EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM POLEMIK HUKUM POSITIF SUATU KAJIAN DALAM PERSPEKTIF TATANEGARA THE EXISTENCE OF CUSTOMARY LAW IN THE POLEMICS OF POSITIVE LAW – A STUDY FROM THE PERSPECTIVE OF CONSTITUTIONAL LAW

EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM POLEMIK HUKUM POSITIF SUATU KAJIAN DALAM PERSPEKTIF TATANEGARA THE EXISTENCE OF CUSTOMARY LAW IN THE POLEMICS OF POSITIVE LAW – A STUDY FROM THE PERSPECTIVE OF CONSTITUTIONAL LAW

M. Saleh

Fakultas Hukum Universitas Mataram Email : msalehfhunram@gmail.com

Naskah diterima : 24/08/2013; direvisi : 12/09/2013; disetujui : 15/10/2013

A bstrAct

As a member of the law family, the Adat law is one form of positive law which plays particular role and contribution in the making process of the whole positive law in Indonesia. Existence of Adat law in the constitutional of Indonesia painted its own color. As one of the oldest customary law in the life of local community Adat law has become the seed and formatting idea of Indonesia’s national law where Adat Law has widely influenced other positive law.

Keywords: Adat Law.

A bStrAk :

Sebagai bagian dalam kelompok kelurga hukum, hukum adat sebagai salah satu bagian dari hukum positip memegang peranan dan memberikan pengaruh dalam proses penentuan ini pembentukan hukum positip tertulis di Indonesia. Keberadaan hukum adat dalam ketatanegaraan Indonesia memberikan arti tersendiri dalam ranah perkembangan ketatanegaraan Indonesia. Sebagai hukum yang tumbuh dengan ciri khas sebagai bagian hukum tertua dengan sifatnya yang tidak tertulis dalam kehidupan masyarakat, hukum adat sebagai cikal bakal dan ide pembentukan hukum nasional memberikan arti tersendiri dalam perkembangan ketatanegaraan indonesia dan memberikan pengaruh bagi hukum positif tertulis lainnya.

Kata kunci: Hukum Adat

PENDAHULUAN

The concept of law menunjukkan pada makna konsep yang mengandung arti dari

k eberAgAmAn hukum di dalam dunia mod-

istilah itu sendiri merujuk pada definisinya, ern adalah suatu keniscayaan. Begitu pula

sedangkan the legal concept, menunjuk pada suatu kenyataan bahwa setiap negara mem-

pranata hukum dan istilah yang secara khu- punyai hukum dan membangun sistemnya sus digunakan dalam bidang hukum oleh sendiri yang oleh Rene David di sebut “legal

Meusen disebut “figur hukum” (seperti: system ”. Sebagai konsep hukum, sistem hu-

hak milik, kontrak, perbuatan melanggar kum juga memiliki makna ganda. Di satu

hukum, hak dasar). 2

pihak sebagai “the concep of law”, di lain pi- hak sebagai “the legal concept”. 1 Sistem hukum ialah keseluruhan aturan dan prosedur spesifik yang secara relatif

1 I Dewa Gede Atmaja., “Sistem Hukum Indonesia;

konsisten diterapkan oleh otoritas formal.

Refleksi Reformasi Hukum”., makalah kuliah pada Pro- gram Magister Ilmu Hukum Fakultas Humum Universi- tas Mataram, 2006, hlm. 1-8.

2 Ibid

Kajian Hukum dan Keadilan 536 IUS

M. Saleh| Eksistensi Hukum Adat Dalam Polemik Hukum Positif Suatu Kajian ....................................... Dibalik itu dari segi figur hukum, setiap sian pengertian hukum adat dalam rangka

sistem hukum memiliki kriteria, yaitu: nasional menunjukkan suatu perkemban- pertama , dari segi taknis: sistem hukum gan yang bertahap. 6 memiliki perbendaharaan kata (bahasa hu-

Dengan bentuk yang tidak tertulis terse- kum) untuk mengekpresikan konsep-kon-

but telah memberikan ciri tersendiri terha- sep hukumnya, aturan hukum dan sum- dap hukum adat tersebut. Di samping itu se- ber hukum yang hirarkis, teknik yuridis

bagaimana yang diutarakan oleh Friedrich untuk membentuk dan menafsirkan atau

Carl Von Savigny sebagai pencetus Mazhab menginterpratasikan konsep-konsep hu-

Sejarah. 7 Berkat pandangan Friedrich Carl kumnya, aturan hukum dan menafsirkan

atau menginterpretasikan hukum itu, dan yaitu: aturan tingkah laku bagi bumi putera, jadi orang kedua , dari segi kultural: memiliki filsafat, Indonesia asli, kedua ialah aturan-aturan tingkah laku bagi orang-orang timur asing, semunya itu dicirikan oleh prinsip-prinsip politik dan ekonomi untuk pada sanksinya dan tidak dikodifikasikan. Lebih lanjut mencapai masyarakat yang di idealkan. ditegaskan; “adatrecht” tidak boleh diterjemahkan ke

dalam “hukum adat”. Hukum adat ialah keseluruhan

Kedua kreteria tersebut saling melengkapi aturan hukum yang tidak tertulis, yang “meliputi semua dan bahkan konprehensip. 3 lapangan hukum” sekedar mengenai bagian-bagian yang

tidak tertulis.

6 Dari segi “family law”, sistem hukum Pertama unsur dasar konsep hukum adat dalam

kerangka nasional, ialah yang menyangkut jiwa nasi-

Indonesia dikelompokkan ke dalam sistem onal. Dalam hubungannya dengan ini, unsur tersebut hukum kontinental atau sistem hukum sip- diletakkan sebagai pernyataan nilai-nilai kebudayaan

nasional Indonesia yang mengenai bidang yang dina-

il, melalui penerapan asas konkordansi dan makan hukum. Kedua ialah bahwa hukum adat selalu politik hukum pemerintah kolonial di za- dihubungkan dengan rakyat Indonesia seluruhnya,

terutama dari golongan aslinya. Dalam hubungannya

man Hindia Belanda. Dengan azas konkor- dengan ini, hukum adat tidak merupakan hasil fikiran dansi diberlakukan ketentuan hukum yang dari suatu kelompok elite dari masyarakat Bangsa In- donesia, oleh karenanya sumbernya bukan hukum ter- berlaku di Negeri Belanda untuk wilayah tulis akan tetapi pernyataan langsung cita rasa hukum jajahan Hindia Belanda yang kita warisi rakyat Indonesia yang berkebudayaan Indonesia. Ketiga

ialah bahwa cita-rasa hukum adat di antaranya ada yang

sampai sekarang: KUHP (Kitab Undang- mempunyai sifat-sifat universal kemanusiaan. Hal ini Undang Hukum Pidana), KUH-Perdata tidak lain berarti pertama-tama bahwa hukum adat dili-

hat sebagai suatu asas yang bersifat normatif; karenanya

(Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) bersifat abstrak dan tidak dalam wujudnya sebagai hal dan KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum yang berada dalam kenyataan yang empiris. Hukum adat

Dagang). 4 Konfigurasi sistem hukum dalam dalam pandangan ini sebagai asas yang bersifat kaidah jelas dilihat tidak beraneka ragam sebagaimana diajar- tata hukum memberi pengaruh tersendiri kan oleh Ilmu pengetahuan tentang hukum adat yang

dalam pembentukan hukum, diantaranya modern yang dikembangkan oleh para penulis Ilmu Hu-

kum yang mendasarkan kepada teori-teori barat, tetapi

adalah sistem hukum adat.

adalah uniform bagi seluruh rakyat Indonesia. Keempat ialah bahwa tahap ini masih terdapat banyak penulis yang melihat perwujudan hukum adat dalam bentuk:

PEMBAHASAN

tingkah laku nyata dalam masyarakat baik dalam ben- tuk perbuatan yang berlangsung sekali saja (einmalig)

Sebelum memberikan pandangan men- maupun dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan, atau dalam

bentuk keputusan-keputusan dengan tidak menutup

genai hukum adat, terlebih dahulu di kemu- kemungkinan berbentuk tertulis. Kelima bahwa usaha kakan perbedaan antara “adatrecht” dengan memberikan definisi hukum adat terdapat pikiran per-

lunya memberikan definisi ganda mengenai hukum adat

“hukum adat”. 5 Sehubungan dengan pengi- yaitu disatu pihak definisi yang formil, dan dilain pihak

definisi yang meteril atau subsatnsiil. Ibid., hlm. 74-75. 3 Ibid

7 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi., “Dasar-dasar 4 Ibid

Filsafat dan Teori Hukum ”., Citra Aditya Bakti, Band- 5 Mohammad Koesnoe., “Hukum Adat Sebagai Suatu

ung, 2004, hlm. 65. Pandangan Von Savigny berpangkal Model Hukum ”., Mandar Maju, Bandung, 1992, hlm.

kepada bahwa di dunia ini terdapat ber macam-macam 72., di kemukakan antara lain: “bahwa adatrech itu

bangsa yang pada tiap-tiap bangsa tersebut mempunyai sesuai dengan pemikiran Van Vollenhoven ditegaskan

suatu Volkgeist-jiwa rakyat. Jiwa ini berbeda-beda, baik sebagai keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku

menurut waktu maupun menurut tempat. Pencerminan bagi bumi putera dan orang timur asing, yang mempu-

dari adanya jiwa yang berbeda ini tampak pada kebu- nyai upaya paksa, lagipula tidak dikodifikasikan”. Se-

dayaan dari bangsa tadi yang berbeda-beda. Ekspresi ini lanjutnya dijelaskan bahwa “adatrech” meliputi dua hal

tampa pula pada hukum yang sudah barang tentu berbe-

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 537

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm,

IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Von Savigny hukum adat kita diperlakukan sebagai hukum yang berlaku bagi golongan Indonesia asli.

Selain itu menurut Savigny, masyarakat merupakan kesatuan organis yang memi- liki kesatuan keyakinan umum, yang dise- butnya jiwa masyarakat, yaitu kesamaan pengertian dan keyakinan terhadap ses- uatu. Dalam perkembangannya kemudian hukum tidak semata-mata merupakan ba- gian dari jiwa rakyat, melainkan juga meru- pakan bagian dari ilmu hukum. Savigny me- nyebut hukum belakangan itu sebagai hu- kum sarjana, dan oleh karenanya berdasar- kan pandangannya hukum dikelompokkan menjadi dua bagaian, yaitu pertama; hu- kum yang wajar, yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam masyrakat, yaitu hukum kebiasaan-hukum adat, dan kedua; hukum sarjana yang bersifat teknis. Hukum asli adalah hukum kebiasaan yang hidup di ma- syarakat (hukum adat). Hukum asli itulah yang harus diselidiki dan diperbaharui se- cara berangsur-angsur, bukan menciptakan hukum dari fikiran sendiri untuk diber- lakukan secara umum, tetapi hukum umum yang berkembang di masyarakat itulah yang diharus dipelajari perkembangannya dan diperbaharui daya lakunya. 8

Kekuatan untuk hukum terletak pada rakyat, yang terdiri dari kompleksitas indi- vidu dan perkumpulan-perkumpulan. Mer- eka mempunyai ikatan rohani dan menjadi kesatuan Bangsa dan jiwa. Hukum adalah bagian dari rohani mereka, yang juga mem-

da pula pada setiap tempat dan waktu. Oleh karenanya menurut Beliau, tidak masuk akal jika terdapat hukum yang berlaku secara universal dan pada semua waktu. Hukum sangat tergantung atau bersumber pada jiwa rakyat tadi dan yang menjadi isi hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari masa kemasa (seja- rah). Hukum menurut pendapatnya berkembang dari sautu masyarakat yang sederhana yang mencerminkan- nya tampak dalam tingkah laku semua individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks di mana kesada- ran hukum rakyat itu tampak pada apa byang diucapkan oleh para ahli hukumnya.

8 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra., “Hukum Sebagai Satu Sistem ”., Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hlm.

pengaruhi perilaku mereka. Pembentuk undang-undang harus mendapatkan bah- annya dari rakyat dan ahli hukum dengan mempertimbangkan perasaan hukum dan perasaan keadilan masyarakat. Tampa cara demikian undang-undang senantiasa akan menjadi sumber persoalan, menghambat dan menghentikan perkembangan, atau bahkan akan merusak kebiasaan hidup

dan jiwa masyarakat. 9 Maka murut aliran ini, sumber hukum adalah jiwa masyarakt, dan isinya adalah aturan tentang kebiasaan hidup masyarakat. Hukum tidak dapat dibentuk, melainkan tumbuh dan berkem- bang bersama dengan kehidupan masyara- kat. Undang-undang dibentuk hanya untuk mengatur hubungan masyarakat atas ke- hendak masyarakat itu melalui Negara.

Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyara- kat suatu daerah. Walaupun sebagian besar Hukum Adat tidak tertulis, namun ia mem- punyai daya ikat yang kuat dalam masyara- kat. Ada sanksi tersendiri dari masyarakat jika melanggar aturan hukum adat. Hukum Adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi masyarakat yang masih kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan hu- kum adat dalam kehidupan sehari-hari juga sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan seorang hakim, jika ia menghadapi sebuah perkara dan ia tidak dapat menemukannya dalam hukum tertulis, ia harus dapat men- emukan hukumnya dalam aturan yang hid- up dalam masyarakat. Artinya hakim juga

ha rus mengerti perihal Hukum Adat. Hu- kum Adat dapat dikatakan sebagai hukum perdata-nya masyarakat Indonesia.

A. Kedudukan Hukum Adat Dalam UUD Negara RI 1945

Hukum adat menjadi masalah politik hukum pada saat pemerintah Hindia Belanda akan memberlakukan hukum eropa atau hukum yang berlaku di Belanda

9 Ibid

M. Saleh| Eksistensi Hukum Adat Dalam Polemik Hukum Positif Suatu Kajian ....................................... menjadi hukum positif di Hindia Belanda

Konstitusi kita sebelum amandemen ti- (Indonesia) melalui asas konkordansi. dak secara tegas menunjukkan kepada kita Mengenai hukum adat timbulah masalah pengakuan dan pemakaian istilah hukum bagi pemerintah Kolonial, sampai di adat. Namun bila ditelaah, maka dapat di- mana hukum ini dapat digunakan bagi simpulkan ada sesungguhnya rumusan-ru- tujuan-tujuan Belanda serta kepentingan- musan yang ada di dalamnya mengandung kepentingan ekonominya, dan sampai di nilai luhur dan jiwa hukum adat. Pembu- mana hukum adat itu dapat dimasukkan kaan UUD 1945, yang memuat pandangan dalam rangka politik Belanda. Kepentingan hidup Pancasila, hal ini mencerminkan ke- atau kehendak bangsa Indonesia tidak pribadian bangsa, yang hidup dalam nilai-

masuk perhitungan pemerintah kolonial. 10 nilai, pola pikir dan hukum adat. Pasal 29 ayat (1) Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Pasal 33 ayat (1) Pereko-

10 M. Hadin Muhjad, Peran Dan Fungsi Kedudukan

nomian disusun sebagai usaha bersama ber-

Hukum Adat Dalam Sistem Hukum Nasional Dalam Rangka Penguatan Dan Pelestarian Nilai-Nilai Adat Is-

dasarkan azas kekeluargaan. Pada tataran

tiadat Di Daerah , Makalah disampaikan pada Rakerda

praktis bersumberkan pada UUD 1945 neg-

I DAD Kabupaten Gunung Mas, 15 April 2011 di Kuala Kurun. Lebih lanjut di jelaskan: Apabila diikuti secara

ara mengintroduser hak yang disebut Hak

kronologis usaha-usaha baik pemerintah Belanda di ne-

Menguasai Negara (HMN), hal ini diangkat

gerinya sendiri maupun pemerintah colonial yang ada di Indonesia ini, maka secara ringkasnys undang-undang

dari Hak Ulayat, Hak Pertuanan, yang se-

yang bertujuan menetapkan nasib ataupun kedudukan

cara tradisional diakui dalam hukum adat.

hukum adat seterusnya didalam system perundang-un- dangan di Indonesia, adalah sebagai berikut :

Ada 4 pokok pikiran dalam pembukaan

1. Mr. Wichers, Presiden Mahkamah Agung, ditugas-

UUD 1945, kan untuk menyelidiki apakah hukum adat privat 11 pertama yaitu persatuan

itu tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi

meliputi segenap bangsa Indonesia, hal ini

Barat. Rencana kodifikasi Wichers gagal 2. Sekitar tahun 1870, Van der Putte, Menteri Jajahan

mencakup juga dalam bidang hukum, yang

Belanda, mengusulkan penggunaan hukum tanah

disebut hukum nasional. Pokok pikiran

Eropa bagi penduduk desa di Indonesia untuk ke- pentingan agraris pengusaha Belanda. Usaha inipun

kedua adalah negara hendak mewujudkan

gagal.

keadilan sosial. Hal ini berbeda dengan

3. Pada tahun 1900, Cremer, Menteri Jajahan, mengh- endaki diadakan kodifikasi local untuk sebagian hu-

keadilan hukum. Karena azas-azas fungsi

kum adat dengan mendahulukan daerah daerah yang

sosial manusia dan hak milik dalam

penduduknya telah memeluk agama Kristen. Usaha ini belum terlaksana.

mewujudkan hal itu menjadi penting

4. Kabinet Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan dan dise susaikan dengan tuntutan dan

suatu rencana undangundang untuk menggantikan hukum adat dengan hukum Eropa. Pemerintah Be-

perkembangan masyarakat, dengan tetap

landa menghendaki supaya seluruh penduduk asli

bersumberkan nilai primernya. Pokok

tunduk pada unifikasi hukum secara Barat. Usaha ini gagal, sebab Parlemen Belanda menerima suatu

Pikiran ketiga adalah : negara mewujudkan

amandemen yakni amandemen Van Idsinga.

kedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan

5. Pada tahun 1914 Pemerintah Belanda dengan tidak menghiraukan amandemen Idsinga, mengumumkan

dan permusyawaratan dan perwakilan.

rencana KUH Perdata bagi seluruh golongan pen-

Pokok pikiran ini sangat fundamental dan

duduk di Indonesia. Ditentang oleh Van Vollenhoven dan usaha ini gagal.

penting, adanya persatuan perasaan antara

6. Pada tahun 1923 Mr. Cowan, Direktur Departemen

rakyat dan pemimpinnya, artinya pemimpin

Justitie di Jakarta membuat rencana baru KUH Per-

harus senantiasa memahami nilai-nilai

data dalam tahun 1920, yang diumumkan Pemerin- tah Belanda sebagai rencana unifikasi dalam tahun

dan perasahaan hukum, perasaaan politik

1923. Usaha ini gagal karena kritikan Van Vollen-

dan menjadikannya sebagai spirit dalam

hoven. Pengganti Cowan, yaitu Mr Rutgers mem- beritahu bahwa meneruskan pelaksanaan kitab un-

menyelenggarakan kepentingan umum

dangundang kesatuan itu tidak mungkin. Dan dalam

melalui pengambilan kebijakan publik.

tahun 1927 Pemerintahn Hindia Belanda mengubah haluannya, menolak penyatuan hukum (unifikasi).

Dalam hubungan itu maka ini mutlak

Sejak tahu 1927 itu olitik Pemerintah Hindia Be- landa terhadap hukum adat mulai berganti haluan, yaitu dari “unifikasi” beralih ke “kodifikasi”.

11 Ibid

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 539

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 536~552

diperlukan karakter manusia pemimpin syarakat hukum dapat harus diperhatikan publik yang memiliki watak berani,

dan dilindungi oleh hukum, masyarakat bijaksana, adil, menjunjung kebenaran,

dan pemerintah.

berperasaan halus dan berperikemanusiaan. (2)Identitas budaya masyarakat hukum adat,

Pokok pikiran keempat adalah: negara termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, adalah berdasarkan Ketuhanan yang Maha selaras dengan perkembangan zaman.

Esa, hal ini mengharuskan cita hukum dan kemasyarakatan harus senantiasa dikaitkan

B. Kriteria Masyarakat Hukum Adat fungsi manusia, masyarakat memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan

Rumusan ketentuan mengenai masyara- Yang Maha Esa, dan negara mengakui kat hukum adat ini merujuk kepada ke-

Tuhan sebagai penentu segala hal dan arah tentuan Pasal 18B ayat(2) UUD 1945 yang negara hanya semata-mata sebagai sarana menyatakan: “Negara mengakui dan meng- membawa manusia dan masyarakatnya hormati kesatuan-kesatuan masyarakat sebagai fungsinya harus senantiasa dengan

hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya visi dan niat memperoleh ridho Tuhan yang sepanjang masih hidup dan sesuai dengan maha Esa.

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang

Namun setelah amandemen konsti- diatur dalam undang-undang”. tusi, hukum adat diakui sebagaimana din-

yatakan dalam Undang-undang Dasar 1945 Harus pula dibedakan dengan jelas an- Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan : Nega- tara ke satuan masyarakat hukum adat

ra mengakui dan menghormati kesatuan-kes- dengan masyarakat hukum adat itu sendiri. atuan masyarakat hukum adat beserta hak- Masyarakat adalah kumpulan individu yang hak tradisionalnya sepanjang masih hidup hidup dalam lingkungan pergaulan bersama dan sesuai dengan perkembangan masyara- sebagai suatu community atau society, se- kat dan prinsip negara Kesatuan Republik dangkan kesatuan masyarakat menunjuk Indonesia, yang diatur dalam undang-un- kepada pengertian masyarakat organik, dang . Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 men- yang tersusun dalam kerangka kehidupan egaskan bahwa “Identitas budaya dan hak berorganisasi dengan saling mengikatkan masyarakat tradisional dihormati selaras diri untuk kepentingan mencapai tujuan dengan perkembangan zaman dan perada- 12 bersama.

ban”. Antara Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal Dengan perkataan lain, kesatuan ma-

28 I ayat (3) pada prinsipnya mengandung syarakat hukum adat sebagai unit organ- perbedaan di mana Pasal 18 B ayat (2) ter- isasi masyarakat hukum adat itu haruslah masuk dalam Bab VI tentang Pemerintahan dibedakan dari masyarakat hukum adat Daerah sedangkan 28 I ayat (3) ada pada nya sendiri sebagai isi dari kesatuan organ- Bab XA tentang Hak Asasi Manusia. Lebih isasinya itu. Misalnya, di Sumatera Barat, jelasnya bahwa Pasal 18 B ayat (2) meru- yang dimaksud sebagai kesatuan masyara- pakan penghormatan terhadap identitas bu- kat hukum adat adalah unit pemerintahan daya dan hak masyarakat tradisional (indi- nagarinya, bukan aktivitas-aktivitas hukum geneous people). Dikuatkan dalam ketentu- adat sehari-hari di luar konteks unit organ- an Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 isasi masyarakat hukum. Dengan perkataan tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 6 lain sebagai suatu kesatuan organik, ma- ayat 1 dan ayat 2 yang berbunyi:

syarakat hukum adat itu dapat di-nisbatkan (1)Dalam rangka penegakan hak asasi manu-

12 Jimly Asshiddiqqie, Hukum Acara Pengujian

sia, perbedaan dan kebutuhan dalam ma- Undang-undang , Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hlm.77.

540 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 541

M. Saleh| Eksistensi Hukum Adat Dalam Polemik Hukum Positif Suatu Kajian ....................................... dengan kesatuan organisasi masyarakat

yang berpemerintahan hukum adat setem- pat. Kesatuan masyarakat hukum adat itu sendiri dipersyaratkan harus masih hidup. Masalahnya yang hidup itu masyarakatnya atau hukum adatnya? Suatu masyarakat bisa saja masih hidup dalam ar ti bahwa warganya memang belum mati, tetapi tradi- si hukum adatnya sudah tidak lagi dijalank- an atau tidak lagidikenal, baik dalam teori maupun dalam praktek. 13

Dalam suatu komunitas masyarakat dapat pula terjadi bahwa warganya memang orang baru sama sekali atausebagian terbesar pendatang semua, sedangkan orang aslinya sudah meninggal atau berpindah ke tempat lain. Akan tetapi, tradisi hukum adatnya, meskipun tidak dipraktekkan lagi, tetap terekam dalam catatan sejarahdan dalam buku-buku pelajaran yang pada suatu hari dapat saja dipraktekkan lagi. Dalam contoh kasus terakhir dapat dikatakan bahwa masyarakatnya sudah mati atau tidak ada lagi, tradisi hukum adatnya juga sudah tidak dipraktekkan lagi, tetapi rekamannya atau tulisannya masih ada dan masih dapat dipraktekkan lagi pada suatu saat.

Jika unsur-unsur hidup atau matinya ma- syarakat versus tradisi hukum adat dalam teori dan praktik itu lebih dirinci, dapat di-

jabarkan sebagai berikut: 14 Masyarakatnya

masih asli (Masyarakat= M+), tradisinya juga masih dipraktekkan (Tradisi=T+), dan tersedia catatan mengenai tradisi terse- but (Catatan = C+) = [(M+) + (T+) + (C+)]. Masyarakatnya masih asli (M+), tradisinya masih ada (T+), tetapi catatan tidak tersedia (C-)= [(M+)+ (T+) + (C-)]. Masyarakat masih asli (M+), tetapi tradisinya tidak dipraktekkan lagi (T-), namun tersedia rekaman atau catatan ter- tulis yang suatu kali dapat dipratekkan lagi (C+)=[(M+) + (T-) + (C+)]. Ma- syarakatnya masih asli, tetapi tradisin su-

13 Ibid , hlm. 78 14 Ibid , hlm. 78-79

dah tiada, dan tidak ada pula catatan sama sekali [(M+) (T-) + (C-)]. Masyarakatnya sudah tidak asli lagi, tradisinyapun sudah tiada, dan catatannya pun tidak ada, kecu- ali hanya ada dalam legenda-legenda yang tidak tertulis [(M-) + (T-) + (C-)]. Ma- syarakatnya tidak asli lagi, tradisinya sudah menghilang dari praktek, tetapi catatannya masih tersedia dan sewaktu-waktu dapat kembali dihidupkan [(M-) + (T-) + (C+)]. Masyarakatnya sudah tidak asli lagi, tetapi tradisi nya masih dipraktekkan dan catatan- nya pun tersedia cukup memadai [(M-) + (T+) + (C+)]. Masyarakatnya tidak asli lagi, dan juga tidak tersedia catatan men- genai hal itu, tetapi tradisinya masih hidup dalam praktek [(M -), (T+) + (C-)].

Dari kedelapan kategori tersebut, kondisi masya rakat hukum adat itu dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu (i) kesatuan masyarakat hukum adat yang sudah mati sama sekali; (ii) kesatuan masyarakat hukum adat yang sudah tidak hidup dalam praktek tetapi belum mati sama sekali, sehingga masih dapat diberi pupuk agar dapat hidup subur; (iii) kesatuan masyarakat hukum adat yang memang masih hidup. Kategori masyarakat hukum adat yang dapat dikatakan tidak hidup lagi alias sudah tiada, adalah : Masyarakatnya sudah tidak asli lagi, tradisi nya punsudah tiada, dan catatannyapun tidak ada, kecuali hanya ada dalam legenda-legenda yang tidak tertulis [(M-) +(T-) + (C)]; Masyarakatnya tidak asli lagi, tradisinyapun sudah menghilang dari praktek, tetapi catatannya masih tersedia dan sewaktu-waktu dapat kembali dihidupkan [(M-) + (T-) + (C+)]. Masyarakatnya memang masih asli, tetapi tradisi-nya sudah tiada, dan tidak ada pula catatan sama sekali [(M+) + (T-) + (C-)].

Ketiga kategori masyarakat hukum adat tersebut di atas, tidak dapat lagi dika takan hidup. Sekiranya pun catatan tentang tradisi asli itu masih tersimpan dengan baik seperti pada kategori kedua [(M -) + (T-)

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 536~552

+ (C+)], kita tidak dapat mengatakannya rakat hukum adat yang bersangkutan meru- masih hidup. Kalaupun dihidupkan kembali pakan faktor yang menentukan atau tidak karena catatannya masih lengkap, misalnya untuk menentukan hidup mati nya suatu untuk kepentingan industri pariwisata, masyarakat hukum adat? Jika ukuran uta- tentu namanya bukan lagi masyarakat manya adalah tradisi hukum adatnya, maka hukum adat yang bersangkutan. Demikian meskipun orangnya sudah berganti dengan pula pada kategori ketiga [(M+) + (C-) para pendatang baru, selama tradisinya ma- + (T-)], meskipun masyarakatnya masih sih hidup dalam praktek, maka dapat saja asli, tetapi tradisinya tidak dipraktekkan dikatakan bahwa masyarakat hukum adapt

lagi dan catatannya pun tidak tersedia. 15 yang bersangkutan masih hidup. Sementara itu, kelompok kategori kedua

C. Kedudukan Hukum Adat Dalam Per- adalah masyarakat hukum adat yang masih undang-Undangan Lainnya dapat dihidupkan, yaitu masyarakat hukum

adat yang masih asli, tetapi tradisinya tidak

1. Konstitusi RIS

dipraktekkan lagi, namun tersedia rekaman atau catatan tertulis yang cukup memadai

Dengan diundangkannya Konstitusi untuk dipupuk kembali [(M+) + (T-) +

RIS pada tanggal 6 Februari 1950 dengan (C+)]. Aktivitas hukum adat di masyarakat

keputusan Presiden RIS tanggal 31 Januari hukum adat kategori ini mungkin tidak

1950 N0. 48, Lembaran Negara Tahun 1950 terlihat lagi dalam kegiatan praktek sehari-

N0. 3, maka kedudukan serta peranan hu- hari. Kelompok ketiga adalah kategori

kum adat di dalam tata perundang-undan- masyarakat hukum adat yang memang

gan nasional Negara Republik Indonesia dapat dikategorikan masih hidup dalam

Serikat tidak mengalami perubahan yang berarti. kenyataan, yaitu: Masyarakatnya masih 16

asli (Masyarakat = M+), tradisinya juga Tidak adanya perubahan di dalam masih dipraktekkan (Tradisi = T+), dan

Konstitusi RIS tersebut terdapat Pasal tersedia Catatan mengenai tradisi tersebut

192 ayat 1 yang merupakan ketentuan (Catatan = C+) = (M+) + (T+) +

peralihan serta menetapkan bahwa semua (C+)]; Masyarakatnya masih asli (M+),

peraturan perundang-undangan dan ke- tradisinya masih ada (T+), tetapi catatan

tentuan-ketentuan tata-usaha yang sudah tidak tersedia (C -) = [(M+) + (T+) +

ada pada saat Konstitusi ini mulai berlaku, (T-)]; Masyarakatnya sudah tidak asli lagi,

tetap berlaku dengan tidak merubah seb- tetapi tradisi-nya masih dipraktekkan dan

agai peraturan-peraturan dan ketentuan- catatannya pun tersedia cukup memadai

ketentuan RIS sendiri, selama dan seke- [(M-) + (T+) + (C+)]; Masyarakatnya

dar peraturan-peraturan dan ketentuan- tidak asli lagi, dan juga tidak tersedia

ketentuan itu tidak di cabut, ditambah catatan mengenai hal itu, tetapi tradisinya

atau di ubah oleh undang-undang dan masih hidup dalam praktek [(M -), (T+) +

ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa (C-)].

konstitusi ini. 17

Meskipun dalam praktek sangat boleh

16 R. Soerojo Wignjodipoero., “Kedudukan Serta

jadi tidak akan pernah menjadi kenyataan, Perkembangan Hukum Adat Setelah Kemerdekaan ”, PT tetapi secara teoritis di atas kertas mungkin Gunung Agung, Jakarta, 1982, hlm. 15. 17

Ibid., hlm. 15-16. Lebih lanjut dijelaskan: di samp-

saja terjadi adanya kategori ke tiga dan ke- ing ketentuan peralihan ini dalam “mukadimah” Kon- empat. Persoalannya adalah apakah keaslian stitusi tercantum pula perumusan Pancasila, meskipun

warga masyarakat di dalam kesatuan masya kata-katanya agak berbeda dengan yang terdapat pada

pembukaan UU Dsaar 1945. dengan demikian, maka jiwa Pancasila tetap merupakan landasan bagi semua Pasal-Pasalnya, sehingga penerapan daripada Pasal-Pasal

15 Ibid , hlm. 81-83 tersebut wajib ditafsirkan dengan jiwa serta semangat

542 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

M. Saleh| Eksistensi Hukum Adat Dalam Polemik Hukum Positif Suatu Kajian .......................................

2. Undang-undang Dasar Sementara 1950 menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan-aturan hukum adat yang

Undang-undang Dasar Sementara dijadikan dasar hukuman itu. 19 1959, di undangkan pada tanggal 15 Agus-

tus 1950 dengan Undang-Undang Nomor Soepomo di dalam bab-bab hukum

7 tahun 1950 serta mulai berlaku pada adat menyatakan, bahwa segala sesuatu tanggal 17 Agustus 1950 tidak membawa

ber jalan sesuai dengan jalannya peruba- perubahan pada kedudukan serta peranan

han perasaan keadilan rakyat. Perasaan ke- hukum adat di dalam seluruh sistem per-

adilan rakyat bergerak berhubung dengan undang-undangan yang berlaku di Negara

pertumbuhan hidup masyarakat yang sa- Indonesia yang berbentuk Republik Kes-

lalu dipengaruhi oleh segala faktor lahir atuan kembali.

dan batin. 20

Pasal 142 Undang-undang Dasar Se- Undang-undang Dasar Sementara 1950 mentara (peraturan peralihan) sebagaima-

dalam Pasal 102 menetapkan suatu na halnya dengan Pasal 192 ayat 1 Kon-

ke bijaksanaan baru dalam bidang stitusi RIS dan Pasal II atauran peralihan

perundang-undangan, yaitu bahwa Undang-undang Dasar 1945, menetapkan

penguasa akan melakukan kodifikasi bahwa peraturan perundang-undangan-

terhadap hukum perdata, hukum dagang, dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang

hukum pidana, hukum acara perdata dan telah ada pada tanggal mulai berlakunya

hukum acara pidana dengn pengecualian Undang-undang Dasar Sementara ini

jika pengundang-undangan menganggap (tanggal 17 Agustus 1950) masih tetap

perlu untuk mengatur beberapa hal dalam berlaku dengan tidak berubah sebagai

undang-undang tersendiri. peraturan-peraturan dan ketentuan-ke-

3. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Kembali tentuan RI, selama dan sekedar peraturan-

Berlakunya UUD 1945

peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh

Dengan kembali berlakunya UUD undang-undang dan ketentuan-ketentuan

1945 ini, maka sesungguhnya kembali pula tata-usaha atas kuasa Undang-undang

wajah serta kepribadian masyarakat dan Dasar Sementara ini. 18 bangsa Indonesia yang murni, yang sejak

zaman pergerakan dan perjuangan Budi Pasal 104 ayat 1 Undang-undang

Utomo pada tahun 1908 telah menjadi Dasar Sementara menegaskan kembali cita-cita bangsa, yaitu Pancasila, melan- apa yang tercantum pada Pasal 146 ayat

dasi segala kehidupan serta penghidupan

1 Konstitusi RIS, yaitu bahwa segala masayarakat Negara Republik Indonesia.

keputusan pengadilan harus berisi alasan- alasannya dan dalam perkara hukuman

Kemudian, melalui Undang-undang

Dasar Sementara 1950 Negara Kesatuan

Pancasila dimaksud. Di bidang pengadilan, Konstitusi

RIS bahkan memberikan kedudukan yang lebih me-

Republik Indonesia akhirnya kembali pada

nonjol bagi hukum adat, yaitu dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 146 ayat 1 “bahwa segala keputu- san kehakiman harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman harus menyebut aturan-aturan/

19 Ibid ., hlm. 16-17. Lebih lanjut dijelaskan, pen- undang-undang dan aturan-aturan hukum adat yang

egasan ini mengandung arti bahwa hakim wajib mewu- dijadikan dasar hukuman itu. Dengan adanya Pasal judkan serta menguraikan secara kongkrit rasa keadilan 146 ayat 1 ini, maka jelaslah bahwa kompleks aturan-

rakyat yang telah berbentuk sebagai hukum di dalam aturan hukum adat yang pada umumnya masih belum

masyarakat. Untuk itu hakim wajib secara tekun mengi- terlaksana, tetapi meskipun demikian tetap hidup dan

kuti peraturan-peraturan hukum adat yang timbul, berkembang di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari

berkembang di dalam kehidupan sehari-hari mengikuti karena mencerminkan rasa keadilan rakyat, wajib pula

irama perubahan perasaan keadilan masyarakat bangsa dipahami serta diketahui oleh hakim.

ibdonesia.

18 Ibid 20 Soepomo dalam R. Soerojo Wignjodipoero., Ibid

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 543

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 536~552

Undang-undang Dasar yang murni, yaitu

4. Negara berdasarkan atas ke- Undang-undang Dasar 1945.

Tuhanan Yang Maha Esa menurut dasar ke manusiaan yang adil dan

Dan lewat aturan peralihannya Pasal

beradab.

II, segala langkah-langkah maju yang se- mentara itu telah di ambil, seperti antara

4. Ketetapan MPRS N0. II/MPRS/1960 Lam- lain ketentuan-ketentuan sebagaimana

piran A Paragraf 402

tercantum pada Pasal 146 ayat 1 Konstitusi Ketetapan MPRS N0. II/MPRS/1960 RIS jo. Pasal 104 Undang-undang Dasar

Lampiran A Paragraf 402 memuat garis- Sementara 1950 dan Pasal 102, Pasal 25

garis besar politik di bidang hukum sebagai ayat 1 dan 2 serta Pasal 7 ayat 2 Undang-

berikut:

undang Dasar Sementara 1950, tetap diper- tahankan, bahkan dikembangkan sesuai

a. Asas-asas pembinaan hukum nasi- dengan pokok-pokok pikiran yang terkan-

onal supaya sesuai dengan haluan dung dalam pembukaan Undang-undang

negara dan berlandaskan pada Dasar tersebut yakni yang secara singkat

h ukum adat yang tidak menghambat dan populernya disebut Pancasila.

perkembangan masyarakat adil dan makmur;

Adapun pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan tersebut

b. Di dalam usaha ke arah homogenitas diantaranya adalah sebagai berikut: 21 dalam bidang hukum supaya diper-

hatikan kenyataan-kenyataan yang

1. “Negara”-begitu bunyinya-yang me-

hidup di Indonesia;

lindungi segenap bangsa Indonesia

c. Dalam penyempurnan Undang-un- dan seluruh tumpah darah Indonesia

dang hukum perkawinan dan hukum dengan berdasar atas persatuan den- waris supaya diperhatikan adanya gan mewujudkan keadilan sosial bagi faktor-faktor agama, adat dan lain- seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal

lainnya.

ini Negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham Dengan diundangkannya TAP MPRS perseorangan. Negara, menurut pem-

N0. II/MPRS/1960 tersebut di atas, maka bukaan itu menghendaki persatuan,

kedudukan serta peranan hukum adat meliputi segenap bangsa Indonesia

dalam pembinaan hukum nasional men- seluruhnya. Inilah suatu dasar Nega-

jadi lebih jelas dan tegas, yaitu sepanjang ra yang tidak boleh dilupakan.

tidak menghambat perkembangan ma- syarakat adil dan makmur, merupakan

2. Negara hendak mewujudkan ke-

landasannya.

adilan sosial bagi seluruh rakyat.

3. Negara yang berkedaulatan rakyat, Perlu kiranya diperhatikan di sini, berdasarkan atas kerakyatan dan

syarat “sepanjang tidak menghambat permusyarawatan perwakilan. Oleh

perkembangan masyarakat adil dan mak- karena itu sistem Negara yang ter-

mur”. Adanya syarat dimaksud mewajib- bentuk dalam Undang-undang Dasar

kan kita melakukan penelitian yang seksa- harus berdasarkan atas kedaulatan

ma terhadap seluruh kompleks adat yang rakyat dan berdasar atas permusyar-

sedang hidup dan berkembang di dalam ke- awatan perwakilan.

hidupan masyarakat sehari-hari. Ka idah- kaidah adat manakah yang wajib diting- galkan karena dikualifikasi “menghambat

perkembangan masyarakat adil dan mak-

Ibid., hlm. 19 .

544 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

M. Saleh| Eksistensi Hukum Adat Dalam Polemik Hukum Positif Suatu Kajian ....................................... mur” serta kaidah-kaidah manakah yang

butuhan nasional bangsa Indonesia yang memenuhi syarat untuk dikembangkan

disesuaikan dengan syarat-syarat hidup menjadi landasan pembinaan hukum na-

modern pada saat ini. sional.

Dengan demikian, maka sejauh mung- “Sesuai dengan fitrahnya, hukum adat

kin harus dicegah kegiatan mencari ni- terus-menerus dalam keadaan tumbuh

lai-nilai pada kebudayaan bangsa-bangsa dan berkembang seperti hidup itu sendiri”

lain yang telah maju. Sebab tidak semua sebagaimana yang diutarakan oleh Profe-

nilai-nilai itu pasti cocok untuk kebutu- sor Soepomo dalam bukunya bab-bab ten-

han kehidupan masyarakat dan bangsa tang hukum adat. 22 Indonesia. Malahan mungkin akan dapat membawa pengaruh yang negatif kepada

Profesor Nasroen dalam tulisannya

kepribadian bangsa.

yang berjudul Dasar Dan Falsafah Adat Minangkabau, antara lain mengatakan: “

5. Undang-Uundang Nomor 5 Tahun 1960 dalam adat Minangkabau terdapat fatwa

Dalam penjelasan umum daripada yang berbunyi adat diateh tumbuh, pusako

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 diateh tampek yang berarti, bahwa adat

tersebut ditegaskan pada paragraf I-nya, adalah berdasarkan pertumbuhan dan

bahwa tujuan daripada Undang-Undang pusaka berada di atas tempat. Maksud

Pokok Agraria ialah hukum agraria baru fatwa ini adalah, bahwa adat itu tum-

yang nasional, yang akan mengganti buh dan diadakan berdasarkan keharu-

hukum yang berlaku sampai saat itu; san, disebabakan dia harus tumbuh dan

hukum agraria baru yang tidak lagi bersifat berkembang juga. Jadi secara alamiah

dualisme, yang sederhana dan yang menja- karena telah ditakdirkan demikian, hu- min kepastian hukum bagi seluruh rakyat kum adat itu senantiasa bergerak, selalu

Indonesia.

dalam keadaan evolusi menyesuaikan diri dengan keadaan dan kehendak zaman. Isi

Hukum agraria yang baru harus ses- adat selalu berubah secara perlahan-lahan

uai dengan kepentingan rakyat dan negara melalui mufakat. 23 serta memenuhi keperluannya menurut

permintaan zaman dalam segala soal Ayat b TAP MPRS N0. II/MPRS/1960

agraria. Hukum agraria nasional harus supaya usaha-usaha ke arah homoginitas

mewujudkan penjelmaan daripada asas dalam bidang hukum memperhatikan kerokhanian negara dan cita-cita bangsa, kenyataan yang hidup di Indonesia. Ini

yaitu Pancasila serta khususnya harus berarti, bahwa perasaan keadilan yang ter-

merupakan pelaksanaan daripada ke- cermin serta terpantul dalam kehidupan

tentuan dalam Pasal 33 Undang-undang masyarakat Indonesia sehari-hari, wajib

Dasar 1945 (sebelum amandemen) dan dijadikan pedoman di dalam pelaksanaan

Garis-garis Besar Haluan Negara Republik perwujudan homoginitas dalam bidang hu-

Indonesia.

kum. Dalam Pasal 5 Undang-Undang No-

Sudah barang tentu perasaan keadilan mor 5 tahun 1960 dijelaskan bahwa hukum

yang dimaksud untuk dipedomani perlu agraria yang berlaku atas bumi, air dan ru-

lebih dahulu disesuaikan dengan ukuran- ang angkasa ialah hukum adat, sepanjang

ukuran baru, berdasarkan kebutuhan-ke- tidak bertentangan dengan kepentingan

nasional dan negara yang berdasarkan

Soepomo Dalam Muhammad Koesnoe., Ibid., hlm..25

atas persatuan bangsa, dengan sosialisme

23 Nasroen Dalam Muhammad Koenoe., Ibid

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 545

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 536~552

Indonesia serta dengan peraturan perun- telah disesuaikan dengan iklim serta kondi- dang-undangan ini dan dengan peraturan

si dan perasaan hukum masyarakat dan perundang-undangan lainnya, segala se-

bangsa Indonesia pada abad sekarang ini. suatu dengan mengindahkan unsur-unsur

Dengan demikian, jelaslah kiranya, yang bersandar pada hukum agama.

bahwa Undang-undang N0. 5 tahun 1960 Dari ketentuan dalam Pasal 5, nampak

itu merupakan suatu tonggak sejarah dengan jelas sekali, bahwa undang-undang

dalam perkembangan hukum adat, khu- tersebut merupakan pelaksanaan daripada

susnya hukum tanah adat. TAP MPRS N0. II/MPRS/1960 Lampiran

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964

A paragraf 402. Undang-Undang Nomor 19 tahun

Dalam penjelasan umum paragraf 1964 yang diundangkan pada tanggal 31

III Undang-undang N0. 5 Tahun 1960 Oktober 1964 adalah merupakan suatu dijelaskan, bahwa hukum adat yang tidak undang-undang yang menetapkan keten-

menghambat perkembangan masyarakat tuan-ketentuan pokok kekuasaan kehaki-

adil dan makmur adalah “hukum adat man serta bertujuan meletakkan dasar- yang disempurnakan dan disesuaikan dasar bagi penyelenggaraan peradilan.

dengan kepentingan masyarakat dalam negara modern dan dalam hubungan dunia

Dasar-dasar penyelenggaraan peradi- minternasional serta disesuaikan dengan

lan ini ditetapkan pada Pasal 3 yang secara sosialisme Indonesia”.

singkat mengatakan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum sebagai alat

Undang-Undang Pokok Agraria demi- revolusi berdasarkan Pancasila menuju

kian dengan tegasnya menetapkan, bahwa masyarakat sosialis Indonesia. Adapun

hukum agraria yang baru yang nasional ketentuan pokok kekuasaan kehakiman

sifatnya serta yang diharapkan dapat men- ditetapkan pada Pasal 7 undang-undang

jamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat yang dimaksud yang secara jelas dan tegas

Indonesia itu, adalah hukum adat. menetapkan dalam ayat 1-nya: “kekuasaan

Hukum adat yang sebagaimana di kehakiman yang berkepribadian Pancasila jelaskan tersebut adalah hukum adat yang

dan yang menjalankan fungsi hukum se- telah “disaneer” atau yang sudah modern

bagai pengayoman”.

itulah kiranya yang dimaksudkan dengan Dengan demikian, maka sesuai dengan

kata-kata yang tidak menghambat perkem- ini Pasal 3 dan Pasal 7 Undang-undang

bangan masyarakat yang adil dan makmur Nomor 19 tahun 1964 tersebut, baik sebagaimana dijelaskan dalam TAP MPR penyele nggaraannya maupun kekuasaan

N0. II/MPRS/1960 Lampiran A paragraf

peradi lan wajib mencerminkan jiwa Pan- 402.

casila. Ini mengandung pengertian, bahwa Apabila diteliti, maka ternyata bahwa

Pancasila itu adalah merupakan sifat haki- hukum adat yang disempurnakan, disaneer

kat daripada kehidupan dan penghidupan atau modern menurut Undang- Undang

bangsa Indonesia. 25

N0. 5 tahun 1960 adalah tidak lain hu- Lebih jelas lagi adalah ketentuan Pasal

kum adat asli atau murni yang dipermuda

20 ayat 1 yang mewajibkan hakim untuk kembali bentuk-bentuk pernyataannya

dengan menerima pengertian-pengertian

25 Ibid., hlm. 30-31. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa

dan lembaga-lembaga hukum barat yang baik penyelenggaraannya, maupun kekuasaan kehaki-

man itu wajib menunjukkan sifat-sifat yang berakar ser- ta bersumbner kepada peri-kehidupan dan penghidupan

24 Ibid, hlm. 28

bangsa Indonesia.

546 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

M. Saleh| Eksistensi Hukum Adat Dalam Polemik Hukum Positif Suatu Kajian .......................................

menggali, mengikuti dan memahami aturan hukum adat) yang wajib digali, nilai-nilai hukum yang hidup dengan

diikuti dan dipahami adalah nilai-nilai mengintegrasikan diri dalam masyarakat;

hukum yang hidup di dalam pergaulan ketentuan ini sekaligus menempatkan

kehidupan sehari-hari di masyarakat hukum adat pada posisi yang lebih penting

yang tidak menghambat perkembangan daripada kedudukannya sebelum itu. Pada

masyarakat tersebut kearah terwujudnya penjelasan Pasal 20 ayat 1 diuraikan dengan

masyarakat Indonesia yang adil dan mak- tegas, bahwa hanya dengan terjun secara

mur berdasarkan Pancasila. 27 aktif dalam masyarakat maka hakim

Dengan diletakkannya di atas akan mengenal, merasakan maupun

bahu para hakim kewajiban ini, maka mendalami perasaan keadilan rakyat,

sejak diundang kannyaUndang-Undang sehingga dengan demikian ia akan mampu

Nomor 14 tahun 1964, posisi hukum pula menjalankan fungsi hukum sebagai adat menjadi labih vital di kalangan pengayoman dengan sempurna. 26

peradilan. Apabila diperhatikan, bahwa Dalam Undang-Undang Nomor 19 ta-

pengadilan adalah merupakan salah satu hun 1964 memang tidak terdapat suatu

faktor pembantu pembentukan hukum, penjelasan, baik di dalam penjelasan

maka dengan lahirnya Undang-undang umum maupun dalam penjelasan Pasal

N0. 14 tahun 1964 tersebut memberi arti, demi Pasalnya, tentang nilai yang hidup

bahwa pengundangan secara formal telah yang bagaimanakah yang sesuai ketentuan

menjadikan hukum adat sebagai suatu Pasal 20 ayat 1 Undang-undang tersebut

unsur yang esensial dalam pembentukan wajib digali, diiukuti dan dipahami oleh

serta pembinaan hukum nsional kita. hakim.

7. Keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun Dalam hal ini, menurut beliau wajib

dipakai sebagai pedoman ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 11 tahun TAP MPRS N0. II/MPRS/1960 Lampiran 1974 tanggal 11 Maret 1974 menetapkan

A Paragraf 402 yang memuat garis-garis Rencana Pembangunan Lima Tahun Ked- besar politik di bidang hukum serta pem- ua 1974/75 - 1978/79, yang merupakan binaan hukum nasional adalah hukum adat bagian dari pola dasar pembangunan nasi-

yang tidak menghambat perkembangan onal yang sesuai dengan Garis-garis Besar

masyarakat adil dan makmur. Dengan Haluan Negara yang telah ditetapkan oleh demikian, maka nilai-nilai hukum yang Majelis Permusyarawatan Rakyat. hidup (tercermin dalam peraturan-per-

Pada bagian III bab 27 Lampiran Kep-

26 Ibid. Lebih lanjut dijelaskan, apabila diperhatikan

pres tersebut diuraikan secara jelas dan

isi inti dari penjelasan Pasal 20 ayat 1 tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa hakim

tegas kebijaksanaan pemerintah dalam

hanya akan mampu menjlankan fungsi hukum sebagai

melaksanakan pembangunan di bidang

pengayom, apabila ia sudah merasakan serta mendalami perasaan keadilan rakyat. Dan dalam kehidupan ma-

hukum. Lebih jauh dijelaskan, bahwa pem-

syarakat sehari-hari perasaan keadilan rakyat ini men-

bangunan bidang hukum dilaksanakan

empatkan diri sebagai peraturan-peraturan kebiasaan

berlandaskan Garis-garis Besar Haluan

yang hidup serta dipertahankan di dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan peraturan-peraturan kebiasaan

Negara.

yang hidup serta dipertahankan di dalam pergauln hidup sehari-hari dalam masyarakat itu, adalah hukum adat.

Dan Garis-garis Besar Haluan Negara

Dengan demikian, Ia menyimpulkan bahwa berdasar- kan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 19

sebagaimana ditetapkan dalam ketetapan

tahun 1964 (khususnya Pasal 20 ayat 1 beserta penjela-

Majelis Permusyarawatan Rakyat Repub-

sannya) hakim untuk mampu menjalankan tugasnya se- bagaimana mestinya, yaitu menjalankan hukum sebagai pengayoman, ia wajib memahami hukum adat.

27 Ibid , hlm. 32

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 547

J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 536~552

lik Indonesia Nomor IV/MPR/1973 tang- perkembangan pembangunan. 29 gal 22 Maret 1973 menyatakan, bahwa

Dengan demikian, maka usaha uni- pembangunan di bidang hukum dalam fikasi hukum dalam hukum adat akan Negara Hukum Indonesia adalah berdasar-

lebih cepat tercapai. Perkembangan seja- kan atas landasan sumber tertip hukum

rah sejak Indonesia merdeka menunjuk- negara, yaitu cita-cita yang terkandung kan dengan jelas kepada kita, bahwa jalan pada pandangan hidup, kesadaran dan

menuju unifikasi tersebut yang terutama cita-cita hukum serta cita-cita moral yang

dilakukan melalui pembuatan peraturan luhur yang meliputi suasana kejiwaan dan

perundang-undangan serta memanfaat- serta watak dari Bangsa Indonesia yang

kan peranan pengadilan sebagai faktor didapatkan dalam Pancasila dan Undang-

penting dalam pembentukan hukum, undang Dasar tahun 1945.

dapat berjalan dengan baik. Dan pembinaan bidang hukum harus

Dan dalam dirinya hukum adat ked- mampu mengarahkan dan menampung

ua unsur pokok tersebut di atas bahkan kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai

sudah sejak semula merupakan darah- dengan kesadaran hukum rakyat yang

dagingnya. Betapa tidak hukum adat berkembang ke arah modernisasi, me-

menjelmakan perasaan hukum yang hidup nurut tingkat-tingkat kemajuan pemban- di kalangan masyarakat Indonesia, lahir gunan di segala bidang, sehingga tercapai

dan berkembang seirama serta secepat ketertiban dan kepastian hukum sebagai

dengan perkembangan kehidupan dan prasarana yang harus ditujukan ke arah penghidupan masyarakat itu sendiri; ma- peningkatan pembinaan kesatuan bangsa

syarakat yang memiliki pandangan serta sekaligus berfungsi sebagai sarana menun-

falsafah hidup Pancasila. jang perkembangan modernisasi dan pem-

bangunan yang dilakukan dengan: 28 Dengan demikian, maka hukum adat pada hakikatnya adalah merupakan

Peningkatan dan penyempurnaan pem- pencerminan ataupun pengejawantahan

binaan hukum nasional antara lain dengan mengadakan pembaharuan, kod-

29 Ibid., hlm. 36. Ini berarti bahwa asas-asas serta

ifikasi serta unifikasi hukum di bidang- lembaga-lembaga hukum adat yang dalam kenyataan bidang tertentu dengan memperhatikan kini masih hidup dengan suburnya di dalam kehidupan

rakyat sehari-hari di berbagai daerah di seluruh nusan-

kesadaran hukum dalam masyarakat. tara ini, perkembangan dan pembinaannya wajib diarah- Menertibkan fungsi lembaga-lembaga kan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat In-

donesia masa kini dan masa mendatang dalam rangka

hukum menurut proporsinya masing- pembangunan masyarakat yang adil dan makmur ber- masing. Peningkatan kemampuan dan dasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian, maka segala asas serta lembaga yang dipandang dapat kewibawaan penegak-penegak hukum. merupakan hambatan bagi perkembangan pembangu- Ada pun kebijaksanaan pokok-pokok nan tersebut dalam bentuk pernyataannya yang asli,

sedapat mungkin harus diremajakan, dimodernisasi, di-

dalam pembinaan hukum, khususnya beri bentuk pernyataan yang baru yang sesuai dengan dalam pembinaan hukum adat, ditagas- kebutuhan zaman tanpa menghilangkan ciri dan sifat

kepribadian Indonesia.

kan pada bagian III bab 27 paragraf III

Lebih lanjut dijelaskan, dengan ditegaskan dalam

sub I Keppres Nomor II tahun 1974 tang- kebijaksanaan pokok-pokok tersebut di atas, bahwa

pembinaan hukum adat wajib diarahkan kepada kes-

gal 1 Maret 1974, bahwa pembinaannya atuan bangsa. Ini berarti, bahwa “lonceng mati” telah diarahkan kepada kesatuan bangsa dan berbunyi bagi seluruh “adatrechtskringen”-nya Van Vol-

lenhoven. Langkah maju perkembangan hukum adat arahnya sudah jelas, yaitu dengan meninggalkan “ada-

28 Ibid ., hlm. 35. Lebih lanjut diuraikan, pada GBHN trechtskringen ” ini dan menuju kepada unifikasi hukum. menetapkan dua unsur poko bagi pembangunan di bi-

Ciri-ciri dan sifat-sifat khas regional tidak perlu dibesar- dang hukum, yaitu: 1). Sumbertertib hukum yaitu Pan-

besarkan, justru sebaliknya, wajib dicari, dibina, diper- casila sebagai landasan; dan 2). Pengarahan kebutuhan

kemabangkan serta diremajakan bentuk pernyataannya, hukum sesuai dengan keasadaran hukum rakyat.

ciri-ciri serta sifat-sifat yang nasional.

548 IUS Kajian Hukum dan Keadilan

Kajian Hukum dan Keadilan IUS 549