TRADISI LISAN SEBAGAI UPAYA DERADIKALISA

TRADISI LISAN SEBAGAI UPAYA
DERADIKALISASI PAHAM RADIKAL
Oleh : 818 (Putri)
A. Latar Belakang
Keragaman merupakan sebuah keniscayaan yang dikehedaki oleh Allah
SWT. Indonesia sebagai negara dengan keragaman suku dan budaya memiliki
kekayaan perbedaan sehingga melahirkan semboyan Bhineka Tunggal Ika yag di
emban oleh masyarakat Indonesia. Keragaman suku dan budaya yang telah di
firmanklan dalam Al-qur’an (QS. 49:13):

Artinya : Wahai Manusia! Sungguh telah kami ciptakan kamu dari seorang lakilaki dan perempuan, kemudia kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui,
Maha Teliti. (QS. 49:13)

2

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terlahir denga kebhinekaannya
merupakan salah satu aset yang paling berharga bagi masyarakat Indonesia agar
tetap menjaga keutuhan Indonesia. Permasalahan yang muncul adalah dapatkah
dari perbedaan tersebut dapat saling menghormati, tidak saling menyalahkan,
tidak menyatakan paling benar sendiri, dan saling berdialog sehingga tercermin

bahwa perbedaan itu benar-benar rahmat. Jika ini yang dijadikan pijakan dalam
beramal dan beragama, maka inlah makna konsep Islam Moderat yang
sebenarnya.
Islam merupakan agama yang membawa visi misi perdamaian bagi alam
semesta. Sejak kedatangan Islam di Bumi Indonesia, Islam telah menampakkan
keramahannya dalam proses penyebaran agama melalui pendekatan dan adaptasi
budaya masyarakat Indonesia. Proses penetrasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan
masyarakat Nusantara pada awalnya ditandai oleh akomodasi terhadap nilai-nilai
lokal yang kemudian membentuk semacam tradisi Islami yang khas Indonesia 1.
Kemampuan beradaptasi secara kritis inilah yang sesungguhnya akan menjadikan

1Thaba, Abd Aziz. 1996. Islam dan Negara: dalam politik orde baru. Jakarta: Gema Insani Pers. Hal:113

3

Islam dapat benar-benar Shalih li kulli zaman wa makan (cocok di setiap zaman
dan tempat).
Seiring berjalannya waktu, dengan adanya perubahan zaman dan generasi.
Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia terancam dengan munculnya
gerakan-gerakan radikal yang mengancam keutuhan Indonesia. Pasca reformasi

yang ditandai dengan terbukanya kran demokratisasi telah menjadi lahan subur
tumbuhnya keompok Islam Radikal. Radikalisme yang berujung pada Terorisme
dan Intoleransi beragama menjadi masalah penting bagi umat Islam di Indonesia
dewasa ini. Isu itu telah menyebabkan Islam dicap sebagai agama teror dan umat
Islam dianggap menyukai jalan kekerasan suci untuk menyebarkan agamanya.
Sekalipun anggapan itu mudah dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror
dan intoleransi umat beragama adalah seorang muslim garis keras maka hal ini
akan sangat membebani psikologi uumat Islam secara keseluruhan.
Pendidikan Islam adalah sebagian dari Intituisi yang ikut menjadi sorotan
ketika kerusuhan antar agama dan etnis muncul di berbagai tempat di Indonesia.
Dengan adanya tragedi tersebut pendidikan dianggap kurang memberikan bekal

4

yang cukup

dalam menghembangkan sikap toleran terhadap perbedaan dan

keragaman yang terdapat di Indonesia. Oleh karena itu penyadaran akan urgensi
pluralisme dan design pendidikan inklusif (terbuka) diharapkan mampu

memerankan fungsi edukasi yang mampu membentuk insan yang ramah dan
berempati kepada yang lainnya termasuk mereka yang non muslim.
Sebagai bagian dari proses kebudayaan, masuknya agama Islam Nusantara
akan selalu menjalani proses perjumpaan dengan budaya-budaya local. Tradisi
Lisan yang mencakup nilai-nilai kebudayaan sebagai salah satu alternative dalam
menjalankan gagasan Pribumisasi Islam serta mampu diupayakan untuk menjadi
obat dan terapi bagi para generasi muda Indonesia baik di lingkungan pendidikan
formal, non formal maupun keluarga. Gagasan tersebut perlu di lestarikan kepada
generasi muda Indonesia, karena gagasan ini mampu mewadahi dinamika kolektif
masyarakat local, diwariskan dari generasi ke generasi, lalu dikonversikan
melalui praktik budaya lokal. Gagasan ini mengilhami praktik cultural Islam

5

Nusantara yang menyelematkan Indonesia dari lahirnya gerakan-gerakan Islam
Radikal dan Terorisme2.

B. Radikalisme
Radikalisme berasal dari bahasa latin Radix yang berati akar, yang
merupakan paham yang menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar

untuk mencapai kemajuan. Sedangkan dalam bahasa Arab, kekerasan dan
radikalisme disebut dengan beberapa istilah antara lain Al-‘unf, At-tatarruf, Alguluww. Abdullah An-Najr mendifenisikan Al-‘unf dengan penggunaan kekuatan
secara illegal (main hakim sendiri) untuk memaksakan kehedan dan pendapat. Attatarruf yang mengandung arti ujung atau pinggir, dalam bahasa Arab modern
berkonotasi makna radikal, ekstrem, dan berlebihan.adapun kata Al-guluww
secara bahasa berarti berlebihan atau melampaui batas3.

2 Laisa, Emna. 2014. Islam dan Radikalisme. Dalam Jurnal Islamuna ( Vol.1, Nomor 1). Pamekasan : STAIN
Pamekasan. Hal: 16
3 Rodin, Dede. 2016. Islam dan Radikalisme. Jurnal ADDIN, Vol 1, No:1. Kudus: STAIN Kudus. Hal: 35

6

Secara sederhana radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang ditandai oleh
empat hal yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu : pertama, sikap tidak
toleran dan tidak mau menghargai pendapat atau keyakinan orang lain. Kedua,
sikap fanatik, yatitu selalu merasa benar sendiri dan menganggap orang lain
salah. Ketiga, sikap eksklusif yaitu membedakan diri dari kebiasaan orang
kebanyakan. Keempat, sikap revolusioner, yaitu cenderung menggunakan
kekerasan dalam mencapai tujuan4.


C. Radikalisme Islam
Semua agama sejatinya tidak pernah tidak pernah mengajarkan kekerasan.
Kekerasan dilarang oelh setiap agama. Tetapi serumpun umat beragama dengan
militansi untuk menegakkan visi agamanya, sering kali mengabaikan toleransi,
kelembutan, dan keramahan agama. Sebaliknya, retorika dan saluran instrumental
yang dikedepankan adalah watak pemaksaan, kekerasan, dan anti kompromi.

4 Laisa Emna. 2014. Islam dan Radikalisme. Jurnal Islamuna, Vol 1 No. 1. Pamekasan : STAIN Pamekasan.
Hal: 3.

7

Wajah ramah dan toleran terhadap fenomena keagamaan di Indonesia mulai
tercoreng oleh maraknya faham radikalisme agama. Kasus bom bunuh diri
(suicide bombings), penyerangan terhadap para penganut paham agama minoritas
yang diiringi dengan perusakan asset public telah menjadi cacatan merah bagi
toleransi beragama di tanah air.
Secara geneaologis, Martin E. Marty (Nuruddin, 2013:65) menggarisbawahi
munculnya radikalisme agama berawal dari pemahaman agama yang cenderung
scriptural-tekstualis, sempit, dan hitam putih. Pehaman semacam ini dengan

mudah akan menggiring pada keyakinan yang cenderung fundamentalis, bahkan
sikap keagamaan yang kaku. Sedangkan fundamentalis sendiri adalah spirit
gerakan radikalisme agama yang mendorong penggunaan cara-cara kekerasan
dalam memenuhi kepentingan dan tujuan mereka. Sehingga pada saat kondisi
ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang tidak menentu, tidak sedikit orangorang mengambil jalan pintas kekersan dengan mengatasnamakan agama5.

5 Nurudin. 2013. Basis Nilai-Nilai perdamaian : sebuah antithesis Radikalisme beragama di kalangan
mahasiswa. Jurnal Harmoni,(Vo. 12, No:3). Jakarta: Puslitbang kehidupan dan keagamaan badan litbang dan
Diklat Kementrian Agama RI. Hal: 65

8

Lahirnya gerakan radikalisme keberagamaan (Islam) di Indonesia memiliki
hubungan erat dengan perkembangan pemikiran salafiah di timur tengah.
Selanjutnya, pada abad 12 Hijriah, pemikiran salafiah ini dikembangkan oleh
aliran wahabi yang dipelopori oleh Muhammad Ibnu Abd Wahhab (1703-1787).
Tujuan dari gerakan wahabi juga ingin memurnikan ajaran Islam serta mengajak
kembali kepada ajaran Al-qur’an dan sunnah Nabi SAW, sebagaimana yang
diamalkan oleh generasi awal umat Islam. Dalam perkembangan selanjutnya,
gerakan salafiayah tidak hanya menyentuh dimensi intelektual dan politik6.

Di Indonesia ide-ide gerakan pemikiran slafiyah sudah berkembang sejak era
colonial Belanda. Seiring bergulirnya waktu, paham ini mendapat banyak
tantangan, baik dari golongan keagamaan maupun dari pemerintah karena
dianggao berbahaya dan mengancam stabilitas keamanan Negara. Namun
ditengah berbgai aksi penumpasan terhadap aliran ini, radikalisme senantiasa
eksis walaupun jumlahnya relatif kecil.

6 Laisa Emna. 2014. Islam dan Radikalisme. Jurnal Islamuna, Vol 1 No. 1. Pamekasan : STAIN Pamekasan.
Hal: 4

9

Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya Islam radikal dapat diuaraikan
sebagai berikut: pertama, faktor agama, yaitu sebagai bentuk purifikasi ajaran
islam dan pengaplikasian khilafah Islamiyah di muka bumi.
Kedua, factor social politik. Sangat terlihat jelas bahwa umat islam tidak
diuntungkan oleh peradaban global sehingg menimbulkan perlawanan terhadap
kekuatan yang mendominasi. Penyimpangan dan ketimpangan sosial yang
merugikan komunitas muslim, menyebabkan terjadinya gerakan radikalisme yang
ditopang oleh sentimen dan emosi keagamaan.

Ketiga, faktor pendidikan. Minimnya jenjang oendidikan mangakibatkan
minimnya informasi pengetahuan yang didapat, ditambah kurangnya dasar
keagamaan mengakibatkan seseorang mudah menerima informasi keagamaan
dari orang yang dianggap tinggi keilmuannya tanpa dicerna terlebih dahulu. Hal
ini akan menjadi bumerang jika informasi yang di dapatkan berasal dari orang
yang salah.
Keempat, faktor kurtural. Barat dianggao oleh kalangan muslim telah dengan
sengaja melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan muslim

10

sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas. Barat dengan
skularismenya, sudah dianggap sebagai bangsa yang mengotori budaya-budaya
bangsa timur dan Islam, juga dianggap bahaya terbesar bagi keberlangsungan
moralitas Islam.
Kelima, faktor idiologis anti westernisasi. Weryernisasi merupakan suatu
pemikiran ynagmembahayakan muslim dalam mengaplikasikan syari’at Islam
sehingga simbol-simbol Barat harus dihancurkan demi penegakan syari’at Islam.

D. Deradikalisasi

Deradikalisasi

adalah

upaya

untuk

membendung

laju

radikalisme.

Radikalisme ini perlu dibendung karena gerakan dan pemikiran individu maupun
kelompok yang berorientasi paad aktivitas radikal, seperti yang mengarah pada
kekerasan, peperangan dan terror, yang sangat berbahaya bagi umat manusia.
Divisi kontra-terrorisme PBB berpendapat bahwa “ Deredicalization therefore, is
the process of abandoning an extremist worldview and concluding that it is not


11

acceptable to use violence to effect social change.” (Unite Nation Counter
Terrorism Implementation Task Force)7.
Atas dasar tersebut, maka pemerintah membentuk Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2010 (Perpres No.46 Tahun
2010). Tugas utama BNPT adalah BNPT adalah penanggulangan terorisme,
meliputi pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, dan penyiapan
kesiagaan nasional (Ps 2). Sedangkan salah satu fungsinya adalah koordinasi
dalam pemcegahan dan pelaksanaan kegiatan melawan propaganda ideology
radikal di bidang penanggulangan terorisme (Ps 3). Atas dasar itu, maka
deradikalisasi telah menjadi kebijakan nasional ynag harus dilakukan, termasuk
memiinta peran serta masyarakat8.
Deradikalisasi

merupkan

kerja

lanjutan


setelah

diketahui

akar

radikalismenya. Tetapi deradikalisasi juga dapat dimaksudkan untuk langkah
antisipasi

sebelum

radikalisme

terbentuk.

Disamping

mengetahui

akar

7 Arifin, Syamsul. Bachtiar, Hasnan. 2013. Deradikalisasi Idiologi Gerakan Islam Transnasional Radikal. Jurnal
Harmoni (Vol.12, No. 3.) ). Jakarta: Puslitbang kehidupan dan keagamaan badan litbang dan Diklat
Kementrian Agama RI. Hal: 65
8 Rokhmad, Abd. 2012. Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal. Jurnal Walisongo (Vol
20, No: 1). Semarang: LP2M UIN Walisongo

12

radikalisme, strategi deradikalisasi juga perlu diketahui agar ‘obat’ sesuai dengan
indikasi penyakitnya. Selanjutnya tujuan deradikalisasi perlu dirumuskan secara
pasti, yakni mengembangkan Islam moderat. Hubungan kerja antara akar
radikalisme, strategi deradikalisasi dan tujuan deradikalisasi, dapat digambarkan
dalam segitiga deradikalisasi (Triangle of deradicalization) berikut ini :

Deradikalisasi

Tujuan Deradikalisasi
(Moderat (Wasathiyah))

Elemen dan Akar
Radikalisme

Proses menjadi

Dari gambar di atas dapat dipahami bahwa deradikalisasi dapat dimulai
langsung dari elemen maupun akar radikalisme yang dimaksud dengan sebagai
deradikalisasi pencegahan (Preventive Deradicalization) dan pemeliharaan

13

(Preservative Deradicalization) Islam Moderat. Dengan model ini deradikalisasi
bersifat proaktif dan tidak menunggu sampai terjadi tindakan radikal.

E. Pribumisasi Islam
Pribumisasi Islam diartikan dengan bagaimana Islam sebagai ajaran
normative dari Allah dapat diakomodasikan dalam kebudayaan yang berasal dari
manusia tanpa harus kehilangan identitas masing-masing 9. Pribumisasi Islam
merupakan proyek pemikiran Gus Dur yang menyatakan suatu pola pemikiran
yang melihat Islam sebagai suatu system organic-proggresif, kontekstual, dan
membebaskan, berdasarkan pada suatu nilai-nilai lokalistik di mana Islam
menjadi suatu pandangan dan pegangan hidup (ways of life).
Pribumisasi Islam tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran normatif yang
bersumber dari Tuhan diakomodasikan ke dalam kebudyaan yang berasal dari
manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing, sehingga tidak ada lagi

9 Salim, Agus. 2011. KH. Abdurrahman Wahid: dari Pribumisasi Islam ke Universalisme Islam. Jurnal TAJDID
(Vol : X, No : 1). Pacitan : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Pacitan. Hal: 105

14

pemurnian Islam atau proses menyamakan dengan praktik keagamaan masyarakat
muslim di Timur Tengah 10.
Pribumisasi Islam telah menjadikan agama dan budaya tidak saling
mengalahkan, melinkan berwujud dalam pola nalar keagamaan yang tidak lagi
mengambil bentuk autentik dari agama, serta berusaha mempertemukan jembatan
yang selama ini melintas antara agama dan budaya. Pribumisasi Islam bukan
suatu upaya meninggalkan norma demi budaya, tetapi agar norma-norma itu
menampung kebutuhan-kebutuhan dari budaya dengan mempergunakan peluang
yang disediakan oleh variasi pemahaman nass, dengan tetap memberikan
pemahaman kepada usul al-fiqh dan qawaid al-fiqh.
F. Tradisi Lisan
Tradisi lisan merupakan tradisi sastra yang mencakup ekspresi kesusastraan
warga suatu kebudayaan ynag disebarkan dan diturunkan secara lisan dari mulut
ke mulut. Tradisi lisan memiliki berbagai ragam bentuk berdasarkan tipenya
Brundvand menggolongkan tradisi lisan menjadi tiga yaitu : (1) tradisi lisan yang

10 Fitriah, Ainul. 2013. Pemikiran Abdurrahman Wajhid Tentang Pribumisasi Islam. Teosofi: jurnal Tasawuf
dan Pemikiran Islam, (Vol.3, No.1). Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Hal:43

15

lisan (verbal folklor), (2) tradisi lisan sebagian lisan (party verbal folklor), (3)
tradisi lisan material (non verbal folklor)11.
Fungsi tradisi lisan dalam masyarakat memiliki beberapa fungsi antara lain
sebagai alat legitimasi, alat pendidikan. Dengan adanya tradisi lisan dinamika
kehidupan masyarakat dapat terkam secara turun menurun melalui kelisanan.
tradisi lisan pada saat ini berkembang pesat di salam dinamika kehidupan
masyarakat, keran tradisi lisan merupakan ekspresi lisan sebuah komunitas
budaya suatu kelompok masyarakat kolektif yang tersebar di berbagai kelompok
suku bangsa yang bersifat pluralitas, maka wujud, bentuk , tema, dan fungsinya
pun berbeda-beda di dalam masyarakat.
Fenomena tradisi lisan meliputi banyak genre aktifitas lisan, seperti
peryunjukan sastra lisan, pidato, atau pertuturan adat, cerita lisan, mantera, lagulagu, dan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan keagamaan 12.

G. Tradisi Lisan sebagai Upaya Deradikalisasi Paham Radikal
11 Sukatman. 2011. Butir-Butir Tradisi Lisan di Indonesia : Pengantar, Teori, dan Pembelajarannya.
Yogyakarta : LaksBang PRESSindo. Hal : 6
12 Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta: penerbit Andi

16

Tradisi lisan yang merupakan cerminan kehidupan suatu kolektif memuat
nilai-nilai kemanusiaan. Adapun tradisi lisan yang akan dijadikan sebagai bentuk
upaya deradikalisasi paham radikal ialah kearifan lokal, sastra lisan, dan tradisi
lisan pesantran.
1. Kearifan lokal sebagai upaya deradikalisasi paham radikal
Locam wisdom yang dikenal dengan kearifan lokal merupakan cerminan
kehidupan masyarakat kolektif yang memiliki muatan nilai-nilai kemanusiaan.
Kearifaan local ynag tumbuh dalam suatu masyarakat memuat nilai-nilai
kebudayaan sebagai gambaran masyarakat itu sendiri. Kebudayaan Indonesia
yang bersifat plural dan heterogen melahirkan kearifan local yang dapat
memperkuat

dan

memperkokoh

khasanah

budaya

Indonesia

sehingga

memberikan dampak baik bagi para pelaku budaya didalamnya13.
Salah sastu kearifan local yang dapat digunakan sebagai alat deradikalisasi
paham radikal ialah tradisi Bersih Desa. Besih Desa merupakan bagian dari
kearifan local masyarakat Jawa. Upacara Bersih Desa merupakan ritual yang

13 Herawati, Nanik. Kearifan Lokal Bagian Budaya Jawa. Junal Magistra (Vol.XXIV, No: 79). Klaten:
Universitas Widya Dharma. Hal 1

17

berfungsi untuk mensucikan atau membersihkan desanya dari hal-hal yang
bersifat fisik maupun psikis. Dengan adanya tradisi Bersih desa diharapkan
seluruh penghuni desa atau seluruh masyarakat menjadi bersih terbebas dari mara
bahaya, aman, tentram, gemah ripah loh jinawi.
Bersih Desa dilaksanakan dengan mengadakan beberapa agenda kegiatan
yaitu yang pertama gotong royong membersihkan desa atau kerja bakti, lalu yang
kedua mengunjungi makam leluhur, lallu setelah itu mengadakan selametan.
Kegiatan tersebut mencerminkan sikap saling tolong menolong, tenggang rasa,
dan saling menjaga rasa persaudaraan antar sesama. Seperti yang di sebutkan
dalam Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2 :

Artinya :

18

“dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertaqwalah
kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksa-Nya. (QS. 6:2).
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwasannya kearifan local
sangatlah berperan penting dalam membentuk karakter dan pola hidup
masyarakat. Eksistensi keariofan lokal ynag semakin menurun haruslah
ditingkatkan kembali demi menyebarkan nilai-nilai yang terdapat dalam kearifan
local tersebut.

2. Sastra Lisan sebagai upaya deradikalisasi paham radikal
Sastra lisan merupakan ekspresi kesustraan suatu warga yang disebarkan dan
diturunkan dari mulut ke mulut. Salah satu sastra lisan yang hingg saat ini masih
sering di lisankan oleh banyak masyarakat adalah syi’ir. Keberadaan syiir sebagai
khazanah sastra yang tumbuh dan berkembang di Nusantara merupakan salah
satu jenis sastra yang hingga saat ini banyak diminati oleh masyarakat.

19

Fungsi syi’ir ynag paling menonjol bagi masyarakat pendukungnya ialah
diberlakukannya syi’ir sebagai media pendidikan dan pengajaran14. Syiir yang
mengandung nilai-niali pendidikan bagi masyarakata yang membacanya
merupakan salah media yang dapat dijadikan sebagai upaya deradikalisasi paham
radikal yang harus di cegah keberadaaannya dalam masyarakat.
Salah satu syiir yang dapat dimanfaatkan untuk menawarkan paham radikal
ialah “syiir tanpo waton” karya KH. Nizammuddin ynag sudah lama di kenal oleh
masyarakat. Adapaun salau satu baik yang terdapat dalam syiir tersebut ialah :
Akeh kanga pal Qur’an hadiste
Seneng ngafirki marang liane
Kafire dewe ga di gatekke
Yen isih kotor ati akale
Dalam syiir tersebut kita pembaca diajarkan untuk lebih menjalankan sikap
Toleransi atau saling menghargai dan husnudzon kepada sesama muslim maupun

14 Muzakka, Moh. Singir Sebagai Media Pendidikan Dan Dakwah. Diponegoro: Univerasitas Diponegoro.
Hal: 7

20

non muslim. Hal tersebut juga diajarkan dalam Al-qur’an surat Al-Hujarat ayat 12
:

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain, dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian lain.”(QS,
49:12)
Sikap toleransi dan berbaik sangka yang telah diajarkan dalam syiir maupun
Al-QUR’AN tersebut jika diamalkan dan ditanamnkan kepada para generasi
muda maka sikap radikal tidak akan lagi muncul. Karena sesungguhkan
kebencian berasal dari buruknya prasangka dan kurangnya sikap saling
menghargai.

21

3. Tradisi lisan pesantren sebagai upaya deradikalisasi paham radikal
Tradisi lisan pesantren merupakan semua tradisi ynag tumbuh dan
berkembang di dareah pesantren. Tradisi ini cukup unik dibandingkan dengan
tradisi lainnya sebab tradisi tersebut sangat berkaitan erat dengan proses
pembelajaran ajaran agam islam. Peranan kyai atau ustadz sangat kuat dalam
mempengaruhi resepsi, tanggapan atau penerima kaum santri terhadap tradisi
tersebut secara ituh baik dari nilai estetik,maupun pramatignya15.
Adapun salah satu tradisi lisan pesantren yang dapat diupayakan sebagai
deradikalisasi paham radikal ialah tradisi Mauludan. Tradisi Mauludan
merupakan tradisi syukuran dalam memperingati hari lahir Nabi Muhammad
SAW. Inti dari tradisi Muludan ini ialah bagaimana kita semua sebagai umat nabi
Muhammad mampu meneladani sifat-sifat Nabi Muhammad SAW dalam

15 Muzakka, Moh. 2003. Tradisi Lisan Pesantren dan Pemberdayaan Politik Kaum Santri. Makalah
dipresentasikan dalam seminar Internasiona ; Tradisi Lisan Nusantara IV dan Festival Pesisir di Hotel Petra
Jasa Semarang 2-5 Oktober. Hal :2

22

menjalani kehidupan sehari-sehari. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Alqur’an QS 33 :21 :

Artinya :
Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang-orang mengharap (rahmat )Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan yang banyak mengingat Allah. QS. (33 :21)
Nabi Muhammad SAW sebagai suri Tauladan bagi ummatnya merupakan
contoh yang sangat tepat untuk menjadi figur-figur dalam manjalani kehidupan di
dunia. Sikap Nabi Muhammad sangat indah dan tidak pernah mencontohkan
sikap radikal. Sikap toleransi kepada sesama muslim maupun non muslim yang
telah di contohkan oleh Nabi Muhammad haruslah di contoh demi menjaga
kerukunna antar umat beragama di Indonesia. Pentingnya tradisi pesantren
sebagai media yang memupuk sikap-sikap ynag mengandung nilai-nilai

23

perdamaian sehingga sedikit demi sedikit sikap radikalisme pudar dari generasi
masa depan.

H. Kesimpulan
Fenomena paham radikal yang mewarnai agama Islam harusnya dapat di
cegah dengan cepat sebelum akar radikalisme menjarah masyarakat Islam.
Adanya Pribumisasi sebagai salah satu jalan menetralisir paham radikal dengan
menggunalan budaya yang dapat mengakomodasi nilai-niali Islam dan
menjadikan perbedaan antara umat beragama sebagi rahmat dari tuhan.
Tradisi lisan sebagai solusi nyata dari Pribumisasi Islam dengan
menggunakan Kearifan lokal, Sastra Lisan, dan Tradisi Lisan Pesantren untuk
mencegah paham radikal dan mengenalkan nilai-nilai luhur yang terkandung
dalan khazanah kebudayaan Indonesia. Sehingga Indonesia terbebas dari
ancaman perpecahan.

DAFTAR PUSTAKA
Amir, Adreyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Andi

24

Arifin, Syamsul. Bachtiar, Hasnan. 2013. Deradikalisasi Idiologi Gerakan Islam
Transnasional Radikal. Jurnal Harmoni (Vol.12, No. 3.) ). Jakarta: Puslitbang
kehidupan dan keagamaan badan litbang dan Diklat Kementrian Agama RI.

Fitriah, Ainul. 2013. Pemikiran Abdurrahman Wajhid Tentang Pribumisasi Islam.
Teosofi: jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, (Vol.3, No.1). Surabaya:
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.

Herawati, Nanik. Kearifan Lokal Bagian Budaya Jawa. Junal Magistra
(Vol.XXIV, No: 79). Klaten: Universitas Widya Dharma.

Laisa Emna. 2014. Islam dan Radikalisme. Jurnal Islamuna, Vol 1 No. 1.
Pamekasan : STAIN Pamekasan.

Muzakka, Moh. 2003. Tradisi Lisan Pesantren dan Pemberdayaan Politik Kaum
Santri. Makalah dipresentasikan dalam seminar Internasiona ; Tradisi Lisan
Nusantara IV dan Festival Pesisir di Hotel Petra Jasa Semarang 2-5 Oktober.

Muzakka, Moh. Singir Sebagai Media Pendidikan Dan Dakwah. Diponegoro:
Univerasitas Diponegoro.

25

Nurudin. 2013. Basis Nilai-Nilai perdamaian : sebuah antithesis Radikalisme
beragama di kalangan mahasiswa. Jurnal Harmoni,(Vo. 12, No:3). Jakarta:
Puslitbang kehidupan dan keagamaan badan litbang dan Diklat Kementrian
Agama RI.

Rodin, Dede. 2016. Islam dan Radikalisme. Jurnal ADDIN, Vol 1, No:1. Kudus:
STAIN Kudus.

Rokhmad, Abd. 2012. Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham
Radikal. Jurnal Walisongo (Vol 20, No: 1). Semarang: LP2M UIN
Walisongo.

Salim, Agus. 2011. KH. Abdurrahman Wahid: dari Pribumisasi Islam ke
Universalisme Islam. Jurnal TAJDID (Vol : X, No : 1). Pacitan : Sekolah
Tinggi Ilmu Tarbiyah Pacitan.

Sukatman. 2011. Butir-butir tradisi lisan Indonesia: Pengantar, Teori dan
Pembelajarannya. Yogyakarta: LakssBang Indopress

Thaba, Abdul Aziz. 1996. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta:
Gema Insani Pers.