipulasi periode waktu penggemukan dan
implementasi dari phenomena pertumbuhan kompensasi).
konsumen akan daging sapi potong yang semakin
Untuk memenuhi selera
beragam tuntutannya, maka
peningkatan efisiensi pemanfaatan sumber daya yang tersedia dan penerapan
standardisasi mutu daging yang lebih tinggi, merupakan alternatif yang perlu
dilaksanakan.
9
BAB III
MATERI DAN METODA
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal ..... November - ..... Desember
2015 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas
Jambi.
3.2.Materi
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi segar
bagian bicep femoris (paha belakang) dengan ukuran 2 x 3 x 4 cm yang diperoleh dari
Rumah Pemotongan Hewan Kota Jambi serta substrat Lactobacillus plantarum. Media
yang digunakan dalam pengujian mikroorganisme pada daging segar adalah media agar
Plate Count Agar (PCA), serta media yang digunakan dalam pembuatan Supernatan
Bebas Sel (SBS) yang diisolasi dari L.plantarum adalah deMan Ragosa Sharp broth
(MRSB) dan aquadest steril, pepton serta kultur bakteri L.plantarum (Afriani, dkk.
2014).
Alat-alat yang digunakan adalah cawan Petri, mikropipet 1 ml, tabung reaksi,
erlenmeyer, beker glass, rak tabung reaksi,tabung Scott steril, aluminium foil, oven,
inkubator, laminar flow, coloni counter, kertas saring, pH meter, kantong plastik HDPE,
kapas, alat sentrifugasi Hettich Zentrifugen 2000 rpm, water press, thermometer
bimetal,panci, kompor, blender serta timbangan.
3.3. Metoda
Perlakuan pada penelitian ini adalah penambahan substrat antimikroba dengan
taraf sebagai berikut:
Perlakuan 1: 25% substrat antimikroba + 75% aquadest
Perlakuan 2: 50% substrat antimikroba + 50 % aquadest
Perlakuan 3: 75% substrat antimikroba + 25% aquadest
Perlakuan 4: 100% substrat antimikroba
10
Daging yang mendapat perlakuan tersebut direndam selama 60 menit dengan 5
ulangan.
3.4. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima kali
ulangan. Menurut Steel dan Torrie (1995) model matematika yang digunakan adalah
Yijk = μ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk
Keterangan:
μ = nilai tengah populasi
αi = pengaruh penambahan substrat antimikroba ke-i (faktor 1)
βj = pengaruh lama penyimpanan ke-k (faktor 2)
(αβ) ij = pengaruh interaksi faktor 1 dan 2
εijk = galat percobaan pengaruh perlakuan pertama ke-i dan ulangan ke-k
i = lama penyimpanan (2 dan 4 hari)
K = ulangan (1, 2 dan 3)
Yijk = respon pengaruh lama penyimpanan terhadap penambahan substrat
antimikroba
3.5. Peubah
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi:
Peubah 1: Uji pH
Peubah 2: Daya mengikat air
Peubah 3: Susut masak
Peubah 4: Uji mikrobiologi
3.6. Analisis Data
Data hasil pengamatan yang dilakukan dianalisis dengan menggunakan analisis
sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan Uji Duncan
dengan taraf 5%.
11
3.7. Prosedur
Produksi Substrat Antimikroba
Bakteri asam laktat yang sudah disegarkan dihomogenisasi kemudian di ambil
sebanyak 3 % dan dimasukkan ke dalam MRSB (deMan Ragosa Sharp broth).
Kemudian dihomogenisasi dan diinkubasi selama 48 jam. Setelah itu dimasukkan ke
dalam tabung Ependorf kemudian disentrifugasi dengan kecepatan putar 2000 rpm
dalam 15 menit. Setelah itu, supernatan (bagian atas yang terpisah, hasil dari
sentrifugasi) tersebut disaring dengan kertas saring Sartorius 0,22 μml ke dalam wadah
tabung Scott steril. Substrat antimikroba yang sudah disaring dinamakan Supernatan
Bebas Sel (SBS).
Daging
Diiris 100 gram
25% substrat
antimikroba +
75% aquadest
50% substrat
antimikroba +
50 % aquadest
75% substrat
antimikroba
+ 25%
aquadest
100%
substrat
antimikroba
Direndam selama 60 menit
Pengamatan
Gambar 2. Bagan Alur Tahapan Pengamatan
Peubah Kualitas fisik Daging
Nilai
pH dengan metode AOAC (1995). Pengukuran
pH
dilakukan
dengan
menggunakan pH meter. Caranya adalah pH meter dikalibrasi dengan larutan
standar (ber-pH 7 dan 4), kemudian sebanyak 5 g sampel daging dihancurkan dan
12
dilarutkan ke dalam 45 ml akuades lalu elektroda pH meter dimasukkan ke dalam
larutan daging dan dilihat nilai pH-nya.
Daya Mengikat Air dengan metode Hamm (Soeparno,1998). Sebanyak 0,3 g
sampel daging segar diletakkan ke dalam kertas Whatman kemudian tekan selama
5 menit dengan menggunakan water press (beban 35 kg). Setelah 5 menit
lingkaran yang terbentuk, ditandai kemudian diukur. Perhitungan daya mengikat
air diestimasi dengan menghitung mgH2O berdasarkan rumus:
MgH 2O=
area yang basa h (cm2)
−8
0,00948
Semakin tinggi nilai mgH2O maka daya mengikat air semakin rendah.
Susut Masak (Soeparno, 1998). Sebanyak 100 g sampel ditancapi dengan
thermometer bimetal sampai menembus daging sebatas garis putih pada alat
tersebut. Kemudian dimasukkan ke dalam air dan direbus sampai menunjukkan
suhu 81°C. Setelah itu, daging didinginkan selama 60 menit. Setelah 24 jam
daging ditimbang kembali. Susut masak dihitung dengan meggunakan rumus:
Susut masak=
berat awal sampel−berat akhir sampel
x 100
berat awal sampel
Uji Mikrobiologi (Soeparno, 1998). Analisis Kuantitatif Total Plate Count (TPC).
Sebanyak 10 g sampel daging diencerkan dengan larutan pengencer (pepton).
Kemudian 1 ml dari pengenceran 10 -1 yang sudah homogen dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran
10 -2
kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran ini dilakukan
sampai pengenceran 10-9. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara
mengambil sebanyak 1 ml dari 3 pengenceran terakhir yaitu 10 -7, 10-8, dan 10-9
dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media agar Plate Count
Agar (PCA) ditambahkan ke dalam cawan Petri tersebut. Pemupukan dilakukan
13
dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8.
Cawan Petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam
inkubator bersuhu 370C selama 24 jam.
hasil metabolisme selama proses fermentasi
14