Proses dan Iklim Komunikasi Antarbudaya

ISSN: 2086-1303

Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Al-munir 2

Volume IV Nomor 8 Oktober 2013

DIterbitkan Oleh Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah IAIN Ima Bonjol Padang
AL-Munir 2 Vol IV No. 8 Oktober 2013

ISSN: 2086-1303

AL MUNIR 2

Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Volume IV Nomor 8, Oktober 2013

Susunan Tim Redaksi


SK Rektor IAIN Imam Bonjol Padang
Nomor: In.05/KP.07.6/435/2013
Tanggal 11 Agustus 2013
Penanggungjawab

:

Dr. Alkhendra, M.Ag.

Redaktur

:

Dr. Wakidul Kohar, M.Ag.

Editor

:

Usman, MA


Lay Outer

:

Dr. Mulyanti Syas, M.Si

Sekretaris

:

Abdul Manan, MA

Sekretariat Redaksi:
Dekanat Fakultas Dakwah IAIN IB Padang
Kampus IAIN Imam Bonjol Jl. M. Yunus, Lubuk Lintah
Padang 25151, Telepon 0751-24686
Al Munir 2, Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Terbit setiap enam bulan, edisi perdana April 2009 oleh Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Imam Bonjol Padang

Redaksi menerima karya ilmiah berupa artikel, ringkasan hasil penelitian, gagasan
orisinil yang kritis dalam bidang dakwah dan komunikasi. Karya tersebut belum
pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS kuarto spasi
1.5 sepanjang 10 – 15 halaman, dengan format seperti tercantum pada halaman
belakang (Petunjuk bagi Calon Penulis Al Munir 2). Naskah yang masuk akan
dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan model selingkung.

Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Editorial

X
Syukur Alhamdulillah, atas limpahan rahmat dan karunia Allah
SWT, Al Munir 2 Volume IV Nomor 8, Oktober 2013 dapat hadir
kembali mengunjungi para pembaca. Seperti biasanya Al Munir 2
terbit secara periodik dua kali dalam satu tahun, yaitu pada bulan
April dan Oktober setiap tahunnya. Kehadiran jurnal Al Munir 2 ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan
keilmuan dakwah dan komunikasi.
Al-Munir 2 Nomor 8, edisi Oktober 2013 kali ini kembali hadir

dengan tema-tema pokok tentang kajian komunikasi, serta masalahmasalah kontemporer. Al Munir 2 Nomor 8, edisi Oktober 2013 ini
terbit berkat kerja sama tim sehingga sampai ke tangan pembaca,
semoga isi dan penampilan jurnal ini dapat menambah wawasan dan
menjadi bahan referensi bagi para pembaca.
Akhirnya, redaksi menyadari penerbitan jurnal pada edisi ini
masih banyak terdapat kelemahan, baik dari segi tampilan fisik
maupun substansi. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritikan dan saran yang bersifat konstruktif, sehingga jurnal ini tampil
dengan lebih baik ke depan.

AL-Munir 2 Vol IV No. 8 Oktober 2013

ISSN: 2086-1303

Daftar Isi
Editorial
Daftar Isi

KARAKTERISTIK DAN BENTUK KODE ETIK DAKWAH
Bukhari

ANALISIS MENGKAJI PROGRAM PADI TANAM SABATANG (PTS)
DARI KACAMATA TEORI DIVUSI INOVASI
Lili Fitriani
PROSES DAN IKLIM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Neni Efrita
MAKNA DAN SEJARAH AJARAN ZUHUD DALAM TASAWUF
Eliza
KEMAMPUAN DAN KEUANGAN DAERAH PADA OTONOMI DAERAH
(KAJIAN DALAM MANAJEMEN PUBLIK)
Yummil Hasan
ABORTUS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
Rasyidin Imran
PENGARUH PEMAKAIAN SMARTPHONE
TERHADAP PERILAKU REMAJA
Usman & Yulida Maran

Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

PROSES DAN IKLIM KOMUNIKASI
ANTARBUDAYA

Neni Efrita1
ABSTRACT
Communication is a process (that is one of the characteristics of
the communication), because the communication is dynamic,
always in progress and change often. A process consists of
several sequences that can be distinguished but not separated.
Intercultural communication is as same as other
communication process that is a process that is dynamic and
interactive and transactional. Interactive intercultural
communication is communication made by participants in the
two-way communication
/
reciprocity (two
way
communication) but was still at a low stage. Communication
climate is constructed as a situation, atmosphere conditions
involving the mind or spiritual situation or participants’
communication feeling. Several key communication climates
can be shown by the characteristic where there is no more
pressure on the power of communication participants, the

principles of openness to all; the atmosphere is capable of
providing communication participants to be able to
differentiate between personal interests and the interests of the
group.

Key word: komunikasi, antarbudaya
A. Pendahuluan
Komunikasi antarbudaya dibentuk oleh ilmu-ilmu tentang
kemanusiaan, yaitu: antropologi, sosiologi, psikologi dan
hubungan internasional. Oleh kerena itu sebagian besar
pemahaman bersumber dari ilmu-ilmu tersebut. Di antara
1

Dosen IAIN Imam Bonjol Padang

56

Proses dan Iklim Komunikasi Antarbudaya

definisi yang disampaikan oleh para ahli sesuai dengan bidang

ilmu yang digelutinya, adalah:
a. Liliweri memberikan batasan definisi yang paling
sederhana
dari
komunikasi
antarbudaya
adalah
menambahkan
kata
budaya
ke
dalam
pernyataan“komunikasi antara dua orang atau lebih yang
berbeda latar
belakang
kebudayaannya”
atau
“komunikasi antarpribadi yang dilakukan
oleh mereka
yang berbeda latar belakang kebudayaannya” (Liliweri

2003:9)
b. Mulyana mengatakan: Komunikasi yang efektif adalah
komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para
pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi)
dalam konteks komunikasi antarbudaya ia merumuskan
“semakin mirip latar belakang budaya semakin efektiflah
komunikasi”(Mulyana,2007:117)
c. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A.
Samovar dan Richard E. Porter, Intercultural Communication
A. Reader, menyatakan “komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi
antara
orang
orang
yang
berbeda
kebudayaannya, misalnya antar suku bangsa, antar etnik
dan ras, antar kelas ” (Samovar dan Porter, 1976:25)
d. Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa “komunikasi
antarbudaya

terjadi diantara produser pesan dan
penerima pesan yang latar belakang
kebudayaannya
berbeda”. (Samovar dan Porter,1976:4)
e. Guo-Ming Chen dan William J. Starosta, mengatakan
bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi
dan pertukaran interaksi simbolik yang membimbing
prilaku
manusia
dan membatasi meraka dalam
menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya
komunikasi antarbudaya itu dilakukan dengan:
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Neni Efrita 57
1) Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia didalam
pertemuan yang membahas satu tema (penyampaian
tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan.
Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia
dapat berarti kedalam satu konteks dan makna-makna

itu dinegosiasikan atau diperjuangkan.
2) Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dan
persetujuan
antarsubyek
yang
terlibat
dalam
komunikasi,
sebuah
keputusan
dibuat
untuk
berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang
sama.
3) Sebagai pembimbing prilaku budaya yang tidak
terprogram namun bermanfaat karena mempunyai
pengaruh terhadap prilaku kita.
4) Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita
dapat membedakan diri dari kelompok lain dan
mengidentifikasikannya dengan berbagai cara (Liliweri,
2003:11-12)
f.

Lustig dan Koester menyatakan bahwa komunikasi budaya
adalah suatu proses komunikasi simbolik, interpretative,
transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah
orang yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan
tertentu memberikan interpretasi dan harapan secara
berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk
prilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan.
(Liliweri,2003:11)

g. Charly H. Dood mengatakan bahwa “komunikasi
antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta
komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi dan
kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang
AL-Munir 2 Vol IV No.8 Oktober 2013

58

Proses dan Iklim Komunikasi Antarbudaya

kebudayaan yang mempengaruhi prilaku komunikasi para
peserta”(Dood,1991:5)
Beberapa pengertian komunikasi antarbudaya tersebut
membuktikan sebuah hipotesis proses komunikasi antarbudaya
bahwa “semakin besar derajat perbedaan antarbudaya maka
semakin besar pula kita kehilangan peluang untuk
merumuskan suatu tingkat kepastian sebuah komunikasi
efektif (Liliweri,2003:12). Pendapat senada juga disampaikan
oleh Mulyana bahwa “ komunikasi yang efektif adalah
komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para
pesertanya” (Mulyana, 2003:117). Dengan demikian ketika
suatu masyarakat berada pada kondisi kebudayaan yang
berbeda maka komunikasi antarpribadi dapat menyentuh
komunikasi antarbudaya.
B. Pembahasan
1. Proses Komunikasi Antarbudaya
Manusia merupakan makhluk yang selalu ingin
berhubungan dengan orang lain dengan tujuan agar dapat
hidup bergaul atau bersama-sama dengan orang lain tanpa
memandang perbedaan latar belakang budaya. Untuk
meningkatkan
kehidupan
bersama
maka
mereka
berkomunikasi satu sama lain dengan menciptakan,
memelihara hubungan melalui pertukaran informasi bagi
pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Komunikasi tidak bisa dipandang sekedar sebagai sebuah
kegiatan yang menghubungkan manusia dalam keadaan pasif,
tetapi komunikasi harus dipandang sebagai proses yang
menghubungkan manusia melalui sekumpulan tindakan yang
terus menerus diperbaharui. Komunikasi sebagai proses (itulah
salah satu karakteristik komunikasi) karena komunikasi itu
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Neni Efrita 59
dinamik, selalu berlangsung dan sering berubah-ubah. Sebuah
proses terdiri dari beberapa sekuen yang dapat dibedakan
namun tidak dapat dipisahkan. Semua sekuen berkaitan satu
sama lain meskipun dia selalu berubah-ubah. Jadi pada
hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama dengan
proses komunikasi lain, yakni suatu proses yang interaktif dan
transaksional serta dinamis.
Komunikasi antarbudaya yang interaktif adalah komunikasi
yang dilakukan oleh partisipan komunikasi dalam dua arah /
timbal balik (two way communication) namun masih berada pada
tahap rendah (Wahlstrom, 1992). Sedangkan Hybels dan
Sandra ,(1992) menyatakan apabila ada proses pertukaran
pesan itu memasuki tahap tinggi, misalnya saling mengerti,
memahami perasaan dan tindakan bersama maka komunikasi
tersebut telah memasuki tahap transaksional (Liliweri,2003:24)
Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting,
yaitu (1) keterlibatan emosi yang tinggi yang berlangsung terus
menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan, (2)
peristiwa komunikasi meliputi seri waktu artinya berkaitan
dengan masa lalu, kini dan yang akan datang dan (3) partisipan
dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu.
Sifat dinamis dari komunikasi antarbudaya dikarenakan proses
tersebut berlangsung dalam konteks yang hidup, berkembang
dan bahkan berubah-ubah berdasarkan waktu, situasi dan
kondisi tertentu. Karena proses komunikasi yang dilakukan
adalah komunikasi antarbudaya maka kebudayaan merupakan
dinamisator bagi proses komunikasi tersebut (Liliweri, 2003 :
24-25).
Esensi komunikasi secara umum terletak pada “proses”
yakni suatu aktivitas yang “melayani” hubungan antara
pengirim dan penerima pesan melampui ruang dan waktu
AL-Munir 2 Vol IV No.8 Oktober 2013

60

Proses dan Iklim Komunikasi Antarbudaya

(Liliweri,2003:24). Komunikasi dikatakan sebagai suatu proses
karena komunikasi itu dinamik, selalu berlangsung dan
berubah-rubah, begitu juga dengan komunikasi antarbudaya
yakni interaktif, transaksional dan dinamis.
Mulyana mengatakan: Komunikasi antarbudaya yang
interaktif adalah komunikasi yang dilakukan antara sumber
dan penerima. Ini mengimplementasikan “dua orang atau lebih
yang membawa latar belakang dan pengalaman unik mereka
masing-masing ke peristiwa komunikasi. Latar belakang dan
pengalaman mereka tersebut mempengaruhi interaksi mereka.
Interaksi juga menandakan
situasi timbal balik
yang
memungkinkan setiap pihak mempengaruhi pihak lainnya”
(Mulyana dan Rakhmat, 2006: 16).
Sementara menurut Wahlstrom (1992) Komunikasi
antarbudaya yang interaktif adalah “komunikasi yang
dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua
arah/timbal balik ( two way communication) nanum masih
berada pada tahap rendah” (Liliweri, 2003: 24). Dengan
demikian komunikasi antarbudaya yang interaktif dapat
dikatakan komunikasi yang berlangsung di antara dua orang
atau lebih yang memiliki latar belakang kebudayaan yang
berbeda dalam dua arah atau timbal balik.
Setiap individu ada dalam masyarakat dan setiap
masyarakat memiliki kebudayaan .Kehidupan dan dinamika
sebuah masyarakat serta kebudayaan ditentukan oleh
komunikasi diantara anggota masyarakat dan anggota budaya.
Setiap praktek kehidupan pada dasarnya adalah suatu
representasi budaya atau, tepatnya suatu peta atas suatu
realitas (budaya) yang sangat rumit. Komunikasi dan budaya
adalah dua entitas tak terpisahkan, sebagaimana yang
dikatakan Edward T. Hall, “budaya adalah komunikasi dan
komunikasi adalah budaya (Liliweri,2003:21).
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Neni Efrita 61
Bicara tentang komunikasi antarbudaya tak dapat
dielakkan dari pengertian kebudayaan (budaya). Komunikasi
dan kebudayaan tidak hanya dua kata tapi dua konsep yang
tidak dapat dipisahkan, harus dicatat bahwa “studi komunikasi
antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan
pada efek kebudayaan terhadap komunikasi (William B. Hart
II, 1996), makanya Hammer (1995) meminjam pendapat Hall,
mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya memenuhi syarat
untuk dijadikan sebagai salah satu kajian dalam ilmu
komunikasi karena: (1) secara teoritis memindahkan fokus dari
satu kebudayaan kepada kebudayaan yang dibandingkan, (2)
membawa konsep arah makro kebudayaan ke arah mikro
kebudayaan, (3) menghubungkan kebudayaan dengan
komunikasi, dan (4) membawa perhatian kita kepada
kebudayaan yang mempengaruhi prilaku ( Liliweri,2003:14).
Baik komunikasi interaktif maupun komunikasi yang
transaksional akan mengalami proses yang dinamis, karena
proses komunikasi tersebut berlangsung dalam konteks yang
hidup, berkembang dan bahkan dapat berubah-rubah sesuai
dengan situasi, waktu dan kondisi tertentu. Komunikasi
antarbudaya yang dilakukan oleh partisipan komunikasi
merupakan proses komunikasi melibatkan kebudayaan sebagai
dinamisator atau penghidup bagi proses komunikasi itu
sendiri.
Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang masingmasing berbeda, namun melihat sifat dan hakekat yang berlaku
umum bagi semua kebudayaan di mana saja. Sifat kebudayaan
itu menurut Yudistira, antara lain :
1. Kebudayaan terujud dan tersalurkan dari prilaku manusia

AL-Munir 2 Vol IV No.8 Oktober 2013

62

Proses dan Iklim Komunikasi Antarbudaya

2. Kebudayaan sudah ada terlebih dahulu dari pada lahirnya
generasi tertentu dan
tidak akan mati dengan habisnya
usia generasi yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan
dalam tingkah lakunya.
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan
kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang dilarang dan
tindakan-tindakan yang diizinkan (Yudistira,1996:52)
Kebudayaan dapat berubah karena kenyataan hidup yang
dihadapi manusia sehari-hari bukan merupakan peraturan
yang berlaku dan mutlak. Suatu perubahan kebudayaan dapat
terjadi dari dalam dan luar masyarakat, serta perubahan itu
akan terjadi melalui proses komunikasi karena komunikasi itu
dinamis selalu berlangsung dan berubah-rubah.
2. Komponen Komunikasi Antarbudaya
a. Partisipan komunikasi.
Partisipan komunikasi dalam komunikasi antarbudaya
adalah pihak yang memprakarsai komunikasi, artinya dia
mengawali pengiriman pesan tertentu kepada pihak lain.
Partisipan komunikasi merupakan orang yang mempunyai
kebutuhan untuk berkomunikasi yang berkisar dari kebutuhan
untuk diakui sebagai individu hingga kebutuhan berbagai
informasi dengan orang lain untuk mempengaruhi sikap atau
prilaku seseorang atau sekelompok orang lain. Dalam
komunikasi antarbudaya seorang komunikator berasal dari
latar belakang kebudayaan tertentu, misalnya kebudayaan A
yang berbeda dengan partisipan komunikasi yang kebudayaan
B.
Partisipan Komunikasi A ___ Partisipan Komunikasi B
Kebudayaan A

___ Kebudayaan B
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Neni Efrita 63
William Gudykunst dan Young Yun Kim (1995)
mengatakan bahwa “secara makro perbedaan karakteristik
antarbudaya itu ditentukan oleh faktor nilai dan norma hingga
ke arah mikro yang mudah dilihat dalam wujud kepercayaan,
minat dan kebiasaan”. Selain itu faktor-faktor yang berkaitan
dengan kemampuan berbahasa sebagai penduduk komunikasi
misalnya Asante dan Gudykunst, (1989) “kemampuan
berbicara dan menulis secara baik dan benar (memilih kata,
membuat kalimat), kemampuan menyatakan simbol non verbal
(bahasa isyarat tubuh), bentuk-bentuk dialek dan aksen, dan
lain-lain. (Liliweri, 2003: 25-26).
Karakteristik tersebut pun sangat ditentukan oleh faktorfaktor makro seperti penggunaan bahasa minoritas dan
pengelolaan etnis, pandangan tentang pentingnya sebuah
percakapan dalam konteks budaya, orientasi atas konsep
individualistik dan kolektivistik dari suatu masyarakat, dan
orientasi atas ruang dan waktu; dan faktor mikro, seperti
komunikasi yang dilakukan dalam suatu konteks yang segera,
masalah subjektivitas dan objektivitas dalam komunikasi
antarbudaya, kebiasaan percakapan berbagai kelompok
masyarakat dalam bentuk dialek, aksen serta nilai dan sikap
yang menjadi identitas sebuah komunitas masyarakat.
Partisipan komunikasi dalam komunikasi antarbudaya ada
pihak yang menerima pesan tertentu, dia menjadi tujuan/
sasaran komunikasi dari pihak lain. Dalam komunikasi
antarbudaya. Partisipan komunikasi dalam model komunikasi
antarbudaya diharapkan mempunyai perhatian penuh untuk
merespon dan menerjemaahkan pesan yang dialihkan. Tujuan
komunikasi akan tercapai manakala partisipan komunikasi
saling “menerima” (memahami makna) pesan dan
memperhatikan (attention) serta menerima pesan secara
menyeluruh (comprehension). Ini adalah dua aspek penting yang
AL-Munir 2 Vol IV No.8 Oktober 2013

64

Proses dan Iklim Komunikasi Antarbudaya

berkaitan dengan cara bagaimana seorang partisipan mencapai
sukses dalam pertukaran pesan. Yang dimaksud degan
attention dan comprehension adalah:
“Proses awal dari seorang komunikan “memulai”
mendengarkan pesan, menonton atau membaca pesan itu”.
Sedangkan yang dimaksud dengan comprehension meliputi
“cara penggambaran pesan secara lengkap sehingga mudah
dipahami dan dimengerti oleh komunikan (Liliweri,2003:27).
Setiap partisipan komunikasi berusaha agar pesan itu
diterima sehingga seperangakat pesan tersebut perlu mendapat
perlakuan agar menarik perhatian. Dengan demikian mereka
dapat berbuat sesuatu untuk memisahkan isi dan perlakuan
pesan hanya karena pesan yang diterima itu mengandung
pengertian attention dan comprehension, sehingga tujuan
komunikasi akan tercapai ketika partisipan komunikasi
menerima atau memahami makna dari pesan yang
disampaikan diantara mereka.
b. Pesan/Simbol.
Pesan dalam komunikasi antarbudaya diproduksi dalam
bentuk lambang-lambang yang merupakan representasi dari
perasaan dan fikiran. Bentuk pesan yang paling utama adalah
bahasa dan bahasa tersebut tetap mengacu pada referensi
budaya. Dalam proses komunikasi pesan berisi pikiran,
perasaan, ide, dan gagasan yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan dalam bentuk simbol atau
lambang-lambang, “simbol atau lambang-lambang tersebut
dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama” (Purwasito, 2003:
203)
Ferdinand de Saussure (1983) Kebudayaan itu sendiri
termuat dalam bahasa yang digunakan sebagai alat
komunikasi. Roland Barthes(1985) juga melihat kebudayaan
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Neni Efrita 65
manusia tidak lain adalah sistem simbol dan semantik, le non
sisteme simbolique at semantique de notre civilization dans son entire.
Artinya bahasa verbal dan nonverbal dalam setiap tindak
komunikasi dibangun oleh sistem signifikansi yang
mendasarinya (Purwasito, 2003:197)
Bahasa yang menjadi jantungnya pesan komunikasi
menduduki posisi utama karena dijadikan unit analisis dalam
kajian komunikasi antarbudaya. Baik proses penyandian
representasi budaya, persepsi, prasangka, empati, ideology,
jarak dan lain sebagainya. Pesan proses komunikasi, adalah
pesan yang berisi pikiran, ide atau gagasan, perasaan yang
dikirim partisipan dalam bentuk simbol. Simbol adalah sesuatu
yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu, misalnya
dalam kata-kata verbal yang diucapkan atau ditulis, atau
simbol non verbal yang diperagakan melalui gerak-gerik
tubuh/ anggota tubuh, warna, artifak, gambar, pakaian dan
lain-lain yang semuanya harus dipahami secara konotatif.
Pesan dalam model komunikasi antarbudaya, adalah apa
yang ditekankan atau yang dialihkan oleh partisipan
komunikasi. Setiap pesan sekurang-kurangnya mempunyai
aspek utama: content dan treatment, yaitu isi dan perlakuan. Isi
pesan meliputi aspek daya tarik pesan, misalnya kebaruan,
kotroversi, argumentatif, rasional, bahkan emosional. Dalam
komunikasi antarbudaya untuk menunjuk pada cara dan nilai
penyandian pesan Edward. T Hall membedakan konteks
budaya tinggi (high context culture) dan konteks budaya rendah
(low context culture) untuk menunjukkan pada cara dan nilai
penyandian pesan lewat logat dan gaya bicara ( Porwasito,
2003: 202). Pesan dalam konteks budaya tinggi kebanyakan
bersifat implisit (tersembunyi) tidak langsung dan tidak
berterus-terang. Pesan yang sebenarnya berada pada prilaku
pesan nonverbal komunikator seperti intonasi suara, postur
AL-Munir 2 Vol IV No.8 Oktober 2013

66

Proses dan Iklim Komunikasi Antarbudaya

badan, tatapan mata, gaya berpakaian, penataan ruangan dan
benda-benda yang digunakan.
Mulyana menegaskan bahwa komunikasi konteks tinggi
mengandung pesan yang kebanyakkan ada dalam kontek fisik,
sehingga makna pesan hanya dapat dipahami dalam konteks
pesan tersebut. Dalam budaya konteks tinggi, makna
terinternalisasikan pada orang yang bersangkutan dan pesan
nonverbal lebih ditekankan (Mulyana, 2005: 131).
Dalam budaya konteks tinggi pernyataan verbal bisa
berbeda
dengan
atau
bertentangan
dengan
pesan
nonverbalnya. Sedangkan untuk konteks budaya rendah
pesannya bersifat lugas, ekslisit (berterus terang). Partisipan
komunikasi dalam konteks budaya tinggi lebih pandai dan
terampil
dalam
membaca
prilaku
nonverbal
dan
lingkungannya ( Porwasito, 2003: 202-204).
Partisipan komunikasi dalam konteks budaya tinggi lebih
pandai dan terampil dalam membaca prilaku nonverbal dan
lingkungannya. Dalam komunkasi antarbudaya konteks
budaya mengungkapkan seberapa besar interpretasi dan
struktur pesan oleh partisipan komunikasi dalam perspektif,
dinamaika interaksional, kelembagaan dan dinamika
masyarakat. (Samovar , Porter dan Janin, 1978:34-35)
Para ahli komunikasi antarbudaya seperti Samovar, Porter
dan Janin mengidentifikasi bahwa partisipan komunikasi
antarbudaya diasumsikan sebagai nara sumber yang menjadi
produsen pesan yakni “mereka yang datang dari suatu budaya
tertentu (termasuk dalam konteks budaya tinggi dan rendah)
sedangkan si penerima pesan adalah anggota yang datang dari
budaya yang lainnya” (Purwasito, 2003: 203).
Budaya yang menjadi identitas kultural memang memberi
suatu pola tentang bagaimana orang berkomunikasi. Dalam
setiap masyarakat antarbudaya terdapat sistem yang mungkin
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Neni Efrita 67
agak sama dengan sistem budaya yang lain. Ini menunjukkan
bahwa individu yang telah dibentuk oleh sistem budaya
berbeda masih menunjukkan pola komunikasi dan penggunaan
simbol-simbol yang sama. Penggunaan simbol-simbol yang
sama
dalam penyampaian pesan tidak hanya
dalam
berinteraksi antar sesama atau sebagai alat untuk
menyampaikan pendapat, fikiran, ide atau gagasan tetapi juga
dapat menggalang persatuan.
c. Media.
Media merupakan alat untuk mengalirkan pesan dari
komunikator kepada komunikan. Media dalam proses
komunikasi antarbudaya, adalah media atau alat fisik yang
memindahkan pesan dan merupakan tempat, saluran yang
dilalui oleh pesan atau simbol yang dikirim melalui media
tertulis misalnya surat, telegram, faksimili. Juga media massa
(cetak) seperti majalah, surat kabar dan buku, media massa
elektronik (radio, televise, video, film, dan lain-lain). Akan
tetapi kadang-kadang pesan-pesan itu dikirim tidak melalui
media, terutama dalam komunikasi antarbudaya yaitu tatap
muka.
Dewasa ini media massa tidak hanya berfungsi sebagai
sarana informasi , pendidikan, hiburan dan penyebaran
kebudayaan, tetapi juga telah tumbuh menjadi sarana bisnis.
Informasi hampir sama dengan pariwisata telah menjadi
komoditas yang diperjualbelikan seperti barang dengan tujuan
untuk mendapatkan keuntungan.
d. Efek atau Umpan Balik.
Apapun jenis komunikasi yang dilakukan manusia
merupakan kegiatan pengiriman dan penerimaan lambang/
pesan atau keinginan untuk mengubah pendapat atau prilaku
AL-Munir 2 Vol IV No.8 Oktober 2013

68

Proses dan Iklim Komunikasi Antarbudaya

orang lain, semua itu merupakan usaha untuk mengadakan
hubungan. Dalam proses kegiatan dan pengiriman pesan
tersebut akan terjadi umpan balik dan akan menimbulkan efek
tertentu.
Efek/ umpan balik dalam proses komunikasi antarbudaya
merupakan tanggapan balik dari partisipan komunikasi
menghendaki reaksi balikan. Umpan balik merupakan
tanggapan balik dari partisipan komunikasi atas pesan-pesan
yang telah disampaikan. Pada umpan balik inilah partisipan
komunikasi memberikan penilaian dan pertimbangan tentang
apakah proses komunikasi yang dilakukan berhasil efektif atau
gagal sehingga memerlukan pengulangan, revisi, penyesuaian
dan derajat perbaikan (Samovar dan Porter 1978). Tanpa
umpan balik atas pesan-pesan dalam komunikasi antarbudaya
maka partisipan komunikasi tidak bisa memahami ide, pikiran
dan perasaan yang terkandung dalam pesan tersebut
(Liliweri.2003: 30)
Komunikasi antarbudaya dalam kasus komunikasi tatap
muka, umpan balik lebih mudah diterima. partisipan
komunikasi dapat mengetahui secara langsung apakah
serangkaian pesan itu dapat diterima atau tidak. Partisipan
komunikasi pun dapat mengatakan sesuatu secara langsung
jika dia melihat komunikasi kurang memberikan perhatian atas
pesan yang sedang disampaikan. Reaksi-reaksi verbal dapat
diungkapkan secara langsung oleh partisipan komunikasi
melalui kata-kata menerima, mengerti bahkan menolak pesan,
sebaliknya reaksi pesan dapat dapat dinyatakan dengan pesan
nonverbal seperti menganggukkan kepala tanda setuju dan
menggelengkan kepala sebagai ungkapan tidak setuju.
e. Suasana (Setting dan Context)
Satu faktor penting dalam komunikasi antarbudaya adalah
suasana yang kadang-kadang disebut setting of communication,
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Neni Efrita 69
yakni tempat (ruang, space) dan waktu (time) serta suasana
(sosial,
psikologis)
ketika
komunikasi
antarbudaya
berlangsung. Suasana itu berkaitan dengan waktu (jangka
pendek/ panjang, jam/ hari/ minggu/ bulan/ tahun) yang
tepat untuk bertemu/ berkomunikasi, sedangkan tempat
(rumah, kantor, rumah ibadah) untuk berkomunikasi, kualitas
relasi (formalitas, informalitas) yang berpengaruh terhadap
komunikasi antarbudaya.
f. Gangguan (Noise atau Interference)
Gangguan dalam komunikasi antarbudaya adalah segala
sesuatu yang menjadi penghambat laju pesan yang ditukar
antara peserta komunikasi. Gangguan (nois) dikatakan ada
dalam satu sistem komunikasi bila dalam membuat pesan yang
disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan
itu dapat bersumber dari unsur-unsur komunikasi, missalnya
dari partisipan komunikasi, pesan, media/ saluran yang
mengurangi usaha bersama untuk memberikan makna yang
sama atas pesan. Model komunikasi antarbudaya menurut
Liliweri (2003) sebagi berikut:
Strategi
komunikasi
yang akomodasi

C
Kebudayaan
Kepribadian

Kebudayaan

A

B

Kepribadian
Persepsi terhadap
relasi antarpribadi

Persepsi terhadap
relasi antarpribadi
Ketidakpastian dan
kecemasan

AL-Munir 2 Vol IV No.8 Oktober 2013

70

Proses dan Iklim Komunikasi Antarbudaya

g. Iklim Komunikasi Antarbudaya
Iklim komunikasi mengambarkan suatu kiasan bagi iklim
fisik. Sama dengan cuaca membentuk iklim fisik untuk suatu
kawasan. Iklim fisik terdiri dari kondisi-kondisi cuaca umum
yang merupakan gabungan dari temperatur, tekanan udara,
kelembaban, sinar matahari, curah hujan dan lain-lain yang
berhubungan dengan kondisi cuaca umun mengenai suatu
wilayah. Faules menyebutkan “Iklim komunikasi merupakan
gabungan dari persepsi-persepsi, suatu evaluasi makro
mengenai peristiwa komunikasi” (Faules,2006: 147)
Gambaran di atas menunjukkan bahwa iklim komunikasi
dikonstruk sebagai suatu situasi, kondisi suasana yang
melibatkan sausana batin atau hati partisipan komunikasi.
Liliweri menyebut:
Iklim komunikasi lebih berkaitan erat dengan situasi,
kondisi, suasana psikologis (hati dan batin) yang berpengaruh
terhadap interaksi/relasi yang terjadi antarpribadi, komunikasi
dalam kelompok dan organisasi serta komunikasi publik dan
komunikasi massa. (Liliweri, 2003: 47)
Konsep iklim komunikasi terbanyak digunakan dalam studi
komunikasi massa John Keane dalam tulisanya berjudul
“Structural Transformations of the Publik Sphere” mengatakan
bahwa kita hidup dalam satu ruang dan waktu. Di sana hidup
pula seorang atau sejumlah orang yang karena kekuasaannya
menentukan pemanfaatan ruang dan waktu bagi orang lain.
Dalam studi-studi komunikasi massa dikenal pengaruh
“kekuasaan” untuk mengatur ruang dan waktu komunikasi,
pengaturan itu sangat berkaitan erat dengan ideology sebuah
Negara. ( Liliweri 2003: 46).
Mengutip pendapat Harbermas, bahwa dalam setiap proses
komunikasi (apapun bentuknya) selalu ada fakta dari semua
situasi yang tersembunyi dibalik para partisipan komunikasi.
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Neni Efrita 71
Menurutnya, beberapa kunci iklim komunikasi dapat
ditunjukan oleh karakteristik, suasana di mana tidak ada lagi
tekanan kekuasaan terhadap peserta komunikasi, prinsip
keterbukaan bagi semua, suasana yang mampu memberikan
partisipan komunikasi untuk dapat membedakan antara minat
pribadi dan minat kelompok. Di sini kelihatan bahwa iklim
komunikasi dapat menghasilkan dampak yang positif maupun
yang negative, dan itu tergantung atas tiga dimensi yakni
perasaan positif, pengetahuan dan prilaku pertisipan
komunikasi.
1. Perasaan Positif terhadap partisipan Komunikasi
Suatu proses komunikasi dikatakan berada dalam suatu
iklim komunikasi yang sehat jika partisipan komunikasi dapat
saling menciptakan perasaan positif. Dengan cara mengurangi
perasaan curiga (prasangka, prejudice) terhadap orang yang
sedang berkomunikasi. Itu berarti, partisipan komunikasi tak
boleh menarik suatu kesimpulan dengan tergesa-gesa sebelum
mengenal dan mendalaminya, partisipan komunikasi tidak
boleh saling “menuduh” orang lain sebagai orang yang tidak
jujur, tidak saleh, tidak benar, atau tidak dapat dipercayai.
Perasaan positif mendorong partisipan komunikasi untuk
berkata dengan benar, jujur dan meyakinkan, menampilkan
diri dengan kepercayaan diri yang tinggi ( Liliweri 2003: 46-47).
2. Pengetahuan Tentang partisipan Komunikasi
Dimensi kedua adalah pengetahuan tentang partisipan
komunikasi yang meliputi pengetahuan “dasar “ tentang
dengan “siapakah” kita berkomunikasi. Misalnya dari suku
mana dia berasal, pekerjaan atau profesinya, tempat tinggal,
umur, atau mungkin latar belakang orang tua. Demikian pula
tentang harapan-harapan yang diinginkan , maksud, tujuan
komunikasi, keinginan dan kebutuhan yang diharapkan dari
AL-Munir 2 Vol IV No.8 Oktober 2013

72

Proses dan Iklim Komunikasi Antarbudaya

partisipan. Tanpa pengetahuan dan pengertian yang baik
terhadap parisipan komunikasi maka komunikasi tidak akan
efektif.
3. Perilaku/Tindakan terhadap patisipan Komunikasi
Dimensi terakhir adalah perilaku yang diwujudkan ke
dalam perilaku verbal dan nonverbal. Setiap paserta
komunikasi diharapkan mampu mengungkapkan maksud dan
tujuan komunikasi, apa yang dimaksudkan dengan kata-kata
yang diungkapkan atau dengan gerakan-gerakan tubuh yang
diperagakan. Perlu disampaikan bahwa perilaku atau tindakan
komunikasi manusia berasal dari tiga sumber utama, yakni
berdasarkan : (1) kebiasaan; (2) maksud yang ada dalam benak;
serta (3) perasaan atau emosi. Perilaku dan tindakan
komunikasi kadang-kadang didasarkan pada kebiasaan, baik
oleh karena dipelajari (scripted) atau dengan spontan dalam
situasi tertentu (Liliweri, 2003: 50).
Prilaku dan tindakan komunikasi pun kadang-kadang
didasarkan pada maksud yang ada pada benak . Kalau
berkomunikasi dengan seorang dari kebudayaan lain maka
setiap partisipan komunikasi perlu mengatakan maksud yang
ada dalam benaknya. Jika hendak memberikan instruksi maka
nyatakan maksud itu dengan kata-kata yang tegas dan jelas,
gunakan suara yang keras untuk memberikan instruksi atau
perintah.

Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2