Praktikum Teknologi Produksi Tanaman

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Intensitas Serangan dan Metode perhitungan penyakit
Menurut Purnomo (2010), intensitas serangan adalah tingkat serangan
atau tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) yang dinyatakan secara kuantitatif atau
kualitatif.
Intensitas serangan adalah besarnya serangan penyakit pada suatu area
pertanaman yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Gendroyono, 2006).
 Metode perhitungan penyakit
Menurut Karyatiningsih (1980), pengamatan intensitas penyakit
(keparahan penyakit) yang disebabkan oleh cendawan yang menyerang
tanaman dihitung menggunakan metode Townsend dan Heuberger, dengan
rumus sebagai berikut:
KP =

Σ nV
X
ZN

100%


Keterangan:
KP = keparahan penyakit
n

= jumlah tanaman dalam setiap kategori

v

= nilai numerik dari kategori serangan

Z

= kategori serangan dengan nilai numerik tertinggi

N

= jumlah seluruh tanaman yang diamati
Untuk virus dan bakteri yang menunjukkan gejala sistemik dihitung


dengan jumlah tanaman terserang dibagi dengan jumlah tanaman yang
diamati dikali dengan 100%. Rumus yang digunakan sama seperti rumus
penghitungan

kejadian

penyakit

(KP).

Pengukuran

menggunakan rumus sebagai berikut:
KP = ¿
Keterangan:
KP = kejadian penyakit
n

= jumlah tanaman terserang


n
x 100
V

KP

dihitung

N

= jumlah tanaman yang diamati
(Karyatiningsih,1980)

1.2 Defenisi musuh alami
Musuh alami yang terdapat di alam dapat digunakan dalam
mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Musuh alami tersebut terdiri
dari parasitoid, serangga predator, dan entomopatogen (Oka 1995).
Musuh alami merupakan faKtor pengendali organisme pengganggu
tanaman penting yang perlu dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan
secara maksimal dalam pengaturan populasi organisme pengganggu tanaman di

lahan (Latief, 2003)
Musuh alami adalah organisme yang berperan sebagai pengendalian
hayati yang sangat berguna, sehingga dalam jangka panjang, efektifitas
pengendaliannya dapat diandalkan (Sulayakto, 2000)
a. Predator
Predator adalah organisme yang hidupnya selalu mengganggu,
memangsa secara paksa dan makan pada organisme lain dan ukurannya
lebih besar dari yang di mangsa (Kasumbogo, 2001).
 Ciri-ciri predator
1) Serangga pemangsa untuk kelangsungan hidupnya
2) Ukuran predator lebih besar daripada ukuran mangsanya
3) Stadia aktif : larva dan dewasa
4) Memakan nectar atau tumbuh madu sebagai makanan tanaman
(Sulayakto, 2000)
 Contoh predator
1) Lady beetle (Coleoptera: Coccineldae) seperti Micraspis sp.
2) Ground beetle (Coleoptera: Carabidae) seperti Ophionea nigrofasciala
3) Belalang (Orthoptera: Tettigoniidae) seperti Metioche vittaticolis dan
Anaxipha longipennis
4) Water bug (Hemiptera: Veliidae) seperti Microvella douglasi

Atrolineata
(Tim Dosen, 2011)

b. Parasitoid
Parasitoid adalah organisme yang hidup dalam habitat inangnya,
tumbuh dan tinggal pada inangnya, sehingga ukuran tubuhnya kecil dan
siklus hidupnya pendek (Sulayakto, 2000).
Parasitoid ialah serangga yang belum tahap dewasa berkembang pada
atau di dalam tubuh inang (biasanya serangga juga). Parasitoid mempunyai
karakteristik pemangsa karena membunuh inangnya dan seperti parasit
karena hanya membutuhkan satu inang untuk tumbuh, berkembang dan
bermetafosis (Kasumbogo, 2001).
Parasitoid is organism finishing most its biography by hinging of
organism of single inang that finally kill in course of (Parasitoid adalah
organisme yang menghabiskan sebagian besar riwayat hidupnya dengan
bergantung atas organisme inang tunggal yang akhirnya membunuh dalam
prose situ) (Kalshoven,1981).
c. Entomopatogen
Entomopatogen adalah organisme heterotrof yang hidup sebagai
parasit pada serangga. Cendawan entomopatogen merupakan salah satu

jenis bioinsektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama
tanaman. Cendawan entomopatogen termasuk dalam enam kelompok
mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu
cendawan, bakteri, virus, nematoda, protozoa dan ricketsia (Lacey, 1997).
Entomopatogen merupakan salah satu golongan organisme heterotrof,
hidup sebagai saprob atau parasit, cara makanya secara absorbsi dengan
mengeluarkan enzim eksternal. Enzim yang berperan dalam mekanisme
tersebut adalah lipase, protease, dan kitinase (Cook, 1977).
Jamur entomopatogen merupakan salah satu agen hayati yang
potensial untuk mengendalikan berbagai jenis hama (Prayogo et al. 2005).
Penggunaan jamur entomopatogen ini merupakan suatu proses pemanfatan
baik yang sudah ada di ekosistem setempat maupun dengan introduksi dari
luar melalui teknik inokulasi dan inundasi (Steinhaus, 1963).

Menurut Santoso (1993), bahwa cendawan entomopatogen adalah
organisme heterotrof yang hidup sebagai parasit pada serangga. Cendawan
entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat
digunakan

untuk


mengendalikan

hama

tanaman.).

Cendawan

entomopatogen termasuk dalam enam kelompok mikroorganisme yang
dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu cendawan, bakteri, virus,
nematoda, protozoa dan ricketsia.
d. Patogen Serangga
Pathogen adalah organism yang dapat menjadi penyakit untuk hama
yang menyerang hama (Sulayakto, 2000).
 Ciri-ciri pathogen
1) Mikroorganisme sebagai parasit di dalam atau di luar tubuh serangga.
2) Yang tergolong di dalamnya yaitu cendawan, bakteri, virus, dan
nematoda parasit serangga.
(Sulayakto, 2000)

 Contoh pathogen
1) Metarhiziurn anisopliae, M. Flavoviridae yang merupakan pathogen
untuk wereng, kepik dan kumbang.
2) Beauveriae bassiana jamur putih yang menyerang wereng, kutu daun,
penggerk batang, kepik padi dan kepik hitam.
3) Hirsutella citriformis yang menyerang wereng dan kutu daun.
4) NPV yang biasanya ditemukan pada ulat tentara dan ulat pemotong.
(Tim Dosen, 2011)
e. Mikroorganisme Antagonis Penyakit
Mikroba antagonis atau agens pengendali hayati (APH) penyakit
tanaman adalah jasad renik yang diperoleh dari alam, baik berupa bakteri,
cendawan, actinomycetes maupun virus yang dapat menekan, menghambat
atau memusnahkan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Tombe 2002).
Mikroba antagonis ini dapat berupa bakteri, jamur atau cendawan,
actinomycetes atau virus. Mikroba yang bermanfaat juga termasuk mikroba
antagonis yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan aktif biopestisida
untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman. Kusnadi, dkk (2003) juga

menjelaskan bahwa hubungan mikroorganisme dengan organisme lain yang
saling menekan pertumbuhannya disebut antagonisme. Bentuk interaksi ini

merupakan hubungan asosial. Biasanya spesies yang satu menghasilkan
suatu senyawa kimia yang dapat meracuni spesies lain yang menyebabkan
pertumbuhan spesies lainnya terganggu. Senyawa kimia yang dihasilkan
dapat berupa sekret atau metabolit sekunder. Bentuk lain dari interaksi
antagonisme di alam dapat berupa kompetisi, parasitisme, amensalisme dan
predasai. Biasanya bentuk interaksi ini muncul karena ada beberapa jenis
mikroorganisme yang menempati ruang dan waktu yang sama, sehingga
mereka harus memperebutkan nutrisi untuk tetap dapat tumbuh dan
berkembangbiak. Akhirnya dari interaksi semacam ini memberikan efek
beberapa mikroorganisme tumbuh dengan optimal sementara organisme
yang lainnya tertekan pertumbuhannya.
1.3 Mekanisme Peranan Musuh Alami Dalam Menjaga Stabilitas Produksi
Tanaman
Menurut Kartohardjono (2011), musuh alami memiliki peranan dalam
pengaturan dan pengendalian populasi hama, sebagai faktor yang bekerjanya
tergantung kepada kepadatan, dalam kisaran tertentu musuh alami dapat
mempertahankan populasi hama di sekitar aras keseimbangan umum. Praktek
pengendalian hayati terdiri dari tiga macam cara yaitu : introduksi,
augmentasi, dan konservasi.
a. Introduksi

Introduksi merupakan praktek klasik dalam pengendalian biologi, dikenal
juga dengan istilah importation, karena program biocontrol yang pertama
muncul menggunakan cara ini. Dasar dari praktek pengendalian ini adalah
mengidentifikasi musuh alami yang mengatur populasi hama pada lokasi
aslinya, kemudian diintroduksikan ke dalam suatu daerah yang baru untuk
mengendalikan hama, kemudian musuh alami akan reasosiasi dengan
mangsa/inangnya. Harapan dari musuh alami yang diintroduksikan, akan
menjadi stabil di lapangan, dan secara permanent mengurangi populasi
serangga hama, sehingga berada di bawah ambang ekonomi.

b. Augmentasi
Augmentasi adalah melepaskan dalam jumlah besar musuh alami yang
telah diproduksi massal dengan tujuan untuk meningkatkan populasi
musuh alami di habitat pelepasan atau membanjiri (inundasi) populasi
hama dengan musuh alami.
c. Konservasi
Kemungkinan kebanyakan praktek yang dilakukan dalam biocontrol
adalah dengan menerapkan konservasi musuh alami. Tujuan dari program
konservasi ini adalah untuk menjaga dan mempertahankan populasi
predator dan parasitoid yang ada di lapangan.

Musuh alami merupakan bagian daripada alam dan termasuk salah satu
komponen hayati yang ikut berperan dalam kelestarian lingkungan. Oleh
karena itu kegoncangan yang terjadi pada musuh alami akan berpengaruh
pada komponen hayati lainnya yang pada akhirnya juga berpengaruh pada
kelestarian lingkungan.
Untuk itu perlu upaya-upaya khusus agar peran musuh alami dapat
optimal. Upaya-upaya tersebut dapat melalui prosedur yang disebut
manipulasi (Setiawati, 2004). Manipulasi tersebut dapat ditujukan pada
musuh alaminya sendiri atau terhadap lingkungannya, seperti:
1. Manipulasi yang ditujukan pada musuh alaminya.
Cara ini dimaksudkan guna meningkatkan efekivitasnya yang berupa
kolonisasi periodic, yaitu pelepasan musuh alami dalam populasi tinggi
setelah terlebih dahulu dilakukan perbanyakan di laboratorium atau
pengumpulan dari lapang (Augmentasi).
Kolonisasi ini dikenal ada 2 bentuk yaitu:
 Pelepasan musuh alami secara inundatif, yaitu pelepasan musuh alami
secara sekaligus dalam jumlah yang besar untuk memperoleh manfaat
pengendalian secara langsung.
 Pelepasan musuh alami secara inokulatif, yaitu pelepasan musuh alami
secara bertahap disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan atau
berdasarkan populasi OPT yang dikendalikan. Jadi keberhasilan atau

efektivitas pengendalian cara ini tergantung dari hasil keturunan musuh
alami tersebut.
Disamping itu, sifat pengendaliannya dapat berlangsung dalam waktu lama
(presistence).
2. Manipulasi Lingkungan Musuh Alami.
Perubahan agroekosistem yang berakibat rusaknya habitat musuh alami
sering menimbulkan pengaruh negatif bagi efektivitas musuh alami.
Untuk mengembalikan efektivitasnya dapat ditempuh dengan jalan
memodivikasi lingkungannya, antara lain:
 membuat struktur buatan dan memodifikasi kegiatan agroekonomi
seperti pengaturan pola tanam danvegetasi, pengaturan naungan,
pengaturan jarak tanam, sanitasi dan sebagainya;
 pemberian makanan tambahan seperti madu, gula, polen dan
sebagainya;
 pemberian makanan alternatif bagi musuh alaminya; dan
 pengurangan atau peniadaan penggunaan pestisida kimiawi.
(Setiawati, 2004)

BAB II
METODOLOGI
2.1 Metode pengamatan Intensitas Penyakit
Pengamatan penyakit pada ubi jalar dilakukan pada minggu ketiga setelah
penanaman ubi jalar. Metode yang dilakukan sebagi berikut:
Siapkan alat dan bahan

Amati jenis dan gejala penyakit tanaman contoh

Ukur dan nilai intensitas kerusakan tanaman

Dokumentasikan

Hitung intensitas penyakit menggunakan rumus

2.2 Metode Pengambilan Sampel Artropoda
Pengamatan Atrhopoda dilakukan mulai pada minggu ketiga setelah
penanaman Ubi jalar. Adapun metode yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Tentukan petak lahan yang ditanami tanaman budidaya

Amati dan cari arthropoda yang terdapat pada petak lahan
tersebut tiap minggunya

Ambil arthropoda yang ditemukan pada saat pengamatan

Dokumentasikan arthropoda yang ditemukan

Identifikasi arthropoda yang ditemukan

Catat hasil identifikasi dalam catatan

Jika tidak mengetahui masukkna arthropoda tersebut ke dalam
plastik putih dan dapat dibawa pulang dulu untuk diidentifikasi
dengan literatur

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Penyakit yang Ditemukan
N

Nama

Keterangan

Gambar

o
1.

Penyakit
Nama

Penyebab: jamur

Gambar pengamatan :

Umum :

Fusarium oxysporum,

Layu

F. batatas.

Fusarium

Gejala:

Nama



Tanaman



tampak lemas
Urat daun

Ilmiah :
Layu

menguning,

fusarium

layu, dan
akhirnya mati.

Gambar Literatur :

Ciri – Ciri :


Cendawan
fusarium dapat
bertahan
selama
beberapa tahun



dalam tanah.
Penularan
penyakit dapat
terjadi melalui
tanah, udara,
air, dan terbawa
oleh bibit.

(Holliday P, 1970)
3.2 Data Intensitas Penyakit

(Ames, 2009)



Pengamatan minggu ke-1
Kategori/skal
a kerusakan
0
1
2
3
4
Total Daun



a kerusakan
0
1
2
3
4
Total Daun

43
2
2
0
0
47

38
1
1
0
0
40

49
2
1
0
0
52

55
1
2
0
0
58

39
2
1
0
0
42

∑❑
TC 1
55
2
3
0
0
60

DaunTerserang sesuai kategori
TC 2
TC 3
TC 4
TC 5

48
4
2
1
0
55

54
3
2
1
0
60

57
5
3
1
0
65

52
3
1
2
0
58

Pengamatan minggu ke-3
Kategori/skal
a kerusakan
0
1
2
3
4
Total Daun



TC 1

DaunTerserang sesuai kategori
TC 2
TC 3
TC 4
TC 5

Pengamatan minggu ke-2
Kategori/skal



∑❑

∑❑
TC 1
90
4
2
1
2
99

DaunTerserang sesuai kategori
TC 2
TC 3
TC 4
TC 5

79
2
2
1
0
84

983
3
3
1
1
106

91
2
2
1
2
98

101
3
3
3
4
114

Pengamatan minggu ke-4
Kategori/skal
a kerusakan
0
1
2
3
4
Total Daun

∑❑
TC 1

DaunTerserang sesuai kategori
TC 2
TC 3
TC 4
TC 5

111
5
2
3
5
126

98
3
3
2
3
109

149
4
3
3
4
163

176
7
4
2
4
193

190
7
3
3
6
209

Pengamatan minggu ke-5



Kategori/skal

∑❑

TC 1
a kerusakan
0
140
1
8
2
6
3
5
4
6
Total Daun
165
TC = Tanaman Contoh

DaunTerserang sesuai kategori
TC 2
TC 3
TC 4
TC 5

117
11
8
2
5
143

162
14
9
4
7
196

3.3 Perhitungan Intensitas Penyakit Setiap Minggu
 Perhitungan Intensitas Penyakit
IP=

a
× 100
a+ b

Keterangan:
IP = Intensitas Penyakit
a = Jumlah Tanaman Sakit
b = Jumlah Tanaman Sehat
1. Pengamatan Minggu ke-1 (23 Oktober 2013)
IP =

0
x 100
0+5

= 0%
2. Pengamatan Minggu ke-2 (30 Oktober 2013)
IP =

1
x 100
1+ 4

= 20%
3. Pengamatan Minggu ke-3 (6 November 2013)
IP =

1
x 100
1+ 4

= 20%
4. Pengamatan Minggu ke-4 (13 November 2013)
IP =

2
x 100
2+3

= 40%

205
14
8
7
3
237

220
9
10
4
8
251

5. Pengamatan Minggu ke-5 (20 November 2013)
2
x 100
2+3

IP =

= 40%
 Intensitas Serangan
1. IP Pengamatan Minggu ke-1
- TC 1 =

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 43 ×0 )+ ( 2× 1 )+ ( 2× 2 )+ ( 0× 3 ) + ( 0 × 4 ) }
×100
(4 × 47)

=

6
×100
188

- TC 2 =

= 3,19%

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 38× 0 ) + ( 1 ×1 ) + ( 1× 2 ) + ( 0 ×3 ) + ( 0 × 4 ) }
× 100
4 × 40

=

3
×100
160

- TC 3 =

= 1,87 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 49 ×0 )+ ( 2× 1 )+ (1 ×2 ) + ( 0 × 3 ) +(0× 4) }
×100
4 ×52

=

4
×100
208

- TC 4 =

= 1,92 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 55× 0 ) + ( 1 ×1 ) + ( 2 ×2 ) + ( 1× 3 ) +(0× 4)}
×100
4 ×58

=

8
×100
232

- TC 5 =
=

= 3,44

∑ (n × v) ×100
Z×N

{ ( 39× 0 ) + ( 2 ×1 ) + ( 1 ×2 ) + ( 0 ×3 )+(0 × 4)}
× 100
4 × 42

=

4
×100
168

= 2,38 %

2. IP Pengamatan Minggu ke-2
- TC 1 =

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 55× 0 ) + ( 2 ×1 ) + ( 3 ×2 ) + ( 0 ×3 )+(0 × 4) }
×100
4 × 60

=

8
×100
240

- TC 2 =

= 3,33%

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 48 ×0 )+ ( 4 × 1 )+ ( 2× 2 )+ (1 ×3 )+(0 × 4) }
×100
4 ×55

=

11
×100
220

- TC 3 =

=5%

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 54 ×0 )+ ( 3× 1 )+ ( 2× 2 )+ (1 ×3 )+(0 × 4) }
×100
4 × 60

=

10
×100
240

- TC 4 =

= 4,16 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 57 ×0 ) + ( 5 ×1 ) + ( 3 × 2 )+ (1 ×3 )+(0 × 4) }
× 100
4 × 65

=

14
×100
260

- TC 5 =

= 5,38 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 52× 0 ) + ( 3 ×1 ) + ( 1× 2 ) + ( 2× 3 ) +(0× 4 )
×100
4 ×58

=

11
×100
232

= 4,74 %

3. IP Pengamatan Minggu ke-3

- TC 1 =
=
=
- TC 2 =

∑ (n × v) ×100
Z×N

{ ( 90 ×0 ) + ( 4 ×1 ) + ( 2 ×2 ) + ( 1 ×3 ) +(2× 4)}
4 × 99
19
×100
396

×100

= 4,79 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 79× 0 ) + ( 2 ×1 ) + ( 2 ×2 ) + ( 1× 3 ) +(0× 4 )}
×100
4 ×84

=

9
×100
336

- TC 3 =

= 2,67 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 98 ×0 )+ (3 × 1 )+ (3 × 2 )+ ( 1× 3 )+(1 × 4)
×100
4 ×106

=

16
×100
424

- TC 4 =

= 3,77 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 91× 0 ) + ( 2 ×1 ) + ( 2 ×2 ) + ( 1 ×3 ) +(2× 4)}
×100
4 × 98

=

17
×100
392

- TC 5 =

= 4,33 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 101× 0 ) + ( 3 ×1 ) + ( 3 ×2 ) + ( 3 ×3 )+(4 ×4 )}
×100
4 ×114

=

34
× 100
456

= 7,45 %

4. IP Pengamatan Minggu ke-4
- TC 1 =
=

∑ (n × v) ×100
Z×N

{ ( 111× 0 )+ ( 5× 1 ) + ( 2× 2 )+ ( 3× 3 ) +(5 × 4)}
×100
4 × 126

=
- TC 2 =

38
×100
504

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 98 ×0 )+ (3 × 1 )+ (3 × 2 )+ ( 2× 3 ) +(3 × 4) }
×100
4 × 109

=

27
× 100
436

- TC 3 =

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 149× 0 ) + ( 4 ×1 ) + ( 3 ×2 ) + ( 3 ×3 )+(4 ×4 )}
×100
4 × 163

=

35
×100
652

- TC 4 =

= 5,36 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 190× 0 ) + ( 7 ×1 ) + ( 3 × 2 )+ (3 × 3 ) + ( 6 × 4 ) }
×100
4 ×209

=

37
× 100
772

- TC 5 =
=
=

= 4,79 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

{ ( 190× 0 ) + ( 7 ×1 ) + ( 3 × 2 )+ (3 × 3 ) + ( 6 × 4 ) }
×100
4 ×209
46
×100
836

= 5,50 %

5. IP Pengamatan Minggu ke-5
- TC 1 =

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 180× 0 ) + ( 8 ×1 ) + ( 6 × 2 )+ ( 5× 3 ) +(6× 4 )}
×100
4 ×165

=

59
×100
660

- TC 2 =

= 8,93 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 117 × 0 )+ ( 11 ×1 ) + ( 8 ×2 ) + ( 2 ×3 ) +(5 ×4 )}
×100
4 ×143

=

53
× 100
572

- TC 3 =

= 9,26 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 162× 0 ) + ( 14 ×1 ) + ( 9 × 2 )+ ( 4 × 3 ) + ( 7 ×4 ) }
×100
4 × 196

=

72
×100
784

- TC 4 =

= 9,18 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 205× 0 ) + ( 14 × 1 )+ ( 8× 2 ) + ( 7 ×3 ) +(3 ×4 )}
×100
4 ×237

=

63
×100
948

- TC 5 =

= 6,64 %

∑ (n × v) ×100
Z×N

=

{ ( 220× 0 ) + ( 9 × 1 )+ (10 × 2 )+ ( 4 × 3 )+(8 × 4) }
×100
4 × 251

=

65
×100
1004

= 6,47

 Perhitungan Intensitas Penyakit Setiap Minggu
Minggu ke -1
I=

∑ (5 × 2 ) x 100
( 4 ×5)

= 50%

Minggu ke -2
I=

∑ (1 ×2 )+(3 × 4) x 100

= 70%

I=

∑ (1 ×3 )+( 4 × 4) x 100

= 95%

(4 ×5)

Minggu ke -3

Minggu ke -4

(4 ×5)

I=

∑ (4 ×5) x 100

= 100%

I=

∑ (4 ×5) x 100

= 100%

( 4 ×5)

Minggu ke -5
( 4 ×5)

3.4 Grafik Persentase Penyakit
3.4.1 Kerusakan Tiap Tanaman Sampel

Intensitas Kerusakan Tanaman Contoh 1
10.00%
9.00%

8.93%

8.00%

7.53%

7.00%
6.00%

Intensitas

5.00%

4.79%

4.00%
3.00% 3.19%

3.33%

2.00%
1.00%
0.00%
Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

Intensitas Kerusakan Tanaman Contoh 2
10.00%
9%

9.00%
8.00%
7.00%
6%

6.00%
5.00%

Intensitas

5%

4.00%
3.00%

3%

2.00% 2%
1.00%
0.00%
Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

Intensitas Kerusakan Tanaman Contoh 3
10.00%
9.18%

9.00%
8.00%
7.00%
6.00%
5.00%
4.00%

Intensitas

5.36%
4.16%

3.77%

3.00%
2.00% 1.92%
1.00%
0.00%
Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

Intensitas Kerusakan Tanaman Contoh 4
7.00%

6.64%

6.00%
5.38%

5.00%

4.79%
4.33%

4.00%
3.00%

Intensitas

3.44%

2.00%
1.00%
0.00%
Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

Intensitas Kerusakan Tanaman Contoh 5
8.00%

7.45%

7.00%

6.47%

6.00%

5.50%

5.00%

4.74%

Intensitas

4.00%
3.00%
2.00%

2.38%

1.00%
0.00%
Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

3.4.2

Kerusakan Pada Total Tanaman Selama Pengamatan

Intensitas Kerusakan Total Tanaman
120%
100%

95%

100%

100%

80%
70%

Intensitas

60%
50%
40%
20%
0%
Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Minggu 5

3.5 Pembahasan Intensintas Penyakit
Intensitas kerusakan akibat penyakit layu fusarium akibat jamur
Fusarium oxysporum f. Batatas pada ubi jalar cukup rendah dari pengamatan
minggu ke-1 sampai pengamatan minggu ke-4. Untuk persentase kerusakan
tanaman contoh 1 pada minggu ke-1 3,19 %, pada minggu ke-2 sebesar 3,33
%, dan pada minggu ke-3 4,79% dan pada minggu terakhir (minggu ke-4)
sebesar 7,53%. Di lihat dari persentasenya, penyakit yang menyerang
tanaman contoh 1 ini mengalami peningkatan yang selalu meningkat dari tiap
minggunya dengan selisih (margin) yang kecil dibandingkan dengan tanaman
contoh lainnya yang tidak selalu meningkat, terkadang juga menurun.
Sehingga pada tanaman contoh 1, penyakit layu fusarium ini meningkat
intensitasnya tiap minggunya.
Sedangkan untuk persentase total tanaman contoh, pada pegamatan
minggu ke-1 50 %, pada minggu ke-2 70 %, dan pada minggu ke-3 95 % dan
minggu ke-4 100%. Di lihat dari persentasenya, penyakit yang menyerang
total tanaman contoh mengalami peningkatan setiap minggunya dengan
jumlah peningkatan sebesar 5 % - 20 %. Penyakit layu fusarium cukup
lamban dalam mengalami perkembangan. Menurut Walker (1975) ,

perkembangan penyakit Fusarium sp. Terutama dipengaruhi oleh suhu tanah
yang tinggi dan pH tanah yang rendah. Suhu tanah mempunyai peranan yang
sangat penting, sebab cendawan tersebut sangat peka terhadap perubahan
suhu. Sedangkan yang dialami di lapang saat praktikum, cuaca yang dialami
tidak menentu. Terkadang hujan dan panas terik yang menyengat. Sehingga
perubahan cuaca yang signifikan setiap harinya dapat dijadikan alasan bagi
lambannya perkembangan layu fusarium karena perubahan suhu yang
signifikan yang terjadi setiap harinya di kebun percobaan Kepuharjo.
Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2006)
menyatakan bahwa, gejala penyakit ini berupa tanaman yang tampak lemas.
Selain tanaman yang tampak lemas, urat dan permukaan daun perlahan akan
menyeluruh menguning dan juga layu. Bakteri ini menyerang dengan
intensitas tinggi bilamana suhu tanah yang tinggi dan pH tanah yang rendah
(4 -7). Bila serangan sudah parah, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian
tanaman.
Pengendalian yang dapat dilakukan dalam mempertahankan produksi
tanaman ubi jalar menurut Rukmana (1997) diantaranya (1) penggunaan bibit
yang sehat (bebas penyakit); (2) pergiliran/ rotasi tanaman yang serasi di
suatu daerah dengan tanaman yang bukan dalam famili; (3) penanaman jenis
atau varietas ubi jalar yang tahan terhadap penyakit Fusarium sp.

3.6 Identifikasi Arthropoda yang ditemukan
N

Nama

Ciri Morfologi

o
1

Arthropoda
Belalang

Klasifikasi

hijau

Ordo

Gambar Serangga
(pengamatan dan literatur)
Gambar pengamatan :

: Orthoptera

Latreille
Family : Acrididae
Genus : Oxya Serville
Species : Oxya chinensis
Ciri berdasarkan
Gambar literatur :

pengamatan:
- Sayap depan
panjang

lebih

dari

sayap

belakang
- Lapisan sayap belakang
lebih tebal (tecmina)
Status Serangga :

(Anonymous a, 2013)

Hama
(Boror, 1979)
2

Kumbang

Klasifikasi

kubah spot M. Ordo

Gambar pengamatan :

: Coleoptera

Famili : Minochilas
Genus

: Menochilus

sexmaculatus
Spesies : Menochilus

Gambar literatur :

sexmaculatus
Ciri berdasarkan
pengamatan:
- Sayap depan

(elitra)

b
lebih tebal dari sayap (Anonymous , 2013)

belakang
Status Serangga :
Predator

Mangsa/inang utama :
Aphid sp., kutu daun,
kebul
3

(Mudjiono, G. 1993)
Belalang kayu Klasifikasi
Gambar pengamatan :
Ordo : Orthoptera
Family : Acridoidea
Genus : Valanga
Spesies : Valanga
nigricornis
Ciri berdasarkan

Gambar literatur :

pengamatan:
- Memiliki dua pasang
sayap, sayap depan dan
-

4

belakang
Tipe mulut menggigit
Kaki paling belakang

(Anonymous c, 2013)

Semut

(kaki ketiga membesar)
Status Serangga :
Hama
(Mudjiono, G. 1996.)
Klasifikasi
Gambar pengamatan

Rangrang

Ordo : Hymonptera
Famili : Fermicidae
Genus : Soleonopsis
Spesies : Soleonopsis sp
Ciri berdasarkan
pengamatan:

Gambar literatur

- Mengalami
metamorfosis
sempurna
- Tipe mulut menggigit.
Status serangga:
Musuh alami
Mangsa utama: aphid sp,
lalat buah

(Anonymous d, 2013)

(Oka, IN. 1995)

5

Laba-laba

KlasifikasiOrdo

: Gambar pengamatan :

Araida
Famili

: Lycosidae

Genus

: Lycora

Spesies

: Lycora sp
Gambar literatur :

Ciri berdasarkan
pengamatan:
- Dua segmen

tubuh,

empat
kaki,tidak

pasang
memiliki

mulut pengunyah.

(Anonymous e, 2013)

Status Serangga :
Predator
Mangsa/inang utama :
Aphid sp, kutu daun
(Mudjiono, G. 1996.)
3.7 Pembahasan Arthropoda (peranan masing-masing dalam Agrosistem,
mekanisme dalam menjalankan peran, dampak kehadiran atau
kematian)

1. Belalang hijau
Hama ini merupakan salah satu faktor penghambat dalam program
peningkatan produksi tanaman salah satunya tanaman ubi jalar. Pada
pengamatan yang kami lakukan, kami menemukan kerusakan dan kerugian
yang ditimbulkan olah hama belalang hijau sangat bervariasi diikuti
dengan peningkatan populasi yang tinggi. Belalang ini mempunyai sifat
cenderung untuk membentuk kelompok yang besar dan suka berpindahpindah (berimigrasi), sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebar
pada areal yang luas. Kelompok yang berimigrasi dapat memakan
tumbuhan yang dilewatinya selama dalam perjalanan.
Cara-cara pengendalian yang dapat diterapkan antara lain :
- Kultur Teknis: Dengan mengatur pola tanam dan menanam tanaman
alternatif yang tidak disukai oleh belalang seperti tanaman kacang tanah
dan ubi jalar, melakukan pengolahan tanah pada lahan yang diteluri
sehingga telur tertimbun dan yang terlihat diambil.
- Gropyokan/Mekanik/Fisik: Kelompok tani secara aktif mencari
kelompok belalang di lapangan, dengan menggunakan kayu, ranting,
sapu dan jaring perangkap.
- Kimiawi: Pengendalian yang dapat dilakukan pada Stadium Nimfa
kecil

karena

belum

merusak.

Pengendalain

terhadap

imago

dilaksanakan pada malam hari, mulai dari belalang hinggap senja hari
sampai sebelum terbang waktu pagi hari. Pengendalian sebaiknya
secara langsung terhadap individu/kelompok yang ditemui di lahan.
- Biologis: Dengan menggunakan cendawan, dengan cara penyebaran
pada tempat-tempat bertelur belalang hijau atau dengan penyemprotan
dengan terlebih dahulu membuat suspensi (larutan cendawan).
- Pengendalian dengan Ekstrak Tuba (Deris. Sp): Ekstrak Nimba
(azadiracht indica) dilakukan penyemproptan pada tanaman untuk
meninggalkan “Efek Residu” pestisida pada Tanaman.
Pestisida nabati (Ekstrak Tuba dan Nimba) merupakan salah satu
komponen yang memiliki prospek yang baik untuk digunakan dalam
pengendalian belalang kembara dan juga OPT lainnya, khususnya

tumbuhan tuba yang tersedia dilingkungan petani. Ekstrak bisa dibuat
secara sederhana dan langsung di aplikasikan oleh petani sehingga bisa
dianggap murah (Hasan, 1984).
2. Kumbang kubah spot M.
Kumbang kubah spot M. dipergunakan sebagai musuh alami.
Pemilik rumah kaca memakai kumbang untuk mengendalikan kutu daun
dan kutu kebul di tanamannya. Siklus hidup kumbang ini biasanya
meletakkan telur ditanaman di mana ada kutu daun. Kelompok 50 butir
telur atau lebih diletakkan tidak beraturan, pada daun atau ranting. Larva
setiap jenis berwarna berbeda, tapi mirip dengan dewasa. Kumbang hitam
berbintik merah mempunyai larva abu-abu tua dengan tanda merah. Larva
rakus. Ratusan kutu daun dimakan tiap hari. Kepompong menyerupai
kumbang dewasa yang terletak pada tanaman. Kumbang dewasa mudah
diketahui: bulat dan mengkilat seperti helm kecil (Hasan, 1984).
3. Belalang kayu
Belalang adalah seranggaherbivora dari subordo Caelifera dalam
ordoOrthoptera.Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih
pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang
ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan
menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen
(disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur
belakangnya

umumnya

panjang

dan

kuat

yang

cocok

untuk

melompat.Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang
tidak dapat dipergunakan untuk terbang.Belalang betina umumnya
berukuran lebih besar dari belalang jantann(Hasan, 1984).
4. Semut rangrang
Semut rangrang Smith merupakan spesies semut kami temukan
pada beberapa kali pengamatan yang kami lakukan. Semut jenis ini cukup
banyak ditemukan pada daerah perakaran tanaman ubi jalar.
Sarang semut rangrang biasanya berada di atas permukaan tanah
(tumpukan seresah daun kering) dan juga tempat lain yang kering dan
gelap serta tidak jauh dari sumber makanan (Kalshoven, 1981).

Semut rangrang memegang banyak peranan di alam, baik yang
bermanfaat maupun yang merugikan, tergantung pada kondisi lingkungan
tempat hidupnya. Menurut Kalshoven (1981), semut sangat bermanfaat
dalam agrosistem, antara lain:
a) Sarang semut di tanah membuat udara dapat masuk ke dalam tanah
b) Beberapa jenis semut memakan serangga pengganggu (hama)
c) Semut pemakan tanaman membantu lingkungan dengan memakan
tanaman yang mengganggu
d) Semut menyuburkan tanah ketika memproses makanannya
e) Semut dapat berperan sebagai dekomposer
f) Semut membantu menyebarkan biji-bijian
(Hasan, 1984)
5. Laba-laba
Semua laba- laba hidup sebagai pemangsa terutama memangsa
serangga sehingga berperan dalam mengendalikan populasi serangga.
Laba laba adalah agen pengendali hayati yang sangat potensial untuk
berbagai spesies serangga hama karena laba bersifat polifag. Laba- laba
bahkan mampu menekan populasi serangga yang menyerang serangga
yang lebih besar (Kalshoven, 1981).

KESIMPULAN
Didalan suatu ekosistem terjadi hubungan timbal balik baik antarspesies.
Prinsip pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara
biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya ( agen pengendali
biologi ) seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati memiliki
keuntungan dan kelemahan. Dilihat dari fungsinya musuh alami dapat
dikelompokkan menjadi, Parasitoid, Predator dan Patogen.
Dari uraian diatas dapat digambarkan bahwa aspek hayati khususnya
organisme musuh alami sangat penting dan besar peranannya dalam membantu
usaha budidaya tanaman pertanian. Untuk itu perlu pemahaman dan pengetahuan
yang mendasar bagi kita terhadap musuh alami tersebut dan hubungannya di
dalam ekosistem agar potensinya dapat dioptimalkan sekaligus keberadaannya
dilestarikan sehingga tidak bertentangan dengan kodratnya untuk tetap hidup
sebagai mahluk Tuhan dimuka bumi ini.