STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI SYARI’AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESI

  STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI SYARI’AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA (Jurnal Skripsi) Oleh NIKITA RISKILA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

  

ABSTRAK

STUDI KOMPARATIF TINDAK PIDANA PERJUDIAN DITINJAU DARI

SYARI’AT ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA

Oleh

  

Nikita Riskila. Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lampung. Email: nikitariskila5@gmail.com. Firganefi, Rini Fathonah. Bagian

Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri

Brojonegoro Nomor 1 Bandar Lampung 35145.

  Perjudian ditinjau dari syariat Islam maupun hukum positif sama-sama dipandang sebagai perbuatan melanggar hukum yang diancam dengan sanksi atau hukuman. Permasalahan: (1) Bagaimanakah perbandingan pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? (2) Bagaimanakah penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Narasumber terdiri dari Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Bandar Lampung dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, data dianalisis secara kualitatif untuk selanjutnya diperoleh simpulan. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan:Pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam yaitu Al Qur’an dan Hadits, dalam Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir merupakan kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran dan hukumnya haram. Sementara itu pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia terdapat dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban, yang menyatakan bahwa semua tindak Pidana Perjudian sebagai kejahatan. (2) Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam diterapkan dengan uqubat (hukuman) terhadap pelakunya yang berupa ‘uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubat denda paling banyak Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) sebagai penerimaan Daerah . Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yaitu pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah.

  Kata Kunci: Perjudian, Syariat Islam, Hukum Positif

  

ABSTRACT

COMPARATIVE STUDY ON GAMBLING CRIME BASED ON ISLAMIC

SHARIAH AND CRIMINAL POSITIVE LAW OF INDONESIA

By

NIKITA RISKILA

  

Gambling in terms of Islamic law and positive law are equally regarded as unlawful

acts punishable by sanctions or penalties. Issues of this research: (1) How does the

crime of gambling arrangements comparison in terms of Shari'ah and the positive

Indonesian criminal law? (2) How criminal punishment against perpetrators of the

crime of gambling in terms of Shari'ah and the positive Indonesian criminal law? This

study uses normative and empirical approach. Resource consists of Faculty of Syariah

UIN Raden Intan Bandar Lampung and Lecturer in Criminal Law Faculty of Law,

University of Lampung. The data collection is done through library research and field

study, data were analyzed qualitatively henceforth be concluded in accordance with the

problems posed. Results of research and discussion shows: Setting the crime of

gambling in terms of Shari'ah ie the Qur'an and the Hadith, the NAD Province Qanun

No. 13 of 2009 on Maisir an activity and / or actions which are bets between two or

more parties where party who win get paid. Legal gambling is expressly stated in

Article 4 of the Qanun of Aceh Province Number 13 Year 2009 on Maisir, that

gambling is haraam. Gambling a criminal offense in terms of the positive Indonesian

criminal law contained in Article 303 paragraph (3) Penal Code as amended by Act No.

7 of 1974 on Control, which states that all criminal acts Gambling as a crime. (2) The

imposition of the criminal offense to gambling in terms of sharia law applied by uqubat

(punishment) against the perpetrators in the form 'uqubat public whipping at most

twelve (12) times and at least 6 (six) times and uqubat a maximum fine of Rp.

35,000,000, - (thirty five million rupiah), at least Rp15,000,000.00 (fifteen million) as

Regional revenues and paid directly to the Treasury Baital Mal. While the criminal

punishment of the perpetrators of the crime of gambling in terms of positive criminal

law Indonesia stipulated in Article 2 (4) and Article 1 of Law No. 7 of 1974 on Control

of Gambling, namely imprisonment for ever four years or punished by a fine as high as

ten million rupiah.

  Keywords: Gambling, Islamic Law, Positive Law

I. PENDAHULUAN

  Kehidupan bermasyarakat tidak dapat terlepas dari berbagai hubungan timbal balik dan kepentingan yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainya yang dapat di tinjau dari berbagai segi, misalya segi agama, etika, sosial budaya, politik, dan termasuk pula segi hukum. Manusia tidak bisa lepas dari norma dan aturan yang berlaku di masyarakat apabila semua angota masyarakat mentaati norma dan aturan tersebut, niscaya kehidupan masyarakat akan tenteram, aman, dan damai. Pada kenyataannya sebagian dari anggota masyarakat ada yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma dan aturan tersebut. Pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat dikenal dengan istilah penyimpangan sosial atau dalam perspektif psikologi disebut patologi sosial (social pathology).

  berbagai permasalahan dalam kehidupan, penyebabnya adalah adanya interaksi sosial antar individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Interaksi sosial berkisar pada ukuran nilai adat-istiadat, tradisi dan ideologi yang ditandai dengan proses sosial yang diasosiatif.

  sangat sering dijumpai di lingkungan sekitar baik disengaja maupun tidak disengaja, walaupun hanya kecil-kecilan 1 Kartini Kartono, Patologi Sosial: Gangguan-

  Gangguan Kejiwaan, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hlm. 72. 2

  perjudian dari hari ke hari justru semakin marak di berbagai lapisan masyarakat, mulai dari kalangan bawah sampai ke kalangan atas. Perjudian juga tidak memandang usia, banyak anak-anak di bawah umur yang sudah mengenal bahkan sering melakukan perjudian. Seperti dilihat dalam acara berita kriminal di televisi juga banyak ibu-ibu rumah tangga yang tertangkap sedang berjudi bahkan diantaranya sudah berusia lanjut. Dalam skala kecil, perjudian banyak dilakukan di dalam lingkungan masyarakat kita meskipun secara sembunyi-sembunyi (ilegal). Beragam permainan judi mulai togel (toto gelap) sampai judi koprok di gelar di tempat-tempat perjudian kelas bawah.

  3 Peraturan perundang-undangan yang

  berlaku di Indonesia mengkategorikan perjudian sebagai tindak pidana, meski cendrung bersifat kondisional aturan hukum yang melarang perjudian sudah sangat jelas, tapi bisnis perjudian ilegal di tanah air berkembang dengan pesatnya karena penegakan hukum yang setengah hati dalam pemberantasan perjudian di sisi lain, kondisi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam membuat judi tersebut tidak dibenarkan Islam menaruh perhatian besar pada perjudian, karena mudharat atau akibat buruk yang ditimbulkan dari perjudian lebih besar dibandingkan manfaatnya maka Islam mengharamkan segala macam bentuk perjudian.

1 Penyimpangan sosial ini memunculkan

2 Perjudian merupakan tindak pidana yang

  4 3 www.hukumonline.com.tindakpidanaperjudian. html. Diakses Kamis 13 Oktober 2016 4 Masyfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah, tindak pidana yang bertentangan dengan berbagai nilai dan norma yang diakui dan hidup di dalam masyarakat, baik norma adat, norma sosial budaya, norma hukum mapun norma agama, oleh karena itu berbagai norma di atas disertai dengan berbagai sanksi, sebagai ganjaran terhadap pelaku tindak pidana perjudian.

  Perjudian menurut Pasal 303 ayat (3) KUHP adalah tiap-tiap permainan, di mana kemungkinan untuk menang pada umumnya bergantung pada peruntungan belaka,juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Dalam pengertian permainan judi termasuk juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

  Perjudian dalam perspektif hukum, merupakan salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Sehubungan dengan itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.

  Provinsi Nangro Aceh Darusalam merupakan salah satu daerah di Indonesia yang melaksanakan peraturan berdasarkan syariat Islam, khusus tentang perjudian tertuang dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian). Pada Pasal 23 Qanun tersebut diatur bahwa jika melakukan perjudian maka diancam dengan hukuman cambuk di depan umum paling banyak 12 kali dan paling sedikit 6 kali atau denda paling banyak Rp.

  15.000.000. Permasalahan penelitian ini adalah:

  a. Bagaimanakah perbandingan pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dan hukum pidana positif Indonesia? b. Bagaimanakah penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dan hukum pidana positif Indonesia?

  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

  II. PEMBAHASAN

  A. Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Syari’at Islam dan Hukum Pidana Positif Indonesia Pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam

  Pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hukum Islam yang diberlakukan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir. Menurut

  Pasal 1 angka (20) dinyatakan bahwa Maisir (perjudian) adalah kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran. Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, Ruang lingkup larangan maisir dalam Qanun ini adalah segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan serta keadaan yang mengarah kepada taruhan dan dapat berakibat kepada kemudharatan bagi pihak-pihak yang bertaruh dan orang- orang/lembaga yang ikut terlibat dalam taruhan tersebut.

  Tujuan larangan maisir (perjudian) menurut Pasal 3 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir adalah untuk: a. Memelihara dan melindungi harta benda/kekayaan; b. Mencegah anggota mayarakat melakukan perbuatan yang mengarah kepada maisir;

  c. Melindungi masyarakat dari pengaruh buruk yang timbul akibat kegiatan dan/atau perbuatan maisir;

  d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan perbuatan maisir. Hukum maisir secara tegas dinyatakan dalam Pasal 4 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, bahwa maisir hukumnya haram, sehingga menurut Pasal 5 dinyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan maisir.

  Pasal 6 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir mengatur: (1) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang menyelenggarakan dan/atau memberikan fasilitas kepada orang yang akan melakukan perbuatan maisir badan usaha dilarang menjadi pelindung terhadap perbuatan maisir.

  Pasal 7 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir menyatakan bahwa Instansi Pemerintah, dilarang memberi izin usaha penyelenggaraan maisir. Menurut Rohmat

  5

  secara umum syari’at Islam di bidang hukum memuat norma hukum yang mengatur kehidupan bermasyarakat/bernegara dan norma hukum yang mengatur moral atau kepentingan individu yang harus ditaati oleh setiap orang. Ketaatan terhadap norma-norma hukum yang mengatur moral sangat tergantung pada kualitas iman dan taqwa atau hati nurani seseorang, juga disertai adanya duniawi dan ukhrawi terhadap orang yang melanggarnya.

  Masyarakat Aceh telah menjadikan agama Islam sebagai pedoman dalam kehidupannya. Melalui penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalam rentang sejarah yang cukup panjang telah melahirkan suasana masyarakat dan budaya Aceh yang Islami. Budaya dan adat Aceh yang lahir dari renungan para ulama, kemudian dipraktekkan, dikembangkan dan dilestarikannya. Dalam ungkapan bijak disebutkan “Adat bak Poteu Meureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putro Phang Reusam bak Lakseumana”. Ungkapan tersebut merupakan pencerminan bahwa Syari’at Islam telah menyatu dan 5 Hasil wawancara dengan Rohmat. Akademisi

  Fakultas Syariah UIN Raden Intan Bandar Aceh melalui peranan ulama sebagai pewaris para Nabi. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari syari’at Islam dalam Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir merupakan adalah kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran. Hukum maisir secara tegas dinyatakan haram dalam

  Pasal 4 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, sehingga menurut Pasal 5 dinyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan maisir.

  Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Hukum Pidana Positif Indonesia

  Perjudian menurut Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian adalah tiap- tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

  Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian diketahui bahwa semua tindak Pidana Perjudian sebagai kejahatan.

  Perjudian hakekatnya bertentangan dengan Agama, Kesusilaan dan Moral Pancasila, serta membahayakan

  Bangsa dan Negara. Peraturan Pemerintah ini yang merupakan pelaksanaan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, mengatur mengenai larangan pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian, oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, baik yang diselenggarakan di Kasino, di tempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain. Dengan adanya larangan pemberian izin penyelenggaraan perjudian, tidak berarti dilarangnya penyelenggaraan permainan yang bersifat keolahragaan, hiburan, dan kebiasaan, sepanjang tidak merupakan perjudian.

  Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor

  7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, di atas menyebutkan bahwa bentuk perjudian yang terdapat dalam angka 3, seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya itu tidak termasuk perjudian apabila kebiasaan-kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan upacara keagamaan dan sepanjang kebiasaan itu tidak merupakan perjudian.

  Ketentuan Pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang sepanjang termasuk katagori perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP.

  Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa pengaturan tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia terdapat dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor

  7 Tahun 1974 tentang Penertiban, yang menyatakan bahwa semua tindak Pidana Perjudian sebagai kejahatan. Jenis-jenis perjudian di tempat-tempat keramaian dan perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan- kebiasaan.

  Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 19 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir, disebut dengan uqubat, yaitu ancaman hukuman terhadap pelanggaran perbuatan yang dilarang. Ketentuan ‘uqubat diatur dalam Pasal 23 Qanun Propinsi NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir: 1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, diancam dengan ‘uqubat cambuk di depan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali. 2) Setiap orang atau badan hukum atau badan usaha Non Instansi

  Pemerintah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, dan 7 diancam dengan ‘uqubat atau denda paling banyak Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah), paling sedikit Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).

  NAD Nomor 13 Tahun 2009 tentang Maisir menjelaskan bahwa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) merupakan penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal.

B. Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Syari’at Islam dan Hukum Pidana Positif Indonesia Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Ditinjau dari Syari’at Islam

  Pasal 25 Qanun Propinsi NAD Nomor

  13 Tahun 2009 tentang Maisir menyatakan barang-barang/benda-benda yang digunakan dan/atau diperoleh dari jarimah maisir dirampas untuk Daerah atau dimusnahkan.

  Pasal 26 Qanun Propinsi NAD Nomor

  13 Tahun 2009 tentang Maisir mengatur bahwa pengulangan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, 6 dan 7 ‘uqubatnya dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dari ‘uqubat maksimal.

  Pasal 27 Qanun Propinsi NAD Nomor permainan seperti kartu, adu ayam, main

  13 Tahun 2009 tentang Maisir memperinci Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

  Pasal 6:

  a. Apabila dilakukan oleh badan hukum/badan usaha, maka ‘uqubatnya dijatuhkan kepada penanggung jawab; b. Apabila ada hubungan dengan kegiatan usahanya, maka selain sanksi ‘uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), dapat juga dikenakan ‘uqubat administratif dengan mencabut atau membatalkan izin usaha yang telah diberikan;

  Menurut Rohmat

  6

  perjudian menurut Hukum Islam ialah suatu aktifitas 6 Hasil wawancara dengan Rohmat. Akademisi

  Fakultas Syariah UIN Raden Intan Bandar

  Pasal 1 dari undang-undang yang sama, bola dan permainan lainnya, yang tidak telah dipandang sebagai kejahatan. memicu pelakunya berbuat kreatif,

  Sesuai dengan terjemahan rumusan yang namun demikian bahwa para fuqaha asli dalam bahasa Belanda, ketentuan tidak menempatkan perjudian dan pidana yang diatur dalam Pasal 542 undian sebagai salah satu pembahasan KUHP yang kemudian menjadi dalam delik pidana. Di tinjau dari ketentuan pidana yang diatur dalam

  Hukum Islam maka larangan tentang

  Pasal 303 bis KUHP: perjudian di rangkaikan dengan khamar. Berdasarkan hal dimaksud maka cukup (1) Dipidana dengan pidana kurungan beralasan jika perjudian dirangkaikan selama-lamanya satu bulan atau dengan khamar. dengan pidana denda setinggi- tingginya tiga ratus rupiah;

  Berdasarkan uraian di atas maka dapat

  a) Barang siapa memakai diketahui bahwa penjatuhan pidana kesempatan yang terbuka untuk terhadap pelaku tindak pidana perjudian berjudi yang sifatnya ditinjau dari syari’at Islam diterapkan bertentangan dengan ketentuan- dengan uqubat (hukuman) terhadap ketentuan yang diatur dalam pelakunya yang berupa ‘uqubat cambuk Pasal 303 di depan umum paling banyak 12 (dua b) Barang siapa turut serta berjudi belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) diatas atau ditepi jalan umum kali dan uqubat denda paling banyak Rp. atau suatu tempat yang terbuka

  35.000.000,- (tiga puluh lima juta untuk umum, kecuali jika rupiah), paling sedikit Rp 15.000.000,- penyelenggaraan perjudian itu (lima belas juta rupiah) sebagai telah diizinkan oleh kekuasaan penerimaan Daerah dan disetor langsung yang berwenang memberi izin ke Kas Baital Mal. seperti itu. (2) Jika pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lewat waktu

  Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku

  dua tahun sejak orang yang bersalah

  Tindak Pidana Perjudian Ditinjau

  dijatuhi pidana yang telah

  dari Hukum Pidana Positif Indonesia

  mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan salah satu pelanggaran-pelanggaran tersebut,

  Tindak pidana perjudian atau turut serta maka ia dapat dipidana dengan berjudi pada mulanya telah dilarang di pidana kurungan selama-lamanya dalam ketentuan pidana yang diatur tiga bulan atau dengan pidana denda dalam Pasal 542 KUHP, yang kemudian setinggi-tingginya lima ratus rupiah. berdasarkan ketentuan yang diatur dalam

  Pasal 2 ayat (4) dari Undang-Undang Sesuai dengan yang ditentukan dalam Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang- Perjudian, telah diubah sebutannya Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang menjadi ketentuan pidana yang diatur Penertiban Perjudian, maka ketentuan tindak pidana perjudian ditinjau dari KUHP: syari’at Islam diterapkan dengan uqubat (1) Dipidana dengan pidana penjara

  (hukuman) terhadap pelakunya yang selama-lamanya empat tahun atau berupa ‘uqubat cambuk di depan umum dengan pidana denda setinggi- paling banyak 12 (dua belas) kali dan tingginya sepuluh juta rupiah: paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubat

  a. Barang siapa memakai denda paling banyak Rp. 35.000.000,- kesempatan yang terbuka untuk

  (tiga puluh lima juta rupiah), paling berjudi yang sifatnya sedikit Rp 15.000.000,- (lima belas juta bertentangan dengan ketentuan rupiah) sebagai penerimaan Daerah dan yang diatur dalam Pasal 303; disetor langsung ke Kas Baital Mal.

  b. Barang siapa turut serta berjudi diatas atau ditepi jalan umum

  III. PENUTUP

  atau di suatu tempat yang terbuka untuk umum, kecuali

  A. Simpulan

  jika penyelenggaraan perjudian itu telah diizinkan oleh

  1. Pengaturan tindak pidana perjudian kekuasaan yang berwenang ditinjau dari syari’at Islam dalam memberi izin. Qanun Propinsi NAD Nomor 13

  (2) Jika pada waktu melakukan Tahun 2009 tentang Maisir pelanggaran itu belum lewat waktu merupakan kegiatan dan/atau dua tahun sejak orang yang bersalah perbuatan yang bersifat taruhan dijatuhi pidana yang telah antara dua pihak atau lebih dimana mempunyai kekuatan hukum tetap, pihak yang menang mendapatkan karena melakukan salah satu bayaran. Hukum maisir secara tegas kejahatan-kejahatan tersebut, maka dinyatakan dalam Pasal 4 Qanun ia dapat dipidana dengan pidana Propinsi NAD Nomor 13 Tahun penjara selama-lamanya enam tahun 2009 tentang Maisir, bahwa maisir atau dengan pidana denda setinggi- hukumnya haram, sehingga menurut tingginya lima belas juta rupiah.

  Pasal 5 dinyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan maisir. Sementara itu pengaturan

  Tindak pidana yang dimaksudkan di tindak pidana perjudian ditinjau dari dalam ketentuan pidana yang diatur hukum pidana positif Indonesia Pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP terdapat dalam Pasal 303 ayat (3) terdiri atas Unsur-unsur objektif:

  KUHP sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

  1. barang siapa; 1974 tentang Penertiban, yang 2. memakai kesempatan yang terbuka menyatakan bahwa semua tindak untuk berjudi; Pidana Perjudian sebagai kejahatan. 3. yang sifatnya bertentangan dengan

  Jenis-jenis perjudian meliputi salah satu dari ketentuan-ketentuan perjudian di kasino, perjudian di yang diatur dalam Pasal 303 KUHP. tempat-tempat keramaian dan perjudian yang dikaitkan dengan perjudian yang dikaitkan dengan teguh oleh masyarakat. Hal ini kebiasaan-kebiasaan. penting dilakukan tatanan nilai dan

  2. Penjatuhan pidana terhadap pelaku norma masyarakat menghendaki tindak pidana perjudian ditinjau dari masyarakat agar hidup tertib dan syari’at Islam diterapkan dengan teratur sesuai dengan nilai-nilai uqubat (hukuman) terhadap kebudayaan yang luhur. pelakunya yang berupa ‘uqubat cambuk di depan umum paling

DAFTAR PUSTAKA

  banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali dan uqubat denda paling banyak Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta Kartono, Kartini. 2003. Patologi Sosial: rupiah), paling sedikit Rp Gangguan-Gangguan Kejiwaan, 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) Rajawali Pers, Jakarta, sebagai penerimaan Daerah dan disetor langsung ke Kas Baital Mal. Zuhdi, Masyfuk. 1987. Pengantar Sementara itu penjatuhan pidana Hukum Syariah, Haji Masagung, terhadap pelaku tindak pidana Jakarta. perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia diatur dalam Pasal Nawawi Arief, Barda dan Muladi. 1984. 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang- Teori-teori Kebijakan Hukum Undang Nomor 7 Tahun 1974 Pidana. Alumni, Bandung. tentang Penertiban Perjudian, yaitu www.hukumonline.com.tindakpidanaper pidana penjara selama-lamanya judian. html. empat tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sepuluh juta

  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 rupiah

  Jo. Undang-Undang Nomor 73

  Tahun 1958 tentang Kitab

B. Saran

  Undang-Undang Hukum Pidana

  1. Disarankan kepada Pemerintah Aceh Qanun Provinsi Nanggroe Aceh hendaknya membentuk lembaga

  Darusalam Nomor 13 Tahun yang memonitoring pelaksanaan 2003 tentang Maisir (Perjudian) putusan yang telah mempunyai hukum tetap. Dengan adanya monitoring oleh negara diharapkan seluruh proses dapat dipantau dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

  2. Disarankan kepada Hakim agar dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian hendaknya memperhatikan dan mempertimbangkan nilai-nilai sosial