MEMBANGUN SISTEM PERIZINAN TERPADU BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

  

MEMBANGUN SISTEM PERIZINAN TERPADU BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

DI INDONESIA

Helmi

  Fakult as Hukum Universit as Jambi

  

Abst r act

Appl i cabi l i t y of Law. 32 of 2009 on t he Pr ot ect ion and Management of t he Envi r onment an

i nt egr at ed l i censi ng incr easi ngl y st r i ct envi r onment al f iel d. Never t hel ess, t her e ar e st i l l many

pr obl ems t o t he i mplement at ion of an i nt egr at ed l i censi ng i s t he i nconsi st ency of t he sect or al r ul es,

ego-sect or al t echni cal agenci es, t he st r ong economi c i nt er est s t han t he i nt er est s of envir onment al

pr ot ect i onand soci al wel f ar e. Impl ement at i on of an int egr at ed l i censi ng syst em r equir es i nt egr at i on

of t he envir onment al f iel d of gover nance, i nst it ut ions, power , mechani sms and r equi r ement s t o

achi eve sust ainabl e envir onment al management . That r equi r es t he synchr oni zat ion set t i ngs, t he

i nt egr at ion of sust ai nabl e development and inst it ut ional model s of i nt egr at ed envi r onment al per mit

syst em. Key wor ds: envi r onment , l i censi ng syst em, int egr at ed.

  

Abst rak

  Berlakunya UU No. 32 Tahun 2009 t ent ang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup semakin t egas. Walaupun demikian, masih t erdapat berbagai persoalan unt uk penerapan perizinan t erpadu t ersebut yakni inkonsist ensi berbagai perat uran sekt oral, ego sekt oral inst ansi t eknis, kuat nya kepent ingan ekonomi dibandingkan kepent ingan pelest arian lingkungan dan kesej aht eraan masyarakat . Penyelenggaraan sist em perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup membut uhkan ket erpaduan sist em pengat uran, kelembagaan, kewenangan, mekanisme dan persyarat an unt uk mewuj udkan pengelolaan lingkungan hidup berkelanj ut an. Unt uk it u dibut uhkan sinkronisasi pengat uran, int egrasi prinsip pembangunan berkelanj ut an dan model kelembagaan sist em perizinan bidang lingkungan t erpadu. Kat a kunci: l i ngkungan hi dup, si st em per i zi nan, t er padu.

  

Pendahuluan Perizinan diist ilahkan dengan l i ncence, per mi t

  Cit a-cit a mewuj udkan good gover nance (Inggris); ver gunning (Belanda). Izin hanya dan cl ean gover ment merupakan t unt ut an f un- merupakan ot orit as dan monopoli pemerint ah. dament al bagi t at anan masyarakat global, mau- Tidak ada lembaga lain di luar pemerint ah yang

  1 pun masyarakat lokal. Dalam negara hukum bisa memberikan izin pengelolaan lingkungan.

  kesej aht eraan yang dianut Indonesia, t ugas Izin bidang lingkungan hidup merupakan ut ama pemerint ah unt uk mewuj udkan t uj uan alat pemerint ah yang bersif at yuridis prevent if , negara salah sat unya melalui pelayanan publik dan digunakan sebagai inst rument administ rasi dan t urut sert anya pemerint ah dalam kehidup- unt uk mengendalikan perilaku dalam rangka an sosial masyarakat . Salah sat u ot orit as pe- perlindungan dan pengelolaan lingkungan hi- merint ah t ersebut adalah penyelenggaraan dup. Perizinan sebagai wuj ud penerapan un- sist em perizinan bidang lingkungan hidup. dang-undang lingkungan hidup, t ent u harus di- lakukan sesuai dengan undang-undang (selan- 1 j ut nya penulis singkat menj adi UU) yakni t er-

  Jawahir Thant ow i, “ Nor ma Hukum Pel ayanan Publ ik” , Jur nal Hukum, Vol . 14 No. 3, April 2004, Jakart a:

  140 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 1 Januari 2011 padu.

2 Perizinan t erpadu bidang lingkungan

  hidup t idak hanya t ent ang t eknis administ rasi (prosedur, syarat , wakt u dan biaya), j uga ber- kait an dengan aspek subt ansi perizinan bidang lingkungan hidup it u sendiri. Penyelenggaraan perizinan pada seluruh bidang lingkungan hidup, sepert i kehut anan, pert ambangan, per- kebunan dan bidang-bidang lainya, harus di- dasarkan pada undang-undang lingkungan hidup sebagai payung.

  Penggant i UU No. 23 Tahun 1997, pada Okt ober 2009 diberlakukan UU No. 32 Tahun 2009 t ent ang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH). Undang-undang ini mengendung beberapa inovasi dan perbaik- an, ant ara lain berkait an dengan ket ent uan penyelesaian sengket a di luar pengadilan unt uk masalah-masalah lingkungan, class act ion, ke- t ent uan pembukt ian (st r i ct l i abi l it y), penerap- an hukum perdat a, audit lingkungan, ket ent uan daluwarsa (st at ue of l i mit at i on), sanksi ad- minist rat if , kriminalisasi t indak pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh korporasi.

  lam UU ini, perizinan t erpadu bidang lingkung- an hidup semakin dit egaskan. Sesuai dengan makna lingkungan hidup dalam UU-PPLH (Pasal 1 angka 1 UU-PPLH), ruang lingkup lingkungan hidup mencakup seluruh sekt or sepert i ke- hut anan, pert ambangan, perkebunan, indust ri, perikanan/ kelaut an, dan lain-lain.

  Konsekuensi makna dan ruang lingkup lingkungan hidup, izin bidang lingkungan hidup harus dilakukan secara t erpadu. Ket ent uan me- ngenai sist em perizinan dalam UU-PPLH diat ur t ent ang ket erkait an hubungan ant ara izin ling- kungan dengan izin usaha at au kegiat an (pe- nulis menamakan keduanya dengan “ izin bidang lingkungan hidup). Pasal 36-41 UU-PPLH me- ngat ur t ent ang perizinan dimaksud. Set iap orang unt uk memperoleh izin usaha at au ke- giat an diharuskan memiliki Amdal at au UKL-UPL dan memiliki izin lingkungan. Unt uk mendapat - 2 Lihat , Tauf ik Imam Sant oso, “ Amdal dan Upaya Pene- gakan Hukum Lingkungan” , Jur nal Yust i ka, Vol . 10 No.

  2, Desemser 2007, Padang: FH Unand, hl m. 3-4. 3 Eriyant ouw Wahi d, “ Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesi a: Pil ihan at as Inst rumen Hukum Pi dana” , Jur - nal Hukum, Vol . 1 No. 1 Apr il 2008, Jakart a: Fakul t as

  kan izin lingkungan t ersebut , j uga diwaj ibkan adanya Amdal. Jadi, Amdal dalam hal ini t erdiri dari Amdal unt uk mendapat izin lingkungan dan Amdal unt uk mendapat kan izin usaha at au kegiat an.

  Ket erkait an lain ant ara izin usaha at au kegiat an dengan izin lingkungan j uga diat ur dalam hal penyelenggaraan izin. Dalam UU- PPLH, “ dalam hal izin lingkungan dicabut , izin usaha dan/ at au kegiat an dibat alkan (Pasal 40 ayat 1), dan dalam hal usaha dan/ at au kegiat an mengalami perubahan, penanggungj awab usaha dan/ at au kegiat an waj ib memperbaharui izin lingkungan. Sayangnya, selama belakunya ke- dua UU LH (No. 4 Tahun 1982 dan N0. 23 Tahun 1997), penyelenggaraan perizinan bidang ling- kungan j ust ru t idak t erpadu.

  Pembangunan sist em perizinan t erpadu pada bidang lingkungan hidup merupakan t un- t ut an di t engah kepent ingan meningkat kan invest asi dan penurunan kualit as pelest arian f ungsi lingkungan hidup. Kesalahan t erj adi selama ini, pemerint ah dan sebagian besar aka- demisi menyat akan bidang sumber daya alam bukanlah bagian lingkungan hidup. Hal t ersebut berlanj ut , karena bidang-bidang di at as diat ur secara sekt oral yakni UU Kehut anan, UU Perkebunan, UU Pert ambangan, UU Perikanan. Lingkungan hidup j uga diat ur dalam UU sendiri. UU Sekt oral mengesampingkan UU Lingkungan Hidup.

3 Da-

  Izin usaha at au kegiat an dengan izin lingkungan at aupun Amdal seolah t idak ada hubungan sama sekali. Izin lingkungan “ hanya” sebagai syarat mendapat kan izin usaha at au kegiat an. Jika izin sudah diperoleh, izin ling- kungan menj adi dokumen “ mat i” . Walaupun, perusahaan melanggar izin lingkungan, izin usaha dan/ at au kegiat an t et ap t idak dapat diganggu gugat . Padahal, izin usaha at au ke- giat an dapat dibat alkan j ika t erbukt i melanggar norma lingkungan hidup.

  Berlakunya UU No. 32 Tahun 2009 j uga menimbulkan polemik. Kalangan pengusaha bi- dang kehut anan dan pert ambangan mencemas- kan ket ent uan perizinan yang dianggap akan menghambat produkt ivit as perusahaan. Perlu diingat di sini, bahwa perj alanan pembangunan Membangun Sist em Perizinan Ter padu Bi dang Lingkungan Hidup di Indonesi a 141

  kehut anan selama ini t elah memberikan dampak posit if bagi perekonomian nasional melalui kont ribusinya dalam perolehan devisa dan kesempat an kerj a.

4 Menurut Sudi Fahmi,

5 Sement ara pemerint ah,

  8 Berdasarkan pendapat t ersebut , izin bidang

  73. 9 Rizal Mucht asar, “ St rat egi Pengel ol aan Lingkungan Hi - dup Dal am Usaha Pert ambangan” , Jur nal Il mi ah Un- hal u, Edi si , Okt ober 2010, Kendar i: Uni v. Hal uol eo, hl m

  Indonesi a Dit inj au Dari Hukum Administ r asi Negara” , Jur nal Il mu Hukum Syi ar Madani , Edisi Mei 2008, Ban- dung: Fakul t as Hukum Univer si t as Isl am Bandung, hl m.

  Berdasarkan pemikiran t ersebut , perlu dasar hukum yang t er padu unt uk seluruh pe- ngelol aan lingkungan hidup. Oleh karena it u, agar semua sekt or dan unit inst ansional yang berkompet en mengelola lingkungan, hendaknya didasarkan kepada prinsip ket erpaduan sert a 7 Loc. ci t . 8 Lihat Lies Ari any, “ Tel aah Dal am Bi dang Kehut anan di

  else” , begit u pula dengan sif at mobile at au geraknya, “ ever yt hi ng must go somewher e” .

  si f at dan haki kat l ingkungan hi dup adal ah menyel ur uh dan sat u dengan l ai nnya, saling t erhubung sesuai dengan asas lingkungan it u sendiri , “ ever yt hi ng i s connect ed t o ever yt hing

  l aw) pula. Pendekat an ini t idak t epat , karena

  t i dak koor di nat i f dan t i dak t er padu, dengan penundukan kepada sist em hukum yang bersif at sekt oral dan t idak menyeluruh (compr ehensi ve

  9 Sel anj ut nya

  Pada mulanya pengelolaan lingkungan hidup dilakukan melalui paradigma kekuasaan sekt oral masing-masing inst ansi.

  lingkungan hidup adalah perset uj uan yang di- keluarkan oleh pemerint ah dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.

  menyat akan, izin sebagai perbuat an Hukum Administ rasi bersegi sat u yang mengaplikasikan perat uran dalam hal konkret o berdasarkan per- syarat an dan prosedur yang dit et apkan dalam perat uran perundang-undangan yang berlaku.

  dalam bidang kehut anan sangat rent an t er- j adinya inkonsist ensi huku, indikat ornya adalah masih dij umpainya beberapa perat uran yang t idak sej alan dengan perat uran yang lain, dalam hal ini Sudi Fahmi memberikan cont oh dalam hal perizinan.

  7 Sj achran Basah dikut ip I Made Arya Ut ama,

  Izin dalam art i luas (perizinan) ialah sua- t u perset uj uan dari penguasa berdasarkan un- dang-undang at au perat uran pemerint ah, unt uk dalam keadaan t ert ent u menyimpang dari ke- t ent uan-ket ent uan larangan perundangan” .

  saj a. Izin (dalam art i sempit ) lebih lanj ut di- bedakan dengan bent uk-bent uk perizinan lain- nya sepert i dispensasi, konsesi, rekomendasi, t anda daf t ar, surat perset uj uan, dan pendaf - t aran.

  Hukum Per i zi nan, di sunt ing ol eh Phil ipus M. Hadj on,

  5 Sudi Fahmi, “ Probl emat ika Hukum Dal am Bi dang Kehu- Tanan” , Jur nal Hukum Respubl i ka, Vol . 6 No. 1 Tahun 2006, Pekanbaru: Fakul t as Hukum Univer si t as Lancang Kuning, hl m. 47-50. 6 N. M. Spel t dan J. B. J. M. t en Berge, 1993, Pengant ar

  per- izinan unt uk ist ilah izin dalam art i luas, se- dangkan izin dalam art i sempit disebut “ izin” 4 Aswandi, dkk, “ Pendekat an Hol ist ik Penanggul angan Il - l egal Logging dan Degradasi Hut an” , Jur nal Inovasi Vol .

  6

  N. M. Spelt dan J. B. J. M. Ten Berge

  Pembahasan Makna dan Hakikat Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup

  Berdasarkan uraian di at as, penulis t ert arik unt uk membahas mengenai makna dan hakikat perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup; dan upaya apa yang diakukan unt uk membangun sist em perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup di Indonesia.

  Pemerint ah t elah berupaya unt uk me- wuj udkan sist em perizinan t erpadu melalui pembent ukan sist em Pelayanan Terpadu Sat u Pint u (PTSP). Tuj uan sist em ini unt uk mening- kat kan invest asi di Indonesia. Dit inj au dari segi hukum lingkungan, secara subst ansi PTSP belum menj adikan UU-PPLH sebagai salah sat u pedo- man dalam pelayanan izin. PTSP baru t erbat as pada upaya dari sisi administ rat if .

  sampai saat ini belum mengeluarkan perat uran pelaksana UU ini. Persoalan semakin sulit , j ika berhadapan dengan sist em perat uran perun- dang-undangan di Indonesia sebagaimana diat ur UU No. 10 Tahun 2004 t ent ang Pembent ukan Perat uran Perundang-Undangan. Dalam UU ini semua UU memiliki kedudukan yang sama, t idak ada yang lebih t inggi at au lebih rendah.

4 No. 1, Maret 2007, hl m. 39.

  142 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 1 Januari 2011

  koordinasi, sehingga t i dak bersif at sekt oral, namun t er padu dan t er koor dinasi .

  Berdasar Pasal 1 angka 2 UU-PPLH, “ per- lindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sist emat is dan t erpadu yang dila- kukan unt uk melest arikan f ungsi lingkungan hidup dan mencegah t erj adinya pencemaran dan/ at au kerusakan lingkungan hidup yang me- liput i perencanaan, pemanf aat an, pengendali- an, pemeliharaan, pengawasan, dan penegak- an hukum. Mencermat i konsep t ersebut , ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingdung- an hidup t idak hanya t erbat as pada persoalan polusi, pencemaran saj a, namun j uga t erkait dengan pengelolaan sumber daya alam sepert i kehut anan, pert ambangan dan kehut anan. Hal ini t ent u berkonsekuensi pada ruang lingkup sist em perizinan bidang lingkungan hidup. Terkait dengan aspek subst ansi, perizinan t er- padu bidang lingkungan hidup merupakan suat u sist em perizinan yang mencakup seluruh akt i- vit as perencanaan, pemanf aat an dan pemeli- haraan ruang besert a isinya.

  Perizinan t erpadu bidang lingkungan hi- dup berkait an dengan aspek subst ansinya yait u sesuai dengan makna lingkungan hidup, maupun aspek administ rasi yait u mekanisme, persyarat - an, wakt u dan biaya. Selain it u, perizinan t er- padu bidang lingkungan hidup sebagai suat u sist em, berdasarkan UU-PPLH perizinan ling- kungan hidup harus didasarkan pada Kaj ian Lingkungan Hidup St rat egis (KLHS), rencana t at a ruang, baku mut u lingkungan hidup, krit e- ria baku kerusakan lingkungan hidup, dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). KLHS merupakan inst rumen yang baru dan sangat pent ing dalam kait annya dengan pe- nyelenggaraan sist em perizinan lingkungan hidup.

  Membangun Sist em Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup

  Pembangunan sist em perizinan t erpadu apalagi bidang lingkungan hidup, t idak cukup hanya menyat ukan dan menyederhanakan pro- sedur, mempermudah syarat , menyingkat wakt u dan memperkecil biaya mengurus izin. Berikut ini penulis bahas mengenai hal-hal yang perlu dilakukan dalam upaya membangun sist em perizinan t erpadu di bidang lingkungan hidup.

  Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan Sist em Perizinan Bidang Lingkungan Hidup di Indonesia

  Pemberlakuan UU-PPLH, menimbulkan implikasi hukum bagi sist em perizinan di Indo- nesia. Semua perat uran perundang-undangan bidang lingkungan hidup t idak boleh bert en- t angan dengan UU-PPLH sebagai norma hukum “ payung at au pedoman” . UU No 32 Tahun 2009 sebagai alat penert ib, penj aga keseimbangan dan kat alisat or pembangunan. UU-PPLH se- harusnya merupakan t erobosan bagi keberlang- sungan dan kelest arian lingkungan unt uk mewuj udkan pembangunan berkelanj ut an di Indonesia.

  Berdasarkan konsep sist em ket erpaduan perizinan bidang lingkungan hidup, seluruh per- at uran perundang-undangan bidang lingkungan hidup seharusnya sinkron. Hal ini merupakan langkah ut ama menuj u sist em perizinan t er- padu bidang lingkungan hidup di Indonesia. Namun saat ini, j ust eru sebaliknya. Perizinan pada masing-masing sekt or sepert i kehut anan, perkebunan dan pert ambangan diat ur oleh UU t ersendiri. Selain persoalan subst ansi sist em perizinan, pengat uran masing-masing sekt or dalam UU t ersendiri makin menumbuhkan sikap “ ego sekt oral” dalam penyelenggaraan per- izinan.

  Undang-undang di Indonesia, cenderung bersif at sekt oral karena draf t RUU dat ang dari kement erian masing-masing. Akibat nya undang- undang Kehut anan adalah milik kement erian Kehut anan. Undang-undang Pert ambangan milik kement erian pert ambangan. Undang-undang Lingkungan Hidup milik kement erian Ling- kungan Hidup, dan set erusnya. Pelaksanaan t erj adi t umpang t indih dan saling menang- menangan. Keinginan sinergis j auh dari j ang- kauan, pengelolaan sumberdaya alam menun- j ukkan menang kalah.

  10 Masing-masing pihak 10 Ot ong Rosadi, “ Pengel ol aan Sumberdaya Al am: Best regard, Cit a Hukum, Pol it ik Hukum dan Real i t a” , Jur nal Membangun Sist em Perizinan Ter padu Bi dang Lingkungan Hidup di Indonesi a 143

  merasa memiliki ot orit as penuh menyeleng- garakan perizinan, t anpa harus berkoordinasi.

  13 Hal ini berart i bahwa per-

  Negar a, Bandung: Nusamedi a dan Nuansa, hl m. 164, t erj emahan dar i Hans Kel sen, 1971, Gener al Theor y of Law and St at e, New York : Russel and Russel . 13 Ibi d. , hl m. 188. 14

  masing undang-undang t ersebut sederaj at , j adi sat u sama lain t idak lebih t inggi. Sepert i yang t erdapat UUD 1945 dan Undang-undang No. 10 Tahun 2004, semua undang-undang me- rupakan produk bersama ant ara DPR dan Pre- 12 Hans Kel sen, 2006, Teor i Umum t ent ang Hukum dan

  Kedua, secara f ormil kedudukan masing-

  Pendapat Hans Kelsen t ersebut apabila diref lesikan pada UU No. 32 Tahun 2009 sebagai ket ent uan pokok t erhadap UU sekt oral lainnya, t erdapat dua makna. Makna per t ama, dari sisi subst ansi, UU Kehut anan, Perkebunan dan UU Bidang Pert ambangan sebenarnya t er- masuk segi-segi lingkungan hidup yang diat ur oleh UU-PPLH, karena ruang lingkup UU-PPLH meliput i ruang, t empat Negara Kesat uan Republik Indonesia yang ber-Wawasan Nusan- t ara dalam melaksanakan kedaulat an, hak ber- daulat , dan yurisdiksinya. Oleh karena it u, UU- PPLH secara subst ansi mempunyai kedudukan yang lebih t inggi dibandingkan dengan undang- undang Kehut anan, undang-undang Perkebun- an dan UU bidang Pert ambangan.

  pembent ukan norma hukum biasanya merupakan penerapan norma hukum yang lebih t inggi, yang mengat ur pem- bent ukannya, dan penerapan norma hukum yang lebih t inggi biasanya merupakan pem- bent ukan norma hukum yang lebih rendah yang dit ent ukan oleh norma hukum yang lebih t inggi t ersebut .

  14

  at uran lebih rendah harus didasarkan pada perat uran lebih t inggi, sampai pada norma dasar (f undament al). Sebagaimana lebih lanj ut dikat akan oleh Kelsen,

  ber hukum, art inya menent ukan validit as dan ef ekt ivit as hukum, sepert i UU. Kelsen j uga mengat akan, set iap norma hukum “ yang lebih t inggi” adalah “ sumber” dari norma hukum yang lebih rendah.

  Ket aat an pengat uran bidang-bidang sek- t oral, ruang lingkup pemberlakuan pengat uran bidang-bidang sekt oral seharusnya menj adi bagian UU-PPLH. Persoalannya, UU-PPLH ber- hadapan dengan pengat uran yang set ingkat yakni UU Kehut anan, UU Perkebunan dan UU Pert ambangan sert a sekt or-sekt or lain yang j u- ga diat ur dengan UU. Bahkan bidang pert am- bangan sendiri t erdapat 3 (t iga) bidang yang masing-masing diat ur oleh UU sendiri.

  12 Norma dasar menurut Kelsen adalah sum-

  Menurut Hans Kelsen, norma dasar dari suat u t at anan hukum posit if t idak lain adalah perat uran f undament al t ent ang pembuat an berbagai norma dari t at anan hukum posit if it u.

  an Daerah Provinsi, Perat uran Daerah Kabupat en/ Kot a dan Perat ur an Desa. Kemudi an ayat 3 Pasal ini menam- bah “ Jenis Per at ur an Perundang-undangan sel ai n seba- gaimana di maksud pada ayat (1), di akui keber adaannya dan mempunyai kekuat an hukum mengikat sepanj ang di perint ahkan ol eh Per at ur an Perundang-undangan yang

  dang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliput i: hak-hak asasi manu- sia; hak dan kewaj iban warga negara; pelak- sanaan dan penegakan kedaulat an negara sert a pembagian kekuasaan negara; wilayah negara dan pembagian daerah; kewarganegaraan dan kependudukan; dan keuangan negara. Kedua, diperint ahkan oleh suat u Undang-undang unt ak diat ur dengan Undang-undang (Pasal 8). 11 Pasal 7 ayat (2), perat uran daer ah t erdiri dari Perat ur-

  Per t ama, mengat ar lebih lanj ut ket ent uan Un-

  Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 t en- t ang Pembent ukan Perat uran Perundang-un- dangan, hierarki perat uran perudang-undangan adalah (Pasal 7 ayat 1): Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Un- dang-undang/ Perat uran Pemerint ah Penggant i Undang-Undang; Perat uran Pemerint ah; Per- at uran Presiden; Perat uran Daerah.

  Berdasarkan UUD 1945, “ set iap rancang- an undang-undang dibahas oleh Dewan Per- wakilan Rakyat dan Presiden unt uk mencapat perset uj uan bersama (Pasal 20 ayat 2). Presiden mengesahkan rancangan undang- undang yang t elah diset uj ui bersama unt uk menj adi undang-undang (Pasal 20 ayat 3). Jadi ant ara UU yang sat u t idak lebih t inggi t erhadap UU lainnya.

11 Mat eri muat an yang harus diat ur dengan Undang-undang berisi hal-hal sebagai berikut .

  144 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 1 Januari 2011

  siden. Oleh karena it u, UU-PPLH t idak lebih t inggi t erhadap undang-undang Kehut anan, Perkebunan maupun undang-undang bidang Pert ambangan. Namun demikian, pada t at aran prakt ik, masing-masing sekt or membent uk perat uran pelaksana dan mengabaikan undang- undang lingkungan hidup. Kement erian sek- t oral merasa memiliki kekuat an hukum yang sama dan dapat melaksanakan wewenangnya sesuai dengan ket ent uan UU pada masing- masing sekt or. Hal inilah yang t erj adi pada penyelenggaraan sist em perizinan bidang ling- kungan hidup di Indonesia. Berdasarkan uraian di at as, norma pengat uran yang t erdapat pada UU-PPLH merupakan norma hukum lingkungan, secara subst ansi dan administ rasi (f ormil) se- harusnya pengat uran bidang-bidang sekt oral t ersebut merupakan bent uk perat uran lebih lanj ut dari UU-PPLH.

  Beberapa kement erian t erkait yang di- koordinasi Kement erian Bidang Perekonomian pada 2010 t elah melaksanakan sinkronisasi ber- bagai Undang-Undang t erkait pemberlakuan UU-PPLH. Kekhawat iran dari proses t ersebut , UU-PPLH kembali “ kalah kuat ” oleh kepent ing- an ekonomi sekt or kehut anan, perkebunan dan pert ambangan.

  sasi pengat uran perizinan bidang lingkungan hidup harus didasarkan pada makna lingkungan dan amanat ket erpaduan dalam UU-PPLH. Pasal 126 UU-PPLH dapat dij adikan sebagai pint u masuk melakukan sinkronisasi, “ Perat uran pe- laksanaan yang diamanat kan dalam Undang- Undang ini dit et apkan paling lama 1 (sat u) t a- hun t erhit ung sej ak Undang-Undang ini diber- lakukan” . Terhit ung 4 Okt ober 2010 seluruh perat uran pelaksana UUPPLH “ seharusnya” di- t erbit kan. Namun, sampai saat ini (akhir t ahun 2010) belum sat upun perat uran pelaksana baik perat uran pemerint ah maupun perat uran men- t eri yang diberlakukan. 15 BKPM menarget kan peningkat an invest asi yang masuk

  ke Indonesi a pada 2010 meningkat sekit ar 10-15% dar i t ahun l al u. Adapun invest asi yang masuk ke Indonesi a sel ama 2009 mencapai Rp 135 t ril iun. Sement ar a t arget t ersebut j el as t erkait dengan sumberdaya l ingkungan hidup. Tampaknya BKPM sendir i kurang memper hit ung-

  Berdasarkan hal t ersebut , apabila di- hubungkan dengan maksud sinkronisasi, maka pembent ukan perat uran pemerint ah dan per- at uran ment eri yang diamanat kan oleh UU- PPLH bisa di j adikan sebagai ruang bagi pemerint ah unt uk melakukan pengat uran sis- t em perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup di Indonesia. Sist em perizinan masuk dalam mat eri PP t ent ang pencegahan (Pasal 56), akan semakin mudah mewuj udkan sist em perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup.

  Berdasarkan ruang lingkup sist em per- izinan t erpadu bidang lingkungan hidup, dalam PP t ersebut harus mencakup perizinan bidang- bidang sekt or lingkungan hidup. Per t ama, t idak hanya mengat ur t ent ang izin lingkungan, t api j uga mencakup perizinan bidang kehut an- an, perkebunan, pert ambangan dan perikan- an/ kelaut an sert a seluruh perizinan bidang lingkungan hidup lainnya. Kedua, pengat uran sist em perizinan t erpadu perlu menghindari “ over prot eksi” t ersebut . Keseimbangan an- t ara kepent ingan ekonomi, lingkungan hidup dan sosial akan menj adikan pengat uran sist em perizinan t erpadu sebagai inst rumen mewuj ud- kan pembangunan berkelanj ut an sesuai dengan ket ent uan Pasal 44 UU-PPLH yang menent ukan bahwa

15 Secara konsept ual, sinkroni-

  Set iap penyusunan perat uran per- undang-undangan pada t ingkat nasio- nal dan daerah waj ib memperhat ikan perlindungan f ungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ket ent uan yang diat ur dalam Undang-Undang ini.

  Pasal 6, khususnya ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004 menegaskan bahwa asas ket er- paduan dalam rangka penyusunan perat uran perundang-undangan berbasis lingkungan hidup merupakan “ keniscayaan” . Sinkronisasi perat ur- an perudang-undangan berbasis lingkungan hidup dalam sist em perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup, bukan berart i mengut amakan kepent ingan pelest arian. Just eru dalam kont eks pembangunan berkelanj ut an pat ut dihindari, karena akan mencipt akan “ st agnasi” proses pembangunan di Indonesia. Membangun Sist em Perizinan Ter padu Bi dang Lingkungan Hidup di Indonesi a 145 Ket i ga, sonkronisasi unt uk mewuj udkan

  sist em hukum perizinan t erpadu bidang ling- kungan hidup harus dij iwai oleh prinsip-prinsip pembangunan berkelanj ut an. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanj ut an dij adikan sebagai dasar subst ansi pengat uran sist em perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup. Adapun prinsip-prinsip t ersebut adalah Prinsip keadilan ant argenerasi ( Int er gener at ional Equit y), Prin- sip keadilan dalam sat u generasi ( Int r agener a-

  t i onal Equit y), Prinsip pencegahan dini (Pr e- caut i onar y Pr i nci pl e), Prinsip perlindungan ke-

  anekaragaman hayat i ( Biodi ver sit y Conser va- t i on), Prinsip int ernalisasi biaya lingkungan.

  Pengat uran pembangunan berwawasan lingkungan belum berj alan secara opt imal se- bagaimana yang diharapkan. Upaya unt uk me- wuj udkan hal t ersebut harus dilakukan oleh berbagai pihak ant ara lain dengan mendorong semua pihak, baik pemerint ah maupun masya- rakat agar berperan secara akt if dan mandiri dalam pembangunan lingkungan, dengan men- dasarkan pada paham bahwa manusia perlu dit ingkat kan posisinya, dari perusak lingkungan menj adi penyelamat lingkungan, pencint a ling- kungan dan pengaman lingkungan.

  Int egrasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanj ut an dalam UU-PPLH, di lakukan me- lalui KLHS. KLHS sebagai inst rument pen- cegahan pencemaran at au kerusakan lingkung- an hidup, merupakan wuj ud int egrasi prinsip- prinsip pembangunan berkelanj ut an. Selanj ut - nya KLHS sebagai pedoman dan dit uangkan dalam rencana pembangunan j angka panj ang, j angka menengah, rencana t at a ruang. Int egrasi t ersebut dit uangkan dalam pengat uran dan penyelenggaraan sist em perizinan. KLHS pada akhirnya diwuj udkan dalam pengambilan ke- put usan t ent ang izin bidang lingkungan hidup.

  Kaj ian lingkungan hidup st rat egis, yang selanj ut nya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sist emat is, menyeluruh, dan part isipat if unt uk me- mast ikan bahwa prinsip pembangunan berkelanj ut an t elah menj adi dasar dan t erint egrasi dalam pembangunan suat u wilayah dan/ at au kebij akan, rencana, dan/ at au program. ”

  Berdasarkan pasal-pasal dalam UU-PPLH, secara keseluruhan prinsip-prinsip pembangun- an berkelanj ut an sudah ada yakni melalui KLHS. KLHS sebagai inst rumen unt uk mewuj ud- kan prinsip-prinsip pembangunan berkelanj ut - an. Pasal 1 angka 10 UU-PPLH, yakni:

  sip pencegahan dini, prinsip keanekaragaman hayat i dan int ernalisasi biaya lingkungan harus dilakukan t erlebih dahulu.

16 Pengint e-

  Hi j au UUD Negar a Republ i k Indonesi a Tahun 1945, Ja-

  Int egrasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanj ut an ke dalam sist em perizinan bidang lingkungan hidup, diharapkan dapat memenuhi kebut uhan masa sekarang dan t idak meng- ancam kelest arian f ungsi lingkungan hidup un- t uk kebut uhan generasi yang akan dat ang. Unt uk mewuj udkan prinsip t ersebut , maka prin- 16 Yoni Her mawan, “ Part isipasi Masyarakat Nel ayan dal am

  menegaskan adanya prinsip keberlanj ut an yang t erkandung dalam demokrasi ekonomi, “ per- ekonomian nasional diselenggarakan berdasar at as demokrasi ekonomi dengan prinsip ber- kelanj ut an, berwawasan lingkungan.

  17 Pasal 33 ayat (4) UUD 1945

  grasian prinsip-prinsip pembangunan berkelan- j ut an dalam akt ivit as perizinan di Indonesia, secara t ersirat diat ur dalam UUD 1945. Menurut Jimly Asshiddiqie,

  Membangunan Sist em Perizinan Terpadu Bi- dang Lingkungan Hidup di Indonesia

  Pemberian izin dan pencabut an izin, bu- kanlah suat u t ugas dan pekerj aan yang seder- hana bagi pemerint ah, karena it u pengeluaran izin harus mendapat kaj ian yang serius bagi pihak yang mengeluarkannya, baik it u dimak- sudkan unt uk mengendalikan at au mendist ri- busikannya, t ent u dengan krit eria-krit eria yang j elas. Oleh karena it u, izin mempunyai konse- kuensi yuridis yait u membolehkan sesuat u yang pada mulanya dilarang baik it u oleh budaya, adat ist iadat set empat maupun oleh hukum po-

  Pengel ol aan Lingkungan Hi dup” , Jur nal Bumi Lest ar i , Vol . 7 No. 2, Agust us 2007, Denpasar: PPLH Universi t as Udayana, hl m. 179 17 Jiml y Asshi ddi qie, 2009, Gr een Consi t ut i t on: Nuansa

  146 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 1 Januari 2011 sit if bahkan oleh agama.

18 Perizinan t erpadu bidang lingkungan hi-

  dup dalam hal ini dikelompokkan menj adi dua macam, yakni pert ama, ket erpaduan dalam sat u sekt or bidang lingkungan, misalnya, izin sekt or kehut anan, sekt or perkebunan at au sek- t or pert ambangan. Kedua, ket erpaduan ant ar sekt or lingkungan hidup. Maksudnya hubungan ant ar sekt or lingkungan hidup, misalnya, izin sekt or kehut anan t erhadap sekt or perkebunan, at au izin sekt or kehut anan t erhadap sekt or pert ambangan.

  Sist em perizinan sesuai dengan UU-PPLH dikait kan dengan keharusan memiliki Amdal. Unt uk mendapat kan izin usaha at au kegiat an at au izin lingkungan disyarat kan memperoleh Amdal dari pej abat yang berwenang. Bagi izin yang t idak perlu Amdal, diharuskan memiliki UKL-UPL. Unt uk mendapat kan Amdal, UKL-UPL j uga diharuskan menempuh sej umlah prosedur, memenuhi persyarat an dan membayar biaya yang t elah dit ent ukan oleh pej abat yang ber- wenang.

  Perizinan dikait kan pula beberapa ke- waj iban yang harus dilakukan oleh pengusaha at au penanggungj awab usaha sebelum dokumen izinnya dikeluarkan oleh pej abat yang ber- wenang. Pada saat izin t elah dit erbit kan, di- bebankan kewaj iban dan persyarat an unt uk dilaksanakan oleh perusahaan, ini merupakan inst rumen pengendali unt uk ket aat an t erhadap norma-norma lingkungan.

  Sist em perizinan di Indonesia sebelum t erbit nya UU-PPLH, lebih bersif at f r agment ed

  scheme, yakni izin yang sat u seolah t idak

  t erkait dengan izin lainnya. Misalnya, j ika salah sat u izin sudah dilanggar oleh suat u perusahaan maka izin lainnya masih dapat dij adikan alat unt uk menj alankan akt ivit as perusahaan. Suat u perusahaan pert ambangan yang dinyat akan oleh pej abat yang berwenang t elah melanggar izin pengelolaan limbah, namun masih t et ap melakukan akt ivit as berdasarkan izin at au kuasa pert ambangan yang dimiliki. 18 El it a Rahmi, “ Per izinan dal am Pemerint ahan (sebuah

  Tant angan dan Har apan di Era Ot onomi )” , Jur nal Hukum Respubl i ka, Vol . 4 No. 1, Tahun 2004, Pekanba- ru: Fakul t as Hukum Univer si t as Lancang Kuning, hl m.

  Berlakunya UU-PPLH, selain penyat uan berbagai izin lingkungan, j uga hubungan ant ara izin lingkungan dan izin usaha at au kegiat an t elah dipert egas. Dalam UU-PPLH, izin ling- kungan merupakan syarat mendapat kan izin usaha at au kegiat an. Jika suat u perusahaan melanggar izin lingkungan misalnya t idak me- lakukan reklamasi pasca penambangan, men- cemarkan lingkungan, maka izin lingkungan akan dicabut , karena perusahaan t ersebut di- nyat akan melanggar izin lingkungan. Pencabut - an izin lingkungan mengakibat kan izin usaha at au kegiat an dibat alkan (Pasal 40 ayat 2). Jika izin lingkungan mengalami perubahan, penang- gung j awab usaha at au kegiat an waj ib mem- perbaharui izin lingkungan (Pasal 40 ayat 3).

  Berdasarkan hal t ersebut , dapat dikat a- kan, sist em perizinan yang t erdapat pada UU- PPLH, baru t erbat as pada ket egasan mengenai izin lingkungan dan hubungannya dengan izin usaha at au kegiat an. It upun masih menimbul- kan persoalannya yakni syarat amdal unt uk mendapat kan izin lingkungan dan posisi izin lingkungan it u sendiri. Amdal j uga disyarat kan unt uk mendapat kan izin usaha at au kegiat an. Set iap pelaku usaha bidang lingkungan hidup diharuskan memiliki 2 (dua) j enis amdal yakni amdal sebagai syarat mendapat kan izin ling- kungan dan amdal unt uk mendapat kan izin usaha at au kegiat an. Izin lingkungan sendiri merupakan syarat unt uk mendapat kan izin usaha at au kegiat an.

  Konsepsi di at as menimbulkan kerancuan apabila dilihat dari sisi ket erpaduan. Izin ling- kungan dan izin usaha at au kegiat an sebenar- nya merupakan sat u kesat uan dalam suat u rencana usaha at au kegiat an. Unt uk melaku- kan usaha at au kegiat an, dalam amdal t elah dit ent ukan persyarat an-persyarat an. Termasuk melaksanakan akt ivit as sepert i dalam izin ling- kungan misalnya perencanaan, pengolahan, pemanf aat an at au pembuangan limbah ke me- dia lingkungan. Kaj ian amdal j uga t ermasuk t ent ang t ingkat kebisingan, baku mut u ling- kungan, dan lain-lain. Pengat uran mengenai izin lingkungan dalam UU-PPLH disyarat kan adanya amdal, hal ini menimbulkan ket idak- Membangun Sist em Perizinan Ter padu Bi dang Lingkungan Hidup di Indonesi a 147

  t erpaduan dalam sist em perizinan bidang ling- kungan.

  Menurut penulis, amdal sudah cukup di- j adikan sebagai syarat unt uk mendapat kan izin usaha at au kegiat an, j adi t idak perlu izin lingkungan. Akt ivit as dalam izin lingkungan, merupakan kewaj iban yang harus dilakukan oleh penanggungj awab usaha at au kegiat an dalam rangka melaksanakan izin usaha at au kegiat annya. Akt ivit as t ersebut merupakan sat u kesat uan yang harus dilakukan dalam melaksanakan izin usaha at au kegiat an, maka t idak diperlukan izin unt uk melakukannya, misalnya, akt ivit as unt uk pengelolaan limbah maka dibut uhkan inst alasi pengelolaan limbah (IPAL), j adi akt ivit as membuang limbahnya sendiri t idak perlu izin.

  Kekuasaan memberikan izin usaha at au kegiat an saat ini berada pada masing-masing sekt or. Kement erian kehut anan mengeluarkan izin-izin bidang kehut anan, perkebunan oleh Kement erian Pert anian, Kement erian ESDM un- t uk izin usaha pert ambangan. Unt uk it u per- izinan t erpadu bidang lingkungan hidup perlu segera diwuj udkan.

  Sist em perizinan dengan PTSP, ber- dasarkan Perpres No. 27 Tahun 2009 dapat di- j adikan sebagai modal sist em perizinan dimasa yang akan dat ang. Namun, sepert i t elah di- kemukakan, PTSP masih mengandung beberapa kelemahan. Per t ama, bent uk pengat uran da- lam perat uran presiden (Perpres) t idak cukup kuat . Karena pengat uran perizinan sekt or- sekt or lingkungan hidup lebih kuat yakni UU dan PP. Akibat nya, PTSP t ergant ung pada “ t oleransi” inst ansi sekt oral, bukan ket aat an hukum inst ansi-inst ansi sekt oral t ersebut . Ke-

  dua, PTSP sekedar menyat ukan sist em admi-

  nist rasi perizinan. Tuj uan ut amanya adalah pe- nanaman modal sebanyak-banyaknya di Indo- nesia baik dalam negeri maupun luar negeri. Jadi pendapat an merupakan t uj uan ut ama penerapan sist em PTSP.

  19 19 Kusnadi Wir asaput ra, et . , al l , 2009, Biof uel ; a Tr ap “ Bi of uel Sebuah Jebakan” , Set ar a Foundat ion, Wal hi Sum-Sel , El ang Hij au, Sawi t Wacht , Misereor, Jambi ,

  Penerapan sist em PTSP sepenuhnya pa- da sist em perizinan bidang lingkungan hidup saat ini masih akan mengalami kendala ego sekt oral dari masing-masing inst ansi t eknis. Karena, pemberlakuan PTSP sepenuhnya akan mengakibat kan kehilangan wewenang inst ansi t eknis dalam penerbit an perizinan.

  Egosekt oral yang t erkait dengan kewe- nangan dapat diat asi dengan cara penerapan PTSP didasarkan pada lingkup sekt oral. Pada bidang lingkungan hidup, dibent uk PTSP per- izinan bidang lingkungan hidup yang mencakup sekt or kehut anan, perkebunan dan pert am- bangan. Secara kelembagaan PTSP yang t elah mengint egrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanj ut an dilaksanakan oleh masing-ma- sing sekt or.

  Pembangunan sist em perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup t idak sekedar menya- t ukan pengat uran, membent uk kelembagaan (administ rat if ), namun j uga harus mengint e- grasikan prinsip-prinsip pembangunan berlan- j ut an. Jadi langkah-langkah t ersebut harus diikut i dengan perubahan dari sisi subt ansi. Perubahan subst ansi dimaksudkan adalah, pe- nyat uan sist em perizinan dalam perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup. Sist em t er- padu ini didasarkan pada makna dan ruang lingkup lingkungan hidup yang mencakup se- luruh bidang lingkungan hidup sepert i kehut an- an, perkebunan, pert ambangan dan bidang lingkungan hidup lainnya.

  Penut up Simpulan

  Pembangunan sist em perizinan t erpadu bidang lingkungan hidup maka perlu dilakukan beberapa hal yait u: per t ama, sinkronisasi per- at uran perundang-undangan sist em perizinan bidang lingkungan hidup. Sinkronisasi dimak- sud didasarkan pada perat uran perundang- undangan berbasis lingkungan hidup yang t elah diamanat kan oleh UU-PPLH dengan mengint e- grasikan prinsip-prinsip pembangunan berke- lanj ut an. Kedua, penguat an bent uk pengat ur- an dan pemilihan model PTSP sebagai sist em perizinan bidang lingkungan hidup unt uk dapat mengat asi kendala ego sekt oral.

  148 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 1 Januari 2011

  Saran

  Kelsen, Hans. 2006, Teor i Umum t ent ang Hu-

  kum dan Negar a, Bandung: Nusamedia

  Penulis dalam hal ini memberikan saran dan Nuansa; yait u: per t ama, dibent uk PP perizinan t erpadu

  Mucht asar, Rizal. “ St rat egi Pengelolaan Ling- bidang lingkungan hidup yang mencakup se- kungan Hidup Dalam Usaha Pert ambang- luruh izin bidang lingkungan hidup; kedua, an” . Jur nal Il mi ah Unhal u. Edisi Okt ober sist em perizinan t erpadu bidang lingkungan 2010. Kendari: PPLH Universit as Haluo- hidup berada dalam sat u lembaga perizinan leo; yang melaksanakan t ugas-t ugas perizinan, yak-

  Rahmi, Elit a. “ Perizinan dalam Pemerint ahan ni mengat ur, mengeluarkan izin, melakukan (sebuah Tant angan dan Harapan di Era Ot onomi)” , Jur nal Hukum Respubl i ka. koordinasi dan pengawasan penyelenggaraan

  Vol. 4 No. 1. Tahun 2004. Pekanbaru: Fa- izin bidang lingkungan hidup. kult as Hukum Universit as Lancang Ku- ning;

  Daft ar Pust aka

  Rosadi, Ot ong. “ Pengelolaan Sumberdaya Alam: Ariany, Lies. “ Telaah Dalam Bidang Kehut anan

  Best regard, Cit a Hukum, Polit ik Hukum di Indonesia Dit inj au Dari Hukum Admi- Jur nal Mahkamah. Tahun dan Realit a” , nist rasi Negara” . Jur nal Il mu Hukum Syi - 2008. Pekanbaru : Univ. Islam Riau;

  ar Madani . Edisi Mei 2008. Bandung:

  Sant oso, Tauf ik Imam. “ Amdal dan Upaya Pene- Fakult as Hukum Universit as Islam Ban- gakan Hukum Lingkungan” , Jur nal Yust i - dung;

  ka. Vol. 10 No. 2. Desemser 2007. Pa-

  Asshiddiqie, Jimly. 2009. Gr een Consit ut it on: dang: FH Unand;

  Nuansa Hi j au UUD Negar a Republ i k

  Spelt , NM. dan JBJM t en Berge. 1993. Pengan-

  Indonesi a Tahun 1945. Jakart a: Raj awali t ar Hukum Per i zi nan. Philipus M. Hadj on

  Pers ; (ed). Surabaya: Yuridika;

  Aswandi. dkk. “ Pendekat an Holist ik Penanggu- Thant owi, Jawahir. “ Norma Hukum Pelayanan langan Illegal Logging dan Degradasi Hu-

  Publik” . Jur nal Hukum. Vol. 14 No. 3. t an” . Jur nal Inovasi . Vol. 4 No. 1. Maret

  April 2004. Jakart a: Fakult as Hukum Uni- 2007; versit as Pancasila;

  Hermawan, Yoni. “ Part isipasi Masyarakat Nela- Wahid, Eriyant ouw. “ Penegakan Hukum Ling- yan dalam Pengelolaan Lingkungan Hi- kungan di Indonesia: Pilihan at as Inst ru- dup” . Jur nal Bumi Lest ar i . Vol. 7 No. 2. men Hukum Pidana” . Jur nal Hukum. Agust us 2007. Denpasar: PPLH Universit as

  Vol. 1 No. 1. April 2008. Jakart a: Fakul- Udayana; t as Hukum Universit as Pancasila;

  Fahmi, Sudi. “ Problemat ika hukum dalam bi- Wirasaput ra, Kusnadi. et . All. 2009. Bi of uel ; a dang kehut anan” . Jur nal Hukum Respu-

  Tr ap “ Biof uel Sebuah Jebakan” . Set ara bl i ka. Vol. 6 No. 1. Tahun 2006. Pekan-

  Foundat ion, Walhi SumSel, Elang Hij au, baru: Fakult as Hukum Universit as Lan- Sawit Wacht , Misereor, Jambi, Sept em- cang Kuning; ber 2009.