KONTROVERSI PENERAPAN PIDANA MATI TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOBA THE CONTROVERSY OF APPLYING THE DEATH SENTENCE FOR CRIMINAL ACTS RELATED TO DRUGS

KONTROVERSI PENERAPAN PIDANA MATI TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOBA THE CONTROVERSY OF APPLYING THE DEATH SENTENCE FOR CRIMINAL ACTS RELATED TO DRUGS

Syamsul Hidayat & Hasan Asy’ari

Fakultas Hukum Universitas Mataram Email : syamsul3@yahoo.co.id

Naskah diterima : 21/08/2013; direvisi : 15/09/2013; disetujui : 19/10/2013

A bstrAct

In anticipation of the threat and the dangers of drug abuse and illicit trafficking, Indonesia as a whole has had the law on ratification of the Convention , including the United Nations on combating illicit trafficking in narcotic drugs and psychotropic substances in 1988. Policy is required drug crimes (penal policy). Applicable policies regarding how to commit criminal law legislation in force at the moment and formulated policies that lead to renewal (penal law reform) who formulated the laws of criminal law . The global trend will be a moratorium on the death penalty, the idea of humanism or universal human values sometimes correlated inversely with the application giving rise to the defense of the human rights perspective. Dynamics in the world of criminal law shifted from theory to theory retaliation treatment clinic . Policy on the death penalty in law on drugs illustrates the manifestation of the idea of balance or mono- dualistic and offer alternative policies forward in line with the function and purpose of the law- making in the context of national law in Indonesia .

Keywords : Capital Punishment, Narcotics, Moratorium

A bStrAk

Dalam mengantisipasi ancaman dan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, Indonesia secara keseluruhan telah memiliki perangkat Undang-undang termasuak Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988. Kejahatan narkoba diperlukan adanya kebijakan (penal policy ). Kebijakan aplikatif menyangkut bagaimana mengoperasionalisasikan peraturan perundang-undangan hukum pidana yang berlaku pada saat ini dan kebijakan formulatif yang mengarah pada pembaharuan (penal law reform) yang merumuskan peraturan perundang-undangan hukum pidana. Kecenderungan global akanmoratorium hukuman mati, gagasan humanisme atau nilai-nilai kemanusiaan universal terkadang berkorelasi terbalik dengan Penerapannya sehingga memunculkan pembelaan dari presfektif HAM. Dinamisasi hukum pidana di dunia bergeser dari teori pembalasan ke teori clinic treatment. Kebijakan tentang pidana mati dalam Undang-undang tentang Narkoba menggambarkan wujud dari ide Keseimbangan/Monodualistik dan menawarkan alternatif kebijakannya kedepan agar sejalan dengan fungsi dan tujuan pembentukan hukum dalam konteks hukum Nasional di Indonesia.

Kata kunci : Pidana Mati, Narkotika, Moratorium

PENDAHULUAN

topik yang tidak pernah lepas isu-isu nason- al, hal ini menjadi masalah serius dan telah

P enyAlAhgunAAn n ArkobA dalam hal ini mencapai keadaan yang memperihatinkan melingkupi Narkotika, Psikotropika dan

sehingga menjadi masalah tidak hanya Bahan Adiktif lainnya yang menjdai suatu

dalam lingkup nasional akan tetapi sudah

Kajian Hukum dan Keadilan 500 IUS

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 501

Syamsul Hidayat & Hasan Asy’ari | Kontroversi Penarapan Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana......... melintasi batas-batas suatu negara jika dili-

hat dari konvergensi dari teknologi. Peny- alahgunaan narkoba telah meluas sedemiki- an rupa sehingga melampaui batas-batas strata sosial, umur, jenis kelamin, bahkan perkotaan tidak lagi lagi menjadi prioritas dari para pengedar tetapi juga merambah sampai kepedesaan dan melampaui batas- batas negara yang akibatnya sangat meru- gikan perorangan, masyarakat, negara, khu- susnya generasi muda.

Dalam usaha untuk menanggulangi ma- salah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang no. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-undang no.22 tahun 1997 tentang Narkotika. Kedua un- dang-undang tersebut pada pokoknya men- gatur psikotropika dan narkotika yang han- ya digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Pelangga- ran terhadap peraturan itu diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengan di- mungkinkannya terdakwa divonis maksi- mal yakni pidana mati selain pidana penja- ra dan pidana denda. Dalam sistem pemida- naan di Indonesia pidana mati merupakan hukuman yang paling berat dari sekian banyak hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan, karena hukuman ini me- nyangkut jiwa manusia. Berdasarkan data Tahun 2004 yang ada, tercatat 62 orang yang telah dijatuhi hukuman mati dengan rincian 49 orang laki-laki dan 13 orang wanita, di mana 47 orang diantaranya se- dang menunggu eksekusi. Sebelumnya 15 orang telah dilaksanakan eksekusi mati dalam berbagai kasus. Khusus dalam kasus tindak pidana narkoba, sejak tahun 1999 s/d 2006, tercatat yang dijatuhi hukuman mati 63 orang, terdiri dari 59 orang laki-laki dan 4 orang wanita dari berbagai kebang- saan (paling banyak Nigeria : 9 orang). Yang telah dieksekusi mati dalam kurun waktu 10 tahun (1994-2004) baru 2 (dua) orang, yaitu: tahun 1994, terpidana mati Steven (warga negara Malaysia) dan tahun

2004, Ayoodhya Prasaad Chaubey (warga negara India). Untuk terpidana mati kasus tindak pidana narkoba sebanyak 63 orang dan telah dieksekusi mati 3 orang, sehingga yang masih menunggu sebanyak 60 orang. 1

Kematian adalah suatu hal yang pasti, dan hampir semua orang tidak bisa menghindar dari keberadaannya. Akan tetapi kehidupan yang didiami oleh manusia dan tempat manusia mencari dan menentukan apa- apa yang terbaik untuk kehidupan mereka sudah menjadi suatu hal dipersalahgunakan untuk orang lain dalam bentuk-bentuk yang berlawanan, maka manusia sedang berada dalam keterancaman dari orang lain yang muncul dari hasil dari interaksi manusia dengan alam itu sendiri di mana masnusi sebagai penghuni di dalamnya. Dengan kata lain kebutuhan akan beraktivitas dalam kehidupan telah membawa manusia pada berbagai jenis-jenis pilahan dari aktvitas yang sudah tersedia atau yang perlu disediakan terkadang membawa pengaruh pada orang lain juga, yang mucul dari kebebasan bagi setiap orang untuk memilih atau mempengaruhi orang lain untuk mendapatkan kebahagian yang sifatnya nisbi.

Keharusan untuk mempertimbangkan dari sesuatu yang telah dipilihnya ber- implikasi pada keharusan untuk dapat mempertanggungjawabkan setiap tindakan- nya, sehingga menempatkan manusia pada suatu kondisi psikologis tersendiri. Dalam konteks pemerintahan Indoensia khusu nya dalam penerapan hukuman mati bagi para pengedar narkoba yang selalu memebrikan efek-efek negatif dari tiandakan yang di- lakukan oleh pengedar pada setiap orang yang telah terjebak dalam keadaan ling- karan ketergantungan terhadap narkotika yang memerlukan serangkain proses-proses keterlepasan dari zat adiktif yang sangat

1 Supardi, SH, Pro dan Kontra Pidana mati terhadap Kejahatan Narkoba , http/www.bnn.go.id/konten

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 500~522

memeberikan pengaruh pengerusakan ter- mati dalam berbagai kasus. Khusus dalam hadap generasi muda khusunya.

kasus tindak pidana narkoba, sejak ta- hun 1999 s/d 2006, tercatat yang dijatuhi

Penyalahgunaan narkoba di Indo nesia hukuman mati 63 orang, terdiri dari 59

telah sampai pada titik yang menghawatirkan. orang laki-laki dan 4 orang wanita dari ber-

Berdasarkan data yang dihimpun Badan bagai kebangsaan (paling banyak Nigeria : Narkotika Nasional, jumlah kasus narkoba

9 orang). Yang telah dieksekusi mati dalam meningkat dari sebanyak 3. 478 kasus pada

kurun waktu 10 tahun (1994-2004) baru 2 tahun 2000 menjadi 8.401 pada tahun

(dua) orang, yaitu: tahun 1994, terpidana 2004, atau meningkat 28,9% pertahun.

mati Steven (warga negara Malaysia) dan Jumlah angka tindak kejahatan narkoba

tahun 2004, Ayoodhya Prasaad Chaubey pun meningkat dari 4.955 pada tahun 2000

(warga negara India). Untuk terpidana mati menjadi 11.315 kasus pada tahun 2004. data kasus tindak pidana narkoba sebanyak 63 baru sampai juni 2005 saja menunjukkan

orang dan telah dieksekusi mati 3 orang, se-

kasus itu meningkat tajam. 2

Sekarang

hingga yang masih menunggu sebanyak 60 ini terdapat sekitar 3,2 juta pengguna

orang. 4

narkoba di Indonesia, secara Nasional dari total 111.000 tahanan, 30% karena kasus

Sampai tahun 2007 telah antri 60 orang narkoba, perkara narkoba telah menembus terpidana mati kasus tindak pidana narkoba, batas gender, kelas ekonomi bahkan usia. 3 belum juga dieksekusi. Padahal waktu putusan hukuman itu telah sepuluh tahun

Dari gambaran di atas penyalahgunaan yang lalu. Perlu diketahui, sejak tahun 1994 dan kejahatan narkoba berada pada tingkat hingga tahun 2006 ada 63 putusan hukuman

yang membahayakan, karena di samping mati bagi pengedar narkoba, namun baru

merusak fisik dan mental juga mempen- dieksekusi 3 orang tahun 2004 yang lalu, 5

garuhi kehidupan sosial masyarakat yang salah satunya adalah Ayyodhya Prasaad

pada gilirannya dapat mengganggu sendi- Chaubey (warga Negara India) yang telah

sendi keamanan nasional dalam rangka menunggu keadilan dengan penuh lika-liku

pembangunan nasional menuju masyarakat

selama sepuluh tahun.

yang adil dan makmur seperti yang dicita- citakan dan tujuan negara yang tercantum

Pelaksanaan eksekusi mati terhadap dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke- pria India ini sempat menjadi perdebatan empat.

antara Pemerintah India Kejaksaan Agung RI. Pemerintah India berargumen bahwa

Dalam sistem pemidanaan di Indonesia menurut Undang-Undang India, ada batas pidana mati merupakan hukuman yang pal- usia tertentu untuk seseorang yang akan

ing berat dari sekian banyak hukuman yang dieksekusi mati. Pidana mati akan terasa

dijatuhkan kepada pelaku kejahatan, kare- sangat berat bagi siapa pun, termasuk bagi na hukuman ini menyangkut jiwa manusia. seorang kakek berusia 67 tahun sekalipun.

Berdasarkan data tahun 2004 yang ada, ter- Pemberlakuan pidana mati memang selalu

catat 62 orang yang telah dijatuhi hukuman mengundang kontroversi. Hal tersebut

mati dengan rincian 49 orang laki-laki dan tidak hanya terjadi di Indonesia, namun

13 orang wanita, di mana 47 orang dianta- kontroversi ini terjadi pula di sejumlah

ranya sedang menunggu eksekusi. Sebelum- negara Eropa yang telah membatalkan

nya 15 orang telah dilaksanakan eksekusi

pidana mati. 6

2 Penelitian penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia, tahun 2003 dan 2004, http/ www.

4 Supardi, SH, Pro dan Kontra Pidana mati terhadap bnn.go.id/konten

Kejahatan Narkoba , http/www.bnn.go.id/konten 3 Berita Mahkamah Konstitusi, (ed) No.19, April-

5 Ibid .

-Mei,2007, hlm. 15

6 Ibid .

502 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Syamsul Hidayat & Hasan Asy’ari | Kontroversi Penarapan Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana.........

Pidana mati bukanlah suatu masalah sama-sama mendasarkan pada Pancasila. baru pada sejarah panjang proses penegakan Hal ini terlihat dalam penelitian yang per- hukum (law enforcement), melainkan sudah nah dilakukan oleh Fakultas Hukum Undip dipertentangkan sejak berabas-abad silam. bekerjasama dengan Kejaksaan Agung pada Penerapan pidana mati masih banyak sikap tahun 1981/1982. Dalam laporan pene- pro dan kontra dari berbagai kalangan litian itu dinyatakan bahwa “ada kecender- secara umum bagi mereka yang pro pidana ungan diantara mereka yang pro dan kontra mati beralasan bahwa pidana mati adalah (terhadap pidana mati) untuk manjadikan tindakan pembalasan terhadap akibat Pancasila sebagai “justification”. 9 perbuatannya dan hal ini sudah diatur

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dalam ketentuan undang-undang. Selain itu

ditarik permasalahan pidana mati tindak kalangan pro berusaha mempertahankan

pidana narkoba dengan berbagai jenis var- dengan alasan bahwa pidana mati telah ian permasalahannya. Maka hukum mati sesuai dengan ajaran agama, dan Undang-

berkorelasi terbalik dengan HAM menjadi- Undang Dasar 1945. Secara singkat

kan dua hal yang tidak pernah kering dari pihak yang setuju berargumentasi bahwa kontroversinya, karena ketidak mudahan pidana mati masih relevan diterapkan di

untuk mepisahkannya. "Mengapa Pidana Indonesia dan masih banyak peraturan

Mati Berkontroversi Terhadap Tindak perundang-undangan yang mencantumkan

Pidana Narkoba?

ancaman pidana mati dalam hukum posistif Indonesia. Pihak yang tidak setuju terutama

Penelitian ini menggunakan pendekatan kalangan pengusung HAM menyatakan perundang-undangan (statute approach) pidana mati bertentangan dengan hak asasi dan conceptual approach. Pendekatan pe-

manusia, dengan mengacu kepada UUD 45 rundang-undangan sebgai karakter utama yang mengutip Pasal 28 A perubahan kedua dalam penelitian yuridis-normatif, dengan yang menyatakan “setiap orang berhak mengedepankan kajian perundang-un- untuk hidup serta berhak mempertahankan dangan dan kajian konsep-konsep hukum hidup dan kehidupannya” dengan demikian yang berkaitan dengan penegakan hukum hak hidup adalah hak yang tidak dapat pidana Narkoba pada khususnya dan hu- dikurangi dalam keadaan apapun (non kum pidana pada umumnya.

derogable human right) . 7 Pasal 4 Undang-

undang HAM setiap orang bebas dari Pendekatan konseptual merupakan salah penghilangan paksa dan penghilangan satu karakter dalam penelitian hukum nor-

nyawa” (Pasal 33 ayat (2) Undang-undang matif. Tindaka pidana Narkoba adalah HAM). Pernyataam dalam Undang-Undang salah satu bentuk sanksi yang dapat diterap- Dasar 1945 dan Undang-Undang HAM kan oleh aparat penegak hukum bagi terpi- bahwa “setiap orang berhak untuk hidup dana yang memperoleh hasil kejahatan dari

identik dengan Pasal 6 ayat (1) ICCPR. 8 hasil tindak pidana. Perbedaan antara sifat umunya hukum pidana terutama mengenai

Ada pendapat yang menyatakan pidana HAM dan hukum pidana pada khususnya. mati bertentangan dengan Pancasila ada Telah menempatkan permasalahan pidan pula yang menyatakan tidak bertentangan mati dalam kondisi yang kotroverisial dari dengan Pancasila. Jadi, pendapat yang me- realita kehidupan yang semakin kompleks nolak dan menerima pidana mati ada yang sebagai penyebab munculnya permasalahan

7 Penghapusan Pidana Mati Menuntut Sejumlah Peru- bahan Undang-Undang , http:/www.solusihukum.com

9 Laporan Penelitian “Ancaman Hukuman Mati da- 8 Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana

lam Sistem Pemidanaan, Barda Nawawi arief, Pembaha- dalam Perspektif Kajian Perbandingan , PT Citra Aditya

ruan Hukum Pidana dalam Perspektif kajian perbandin- Bakti, Bandung, 2005, hlm. 290

gan, PT. Citca Aditya Bakti, 2005, op.cit, hlm. 290-291

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 503

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 500~522

lainya khusnya penyalahgunaan narkotika

a. Cesare Beccaria

yang berimplikasi berbagai aspek kehidu- Dalam“Dei Delitti e Delle Pene” pan kemasyarakatan yang rentan dengan yang diterbitkan pertama kali di Italia

ganguan-ganguan pergaulan yang tidak sta- pada tahun 1764 (dibuat dalam usia 26

bil. tahun) dan diterbitkan untuk pertama

Dalam teori-teori pemidanaan, yang kali di Inggris pada tahun 1767 dengan menjadi dasar pemikiran berkisar pada per-

judul “On Crimes and Punishment”. 10 soalan : mengapa suatu kejahatan narkotika

Dalam tulisannya Beccaria menghendaki harus dikenakan suatu pidana?. Teori-teori

agar dalam penerapan pidana lebih ini berhubungan erat dengan pengertian

memperhatikan perikemanusiaan. 11 Ia “subjectief strafrecht” sebagai hak atau we-

meragukan apakah negara mempunyai wenang untuk menentukan dan menjatuh-

hak untuk menjatuhkan pidana mati. kan pidana. Dapat pula diartikan sebagai

Keraguannya itu didasarkan kepada isitlah “hal memidana”. Apabila teori-teori

ajaran Contract Social. Menurut, alasan pemidana terebut disimpulkan, maka akan

utama dari penjatuhan pidana adalah ditemukan dasar pencantuman pidana mati

untuk menjamin kelangsungan hidup yang cocok untuk diterapkan dalam penu-

masyarakat dan untuk mencegah orang lisan ini. teori ini dinamakan teori gabun-

melakukan kejahatan (the only reason gan, yang merupakan teori penengah antara

to punish was to assure the continuance of teori absolut dan relatif.

society and deter people from committing crime ). Pidana mati tidak dapat mencegah

PEMBAHASAN

kejahatan dan bahkan merupakan kebrutalan. Ia yakin bahwa pidana mati

Keberadaan suatu teori bukanlah suatu menyia-nyiakan sumber daya manusia yang tidak bisa terlepasa dari kondisi atau

yang merupakan modal utama bagi negara. suatu keadaan teretentu yang mempenga-

ruhi serorang ilmuwan terhadap kondisi

b. Voltaire (1762)

dari lingkunagan sekitarnya. Terdapat be- Mendalilkan penentangnya dari

berapa teori yang menempatakan teori- sudut kegunaan (utilitisch). Ia meminta teori hukum yang dianggap relevan dalam pemeriksaan ulang perkara Jean Callas.

memberikan gambaran konseptual dari re- Setelah diperiksa ulang, ternyata Callas

alitas sosial terutama terkait dengan pere- terbukti tidak bersalah, namun hal itu ti- daran tindak pidana narkotika, yang telah dak berguna sebab Callas sudah terlanjut

berimplikas pada banyaknya permsalahan dipidana mati. Berdasarkan peristiwa ini

yang muncul dari model pergerakan penge- dikehendaki agar rakyat diberikan kesat- daran yang sangat sulit untuk diberantas. uan hukum dan kepastian hukum serta

Ipmlikasi yang ditimbulkan oleh peredaran penjatuhan pidana mati sedapat mungkin

tindakan pidana narkotika yang sebigitu

dibatasi.

rentanya dengan kerusakan jiwa generasi muda berimplikasi pada ketahanan nasi-

c. JJ. Rousseau (1712-1778) onal tentu harus dilihat sebagai suatu yang

Terkenal dengan bukunya yang ber- harus disikapi dengan cara-cara yang lebih

judul ”Du Contrat Social” mendasarkan memanusiakan manusia dengan progresifi-

pendapatnya pada fiksi perjanjian ma- tas penegakan yang lebih mengedepankan

nilai-nilai kemanusia. Adapun beberap ahli

10 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan

hukum terkait dengan pemidanaan seperti : Kebijakan Pidana , Alumni, Bandung, 1998, hlm. 27.

11 SR Sianturi dan Mempang L Panggabean, Hukum Penitensia di Indonesia , Op.Cit, hlm. 41.

504 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Syamsul Hidayat & Hasan Asy’ari | Kontroversi Penarapan Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana......... syarakat (volonte generale). Dikemukakan-

oleh Belanda, melainkan juga sudah biasa nya bahwa tidak seorangpun mempunyai

ditemukan dalam hukum yang berlaku di hak asasi untuk menyerahkan atau men-

Indonesia sebelum datangnya Belanda. gorbankan kehidupannya sendiri. Oleh

Di negara Belanda, ancaman pidana karena itu, tidak seorangpun dengan per-

mati dalam Wetboek van Strafrecht (WvS) janjian dapat memberikan hak hidup dan

telah dihapuskan sejak tahun 1870 dengan mati atas dirinya pada raja atau penguasa.

Staatsblad 1870 No. 182 dalam WvMS Kontrak sosial tidak dapat membenarkan

(Wetboek van Militaire Strafrecht) baru pidana mati.

dihapuskan pada tahun 1990. Peniadaan ancaman pidana mati dalam WvS 1886

d. Jeremy Bentham (1712-1778) disebabkan oleh pidana mati dipandang

Seorang filosof Inggris yang handal soal tidak ada kegunannya dan hampir selalu hukum walaupun tidak pernah praktek

diberi pengampunan (grasi) oleh raja, hukum juga penganut utilitarian hedonist.

namun dalam WvMS sebelum tahun 1990, Salah satu gagasannya yang besar adalah

pidana mati masih dipertahankan. Pada anjurannya bahwa ”The Greatest Good

akhirnya, di negeri Belanda, ancaman Must go to The Greatest Number” (kebai-

pidana mati hanya dikenal dalam Wet kan yang terbesar harus ditujukan untuk

Oorlong Strafrecht (1952). jumlah yang terbesar). Teorinya yang san-

Dikaitkan dengan asas konkordansi, gat terkenal adalah felicific calculus yakni

maka dalam hal ancaman pidana mati bahwa manusia merupakan ciptaan yang ini, Indonesia telah menyimpangi asas rasional yang akan memilih secara sadar

tersebut, sebab pada tahun 1870 WvS kesenangan dan menghindari kesusahan.

sudah menghapus pidana mati. Namun Oleh karena itu, suatu pidana harus ditetap-

dengan adanya unifikasi WvS di Indonesia kan atau diberikan pada tiap kejahatan

dengan Staatsblad 1915 No. 732 yang sedemikian rupa sehingga kesusahan akan

mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari lebih berat daripada kesenangan yang dit-

1918, ternyata pidana mati masih tetap imbulkan oleh kajahatan. dipertahankan untuk beberapa Pasal

Di Indonesia pidana mati sudah ber- tertentu. Penyimpangan terhadap asas langsung sebelum kemerdekaan Republik

konkordinasi ini diberlakukan karena Indonesia. Sebelum Kemerdekaan RI, ada

beberapa alasan, yaitu : beberapa hukum yang berlaku di Indo-

a. Daerahnya luas dan terdiri dari berb- agai suku bangsa, sehingga perlu adanya

nesia, yaitu : 12

a. Hukum adat, sanksi pidana yang menakutkan,

b. Hukum Islam yang sudah diresepir,

b. Jumlah Polisi untuk wilayah yang begitu luas sangat terbatas sehingga

c. Hukum Hindu untuk menakut-nakuti diperlukan

d. Hukum yang diterapkan oleh pe- ancaman pidana mati, merintah kolonial Belanda

c. Setelah Indonesia merdeka, pidana Dalam keempat hukum di atas,

mati juga masih diperlukan dan di- dikenal pula adanya ancaman pidana

pandang relevan dengan alasan bah- mati, sehingga dengan demikian dapat

wa ancaman pidana mati itu diperlu- dikatakan bahwa pidana mati bukan

kan oleh suatu negara berkembang hanya dikenal setelah Indonesia dijajah

Setelah Indonesia merdeka dengan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

Ibid, hlm. 42.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 505

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 500~522

(yang memberlakukan KUHP untuk Sedangkan, menurut Pasal 1 huruf (e) wilayah Jawa, Madura dan sebagian

dalam Konvensi Psikotropika 1971 wilayah Sumatra) dan dalam beberapa

yang telah diratifikasi: Undang-Undang yang dibuat oleh pemer-

“Psikotropika adalah setiap bahan, intah bersama para wakil rakyat (DPR)

alami maupun sintesis (termasuk ternyata ancaman pidana mati masih tetap

sediaan), yang terdapat dalam dipertahankan.

Daftar Psikotropika Golongan I, II,

1. Kegiatan Medis dengan Pidana Mati

III atau IV”.

Narkotika dan Psikotropika sering Jenis-jenis Psikotropika antara lain: menggunakan akronim narkoba

Depressant : bekerja mengendorkan (Narkotika, Psikotropika dan Bahan

atau mengurangi aktivitas Adiktif lainnya). Selain itu, sebga-

susunan saraf pusat, contoh ian orang mengenal istilah lain yaitu

: Sedati (pil KB), Rohipno, NAPZA (Narkotika, Psikotropika

Mogadom, Valium. dan Zat Adiktif). Tanpa harus me-

Stimulat : bekerja mengaktifkan kerja berikan perbedan maksud dan mak- susunan saraf pusat, contoh: na dari kedua akronim tersebut,

amphetamine dan turunan- maka narkoba pada dasarnya adalah

nya (ecstacy). Ecstacy meru- hasil dari penelitian bidang kedok-

pakan obat yang sangat pop- teran dan farmasi yang memiliki tu- uler di kalangan para remaja juan kebaikan bagi umat manusia.

Indonesi. Nama lain ecstacy Berbagai macam obat penyembuh

dipasaran adalah: Ice, Adam, penyakit mengandung zat-zat kimia Eva, Flash, Dolpin, Dollar dll. yang termasuk golongan narkoba.

Di mana dikalangan Interpol Zat narkotika untuk kepentingan

dikenal sebagai obat rekayasa pembiusan (anasthaesia), dengan

(Drug Disigner) yang bersifat kandungan zat psikotropika tanpa

stimulatia (zat yang dapat me- harus memberikan perbedaan dalam

ningkatkan daya tahan psikis bidang ilmu kegiatan medis, dan ma-

dan phisik. sih banyak lagi contoh penggunaan

lainnya (obat penenang, obat pengu- Halusinogen : bekerja menimbulkan rang nyeri, dll).

perasaan halusinasi atau khayalan, contoh: Lysergid

a. Psikotropika Acid Diethylamide (LSD).

Dalam ketentuan umum Pasal 1 Penjelasan Pasal 12 ayat (2) Undang-

butir 1 UU No. 5 tahun 1997 tentang Undang Psikotropika menyatakan:

Psikotropika: “Yang dimaksud dengan:

“Psikotropika adalah zat atau obat,

1. Psikotropika golongan I adalah baik alamiah maupun sintesis bu-

psikotropika yang hanya dapat di- kan narkotika, yang berkhasiat gunakan untuk tujuan ilmu pen- psikoaktif melalui pengaruh selek-

getahuan dan tidak digunakan tif pada susunan syaraf pusat yang

dalam terapi, serta mempunyai menyebabkan perubahan khas pada

aktivitas mental dan perilaku” potensi amat kuat mengakibatkan

sindroma ketergantungan.

506 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Syamsul Hidayat & Hasan Asy’ari | Kontroversi Penarapan Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana.........

2. Psikotropika golongan II adalah

stimulani”.

psikotropika yang berkhasiat pen- Sedangkan menurut Verdoovende

gobatan dan dapat digunakan dalam Middelen Ordonantie Staatblad 1972 terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu

No. 278 jo No. 536 yang telah diubah pengetahuan serta mempunyai po-

dan ditambah, yang dikenal sebagai tensi kuat mengakibatkan sindro-

undang-undang obat bius, narkotika ma ketergantungan.

adalah:

3. Psikotropika golongan III adalah “Bahan-bahan yang terutama

psikotropika yang berkhasiat pen- mempunyai efek kerja pembiusan,

gobatan dan banyak digunakan atau yang dapat menurunkan ke-

dalam terapi dan/atau untuk tujuan sadaran. Disamping menurunkan

ilmu pengetahuan serta mempun- kesadaran juga menimbulkan geja-

yai potensi sedang mengakibatkan la-gejala fisik dan mental lainnya

sindroma ketergantungan. semua dipakai secara terus-menerus

4. Psikotropika golongan IV adalah dan liar dengan akibat antara lain psikotropika yang berkhasiat pen-

…… ketergantungan pada bahan- gobatan dan banyak digunakan

bahan tersebut”

dalam terapi dan/atau untuk tujuan Narkotika di satu sisi merupakan

ilmu pengetahuan serta mempun- obat/bahan yang bermanfaat di bi-

yai potensi rendah mengakibatkan dang pengobatan atau pelayanan sindroma ketergantungan”.

kesehatan dan pengembangan ilmu

b. Narkotika pengetahuan, namun di sisi lain Pengertian narkotika menurut Un-

narkotika dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat meru-

dang-Undang No. 22 tahun 1997 gikan apabila dipergunakan tanpa

Pasal 1 ayat (1) adalah: “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari

pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. 13

tanaman baik sintesis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan

Dalam Undang-Undang RI No penurunan atau perubahan kesada-

22/1997 tentang narkotika, yang terma- ran, hilangnya rasa, mengurangi

suk narkotika adalah:

sampai menghilangkan rasa nyeri,

a. Tanaman Papaver Somniverum, Opi- dan dapat menimbulkan ketergan-

um mentah, Opium masak, Opium tungan yang dibedakan ke dalam

obat, Morfina. Tanaman Koka, daun golongan-golongan sebagaimana

Koka, Kokaina mentah, kokaina, Ek- ter lampir dalam undang-undang ini gonina Tanaman Ganja, daun Ganja atau yang kemudian ditetapkan den-

gan Keputusan Menteri Kesehatan”.

b. Garam-garam dan turunan dari Mor- fina dan Kokaina.

“Narkotika adalah candu, ganja, kokain, zat-zat yang bahan men-

c. Bahan-bahan lain baik ilmiah mau- tahnya diambil dari benda-benda

pun sintetic yang dapat dipakai seb- tersebut, yakni morfin, heroin, ko-

agai pengganti Morfina dan Kokaina. dein, hasis, kokain. Dan termasuk

d. Campuaran-campuran dan sediaan- juga narkotika sintesis yang meng-

sediaan yang mengandung bahan hasilkan zat-zat, obat-obat yang

dalam a, b dan c yang secara keselu- tergolong dalam hallucinogen dan

13 Lihat UU No. 22 Tahun 1997, point d.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 507

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 500~522

ruhan dibagi atas tiga golongan (I, II nan kimia, bentuk, sifat-sifat, cara dan III).

penggunaan, dan tujuan penggunaan Menurut Penjelasan Pasal 2 ayat (2)

ke duanya memang berbeda. Pembe- daan undang-undang mengenai ked-

Undang-Undang Narkotika, ter- uanya dimaksudkan untuk memper-

dapat 3 (tiga) golongan narkotika: “Yang dimaksud dengan:

mudah penerapan hukum pada kasus yang melibatkan kedua golongan

a. Golongan I adalah narkotika yang zat tersebut. Atas alasan kesamaan- hanya dapat digunakan untuk tu-

kesamaan yang melekat pada faktor- juan pengembangan ilmu pengeta-

faktor itulah, pada penulisan hukum huan dan tidak digunakan dalam

ini digunakan suatu istilah yang terapi, serta mempunyai potensi

mencakup keduanya, yaitu narko- sangat tinggi mengakibatkan keter-

ba. Lagi pula, baik Undang-Undang gantungan.

Psikotropika dan Undang-Undang

b. Golongan II adalah narkotika yang Narkotika yang berlaku saat ini me- berkhasiat dalam pengobatan digu-

miliki kemiripan dalam penyusunan nakan sebagai pilihan terakhir dan

dan hal-hal yang diaturnya, sehing- dapat digunakan dalam terapi dan/

ga dapat dinyatakan bahwa kedua atau untuk tujuan pengembangan

undang-undang dijiwai oleh suatu ilmu pengetahuan serta mempun-

kepentingan yang sama serta memi- yai potensi tinggi mengakibatkan

liki tujuan yang sama meskipun ob- ketergantungan.

jeknya berbeda.

c. Golongan III adalah narkotika yang

3. Pemidanaan

berkhasiat pengobatan dan dapat Jika dilihat fenomena sosial yang digunakan dalam terapi dan/atau

ada (berkaitan dengan narkotika dan tujuan pengembangan ilmu penge-

psikotropika), terdapat pencampuran tahuan, serta pengembangan ilmu

kelompok penyalahgunaan menyang- pengetahaun serta mempunyai po-

kut faktor-faktor subjektif dan ob- tensi ringan mengakibatkan keter-

jektif pendorong tindak pidana pe- gantungan”.

nyalahgunaan narkoba (yaitu proses Zat yang tepat yang diberikan dalam

sosial dan masalah sosial, individu, dosis tepat dikonsumsi oleh orang

keluarga dan lingkungan keluarga, sakit yang membutuhkan, atas dasar

pendidikan, dan lingkungan ma- diagnosis professional oleh dokter,

syarakat). Bahkan, bukanlah yang dan diberikan oleh orang yang tepat

aneh jika dijumpai seseorang yang (dokter, apoteker, paramedis). Seba-

menyalahgunakan lebih dari satu liknya, jika disalahgunakan, maka

substansi (multiple substance abuser) akibat yang ditimbulkan bisa sangat

akibat dorongan faktor-faktor yang merugikan kesehatan baik secara

meruapakan faktor keharusan bagi langsung maupun tidak langsung

setiap orang untuk menjaga dan dalam jangka waktu singkat mau-

keerlangsungan akan bagaian-bagain pun lama. Antara prikotropika dan

dari masyarakat tersebut. Sehingga narkotika memang berbeda golongan

menempatakan pidana mati bagi substansinya.

para panyalahgunaanya narkotika dan psikotrapika. “pidana” berasal

Pembedaan didasari oleh alasan-ala- dari bahasa sansekerta, dalam bahasa san ilmiah di mana asal-usul, susu- Belanda disebut “straf” dan dalam

508 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Syamsul Hidayat & Hasan Asy’ari | Kontroversi Penarapan Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana......... bahas inggris disebut “penalty” yang

lebih besar ketimbang periode 1945- artinya “hukuman”. Menurut Subek-

2003 yang hanya mengeksekusi mati ti dan Tjitrosoedibio dalam bukunya

15 orang. Wajar saja, jika Indonesia, kamus hukum, “pidana” adalah “hu-

menurut catatan Amnesty Interna- kuman”, maka “pidana mati” berarti

tional, kini menjadi salah satu nega- hukuman yang dikenakan terhadap

ra yang paling banyak menjatuhkan pelaku tindak pidana dengan meng-

hukuman mati dibanding negara lain habisi nyawanya. 14 di dunia.

Menurut teori absolut Pidana di- Secara yuridis formal, penerapan jatuhkan semata-mata karena orang

hukuman mati di Indonesia memang telah melakukan suatu kejahatan

dibenarkan. Hal ini bisa ditelusuri atau tindak pidana (quia peccatum

dari beberapa Pasal dalam Kitab est). Pidana merupakan akibat mut-

Undang-undang Hukum Pidana lak yang harus ada sebagai suatu

(KUHP) yang memuat ancaman hu- pembalasan kepada orang yang

kuman mati. Di luar KUHP, tercatat melakukan kejahatan. Jadi dasar

setidaknya ada 6 (enam) peraturan pembenaran dari pidana terletak

perundang-undangan yang memiliki pada adanya atau terjadinya kejahat-

ancaman hukuman mati, semisal UU

Narkotika, UU Anti Korupsi, UU dikemukakan oleh teori relatif bahwa

an itu sendiri. 15 Pandangan berbeda

Anti terorisme, dan UU Pengadilan memidana bukanlah untuk memuas-

HAM, UU Intelijen dan UU Rahasia kan tuntutan absolut dari keadilan.

Negara. Hal ini menunjukkan bahwa Pidana bukanlah sekedar untuk

hukuman mati di Indonesia semakin melakukan pembalasan atau pengim-

eksis dalam tata peraturan perun- balan kepada orang yang telah

dang-undangan di Indonesia. Lebih melakukan suatu tindak pidana.

dari itu, eksekusi hukuman mati di Tetapi mempunyai tujuan-tujuan ter-

Indonesia menunjukkan kecender- tentu yang bermanfaat. Oleh karena

ungan meningkat pada tahun-tahun itu, teori ini sering juga disebut teori

terakhir.

tujuan (utulitarian theory). 16 Namun, seiring dengan maraknya

Meski sudah menjadi wacana kla- gagasan humanisme atau nilai-nilai sik, pro-kontra seputar penerapan

kemanusiaan universal yang mere- hukuman mati tetap menjadi perde-

bak seusai perang dunia kedua, adan- batan serius di kalangan masyarakat

ya hukuman mati menjadi tidak logis dunia, termasuk di Indonesia. Di

lagi dalam kehidupan modern saat tengah kecenderungan global akan-

ini. Dengan kata lain, menurut para moratorium hukuman mati, praktek

pembela HAM, dinamisasi hukum tersebut justeru masih lazim diterap-

pidana di dunia saat ini telah berge- kan di Indonesia. Bahkan, dalam ku-

ser dari teori pembalasan ke teori run sebelas tahun terakhir (tepatnya

rehabilitasi, di mana teori tersebut pasca reformasi, 1998-2009), Indone-

bersifat clinic treatment. sia tercatat telah mengeksekusi mati

2. Kontroversi Pidana Mati Sebagai Bentuk setidaknya 20 orang. Angka ini jauh

Penghukuman (pembalasan)

14 Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980, hlm. 83

Sudah sejak jaman dahulu pidana

Muladi & Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Ke- bijakan pidana , alumni Bandung, 1984, hlm. 10-11

mati untuk kejahatan berat dikenakan

16 Ibid , hlm. 16

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 509

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 500~522

di mana-mana, berdasarkan atas pem- uai dengan pandangan peribadi Wirjono balasan terhadap perbuatan yang san-

Prodjodikoro yang menyatakan sebagai gat kejam dari seorang manusia. Tujuan

berikut :

penjatuhan pidana mati selalu diarahkan Menurut hemat saya, mudah dapat

kepada khalayak ramai agar dengan anca- diadakan sintesis antara dua aliran man pidana mati mereka takut melakukan

yang lain. sekiranya dalam praktek perbuatan-perbuatan kejam yang akan

biasanya ada persesuaian pendapat, mengakibatkan mereka dipidana mati.

bahwa suatu kejahatan tertentu harus ditangani maka pidana memberi

Berhubungan dengan hal tersebut, “Pada kepuasan pada semua pihak, oleh jaman dahulu pidana mati dilaksanakan di

karena merupakan pembalasan yang muka umum". Itulah yang menjadi dasar

diinginkan teori absolut dan sekaligus utama adanya penjatuhan pidana mati”.

memenuhi syarat dari orang relatif kearah suatu tujuan prevensi atau

17 Satu pihak mengakui adanya unsur- memperbaiki si penjahat. unsur “pembalasan” sebagai konsekuensi

Pendapat yang hampir sama juga dari teori absolut dan di lain pihak

diberikan oleh Van Hamel. Van Hamel mengakui unsur “memperbaiki penjahat”

membuat suatu gambaran tentang pidana yang melekat pada tiap hukuman. Tidak

yang bersifat prevensi khusus itu sebagai satupun orang yang ingin terjebak dalam

berikut:

tindak pidana narkotika dalam hal penyalahgunaanya yang menyebabkan

1. Pidana harus memuat suatu anasir ketergantungan dan kosekuensi-konse-

menakutkan supaya dapat menahan kuensi yang sebitu bahanya, meskipun

khusus “gelegenhei dasmisdadiger” keberadaan narokitak sangat berguna

melakukan niat buruk. bermanfaan untuk kegiatan keilmuwan

2. Pidana harus memuat suatu anasir dalam kesehatan, hal ini dikarenakan

yang memperbaiki bagi terhukum, kelalaian yang muncul dari suatu hal

yang nanti memerlukan suatu reclas- yang diperbolehkan namun dalam per-

sering .

jalananya ia menjadi permasalahan karena pengawasan terhdap apa yang

3. Pidana harus memuat suatu anasir diperbolehkan itu terlaksanakan menjadi

membinasakan bagi penjahat yang bias karena kelalaian yang dilakuka oleh

sama sekali tidak dapat diperbaiki. para pelaku ataupun kesengajaan yang

4. Tujuan satu-satunya dari pidana ial- dilakukan itu meruapak kelemahan juga

ah mempertahankan tata tertib hu- yang di lakukan oleh pemeritah terhdap

kum. 18

penguasaan-pengawasan dari masayrakat Dalam pembentukan KUHP Nasional oleh negara, yang akan datang, tujuan diadakannya

Diperlukan suatu sikap atau cara-cara pemidanaan tidak akan berbeda jauh yang lebih tepat untuk menjaga nilai-nilai

dengan KUHP yang sekarang berlaku. kemanusia itu sendiri, karena manusialah

Pembentukan KHUP Nasional ini ma- yang diberikan wewenang untuk menga-

sih dipengaruhi oleh aliran modern yang tur keberadaan kesalahan-kesalahan yang

menitik beratkan perhatiannya kepada ada dalam masyarakat, sehingga kecen-

pelaku tindak pidana dan pemberian drungan untuk menghilangkan manfaat

pidana yang dimaksudkan untuk me- penegakan hukum menjadi tergredasi

17 atas nama hukum itu sendiri, dan meng- Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana

Di Indonesia, Ersco, Bandung, 1989, hlm. 23-27.

hilangkan sisi kemanusiaan. Hal ini ses- 18 Ahjiar Salmi, Eksistensi Hukuman Mati, Aksara

Persada, Jakarta, 1985, Hlm. 86-87.

510 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Syamsul Hidayat & Hasan Asy’ari | Kontroversi Penarapan Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana......... lindungi masyarakat terhadap bahaya yang

c. memasyarakatkan terpidana den- ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana itu.

gan mengadakan pembinaan se- Tetapi, sebelum azas pemberian pidana ini

hingga menjadi orang yang baik dilaksanakan dalam praktek, harus diingat

dan berguna;

pengertian pidana itu sendiri, sehingga

e. menyelesaikan konflik yang dit- pemidanaan tidak hanya disadari oleh pen-

imbulkan oleh tindak pidana, egak hukum saja, tetapi juga oleh masyara-

memulihkan keseimbangan, dan kat dan terpidana. Dengan demikian, tujuan

mendatangkan rasa damai dalam untuk membentuk kesejahteraan masyarakat

masyarakat; dan dan negara tidak bertentangan dengan norma

f. membebaskan rasa bersalah pada keadilan dan perikemanusiaan. Seperti yang

kesusilaan dan agama. Jadi sesuai dengan

terpidana.

dirumuskan Pasal 1 konsep rencana KUHP (2)Pemidanaan tidak dimaksudkan un- sebagai berikut :

tuk menderitakan dan merendahkan Maksud tujuan hukum pidana

martabat manusia

Indonesia ialah mengayomi Negara, Dalam ayat duanya dinyatakan masyarakat, badan-badan maupun

Warganegara Republik Indonesia ser- bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan ta penduduk lainnya terhadap tindak

untuk menderitakan dan merendahkan pidana yang menghambat dan/atau

martabat manusia. Dengan selesainya menghalangi cita-cita Bangsa Indo-

pembahasan rancangan KUHP Nasional nesia untuk mewujudkan masyara-

kat Pancasila. 19 yang menyangkut tujuan pemidanaan, secara khusus isi Pasal di atas kurang sesuai

Meskipun dalam WvS (Wetboek van dengan yang diharapkan dari penjatahan Straftrecht ) Negeri Belanda karakteristik

pidana mati. Seperti dalam tujuan nomor atau jiwa dan filsafatnya yang menjadi

2, untuk seorang yang divonis mati dasar sama dengan di Indoensia, tetapi

menjadi kurang berarti. Tujuan itu hanya dengan alasan Belanda sebagai negara

mempunyai arti secara moral terhadap penjajah dan keadaan masyarakatnya yang

terpidana. Namun, menjadi kurang berlainan, maka jadi tidak sama. Oleh se-

ber arti karena terpidana tersebut tidak bab itulah Indonesia berusaha mengubah

mungkin dikembalikan ke masyarakat. KUHP Nasional sendiri. Khusus untuk

Jadi, untuk tujuan Pasal 2 di atas hanya tujuan pidana dan pemidanaan, sebelum-

cocok untuk terpidana yang tidak divonis nya tidak pernah dirumuskan. Perumusan

mati, terhadap tujuan yang cocok seperti di tujuan baru tampak dalam konsep ran-

atas, lebih baik dilihat tujuan pemidanaan cangan KUHP Nasional yang dipertegas

seperti yang diungkapkan oleh Wirjono secara konkrit dalam Pasal 54, dinyatakan

Prodjodikoro, bahwa tujuan hukum bahwa tujuan pemidanaan ialah :

pidana adalah :

(1) Pemidanaan bertujuan :

a. Untuk menakut-nakuti orang agar

a. mencegah dilakukannya tindak jangan sampai melakukan kejahatan, pidana dengan menegakkan norma

baik menakut-nakuti orang banyak hukum

(generale prevantie) maupun mena- ku-nakuti orang tertentu yang sudah

b. demi pengayoman masyarakat; menjalankan kejahatan, agar dike- mudian hari tidak melakukan keja-

hatan lagi (speciale preventie).

19 J.E. Sahetapy, Suatu Studi Khusus Mengenai An-

caman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, CV Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 13.

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 511

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 500~522

b. Untuk mendidik atau memperbaiki pembinasaan, apabila pelaku kejahatan orang-orang yang sudah menanda-

berat itu sudah tidak diperbaiki dan di- kan suka melakukan kejahatan agar

bina lagi, sehingga ia pun bisa merasakan menjadi orang yang baik tabiatnya,

penderitaan yang sama dengan korbannya. sehingga bermanfaat bagi masyara-

Dengan demikian, masyarakat sekaligus kat. 20 terlindungi dari adanya keresahan yang diakibatkan oleh penjahat tersebut.

Tujuan itu terasa lebih mengenai sasaran dari pada yang diharapkan pada

Akhirnya dapat ditemukan tujuan penjatuhan pidana mati. Bahkan tujuan

masih dipertahankannya pidana mati pada itu juga berlaku bagi terpidana yang tidak

saat ini yaitu:

terkena vonis mati. Dibandingkan dengan pendapat para praktisi hukum lainnya

1. Sebagai usaha melenyapkan orang yang berbeda, perlu ditekankan bahwa

yang telah melakukan kejahatan be- pendapat Wirjono Prodjodikoro tersebut

rat berulang kali dan kepadanya su- cukup ampuh untuk mencapai sasaran

dah tidak dapat diberikan bimbingan dengan dijatuhkannya pidana mati. Me-

dan pembinaan lagi. mang kejahatan tidak akan hilang dengan

2. Sebagai usaha melindungi masyara- adanya pidana mati, tetapi sebagai penekan

kat dari adannya bahaya kejahatan laju kriminalitas yang tinggi, hal tersebut

sehingga masyarakat bisa tentram. akan lebih baik dari pada tidak sama sekali,

3. Sebagai usaha menakut-nakuti orang yang akhirnya membuat masyarakat tidak agar jangan sampai melakukan ke- tentram dan tidak aman. jahatan. Sifatnya menakut-nakuti

Tujuan dijatuhkannya pidana mati orang banyak, termasuk narapidana tidak akan ditemukan secara khusus

yang tidak terkena pidana mati, agar dalam KUHP atau rancangan KUHP.

dikemudian hari tidak melakukan Yang ada hanya tujuan secara umum,

kejahatan-kejahatan lagi. yaitu untuk seluruh jenis pidana. Apabila

Dengan kata lain, maksud diadakan tujuan khusus ingin ditemukan, tentu saja

pidana mati adalah sebagai sarana un- harus ditunjang oleh pendapat-pendapat

tuk melindungi kepentingan umum yang para sarjana seperti yang telah diuraikan.

bersifat kemasyarakatan yang dibahay- Pada umumnya para sarjana mengartikan

akan oleh kejahatan dan penjahat yang sama tentang tujuan dijatuhkannya pidana

sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Dan yang mati, yakni untuk menakut-nakuti, secara

paling penting melindungi kepentingan prevensi umum maupun khusus. Jadi

masyarakat dan perseorangan yang men- apabila semua pendapat sarjana yang

jadi korban dari kejaksan dan penjahat. hampir sama tersebut digabungkan dalam

1. Kontradiksi Kejahatan Narkoba dengan teori sebagai berikut :

satu teori, maka akan terdapat kesesuaian

Dalam Pidana Mati

1. Pembalasan Dewasa ini narkoba telah menjadi momok bagi masyarakat dan pemer-

2. Pembinasaan dan intah sebagai sesuatu yang sangat

3. Perlindungan terhadap umum mem bahayakan yaitu kejahatan nar- koba berupa Penyalahgunaan dan

Teori ini mengharapkan, bahwa tu- peredaran gelap narkotika, psiko-

juan pidana mati dijatuhkan adalah untuk tropika dan bahan berbahaya lainnya

20 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana

(narkoba) dengan berbagai implikasi

Di Indonesia, Eresco, Bandung, 1989, Hlm. 18.

512 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Syamsul Hidayat & Hasan Asy’ari | Kontroversi Penarapan Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana......... dan dampak negatifnya merupakan

narkoba. Tak kurang dari 78 persen suatu masalah internasional maupun

korban yang tewas akibat narkoba mengancam kehidupan masyarakat,

merupakan anak muda berusia bangsa dan negara serta dapat me-

antara 19-21 tahun. Angka itu belum lemahkan ketahanan nasional yang

termasuk mereka yang terkena dam- pada mulanya dapat menghambat

pak lain akibat kasus narkoba. Lebih jalannya pembangunan.

dari 500 ribu orang positif terkena AIDS (acquired immune deficiency

Penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang saat ini telah menjadi syndrome ) atau sindrom kehilangan

kekebalan tubuh yang hingga kini suatu fenomena dari perkembangan

belum ditemukan obatnya. remaja dengan pola pemakaian yang

selalu mengalami perubahan. Beber- Narkoba akan mempunyai manfaat apa tahun di Indonesia (khususnya

yang besar sekali bila digunakan un- di kota besar) ganja dan pil KB san-

tuk pengobatan maupun penelitian gat populer di kalangan remaja dan

ilmu pengetahuan, tetapi sebaliknya pemuda. Sampai pada mulai mere-

apabila narkotika disalahgunakan bak penggunaan ecstacy, trend beri-

khususnya oleh kaum generasi muda kutnya marak penggunaan putaw,

akan berbahaya sekali bagi umat ma- sabu-sabu dan heroin. Sungguh men-

nusia, bangsa dan Negara. Penyalah- cengangkan angka yang dipaparkan

gunaan narkotika dapat menimbul- Badan Narkotika Nasional (BNN)

kan bermacam-macam bahaya atau dan Pusat Penelitian Universitas In-

kerugian antara lain sebagai berikut: 21 donesia (Puslitkes UI). Dalam riset

1. Terhadap Pribadi; Narkotika mam- yang diadakan tahun lalu, terungkap

pu merubah kepribadian si korban bahwa biaya ekonomi dan sosial pe-

secara drastis seperti berubah men- nyalahgunaan narkoba (narkotika

jadi pemurung, pemarah bahkan dan obat-obatan terlarang) di In-

melawan terhadap apa atau siapa donesia --sepanjang tahun 2004--

pun.

mencapai Rp 23,6 triliun. Hampir separuh dari jumlah itu beredar di

2. Terhadap keluarga; Tidak lagi segan sepuluh kota besar.

mencuri uang atau bahkan menjual barang di rumah yang bisa diuang-

Dalam kondisi negara yang masih kan untuk membeli nar kotika, dan

me merlukan banyak dana untuk pe- tidak lagi menjaga sopan santun di

mbangunan, menguapnya uang se- rumah bahkan melawan orang tua. jumlah itu secara sia-sia tentu amat

Kurang menghargai harta mlik yang merugikan. Belum lagi bila dilihat

ada di rumah, seperti mengenda- dari sisi dampak dan korban yang

rai kendaraan tanpa perhitungan ditimbulkan akibat penyalahgunaan

rusak atau menjadi hancur sama narkoba. Sekitar 1,5 persen dari se-

sekali.

luruh populasi penduduk Indonesia merupakan pemakai narkoba. Ini be-

3.`Terhadap Kehidupan Sosial; Ber- rarti ada sekitar 3,2 hingga 3,6 juta

buat yang tidak senonoh (mesum) penduduk Indonesia yang berkutat

dengan orang lain, yang berakibat dengan penyalahgunaan zat-zat ter-

tidak saja bagi yang berbuat me- larang tersebut. Dari angka itu, seki-

tar 15 ribu orang harus meregang

21 Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia,

nyawa setiap tahun karena memakai Djambatan , 2004, hlm. 19 Kajian Hukum dan Keadilan IUS 513

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 500~522

lainkan hukuman masyarakat yang pengaruh buruk yang terdapat dalam berkepanjangan.

lingkungan masyarakat dan tidak ad- anya keharmonisan dalam keluarga.

4.`Terhadap Bangsa dan Negara; Rusaknya generasi muda pewaris

Terlepas dari pro da kontra pidana Bangsa yang seyogyanya siap un-

mati, ternyata pidana mati masih tuk menerima tongkat estafet gen-

dipergunakan di beberapa negara. erasi. Hilangnya rasa patriotisme

Menururt Wilkipedia 22 terungkap cinta dan bangga terhadap Bangsa

penggunaan data pidana mati sebagai dan Negara, yang ketergantungan

berikut:

berupa adiksi dan habituasi, intok-

1. Abolished for all offenses (88) sikasi dan gejala putus obat.

2. Abolished for all offenses except under Menurut Harold Neu M.D. bahwa

spesial circumtanses (11) masalah ketagihan narkotika itu

lebih bersifat kecanduan yang me-

3. Retains, thougt not used for at least merlukan rawatan dari pada bersifat

10 years (30)

kriminalitas. Yang mengarah pada

4. Retains Death Penalty (68) kriminalitas bukanlah sebagai aki-

Dari data di atas terlihat masih ada bat keracunan itu melainkan usaha keseimbangan antara kelompok kon- untuk memperoleh obatnyalah yan tra pidana mati (abolisionis) yakni mendorong orang pada perbuatan

99 negara. Dan kelompok pro pidana kriminal. Sehubungan dengan ad-

mati (retensionis) 98 negara. Apabila anya kecanduan narkotika itu, para dilihat dari wilayah negara/benua, ahli biasanya membedakan antara: sumber wilkipedia di atas mengung-

a. Ketergantungan psychologis (psy- kap data sebagai berikut : chological dependence )

1. Di semua wilayah Eropa (kecuali

b. Ketergantungan phisik (physical Belarus) dan kebanyakan negara- dependence )

negara pasifik (termasuk Australia, Ketergantungan psychologis adalah

New Zealand dan Timor Leste telah suatu keadaan di mana si penderita

menghapus pidana mati membutuhkan obat, karena dengan

2. Di Amerika Latin, banyak negara memperolehnya ia akan merasakan

yang juga telah menghapus pidana sesuatu perasaan lega atau dapat

mati, namun beberapa negara lain- memberikan ketenangan pikiran dan

nya (seperti di Brazil) masih mem- bebas dari kecemasan-kecemasan.

perbolehkan pidana mati untuk Dengan ketergantungan psychologis

keadaan eksepsional itu dapat dikatakan bahwa penderita

3. Di USA, Guetamala, kebanyakan telah memiliki kebiasaan. Sedangkan negara negara-negara Karibean, ketergantungan phisik adalah suatu Asia dan Afrika masih memper- keadaan kecocokan organis terhadap tahankan pidana mati narkotika. Dampak dari penyalah-

gunaan Narkotika adalah berujung

4. Negara terakhir yang menghapus dengan kematian yang disebabkan

pidana mati untuk semua kejahatan oleh over dosis, perkelahian ataupun

adalah Albania. kecelakaan lalu lintas. Penyalahgu-

naan narkotika sebagai akibat dari

22 http//en.wilkipedia.org/wiki/Death Penalty

514 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Syamsul Hidayat & Hasan Asy’ari | Kontroversi Penarapan Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana......... Diantara negara yang semula meng-

atau death Penalty) semakin ramai hapus pidana mati, ada yang kemu-

Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN JASA PENCUCIAN MOBIL OLEH PERUSAHAAN ROS3 GROUP

0 2 11

ABSTRACT IMPLEMENTATION OF CREATING SHARED VALUE (CSV) CONCEPT AS A CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PROGRAM IN ORDER TO IMPROVE STAKEHOLDER WELFARE (Study at PT Nestle Indonesia Panjang Factory)

0 0 14

TECHNICAL BARRIER TO TRADE ROKOK KRETEK INDONESIA DALAM MEASURES AFFECTING THE PRODUCTION AND SALE OF CLOVE CIGARETTES AMERIKA SERIKAT (DS-406) TECHNICAL BARRIER TO TRADE OF INDONESIAN CLOVE CIGARETTES IN THE CONTEXT OF MEASURES AFFECTING THE PRODUCTION A

0 0 10

PENERAPAN KETENTUAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PERUSAHAAN SWASTA THE IMPLEMENTATION OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) IN PRIVATELY OWNED COMPANIES

0 0 15

MUNCULNYA INTERVENSI ASING TERHADAP PELANGARAN HAM DALAM SUATU KONFLIK BERSENJATA DI SUATU NEGARA THE EMERGENCE OF FOREIGN INTERVENTION AGAINST HUMAN RIGHTS VIOLATIONS IN ARMED CONFLICT IN A STATE

0 1 11

PENERAPAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PENERBITAN IZIN DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR IMPLEMENTATION OF THE GENERAL PRINCIPLES OF GOOD GOVERNANCE IN ISSUING LICENSES IN THE REGENCY OF EAST LOMBOK

0 1 25

THE OPTIMAL DURATION OF EXCLUSIVE BREASTFEEDING A SYSTEMATIC REVIEW

0 1 52

IMPLIKASI HAK KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN TANAH KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN LOMBOK UTARA IMPLICATIONS OF THE RIGHT FOR UNITY OF CUSTOMARY LAW COMMUNITIES IN THE MANAGEMENT OF FOREST AREA LAND IN THE REGENCY OF NORTH LOMBOK (STUDY OF LA

0 1 23

EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM POLEMIK HUKUM POSITIF SUATU KAJIAN DALAM PERSPEKTIF TATANEGARA THE EXISTENCE OF CUSTOMARY LAW IN THE POLEMICS OF POSITIVE LAW – A STUDY FROM THE PERSPECTIVE OF CONSTITUTIONAL LAW

0 1 17

THE OPTIMAL DURATION OF EXCLUSIVE BREASTFEEDING

0 0 10