Pemanfaatan Terak Baja Sebagai Agregat Halus Pada Pembuatan Beton

(1)

PEMANFAATAN TERAK BAJA SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA

PEMBUATAN BETON

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sajana Sains

EKO HARTADO TAMPUBOLON

050801039

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UATARA

MEDAN

2011


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PEMANFAATAN TERAK BAJA SEBAGAI

AGREGAT PADA CAMPURAN PEMBUATAN BETON

Kategori : SKRIPSI

Nama : EKO HARTADO TAMPUBOLON

Nomor Induk Mahasiswa : 050801039

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, April 2011

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua, Pembimbing,

Dr. Marhaposan Situmorang Drs. Herli Ginting, MS


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

PEMANFAATAN TERAK BAJA SEBAGAI AGREGAT PADA CAMPURAN PEMBUATAN BETON

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2011

EKO HARTADO TAMPUBOLON NIM: 050801039


(4)

PENGAHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kritus atas segala kasih, karunia dan kemurhanNya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, hikmat dan kebijaksanaan

hingga skripsi yang berjudul “PEMANFAATAN TERAK BAJA SEBAGAI AGREGAT PADA CAMPURAN PEMBUATAN BETON“ ini berhasil diselesaikan.

Selesainya skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan semangat, saran, sumbang pikiran, materi serta doa. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada ibunda tercinta A. br Sembiring yang telah bersusah payah dengan kemampuannya mendoakan dan membiayai penulis. Serta Hasianku Jernitha yang selalu menjadi inspirasiku dan adik-adikku tersayang Lani, Dikki dan Hanna yang selalu mendukung saya dalam penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis kepada bapak Drs. Herli Ginting, MS selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan, dorongan dan masukan. Juga kepada para dosen penguji dan seluruh dosen Fisika FMIPA USU yang telah banyak memberikan pelajaran mata kuliah di kelas serta masukan demi penyempurnaan skripsi ini.

Tidak lupa kepada bapak kepala laboratorium beton teknik sipil Politeknik Negeri Medan dan bapak Tobing selalu membimbing saya dalam melakukan penelitian di laboratorium. Terima kasih banyak kepada teman-teman seperjuangan Fisika semuanya, Jonathan, Rianto, Erwin, Setia, Efdianus, Sadrah, Vino, Jona, Eko, Kabul dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak mendukung dan menemani saya dalam penyelesaian skripsi ini. Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Menyadari atas keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis dan keterbatasan waktu, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.


(5)

Semoga hasil penelitian ini banyak bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya bidang beton. Terima kasih.


(6)

Pemanfaatan Terak Baja Sebagai Agregat Pada Campuran Pembuatan Beton

ABSTRAK

Terak baja merupakan limbah industri baja PT. Growth Sumatra Industry yang terletak di simpang KIM jl. Medan-Belawan. Limbah ini mengandung unsur Silika (Si) yang berperan dalam memperbaiki interface antara agregat dengan pasta serta Ferro yang dapat menambah berat material terak baja itu sendiri. Pemanfaatan terak baja sebagai agregat dalam teknologi beton ternyata menghasilkan kuat tekan yang lebih besar dari kuat tekan rencana yaitu 22,5 MPa.

Peningkatan kualitas beton terak baja terutama kekuatan ikatan antara pasta dan agregat dapat terjadi karena agregat terak baja mengandung senyawa sementik yang secara kimiawi dapat bereaksi dengan senyawa Calcium Hydroxide hasil reaksi hidrasi semen dan air. Dalam penelitian ini dibuat empat kombinasi agregat pada campuran beton yaitu beton 1 (normal) (agregat halus pasir tanpa terak baja, agregat kasar kerikil), beton 2 (agregat halus pasir + 10% terak, agregat kasar kerikil), beton 3 (agregat halus pasir + 25% terak baja, agregat kasar kerikil) dan beton 4 (agregat halus pasir + 50% terak baja, agregat kasar kerikil). Dari hasil pengujian kuat tekan pada umur 28 hari, beton 1 memberikan nilai kuat tekan 24,4 MPa untuk kubus dan 23,97 MPa untuk silinder, beton 2 memberikan nilai kuat tekan 25,54 Map untuk kubus dan 17,19 MPa untuk silinder, beton 3 memberikan nilai kuat tekan 28,83 MPa untuk kubus dan 26,75 MPa untuk silinder, sedangkan beton 4 memberikan nilai kuat tekan 28,3 MPa untuk kubus dan 28,01 MPa untuk silinder.


(7)

Study of Steel Slag Usage as Substitution of Aggregate On Concrete

ABSTRACT

Steel slag is a by product from PT. Growth Sumatra Industry, a steel melting industry which is a located in Medan-Belawan. This product contains Silica as a function to improve the interface between aggregate with cement paste and Ferro as a function to add weight of steel slag material. Utilization of steel slag as aggregate in concrete technology turned out to produce a greater compressive strength than the compressive strength of 22.5 MPa plan.

Improving the quality of steel slag concrete especially bond strength between paste and aggregates can occur because of steel slag aggregate sementik contain compounds that can chemically react with the compound of Calcium Hydroxide result of hydration reaction of cement and water. In this study four combinations of aggregate in the concrete mix concrete 1 (normal) (fine aggregate sand without steel slag, coarse aggregate gravel), concrete 2 (fine aggregate sand + 10% slag, coarse aggregate gravel), concrete 3 (fine aggregate sand + 25% steel slag, gravel coarse aggregate) and concrete 4 (fine aggregate sand + 50% steel slag, coarse aggregate gravel). From the results of compressive strength at 28 days, concrete 1 gives the values of compressive strength 24.4 MPa to 23.97 MPa for cubes and cylinders, concrete compressive strength 2 gives values for cubes Mapa 25.54 and 17.19 MPa for the cylinder, 3 give the concrete compressive strength of 28.83 MPa to 26.75 MPa for the cube and cylinder, while the concrete 4 gives the value of compressive strength 28.3 MPa to 28.01 MPa for the cube and cylinder.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan i

Lemabar Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar xi

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 2

1.2 Batasan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Tempat Penelitian 4

1.6 Sistematika Penulisan 4

BAB II Tinjauan Pustaka 5

2.1 Komposisi Kimia Baja 5

2.1.1 Umum 5

2.1.2 Struktur Mikro 6

2.1.3 Ukuran Butir 6

2.1.4 Kandungan Unsur-unsur Non Logam 6

2.1.5 Endapan di Permukaan antar Butir 6

2.1.6 Kandungan Gas 7

2.1.7 Sifat Tahan Panas dan Tahan Korosi 7

2.2 Beton 8


(9)

2.2.1.1 Semen 10

2.2.1.2 Bahan Pereaksi (Air) 15

2.2.1.3 Agregat (Bahan Pengisi) 18

2.2.1.4 Bahan Tambahan (Admixtures) 26

BAB III Metodologi Penelitian 29

3.1 Alat dan Bahan 29

3.2 Diagram Alir Penelitian 31

3.2.1 Tahap I, Pengujian Sifat Fisik Bahan 31

3.2.2 Tahap II, Preparasi Benda Uji dan Pengujian 32

3.3 Perancangan Percobaan 33

3.3.1 Proses Pengujian Keadaan Fisik Bahan Beton 33

3.3.1.1 Pengujian Kadar Lumpur 33

3.3.1.2 Pengujian Kadar Air 33

3.3.1.3 Analisis Saringan Vibratik 34

3.3.1.4 Pengujian Berat Volume 34

3.3.1.5 Pengujian SpecificGravity dan Absorbsi 36

3.3.2 Perencanaan Kuantitas Bahan Campuran beton 38

3.3.3 Persiapan Benda Uji 39

3.3.4 Pemeriksaan Nilai Slump (Slump Test) 40

3.3.5 Pengujian Kuat Tekan Beton 41

BAB IV Data dan Analisis 41

4.1 Pengujian Bahan 41

4.1.1 Hasil Pengujian Kadar Lumpur 41

4.1.2 Hasil Pengujian Kadar Air 42

4.1.3 Hasil Analisis Saringan Vibratik 43

4.1.3.1 Pasir 43

4.1.3.2 Terak Baja 44

4.1.3.3 Kerikil 45

4.1.4 Hasil Pengujian Berat Volume 46

4.1.4.1 Pasir 46

4.1.4.2 Terak Baja 47


(10)

4.1.5 Hasil Pengujian Specific Gravity dan Absorbsi 50

4.1.5.1 Pasir 50

4.1.5.2 Terak Baja 51

4.1.5.3 Kerikil 52

4.2 Kebutuhan Bahan Campuran Beton 53

4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton 54

BAB V Kesimpulan dan Saran 55

5.1 Kesimpulan 55

5.2 Saran 55

Daftar Pustaka Lampiran


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Komposisi terak baja dalam campuran beton 2

Tabel 2.1 Jenis-jenis semen menurut No. SNI 12

Tabel 2.2 Persyaratan volume absolut butiran halus 22 Tabel 2.3 Spesifikasi gradasi agregat kasar dengan ukuran maksimum 25 mm 22

Tabel 2.4 Syarat batas gradasi pasir 26

Tabel 2.5 Tipe-tipe Chemical Admixture 27 Tabel 2.6 Komposisi kimiawi beberapa bahan tambahan 28

Tabel 4.1.1 Persentase kadar lumpur 41

Tabel 4.1.2 Persentase kadar air 42

Tabel 4.1.3.1 Analisis saringan vibratik pasir 43 Tabel 4.1.3.2 Analisis saringan vibratik terak baja 44 Tabel 4.1.3.3 Analisis saringan vibratik kerikil 45

Tabel 4.1.4.1.1 Berat volume pasir cara lepas 46

Tabel 4.1.4.1.2 Berat volume pasir cara ditusuk 47

Tabel 4.1.4.1.3 Berat volume pasir cara digoyang 48 Tabel 4.1.4.2.1 Berat volume terak baja cara lepas 48 Tabel 4.1.4.2.2 Berat volume terak baja cara ditusuk 48 Tabel 4.1.4.2.3 Berat volume terak baja cara digoyang 48

Tabel 4.1.4.3.1 Berat volume kerikil cara lepas 49

Tabel 4.1.4.3.2 Berat volume kerikil cara ditusuk 49 Tabel 4.1.4.3.3 Berat volume kerikil cara digoyang 49

Tabel 4.1.5.1.1 Pemeriksaan pasir 50

Tabel 4.1.5.1.2 Specific gravity dan absorbsi pasir 50

Tabel 4.1.5.2.1 Pemeriksaan terak baja 51

Tabel 4.1.5.2.2 Specific gravity dan absorbsi terak baja 51

Tabel 4.1.5.3.1 Pemeriksaan kerikil 52

Tabel 4.1.5.3.2 Specific gravity dan absorbsi kerikil 52 Tabel 4.2 Kebutuhan setiap per m3 53 Tabel 4.3 Hasil pengujian kuat tekan beton 54


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Terak Baja Gambar 2.2 Beton Gambar 3.1 Timbangan Gambar 3.2 Oven Pengering Gambar 3.3.1 Shieve Sheker Gambar 3.3.2 Ayakan Gambar 3.4 Cetakan Beton Gambar 3.5 Pemeriksaan Nilai Slump Gambar 3.6 Alat Penguji Kuat Tekan beton Gambar 4 Grafik hubungan kuat tekan dengan persentase terak baja


(13)

Pemanfaatan Terak Baja Sebagai Agregat Pada Campuran Pembuatan Beton

ABSTRAK

Terak baja merupakan limbah industri baja PT. Growth Sumatra Industry yang terletak di simpang KIM jl. Medan-Belawan. Limbah ini mengandung unsur Silika (Si) yang berperan dalam memperbaiki interface antara agregat dengan pasta serta Ferro yang dapat menambah berat material terak baja itu sendiri. Pemanfaatan terak baja sebagai agregat dalam teknologi beton ternyata menghasilkan kuat tekan yang lebih besar dari kuat tekan rencana yaitu 22,5 MPa.

Peningkatan kualitas beton terak baja terutama kekuatan ikatan antara pasta dan agregat dapat terjadi karena agregat terak baja mengandung senyawa sementik yang secara kimiawi dapat bereaksi dengan senyawa Calcium Hydroxide hasil reaksi hidrasi semen dan air. Dalam penelitian ini dibuat empat kombinasi agregat pada campuran beton yaitu beton 1 (normal) (agregat halus pasir tanpa terak baja, agregat kasar kerikil), beton 2 (agregat halus pasir + 10% terak, agregat kasar kerikil), beton 3 (agregat halus pasir + 25% terak baja, agregat kasar kerikil) dan beton 4 (agregat halus pasir + 50% terak baja, agregat kasar kerikil). Dari hasil pengujian kuat tekan pada umur 28 hari, beton 1 memberikan nilai kuat tekan 24,4 MPa untuk kubus dan 23,97 MPa untuk silinder, beton 2 memberikan nilai kuat tekan 25,54 Map untuk kubus dan 17,19 MPa untuk silinder, beton 3 memberikan nilai kuat tekan 28,83 MPa untuk kubus dan 26,75 MPa untuk silinder, sedangkan beton 4 memberikan nilai kuat tekan 28,3 MPa untuk kubus dan 28,01 MPa untuk silinder.


(14)

Study of Steel Slag Usage as Substitution of Aggregate On Concrete

ABSTRACT

Steel slag is a by product from PT. Growth Sumatra Industry, a steel melting industry which is a located in Medan-Belawan. This product contains Silica as a function to improve the interface between aggregate with cement paste and Ferro as a function to add weight of steel slag material. Utilization of steel slag as aggregate in concrete technology turned out to produce a greater compressive strength than the compressive strength of 22.5 MPa plan.

Improving the quality of steel slag concrete especially bond strength between paste and aggregates can occur because of steel slag aggregate sementik contain compounds that can chemically react with the compound of Calcium Hydroxide result of hydration reaction of cement and water. In this study four combinations of aggregate in the concrete mix concrete 1 (normal) (fine aggregate sand without steel slag, coarse aggregate gravel), concrete 2 (fine aggregate sand + 10% slag, coarse aggregate gravel), concrete 3 (fine aggregate sand + 25% steel slag, gravel coarse aggregate) and concrete 4 (fine aggregate sand + 50% steel slag, coarse aggregate gravel). From the results of compressive strength at 28 days, concrete 1 gives the values of compressive strength 24.4 MPa to 23.97 MPa for cubes and cylinders, concrete compressive strength 2 gives values for cubes Mapa 25.54 and 17.19 MPa for the cylinder, 3 give the concrete compressive strength of 28.83 MPa to 26.75 MPa for the cube and cylinder, while the concrete 4 gives the value of compressive strength 28.3 MPa to 28.01 MPa for the cube and cylinder.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini pembangunan di bidang struktur mengalami kemajuan pesat seperti gedung-gedung, jembatan, tower dan sebagainya. Beton merupakan salah satu pilihan sebagai bahan struktur dalam kontruksi bangunan. Beton diminati karena banyak memiliki kelebihan dibanding dengan bahan lainnya, antara lain harganya relatif murah, mempunyai kekuatan yang baik, bahan baku penyusun mudah didapat, tahan lama dan tidak mengalami pembusukan.

Indonesia memiliki sumber daya alam yang besar, terutama bahan-bahan yang baik untuk campuran beton. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang beton, maka pemahaman Teknologi Beton suatu keharusan. Penggunaan bahan alam yang merusak lingkungan harus dibatasi dan di lain pihak harus dipikirkan pemanfaatan limbah secara optimal sehingga tercapai pembangunan yang peduli lingkungan.

Penggunan limbah menjadi bahan dasar yang dapat menghasilkan suatu produk bermanfaat sehingga penggunaan sumber daya alam dapat ditekan seminimal mungkin, sampai saat ini merupakan keinginan pihak pengusaha, pemerintah, dan peneliti. Dengan dapat diubahnya limbah menjadi bahan dasar yang bermanfaat merupakan salah satu cara untuk tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Terak baja merupakan salah satu limbah padat dari proses peleburan pada industri baja. Jumlah limbah terak baja yang dihasilkan industri baja di Indonesia dari hari ke hari semakin banyak. Limbah ini mengandung unsur Silika (Si) yang berperan dalam memperbaiki interface antara agregat dengan pasta serta Ferro yang dapat menambah berat material terak baja itu sendiri. Karena itu, penulis ingin melakukan penelitian untuk memanfaatkan terak baja tersebut sebagai bahan pembentuk beton.


(16)

Bahan dasar pembentuk beton adalah semen, pasir dan kerikil sebagai agregat, seta air. Agregat memiliki peranan penting dalam pembuatan beton karena agregat menyumbang volume beton 60-80% dan semen sebagai pembentuk pasta diperlukan untuk mengikat agregat. Penambahan bahan mineral sebagai agregat yang kemudian dihaluskan ke campuran beton dilakukan sebagai pozollan untuk memberikan sifat tambahan yang lebih baik. Pozollan silika halus dalam ukuran nano, memudahkan homogenisasi dan meningkatkan densitas (kerapatan) matriks beton. Sifat silika sendiri yang mengikat gugus hidroksida yang merugikan, membuat beton lebih kuat dan tahan terhadap lingkungan yang asam.

Dalam penelitian ini, terak baja digunakan sebagai campuran pada pasir sebagai agregat halus. Jenis beton yang dibuat adalah beton ringan K-225.

Perbandingan Campuran Beton Semen : Pasir : Kerikil = 1 : 2 : 3

Perbandingan yang dimaksud adalah perbandingan massa.

Terak baja digunakan pada campuran pasir sebagai agregat halus dengan komposisi:

PASIR TERAK

100% 0%

90% 10%

75% 25%

50% 50%

Tabel 1 Komposisi Terak Baja dalam Campuran Pasir

1.2 Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan batasan masalah sebagai berikut:

1. Limbah terak baja yang digunakan yaitu steel slag yang berasal dari limbah pabrik baja PT.Growth Sumatra Industry.

2. Terak baja yang digunakan dalam penelitian ini yaitu campuran pada pasir sebagai agregat halus.


(17)

3. Semen yang digunakan jenis Portland tipe I.

4. Faktor air semen (fas) atau w/c ratio adalah 0,58 dimana w adalah massa air dan c

adalah massa semen dengan temperatur air perwatan beton (curing) 24 ˚C.

5. Metode yang digunakan dalam pembuatan campuran beton adalah metode DoE (Development of the Environment) 1975, Design of Normal Concrete Mixes, Building Reseach Establisment.

6. Pengujian sifat mekanik yang dilakukan kuat tekan benda uji.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan terak baja sebagai agregat pada campuran beton dalam mempengaruhi kuat tekannya dan untuk mengetahui persentase terbaik pengunaan terak sebagai campuran ditinjau dari mutu fisiknya.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh penggunaan terak baja sebagai agregat halus pada campuran beton terhadap kuat tekannya.

2. Mengetahui nilai kekuatan tertinggi yang dimiliki beton yang menggunakan terak baja.

1.5 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Beton Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penelitian.


(18)

BAB II Tinjauan Penelitian

Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian.

BAB III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, dan data hasil pengujian.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan menganalisis data yang diperoleh dari penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Menyimpulkan hasil-hasil yang didapat dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian lebih lanjut.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposisi Kimia Baja

2.1.1 Umum

Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur Karbon ( C ) sampai dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon ( C) lebih dari 1.67%, maka material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (Cast Iron).

Makin tinggi kadar karbon dalam baja, maka akan mengakibatkan hal- hal sbb: Kuat leleh dan kuat tarik baja akan naik,

Keliatan / elongasi baja berkurang, Semakin sukar dilas.

Oleh karena itu adalah penting agar kita dapat menekan kandungan karbon pada kadar serendah mungkin untuk dapat mengantisipasi berkurangnya keliatan dan sifat sulit dilas diatas, tetapi sifat kuat leleh dan kuat tariknya tetap tinggi.

Penambahan unsur – unsusr ini dikombinasikan dengan proses heat treatment akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi, tetapi keuletan dan keliatan, dan kemampuan khusus lainnya tetap baik. Unsur – unsur tersebut antara lain: Mangaan (Mn), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Nikel (Ni) dan tembaga (Cu). Tetapi proporsional pertambahan kekuatannya tidak sebesar karbon. Pertambahan kekuatannya semata –mata karena unsur tersebut memperbaiki struktur mikro baja.

Untuk memahami pengaruh komposisi kimia dan heat treat terhadap sifat akhir baja, maka kita perlu menganal factor – factor sbb:

Struktur mikro, Ukuran butiran,


(20)

Kandungan nonlogam.

Endapan dipermukaan antar butiran.

Keberadaan gas – gas yang terserap atau terlarut 2.1.2 Struktur Mikro

Unsur Fe dan C menyususn diri dalam suatu struktur berulang dalam pola tiga dimensi yang dinamakan dengan kristal. Kristal –kristal yang berorientasi (arah pengulangan / susunan ) sama disebut sebagai butir.Susunan kumpulan butir satu dengan yang lain pada suatu fasa tertentu dinamakan struktur mikro, contoh struktur mikro antara lain: ferit, perlit dan sementit.

2.1.3 Ukuran Butir

Penghalusan butir baja akan menghasilkan: Peningkatan kuat leleh (yield strength),

Perbaikan sifat keuletan (toughness) dan keliatan (ductility),

Penghalusan butiran dapat dilakukan dengan penambahan unsur niobium, vanadium dan aluminium dengan jumlah maksimal 0.05% atau dengan heat treatment.

2.1.4 Kandungan Unsur-unsur Non Logam

Unsur – unsur non-logam yang umumnya dibatasi jumlahnya didalam produk baja adalah Sulfur(S) dan Fosfor (P). Tinggi kadar kedua unsur tersebut bisa menurunkan keliatan (ductility) baja dan meningkatkan kemungkinan retak pada sambungan las. Pada baja khusus mampu las, kandungan kedua unsur diatas dibatasi kurang dari 0.05%.

2.1.5 Endapan di Permukaan antar Butiran

Unsur – unsur lain yang juga dapat menurunkan keuletan baja baja anatar lain: timah (Sn), antimon (Sb) dan arsen (As) hingga baja menjadi getas. Sifat getas ini ditimbulkan oleh pengendapan atau berkumpulnya unsur – unsur diatas dibidang batas antar butir baja pada suhu 500 – 600o .


(21)

2.1.6 Kandungan Gas

Baja yang mengandung gas – gas terlarut dalam kadar yang tinggi terutama: Oksigen (O) dan Nitrogen (N) dapat menimbulkan sifat getas. Untuk mengurangi kadar gas tersebut biasa digunakan unsur - unsur yang dapat mengikat kedua unsur gas diatas menjadi senyawa yang cukup ringan sehinggan senyawa tersebut akan mengapung ke permukaan baja yang masih panas dan cair. Unsur - unsur pengikat gas N dan O biasanya digunakan unsur silicon (Si) dan atau aluminium (Al) yang fungsinya disebut sebagai Deoxidant.

2.1.7 Sifat Tahan Panas dan Tahan Korosi

Sifat – sifat khusus baja seperti yang dibahas pada bab 1 paragraf 4, dapat dicapai dengan penambahan unsur – unsur utama sebagai berikut: Chrom (Cr), Nikel (Ni) dan molybdenum (Mo). Baja tahan karat umumnya mengandung unsusr Chrom lebih dari 12%, dimana pada kondisi seperti itu baja akan bersifat pasif terhadap proses oksidasi. Baja tahan karat dapat dibedakan sesuai struktur mikronya yaitu: baja tahan panas martensit, baja tahan panas ferit dan baja tahan panas austenit.

Baja tahan karat martensit mengandung chrom 13% kuat leleh dan tariknya diperoleh dari proses pendinginan pada kondisi udara luar, sesuai untuk lingkungan korosif ringan, serta biasanya digunakan untuk saluran dan rumah –rumah turbin.

Baja tahan karat ferit mengandung chrom 16%, sesuai untuk lingkungan korosif terutama terhadap bahan kimia asam nitrat, serta biasanya digunakan untuk komponen – komponen dalam industri kimia.

Baja karat austenit mengandung chrom-nikel 18%, dimana sifat tahan karatnya didapat melalui pemanasan pada suhu 1000 – 1100 0C lalu didinginkan dengan direndam kedalam air, sesuai untuk lingkungan yang mengandung garam, serta biasanya digunakan untuk baling – baling kapal.

Baja tahan panas biasanya dinamakan untuk baja yang tahan pada suhu 650 0C, dimana sifat itu didapat pada kodisi kadar chrom dan nikel yang cukup tinggi. Berbeda


(22)

dengan baja tahan karat adalah umunya kandungan karbonnya lebih tinggi. Umumnya digunakan pada ketel uap, boiler, tungku dan lain – lain.

Gambar 2.1 Terak Baja

2.2 Beton

Dalam perkembangan dunia yang semakin maju dan serba canggih, teknologi beton mempunyai potensi yang luas dalam bidang kontruksi. Hal ini menyebabkan beton banyak digunakan kontruksi bangunan gedung, jembatan, dermaga dan lain-lain. Banyaknya jumlah penggunaan beton dalam kontruksi tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan material beton. Beton merupakan komposit, karenanya kualitas beton sangat tergantung dari kualitas masing-masing material pembentuk.

Beton merupakan hasil interaksi mekanis dan kimiawi dari material penyusunnya yang terdiri dari semen, agregat halus, agregat kasar, air dan bahan tambahan lainnya. Campuran tersebut akan mengeras akibat reaksi hidrasi antara semen dan air. Pengetahun karateristik tentang dari masing- masing material pembentuk beton sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas beton yang baik. Agregat memiliki peranan penting dalam pembuatan beton karena agregat menyumbang volume beton 60-80% dan semen sebagai pembentuk pasta diperlukan untuk mengikat agregat. Penambahan bahan mineral sebagai agregat yang kemudian dihaluskan ke campuran beton dilakukan sebagai pozollan untuk memberikan sifat tambahan yang lebih baik.


(23)

Selama masa pelaksanaan, proses kontrol tidak boleh diberhentikan. Pada masa ini, pelaksanaan pengecoran, pemadatan, perawatan, dan penyelesaian harus diawasi. Setelah beton mengeras dan berumur 28 hari, uji tekan untuk mengetahui kekuatannya harus dilakukan.

Dalam keadaan mengeras, beton memiliki kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau semata- mata untuk tujuan sekoratif. Selain tahan terhadap api, beton juga tahan terhadap serangan korosi (Mulyono, 2003).

Beton mempunyai beberapa kelebihan, antara lain yaitu (Mulyono, 2003) :

a. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai kebutuhan kontruksi. b. Mampu memikul beban yang berat.

c. Tahan terhadap temperatur yang tinggi.

d. Nilai kekuatan dan daya tahan (durability) beton relatif tinggi. e. Biaya pemeliharaan yang kecil.

Selain kelebihan, beton juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain (Mulyono, 2003) :

a. Bentuk yang sudah dibuat sulit untuk dirubah.

b. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi. c. Kekuatan tarik beton relatif rendah.

d. Daya pantul suara yang besar.

Berdasarkan teknik pembuatannya, beton dapat dibagi atas beberapa jenis :

a. Beton Biasa

Beton ini langsung dibuat dalam keadaan plastis, dan cara pembuatannya berdasarkan atas :

- beton siap pakai (Ready Mix Concrete) - beton dibuat di lapangan.


(24)

b. Beton Precast

Beton ini dibuat dalam bentuk elemen-elemen yang merupakan bagian dari suatu konstruksi. Bagian yang akan dibuat menjadi beton ini dipasang dalam keadaan mengeras.

c. Beton Prestress

Beton ini dibuat dengan memberi tegangan dalam pada beton sebelum mendapat beban luar.

Berdasarkan kelas dan mutu, beton dibagi atas tiga kelas yaitu:

a. Beton kelas I

Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktural yang pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus.

Mutu beton kelas I dinyatakan dengan B0. b. Beton kelas II

Beton kelas II ialah beton untuk pekerjaan struktural secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan pengawasan oleh tenaga ahli. Beton kelas II dibagi dalam mutu-mutu standar yaitu B1, K125, K175, K225. c. Beton kelas III

Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural secara umum di mana dipakai mutu beton dengan kekuatan tekan lebih tinggi dari K225. Dalam pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan laboratorium dengan peralatan yang lengkap.


(25)

2.2.1 Material Pembentuk Beton

Material pembentuk beton secara umum terdiri dari bahan semen, agregat halus, agregat kasar, air, dan bahan tambahan lain.

2.2.1.1 Semen

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Persentasi dari oksida – oksida yang terkandung didalam semen Portland adalah sebagai berikut :

1). Kapur ( CaO) : 60 – 66 % 2). Silika (SiO2) : 16 – 25 % 3). Alumina (Al203) : 3 – 8 % 4). Besi : 1 - 5 %.

Semen pada campuran beton merupakan bahan adhesif, karena dapat mengikat butir-butir material menjadi satu kesatuan.

A. Jenis- jenis semen :

1. Semen abu atau semen Portland adalah bubuk berwarna abu kebiru-biruan, di bentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester.

Standard ASTM C-150 membagi semen Portland menjadi delapan tipe utama, yaitu : TIPE I : Semen portland yang dirancang untuk penggunaan normal, yang diterapkan pada keadaan lingkungan dan spesifikasi teknik biasa.

TIPE IA : Semen portland berkarakter tipe I dengan air-entraining admixture, yang juga diterapkan pada keadaan lingkungan dan spesifikasi teknik biasa.

TIPE II : Semen portland dengan karakter panas hidrasi dan ketahanan sulfat yang moderat.


(26)

TIPE III : Semen portland yang dirancang untuk menghasilkan kekuatan awal

yang tinggi , atau disebut ”semen-cepat-keras”.

TIPE IIIA : Semen portland berkarakter tipe III dengan air-entraining admixture. TIPE IV : Semen portland yang memiliki panas hidrasi rendah.

TIPE V : Semen portland yang memiliki ketahanan sulfat tinggi.

No. SNI Nama

SNI 15-0129-2004 Semen portland putih

SNI 15-0302-2004 Semen portland pozolan / portland pozzolan cement (PPC) SNI 15-2049-2004 Semen portland / ordinary portland cement (OPC) SNI 15-3500-2004 Semen portland campur

SNI 15-3758-2004 Semen masonry

SNI 15-7064-2004 Semen portland komposit

Tabel 2.1 Jenis-jenis semen menurut No.SNI

2. Semen putih (gray cement) adalha semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni. 3. Oil Well Cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan

dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.

4. Mixed & Fly Ash Cement adalah campuran semen abu dengan pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphous silica, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.


(27)

B. Proses Pembuatan Semen

1. Proses Basah

Pada proses basah semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan diuapkan, kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunkan karena masalah keterbatasan energi BBM.

2. Proses Kering

Pada proses kering digunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi 5 tahap pengelolaan yaitu :

Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal. Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran yang homogen.

Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).

Proses pendinginan terak.

Proses penggilingan akhir dimana clinker dan gypsum digiling dengan cement mill.

Dari proses pembuatan semen diatas akan terjadi penguapan karena pembakaran

dengan suhu mencapai 900˚C sehingga menghasilkan : residu (sisa) yang tak larut, sulfur

trioksida, silika yang larut, besi dan aluminium oksida, oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.

Secara garis besar proses produksi semen melalui 6 tahap, yaitu :

1. Penambangan dan penyimpanan bahan mentah

Semen yang paling umum yaitu semen portland memerlukan empat komponen bahan kimia yang sesuai. Bahan tersebut adalah kapur (batu kapur), silika (pasir silika), alumina (tanah liat), dan besi oksida (bijih besi). Gipsum dalam jumlah yang sedikit ditambahkan selama penghalusan untuk memperlambat pengerasan.


(28)

Semua bahan baku dihancurkan sampau menjadi bubuk halus dan dicampur sebelum memasuki proses pembakaran.

3. Homogenisasi dan pencamuran bahan mentah 4. Pemabakaran

Tahap paling rumit dalam produksi semen portland adalah pembakaran, dimana terjadi proses konversi kimiawi sesuai rancangan dan proses fisika untuk mempersiapkan campuran bahan baku membentuk klinker. Proses ini dilakukan di dalam rotary kiln dengan menggunakan bahan bakar fosil berupa padat (batubara), cair (solar), atau bahan bakar alternatif. Batubara adalah bahan yang paling umum dipergunakan karena pertimbangan biaya.

5. Penggilngan hasil pembakaran

Proses selanjutnya adalah penghalusan klinker dengan tambahan sedikit gipsum, kurang dari 4%, untuk dihasilkan semen portland tipe I. Jenis semen lain dihasilkan dengan penambahan bahan aditif posolon atau batu kapur di dalam penghalusan semen.

6. Pendinginan dan pengepakan

2.2.1.2 Bahan Pereaksi (Air)

Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan konstruksi bahan bangunan dengan struktur beton bertulang. Pada konstruksi beton, air diperlukan untuk bereaksi dengan semen sehingga dapat menjadi bahan perekat antara agregat halus ( pasir), agregat kasar (kerikil) serta bahan campuran beton lainya. Sedangkan pada kontruksi baja, air digunakan sebagai bahan pencuci profil baja dari kotoran yang timbul akibat penyimpanan maupun saat distribusi baja. Dalam pembuatan konstruksi beton harus digunakan air yang baik sehingga dapat tercipta beton yang kuat serta tahan lama.

Pada pembuatan beton, air berfunsi sebagai berikut:

1. Untuk reaksi semen

Air yang diperlukan untuk reaksi hidrasi semen kurang lebih 25% terhadap berat semen yang bisa cair dengan pengujian konsistensi normal semen, ini merupakan fungsi utama dari air adukan.


(29)

2. Untuk serapan agregat

Kondisi ideal dari agregat ialah agregat dengan keadaan air jenuh air kering permukaan, tetapi di lapangan akan kesulitan untuk membuat dan menjaga agar agregat bisa selalu dalam keadaaan jenuh air kering permukaan di alam terbuka. Jika agregatnya lama terkena sinar matahari atau kering, untuk itu perlu adanya air khusus untuk diserap oleh agregat agar air untuk reaksi semen tidak terganggu atau tidak berkurang.

3. Untuk kelecakan

Pada saat pembuatan beton diperlukan mobilisasi yang lancar untuk setiap agregat pada adukan agar mudah dikerjakan. Gesekan antar butiran merupakan penyebab susahnya pergerakan antara butiran, sehingga diperlukan air sebagai rolling antar permukaan butiran agregat agar butiran agregat lebih mudah untuk bergerak.

Air yang baik untuk campuran beton bertulang sebaiknya harus memenuhi persyaratan standar nasional Indonesia (SK-SNI – S – 04 – 1989 – F) yaitu sebagai berikut :

Air harus bersih

Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 2 gram /liter.

Tidak mengandung lumpur minyak dan benda terapan lain yang bisa dilihat secara visual.

Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam organik) lebih dari 15 gram / liter.

Tidak mengadung senyawa sulfat lebih dari 1 gram / liter. Tidak mengandung chlorida (cl) lebih dari 0,5 gram / liter.

Air yang digunakan sebaiknya dari jenis air tawar karena air asin/air laut mempunyai kadar garam yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan besi tulangan berkarat dan konstruksi beton tidak mempunyai kekuatan optimal karena pemilihan air yang salah pada saat pelaksanaan. Dengan demikian sebuah konstruksi bangunan yang kuat diawali dari pemilihan air yang baik sebagai bahan bangunan.

Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting, karena air dapat bereaksi dengan semen, yang akan menjadi pasta pengikat agregat. Air juga berpengaruh


(30)

terhadap kuat desak beton, karena kelebihan air akan menyebabkan penurunan pada kekuatan beton itu sendiri. Selain itu kelebihan air akan mengakibatkan beton menjadi bleeding, yaitu air bersama-sama semen akan bergerak ke atas permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang. Hal ini akan menyebabkan kurangnya lekatan antara lapis-lapis beton dan merupakan yang lemah.

Air pada campuran beton akan berpengaruh terhadap :

1. Sifat workability adukan beton. 2. Besar kecilnya nilai susut beton

3. Kelansungan reaksi dengan semen portland, sehingga dihasilkan dan kekuatan selang beberapa waktu.

4. Perawatan keras adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik.

Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat sebagai air minum yaitu tawar, tidak berbau, bila dihembuskan dengan udara tidak keruh dan lain-lain, tetapi tidak berarti air yang digunakan untuk pembuatan beton harus memenuhi syarat sebagai air minum.

Penggunaan air untuk beton sebaiknya air memenuhi persyaratan sebagai berikut ini :

1. Tidak mengandung garam atau asam yang dapat merusak beton, zat organik dan sebaginya lebih dari 15 gram per liter.

2. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 1 gram per liter. 3. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram per liter

4. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi :

Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama

Hasil pengujian pada umur 7 dan 12 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminumus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kuat tekan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan


(31)

(menggunakan specimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)”. (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1998)

2.2.1.3 Agregat (Bahan Pengisi)

Defenisi agregat adalah material granular, yaitu pasir, kerikil (gravel), batu hancur, atau terak besi bekas sisa pembakaran dalam tanur tinggi (blast furnace), yang digunakan bersama medium sementik untuk membentuk beton berbasis semen hidrolik atau mortar.

Agregat merupakan material pembentuk beton yang harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga semen, sehingga sangat ekonomis jika digunakan sebanyak mungkin di dalam campuran beton.

Berdasarkan ukuran fisiknya, agregat terbagi menjadi dua bagian besar. Standar yang tercantum dalam Annual Book of ASTM Standards 1996 Volume 04.02 designa tion: C 125-95a, dan designation: C 33, membagi agregat menjadi dua bagian, yaitu:

1. Agregat Kasar

Agregat yang hamper seluruhnya akan tertahan pada saringan berukuran 4,75 mm (butir no.4) pada uji saringan.

2. Agregat Halus

Agregat yang semuanya akan lolos pada saringan berukuran 3/8 in. (butir no. 9,5), hampir semuanya lolos saringan berukuran 4,75 mm (butir no.4), dan semuanya tertahan pada saringan berukuran 75 m (butir no.200).

Berdasarkan proses pengolahannya, agregat bisa dibedakan menjadi:

1. Agregat Alam

Agregat jenis adalah agregat yang diperoleh dari alam seperti pasir dan batu pecah. Permintaan akan agregat ini akan semakin tinggi apabila pelaksanaan pembanguna semakin tinggi. Penggunaan agregat alam yang semakin tinggi juga dapat menyebabkan rusaknya keseimbangan alam. Dapat diprediksikan pada suatu saat agregat alam ini akan habis terpakai dan walaupun masih ada akan menjadi sulit didapatkan, untuk itu perlu dicari alternatif lain pengganti agregat alam.


(32)

2. Agregat Buatan

Agregat buatan merupakan agregat yang bersal dari produk sampingan suatu proses industri dan umumnya berupa limbah. Contoh agregat buatan yaitu terak baja dan terak nikel. Penggunaan agregat buatan sebagai bahan campuran beton memberikan efek positif pada dunia industri logam terutama baja dan nikel karena limbah terak baja dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang berguna bagi industri beton. Sehingga kerusakan alam akibat penambangan pasir atau batu pecah dapat dihindari.

Karakteristik beton sangat dipengaruhi oleh sifat agregatnya. Pengaruh sifat agregat yang dipakai dalam penelitian tergantung pada bentuk partikel, berat jenis, berat isi, ukuran maksimumnya dan syarat gradasi.

a). Bentuk partikel dan tekstur permukaan

Secara umum agregat kasar dibedakan dalam 2 golongan yaitu membulat (rounded) dan bersudut (angular) yang masing- masing dibedakan lagi secara bertingkat dari bentuk paling ideal (bola dan kubus) sampai bentuk paling tidak ideal (runcing dan prismatis). Agregat dari sember yang berbeda ataupun dengan pengolahan yang berbeda akan menghasilkan agregat dengan bentuk dan tekstur yang berbeda pula. Bentuk dan tekstur permukaan baik agregat kasar maupun halus akan mempengaruhi workability, rasio agregat halus terhadap agregat kasar, kadar semen dan kebutuhan air.

b). Berat jenis agregat (specific gravity)

Berat jenis agregat berat lebih tinggi dari agregat normal dan bervariasi terhadap ukurannya. Rentang berat jenis agregat berat adalah antara 1,4 sampai 1,5 kali berat agregat normal. Berat jenis yang lebih rendah menyebabkan kebutuhan semen lebih tinggi, sedangkan bila berat jenis agregat terlalu tinggi maka berat beton akan meningkat. Selain itu, berat jenis agregat juga digunakan dalam perancangan proporsi campuran untuk menentukan nilai berat isi (absolute volume) agregat.

c). Berat isi (absolute volume)

Berat isi merupakan berat satuan agregat kasar dalam suatu volume tertentu. Secara formulasi menunjukkan rasio perbandingan antar berat massa agregat terhadap volume total. Ruang antar butir diperhitungkan pada gradasi partikel, bentuk partikel, tingkat kerapatan dan


(33)

pemadatan agregat. Disamping itu, kenaikan tingkat kejenuhan agregat atau berat jenis meningkatkan nilai berat isi. Pada umumya nilai berat isi agregat kasar normal antara 1200-1600 kg/m3, sedangkan agregat kasar lebih besar dari 1800 kg/m3.

d). Ukuran Maksium Agregat

Semakin besar ukuran partikel agregat, semakin kecil luas permukaan yang harus dibasahi per unit massa. Oleh karena itu, memperlebar rentang gradasi agregat dengan menggunakan ukuran maksimum yang yang lebih besar akan memperkecil kebutuhan air campuran. Sehingga untuk tingkat workability tertentu rasio air semen dapat dikurangi dan konsekuensinya kekuatan akan meningkat. Tetapi walaupun begitu ada batas atas ukuran maksimum agregat dimana peningkatan kekuatan akan akibat berkurangnya kebutuhan air masih dapat mengimbangi efek negatif yang timbul dengan berkurangnya luas permukaan lekatan dan dengan adanya diskontinuitas akibat penggunaan agregat berukuran besar yang menyebabkan sifat heterogenitas beton menjadi menonjol. Sifat heterogenitas ini memberi pengaruh negatif terhadap kekuatan beton. Untuk beton struktural ukuran agregat maksimum dibatasi pada 25 mm sampai 40 mm karena pertimbangan ukuran penampang beton dan jarak antara tulangan yang umum digunakan.

e). Persyaratan Gradasi

Gradasi mempengaruhi workability (kelecakan) campuran beton, namun tidak mempengaruhi kekuatan beton. Sekalipun demikian, untuk mencapai kekuatan yang tinggi dibutuhkan kompaksi/pemadatan maksimum dengan besar usaha yang masih dapat diterima, yang mana hal ini hanya dapat dilakukan apabila campuran beton cukup workable. Pada dasarnya tidak ada gradasi yang ideal pada agregat alam. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh lain yang berinteraksi, antara lain faktor- faktor utama yang mempengaruhi workability yaitu:

Luas permukaan agregat, yang menentukan jumlah air yang dibutuhkan untuk membasahi seluruh partikel.

Volume relatif yang ditempati oleh agregat.

Kecenderungan terhadap segregasi.


(34)

Ukuran Maks. Agregat (mm)

Volume Absolut Butiran Halus (fines) sebagai fraksi Volume Beton

8 0,165

16 0,140

32 0,125

63 0,110

Tabel 2.2 Persyaratan Volume Absolut butiran Halus

Ukuran Saringan (mm) % Yang Lolos

37,5 100

25 95-100

12,5 25-60

4,75 0-10

2,36 0-5

Tabel 2.3 Spesifikasi Gradasi Agregat Kasar dengan Ukuran Maksimum 25 mm (ASTM)

Selain hal-hal diatas agregat yang dipakai untuk beton juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Agregat harus bersih Keras/kuat

Distribusi/gradasi ukuran butir agregatnya memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku


(35)

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas, dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap agresi kimia serta ketahanan terhadap penyusutan (shrinkage).

Akibat porositasnya, partikel agregat juga dapat menyerap air. Hal ini akan mempengaruhi faktor semen air (fas) atau w/c ratio dalam campuran beton, yang

mengakibatkan kelecakan beton yang didesain berubah. Selain itu, ”hilangnya” air akibat

terserap oleh porositas agregat akan mengurangi jumlah air yang dibutuhkan selain reaksi hidrasi berlangsung. Sehingga pada perencanaan campuran (mix design), agregat perlu diuji kuantitatif untuk mengetahui sejauh mana keadaan kelembaban itu dimilikinya. Agregat umum yang normal mempunyai kelembaban sekitar 0,5 - 2,0%. Keadaan lembab agregat dideskripsikan secara fisik dengan empat keadaan yaitu:

1. Kering Oven/Oven Dry (OD)

Seluruh air yang telah dihilangkan. Baik air yang ada dipermukaan maupun

yang ada dalam pori. Pemanasan pada 105 ˚C dilakukan selama 24 jam untuk

memperoleh kondisi ini, dan ditimbang hingga mempunyai berat konstan.

2. Kering Udara/Air Dry(AD)

Seluruh air yang ada di permukaan telah dihilangkan, namun masih menyisakan air di dalam pori internalnya.

3. Jenuh dengan Permukaan Kering/Saturated-Surface-Dry (SSD)

Seluruh pori masih terisi air, namun dengan permukaan yang kering. Agregat pada keadaan ini tidak dapat mempengaruhi kadar air dalam campuran beton, sebab tak dapat lagi menyerap atau menyumbang air. Agregat yang ideal untuk mix design dalam beton.

4. Basah/Wet

Seluruh pori yang ada terisi air, dan mempunyai permukaan yang berfilm air. Agregat tipe ini tidak akan mampu lagi menyerap air, namun akan


(36)

menyumbang air pada proses pencampuran beton. Hingga rasio w/c dalam beton dapat berubah.

Menurut standar nasional indonesia (SK SNI – S – 04 – 1989 – F : 28) disebutkan mengenai persyaratan pasir atau agregat halus yang baik sebagai bahan bangunan adalah sebagai berikut :

Agregat halus harus terdiri dari butiran yang tajam dan keras dengan indeks kekerasan < 2,2.

Jika dipakai natriun sufat bagian hancur maksimal 12%. Jika dipakai magnesium sulfat bagian halus maksimal 10%.

Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dan apabila pasir mengandung lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci.

Pasir tidak boleh mengadung bahan-bahan organik terlalu banyak, yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrans–Harder dengan larutan jenuh NaOH 3%.Susunan besar butir pasir mempunyai modulus kehalusan antara 1,5 sampai 3,8 dan terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam.

Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi reaksi pasir terhadap alkali harus negatif

.Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua mutu beton kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemerintahan bahan bangunan yang diakui.

Agreagat halus yang digunakan untuk plesteran dan spesi terapan harus memenuhi persyaratan pasir pasangan.


(37)

Tabel 2.4 Syarat Batas Gradasi Pasir

Keterangan :

Zone 1 = Pasir kasar

Zone 2 = Pasir agak kasar

Zone 3 = Pasir halus

Zone 4 = Pasir agak halus

2.2.1.4Bahan Tambahan (Admixtures)

Admixtures adalah bahan/komponen pada beton selain air, semen, agregat, amupun serat, yang ditambahkan pada tahap pencampuran beton. Admixtures digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton; misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.

Admixtures dibagi menjadi dua yaitu chemical dan mineral admixture. Chemical admixture adalah bahan-bahan tambahan yang dapat larut dalam air, sedangkan Chemical admixture tidak dapat larut dalam air.

Lubang ayakan (mm)

Berat Tembus Komulatif (%)

Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4

Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas

10 100 100 100 100 100 100 100 100

4.8 90 100 90 100 90 100 95 100

2.4 60 95 75 100 80 100 95 100

1.2 30 70 55 100 75 100 90 100

0.6 15 34 35 59 60 79 80 100

0.3 5 20 8 30 12 40 15 50


(38)

Berdasarkan ketentuan dan syarat mutu menurut ASTM C494-91 ”Standard

Specification for Chemical Admixture for Concrete”, Chemical admixture dibedakan menjadi:

TIPE A Water reducing admixture

TIPE B Retarding admixture

TIPE C Accelerating admixture

TIPE D Water reducing and accelerating admixture TIPE E Water reducing and accelerating admixture TIPE F Water reducing highrange admixture TIPEG Water reducing highrange and retarding

admixture

Tabel 2.5 Tipe-tipe Chemical Admixture

Mineral admixture dapat bersifat sementius, pozzolanik, atau dua-duanya. Bahan-bahan ini dapat digunakan sebagai Bahan-bahan pengganti sebagian dari berat semen dalam campuran beton. Bahan ini juga bersifat amorphous, sehingga sangat reaktif. Dapat memperbaiki sifat mekanik beton, dan akan mengalami hidrasi dengan bantuan semen portland. Contoh dari bahan-bahan ini antara lain: silica fume, fly ash, dan slag. Semua bahan tersebut juga disebut material pozzolanik yang merupakan hasil buangan dari industri. Silica fume merupakan hasil sampingan dari produksi logam silikon dan ferrosilikon. Fly ash merupakan hasil pembakaran dari batu bara (banyak digunakan pada PLTU sebagai bahan bakarnya). Dan slag atau terak merupakan residu pembakaran biji besi dengan kokas dalam tanur tinggi.

Semua jenis material pozzolan tersebut mempunyai karakteristik yang sama, yaitu reaktif secara umum, dan memiliki struktur silika amorf yang dapat bereaksi dengan kapur (lime) hasil hidrasi.

Bahan tambahan dari jenis material admixture seringkali digunakan karena mengandung silika dan alumina yang dapat bereaksi dengan Ca(OH)2 membentuk senyawa CSH.


(39)

Ca(OH)2 + SiO2 AlO, 3 C3S2H3 C3AH6

C3A.3CaSO4H32

Dengan demikian, faktor yang sangat berpengaruh untuk menggunakan bahan tambah adalah unsur silika yang terkandung di dalamnya. Berikut adalah perbandingan unsur silika bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai material admixture yang dibandingkan dengan semen sebagai salah satu komponen campuran beton.

Senyawa Semen Portland

Slag Silica Fume Fly Ash Bottom Ash

CaO% 54-66 30-46 0,1-0,6 2-7 0,1-1

SiO2% 18-24 30-40 85-98 40-55 20-30

Al2O3% 2-7 10-20 0,2-0,6 20-30 30-50

Fe2O3% 0-6 4 0,3-1 5-10 0-3

MgO% 0,1-4 2-16 0,3-3,5 1-4 0-2

SO3% 1-4 3 - 0,4-2 0-1

Na2O% 0,2-1,5 3 0,8-1,8 1-2 0,1-0,3


(40)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Proses penelitian terdiri dari beberapa bagian yaitu: pengujian sifat fisik bahan beton, preparasi benda uji, dan pengujian kuat tekan beton. Data hasil pengujian akan berbentuk kuantitatif dan diolah berdasarkan pedoman pengolahan data pengujian pada Laboratorium Struktur dan Bahan, Fakultas Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.

3.1Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Timbangan 0.01 gr

2. Oven pengering, bertemperatur 220 0C 3. Ayakan

4. Cawan keramik dan tempayan baja 5. Gelas ukur 500 ml

6. Alat penumbuk

7. Sieve sheker (Mesin penggetar)

8. Silinder pengukur berat volume agregat, kapasitas 2,781 liter

9. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm dengan ujung bulat 10.Mistar perata (straight edge)

11.Thermometer ruang

12.Cetakan beton berbentuk kubus dengan ukuran 15x15x15 cm dan berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

Bahan yang digunakan:

1. Limbah terak baja (slag) dari PT. Growth Sumatra Industry 2. Semen Portland tipe I, cap Semen Padang

3. Air PDAM Laboratorium Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan 4. Agregat alam, pasir yang berasal dari sungai dan kerikil.


(41)

3.2 Diagram Alir Penelitian

3.2.1 Tahap I, Pengujian Sifat Fisik Bahan

Agregat Halus Agregat Kasar Pengujian Kadar Lumpur Reduksi Partikel dengan Jaw Crusher

< 5% 19 mm?MSA =

Ya Ya Pengujian Kadar Air Analisis Saringan Vibratik Analisis Saringan Vibratik Pengujian Kadar air MSA = 4,75 mm? Ya Pengujian Berat Volume Pengujian Berat Volume Pengujian Specific Grafity dan Absorbsi Pengujian Specific Grafity dan Absorbsi Semen dan Air

Pencucian 3 kali dan penjemuran

Tidak Tidak

- Oven 110 ± 5 0C - Waktu tahan 1 x

24 jam

Waktu getar 15 menit Tidak Rejected Penimbangan dan Perencanaan Campuran (Mix Design)


(42)

3.2.2 Tahap II, Preparasi benda uji dan Pengujian kuat tekan beton

Pengukuran, Pemotongan dan Pengampelasan

Cetakan

Trial Mix dan Pengecoran Manual 48 Sampel

Pembukaan Cetakan, Pengampelasan Beton

Proses Curing di dalam air selama hari pengujian

Pengujian Kuat Tekan Beton Berumur 28 hari

Rekapitulasi Data, Analisis dan Kesimpulan


(43)

3.3 Perancangan Percobaan

3.3.1 Proses Pengujian Keadaan Fisik Bahan Bahan Beton

3.3.1.1 Pengujian Kadar Lumpur

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan persentase kadar lumpur dalam bahan yang digunakan sebagai campuran beton. Kandungan lumpur < 5% merupakan ketentuan bagi penggunaannya untuk pembuatan beton. Proses pengujian dilakukan dengan langkah berikut:

1. Contoh benda uji dimasukkan ke dalam gelas ukur.

2. Air ditambahkan ke dalam gelas ukur guna melarutkan lumpur. 3. Gelas ukur digoyang untuk mencuci bahan dari lumpur.

4. Gelas disimpan di tempat yang datar dan dibiarkan agar lumpur mengendap selama 24 jam.

5. Berat bahan sebelum dicuci (W1) dan berat agregat sesudah dicuci (W2) dicatat.

6. Kadar lumpur dihitung sebagai 1

2 1

W W W

x 100%.


(44)

3.3.1.2 Pengujian Kadar Air

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan besarnya kadar air yang terkandung dalam bahan dengan cara pengeringan. Yang dimaksud dengan kondisi kering terhadap berat semula yang dinyatakan dalam persen dan berfunsi sebagai koreksi terhadap pemakaian air untuk campuran beton yang disesuaikan dengan kondisi agregat di lapangan. Pengujian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Benda uji ditimbang dan dicatat beratnya sebelum dimasukkan ke dalam oven (W1). 2. Dikeringkan dalam oven dengan temperatur 100 ± 5˚C selama 24 jam.

3. Benda uji ditimbang dan dicatat beratnya setelah dikeluarkan dari oven (W2).

4. Kadar air dihitung dengan 1

2 1

W W W

x 100%.

Gambar 3.2 Oven Pengering

3.3.1.3 Analisis Saringan Vibratik

Pengujian analisis saringan dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dan halus. Data distribusi butiran pada agregat dipelukan dalam perencanaan campuran beton. Dari pengujian ini dapat diperoleh gambaran seperti apa model kepadatan dan tingkat densitas beton yang kita buat. Pengujian ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:


(45)

2. Benda uji dicurahkan pada saringan dengan ukuran yang telah distandarkan. Perangkat saringan digetarkan dengan mesin pengguncang (Shieve Sheker) selama 15 menit dan dicatat distribusi partikel yang tinggal menurut prosedur.

Gambar 3.3.1 Shieve Sheker

Gambar 3.3.2 Ayakan

3.3.1.4 Pengujian Berat Volume

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat volume agregat kasar, halus, atau campuran keduanya yang didefenisikan sebagai perbandingan antara berat material kering dengan volumenya. Pengujian ini dilakukan dengan prosedur pelaksanaan:

1. Berat isi dengan cara lepas

Timbang dan catat beratnya (W1)

Masukkan sampel dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir-butir, dari ketinggian maksimum 5 cm di atas wadah dengan menggunakan sekop atau sendok sampai penuh.

Ratakan permukaan sampel dengan menggunakan mistar perata. Timbang dan catat berat wadah beserta sampel (W2).


(46)

Hitunglah berat sampel (W3 = W2-W1). 2. Berat isi dengan cara penusukan

Timbang dan catat berat wadah (W1).

Isilah wadah dengan sampel dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sampai 25 kali tusukan yang merata. Pada pemadatan tongkat harus tepat masuk sampai lapisan paling bawah tiap-tiap lapisan. Ratakan permukaan dengan mistar perata.

Timbang dan catat berat wadah besrta sampel (W2). Hitung berat sampel (W3 = W2-W1).

3. Berat isi dengan penggoyangan.

Timbang dan catat berat wadah (W1).

Isilah wadah dengan sampel dalam 3 lapis yang sama tebal.

Padatkan setiap lapisan dengan cara menggoyang-goyangkan wadah.

Letakkan wadah diatas tempat yang kokoh dan datar, angkatlah salah satu sisinya kira-kira setinggi 5 cm kemudian lepaskan.

Ulangi hal ini pada sisi yang lain, padatkan setiap lapisan dengan 25 kali goyangan setiap sisi.

Ratakan permukaan dengan mistar perata.

Timbang dan catat berat wadah beserta sampel (W2). Hitunglah berat sampel (W3 = W2-W1).

Perhitungan:

Berat isi agregat = V W3

(kg/dm3)

Dimana W3 = Berat sampel V = isi wadah

Tinggi wadah(t) = 22,7 cm = 2,27 dm Diameter = 20,5 cm

Jari-jari(r) = 10,25cm = 1,025 dm Volume Wadah(V) = πr2 x t

= 3,14 (1,025)2 x 2,27


(47)

3.3.1.5 Pengujian Specific Gravity dan Absorbsi

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan Bulk (Berat jenis kering), berat jenis SSD, dan daya serap dari bahan, yang selanjutnya nilai ini diperlukan untuk menetapkan besarnya komposisi volume agregat dalam campuran beton. Langkah-langkah pengujian SSD:

1. Siapakan benda uji SSD bahan.

2. Isi kerucut terpancung ± 1/3 bagian dan padatkan benda uji dengan alat pemadat sebanyak 8 kali tumbukan.

3. Isi kerucut terpancung ± 2/3 bagian dan padatkan benda uji dengan alat pemadat sebanyak 8 kali tumbukan.

4. Isi kerucut terpancung sampai penuh dan padatkan benda uji dengan alat pemadat sebanyak 8 kali tumbukan.

5. Isi kerucut terpancung sampai penuh dan padatkan benda uji dengan alat pemadat sebanyak 1 kali tumbukan.

6. Isi kerucut terpancung sampai penuh dan ratakan dengan spatula.

7. Bersihkan pasir disekitar cetakan dan angkat kerucut terpancung secara vertikal. 8. Pasir dalam keadaan SSD (JPK) jika setelah kerucut terpancung diangkat bentuk

bahan tidak dalam bentuk kering atau dalam bentuk jenuh air.

Proses pemeriksaan berat jenis:

1. Timbang agregat dalam keadaan SSD atau JPK seberat 500 gr dan masukkan ke dalam gelas ukur (B1).

2. Masukkan air bersih mencapai 90% isi gelas ukur, lalu putar sambil diguncang sampai tidak terlihat lagi gelembung udara di dalamnya.

3. Tambahkan air pada gelas ukur sampai mencapai tanda batas. 4. Timbang gelas ukur berisi air dan agregat (B2).

5. Keluarkan benda uji, masukkan ke dalam oven sampai berat tetap dan dinginkan lalu timbang (B4).


(48)

Perhitungan:

Berat jenis kering (Bulk)

2 3 1 4 B B B B

Berat jenis SSD

2 3 1 1 B B B B Daya serap 4 4 1 B B B x 100%

3.3.2 Perencanaan Kuantitas Bahan (Mix Design) Campuran Beton

Mix design merupakan cara merancang campuran benda uji berapa kebutuhan tiap agregat per m3 beton. Mix design yang dimaksud adalah dengan metode DoE (Development of the Environment) 1975, Design of Normal Concrete Mixes, Building Reseach Establisment. Melalui beberapa pengujian sifat fisik bahan-bahan beton, diperoleh nilai kadar air agregat, berat volume, specific gravity, serta persentase absorbsi air yang akan dialami agregat. Nilai-nilai ini akan menjadi factor koreksi dalam penentuan kuantitas bahan dalam campuran beton.

Kadar air dalam beton sangat dipengaruhi oleh kadar air atau persentase absorbsi air oleh agregat. Sehingga, kecenderungan agregat mengabsorbsi atau menyumbang air harus diperhitungkan. Kurangnya jumlah air (rendahnya w/c ratio) akan menyebabkan kelecakan beton menurun. Rendahnya densitas atau inhomogenitas kepadatan di tiap daerah beton menyebabkan beton yang diuji mengalami penurunan kuat tekan dengan nilai yang cukup signifikan terhadap dimensi yang kecil. Berdasarkan metode DoE, dipilih faktor air-semen (fas) atau w/c ratio , w/c ratio sebesar 0,45. Rasio yang terlalu besar akan menyebabkan kenaikan jumlah porositas, serta kenaikan bleeding yang tinggi. Sedangkan rasio yang terlalu rendah menyebabkan kelecakannya menurun drastis.


(49)

Selanjutnya secara teoritis, rekapitulasi perencanaan campuran beton dibuat sebagai berikut:

1. Variasi Beton terdiri dari 4 varian yaitu, beton 1 normal (agregat halus pasir tanpa terak baja, agregat kasar kerikil), beton 2 (agregat halus pasir + 10% terak, agregat kasar kerikil), beton 3 (agregat halus pasir + 25% terak baja, agregat kasar kerikil) dan beton 4 (agregat halus pasir + 50% terak baja, agregat kasar kerikil). Masing- masing varian beton dibuat berbentuk silinder 3 buah dan kubus 3 buah.

2. Faktor air-semen (w/c ratio) 0,45 untuk semua komposisi beton yang diuji.

3. Air yang digunakan berasal dari aliran PDAM Lab. Struktur dan Bahan, Fakultas Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.

4. Semen yang digunakan adalah semen Portland Tipe I.

5. Kadar agregat halus dan kasar selalu dibuat konstan, dengan MSA agregat halus 4,75 mm dan agregat kasar 19 mm.

3.3.3 Persiapan Benda Uji

Cetakan yang digunakan adalah cetakan SNI yang ada di Lab. Struktur Struktur dan Bahan, Fakultas Teknik Politeknik Negeri Medan. Cetakan silinder berdiameter 15 cm dengan tinggi 30 cm dan kubus beerukuran 15 x 15 x 15 cm. Keseluruhan benda uji sebanyak 24 buah untuk pengujian kuat tekan standar. Proses penyiapan benda uji tersebut sebagai berikut:

1. Penimbangan, pencampuran dari bahan yang kering terlebih dahulu, pengujian slump campuran beton basah serta pengecoran benda uji. Slump untuk beton normal (K-225) antara 6-8 cm berdasarkan PBI (Peraturan beton Indonesia).

2. Pencetakan, penyimpanan serta pembukaan cetakan setelah 24 jam.

3. Dilakukan proses curing melalui perendaman di dalam bak air dengan suhu kamar hingaa satu hari sebelum pengujian (hari ke-27).

4. Pada hari ke-27 dikeluarkan dari bak untuk meniriskan air pada beton serta dilakukan capping pada beton berbentuk silinder untuk meratakan permukaan benda uji agar pada saat pengujian kuat tekan diperoleh kerataan dimensi yang cukup baik.


(50)

Gambar 3.4 Cetakan Beton

3.3.4 Pemeriksaan Nilai Slump (Slump Test)

Tujuan pemeriksaan nilai slump adalah untuk mengukur nilai slump adukan beton segar sehingga diketahui tingkat workability-nya.

Prosedur percobaan:

1. Ambil adukan beton dari mixer.

2. Letakkan corong slump di atas talang injak kedua kakinya.

3. Masukkan adukan beton ke dalam corong slump ± 1/3 bagiannya, lalu tusuk-tusuk dengan batang pemadat secara merata sebanyak 10 kali.

4. Lakukan hal yang sama untuk lapis kedua dan lapis ketiga atau tiap 1/3 bagian silinder silinder.

5. Ratakan permukaan corong.

6. Angkat corong dengan hati-hati dalam posisi tegak lurus, lalu ukur penurunan yang terjadi (selisih antara tinggi awal dan akhir). Besarnya penurunan ini disebut nilai slump.


(51)

Gambar 3.5 Pemeriksaan Nilai Slump

3.3.5 Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai kuat tekan beton terhadap beban berarah koaksial. Pengujian ini melibatkan seluruh sampel pengujian (24 buah), sebagai usaha untuk mengamati kecenderungan pengaruh masing-masing variasi kombinasi setelah berumur 28 hari. Kecenderungan ini digambarkan dalam grafik kuat tekan beton sebagai hubungan antara kuat tekan beton dengan komposisi pemakaian terak baja. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui persentase terbaik pemakaian terak baja ditinjau dari kuat tekannya.


(52)

Pembebanan pada pengujian kekuatan tekan dengan menggunakan mesin uji multi guna (Universal Testing Machine). Beban yang bekerja akan terdistribusi secara kontinu melalui titik berat penampang sepanjang sumbu longitudinal dengan tegangan sebesar:

fc = A P

dimana:

fc = kekuatan tekan beton (kg/cm2) P = Beban tekan maksimum (kg) A = Luas penampang benda uji (cm2).

a. Kuat Tekan Beton Rata-rata

) / (

... kg cm2 n

fc fcm

b. Penentuan Standar Deviasi

) / ( ... ) 1 ( ) ( 2 2 cm kg n fcm fc S

c. Penentuan Kuat Tekan Karakteristik Beton )

/ ( ... .

'c fcm kS kg cm2 f

dimana : fcm = kuat tekan beton rata-rata (kg/cm2)

fc = kuat tekan masing-masing benda uji (kg/cm2)

f’c = kuat tekan karakteristik (kg/cm2) n = jumlah benda uji

S = standar deviasi k = 1,64


(53)

BAB IV

DATA dan ANALISIS

4.1 Pengujian Bahan

Semua pengujian bahan dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan Fakultas Teknik Sipil, Politeknik Negeri Medan.

4.1.1 Hasil Pengujian Kadar Lumpur

Jenis Agregat

Berat Agregat sebelum dicuci(W1) (gram)

Berat Agregat sesudah dicuci(W2) (gram)

Persentase Kadar Lumpur

Pasir 500 478,87 4,226%

Terak Baja 500 491,10 1,78%

Kerikil 500 493,91 1,216%

Tabel 4.1.1 Persentase kadar lumpur

Persentase Kadar Lumpur = 1

2 1

W W W


(54)

4.1.2 Hasil Pengujian Kadar Air

Jenis Agregat Berat Agregat sebelum di oven(W1) (gram)

Berat Agregat sesudah di oven

(W2) (gram)

Persentase Kadar Air

Pasir 500 476,12 4,776%

Terak Baja 500 491,5 1,7%

Kerikil 500 496 0,8%

Tabel 4.1.2 Persentase kadar air

Persentase Kadar Air = 1

2 1

W W W

x 100%

4.1.3 Hasil Analisis Saringan Vibratik

4.1.3.1 Pasir

Sampel = 500 gr

Ayakan(mm) Tertahan(gram) Persentase Tertahan(%)

Persentase Tertahan Komulatif(%)

Persentase Lolos (%)

4 11,63 2,326 2,326 97,674

2 49,29 9,858 19,716 90,142

1 71,71 14,342 34,058 65,942

0,5 77,12 15,424 49,482 84, 576

0,25 119,99 23,998 73,48 76,001

0,125 118,46 23,692 97,172 76,308


(55)

Panci = 500 gr - Tertahan = 500 gr – 448,2 gr = 51,8 gr Persentase Tertahan =

gr gr Terta ha n

500 ) (

x 100%

Modulus Kehalusan Butir (MKB) =

100 mulatif TertahanKo P ersentase = 100 234 , 276

= 2,762 %

4.1.3.2 Terak Baja

Sampel = 500,36 gr

Ayakan(mm) Tertahan(gram) Persentase Tertahan(%)

Persentase Tertahan Komulatif(%)

Persentase Lolos(%)

4 4,74 0,947 0,947 99,053

2 204,32 40,834 41,781 59,166

1 170,63 34,101 75,882 65,899

0,5 74,17 14,817 90,699 85,183

0,25 30,07 6,009 96,708 93,991

0,125 8,98 1,794 98,502 98,206

Tabel 4.1.3.2 Analisis saringan vibratik terak baja

Panci = 500,36 gr - ∑ Tertahan = 500,36 gr- 492,91 gr = 7,09 gr Persentase Tertahan =

gr gr Terta ha n

36 , 500 ) ( x 100%

Modulus Kehalusan Butir (MKB) =

100 mulatif TertahanKo P ersentase = 100 352 , 504


(56)

4.1.3.3 Kerikil

Sampel = 8000 gr

Ayakan(mm) Tertahan(gram) Persentase Tertahan(%)

Persentase Lolos(%)

Persentase Lolos Komulatif(%)

19 184,7 2,31 97,69 97,69

16 1800,4 22,5 77,5 145,19

9,5 4488 56,1 43,9 189,09

8 973,2 12,165 87,835 276,925

4 549,2 6,865 93,135 370,06

Tabel 4.1.3.3 Analisis saringan vibratik kerikil

Panci = 8000 gr - Tertahan = 8000 gr – 7995,5 gr = 4,5 gr

Persentase Tertahan =

gr gr Terta ha n

8000 ) (

x 100%

Modulus Kehalusan Butir (MKB) =

100 atif LolosKomul P ersentase = 100 955 , 1078

= 10,789 %

4.1.4 Hasil Pengujian Berat Volume

Tinggi wadah(t) = 22,7 cm = 2,27 dm

Diameter = 20,5 cm

Jari-jari(r) = 10,25cm = 1,025 dm Volume Wadah(V) = πr2 x t


(57)

= 3,14 (1,025)2 x 2,27 = 7,488 dm3

4.1.4.1 Pasir

Berat volume cara Lepas

Berat wadah(W1) 4,8 kg

Berat wadah + benda uji(W2) 14,7 kg

Berat benda uji(W3) 9,9 kg

Volume wadah(V) 7,488 dm3

Berat volume = V W3

(kg/dm3)

488 , 7 9 , 9

= 1,322 kg/dm3

Tabel 4.1.4.1.1 Berat volume pasir cara lepas

Berat volume cara ditusuk

Berat wadah(W1) 4,8 kg

Berat wadah + benda uji(W2) 15 kg

Berat benda uji(W3) 10,2 kg

Volume wadah(V) 7,488 dm3

Berat volume = V W3

(kg/dm3)

488 , 7 2 , 10

= 1,362 kg/dm3

Tabel 4.1.4.1.2 Berat volume pasir cara ditusuk

Berat volume cara digoyang

Berat wadah(W1) 4,8 kg

Berat wadah + benda uji(W2) 15,8 kg

Berat benda uji(W3) 11 kg

Volume wadah(V) 7,488 dm3

Berat volume = V W3

(kg/dm3)

488 , 7

11

= 1,469 kg/dm3


(58)

4.1.4.2 Terak Baja

Berat volume cara Lepas

Berat wadah(W1) 4,8 kg

Berat wadah + benda uji(W2) 24 kg

Berat benda uji(W3) 19,3 kg

Volume wadah(V) 7,488 dm3

Berat volume = V W3

(kg/dm3)

488 , 7 3 , 19

= 2,577 kg/dm3

Tabel 4.1.4.2.1 Berat volume terak baja cara lepas

Berat volume cara ditusuk

Berat wadah(W1) 4,8 kg

Berat wadah + benda uji(W2) 25,6 kg

Berat benda uji(W3) 20,8 kg

Volume wadah(V) 7,488 dm3

Berat volume = V W3

(kg/dm3)

488 , 7 8 , 20

= 2,778 kg/dm3

Tabel 4.1.4.2.2 Berat volume terak baja cara ditusuk

Berat volume cara digoyang

Berat wadah(W1) 4,8 kg

Berat wadah + benda uji(W2) 25,1 kg

Berat benda uji(W3) 20,3 kg

Volume wadah(V) 7,488 dm3

Berat volume = V W3

(kg/dm3)

488 , 7 3 , 20

= 2,711 kg/dm3


(59)

4.1.4.3 Kerikil

Berat volume cara Lepas

Berat wadah(W1) 4,8 kg

Berat wadah + benda uji(W2) 15,8 kg

Berat benda uji(W3) 11 kg

Volume wadah(V) 7,488 dm3

Berat volume = V W3

(kg/dm3)

488 , 7

11

= 1,469 kg/dm3

Tabel 4.1.4.3.1 Berat volume kerikil cara lepas

Berat volume cara ditusuk

Berat wadah(W1) 4,8 kg

Berat wadah + benda uji(W2) 16,4kg

Berat benda uji(W3) 11,6 kg

Volume wadah(V) 7,488 dm3

Berat volume = V W3

(kg/dm3)

488 , 7 6 , 11

= 1,549 kg/dm3

Tabel 4.1.4.3.2 Berat volume kerikil cara ditusuk

Berat volume cara digoyang

Berat wadah(W1) 4,8 kg

Berat wadah + benda uji(W2) 16,7 kg

Berat benda uji(W3) 11,9 kg

Volume wadah(V) 7,488 dm3

Berat volume = V W3

(kg/dm3)

488 , 7 9 , 11

= 1,589 kg/dm3


(60)

4.1.5 Hasil Pengujian Specific Gravity dan Absorbsi

4.1.5.1 Pasir

Pemeriksaan A (gram) B (gram) Rata-rata (gram)

Agregat (B1) 500 500 500

Agregat + air + gelas ukur (B2) 857,61 858,12 857,865 Air + gelas ukur (B3) 548,30 551,29 549,795 Berat benda uji kering oven (B4) 484,47 486,14 485,305

Tabel 4.1.5.1.1 Pemeriksaan pasir

Perhitungan A B Rata-rata

Berat jenis kering (Bulk)

2 3 1 4 B B B B

2,54 gram/cm3 2,51 gram/cm3 2,525 gram/cm3

Berat jenis SSD

2 3 1 1 B B B B

2,62 gram/cm3 2,58 gram/cm3 2,6 gram/cm3

Daya serap 4 4 1 B B B x 100%

3,2 % 2,85 % 3,025 %

Tabel 4.1.5.1.2 Specific gravity dan absorbsi pasir

4.1.5.2 Terak Baja

Pemeriksaan A (gram) B (gram) Rata-rata (gram)

Agregat (B1) 500,01 500 500,05

Agregat + air + gelas ukur (B2) 958,4 498,83 728,615 Air + gelas ukur (B3) 551,04 546,45 548,745 Berat benda uji kering oven (B4) 497,9 492,12 495,01


(61)

Perhitungan A B Rata-rata Berat jenis kering (Bulk)

2 3 1 4 B B B B

5,37 gram/cm3 0,89 gram/cm3 3,13 gram/cm3

Berat jenis SSD

2 3 1 1 B B B B

5,39 gram/cm3 0,91 gram/cm3 3,15 gram/cm3 Daya serap 4 4 1 B B B x 100%

0,42 % 1,6 % 1,01 %

Tabel 4.1.5.2.2 Specific gravity dan absorbsi terak baja

4.1.5.3 Kerikil

Pemeriksaan A (gram) B (gram) Rata-rata

(gram)

Agregat (B1) 500,04 500,09 500,065

Agregat + air + gelas ukur (B2) 1407,62 1396,61 1402,115 Air + gelas ukur (B3) 1096,64 1092,29 1094,465 Berat benda uji kering oven (B4) 495,62 495,47 495,545

Tabel 4.1.5.3.1 Pemeriksaan kerikil

Perhitungan A B Rata-rata

Berat jenis kering (Bulk)

2 3 1 4 B B B B

2,62 gram/cm3 2,53 gram/cm3 2,575 gram/cm3

Berat jenis SSD

2 3 1 1 B B B B


(62)

Daya serap

4 4 1

B B B

x 100%

0,89 % 0,93 % 0,91 %

Tabel 4.1.5.3.2 Specific gravity dan absorbsi kerikil

4.2 Kebutuhan Bahan Campuran Beton

Setelah di lakukan mix design DoE diperoleh kebutuhan setiap bahan per m3.

REKAPITULASI HASIL MIX DESIGN

KOMPOSISI CAMP.

BERAT BAHAN (KG)

A. Beton 1

1. Semen 14.508

2. Pasir 36.748

3. Terak Baja 0

4. Kerikil 47.822

5. Air 8.125

B. Beton 2

1. Semen 14.508

2. Pasir 33.0732

3. Terak Baja 3.6748

4. Kerikil 47.822

5. Air 8.125

C. Beton 3

1. Semen 14.508

2. Pasir 27.561

3. Terak Baja 9.187


(63)

5. Air 8.125

D. Beton 4

1. Semen 14.508

2. Pasir 18.374

3. Terak Baja 18.374

4. Kerikil 47.822

5. Air 8.125

Tabel 4.2 Kebutuhan setiap bahan per m3

4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan Fakultas Teknik Sipil, Politeknik Negeri Medan. Pada pengujian beton ini digunakan media air sebagai media perendaman beton selama waktu curing. Proses curing dilakukan sampai hari pengujian kuat tekan beton.


(64)

y = -0.0166x2 + 1.7453x + 265.73

y = 0.0005x3 - 0.0468x2 + 2.3484x + 259.08 250

260 270 280 290 300 310 320 330 340

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

P ers entas e Terak

K urva Nilai K uat T ekan R atarata

K

U

A

T

T

E

K

A

N

B enda Uji S ilinder

B enda Uji K ubus


(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian terhadap beton dengan berbagai parameter (kombinasi agregat dan waktu pengujian) didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Limbah terak baja dapat digunakan sebagai bahan tambahan pasir (agregat halus) pada campuran pembuatan beton.

2. Kekuatan tekan beton yang menggunakan agregat terak baja lebih tinggi daripada beton normal yang hanya menggunakan agregat alam yaitu pasir dan kerikil. 3. Urutan kenaikan kekuatan beton dalam penelitian ini adalah beton 4 > beton 3 >

beton 2 > beton 1.

4. Persentase maksimum penggunaan terak baja dalam campuran pembuatan beton untuk mendapatkan kuat tekan yang maksimum adalah 37%.

5. Nilai kekuatan tekan tertinggi dimiliki oleh beton 4 yang berbentuk kubus yaitu 32,66 Mpa.

5.2 Saran Penelitian

1. Karena pengujian tekan hanya dilakukan sampai umur 28 hari, perli dilakukan pengujian lanjutan seperti 56 hari, 90 hari atau 180 hari untuk melihat kemungkinan kenaikan kekuatan tekan akhirnya.

2. Dalam penelitian ini, pengujian sifat mekanik yang dilakukan hanya pengujian kuat tekan. Selain pengujian kuat tekan, perlu juga dilakukan pengujian kuat tarik belah, modulus elastisitas dan pooison’s ratio, permeabilitas, resistansi pada abrasi, penetrasi terhadap chloride.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Sutami, Ir. 1971. Kunstruksi Beton Indonesia. Cetakan Keempat. Jakarta: Badan Penerbit

Pekerjaan Umum.

Kia Wang, Chu dan Charles G. Salmon.1993. Disain Beton Bertulang. Edisi Keempat jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Daryanto. 1994. Pengetahuan Teknik Bangunan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Edward, G. Nawy. 1998. Beton Bertulang. Bandung: Penerbit PT. Refika Aditama.

Kia Wang, Chu dan Charles G. Salmon.1989. Disain Beton Bertulang, Edisi Keempat jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Annual Book of ASTM standards, Standards Terminology Relating to Concrete and Aggregates, designation: C 494-91.

Young, J.F; Sidney Mindess; Robert J. Gray; Arnon Bentur. 1998. The science and Technology of Civil Engineering Materials. New Jersey : Prentice-Hall, inc. Mehta Kumar, P. 1991. Concrete in the Marine Environment. Elsevier Science Publishers. Murdock, L. J., Brook, K. M. 1979. Concrete Materials and Practice. London

http://www.steelindonesia.com/article/01-komposisi_kimia_baja.htm diakses 16 Des 2010 http://www.undp.or.id/procurement/docs/RFQ_UNDP_CPRU_130_2009%20ATT_4.pdf diakses 16 Des 2010

http://www.oasen.nl/oasen/Documents/Oasen%20in%20Indonesi%C3%AB/Course%20mater

ials/Distribution/6.%20PART_3_STEEL_and_Cast_Iron_febr%5B1%5D.2007.pdf diakses 20


(1)

Perhitungan A B Rata-rata Berat jenis kering (Bulk)

2 3 1 4 B B B B

5,37 gram/cm3 0,89 gram/cm3 3,13 gram/cm3

Berat jenis SSD

2 3 1 1 B B B B

5,39 gram/cm3 0,91 gram/cm3 3,15 gram/cm3 Daya serap 4 4 1 B B B x 100%

0,42 % 1,6 % 1,01 %

Tabel 4.1.5.2.2 Specific gravity dan absorbsi terak baja

4.1.5.3 Kerikil

Pemeriksaan A (gram) B (gram) Rata-rata

(gram)

Agregat (B1) 500,04 500,09 500,065

Agregat + air + gelas ukur (B2) 1407,62 1396,61 1402,115

Air + gelas ukur (B3) 1096,64 1092,29 1094,465

Berat benda uji kering oven (B4) 495,62 495,47 495,545

Tabel 4.1.5.3.1 Pemeriksaan kerikil

Perhitungan A B Rata-rata

Berat jenis kering (Bulk)

2 3 1 4 B B B B

2,62 gram/cm3 2,53 gram/cm3 2,575 gram/cm3

Berat jenis SSD

2 3 1 1 B B B B


(2)

Daya serap

4 4 1

B B B

x 100%

0,89 % 0,93 % 0,91 %

Tabel 4.1.5.3.2 Specific gravity dan absorbsi kerikil

4.2 Kebutuhan Bahan Campuran Beton

Setelah di lakukan mix design DoE diperoleh kebutuhan setiap bahan per m3.

REKAPITULASI HASIL MIX DESIGN

KOMPOSISI CAMP.

BERAT BAHAN (KG)

A. Beton 1

1. Semen 14.508

2. Pasir 36.748

3. Terak Baja 0

4. Kerikil 47.822

5. Air 8.125

B. Beton 2

1. Semen 14.508

2. Pasir 33.0732

3. Terak Baja 3.6748

4. Kerikil 47.822

5. Air 8.125

C. Beton 3

1. Semen 14.508

2. Pasir 27.561

3. Terak Baja 9.187


(3)

5. Air 8.125

D. Beton 4

1. Semen 14.508

2. Pasir 18.374

3. Terak Baja 18.374

4. Kerikil 47.822

5. Air 8.125

Tabel 4.2 Kebutuhan setiap bahan per m3

4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan Fakultas Teknik Sipil, Politeknik Negeri Medan. Pada pengujian beton ini digunakan media air sebagai media perendaman beton selama waktu curing. Proses curing dilakukan sampai hari pengujian kuat tekan beton.


(4)

y = -0.0166x2 + 1.7453x + 265.73

y = 0.0005x3 - 0.0468x2 + 2.3484x + 259.08 250

260 270 280 290 300 310 320 330 340

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

P ers entas e Terak

K urva Nilai K uat T ekan R atarata

K

U

A

T

T

E

K

A

N

B enda Uji S ilinder

B enda Uji K ubus


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian terhadap beton dengan berbagai parameter (kombinasi agregat dan waktu pengujian) didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Limbah terak baja dapat digunakan sebagai bahan tambahan pasir (agregat halus) pada campuran pembuatan beton.

2. Kekuatan tekan beton yang menggunakan agregat terak baja lebih tinggi daripada beton normal yang hanya menggunakan agregat alam yaitu pasir dan kerikil. 3. Urutan kenaikan kekuatan beton dalam penelitian ini adalah beton 4 > beton 3 >

beton 2 > beton 1.

4. Persentase maksimum penggunaan terak baja dalam campuran pembuatan beton untuk mendapatkan kuat tekan yang maksimum adalah 37%.

5. Nilai kekuatan tekan tertinggi dimiliki oleh beton 4 yang berbentuk kubus yaitu 32,66 Mpa.

5.2 Saran Penelitian

1. Karena pengujian tekan hanya dilakukan sampai umur 28 hari, perli dilakukan pengujian lanjutan seperti 56 hari, 90 hari atau 180 hari untuk melihat kemungkinan kenaikan kekuatan tekan akhirnya.

2. Dalam penelitian ini, pengujian sifat mekanik yang dilakukan hanya pengujian kuat tekan. Selain pengujian kuat tekan, perlu juga dilakukan pengujian kuat tarik belah, modulus elastisitas dan pooison’s ratio, permeabilitas, resistansi pada abrasi, penetrasi terhadap chloride.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Sutami, Ir. 1971. Kunstruksi Beton Indonesia. Cetakan Keempat. Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum.

Kia Wang, Chu dan Charles G. Salmon.1993. Disain Beton Bertulang. Edisi Keempat jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Daryanto. 1994. Pengetahuan Teknik Bangunan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Edward, G. Nawy. 1998. Beton Bertulang. Bandung: Penerbit PT. Refika Aditama.

Kia Wang, Chu dan Charles G. Salmon.1989. Disain Beton Bertulang, Edisi Keempat jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Annual Book of ASTM standards, Standards Terminology Relating to Concrete and Aggregates, designation: C 494-91.

Young, J.F; Sidney Mindess; Robert J. Gray; Arnon Bentur. 1998. The science and Technology of Civil Engineering Materials. New Jersey : Prentice-Hall, inc. Mehta Kumar, P. 1991. Concrete in the Marine Environment. Elsevier Science Publishers. Murdock, L. J., Brook, K. M. 1979. Concrete Materials and Practice. London

http://www.steelindonesia.com/article/01-komposisi_kimia_baja.htm diakses 16 Des 2010

http://www.undp.or.id/procurement/docs/RFQ_UNDP_CPRU_130_2009%20ATT_4.pdf

diakses 16 Des 2010

http://www.oasen.nl/oasen/Documents/Oasen%20in%20Indonesi%C3%AB/Course%20mater ials/Distribution/6.%20PART_3_STEEL_and_Cast_Iron_febr%5B1%5D.2007.pdf diakses 20 Des 2010