MAKALAH BAHASA INDONESIA PERKEMBANGAN BA
MAKALAH BAHASA INDONESIA
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Di Susun Oleh:
YOLLANDA WULANDARI
3332160052
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON – BANTEN
2016
Jl. Jendral Sudirman Km. 3 Cilegon 42435
Telp. 0254-395502 Fax(0254) 395440, 376712. Website:www.ft-untirta.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuha Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini
yang tepat pada waktunya yang bejudul “Pengembangan Bahasa Indonesia”.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Cilegon, September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
2
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Perumusan Masalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah
2.2
Bahasa Indonesia
2.3
Peristiwa-peristiwa penting
2.4
Penyempurnaan ejaan
2.5
Daftar kata serapa dalam Bahasa Indonesia
2.6
Persebaran Geografis
2.7
Kedudukan Resmi
2.8
Fonologi
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa
resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.Bahasa
Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai
berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai
bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari
banyak ragam bahasa Melayu.Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu
Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam
perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai
bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses
pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali
sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk
menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu
tetap digunakan.Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia
saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun
Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia,
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya.
Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa
yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.Penutur Bahasa Indonesia kerap
kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau
mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya.
Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruanperguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi,
dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa
bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.Dasardasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam
kurun waktu beberapa minggu.
1
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia
2. Untuk mengetahui perkembangan bahasa Indonesia
1.3 Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
Bagaimana sejarah dan perubahan dari pengembangan bahasa Indonesia dari
zaman dahulu hingga zaman sekarang ?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah
Masa lalu sebagai bahasa Melayu
Buku Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI)
3
Buku Sari Kata Bahasa indonesia
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari
cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca
di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara
Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai
tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan
Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi
wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang
bertempat di Batang Hari, Jambi, di mana diketahui bahasa Melayu yang
digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa
dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.
Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan
Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau
Sumatera, jadi secara geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan
tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam
perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang
lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di
pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti
disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan
Sriwijaya dan masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan
masyarakat pendukungnya yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam
masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu (suku Melayu Minangkabau)
yang merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh
4
luas hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas,
tampak dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.
Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o"
seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu.
Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya
Semenanjung Medini.
Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (=
Hujung Medini) dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaankerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah
Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka (= Semenanjung Malaysia) yang
akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah
bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang
berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e".
Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga
penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa
Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga
pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau
Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu
kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan
Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.
Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu
tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam
perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna,
sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan
Nusantara.
Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi
nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun
Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero
Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun masa yang panjang sampai
dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai
etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim)
yang sebenarnya di dalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa
unsur etnis.
M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan
menjelaskan sebagai berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat
dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap
mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing,
5
Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa
Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu
(sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna
yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu
menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa
Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan
penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumendokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawadan Pulau Luzon.Kata-kata seperti
samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga
abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu
Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh
Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa
Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar
Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh
Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang
di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari
Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu.
Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata
pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran
agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti
masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti
anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode
ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris
meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa
Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa
dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan
jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang
administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan
teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas,
knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur
bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah
penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk
biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau,
tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
6
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada
abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai
bahasa yang paling penting di "dunia timur".[12] Luasnya penggunaan bahasa
Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan
menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur
dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi
proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara,
misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang
dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula
bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai
sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu
(sejak akhir abad ke-19).[13] Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan
bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari
istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa
untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah
bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada
masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan
jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok
bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang
kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas
pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai
lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.
Kata-kata pinjaman
2.2 Bahasa Indonesia
Pemerintah kolonial Hindia Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat
dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena
penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan
menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitabkitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi
bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung
dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini
terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah
dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
7
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu
mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda)
mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah
Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi
ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat
Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan
Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de
Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga
ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan
D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk
perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik
pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah
terbentuk sekitar 700 perpustakaan.[14] Bahasa Indonesia secara resmi diakui
sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan
Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam
pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia
dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi
bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu,
bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau
bahasa persatuan."[15]
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak
dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis,
Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus,
dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah
perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
2.3 Peristiwa-peristiwa penting
Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit bukubuku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman
Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai
Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti
Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam,
penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
8
Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia
dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad,
seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.[17]
Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan
agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan
dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisyahbana.
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia.
Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di
Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945,
yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara.
Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai
pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad
bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa
Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan
sebagai bahasa negara.
Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan
pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku
di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
9
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun
1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
dapat tercapai semaksimal mungkin.
Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh
ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,
Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa
dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia,
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan
agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya
Undang-Undang Bahasa Indonesia.
Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia
VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya
Badan Pertimbangan Bahasa.
2.4 Penyempurnaan ejaan
10
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan
sebagai berikut:
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib
Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa
yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui
pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1.
Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya
harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai.
Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4.
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan
kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan
sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan
ini yaitu:
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak,
rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mendampinginya.
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
11
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik
selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Sebuah contoh buku EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh
Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No.
57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa
Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia Malaysia
Sejak 1972
(pra-1972) (pra-1972)
Tj
ch
C
Dj
j
J
Ch
kh
Kh
Nj
ny
Ny
Sj
sh
Sy
J
y
Y
oe*
u
U
12
Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".
2.5 Daftar kata serapan dalam bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa
ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain.
Asal bahasa Jumlah kata
Belanda
3.280 kata
Inggris
1.610 kata
Arab
1.495 kata
Sanskerta
677 kata
Tionghoa
290 kata
Portugis
131 kata
Tamil
83 kata
Parsi
63 kata
Hindi
7 kata
Sumber: Buku berjudul "Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia" (1996)
yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang
bernama Pusat Bahasa).
Adapun jumlah kata-kata yang diserap dari bahasa Nusantara dalam KBBI Edisi
Keempat ditunjukkan di dalam daftar berikut:[18]
Asal bahasa Jumlah kata
Jawa
1109 kata
Minangkabau 929 kata
Sunda
223 kata
Madura
221 kata
Bali
153 kata
Aceh
112 kata
Banjar
100 kata
Penggolongan
Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok
dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari
13
bahasa Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan
pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra
2.6 Persebaran geografis
Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak
digunakan di area perkotaan (seperti di Jabodetabek dengan dialek Betawi serta
logat Betawi).
Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip
dialek dan logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk
berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang
digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.
2.7 Kedudukan resmi
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang
tercantum dalam:
1.
Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
1. Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
2.
Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
2.8 Fonologi
Bahasa Indonesia mempunyai 24 fonem (atau 28 fonem jika /f, z, S, x/ sudah
dianggap bahasa Indonesia).
14
Vokal
Depan Madya Belakang
Tertutup
iː
uː
Tengah
e
ə
O
Hampir Terbuka (ɛ)
(ɔ)
Terbuka
a
Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam
suku kata tertutup seperti air kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong.
Selain itu, bahasa Indonesia juga mempunyai bentuk semivokal [y] dan [w].
Konsonan
Langit2 Langit2 Celah
Bibir Gigi
keras lunak suara
Sengau m
n
ɲ
ŋ
Letup p b t d c ɟ
kg
ʔ
Desis (f) s (z) (ç)
(x)
H
Getar/Sisi
lr
Hampiran w
J
Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu awalnya tidak mengenal
adanya gugus konsonan, tetapi karena pengaruh dari bahasa asing dan daerah ke
dalam bahasa Indonesia ditemukan cukup banyak gugus konsonan. Gugus
konsonan dalam bahasa Indonesia adalah /pl/, /bl/, /kl/, /fl/, /sl/, /pr/, /br/,
/tr/, /dr/, /kr/, /gr/, /fr/, /sr/, /ps/, /sw/, /sp/, /sk/, /st/, /str/, /spr/, /skr/, dan /skl/.
Vokal di dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan di dalam
tanda kurung adalah fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata
serapan.
15
/k/, /p/, dan /t/ tidak diaspirasikan
/t/ dan /d/ adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di
dalam bahasa Inggris.
/k/ pada akhir suku kata menjadi konsonan letup celah suara
Penekanan ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar.
Namun apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah
ke suku kata terakhir.
Sistem Penulisan
Huruf besar Huruf kecil IPA
A
A
/ɑː/
B
B
/b/
C
C
/tʃ/
D
D
/d/
/e, ɛ,
E
E
ə/
F
F
/f/
G
G
/ɡ/
H
H
/h/
I
I
/i/
J
J
/dʒ/
K
K
/k/
L
L
/l/
M
M
/m/
Huruf besar Huruf kecil IPA
N
n
/n/
O
o
/ɔ, o/
P
p
/p/
Q
q
/q/
R
r
/r/
S
T
U
V
W
X
Y
Z
s
t
u
v
w
x
y
z
/s/
/t/
/u/
/v, ʋ/
/w/
/ks/
/j/
/z/
Tata bahasa
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak
menggunakan kata bergender. Sebagai contoh kata ganti seperti "dia" tidak
secara spesifik menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau
perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar"
sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat
harus ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai contohnya.
Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya "putri" dan "putra".
Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain. Pada kasus di atas, kedua
kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno.
16
Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah
reduplikasi (perulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam
konteks. Sebagai contoh "seribu orang" dipakai, bukan "seribu orang-orang".
Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada
kata benda.
Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu
"kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak
termasuk sang lawan bicara, sedangkan "kita" adalah kata ganti inklusif yang
berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya.
Susunan kata dasar yaitu Subjek - Predikat - Objek (SPO), walaupun susunan
kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang
atau jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala
(tense). Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu
(seperti, "kemarin" atau "esok"), atau petunjuk lain seperti "sudah" atau
"belum".
Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai
kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan
cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.
Awalan, akhiran, dan sisipan
Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik
yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa
asing.
Awalan
Fungsi (pembentuk)
berVerba
terverba; adjektiva
meng-
verba (aktif)
di-
per-
verba (pasif)
nomina; numeralia; verba
(percakapan)
verba; nomina
peng-
Nomina
ke-
Perubahan bentuk
be-; belte-; telme-; men-; mem-;
meny-
Kaitan
perkedi-; pe-; ku-;
kau;
mengter-
pe-; pelpe-; pen-; pem-;
peny17
bermeng-
se-
klitika; adverbia
ku-, kau- verba (aktif)
me-
Dialek dan ragam bahasa
Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian
menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian
yang disebut sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:
1.
Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah
tertentu sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah
dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal
dari eka bahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek
Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.
2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat
tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya
dialek wanita dan dialek remaja.
3.
Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu
tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu
zaman Abdullah.
4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua
berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi
dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak. Maka itu, ia
dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan
antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
1.
ragam undang-undang
18
2.
ragam jurnalistik
3.
ragam ilmiah
4.
ragam sastra
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
1. ragam lisan, terdiri dari:
1. ragam percakapan
2.
ragam pidato
3. ragam kuliah
4. ragam panggung
2. ragam tulis, terdiri dari:
1. ragam teknis
2. ragam undang-undang
3. ragam catatan
4. ragam surat-menyurat
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala
keperluan, tetapi hanya untuk:
1. komunikasi resmi
2. wacana teknis
3. pembicaraan di depan khalayak ramai
4. pembicaraan dengan orang yang dihormati
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.
BAB III
KESIMPULAN
19
Dari penjelasan di atas,dapat disimpulkan bahwa pengembangan bahasa
Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang
disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai
ragam bahasa. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan
bangsa" . Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas
usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.
Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa
Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa
persatuan.
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak
dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul
Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam
Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan
menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
20
Pasal 36 Undang-Undang Dasar RI 1945
Butir ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928
Kridalaksana H. 1991. Pendekatan tentang Pendekatan Historis dalam Kajian
Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Dalam Kridalaksana H. (penyunting).
Masa Lampau bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I 1939 di Solo: "jang
dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen
pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe' akan tetapi jang soedah ditambah,
dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe,
hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat diseloeroeh Indonesia itoe
haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam
kebangsaan Indonesia", dikutip di Pendahuluan KBBI cetakan ketiga.
Asmadi T.D. Arti Tanggal 2 Mei bagi Bahasa Indonesia. Laman Lembaga Pers
Dr. Sutomo. Edisi 08 Februari 2010. diakses 5 Maret 2010.
Depdiknas Terbitkan Peta Bahasa Blog BahasaKita 4 Maret 2009, mirror dari
berita AntaraOnline edisi 22 Oktober 2008.
Why Indonesian is important to learn. Situs web pengajaran bahasa Indonesia di
Universitas Negeri Ohio.
Farber, Barry. J. How to learn any language quickly, enjoyably and on your
own. Citadel Press. 1991.
Eliot, J., Bickersteth, J. Sumatra Handbook. Footprint. 2000.
Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun
abad ke-9) dan di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan
adanya penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa
Keping Tembaga Laguna (900 M) yang ditemukan di dekat Manila, Pulau
Luzon, berbahasa Melayu Kuna, menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan
Sriwijaya.
a b
Best of The Best (Crème de la Crème)
21
Hal ini tidak mengherankan karena banyak dari pengusaha penerbitan di kala itu
berasal dari etnis Tionghoa.
Balai Pustaka, Berbenah Setelah Satu Abad. Kompas daring, 25 November
2009.
Majalah Tempo Interaktif
Teeuw, A (1986). Modern Indonesian Literature I. Foris Publication.
Etek, Azizah (2008). Kelah Sang Demang, Jahja Datoek Kajo, Pidato Otokritik
di Volksraad 1927 - 1939. LKiS.
Kontribusi Kosakata Bahasa Daerah dalam Bahasa Indonesia artikel oleh Adi
Budiwidiyanto di situs Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Diakses 3 November 2012
22
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Di Susun Oleh:
YOLLANDA WULANDARI
3332160052
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON – BANTEN
2016
Jl. Jendral Sudirman Km. 3 Cilegon 42435
Telp. 0254-395502 Fax(0254) 395440, 376712. Website:www.ft-untirta.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuha Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini
yang tepat pada waktunya yang bejudul “Pengembangan Bahasa Indonesia”.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Cilegon, September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
2
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Perumusan Masalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah
2.2
Bahasa Indonesia
2.3
Peristiwa-peristiwa penting
2.4
Penyempurnaan ejaan
2.5
Daftar kata serapa dalam Bahasa Indonesia
2.6
Persebaran Geografis
2.7
Kedudukan Resmi
2.8
Fonologi
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa
resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia.Bahasa
Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai
berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai
bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari
banyak ragam bahasa Melayu.Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu
Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam
perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai
bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses
pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali
sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk
menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu
tetap digunakan.Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia
saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun
Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia,
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya.
Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa
yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.Penutur Bahasa Indonesia kerap
kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau
mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya.
Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruanperguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi,
dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa
bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.Dasardasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam
kurun waktu beberapa minggu.
1
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia
2. Untuk mengetahui perkembangan bahasa Indonesia
1.3 Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
Bagaimana sejarah dan perubahan dari pengembangan bahasa Indonesia dari
zaman dahulu hingga zaman sekarang ?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah
Masa lalu sebagai bahasa Melayu
Buku Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI)
3
Buku Sari Kata Bahasa indonesia
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari
cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca
di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara
Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai
tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan
Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi
wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang
bertempat di Batang Hari, Jambi, di mana diketahui bahasa Melayu yang
digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa
dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.
Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan
Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau
Sumatera, jadi secara geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan
tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam
perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang
lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di
pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti
disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan
Sriwijaya dan masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan
masyarakat pendukungnya yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam
masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu (suku Melayu Minangkabau)
yang merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh
4
luas hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas,
tampak dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.
Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o"
seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu.
Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya
Semenanjung Medini.
Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (=
Hujung Medini) dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaankerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah
Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka (= Semenanjung Malaysia) yang
akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah
bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang
berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e".
Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga
penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa
Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga
pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau
Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu
kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan
Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.
Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu
tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam
perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna,
sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan
Nusantara.
Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi
nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun
Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero
Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun masa yang panjang sampai
dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai
etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim)
yang sebenarnya di dalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa
unsur etnis.
M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan
menjelaskan sebagai berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat
dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap
mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing,
5
Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa
Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu
(sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna
yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu
menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa
Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan
penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumendokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawadan Pulau Luzon.Kata-kata seperti
samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga
abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu
Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh
Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa
Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar
Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh
Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang
di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari
Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu.
Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata
pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran
agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti
masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti
anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode
ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris
meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa
Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa
dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan
jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang
administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan
teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas,
knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur
bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah
penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk
biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau,
tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
6
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada
abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai
bahasa yang paling penting di "dunia timur".[12] Luasnya penggunaan bahasa
Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan
menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur
dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi
proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara,
misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang
dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula
bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai
sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu
(sejak akhir abad ke-19).[13] Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan
bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari
istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa
untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah
bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada
masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan
jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok
bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang
kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas
pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai
lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.
Kata-kata pinjaman
2.2 Bahasa Indonesia
Pemerintah kolonial Hindia Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat
dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena
penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan
menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitabkitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi
bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung
dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini
terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah
dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
7
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu
mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda)
mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah
Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi
ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat
Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan
Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de
Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga
ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan
D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk
perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik
pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah
terbentuk sekitar 700 perpustakaan.[14] Bahasa Indonesia secara resmi diakui
sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan
Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam
pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia
dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi
bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu,
bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau
bahasa persatuan."[15]
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak
dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis,
Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus,
dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah
perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
2.3 Peristiwa-peristiwa penting
Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit bukubuku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman
Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai
Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti
Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam,
penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
8
Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia
dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad,
seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.[17]
Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan
agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan
dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisyahbana.
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia.
Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di
Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945,
yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara.
Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai
pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad
bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa
Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan
sebagai bahasa negara.
Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan
pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku
di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
9
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun
1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
dapat tercapai semaksimal mungkin.
Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh
ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,
Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa
dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia,
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan
agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya
Undang-Undang Bahasa Indonesia.
Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia
VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya
Badan Pertimbangan Bahasa.
2.4 Penyempurnaan ejaan
10
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan
sebagai berikut:
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib
Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa
yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui
pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1.
Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya
harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai.
Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4.
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan
kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan
sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan
ini yaitu:
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak,
rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mendampinginya.
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
11
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik
selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Sebuah contoh buku EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh
Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No.
57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa
Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia Malaysia
Sejak 1972
(pra-1972) (pra-1972)
Tj
ch
C
Dj
j
J
Ch
kh
Kh
Nj
ny
Ny
Sj
sh
Sy
J
y
Y
oe*
u
U
12
Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".
2.5 Daftar kata serapan dalam bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa
ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain.
Asal bahasa Jumlah kata
Belanda
3.280 kata
Inggris
1.610 kata
Arab
1.495 kata
Sanskerta
677 kata
Tionghoa
290 kata
Portugis
131 kata
Tamil
83 kata
Parsi
63 kata
Hindi
7 kata
Sumber: Buku berjudul "Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia" (1996)
yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang
bernama Pusat Bahasa).
Adapun jumlah kata-kata yang diserap dari bahasa Nusantara dalam KBBI Edisi
Keempat ditunjukkan di dalam daftar berikut:[18]
Asal bahasa Jumlah kata
Jawa
1109 kata
Minangkabau 929 kata
Sunda
223 kata
Madura
221 kata
Bali
153 kata
Aceh
112 kata
Banjar
100 kata
Penggolongan
Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok
dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari
13
bahasa Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan
pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra
2.6 Persebaran geografis
Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak
digunakan di area perkotaan (seperti di Jabodetabek dengan dialek Betawi serta
logat Betawi).
Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip
dialek dan logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk
berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang
digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.
2.7 Kedudukan resmi
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang
tercantum dalam:
1.
Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri
Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
1. Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
2.
Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
2.8 Fonologi
Bahasa Indonesia mempunyai 24 fonem (atau 28 fonem jika /f, z, S, x/ sudah
dianggap bahasa Indonesia).
14
Vokal
Depan Madya Belakang
Tertutup
iː
uː
Tengah
e
ə
O
Hampir Terbuka (ɛ)
(ɔ)
Terbuka
a
Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam
suku kata tertutup seperti air kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong.
Selain itu, bahasa Indonesia juga mempunyai bentuk semivokal [y] dan [w].
Konsonan
Langit2 Langit2 Celah
Bibir Gigi
keras lunak suara
Sengau m
n
ɲ
ŋ
Letup p b t d c ɟ
kg
ʔ
Desis (f) s (z) (ç)
(x)
H
Getar/Sisi
lr
Hampiran w
J
Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu awalnya tidak mengenal
adanya gugus konsonan, tetapi karena pengaruh dari bahasa asing dan daerah ke
dalam bahasa Indonesia ditemukan cukup banyak gugus konsonan. Gugus
konsonan dalam bahasa Indonesia adalah /pl/, /bl/, /kl/, /fl/, /sl/, /pr/, /br/,
/tr/, /dr/, /kr/, /gr/, /fr/, /sr/, /ps/, /sw/, /sp/, /sk/, /st/, /str/, /spr/, /skr/, dan /skl/.
Vokal di dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan di dalam
tanda kurung adalah fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata
serapan.
15
/k/, /p/, dan /t/ tidak diaspirasikan
/t/ dan /d/ adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di
dalam bahasa Inggris.
/k/ pada akhir suku kata menjadi konsonan letup celah suara
Penekanan ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar.
Namun apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah
ke suku kata terakhir.
Sistem Penulisan
Huruf besar Huruf kecil IPA
A
A
/ɑː/
B
B
/b/
C
C
/tʃ/
D
D
/d/
/e, ɛ,
E
E
ə/
F
F
/f/
G
G
/ɡ/
H
H
/h/
I
I
/i/
J
J
/dʒ/
K
K
/k/
L
L
/l/
M
M
/m/
Huruf besar Huruf kecil IPA
N
n
/n/
O
o
/ɔ, o/
P
p
/p/
Q
q
/q/
R
r
/r/
S
T
U
V
W
X
Y
Z
s
t
u
v
w
x
y
z
/s/
/t/
/u/
/v, ʋ/
/w/
/ks/
/j/
/z/
Tata bahasa
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak
menggunakan kata bergender. Sebagai contoh kata ganti seperti "dia" tidak
secara spesifik menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau
perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar"
sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat
harus ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai contohnya.
Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya "putri" dan "putra".
Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain. Pada kasus di atas, kedua
kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno.
16
Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah
reduplikasi (perulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam
konteks. Sebagai contoh "seribu orang" dipakai, bukan "seribu orang-orang".
Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada
kata benda.
Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu
"kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak
termasuk sang lawan bicara, sedangkan "kita" adalah kata ganti inklusif yang
berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya.
Susunan kata dasar yaitu Subjek - Predikat - Objek (SPO), walaupun susunan
kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang
atau jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala
(tense). Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu
(seperti, "kemarin" atau "esok"), atau petunjuk lain seperti "sudah" atau
"belum".
Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai
kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan
cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.
Awalan, akhiran, dan sisipan
Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik
yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa
asing.
Awalan
Fungsi (pembentuk)
berVerba
terverba; adjektiva
meng-
verba (aktif)
di-
per-
verba (pasif)
nomina; numeralia; verba
(percakapan)
verba; nomina
peng-
Nomina
ke-
Perubahan bentuk
be-; belte-; telme-; men-; mem-;
meny-
Kaitan
perkedi-; pe-; ku-;
kau;
mengter-
pe-; pelpe-; pen-; pem-;
peny17
bermeng-
se-
klitika; adverbia
ku-, kau- verba (aktif)
me-
Dialek dan ragam bahasa
Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian
menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian
yang disebut sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:
1.
Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah
tertentu sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah
dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal
dari eka bahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek
Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.
2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat
tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya
dialek wanita dan dialek remaja.
3.
Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu
tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu
zaman Abdullah.
4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua
berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi
dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak. Maka itu, ia
dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan
antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
1.
ragam undang-undang
18
2.
ragam jurnalistik
3.
ragam ilmiah
4.
ragam sastra
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
1. ragam lisan, terdiri dari:
1. ragam percakapan
2.
ragam pidato
3. ragam kuliah
4. ragam panggung
2. ragam tulis, terdiri dari:
1. ragam teknis
2. ragam undang-undang
3. ragam catatan
4. ragam surat-menyurat
Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala
keperluan, tetapi hanya untuk:
1. komunikasi resmi
2. wacana teknis
3. pembicaraan di depan khalayak ramai
4. pembicaraan dengan orang yang dihormati
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.
BAB III
KESIMPULAN
19
Dari penjelasan di atas,dapat disimpulkan bahwa pengembangan bahasa
Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang
disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai
ragam bahasa. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan
bangsa" . Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas
usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.
Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa
Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa
persatuan.
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak
dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul
Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam
Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan
menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
20
Pasal 36 Undang-Undang Dasar RI 1945
Butir ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928
Kridalaksana H. 1991. Pendekatan tentang Pendekatan Historis dalam Kajian
Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Dalam Kridalaksana H. (penyunting).
Masa Lampau bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I 1939 di Solo: "jang
dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen
pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe' akan tetapi jang soedah ditambah,
dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe,
hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat diseloeroeh Indonesia itoe
haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam
kebangsaan Indonesia", dikutip di Pendahuluan KBBI cetakan ketiga.
Asmadi T.D. Arti Tanggal 2 Mei bagi Bahasa Indonesia. Laman Lembaga Pers
Dr. Sutomo. Edisi 08 Februari 2010. diakses 5 Maret 2010.
Depdiknas Terbitkan Peta Bahasa Blog BahasaKita 4 Maret 2009, mirror dari
berita AntaraOnline edisi 22 Oktober 2008.
Why Indonesian is important to learn. Situs web pengajaran bahasa Indonesia di
Universitas Negeri Ohio.
Farber, Barry. J. How to learn any language quickly, enjoyably and on your
own. Citadel Press. 1991.
Eliot, J., Bickersteth, J. Sumatra Handbook. Footprint. 2000.
Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah (berangka tahun
abad ke-9) dan di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan
adanya penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa
Keping Tembaga Laguna (900 M) yang ditemukan di dekat Manila, Pulau
Luzon, berbahasa Melayu Kuna, menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan
Sriwijaya.
a b
Best of The Best (Crème de la Crème)
21
Hal ini tidak mengherankan karena banyak dari pengusaha penerbitan di kala itu
berasal dari etnis Tionghoa.
Balai Pustaka, Berbenah Setelah Satu Abad. Kompas daring, 25 November
2009.
Majalah Tempo Interaktif
Teeuw, A (1986). Modern Indonesian Literature I. Foris Publication.
Etek, Azizah (2008). Kelah Sang Demang, Jahja Datoek Kajo, Pidato Otokritik
di Volksraad 1927 - 1939. LKiS.
Kontribusi Kosakata Bahasa Daerah dalam Bahasa Indonesia artikel oleh Adi
Budiwidiyanto di situs Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Diakses 3 November 2012
22