PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAKAN PENINDASAN ATAU BULLYING DI SEKOLAH DASAR

  PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAKAN PENINDASAN ATAU BULLYING DI SEKOLAH DASAR (Jurnal) Oleh MELISTA AULIA NURDINA 1412011252

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

  

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU

TINDAKAN PENINDASAN ATAU BULLYING DI SEKOLAH

DASAR

Oleh

Melista Aulia Nurdina, Tri Andrisman, Firganefi

   Email :

  Penindasan berarti kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang biasanya lebih lemah dan cenderung terjadi berulang kali. Kejadian yang terjadi berulang kali akan menimbulkan respon atau reaksi bagi perkembangan psikologis anak tersebut. Permasalahan: bagaimana penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindakan penindasan atau dan apa saja yang menjadi faktor-faktor yang menjadi mempengaruhi dalam penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindakan penindasan atau bullying . Pendekatan masalah menggunakan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer dan sekunder kemudian dianalisis secara kualitatif. Narasumber: Direktur Lembaga Advokasi Anak Lampung, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian yang di peroleh dari faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana penindasan atau bullying yaitu faktor internal dari si anak yang mudah emosi atau adanya gangguan psikologis. Kemudian faktor external yang terdiri dari faktor lingkungan, faktor keluarga, faktor ekonomi dan faktor sosial Faktor penghambat yang paling dominan adalah faktor penegak hukum itu sendiri dalam kurangnya pembuktian dalam menangani kasus penindasan atau bullying dan faktor sarana dan fasilitas pendukung yang belum memadai untuk menangani kasus penindasan atau bullying. Saran: diharapkan kepada para aparat penegak hukum untuk memahami tentang perkra penindasan atau bullying dan sanksi pidana yang tepat untuk pelaku, perlu adanya sosialisasi hukum mengenai penindasan atau bullying kepada penegak hukum, maupun kepada masyarakat agar lebih memahami mengenai dampak dari penindasan atau bullying agar dapat meminimalisir kasus tersebut.

  Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana, Pelaku, Bullying

  

ABSTRACT

LAW ENFORCEMENT AGAINST PERPETRATORS OF BULLYING

CRIME IN ELEMENTARY SCHOOL

By

  Melista Aulia Nurdina, Tri Andrisman, Firganefi Email :

Bullying is an ongoing behavior to embarrass others, with bad behaviours

that can harm others. The purpose of this study is needed to provide a

solution to the problems that occur, by knowing the factors causing children

to commit criminal acts of bullying and law enforcement against

perpetrators of bullying crime. This research uses normative juridical

method and empirical juridicl method, that is a method of approach to legal

law by way of research on positive law in addition also effort to examine the

rules of law applicable. Data completion technique used in this research is

library study and internet media. The internal factors of the child are easily

emotional or there is a psychological disorder. The external factors are

environment, family, economic, social. The most dominant obstacle factor is

the lack of understanding about bullying by the law enforcement itself along

with insufficient facilities and supporting facilities. Suggestion: is expected

to the judges to be able to better understand the criminal sanctions in the

form of a bullying case, it is necessary to socialize the law regarding the

regulation of criminal sanction through the bullying case , as well as to the

public is expected in order to understand about sanctions againts criminal

offenders in the form of criminal sanctions and civil sanctions with the

result that the implementation of this system works better.

  Keyword: Law Enforcement, Bullying, Children

1. PENDAHULUAN

  Penindasan atau lebih di kenal dengan Bullying adalah fenomena yang telah lama terjadi di kalangan remaja. Kasus penindasan atau

  bullying biasanya menimpa anak

  sekolah. Pelaku bullying akan mengintimidasi/mengejek kawannya sehingga kawannya tersebut jengkel. Dampak negatif yang lebih parah lagi adalah, korban bullying akan mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri.

  Bullying harus dihindari karena bullying mengakibatkan korbannya

  berpikir untuk tidak berangkat ke sekolah karena di sekolahnya ia akan di bully oleh si pelaku. Selain itu, bullying juga dapat menjadikan seorang anak turun prestasinya karena merasa tertekan sering di

  bully oleh pelaku.

  Pengertian Bullying menurut Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) adalah sebagai suatu bentuk kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dari situasi ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma, depresi dan tidak berdaya

  1 .

  Kebiasaan pengeroyokan sebagai bentuk main hakim sendiri dalam menyelesaikan pertikaian atau konflik juga tampak sangat kuat dikalangan pelajar dan tidak hanya itu, terdapat fakta bahwa satu dari tiga anak mengaku pernah melakukan tindakan bullying pada kawannya

  2 . 1 Fitria Chakrawati, Bullying Siapa Takut?, Solo, Tiga Serangkai, 2015. Hlm 11. 2 Andri Priyatna, Lets End Bullying, Jakarta, PT

  Hal ini sangat memprihatinkan, karena mencerminkan suatu kehidupan yang kurang beradab dimana dalam penyelesaian konflik haruslah dilakukan dengan cara yang bermartabat. Para pelaku umumnya mencontoh situasi serupa yang terjadi dilingkungannya.

  Penindasan atau Bullying tidak asing lagi untuk didengar di berbagai Negara ini. Kekerasan sepertinya tidak cukup untuk menggambarkan makna dari bullying itu sendiri. Di samping itu, bullying tidak serta- merta hanya sebatas tekanan fisik dan mental, melainkan bisa meninggalkan trauma yang amat mendalam bagi korban kasus bullying. Penindasan atau bullying yang dapat dilakukan dengan banyak cara tersebut tidak dapat menganggap remeh, hasil survei KPAI di 9 propinsi terhadap lebih dari 1000 orang siswa siswi. Baik dari tingkat Sekolah Dasar/MI, SMP/MTs, maupun SMA/MA. Survei ini menunjukan 87,6 persen siswa mengaku mengalami tindak kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun psikis, seperti dijewer, dipukul, dibentak, dihina, diberi stigma negatif hingga dilukai dengan benda tajam. Dan sebaliknya 78,3 persen anak juga mengaku pernah melakukan tindak kekerasan mulai dari bentuk yang ringan hingga yang berat seperti penghinaan, ejekan baik itu secara langsung atau verbal maupun dengan media sosial

  3 .

  Hal tersebut menjadi contoh, bahwa tindakan Bullying menimbulkan 3 Monicka Putri K, Perilaku School Bullying Pada

  Siswa Sekolah Dasar Negeri Dagelan 2, Dinginan, Sumberharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta ,

  dampak yang cukup serius dalam mental seorang anak. Korban

  Bullying biasanya hanya dapat

  menahan amarah dan dendamnya karena tidak dapat membalas perbuatan Pembully. Namun, akan berakhir tragis bila mereka sudah tidak dapat menahan amarahnya. Karena itu, harus ada penegakan hukum yang mengatur tentang tindakan Bullying. Menurut Pasal 59 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak. Salah satunya, anak dari korban kekerasan psikis dan/atau psikis. Bentuk-bentuk penindasan atau

  bullying dapat dikategorikan menjadi

  dua (2) macam bentuk yaitu penindasan fisik dan penindasan psikologis. Penindasan fisik adalah tindakan penindasan dengan kontak secara fisik yang menimbulkan perasaan sakit fisik, luka, cedera, atau penderitaan fisik lainnya. Contohnya memukul, menampar, menendang orang lain, penyiksaan, pembantaian, atau sampai melakukan pembunuhan. Bully jenis ini sudah termasuk dalam bagian tindak kriminalitas dan melanggar hukum karena dapat menghilangkan nyawa seseorang. Penindasan psikologis adalah tindakan yang menimbulkan trauma psikologis, ketakutan, depresi, kecemasan, atau stres.

  Dampak bagi korban penindasan fisik dalam hasil studi yang dilakukan oleh National Youth

  Violence Prevention Resource Center Sanders menunjukan bahwa bullying dapat membuat remaja

  merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-

  esteem siswa, meningkatkan isolasi

  sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depresi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited

  suicide).

  Tidak ada peraturan khusus yang mewajibkan sekolah memiliki kebijakan program anti bullying, tetapi dalam Undang-Undang Nomor

  35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, Pasal 54 yang berisikan: “Anak didalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya”. Dengan kata lain, siswa mempunyai hak untuk mendapat pendidikan dalam lingkungan yang aman serta nyaman sehingga bebas dari rasa takut. Pengelola sekolah dan pihak lain yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan mempunyai tugas untuk melindungi siswa dari intimidasi, penyerangan, kekerasan, ataupun gangguan.

  Permasalahan dalam penulisaan skripsi ini, terdiri dari : a.

  Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindakan penindasan atau bullying disekolah dasar? b.

  Apakah faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindakan penindasan atau bullying disekolah dasar?

II. PEMBAHASAN

  bullying sendiri bersifat luas, maka

  Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana , PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 30.

5

  Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau 4 Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek Kebijakan

  Penghinaan (Pasal 310) a.

  Perbuatan penindasan atau bullying yang sudah diatur dalam KUHP adalah sebagai berikut : 1.

  penulis dapat memasukkan penganiayan, pemerasan, penghinaan dan sebagainya kedalam kasus penindasan yang dimana, kasus tersebut sudah diatur didalam KUHP.

  Penindasan atau bullying sendiri belum diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan khusus yang mengaturnya, namun akan mengambil masalah dari pokok perkaranya. Karena penindasan atau

  Pendekatan masalah yang digunakan pada skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Direktur Lembaga Advokasi Anak Lampung, Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara komulatif dan disimpulkan secara induktif dan deduktif.

  5 .

  hukum pidana tersebut terkandung tiga kekuasaan atau kewenangan yaitu, kekuasaan legislatif pada tahap formulasi, yaitu kekuasaan legislatif dalam menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat apa yang dapat dikenakan. Pada tahap ini kebijakan legislatif ditetapkan system pemidanaan, pada hakekatnya merupakan sistem kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana

  4 Ketiga tahap kebijakan penegakan

  Tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang

A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindakan Penindasan atau

  1. Tahap formulasi yaitu tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang; 2. Tahap aplikasi yaitu tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang 3.

  Penegakan hukum pidana apabila dilihat sebagai bagian dari mekanisme penegakan hukum (pidana), maka pemidanaan yang biasa juga diartikan pemberian pidana tidak lain merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja direncanakan. Artinya pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat terwujud direncanakan melalui beberapa tahap yaitu:

  Bullying di Sekolah Dasar

  nama baik seseorang dengan paling lama tujuh tahun menuduhkan sesuatu hal, penjara. yang maksudnya terang

  d. penganiayaan Dengan supaya hal itu diketahui disamakan sengaja merusak umum, diancam karena kesehatan. pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan

  3. Pemerasan dan Pengancaman bulan atau pidana denda (Pasal 368) paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

  a.

  Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri b. sedniri atau orang lain secara

  Pasal 315 Tiap-tiap penghinaan dengan melawan hukum, memaksa sengaja yang tidak bersifat seseorang dengan kekerasan pencemaran atau pencemaran atau ancaman kekerasan, untuk tertulis yang dilakukan memberikan sesuatu barang, terhadap seseorang, baik yang seluruhnya atau sebagian dimuka umum denga lisan adalah kepunyaan orang itu atau tulisan, maupun di muka atau orang lain, atau supaya orang itu sendiri dengan lisan membuat utang maupun atau perbuatan, atau dengan menghapuskan piutang, surat yang dikirimkan atau diancam karena pemerasan, diterimakan kepadanya, dengan pidana penjara paling diancam karena penghinaan lama sembilan tahun. ringan dengan pidana penjara

  Perbuatan penindasan atau bullying paling lama empat bulan dua yang diatur dalam Undang-Undang minggu atau pidana denda Nomor 35 Tahun 2014 tentang paling banyak empat ribu Perlindungan Anak : lima ratus rupiah.

  1. Pasal 54 2. Penganiayaan (Pasal 351)

  Anak didalam dan di lingkungan

  a. diancam Penganiayaan sekolah wajib dilindungi dari dengan pidana penjara paling tindakan kekersan yang dilakukan lama dua tahun delapan bulan oleh guru, pengelola sekolah atau atau pidana denda pling teman temannya di dalam sekolah banyak empat ribu lima ratus. yang bersangkutan, atau lembaga

  b. perbuatan Jika pendidikan lainnya. mengakibatkan luka-luk berat, yang bersalah diancam

  2. Pasal 76A pidana penjara paling lama Setiap orang dilarang: lima tahun.

  a.

  Memperlakukan Anak secara c. Jika mengakibatkan mati, diskriminatif yang diancam dengan pidana mengakibatkan Anak Rp3.000.000.000,00 (tiga mengalami kerugian, baik miliar rupiah). materiil maupun moril d.

  Pidana ditambah sepertiga dari sehingga menghambat fungsi ketentuan sebagaimana sosialnya; atau dimaksud pada ayat (1), ayat

  b. Anak (2), dan ayat (3) apabila yang Memperlakukan

  Penyandang Disabilitas secara melakukan penganiayaan diskriminatif. tersebut Orang Tuanya Penindasan atau bullying tidak hanya 3.

  Pasal 76C berfokus kepada penindasan Setiap Orang dilarang menempatkan, langsung atau verbal, tetapi membiarkan, melakukan, menyuruh penindasan atau bullying dapat melakukan, atau turut serta terjadi melalui media elektronik melakukan Kekerasan terhadap seperti jejaring sosial. Perkembangan Anak. zaman yang semakin modern juga memberikan dampak besar terhadap

  4. Pasal 80 pergaulan anak-anak untuk dapat a.

  Setiap Orang yang melanggar mengakses media sosial yang tidak ketentuan sebagaimana hanya berfungsi sebagai saran dimaksud dalam Pasal 76C, informasi, namun juga untuk dipidana dengan pidana menjadikan media sosial sebagai penjara paling lama 3 (tiga) sarana untuk menindas temannya. tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Dasar hukumnya diatur dalam Rp72.000.000,00 (tujuh puluh Undang-Undang Nomor 19 Tahun dua juta rupiah). 2016 tentang Informasi dan

  Transaksi Elektronik: b. Dalam hal Anak sebagaimana 1.

  Pasal 27 ayat 3 dimaksud pada ayat (1) luka Setiap orang dengan sengaja dan berat, maka pelaku dipidana tanpa hak mendistribusikan dan dengan pidana penjara paling /atau mentransmisikan dan/atau lama 5 (lima) tahun dan/atau membuat dapat diaksesnya denda paling banyak Informasi Elektronik dan/atau

  Rp100.000.000,00 (seratus juta Dokumen Elektronik yang rupiah). memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

  c.

  Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati,

  2. Pasal 27 ayat 4 maka pelaku dipidana dengan Setiap orang dengan sengaja dan pidana penjara paling lama 15 tanpa hak mendistribusikan

  (lima belas) tahun dan/atau dan/atau mentransmisikan denda paling banyak dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

  Pasal-pasal yang berkaitan dengan penindasan atau bullying dapat dijadikan acuan untuk pembuatan undang-undang tentang penindasan atau bullying yang sesuai dengan nilai-nilai dalam situasi sekarang dan masa depan, kemudian merumuskan dalam bentuk peraturan perundang- undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan yang paling baik untuk memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini masuk kedalam Tahap Formulasi. Penegakan hukum di Indonesia dilakukan secara preventif dan represif, yaitu: 1.

  Non Penal Diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan eksekutif dan kepolisian.

  Dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan tetapi masih juga terdapat pelanggaran hukum. Dalam hal ini, upaya yang dilakukan adalah secara represif oleh aparat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hokum represif pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum

  6 .

  Tahap-tahap tersebut digunakan untuk menetapkan atau merumuskan perbuatan penindasan atau bullying apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan. Apabila, penindasan atau bullying tersebut merupakan tindakan yang masih ringan, akan diselesaikan secara non- penal atau dengan cara kekeluargaan. Apabila penindasan atau bullying yang dilakukan merupakan tindakan yang berat hingga dapat dikategorikan tindakan kriminal, maka tindakan tersebut dapat di proses dengan jalur hukum dan anak yang melakukan tindak pidana penindasan atau bullying hanya bisa di jatuhi ½ (setengah) dari hukuman yang berlaku.

  B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindakan Penindasan atau Bullying di Sekolah Dasar.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Syamsul Arief selaku Hakim Anak berpendapat bahwa hal tersebut dapat terjadi akibat respon kemarahan atas tindakan penindasan yang mengakibatkan korban penindasan melakukan tindakan yang salah dan bukanlah respon yang sepadan atas penindasan yang diterima. Respon berlebihan tersebut kemudin menjadi tameng tersendiri bagi korban penindasan, karena beliau juga menjadi pelaku tindakan kriminal. 6

2. Penal

  Terdapat beberapa faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya tindakan penindasan atau bullying yaitu faktor lingkungan, faktor keluarga, faktor ekonomi dan faktor sosial dan faktor internal yaitu mudahnya mendapatkan emosi dan gangguan psikologis

  7 .

  Faktor penghambat penegakan hukum secara umum dapat dilihat dari beberapa faktor, menurut Soerjono Soekanto ada 5 faktor penghambat penegakan hukum diantaranya yaitu : 1.

  Faktor Hukum yaitu peraturan dan undang-undang

  2. Faktor Penegak Hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hokum 3. Faktor Sarana dan

  Fasilitas Mendukung Penegakan Hukum 4. Faktor Masyarakat adalah lingkungan dimana hukum itu di terapkan dan diberlakukan 5. Faktor Kebudayaan yakni setiap hasil karya, cipta, dan rasa yang tercipta dalam pergaulan di masyarakat

  8 .

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Syamsul Arief selaku hakim anak, Pengadilan Negeri Tanjung Karang, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam tindakan penindasan atau bullying yaitu meliputi faktor penegak hukum, faktor hukum, faktor saran dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan . 7 Wawancara dengan Syamsul Arief selaku Hakim

  Anak Pengadilan Negeri Tanjung Karang Bandar Lampung, Tanggal 26 Oktober 2017. 8 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum , Jakarta, Raja

  Penulis juga mengutip kajian mengenai faktor-faktor yang mempengarughi penegakan hukum pidana dalam menanggulangi tindak pidana penindasan atau bullying, yaitu sebagai berikut :

  1. Faktor Penegak Hukum Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, hendaknya mempunyai kemampuan- kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakatnya.

  Dalam kasus penindasan atau bullying sendiri, penegak hukum diharapkan dapat menyediakan tim penyelidik yang cukup untuk pembuktian kasus penindasan atau bullying tersebut serta sumber daya manusia dari aparat penegak hukum itu sendiri agar tidak menganggap remeh kasus penindasan atau bullying. Untuk melaksanakan sosialisasi kepada orang tua, masyarakat dan pihak sekolah dasar agar semua kalangan mengetahui tentang penindasan dan bullying tersebut.

  2. Faktor Hukum Gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari undang- undang disebabkan karena: a.

  Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang; b.

  Belum adanya peraturan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Syamsul Arief di Pengadilan Negeri Lampung, bahwa belum adanya peraturan yang sangat dibutuhkan untuk menegakan hukum pidana tentang tindakan penindasan. Penindasan atau bullying sendiri sering kali

  diselesaikan dengan cara non litigasi atau mendamaikan kedua belah pihak tanpa jalur hukum. Hal tersebut dibenarkan adanya, namun bila Penindasan atau bullying itu sendiri sudah masuk ketahap kriminal seperti, penganiayaan, pemerasan dan lain-lain, jalur hukum dapat ditempuh

  9 .

  Dalam proses penegakan hukum, sarana dan prasarna hukum mutlak diperlukan untuk memperlancar dan terciptakan kepastian hukum. Sarana dan prasarana hukum yang memadai dimaksudkan untuk mengimbangi kemajuan teknologi dan globalisasi, yang telah mempengaruhi anak-anak untuk menindas temannya dengan media apapun. Dengan media sosial salah satunya atau biasa kita kenal cyberbullying.

  Hal senada juga dikatakan oleh Turaihan Aldi, menurut beliau sarana dan prasaran dalam menegakan hukum pidana terhadap penindasan atau bullying tersebut masih bisa diatasi. Apalagi, tindakan penindasan atau bullying biasanya masih berada ditahap wajar seperti hanya mengejek atau mencaci yang akhirnya hanya dianggap bahan gurauan untuk kedua belah pihak.

  Untuk itu, diharapkan untuk Lembaga Advokasi Anak dan Kepolisian setempat untuk mengadakan sosialisasi yang akan memperkenalkan kepada anak-anak sekolah dasar tentang hukum yang 9 Wawancara dengan Syamsul Arief selaku Hakim

  Anak Pengadilan Negeri Tanjung Karang Bandar

  menyangkut dengan penindasan atau

  bullying

  10 .

  4. Faktor Masyarakat Kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah dapat menjadi hambatan bagi proses penegakan hukum. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya rasa enggan dalam masyarakat untuk ikut berperan dalam mencegah terjadinya penindasan atau bullying. Peranan orang tua dan keluargalah yang paling berpengaruh untuk menentukan apakah anak-anak mereka dibesarkan oleh kasih sayang dan perhatian yang cukup agar anak tidak melakukan tindakan yang buruk seperti menindas temannya. Dalam keluarga juga, anak-anak harus diajarkan cara untuk saling menyayangi dan menghormati dengan sesama saudara. Kakak harus menyayangi adik dan mengetahui bahwa adik harus dilindungi dan tidak untuk ditindas. Begitu pula dengan adik, agar menghormati kakak. Hal kecil tersebut bila diajarkan sedari dini, akan menghasilkan anak- anak tahu bagaimana cara mengasihi kepada makhluk hidup dan menghormati perbedaan antar individual. Saat anak-anak bertumbuh dewasa, mereka akan mudah untuk memahami bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang membuat mereka lebih mengerti bagaimana cara menghargai manusia

3. Faktor Sarana dan Prasarana

  11 .

  10 Wawancara dengan Turaihan Aldi Direktur, Lembaga Advokasi Anak Lampung, 25 Oktober 2017. 11 Elia Daryati dan Anna Farida, Parenting With

5. Faktor Kebudayaan

  Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan, karen didalam pembahasannya diketengahkan masalah spiritual atau non materiel sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan).

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Erna Dewi selaku Akademi Hukum Pidana Universitas Lampung, bahwa yang menjadi faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindakan penindasan atau bullying di sekolah dasar adalah yang pertama faktor substansi, dimana menyangkut mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum, harus dilihat apakah undang- undang itu sudah memenuhi ataupun terdapt kelemahan-kelemahan dalam penegakannya, misalnya seperti undang-undang yang multi tafsir atau yang sulit penegakannya. Kedua, faktor penegak hukum yang merupakan struktur dari sistem hukum. Perlu dilihat dan diperhtikan dari sumber daya penegak hukumnya, apakah mempunyai kemampuan dalam menaggulangi atau mempunyai profesionalitas dalam penegakan hukum. Ketiga, adalah faktor budaya hukum, yang mencakup sarana dan prasarana, misalnya menyangkut sosialisasi dari pihak kepolisian, lembaga masyarakat, lembaga perlindungan anak dan masyarakat agar penegakan hukum yang ditegakknya oleh pemerintah dapat berjalan dn berfungsi dengan baik

  12 .

  III. PENUTUP A. Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.

  Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindakan Penindasan atau Bullying di Sekolah Dasar sudah berjalan dengan baik. Walaupun penindasan atau bullying sendiri belum diatur dengan undang-undang khusus, namun aparat penegak hukum menggunakan pasal pokok lain yang mengacu pada atau berkaitan pada penindasan atau

  bullying . Tindakan yang

  termasuk kedalam penindasan atau bullying yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan dalam KUHP yang mengatur tentang pemerasaan dan pengancaman, membuka rahasia, penghinaan dan penganiyaan dan bila diselesaikan dengan jalur hukum diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan akan d di jatuhi ½ (setengah) dari hukuman yang berlaku untuk orang dewasa. Untuk kasus penindasan atau bullying masih tergolong wajar seperti menghina, mengejek, mencaci tidak perlu di selesaikan menurut jalur hukum. Pihak 12 Wawancara dengan Erna Dewi, Akademisi

  Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas sekolah dan orang tua dapat B.

   Saran

  bertemu dan berkonsultasi Saran dalam penelitian ini adalah bagaimana cara menyelesaikan sebagai berikut: permasalahan penindasan atau 1.

  Perlu adanya peningkatan sumber

  bullying yang terjadi di

  daya manusia dari aparat penegak kalangan siswa sekolah dasar hukum dalam menangani kasus penindasan atau bullying dan

  2. Faktor yang mempengaruhi memperkuat pembuktian dalam penegakan hukum dalam kasus penindasan atau bullying. tindakan penindasan atau 2.

  bullying disekolah dasar terdiri Perlu adanya kesadaran dari

  dari faktor penegak hukum, masyarakat untuk tidak yang meliputi aparat penegak menjadikan penindasan atau hukum, yang meliputi aparat

  bullying sebagai budaya yang

  penegak hukum yang dianggap tidak menimbulkan kurangnya jumlah tim dampak buruk bagi anak-anak. penyelidik, sulitnya pembuktian dan sumber daya

DAFTAR PUSTAKA

  manusia dari aparat penegak hukum itu sendiri Faktor

  Chakrawati, Fitria. 2015. Bullying Siapa

  hukum yang meliputi asas-asas Takut?. Solo. Tiga Serangkai. undang-undang yang berlaku meliputi Undang-Undang Daryati , Elia dan Anna Farida.

  Dasar 1945, Kitab Undang- 2014. Parenting With Heart.

  Jakarta. Kaifa. Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang

  Nawawi Arief, Barda. 2002. Bunga Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dimana Rampai Kebijakan Hukum

  Pidana . Bandung. Citra Aditya

  pasal-pasal yang ada Bakti. didalamnya dapat diberlakukan untuk tindakan penindasan

  Priyatna, Andri 2010. Lets End

  atau bullying. Faktor sarana

  Bullying . Jakarta. PT Elex Media

  dan prasana yaitu diadakannya Komputindo. sosialisasi oleh Lembaga Advokasi Anak Lampung

  Putri, K, Monicka. 2014. Perilaku untuk memberitahu dampak

  School Bullying Pada Siswa dari penindasan atau bullying. Sekolah Dasar Negeri Dagelan

  Faktor masyarakat masih

  2, Dinginan, Sumberharjo,

  rendah tingkat kesadaran akan

  Prambanan, Sleman,

  penindasan atau bullying dan

  Yogyakarta , Yogyakarta,

  faktor kebudayaan yang masih Universitas Negeri menganggap bahwa Yogyakarta. penindasan atau bullying tersebut wajar dilakukan di

  Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor- kalangan anak-anak sekolah

  Faktor yang Mempengaruhi dasar. Penegakan Hukum . Jakarta.

  Raja Grafindo Persada.