MANAJEMEN DASAR TINDAKAN PREVENTIF TANAH

Private Library of Simamora, Helmut Todo Tua
Environment, Research and Development Agency
Samosir Regency Government of North Sumatera Province
INDONESIA

MANAJEMEN DASAR TINDAKAN PREVENTIF TANAH LONGSOR

Berikut merupakan kutipan ilmiah yang disusun dan dirangkum Penulis sebagai referensi di
dalam mendukung kegiatan kerja. Semoga Bermanfaat.

Manajemen Dasar Tindakan Preventif Tanah Longsor, dimulai dengan :
1. Potensi bahaya dari sisi morfologi, tanah, dan batu.
Diukur bagaimana kekuatan tanah menahan, dan bila meluncur atau longsor akan sejauh
mana.
2. potensi bahaya dari sisi morfologi, tanah, dan batu.
Diukur bagaimana kekuatan tanah menahan, dan bila meluncur atau longsor akan sejauh
mana.
3. Bila ada rekahan, supaya segera menutupnya agar air tidak masuk bidang gelincir.
Masuknya air ke bidang luncur lebih dalam akan berbahaya.
4. Diharapkan kawasan tebing dibuat terasering.
5. Meneliti, antara lain pemetaan tanah, mengukur derajat kemiringan, mengambil sampel

tanah dan batuan.
6. Kebijakan atas kondisi tanah.
7. Perlu dilakukan penanaman tegakan keras pada kawasan lahan kosong, padang rumput,
dan semak belukar dengan tanaman keras (pohon) yang disesuaikan dengan kondisi fisik
kawasannya juga dipadukannya penanaman tanaman keras pada lahan kebun campuran
milik masyarakat setempat dalam mekanisme agroforestri.

8. Perlu dilakukan usaha konservasi tanah dan air pada lokasi kejadian longsor tingkat
kerawanan tinggi yang berada areal tepi jalan yang memiliki tebing yang curam dengan
membuat saluran air yang tahan bocor, bronjong penahan yang kuat, atau dengan
pembuatan teras.
9. Retakan dan rekahan yang terjadi akibat gerakan tanah perlu segera ditutupi lagi oleh
tanah agar air hujan tidak terlalu cepat menyerap dan menjenuhi tanah kembali sehingga
resiko terjadinya longsor dapat dikurangi.
10. Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam mitigasi pencegahan
longsor perlu terus dibina dan ditingkatkan.
11. Rencana pemerintah untuk merelokasi penduduk yang bertempat tinggal pada kawasan
rawan longsor perlu segera direalisasikan untuk mencegah timbulnya korban jiwa pada
bencana yang akan datang.
12. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai jenis tanaman atau tutupan vegetasi

yang cocok pada daerah kawasan rawan longsor serta efektifitasnya dalam mencegah
terjadinya longsor.
13. Aktivitas penambangan batu gunung pada lokasi-lokasi rawan longsor harus dikurangi
atau bahkan dihentikan karena akan mengganggu kemantapan lereng dan mengurangi
daya tahan lereng terhadap terjadinya gerakan tanah.

Pemahaman tentang Tanah Longsor
Longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering menimbulkan kerugian, baik berupa
korban jiwa maupun materi. Longsor sendiri merupakan perpindahan material pembentuk lereng
berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau
keluar lereng. Longsor sangat dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Menurut Vulcanological Survey
of Indonesia (2010), proses terjadinya longsor diawali oleh meresapnya air yang akan menambah
berat tanah. Jika air menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir,
maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan
keluar lereng.

Penyebab longsor dapat karena aktivitas manusia maupun terjadi secara alami. Meskipun
demikian, aktivitas manusia disinyalir sebagai penyebab longsor terbesar yang terjadi di
Indonesia.
Pada lokasi tersebut, terdapat tebing tinggi dengan kelerengan sangat curam. Namun, penutup

lahannya bukan hutan. Hal ini tentu saja disebabkan oleh alih fungsi hutan menjadi lahan
pertanian atau pemukiman. Oleh karena itu, meskipun faktor alam penyebab longsor dominan
berada disana, yakni kelerengan yang curam, namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penjarahan
hutan oleh manusia menjadi pemicu terjadinya longsor tersebut.
Untuk meminimalkan terjadinya tanah longsor di Indonesia, maka perlu dilaksanakan tindakan
pencegahan (mitigasi). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi
dampak tanah longsor, seperti menanam pohon di tempat-tempat yang berpotensi terjadi longsor
agar akar tanaman dapat mengikat tanah, atau membuat tembok penahan pada tebing-tebing
yang memiliki kelerengan curam hingga sangat curam, dan lain sebagainya. Untuk mendukung
tindakan tersebut, perlu disusun perundangan dan panitia pengawas. Karena tanpa panitia
pengawas, perundangan yang telah disusun akan menjadi sia-sia.
Pengawasan dan usaha pencegahan tanah longsor dapat dilakukan dengan kerjasama antara
pemerintah dengan masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor. Hal
ini karena masyarakat merupakan penyebab sekaligus korban dalam bencana tanah longsor.
Sebagai penyebab, masyarakat berperan dalam turut meluasnya alih fungsi hutan menjadi lahan
pertanian meskipun di daerah-daerah berlereng curam karena desakan ekonomi yang menjadi
salah satu pemicu terjadinya tanah longsor. Sebagai korban, karena masyarakat yang merasakan
dampak secara langsung akibat bencana tanah longsor baik berupa kerugian materi, psikologis,
hingga korban jiwa. Oleh karena itu, masyarakat harus disiapkan untuk pencegahan dan
penanganan bencana tanah longsor

Tujuan penulisan ini untuk mengkaji penyebab longsor.
Setelah mengetahui penyebabnya, maka dapat diberikan rekomendasi solusi bencana tersebut
baik secara fisik maupun secara kelembagaan. Harapanya, dari kajian bencana yang ada di lokasi
studi dapat memberikan gambaran melakukan mitigasi bencana tanah longsor dan penanganan
bencana.

Studi peristiwa longsor
Studi didasarkan pada peristiwa longsor yang terjadi. Peristiwa longsor ini terjadi setelah hujan
deras yang mengguyur lokasi tersebut selama beberapa hari.
Identifikasi Jenis Longsor
Terdapat berbagai macam jenis longsor (Vulcanological Survey of Indonesia, 2010), yaitu:
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk
rata atau menggelombang landai.
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk
cekung.
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata.
Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan
cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung, terutama di
daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran
kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup
lama, longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring
ke bawah.
Aliran bahan rombakan terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran
tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya
terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat
bisa sampai ribuan meter, seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi.

Profil Longsoran

Longsoran rotasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk
cekung. Hal ini dikarenakan longsoran terjadi di tebing yang memiliki kelerengan curam sebagai
bidang gelincir dan runtuhnya massa tanah membentuk cekungan yang cukup dalam. Namun,
tidak dapat dikatakan runtuhan batu karena tidak ada indikasi massa tanah yang jatuh langsung
tanpa melewati bidang gelincirnya. Artinya, massa tanah tidak tercampur antara bagian atas dan
bawah, melainkan bagian atas tetap berada di atas bagian bawah meskipun letaknya berpindah di
bawah tebing.
Identifikasi Penyebab Longsor
Pada prinsipnya, longsor terjadi karena gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya

penahan. Gaya penahan dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah, sedangkan gaya
pendorong dipengaruhi oleh kelerengan, air, dan berat jenis tanah batuan (Vulcanological Survey
of Indonesia, 2010). Adapun faktor-faktor penyebab tanah longsor adalah alam dan manusia.
Faktor alam yang menyebabkan longsor antara lain:
Perubahan pola hujan, ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada musim penghujan seiring
meningkatnya intensitas hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya
penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan muncul pori-pori
atau rongga tanah, kemudian terjadi retakan dan rekahan tanah di permukaan. Pada saat hujan,
air akan menyusup ke bagian yang retak. Tanah mengembang kembali dengan cepat. Pada awal
musim hujan, kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada
awal musim dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah, air akan masuk dan
terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Apabila ada
pepohonan di permukaan, longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar
tumbuhan juga berfungsi sebagai pengikat tanah.
Komposisi mineralogi dan bentuk struktural yang dapat memperlemah kekuatan batuan atau
lapisan kedap air
Kemiringan lereng yang tajam, lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya
pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan
angin.


Sistem hidrologi, sistem hidrologi yang menyebabkan longsor terkait dengan muka air tanah dan
drainase internal.
Gempa bumi dan letusan gunung berapi, peristiwa tersebut menyebabkan getaran pada tanah
yang dapat menyebabkan rekahan.
Faktor Manusi yang Menyebabkan Longsor
Faktor manusia yang menyebabkan longsor antara lain:
Hilangnya penutupan vegetasi, vegetasi di atas tanah berfungsi untuk mencengkeram dan
menjangkar tanah. hilangnya vegetasi menyebabkan tidak ada yang mengikat tanah, akibatnya
bila gaya pendorong meningkat, maka mudah terjadi longsor.
Perubahan kemiringan lereng, hal tersebut menyebabkan lereng menjadi lebih terjal sehingga
daya pendorong lebih tinggi.
Arus aliran sungai yang cepat
Pembangunan jalan dan bangunan pada lokasi rawan longsor, hal tersebut menyebabkan gaya
pendorong meningkat akibatnya mudah terjadi longsor.
Penambangan bahan galian C, hal tersebut menyenankan perubahan lereng, bahkan menjadi
cekungan-cekungan ke dalam lereng sehingga gaya pendorong meningkat.
Longsor terjadi ketika ketika pengaruh gaya gravitasi lebih besar dari pada resistensi lereng
untuk bertahan. Gaya penahan (resisting forces) yang mengontrol kestabilan lereng meliputi
beberapa komponen antara lain: kekuatan (strength) dan kohesi (cohession) material penyusun
lereng, fraksi antar butiran dan pendukung eksternal lereng lain. Longsor yang terjadi di lokasi

studi diketahui berawal hujan deras yang terjadi selama beberapa hari. Selain itu, lokasi studi
merupakan tebing tinggi, setinggi 10 m dan memiliki kelerengan sangat curam. Di bawah tebing
tersebut adalah jalan alternatif yang menghubungkan Magelang dengan Temanggung, sehingga
diperkirakan tebing tersebut juga dipertajam oleh manusia untuk tujuan pelebaran jalan. Bila
diidentifikasi, faktor yang menyebkan longsor di lokasi studi, yaitu:

Faktor alam
Perubahan curah hujan
Longsor terjadi pada musim penghujan. Longsor didahului oleh hujan lebat yang terjadi selama
beberapa hari. Sehingga, bisa dipastikan bahwa curah hujan merupakan faktor utama yang
memicu terjadinya longsor di lokasi tersebut.
Kemiringan lereng yang tajam
Bahwa kelerengan tebing yang sangat curam, mendekati 90 o, hal tersebut merupakan salah satu
pemicu longsor karena lereng merupakan salah gaya pendorong longsor.
Faktor manusia
Penutupan vegetasi
Penggunaan lahan pada lokasi longsor bukan hutan alami, misalnya di dekat tebing terdapat
rumpun bambu dan pohon kelapa. Penutupan vegetasi semacam itu tidak cukup kuat untuk
menahan tanah karena sistem perakarannya tidak sama dengan pohon yang memiliki sistem
perakaran tunggang dan dalam. Bambu dan kelapa tidak memiliki daya jangkar akar sekuat hutan

alami, sehingga bila gaya pendorong meningkat, sementara penahan tidak mampu mengikat
tanah maka dapat terjadi longsor.
Perubahan kemiringan lereng
Lokasi longsor merupakan tebing yang di bawahnya adalah jalan alternatif. Sehingga, sangat
mungkin tebing tersebut mengalami perubahan kemiringan lereng akibat pembuatan dan
pelebaran jalan. Hal ini mengakibatkan lereng semakin terjal sehingga meningkatkan gaya
pendorong karena kelerengan berbanding lurus dengan kejadian longsor.

Rekomendasi solusi secara teknis
Solusi penanganan longsor secara umum bertujuan untuk mencegah air agar tidak terkonsentrasi
di atas bidang luncur, mengikat massa tanah agar tidak mudah hancur, dan merembeskan air ke
lapisan tanah yang lebih dalam dari lapisan kedap (bidang luncur). Dalam merekomendasikan
penanganan longsor perlu memperhatikan proses-proses penyebab longsor agar penganan dapat
tapat sasaran. Dalam menanggulangi longsor yang terjadi di lokasi studi dapat dilakukan dengan
2 cara, yaitu cara vegetatif dan mekanik.
Berikut adalah cara yang dapat digunakan untuk menanggulangi longsor (Balai penelitian
dan pengembangan pertanian, 2007):
Cara vegetatif
Cara vegetatif dapat dilakukan dengan menanam pohon, semak, dan rumput sehingga
menghasilkan kanopi multistrata. Pohon sebagai kanopi strata pertama, semak sebagai kanopi

strata kedua, dan rumput strata ketiga. Fungsi menanam pohon, semak, dan rumput, antara lain:
Media intersepsi hujan
Seresahnya melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan secara langsung
Menyalurkan air ke sekitar perakaran dan merembeskannya ke lapisan yang lebih dalam serta
melepasnya secara perlahan-lahan.
Mengikat massa tanah
Menghasilkan eksudat akar sebagai pemantap agregat
Agar cara vegetatif ini berhasil, maka perlu dilakukan pemilihan tanaman yang akan
dikombinasikan. Tanaman yang dipilih harus mudah beradaptasi, memiliki perakaran rapat dan
dalam sehingga memiliki daya cengekream dan daya jangkar akar tinggi, memiliki kanopi yang
relatif rapat, relatif cepat tumbuh, dan sebisa mungkin memiliki fungsi ekonomi bagi
masyarakat.

Secara mekanis
Karena lokasi studi adalah di tebing curam yang berada di tepi jalan, maka penanganan tanah
longsor secara mekanis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu membuat trap-trap terasering dan
bangunan penguat tebing.
Membuat trap-trap terasering
Trap-trap terasering ini memiliki fungsi menahan longsoran tanah pada tebing atau lahan yang
curam, memperkuat bidang berteras, serta melengkapi dan memperkuat cara vegetatif. Bangunan

ini dibuat dengan cara membentuk teras-teras dan memperkuat tampingannya dengan semen atau
batu yang disusun, untuk mengalirkan air maka dibuat saluran drainase dengan membuat lubanglubang dengan pipa, serta pada bidang olah ditanami pohon untuk memperkuat dan membantu
meresapkan air ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Membuat bangunan penguat tebing
Bangunan ini berfungsi untuk menahan longsoran tanah pada tebing yang sangat curam yang
tidak mampu dikendalikan dengan cara vegetatif. Adapun pembuatan dan pemeliharaan
bangunan ini adalah:
Tebing diperkuat dengan teras-teras
Diperkuat dengan semen atau batu yang disusun rapat
Jika dibuat dari semen maka diberikan lubang-lubang dengan pipa paralon untuk mengalirkan
kelebihan air
Pada bagian atas dinding tebing ditanami pepohonan untuk memperkuat dan membantu
meresapkan air ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Mitigasi tanah longsor
Pada dasarnya tanah longsor tidak terlepas dari gerakan tanah. Direktorat vulkanologi dan
mitigasi bencana geologi membagi zona kerentanan gerakan tanah berdasarkan tingkat
kerentanannya sebagai berikut:

Zona kerentanan gerakan tanah tinggi
Gerakan tanah besar hingga sangat kecil telah sering terjadi dan akan sering terjadi
Zona kerentanan gerakan tanah menengah
Gerakan tanah besar hingga kecil dapat terjadi terutama di daerah yang berbatasan dengan
lembah sungai, tebing pemotong jalan, dan pada lereng yang mengalani gangguan.
Zona kerentanan gerakan tanah sedang
Gerakan tanah jarang terjadi kecuali pada daerah yang lerengnya mengalami gangguan
Zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah
Tidak ditemukan gejala gerakan tanah lama maupun baru kecuali pada daerah sekitar tebing
sungai
Faktor terjadinya gerakan tanah dapat disebabkan oleh alam dan manusia. Oleh karena itu, perlu
tindakan pencegahan atau mitigasi agar dapat mencegah terjadinya bencana tanah longsor yang
menyebabkan berbagai macam kerugian.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik secara fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya (UU
No. 24 Th. 2007). Adapun tahapan mitigasi bencana tanah longsor menurut Vocanological
Survey of Indonesia (2010) adalah sebagai berikut:
Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah
untuk masukan kepada masyarakat dan pemerintah sebagai dasar untuk melakukan
pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana longsor.
Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam
perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah

Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan saat dan sesudah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab
dan cara penanggulangannya
Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis, agar diketahui tingkat
bahayanya.
Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada pemerintah dan masyarakat tentang bencana tanah longsor dan
akibat yang ditimbulkan.
Rancangan pengaturan kelembagaan
Penanggulangan bencana sebenarnya telah diatur dalam undang-undang, namun kenyataan yang
terjadi di lapang tidak semua sesuai dengan peraturan perundangan. Undang Undang No 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU PB) menyebutkan bahwa penyelenggaraan
penanggulangan (manajemen) bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi. Sedangkan pasal 4 antara lain menyebutkan bahwa
penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
ancaman bencana; dan menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh serta membangun partisipasi dan kemitraan publik serta
swasta. Pasal 5 dan 6 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjadi
penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, dengan tanggung jawab
melakukan pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan
program pembangunan dan melakukan perlindungan masyarakat dari dampak bencana. Peraturan
Pemerintah no 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 7 (1)
menyebutkan bahwa pengurangan risiko bencana merupakan kegiatan untuk mengurangi
ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi
bencana.

Agar peraturan perundangan dapat dijalankan sebagaimana mestinya dan mitigasi bencana tanah
longsor secara umum dapat berjalan dengan baik, diperlukan kelembagaan yang mewadahi peran
dan kerjasama multipihak. Hubungan multipihak dalam kelembagaan mitigasi bencana dapat
digambarkan sebagai berikut.
Hubungan antar pihak dalam mitigasi bencana tanah longsor, dapat dijelaskan bahwa semua
pihak memiliki kepentingan dalam melakukan mitigasi bencana tanah longsor baik yang
berkepentingan secara langsung maupun yang tidak langsung. Kepentingan masing-masing pihak
antara lain:
Matriks kepentingan multipihak
Ditinjau dari matriks di atas, masing-masing pihak memiliki kepentingan terhadap mitigasi
bencana tanah longsor meskipun kepentingannya berbeda. Bila masing-masing pihak memiliki
kesadaran akan kebutuhannya sendiri, maka dalam menjalankan perannya untuk melakukan
mitigasi dapat dilakukan kerjasama yang saling menguntungkan dengan tujuan mencegah
terjadinya bencana tanah longsor. Adapun peran yang dapat dilakukan oleh masing-masing pihak
antara lain:
Pemerintah
Merencanakan kegiatan mitigasi bencana tanah longsor bersama masyarakat dan LSM
Membuat peraturan perundangan terkait dengan mitigasi bencana
Membentuk panitia khusus mitigasi bencana tanah longsor
Memberikan bantuan dana yang dibutuhkan untuk mitigasi bencana longsor
Melakukan evaluasi kegiatan mitigasi
Masyarakat
Merencanakan kegiatan mitigasi bencana tanah longsor bersama pemerintah dan LSM
Menjalankan dan mengawasi kegiatan mitigasi bencana
Melakukan evaluasi kegiatan mitigasi

LSM
Merencanakan kegiatan mitigasi bencana tanah longsor bersama pemerintah dan masyarakat
Menjadi fasilitator antara pemerintah dan masyarakat
Mendampingi masyarakat dalam melakukan kegiatan mitigasi
Melakukan evaluasi kegiatan mitigasi
Pihak luar
Mendukung kegiatan mitigasi bencana tanah longsor
Memberikan bantuan dana yang dibutuhkan dalam kegiatan mitigasi
Setelah mengetahui peran masing-masing, kegiatan mitigasi bencana tanah longsor dapat
dilakukan dengan efektif. Adapun kegiatan mitigasi yang dapat diusahakan secara vegetatif dapat
dibuat dengan menanam pohon. Karena pohon dapat berfungsi untuk intersepsi hujan, seresah
melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan secara langsung, menyalurkan air ke daerah
perakaran dan merembeskannya ke lapisan yang lebih dalam serta melepasnya secara perlahanlahan. Pemilihan tanaman harus diperhatikan kemampuan adaptasi dengan lingkungan setempat,
relatif cepat tumbuh, serta memiliki perakaran yang dalam dan rapat.
Selain menanam pohon mitigasi bencana longsor atau konservasi tanah vegetatif juga dapat
dilakukan dengan menanam semak. Semak berfungsi untuk intersepsi air hujan strata/ lapisan
kedua setelah pohon sehingga energi pukulan air hujan semakin kecil. Untuk intersepsi strata/
lapisan ketiga dapat ditanam rumput. Selain intersepsi hujan, rumput juga berfungsi dengan
menghasilkan eksudat akar sebagai perekat agregat tanah.
Mitigasi bencana longsor secara mekanik dapat dilakukan dengan membuat terasering pada
lahan berlereng, membuat saluran drainase, bangunan penahan material longsor, serta dam
pengendali. Terasering dimaksudkan untuk memanipulasi kelerengan. Teras-teras dibuat searah
dengan kontur atau tegak lurus dengan arah lereng agar dapat meminimalkan limpasan
permukaan. Jenis teras disesuaikan dengan kelerangan. Bila lereng semakin curam maka dibuat
teras bangku, sedangkan bila lereng agak datar dapat dibuat teras gulud.

Saluran drainase yang dapat dibuat antara lain saluran pengelak yang berfungsi untuk mencegah
masuknya aliran permukaan dari daerah di atasnya ke daerah di bawahnya yang rawan longsor,
mengalirkan kelebihan air ke saluran pembuangan, serta memperpendek lereng sehingga
mengurangi erosi. Selain saluran pengelak terdapat saluran teras yang berfungsi menampung air
yang mengalir dari teras dan memberi kesempatan air untuk masuk ke dalam tanah. Ada pula
saluran pembuangan air yang berfungsi untuk menampung dan membuang air dari saluran
pengelak dan saluran teras ke sungai atau tempat penampungan lainnya tanpa menyebabkan
erosi. Selain itu, ada pula bangunan terjunan yang berfungsi mengurangi kecepatan aliran air
sehingga tidak merusak dan memperpendek panjang lereng untuk memperkecil erosi dan
longsor.
Untuk mitigasi mekanik lainnya dapat dibuat bangunan penahan longsor, antara lain bronjong
dan bangunan penguat tebing. Bronjong dapat dibuat dari bambu maupun batu yang berfungsi
untuk penahan material longsor. Sedangkan bangunan penguat tebing dibuat dengan tujuan
menahan longsoran tanah pada tebing yang sangat curam.
Bangunan terakhir untuk mitigasi secara mekanik adalah dam pengendali. Dam pengendali dapat
dibuat secara permanen dan disusun dari batuan lepas. Dam pengendali merupakan cara terkhir
dalam konservasi secara mekanik karena bangunan ini membutuhkan biaya yang mahal.
Selain bangunan-bangunan tersebut, mitigasi bencana tanah longsor juga dapat dilakukan dengan
berbagai cara yang lain seperti memasang alat pendeteksi. Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah melakukan pemetaan daerah-daerah rawan longsor agar masyarakat dapat waspada
terhadap bahaya yang dapat timbul sewaktu-waktu akibat tanah longsor.
Strategi penumbuhan partisipasi masyarakat
Tanpa partisipasi masyarakat, kelembagaan mitigasi bencana tanah longsor tidak dapat berjalan
secara optimal. Akibatnya, kegiatan mitigasi tanah longsor pun tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Oleh karena itu, peran masyarakat sangat penting dalam kegiatan ini. Namun,
terkadang sulit untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi
agar dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat. Adapun stratetegi tersebut berupa:
Mengajak masyarakat untuk merumuskan ide dalam kegiatan mitigasi bencana

Mengajak masyarakat dalam merumuskan masalah dan cara penyelesaiannya
Mengajak masyarakat memilih alternatif pemecahan masalah
Bersama-sama dengan masyarakat menjalankan kegiatan sesuai dengan pilihan yang telah
ditentukan bersama.
Dengan demikian masyarakat akan merasa program tersebut adalah milik mereka sehingga akan
turut menjaga dan berpartisipasi aktif dalam melakukan mitigasi bencana longsor.
Contoh mitigasi bencana tanah longsor yang berbasis partisipasi masyarakat dilakukan dengan
memasang alat sistem peringatan dini gerakan tanah. Alat ini menggabungkan beberapa alat,
yaitu extensometer, alat penakar curah hujan, dan sirine. Tujuan utama dipasangnya alat tersebut
adalah untuk memantau adanya pergerakan tanah hingga batas kondisi kritis sirine berbunyi. Saat
sirine (I) berbunyi berartii hujan kritis terjadi. Sirine (I) dibuat untuk mengkondisikan
masyarakat agar siaga. Sirine (II) berbunyi bila air hujan telah meresap ke dalam tanah dan
mengakibatkan retakan tanah melebar hingga mencapai batas kritis yang ditentukan alat, yaitu 5
cm. Saat sirine (II) berbunyi, maka masyarakat yang sudah siaga harus segera meninggalkan
rumah. Dengan sistem peringatan dini maka diharapkan lokasi rawan telah bebas dari hunian saat
longsor terjadi (Parlindungan, 2008).
Adapun partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini adalah dengann memberikan public education,
yaitu dengan mengadakan sosialidasi dan pelatihan tentang bencana alam, berbaikan jalan dan
lingkungan yang berfungsi sebagai jalur evakuasi, gladi evakuasi, pembuatan peta rawan
bencana, pemasangan alat sistem pperingatan dini yang murah dan sederhana, serta relokasi.
Pemasangan alat dilakukan dengan melibatkan masyarakat sehingga akan timbul kepedulian dan
rasa memiliki.
Lokasi studi memiliki jenis longsoran rotasi yang disebabkan oleh perubahan pola hujan,
kelerengan yang tajam, dan vegetasi. Untuk menangani longsor secara vegetasi dilakukan
dengan menanam pohon, semak, dan rumput. Sedangkan secara mekanis dilakukan pembuatan
trap-trap terasering dan bangunan penguat tebing.
Untuk melakukan mitigasi bencana tanah longsor dilakukan kerjasama multipihak antara
masyarakat, pemerintah, LSM, dan pihak luar. Hal ini karena semua pihak tersebut memiliki

kepentingan sehingga diharapkan mereka dapat menjalankan perannya masing-masing untuk
mitigasi bencana tanah longsor. Agar mitiasi dapat berjalan optimal, maka dialakukan dengan
partisipasi masyarakat. Kegiatan mitigasi berupa pemetaan, penyelidikan, pemeriksaan,
pemantauan, sosialisasi.
Risiko Tinggi pada Lokasi Rawan Longsor
Seluruh kejadian longsor memiliki tipe longsor berupa nendatan dengan bentuk penampang
longsor rotasional (melengkung) menyerupai tapal kuda. Faktor utama penyebab tingkat
kerawanan longsor tinggi yang terdapat pada setiap kasus longsor di lokasi tersebut adalah
karakter kemiringan lereng curam hingga sangat curam dimana 7 kasus (87,5 %) terjadi pada
lokasi dengan tingkat kemiringan lereng sangat curam (43-74%) dan 1 kasus (12,5 %) pada
kemiringan lereng curam (31 %) dengan kondisi perbukitan bergunung. Tingginya tingkat
kemiringan lereng pada daerah kejadian longsor dipicu pula oleh adanya pembangunan
infrastruktur jalan dan pemukiman (rumah) yang dibangun dengan cara memapas (memotong)
lereng. Terdapat 6 kasus longsor yang terjadi pada daerah dekat jalan yang dibangun dengan cara
memapas (memotong) lereng, sedangkan 2 kasus lainnya terjadinya pada daerah dengan
infrastruktur berupa pemukiman. Selain itu, tingginya tingkat kemiringan lereng juga
dikarenakan adanya penambangan batu gunung.
Selain itu hampir di setiap lokasi kejadian longsor tidak terdapat bangunan konservasi yang
dapat melindungi lereng dari terjadinya peristiwa longsor. pernah mengalami peristiwa longsor,
hal ini menyebabkan daerah-daerah tersebut menjadi lebih rentan terhadap terjadinya longsor.
Kerawanan terjadinya kejadian longsor juga disebabkan ketebalan tanah pada daerah tersebut
yang relatif tebal berkisar antara 7-40 m. Ini akan memberikan dampak sangat berbahaya yang
dapat menimbulkan korban jiwa dan harta lebih besar akibat luasnya daerah kejadian longsor.
Hal ini dikarenakan makin tebalnya tanah pada tingkat kelerengan curam sampai sangat curam
tanpa penutupan vegetasi yang memadai yang dapat menghujam batuan induk sebagai bidang
gelincir ditambah dengan jenis batuan yang relatif peka terhadap terjadinya longsor akan
menyebabkan longsor mudah terjadi dengan material longsoran berupa tanah dan batuan yang
lebih luas.
Faktor tekstur tanah turut berperan sebagai pemicu longsor dalam kaitannya dengan kondisi
geologis yang ada. Tanah bertekstur lempung berpasir dan dikombinasikan dengan batuan induk

bersifat andesit, basalt, atau breksi, serta dengan kemiringan yang curam, maka akan menjadikan
daerah tersebut rawan longsor.
Tanah bertekstur pasir berperan dalam meningkatkan infiltrasi tanah. Jika tanah dalam keadaan
jenuh air, massa tanah akan menjadi lebih berat. Berdasarkan tumpangsusun peta sebaran geologi
dan peta wilayah administratif yang dapat diduga menunjukkan bahwa daerah penelitian juga
terletak pada satuan endapan tanah permukaan yang mempunyai daya dukung rendah dan sangat
tidak stabil. Jika di atas endapan tanah permukaan tersebut terdapat bangunan atau penggunaan
lahan lainnya yang tidak sesuai dengan daya dukung tanahnya maka akan dapat memicu
terjadinya gerakan tanah. Gerakan tanah ini dapat berupa longsoran, retakan, dan pergeseran
tanah yang terindikasi pada dinding bangunan yang retak maupun amblesan pada lahan atau
badan jalan. Kejadian retakan maupun pergerakan yang signifikan ini mempengaruhi terjadinya
longsoran. Apalagi jika retakan-retakan hasil pergerakan tanah tersebut tidak segera ditutupi
dengan tanah kembali akan beresiko menyebabkan air masuk ke dalam tanah dan membuat tanah
cepat jenuh air sehingga massa tanah menjadi lebih berat dan memicu terjadinya longsor. Selain
itu, tanah hasil pelapukan batuan merupakan salah satu parameter yang menentukan terjadinya
longsor. Batuan dan tanah pelapukan di daerah penelitian tersusun dari breksi vulkanik, tufa
breksi, dan lava serta adanya sisipan batupasir serta lempung hitam yang bagian permukaannya
telah mengalami pelapukan berupa lempung pasiran-lempung lanauan yang cukup tebal. Jenis
tanah yang bersifat lempung, lanau, pasir, merupakan jenis tanah yang mudah meloloskan air.
Sifat tersebut menjadikan tanah bertambah berat bobotnya jika tertimpa hujan. Apabila tanah
tersebut berada di atas batuan kedap air pada kemiringan tertentu maka air yang masuk akan
tertahan dan tanah pada kemiringan tertentu akan berpotensi menggelincir menjadi longsor.
Faktor Pemicu Terjadinya Longsor
Geologi/Batuan Induk
Kondisi geologi yang perlu diperhatikan meliputi sifat fisik tanah/batuan, susunan dan
kedudukan batuan, serta struktur geologi. Struktur geologi atau batuan merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya longsor. Struktur geologi yang terdapat di lokasi kejadian
longsor umumnya merupakan jenis batuan gunung api (Qvk) berupa bongkahan andesit dan
breksi andesit dengan banyak sekali fenokris piroksen dan lava basal, dan berstruktur geologi
jenis batuan sedimen (Tmj) berupa napal dan serpih lempungan, dan sisipan batu pasir kuarsa.

Menurut Wilopo dan Agus (2005), batuan formasi andesit dan breksi merupakan faktor pemicu
terjadinya longsor karena sifatnya yang kedap air. Sehingga batuan yang bersifat andesit dan
breksi tersebut dapat dijadikan sebagai bidang gelincir untuk terjadinya longsor. Dalam keadaan
jenuh air pada musim hujan, ditambah dengan tekstur tanah lempung pasiran maka pada daerah
yang memiliki batuan induk bersifat andesit menjadi rawan longsor.
Lereng-lereng di lokasi kejadian longsor pada permukaannya juga tertutup tanah lempung
pasiran hasil pelapukan lapisan batu andesit dan breksi andesit. Adapun sifat tanah lempung
pasiran ini bersifat plastis dalam kondisi basah atau dapat mengembang. Namun, dalam kondisi
kering lapisan tanah ini menjadi pecah-pecah. Oleh karena itu, ketika musim hujan tiba, air hujan
cenderung mengalir melalui lereng-lereng curam. Namun, selama melalui lereng ini air hujan ini
tak dapat meresap lebih dalam karena terhalang oleh batuan andesit. Akibatnya, air hujan akan
terakumulasi di sekitar lereng dan akan terus mendorong lapisan tanah lempung yang ada di
atasnya hingga terjadilah peristiwa longsor.
Curah hujan merupakan salah satu pemicu terjadinya longsor. Infiltrasi air hujan ke dalam
lapisan tanah akan melemahkan material pembentuk lereng, sehingga memacu terjadinya
longsor. Curah hujan yang tinggi, intensitas dan lamanya hujan berperan dalam menentukan
longsor tidaknya suatu lereng. Faktor curah hujan yang berpengaruh terhadap bahaya longsoran
adalah besarnya curah hujan, intensitas curah hujan, dan distribusi curah hujan. Air hujan yang
menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi, selanjutnya sebagian dari air
hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang mengalir
di atas permukaan tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk menyerap air (kapasitas
infiltrasi). Oleh karena itu, untuk mencegah agar tanah tidak terdispersi, maka perlu adanya
vegetasi yang menutupi permukaan tanah, sehingga air yang turun diserap dan disimpan oleh
vegetasi tersebut. Kondisi lahan pada kawasan hutan sudah gundul, maka tenaga potensial yang
dihasilkan oleh air hujan semakin besar. Keadaan tersebut di luar batas normal dan terbilang
tinggi. Curah hujan dapat mempengaruhi kadar air di dalam tanah. Semakin tinggi curah hujan
maka kadar air dalam tanah pun tinggi, hal ini menyebabkan kuat geser lereng menurun karena
meningkatnya massa tanah akibat tanah jenuh air. Kondisi ini menyebabkan menurunnya nilai
kohesi, agregat tanah mudah lepas dan memicu terjadinya gerakan tanah dan longsor.

Umumnya kasus longsor dengan patahan akibat gerakan tanah ini berkarakteristik longsor
berupa amblesan (subsidence). Adapun terjadinya amblesan pada kejadian longsor tersebut telah
membentuk suatu gawir dengan tanah turun sedalam 0,5-4 m. Amblesan atau nendatan ini dapat
terjadi akibat adanya konsolidasi, yaitu penurunan permukaan tanah sehubungan dengan proses
pemadatan atau perubahan volume suatu lapisan tanah. Penurunan lapisan tanah ini biasa terjadi
secara alami dalam waktu yang lama (lambat). Akan tetapi, proses ini dapat berjalan lebih cepat
bila terjadi pembebanan yang melebihi faktor daya dukung tanahnya. Akibat beban di atasnya,
lapisan tanah ini akan termampatkan dan permukaan tanah di atasnya akan menurun. terjadinya
dengan karakteristik amblesan atau penurunan tanah ini selain dipicu adanya gerakan tanah juga
dikarenakan padatnya pemukiman di sekitar lokasi kejadian longsor yang membebani lereng
juga pembebanan lereng dapat pula disebabkan adanya tegakan pohon yang berbatang besar dan
tinggi dengan kerapatan tinggi yang membebani lereng.
Menurut Sutikno (2000), struktur geologi yang berpotensi mendorong terjadinya longsor adalah
kontak antarbatuan dasar dengan pelapukan batuan, adanya retakan, patahan, rekahan, sesar, dan
perlapisan batuan yang terlampau miring. Berdasarkan interpretasi Peta Geologi dapat
menggambarkan bahwa suatu daerah penelitian terletak pada wilayah patahan dan sesar (fault)
terutama pada kawasan gunung serta memiliki struktur geologi berupa antiklin dan sinklin yang
terdapat pada formasi batuan setempat. Selain itu, adanya lapisan batupasir tufaan dan batu
lempung dari formasi setempat yang kedap air menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah di
daerah penelitian, karena lapisan batuan tersebut berperan sebagai bidang lincir gerakan tanah.

Jenis Tanaman yang dapat dimanfaatkan
Miracle grass, begitulah para peneliti menamakannya. Tumbuhan yang memiliki nama latin
Vetiver zizanioides ini tumbuh secara alami di tempat-tempat berpayau di utara India,
Bangladesh, Burma (Myanmar), dan di banyak tempat di kawasan Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Selain itu, tumbuhan ini terdapat di negara-negara Amerika Selatan, seperti Argentina,
Haiti, dan Brasil.
Vetiver adalah tumbuhan spesial yang telah berevolusi sehingga mampu tumbuh walau pada
daerah yang beriklim ekstrem sekalipun, ujar Guru Besar Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian

Universitas Padjadjaran Benny Joy. Ia mengatakan tumbuhan ini sangat toleran terhadap iklim
termasuk tanah dengan ph yang asam dan juga pada tanah yang kekurangan unsur hara.Vetiver
yang merupakan tanaman dari famili Gramineae (rumput-rumputan) ini masih satu famili dengan
serai wangi (citronella) dan serai dapur (lemon grass). Vetiver memiliki berbagai nama, di
antaranya khus khus, panni, valo di India, faeg di Laos dan Thailand, dan kusu-kusu, rumput
wangi di Malaysia. Sementara di Indonesia sendiri, vetiver lebih dikenal dengan nama aga
wangi, usar, ataupun larasetu.Dikatakan sebagai miracle grass tentu bukan tanpa alasan. Rumput
ini telah lebih dari 200 tahun digunakan petani di India sebagai pagar tanaman permanen. Selain
itu, sejak 50 tahun terakhir, tumbuhan ini juga telah digunakan oleh pabrik gula sebagai
pengukur konservasi lahan di wilayah-wilayah terpencil di dunia.Hanya, selama ini rumput
tersebut lepas dari pengamatan dan terabaikan para peneliti. Namun, sejak beberapa waktu yang
lalu rumput ini menjadi perhatian semua pihak karena kemampuannya yang mengagumkan. Di
antaranya sebagai metode vegetatif konservasi alam dan air, rehabilitasi area yang rusak secara
ekologis, seperti terkena bencana alam, maupun pencemaran, tutur Benny menjelaskan Sebagai
contoh bahkan pada tahun 1996, Raja Thailand turun tangan secara langsung untuk melakukan
penanaman rumput tersebut, ungkapnya.Benny mengatakan ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi bagi tumbuhan yang masuk dalam kriteria tanaman konservasi tanah, di antaranya
memiliki daya penetrasi yang dalam-setidaknya 3 meter, dan mampu menembus berbagai
karakteristik tanah, tidak akan bersaing dengan tanaman lain yang dilindunginya, mudah
ditumbuhkan dan dirawat sekaligus disingkirkan apabila sudah tidak menginginkannya lagi.
Selain itu, tumbuhan tersebut juga mampu menjauhkan hewan pengerat dan ular ataupun hewanhewan lainnya. Dan syarat-syarat ini dapat dipenuhi oleh vetiver, ujarnya.Sampai saat ini, vetiver
telah terbukti sebagai tanaman yang efektif untuk konservasi tanah dalam mencegah terjadinya
erosi dan longsor. Selain itu vetiver pun dapat meningkatkan unsur hara tanah dan membantu
pertumbuhan tanaman lainnya. Namun di Indonesia pemanfaatan vetiver masih belum optimal
sehingga masih diperlukan sosialisasi lebih lanjut, tuturnya.Banyak manfaatSenada Benny, Ketua
Kelompok Teknologi Perlindungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) T. Sembiring
menjelaskan rumput yang sekilas tampak seperti padi ini memiliki manfaat dan fungsi yang tidak
sedikit. Mulai dari akar hingga pelepahnya dapat memberikan manfaat, ujarnya.Penggunaan
tanaman yang dikategorikan tanaman C4 --tanaman yang memanfaatkan sinar matahari secara
maksimal-- ini sebagai konservasi vegetatif pada lahan-lahan kritis ataupun lereng-lereng curam

untuk mencegah terjadinya erosi atau longsor merupakan hal bagus. Pasalnya, vetiver memiliki
kemampuan yang sangat baik dalam mengikat tanah. Dengan akar yang sangat panjang, rumput
ini memiliki kemampuan yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan dinding beton penahan
dalam mencegah terjadinya longsor atau erosi di daerah lereng. Sebab, pada dasarnya tidak
mudah untuk memprediksi terjadinya erosi hanya berdasarkan sudut kemiringan dan panjang
suatu lereng.Erosi terjadi saat lapisan tanah bergerak karena adanya air yang mengalir di antara
lapisan tanah. Sedangkan penggunaan vetiver sebagai pagar tumbuhan akan membentuk lapisan
pelindung di sepanjang lereng yang berfungsi memperlambat erosi dan menampung tanah
longsoran sehingga menghasilkan terasering alami. Dinding beton hanya menahan permukaan
tanah, sehingga apabila di dalamnya terjadi keretakan tanah yang membentuk bidang luncur,
dinding tersebut juga bisa longsor, tutur Sembiring. Namun lain halnya dengan vetiver, rumput
ini memiliki kerapatan akar yang sangat baik sehingga mampu mengikat dan memperkuat tanah
karena fungsinya menyaring dan memadatkan tanah tempat ia tumbuh.Vetiver tumbuh
membentuk rumpun besar, padat, dan bercabang-cabang ini dapat tumbuh hingga ketinggian 2
m. Sedangkan akarnya dapat tumbuh mencapai kedalaman 2-3 m sehingga kemampuan akarnya
dalam mengikat tanah sangatlah kuat. Setiap akar vetiver memiliki kemampuan yang setara
dengan 1/6 kekuatan baja dengan diameter yang sama yaitu mencapai 75 megapaskal, ungkap
Sembiring.Akar vetiver tumbuh lurus ke bawah tidak sama pada tumbuhan lainnya yang akarnya
tumbuh menyamping. Karena itulah vetiver tidak akan mengganggu atau menjadi saingan untuk
memperoleh makanan dengan tanaman lainnya. Selain itu, akar vetiver menyebar luas di dalam
tanah dengan panjang akar yang mencapai 3 m ini sangat membantu menstabilkan tanah. Dengan
akarnya yang panjang menghunjam ke dalam tanah, vetiver dapat dijadikan alternatif
pengendalian longsor yang cukup murah.Caranya adalah dengan menanamnya sebagai setrip
rumput yang ditanam secara memotong lereng atau mengikuti kontur. Jarak setripnya 15-25 cm
dengan tiap titik diisi tiga bibit (per rumpun) karena pada prosesnya vetiver akan tumbuh
membentuk satu rumpun yang besar. Disarankan vetiver ditanam secara bertingkat dan berlapis
dengan

jarak

ketinggian

sekitar

2

m

agar

akarnya

tidak

saling

bertemu,

ujar

Sembiring.Penanaman dan perawatan vetiver tidaklah sulit karena pada dasarnya tumbuhan ini
dapat tumbuh di mana saja tanpa adanya perlakuan yang khusus. Sedangkan untuk
perawatannya, vetiver tidak memerlukan suatu perawatan khusus seperti pupuk atau antihama.
Selain itu, vetiver pun tidak memerlukan penyiraman karena air hujan yang mengalir di lereng

akan ditampung di dalam akarnya. Hanya, untuk memperkuat fungsinya sebagai pelindung dan
juga untuk menjaga keindahannya, perlu dilakukan pemotongan daun secara berkala untuk
mempertebal susunan akarnya.Ada banyak alasan yang menyebabkan vetiver lebih efektif
sebagai tanaman konservasi, di antaranya pagar vetiver dapat menyaring longsoran. Selain itu,
vetiver juga mengurangi beban yang diterima tanah saat mengalami tumbukan dengan hujan.
Pada saat hujan turun, air yang jatuh akan disaring terlebih dahulu oleh daun-daun vetiver.
Dengan ketinggian maksimal 2 m, air yang diterima tanah tidak begitu keras sehingga
mengurangi kemungkinan tanah tergerus oleh air tersebut. Kalaupun ada sebagian yang tergerus,
tanah yang terbawa air itu akan terhalang oleh rumpun vetiver yang lebat dan rapat.Sementara
itu, Sembiring mengatakan selain dapat digunakan sebagai konservasi vegetatif, vetiver juga
memiliki manfaat lainnya yaitu sebagai bahan dasar industri kerajinan. Pelepah vetiver dapat
digunakan sebagai bahan pembuat kerajinan seperti kerajinan kipas dan kertas seni serta media
untuk pertumbuhan jamur. Selain itu pun, akar vetiver yang wangi juga memiliki nilai jual yang
cukup tinggi, ujarnya.Bahkan, Sembiring menambahkan vetiver pun memiliki kemampuan untuk
mengolah polutan dan pencemaran air, misalnya limbah dari pabrik, lindi atau air dari
pembuangan sampah, maupun air dari bisnis pencucian mobil yang banyak mengandung zat-zat
kimia. Namun untuk pengolahan pencemaran air ini, penanaman vetiver harus di atur sedemikian
ruspa sehingga akar-akarnya dapat menyerap zat-zat beracun tersebut.

Sumber : Ragam Informasi Ilmiah dari media online