2. Latar Belakang Masalah 2.1 Krisis Ekonomi Di Indonesia (1998) - Medco Energy – Merger dan Akuisisi

  1. Pendahuluan dan Sejarah Medco Energi

  Medco (Meta Epsi Pribumi Drilling Co) Energi adalah sebuah perusahaan minyak dan gas Indonesia yang didirikan oleh Arifin Panigoro pada tahun 1980. Arifin yang saat itu bekerja sebagai tukang listrik dan las melihat adanya kesempatan untuk berbisnis minyak ketika ia sedang melakukan perbaikan pada sebuah perusahaan kontraktor pengeboran. Dengan bantuan dari Bank Indonesia dan Pertamina, Arifin dapat membujuk trading house di Jepang yang bernama Nissho Iwai untuk memberikan pinjaman sebesar 4.5 juta dolar. Arifin kemudian menggunakan dana tersebut untuk membeli alat bor bekas dari perusahaan pengeboran di US. Sejak saat itu, berdirilah Medco yang kemudian terus berkembang dengan jasa pengeboran lepas pantainya hingga menjadi perusahaan pengeboran terbesar di Indonesia.

  Karena kegiatan perusahaannya yang hanya bergerak dalam bidang kontraktor pengeboran, Arifin merasa bahwa keuntungan yang diperoleh dari hasil pengeborannya tidak terlalu besar. Pada tahun 1992, Medco membeli hak pengeboran lahan minyak di Kalimantan dari perusahaan US yang bernama Tesoro. Dengan demikian, selain memberikan jasa kontraktor pengeboran, Medco juga dapat meraup hasil atas pengeborannya sendiri. Pada tahun 1994, Medco menjadi perusahaan minyak dan gas terbuka pertama pada Bursa Efek Jakarta. Saat itu, saham yang diperuntukkan untuk publik adalah sebesar 21.7% dan sisanya adalah milik keluarga Panigoro.

  Adapun, Medco tidak pernah berhenti untuk berinvestasi dan mengembangkan usahanya. Pada tahun 1995, Medco kembali membeli hak pengeboran lahan minyak di Sumatera dari Exxon dan Mobil Oil. Pada tahun 1997, Medco bekerja sama dengan Pertamina untuk mengoperasikan pabrik metanol di Pulau Bunyu.

  Pada tahun 1998, Arifin mulai masuk ke dalam dunia politik dan menyerahkan jabatan ketua Medco kepada manajer profesionalnya dan jabatan CEO kepada adiknya, Hilmi Panigoro. Kendati Arifin mengangkat adiknya sebagai CEO, ia selalu menegaskan bahwa Medco bukanlah perusahaan keluarga.

  2. Latar Belakang Masalah

  Krisis ekonomi Indonesia yang dimulai sejak tahun 1997 dan memuncak pada tahun 1998 sangat berdampak pada keadaan ekonomi Medco. Adapun, di saat krisis tersebut, Medco tetap pada kondisi prima dan terus berusaha untuk meningkatkan jumlah produksinya. Kendati demikian, krisis tetap tidak dapat diatasi karena jumlah permintaan dan juga harga jual minyak dan metanol yang terus menurun pada saat itu.

  Krisis ekonomi Indonesia juga menyebabkan penurunan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Adapun, Medco tidak terlalu terpengaruh dengan hal ini karena 95% cash flow nya dibayar dalam dolar. Kendati demikian, Medco mengalami kendala dalam utang dolarnya.

  Para investor asing yang ketakutan dengan krisis di Indonesia mendadak menarik dana-dana mereka dari Indonesia. Hal tersebut menyebabkan Medco kesulitan memperoleh dana pinjaman dan akibatnya sumber dananya hanya diperoleh dari cash flow saja yang mana menyebabkan likuiditas menurun dan timbul kesulitan membayar utang.

  Sampai pada tahun 1999, total utang Medco adalah sebesar 216 juta dolar. Karena kekurangan dana untuk membayar utang, Medco kemudian mencoba memangkas biaya- biaya, berhenti merekrut karyawan, dan memberhentikan karyawan-karyawan asing. Kendati demikian, utang Medco tetap tidak dapat terselesaikan. Hilmi mengatakan bahwa saat sebelum krisis, para institusi keuangan berbondng-bondong datang memohon agar dana mereka dapat dipergunakan, namun saat krisis, mereka terburu-buru untuk menarik dana mereka. Hilmi menambahkan bahwa Medco tidak punya pilihan lain selain melakukan restrukturisasi.

2.2 CSFB (Credit Suisse First Boston) Membantu Restrukturisasi Medco

  CSFB membantu Medco membayar utang-utangnya dengan persetujuan pembelian saham Medco yang di right issue (debt-equity swap). Adapun, CSFB membuat sebuah perusahaan baru bernama New Links Energy Resources untuk membeli saham Medco. Setelah swap selesai, New Links mempunyai 85.44% saham Medco.

  Keluarga Panigoro tetap tidak sepenuhnya rela untuk membiarkan CSFB menguasai Medco. Mereka kemudian secara cepat membuat sebuah perusahaan baru bernama Encore Ltd yang yang diperdagangkan di Bursa Efek. Pada akhirnya, Panigoro dapat memperoleh 40.1% saham New Links dan CSFB masih memegang 59.9% saham. CSFB terbukti sukses mengelola Medco yang terbukti dari harga sahamnya yang melonjak drastis sejak tahun 2000. Pada 12 Desember 2001, CSFB menjual 40% saham New Linksnya (setara dengan 34% saham Medco) kepada PTTEP (Perusahaan minyak di Thailand). Sisa saham New Links yang masih dipegang CSFB adalah sebesar 17%.

  3. Masalah Yang Dihadapi Panigoro

  Pada tahun 2004, CFSB dan PTTEP bersama-sama ingin menjual saham New Links mereka dan ditemukan peminat terbaiknya adalah Temasek yang mana dipilih karena memberikan the highest bid. Temasek memiliki keadaan ekonomi yang baik serta sudah banyaksaham- saham dari perusahaan-perusahaan asing di berbagai Negara yang dimilikinya. PTTEP ingin menjual karena lebih ingin fokus pada perusahaannya yang berada di Thailand dan CFSB ingin menjual karena merasa sudah saat yang tepat karena harga sahamnya sedang naik pesat.

  Keluarga Panigoro yang masih tidak rela memberikan kepemimpinan Medco kepada pihak lain mengetahui bahwa apabila Temasek dapat membeli saham dari CSFB dan PTTEP, mereka akan kembali kehilangan kontrol atas Medco dan semakin sulit untuk mendapatkan kembali kepemimpinan Medco.

  4. Solusi Panigoro

  Adapun, saat itu Temasek telah berhasil mengakuisisi 38% saham New Links. Keluarga Panigoro menggunakan pre emptive rightnya (hak bagi pemegang saham lama untuk mempertahankan persentasenya kepemilikannya atas suatu perusahaan atau bisa disebut juga anti dilusi), yang mana berarti mereka mempunyai kesempatan membeli terlebih dahulu dari CSFB dan PTTEP dan membeli kembali saham yang telah diakuisisi oleh Temasek.

  Keluarga Panigoro yang saat itu tidak mempunyai cukup dana untuk membeli seluruh saham New Links (dengan total harga sebesar 478 juta dolar) berusaha untuk mencari dana. Mereka berhasil mendapatkan persetujuan pemberian dana dari UOB dan Merill Lynch. UOB setuju untuk meminjamkan dana sebesar 278 juta dolar melalui pemberian langsung dan Merill Lynch setuju untuk meyakinkan para investor untuk meminjamkan 200 juta dolar.

  Pada akhirnya, Panigoro berhasil membeli seluruh saham New Links dan kembali menguasai Medco berkat disetujuinya pemberian utang oleh UOB dan para investor yang dikumpulkan oleh Merill Lynch dengan perkiraan pembayaran akan dilakukan dengan menggunakan secondary offering.

5. Pembahasan Atas Solusi Yang Diambil Panigoro dan Saran

  Pertanyaan yang mungkin muncul dari kisah ini adalah mengapa Panigoro bersih keras ingin membeli kembali Medco? Menurut berita saat itu, Hilmi mengatakan, "Kita memutuskan untuk membeli seluruh saham itu kembali, dan mengupayakan agar Medco menjadi 100 persen perusahaan nasional." Apakah benar pembelian kembali Medco hanya karena dasar nasionalisme? Pendapat yang dapat diperoleh dari kisah ini adalah, bahwa nilai perusahaan dari Medco terus meningkat dari semenjak tahun 2000 sampai tahun 2004. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja Medco sangatlah baik dan Medco memiliki potensi untuk terus maju. Ada kemungkinan hal ini yang menyebabkan Panigoro bersih keras untuk tetap mempertahankan Medco. Adapun, Medco merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang berhasil selamat dari krisis dan peluang untuk kembali mendapatkan utang setelah masa krisis berakhir semakin besar. Oleh karena itu, Medco tidak takut untuk meminjam dana dari UOB dan Merill karena untuk membayar utang-utang tersebut dapat dilakukan dengan berutang lagi kepada pihak lain.

  Setujunya UOB dan Merill Lynch untuk meyakinkan para investor kelas dunia juga dapat disebabkan karena berhasil lolosnya Medco dari krisis ekonomi Indonesia yang begitu berat. Hal ini membuat para investor dunia yakin bahwa Medco memiliki performa yang baik dan mempunyai kemampuan untuk terus berkembang. Adapun, para investor tersebut juga diyakinkan dengan ditunjukkannya proyeksi discounted cash flow Medco dengan NAV (Net Asset Value) yang mana nilainya jauh diatas harga pasarnya sekarang.

  Menurut saya, solusi yang diambil oleh Panigoro sudah tepat. Karena semakin membaiknya keadaan ekonomi di Indonesia, serta Medco yang semakin profitable dari tahun ke tahun, maka sangatlah baik untuk dapat mengambil kembali Medco karena di kemudian harinya, Medco akan kembali mudah memperoleh utang.

6. Kesimpulan

  Keluarga Panigoro selaku pembeli kembali saham Medco pastilah sudah mempunyai pertimbangan yang baik sebelum membeli saham dari New Links. Dengan cepatnya mereka memperoleh persetujuan pemberian dana oleh UOB dan Merill menunjukkan bahwa mereka sudah tahu kemana mereka dapat memperoleh dana. Oleh karena itu, pengetahuan, wawasan, dan pengalaman sangatah penting dalam pengambilan keputusan akuisisi.