Pengaruh Penggunaan Pasir Pantai sebagai Pengganti Agregat Halus pada Balok Beton Bertulang

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR PANTAI SEBAGAI

PENGGANTI AGREGAT HALUS PADA BALOK BETON

BERTULANG

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

TUGAS AKHIR EKSPERIMENTAL

Disusun oleh :

080404072

ISKANDAR

SUB JURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Dalam peraturan SNI 03-6861.1-2002, disebutkan bahwa agregat halus yang digunakan pada struktur beton bertulang sebaiknya menggunakan pasir biasa ( pasir sungai ). Akan tetapi, apabila terjadi situasi darurat seperti pada daerah pasca gempabumi dan Tsunami, sangat sulit untuk menemukan agregat halus sebagai bahan pengisi beton. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan pasir pantai sebagai alternatif agregat halus pada beton bertulang dibandingkan dengan pasir biasa, terutama pada pelaksanaan pembangunan yang berada pada daerah pantai apabila pada suatu hari terjadi situasi darurat seperti bencana alam gempa bumi dan Tsunami di daerah Perbaungan, Pantai Cermin, Sumatera Utara, dimana pasir yang paling banyak tersedia di daerah pantai adalah berasal dari pantai itu sendiri. Percobaan ini terinspirasi dari bencana alam yang terjadi di Pulau Nias, Sumatera Utara dan Pulau Simeulue, Nanggroe Aceh

Darussalam pada tanggal 28 Maret 2005 yang pusat gempanya berada pada

barat lokasi Pantai Cermin dan Pulau Nias sama – sama berada pada wilayah rawan terhadap bencana gempa bumi dan Tsunami, maka dalam eksperimen ini akan dilakukan pengujian pada benda uji silinder dan balok dengan menggunakan pasir pantai sebagai agregat halus. Pada percobaan ini, penulis akan membandingkan kandungan kimiawi, kuat tekan, elastisitas, kuat tarik belah silinder beton, lendutan, regangan, dan pola retak pada beton. Untuk pengujian kuat tekan, elastisitas, dan kuat tarik belah, penulis menggunakan sampel silinder beton dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dengan mutu beton f’c = 20 MPa. Sedangan untuk pengujian lendutan, regangan, dan pola retak, penulis menggunakan sampel balok bertulangan tarik 3 D 10 saja dengan ukuran 20 cm x 30 cm x 320 cm dengan mutu beton f’c = 20 Mpa juga. Penurunan kuat tekan rata – rata pada beton dengan agregat halus pasir pantai dibandingkan dengan beton dengan agregat halus pasir biasa adalah 13,583 %.

Dalam pengujian flexure beton, balok beton dengan agregat halus pasir biasa dapat

menahan beban lebih tinggi daripada balok beton dengan agregat halus pasir pantai. Dan panjang retak balok dengan agregat halus pasir pantai lebih besar daripada panjang retak balok dengan agregat halus den gan agregat halus pasir biasa.

Kata Kunci : Pasir pantai, alternatif agregat halus, balok tulangan tarik, alternatif


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis karena telah memberi kekuatan dan kerja keras sehingga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Strata Satu ( S1 ) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

“ Pengaruh Penggunaan Pasir Pantai sebagai Pengganti Agregat Halus pada Balok Beton Bertulang ”

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Ibu Rahmi Karolina, ST. MT. selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak

memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik


(4)

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc., Bapak Ir. Robert Panjaitan.,

IbuNursyamsi, ST. MT. selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc. selaku Kepala Lab Laboratorium

Bahan Rekayasa Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil USU yang telah banyak memberikan bimbingan agar Tugas Akhir ini terlaksana dengan baik.

7. Ibunda Kitty Joe dan ayahanda Johan Tandiono tercinta yang telah banyak

berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

10. Seluruh asisten Laboratorium Bahan Rekayasa Fakultas Teknik Departemen

Teknik Sipil USU yang telah banyak berjasa dalam membantu terlaksananya Tugas Akhir ini.

11. Teman - temanseangkatan 2008, terutama Rosiva, Ayu Sri Rezeki, Dini Fitria

Annur, Hendry Tanadi, Handiman, M. Arthur Bangun, Vivi Anggraini, Putri Juwita Simamora, Bram Simatupang, Jevri Lumbanbatu, Frengky Alexander


(5)

Silaban, Hermanto Sibagariang, Deyva Anggita Marpaung, Christina Romauli Siregar, serta seluruh teman-teman angkatan 2008 serta abang – abang dan adik – adik yang tidak dapat disebutkan satu - persatu, terima kasih atas bantuannya dalam segala hal, terutama dalam pembuatan benda uji dan pemindahan benda uji ke laboratorium dimana pengujian dilaksanakan.

12. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam

mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan - keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2012 Penulis,

08 0404 072 ISKANDAR


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR GAMBAR...x

DAFTAR GRAFIK...xii

DAFTAR NOTASI...xiii

DAFTAR RUMUS...xv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB 1 PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2.Perumusan Masalah...3

1.3.Tujuan Penelitian...3

1.4.Batasan Masalah...4

1.5.Metodologi Penelitian...5

1.6. Teknis Percobaan...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...9


(7)

2.2. Bahan Penyusun Beton...11

2.2.1. Semen...11

2.2.1.1. Umum...11

2.2.1.2. Semen Portland...13

2.2.1.3. Jenis Semen Portland...13

2.2.2. Agregat...15

2.2.2.1. Umum...15

2.2.2.2. Jenis Agregat...16

2.2.2.2.1. Agregat Halus...17

2.2.2.2.2. Agregat Kasar...20

2.2.3. Air...23

2.3. Beton Segar ( Fresh Concrete )...24

2.3.1. Workability ( Kemudahan Pengerjaan / Kelecakan )...24

2.3.2. Pemisahan Kerikil ( Segregation )...26

2.3.3. Pemisahan Air ( Bleeding )...26

2.4. Beton Keras...27

2.4.1. Kekuatan Tekan Beton ( f’c )...27

2.4.2. Kuat Lentur...31

2.4.3. Faktor Air – Semen...32

2.4.4. Pengaruh Porositas...33

2.4.5. Faktor – Faktor Intrinsik...33


(8)

2.4.7. Rasio Poisson...35

2.4.8. Susut ( Deformasi Non – Elastis )...36

2.4.9. Retak...37

2.5. Penelitian – Penelitian Terdahulu...38

BAB III METODOLOGI PENILITIAN...41

3.1. Umum...41

3.2. Analisa Bahan Penyusun Beton...43

3.2.1. Analisa Ayakan Pasir ( ASTM C 136 – 84a )...43

3.2.2. Pencucian Pasir Lewat Ayakan No. 200 ( ASTM C 117 – 90 ) ...43

3.2.3. Pemeriksaan Kandungan Organik...44

3.2.4. Pemeriksaan Berat Isi Pasir ( ASTM C 29 / C 29 M – 90 )...45

3.2.5. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir ( ASTM C 128 – 88 )... 46

3.2.6. Analisa Ayakan Batu Kerikil ( ASTM C 136 – 84 a & ASTM D 448 – 86 )...47

3.2.7. Pemeriksaan Kadar Lumpur ( Ayakan No. 200 ) ( ASTM C 117 – 90 )...48

3.2.8. Pemeriksaan Berat Isi Batu Kerikil ( ASTM C 29 / C 29 M - 90 )...48

3.2.9. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Kerikil ( ASTM C 127 – 88 )...49


(9)

3.3. Perencanaan Campuran Beton ( Concrete Mix Design )...50

3.4. Penyediaan Bahan Penyusun Beton...50

3.5. Pembuatan Benda Uji...51

3.6. Pengujian Sampel...52

3.6.1. Pengujian Kuat Tekan Beton...52

3.6.2. Pengujian Elastisitas Beton...53

3.6.3. Pengujian Kuat Tarik Belah Beton...56

3.6.4. Kuat Lentur...56

3.6.5. Peninjauan Pola Retak...58

3.6.6. Pengukuran Regangan Balok ( Strain Test )...60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...62

4.1. Pendahuluan...62

4.2. Pengujian Kelecakan Beton...62

4.2.1. Slump...57

4.3. Kuat Tekan Silinder Beton...65

4.4. Kuat Tarik Belah Beton...70

4.5. Elastisitas Beton...74

4.6. Pengujian Lendutan Balok...78

4.6.1. Panjang Retak...83

4.7. Pola Retak Balok...84


(10)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...91

5.1. Kesimpulan...91

5.2. Saran...92


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Faktor Air Semen, Jumlah dan Ukuran Benda Uji...4

Tabel 1.2. Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder dan Balok...8

Tabel 2.1. Pengaruh Sifat Agregat pada Sifat Beton...16

Tabel 2.2.Batasan Gradasi untuk Agregat Halus...18

Tabel 2.3. Daftar Kandungan Zat Kimia pada Sampel Pasir Pantai dan Sampel Pasir Biasa...20

Tabel 2.4.Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)...21

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Nilai Slump...63

Tabel 4.2. Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton dengan Agregat Halus Pasir Biasa...66

Tabel 4.3. Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton dengan Agregat Halus Pasir Pantai...66

Tabel 4.4. Tabel Persen Penurunan Kuat Tekan Beton...67

Tabel 4.5. Tabel Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton dengan Pasir Biasa...71

Tabel 4.6. Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton dengan Pasir Pantai...71

Tabel 4.7. Tabel Hasil Pengujian Elastisitas Beton dengan Pasir Biasa...75

Tabel 4.8. Tabel Hasil Pengujian Elastisitas Beton dengan Pasir Pantai...75

Tabel 4.9. Tabel Hasil Pengujian Lendutan Balok dengan Agregat Halus Pasir Biasa...79


(12)

Tabel 4.10. Tabel Hasil Pengujian Lendutan Balok dengan Agregat Halus Pasir Pantai...81 Tabel 4.11. Tabel Hasil Pengujian Panjang Retak Balok Beton

Bertulang...83 Tabel 4.12. Hasil Pengujian Regangan Balok dengan Agregat Halus Pasir

Biasa...87 Tabel 4.13. Hasil Pengujian Regangan Balok dengan Agregat Halus Pasir


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar untuk Berbagai Tipe Portland

Cement...12

Gambar 2.2. Hubungan Antara Faktor Air – Semen dengan Kekuatan Beton Selama Masa Perkembangannya...28

Gambar 2.3. Hubungan Antara Umur Beton dan Kuat Tekan Beton...29

Gambar 2.4. Pengaruh Jumlah Semen terhadap Kuat Tekan Beton pada Faktor Air – Semen Sama...30

Gambar 2.5. Pengaruh Jenis Agregat terhadap Kuat Tekan Beton...31

Gambar 2.6. Kurva Stress – Strain Tipikal untuk Agregat, Pasta Semen Keras dan Beton...34

Gambar 2.7. Kurva Tegangan Regangan pada Beton Tipikal yang Mendapat Beban Tekan Uni – Aksial...36

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Benda Uji Silinder dan Balok Beton Bertulang...42

Gambar 3.2. Pengujian Colorimetric Pasir Pantai...44

Gambar 3.3. Pengujian Colorimetric Pasir Biasa...45

Gambar 3.4.Sketsa Uji Tekan Beton...53

Gambar 3.5.Gambar Alat Pengujian Elastisitas Beton dengan Agregat Halus Pasir Pantai Cermin dan Pasir Biasa...54


(14)

Gambar 3.7. Pengujian Kuat Tarik Belah Silinder Beton dengan Agregat Halus

Pasir Pantai Cermin dan Pasir Biasa...56

Gambar 3.8. Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Bertulang dengan Agregat Halus Pasir Pantai Cermin dan Pasir Biasa...57

Gambar 3.9. Sketsa Pengujian Kuat Lentur Balok...58

Gambar 3.10. Sketsa Segmen Pola Retak Balok Beton Bertulang...59

Gambar 3.11. Peninjauan Pola Retak Balok Beton Bertulang dengan Agregat Halus Pasir Pantai Cermin dan Pasir Biasa...60

Gambar 3.12. Pengujian Regangan ( Strain ) Balok dengan Agregat Halus Pasir Pantai Cermin dan Pasir Biasa...60

Gambar 3.13. Sketsa Pembacaan Strain Meter...61

Gambar 4.1. Pengujian Nilai Slump Beton Segar...63

Gambar 4.2. Pengujian Kuat Tekan Silinder Beton...66

Gambar 4.3. Pengujian Kuat Tarik Belah Silinder Beton...70


(15)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Grafik Perbandingan Nilai Slump Beton dengan Pasir Biasa dan Beton dengan Pasir Pantai...64

Grafik 4.2. Grafik Nilai Kuat Tekan Beton dengan Agregat Halus Pasir

Biasa...68

Grafik 4.3. Grafik Nilai Kuat Tekan Beton dengan Agregat Halus Pasir

Pantai...69

Grafik 4.4. Grafik Kuat Tarik Belah Beton dengan Agregat Halus Pasir

Biasa...72

Grafik 4.5. Grafik Kuat Tarik Belah Beton dengan Agregat Halus Pasir

Pantai...73 Grafik 4.6. Grafik Nilai Elastisitas Beton dengan Agregat Halus Pasir

Biasa...76 Grafik 4.7. Grafik Nilai Elastisitas Beton dengan Agregat Halus pasir

Pantai...77 Grafik 4.8. Grafik Lendutan Balok dengan Beban P yang Diberikan untuk Balok

Dengan Pasir Biasa...80 Grafik 4.9. Grafik Lendutan Balok dengan Beban P yang Diberikan untuk Balok

Dengan Pasir Pantai...85 Grafik 4.10. Grafik Regangan Balok dengan Agregat Halus Pasir

Biasa...88 Grafik 4.11. Grafik Regangan Balok dengan Agregat Halus Pasir


(16)

DAFTAR NOTASI

SSD = Saturated Surface Dry

d = Diameter ( cm )

h = Tinggi ( cm )

n = Jumlah sampel

FM = Fineness Modulus

Fc’ = Kekuatan tekan ( Mpa )

W / c = Faktor air – semen

A = Konstanta empiris

B = Konstanta tergantung sifat semen

E = Modulus elastisitas ( kg/cm2 )

Ec = Modulus elastisitas beton ( kg/cm2 )

Ep dan Ea = Modulus elastisitas pasta matriks dan agregat ( kg/cm2 )

Vp dan Va = Fraksi volume pasta daan agregat

Ɛc = Regangan ultimit ( 0,003 )

Ɛb = Regangan beton tekan maksimum pada serat tepi tekan

terluar

B = Lebar balok ( cm )

H = Tinggi balok ( cm )

L = Panjang balok ( cm )

d = Jarak selimut beton ke as tulangan ( cm )

P = Beban tekan ( kg )

A = Luas permukaan ( cm2 )

σ = Tegangan ( kg/cm2 )


(17)

k = Faktor pembaca dial (mm )

ΔL = Perubahan panjang sampel ( cm )

M = Momen maksimum pada saat benda uji runtuh ( kgcm )


(18)

DAFTAR RUMUS

Rumus 2.1. Rumus Faktor Air – Semen...32

Rumus 2.2. Rumus Rasio Ruang Kosong – Semen...33

Rumus 2.3. Rumus Modulus Elastisitas Model Paralel...34

Rumus 2.4. Rumus Modulus Elastisitas Model Seri...35

Rumus 3.1. Rumus Fineness Modulus Agregat Halus...43

Rumus 3.2. Rumus Fineness Modulus Agregat Kasar...47

Rumus 3.3. Rumus Kuat Tekan Beton...52

Rumus 3.4. Rumus Besar Elastisitas Beton...55

Rumus 3.5. Rumus Pertambahan Panjang...55

Rumus 3.6. Rumus Nilai Regangan...55

Rumus 3.7. Rumus Nilai Tegangan...55


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Analisa Bahan Penyusun Beton Lampiran B : Dokumentasi Pelaksanaan Pengujian


(20)

ABSTRAK

Dalam peraturan SNI 03-6861.1-2002, disebutkan bahwa agregat halus yang digunakan pada struktur beton bertulang sebaiknya menggunakan pasir biasa ( pasir sungai ). Akan tetapi, apabila terjadi situasi darurat seperti pada daerah pasca gempabumi dan Tsunami, sangat sulit untuk menemukan agregat halus sebagai bahan pengisi beton. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan pasir pantai sebagai alternatif agregat halus pada beton bertulang dibandingkan dengan pasir biasa, terutama pada pelaksanaan pembangunan yang berada pada daerah pantai apabila pada suatu hari terjadi situasi darurat seperti bencana alam gempa bumi dan Tsunami di daerah Perbaungan, Pantai Cermin, Sumatera Utara, dimana pasir yang paling banyak tersedia di daerah pantai adalah berasal dari pantai itu sendiri. Percobaan ini terinspirasi dari bencana alam yang terjadi di Pulau Nias, Sumatera Utara dan Pulau Simeulue, Nanggroe Aceh

Darussalam pada tanggal 28 Maret 2005 yang pusat gempanya berada pada

barat lokasi Pantai Cermin dan Pulau Nias sama – sama berada pada wilayah rawan terhadap bencana gempa bumi dan Tsunami, maka dalam eksperimen ini akan dilakukan pengujian pada benda uji silinder dan balok dengan menggunakan pasir pantai sebagai agregat halus. Pada percobaan ini, penulis akan membandingkan kandungan kimiawi, kuat tekan, elastisitas, kuat tarik belah silinder beton, lendutan, regangan, dan pola retak pada beton. Untuk pengujian kuat tekan, elastisitas, dan kuat tarik belah, penulis menggunakan sampel silinder beton dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dengan mutu beton f’c = 20 MPa. Sedangan untuk pengujian lendutan, regangan, dan pola retak, penulis menggunakan sampel balok bertulangan tarik 3 D 10 saja dengan ukuran 20 cm x 30 cm x 320 cm dengan mutu beton f’c = 20 Mpa juga. Penurunan kuat tekan rata – rata pada beton dengan agregat halus pasir pantai dibandingkan dengan beton dengan agregat halus pasir biasa adalah 13,583 %.

Dalam pengujian flexure beton, balok beton dengan agregat halus pasir biasa dapat

menahan beban lebih tinggi daripada balok beton dengan agregat halus pasir pantai. Dan panjang retak balok dengan agregat halus pasir pantai lebih besar daripada panjang retak balok dengan agregat halus den gan agregat halus pasir biasa.

Kata Kunci : Pasir pantai, alternatif agregat halus, balok tulangan tarik, alternatif


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Beton ( concrete )adalah material untuk konstruksi yang paling sering

digunakan di seluruh dunia selain baja( steel ). Beton banyak digunakan untuk

memenuhi kebutuhan dalam proyek pembangunan infrastruktur seperti jalan, gedung, bendungan, gudang, jembatan, dan sebagainya. Beton diperoleh dari

pencampuran semen, agregat halus ( fine aggregate ), agregat kasar ( coarse

aggregate ) dan air. Dengan menambahkanbahan perekat ( semen ) dengan takaran

tertentu, dan air sebagai bahan pembantu untuk keperluan reaksi kimia selama proses

pengerasan dan perawatan beton( concrete curing ).Nilai kekuatan dan daya tahan (

durability ) beton merupakan fungsi dari sekian banyak faktor, beberapa

diantaranyanilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan

pengecoran, temperatur, pelaksanaan akhir ( finishing ), dan perawatan ( curing )

beton.

Pada penggunaan sebagai komponen penyusun struktur bangunan, pada umumnya beton diperkuat dengan tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama ( berkomposit ) dan mampu mengatasi kelemahannya, terutama pada bagian yang memikul gaya tarik. Nilai kuat tekan beton relatif sangat tinggi apabila dibandingkan dengan nilai kuat tariknya, dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya sekitar 9 % - 15 % dari nilai kuat tekannya.


(22)

Dalam penggunaannya, logam selain memiliki kekuatan terhadap gaya tarik yang tinggi, tahan tekanan atau korosi, terkadang juga harus tahan terhadap beban kejut, temperatur rendah, gaya yang berubah - ubah, kombinasi beban, repetisi beban dan keadaan lainnya. Logam juga terbagi menjadi 2 ( dua ) kelompok umum, yaitu :

logam besi ( ferrous metal ) , dan logam bukan besi ( non ferrous metal ).

Mengacu pada SNI 03-6861.1-2002, disebutkan bahwa agregat halus yang digunakan pada struktur beton bertulang sebaiknya menggunakan pasir biasa ( pasir

sungai ). Namun karena keterbatasan quarry yang menyediakan pasir biasa ( pasir

sungai ) pada daerah pantai, maka dalam percobaan ini akan diuji apakah pasir pantai layak digunakan sebagai alternatif agregat halus pengisi beton apabila suatu hari terjadi situasi darurat seperti bencana alam gempabumi dan Tsunami di daerah Pantai Cermin, Perbaungan, Sumatera Utara.

Percobaan ini terinspirasi dari bencana alam yang terjadi di Pulau Nias, Sumatera Utara dan Pulau Simeulue, Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 28

Maret 2005 yang pusat gempanya berada pada

bawah permukaan dan berkekuatan 8,7 Skala Richter ( SR ). Berhubung lokasi Pantai Cermin dan Pulau Nias sama – sama berada pada wilayah rawan terhadap bencana gempa bumi dan Tsunami, maka dilakukan pengujian pada beton dengan menggunakan agregat halus pasir biasa dan pasir pantai yang diperoleh dari Pantai Cermin, Perbaungan. Dalam eksperimen ini dilakukan pengujian pada benda uji silinder dan balok dengan menggunakan pasir pantai sebagai agregat halus. Dengan menggunakan pasir dari


(23)

daerah pantai sebagai agregat halus, apakah pengaruhnya jika dibandingkan dengan struktur beton bertulang yang dilaksanakan dengan pasir biasa?

1.2Perumusan Masalah

Pada eksperimen ini akan diuji seberapa besar pengaruh penggunaan pasir pantai yang diambil dari Pantai Cermin, Perbaungan sebagai agregat halus dibandingkan dengan penggunaan pasir biasa ( pasir sungai ) pada struktur beton bertulang.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian untuk tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

o Mengetahui gradasi pasir biasa dan pasir pantai,

o Mengetahui unsur dan kandungan organik pasir biasa dan pasir pantai,

o Mengetahui workability beton dengan agregat halus pasir biasa dan pasir pantai,

o Mengetahui kuat tekan beton dengan agregat halus pasir biasa dan pasir pantai,

o Mengetahui kuat tarik belah beton dengan agregat halus pasir biasa dan pasir

pantai,

o Mengetahui ketahanan balok terhadap keruntuhan ( flexure ) pada beton dengan

agregat halus pasir biasa dan pasir pantai,

o Mengetahui elastisitas beton dengan agregat halus pasir biasa dan pasir pantai,

o Mengetahui tegangan dan regangan beton dengan agregat halus pasir biasa dan


(24)

1.4Batasan Masalah

Dalam penelitian yang dilakukan, ada beberapa lingkup masalah yang dibatasi, yaitu karakteristik bahan yang digunakan sebagai benda uji adalah sebagai berikut:

a. Mutu beton rencana yang digunakan adalah fc’ = 20 MPa,

b. Variasi benda uji adalah 2 buah, terdiri dari :

Faktor Air Semen ( F.A.S )

Pengujian Kuat Tekan Pengujian Kuat Lentur

Benda Uji Silinder d = 15 cm , h = 30 cm.

Benda Uji Balok b = 20 cm , h = 30 cm , L = 320 cm

0.57

16 2

Pasir Pantai Pasir Biasa Pasir Pantai Pasir Biasa

Jumlah Sampel Jumlah Sampel

8 8 1 1

Total Benda Uji

18

Tabel 1.1. Faktor Air Semen, Jumlah dan Ukuran Benda Uji

c. Dimensi benda uji berupa balok berukuran 20 x 30 x 320 cm dengan

tulangan minimum, dan silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm,

d. Dimensi tulangan balok adalah baja tulangan polos D10 sebanyak 3

batang ( untuk wilayah tarik saja ),

e. Pasir yang digunakan untuk beton normal adalah pasir biasa dan pasir


(25)

f. Pengujian kuat tekan dan elastisitaspada benda uji silinder dilaksanakan pada umur beton 28 hari,

g. Pengujian kuat tarik belah pada benda uji silinder dilaksanakan pada

umur beton 28 hari,

h. Pengujian ketahanan balok beton bertulang terhadap keruntuhan ( flexure

test )dilaksanakan pada umur beton 28 hari.

i. Pengujian regangan balok beton bertulang dilaksanakan pada umur beton

28 hari.

j. Pengujian pola retak balok beton bertulang dilaksanakan pada umur beton

28 hari.

1.5Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam eksperiman tugas akhir ini adalah kajian eksperimental. Lokasi dimana eksperimen akan dilaksanakan adalah :

1. Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara,

2. Laboratorium Struktur Pascasarjana Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara.

3. Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


(26)

Tahap – tahap pelaksanaan eksperimen antara lain sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan penyusun beton seperti pasir biasa, pasir pantai yang berasal

dari Kecamatan Pantai Cermin, Perbaungan, Sumatera Utara,semen Tipe 1, batu kerikil, dan air PDAM,

2. Pemeriksaan bahan penyusun beton, antara lain :

• Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar,

• Pemeriksaan berat jenis ( BJ ) dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar,

• Pemeriksaan berat isi pasir dan berat isi kerikil.

• Pemeriksaan kandungan organik agregat halus ( pasir biasa dan pasir pantai )

dengan percobaan colorimetric,

• Pemeriksaan kandungan sampel pasir biasa dan pasir pantai di Laboratorium

Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

• Pemeriksaan kadar lumpur( pencucian agregat kasar dan halus lewat ayakan

No. 200 ),

• Pemeriksaan kadar liat ( clay lump ) pada agregat halus ( pasir biasa dan pasir

pantai ),

3. Perhitungan rencana campuran ( Mix Design )

Penimbangan / penakaran bahan penyusun beton sesuai dengan uji karakteristik kuat tekan beton fc’ = 20 Mpa,

4. Pengujian kuat tekan beton dan elastisitas beton dengan menggunakan benda uji

silinder,

5. Pengujian kuat tarik belah beton dengan menggunakan benda uji silinder,


(27)

1.6Teknis Percobaan

• Pembuatan benda uji : pembuatan beton berupa silinder berukuran diameter 15

cm dan tinggi 30 cm sebanyak 8 buah untuk 2 ( dua ) variasi agregat halus ( pasir pantai dan pasir biasa ), dan balok dengan ukuran 20 cm x 30 cm x 320 cm untuk 2 ( dua ) variasi agregat halus ( pasir pantai dan pasir biasa),

• Pengujian workability beton ( slump test ) dengan metodeASTM C143-90 A

untuk mengetahui kemudahan pengerjaan ( workability ) untuk setiap variasi

agregat halus.

• Pengujian kekuatan tekan beton ( ASTM C39 – 86 ) pada umur beton 28 hari,

• Pengujian elastisitas beton ( ASTM C.469 – 874 ) pada umur beton 28 hari,

• Pengujian kuat tarik belah beton pada umur beton 28 hari,

• Pengujian flexure testbalok beton bertulang pada umur beton 28 hari,

• Pengujian regangan balok beton bertulang pada umur beton 28 hari,


(28)

Variasi Uji Kuat Tarik Belah ( Spliting Test

)Beton Umur 28

Hari

Uji Kuat Tekan dan Elastisitas Beton Umur 28

Hari

Uji Flexure ( balok )

Beton dengan Agregat Halus Berupa Pasir Biasa

4 4 1

Beton dengan Agregat Halus

Berupa Pasir Pantai

4 4 1

Jumlah 8 8 2


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Beton ( concrete ) adalah material utama konstruksi yang paling

banyakdigunakan selain baja. Beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen, agregat ( agregat halus dan agregat kasar ), dan air dengan perbandingan tertentu. Bila campuran tersebut dicampur dan dituang ke dalam cetakan dan kemudian dibiarkan, maka akan terjadi pengerasan. Pengerasan itu terjadi karena reaksi kimia antara air dan semen yang berlangsung terus menerus.

Mutu beton, yang terdiri dari kekuatan, keawetan dan sifat beton serta lainnya bergantung pada sifat bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahannya, metode pengadukan maupun metode pengerjaan selama penuangan

adukan beton, metode pemadatan, dan cara perawatan ( curing ) selama proses

pengerasan. Banyaknya pemakaian beton sebagai salah satu bahan konstruksi disebabkan karena beton terbuat dari bahan-bahan yang umumnya mudah diperoleh, serta mudah diolah sehingga menjadikan beton mempunyai sifat yang dituntut sesuai dengan keadaan situasi pemakaian tertentu. Beton yang baik ialah beton yang kuat, awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volume ( kembang susut yang relatif minim ). Sebagai bahan konstruksi beton mempunyai kelebihan dan kekurangan.


(30)

Kelebihan - kelebihan beton antara lain :

1. Ketersediaan ( availability ) materialdasar,

2. Kemudahan untuk digunakan ( versatility ),

3. Kemampuan beradaptasi ( adaptability ),

4. Kebutuhan pemeliharaan yang minimal,

5. Harga yang relatif lebih murah bila dibandingkan dengan material lain seperti

baja.

Adapun beberapa kelemahan beton antara lain :

1. Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg / m3,

2. Beton tidak kedap air secara sempurna, sehingga dapat ditembus oleh air,

3. Kuat tarik betonlemah, meskipun kuat tekannya besar,

4. Beton cenderung mudah retak, karena semennya bersifat hidraulis. Sehingga baja tulanganberpotensiuntuk berkarat meskipun tidak terekspos secara total seperti struktur baja,


(31)

2.2. Bahan Penyusun Beton 2.2.1. Semen

2.2.1.1 Umum

Semen adalah bahan pengikat yang sangat penting dan sangat lazim digunakan dalam pembangunankonstruksi bangunan sipil. Jika ditambah air, semen akan bereaksi menjadi pasta semen. Jika pasta semen tersebut ditambah agregat halus ( pasir ), pasta semen akan menjadi mortar. Dan jika dicampur dengan agregat kasar ( betu kerikil / batu pecah ), maka akan terbentuk campuran beton segar.

Kegunaan semen dalam campuran betonadalahsebagai pengikat butir-butir agregat, baik agregat kasar maupun agregat halus hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.

Sifat - sifat fisik semen antara lain :

- Kehalusan Butir. Tingkat kehalusan semen mempengaruhi waktu yang

diperlukan beton untuk mengeras. Secara umum, semen berbutir halus

meningkatkan sifat kohesi pada beton segar dan dapat mengurangibleeding, akan

tetapi beton akan cenderung untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

- Waktu Ikatan. Waktu ikatan adalah masa yang dibutuhkan untuk mencapai

keadaan dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan dari luar. Waktu tersebut terhitung sejak pertama kali air dicampurkan dan bereaksi dengan semen. Semakin cepat mortar mencapai kuat tekan rencana, semakin cepat pula waktu ikatan mortar yang terjadi.


(32)

Pada semen Portland biasanya batasan waktu ikatan semen adalah :

• Waktu ikat awal diatas 60 menit,

• Waktu ikat akhir diatas 480 menit.

a. b.

0 50 100 150 200 250 300 Umur Mortar ( Hari )

Gambar 2.1. Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar untuk Berbagai Tipe Portland Cement( Tri Mulyono, 2003 )

- Panas hidrasi dan pengembangan volume. Zat silikat dan aluminat pada semen

bereaksi dengan air dan berubah menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi. Sementara pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan pada beton, oleh karena itu pengembangan beton dibatasi hanya sebesar ± 0,8 %. 420 350 280 210 140 70 0 K ua t T eka n ( P si ) 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 Jenis I Jenis II Jenis III Jenis IV Jenis V Kua t T eka n ( K g / c m


(33)

2.2.1.2 Semen Portland

Mengacu pada Standar Industri Indonesia ( SII 0013 - 1981 ), semen

Portland adalah suatu bahan pengikat hidraulis (hydraulic binder) yang

dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

Secara umum ada dua jenis semen, yaitu semen hidraulis dan semen non - hidraulis. Semen hidraulis adalah semen yang akan mengeras bila bereaksi

dengan air, tahan terhadap air ( water resistant ) dan stabil di dalam air setelah

mengeras. Sedangkan semen non-hidraulis adalah semen yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air.

2.2.1.3 Jenis Semen Portland

Peraturan Beton Indonesia 1989 (SKBI.4.53.1989) dengan acuan American

Society for Testing and Material ( ASTM ) membagi semen Portland menjadi 5 jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2), yaitu:

♦ Semen Tipe I, semen Portlandyangdalampenggunaannyatidakmemerlukan

persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

♦ Semen TipeII,semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan

ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang


(34)

mengandung air agresif (garam-garam sulfat) dan saluran air buangan atau bangunan yang berhubungan langsung dengan rawa,

♦ Semen Tipe III, semenPortland yang dalam penggunaannya memerlukan

kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen jenis ini digunakan pada daerah yang bertemperatur rendah, terutama

pada daerah yang mempunyai musim dingin (winter season),

♦ Semen Tipe IV, semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan

panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang besar danmasif, umpamanya untuk pekerjaan bendung, pondasi berukuran besar atau pekerjaan besar lainnya,

♦ Semen Tipe V, semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan

ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut, air buangan industri, bangunan yang terkena pengaruh gasatau uap kimia yang agresif serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.


(35)

2.2.2 Agregat 2.2.2.1 Umum

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi pada campuran beton. Kandungan agregat di dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu sekitar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya

hanya sebagai pengisi( filler ), tetapi karena komposisinya yang cukup besar

sehingga karakteristik dan sifat agregat berpengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.

Agregat yang dapat digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat

alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat

dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Kisaran

ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British

Standard) atau 4.75 mm (ASTM Standard ). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm.

Syarat material ( agregat ) yang bisa digunakan untuk bahan pembuatan beton adalah agregat yang bergradasi heterogen, karena agregat yang bergradasi homogen akan menimbulkan banyak ruang kosong di antara agregat sehingga penggunaan semen akan semakin meningkat yang menyebabkan biaya untuk konstruksi semakin tinggi. Dan ditinjau dari sifat – sifat semen yang menyusut bila mengering sehingga partikel – partikel tidak terikat dengan baik yang mengakibatkan timbulnya kerapuhan atau retak.


(36)

Mengingat bahwa agregat menempati 70 – 75 % dari total volume beton, maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan

agregat yang baik, beton dapat dikerjakan ( workable ), kuat, tahan lama ( durable

) dan ekonomis. Pengaruhnya dapat dilihat pada tabel 2.1

Sifat Agregat Pengaruh pada

Sifat Beton

Bentuk, tekstur, gradasi Beton cair Kelecakan, pengikatan, dan

pengerasan Sifat fisik, sifat kimia,

mineral

Beton keras Kekuatan, kekerasan,

ketahanan ( durability )

Tabel 2.1. Pengaruh Sifat Agregat pada Sifat Beton

2.2.2.2 Jenis Agregat

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan dari agregat kasar ). Agregat alam dan pecahan ini dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.

Dari ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus.


(37)

2.2.2.2.1 Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah bahan yang berbahan mineral

alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan No.4 dan tertahan pada saringan No.200.

Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam

atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang

telah ditetapkan oleh ASTM ( American Society for Testing and Material ).

Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut adalah :

a. Susunan Butiran ( Gradasi )

Modulus kehalusan ( Fineness Modulus ), menurut hasil penelitian

menunjukan bahwa agregat halus ( pasir ) dengan modulus kehalusan 2,5 s / d 3,0 pada umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi ( dengan f.a.s yang

rendah ) yang mempunyai kuat tekan dan workability yang relatif tinggi.

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan berfungsi untuk mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan akan menunjukkan kategori jenis dari agregat halus tersebut.

Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fineness Modulus.


(38)

 Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2

 Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9

 Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada

tiap saringan

9.5 mm ( saringan 3/8 in ) 100

4.76 mm ( saringan No. 4 ) 95 – 100

2.36 mm ( saringan No.8 ) 80 – 100

1.19 mm ( saringan No.16 ) 50 – 85

0.595 mm ( saringan No.30 ) 25 – 60

0.300 mm ( saringan No.50 ) 10 – 30

0.150 mm ( saringan No.100 ) 2 - 10

Tabel 2.2.Batasan Gradasi untuk Agregat Halus

b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan

No.200 ), tidak boleh melebihi 5 % ( terhadap berat kering ). Apabila kadar lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.

c. Kadar liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )

d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan

merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standar percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.

e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan


(39)

tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinyatidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

f. Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.

 Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 15

%.

g. Kandungan silika ( SiO2 ) berkisar antara 85 – 95 %.

Adapun metode untuk membersihkan agregat halus adalah dengan mencuci pasir dengan air keran ( PDAM ) di atas ayakan no. 200 hingga air yang lolos ayakan no. 200 tampak bersih secara visual.

Pada penelitian kali ini, digunakan pasir biasa ( pasir sungai ) dan pasir Pantai Cermin sebagai agregat halus beton. Distribusi butiran pasir pantai lebih seragam bila dibandingkan dengan pasir biasa. Hal ini berpotensi menyebabkan rongga udara yang lebih banyak di dalam beton ( distribusi butiran ( gradasi ) pasir dapat dilihat di Lampiran A ).

Berdasarkan hasil penelitian kandungan agregat halus di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ( MIPA )


(40)

Universitas Sumatera Utara, kandungan pasir biasa ( pasir sungai ) dan pasir Pantai Cermin adalah sebagai berikut :

No. Parameter Metode Sampel Satuan

Pasir Biasa Pasir Pantai

1 Ca Titrimetri 0,04 0,13 %

2 Mg Titrimetri 0,02 0,12 %

3 Cl- Titrimetri 1,15 0,94 %

4 Besi Spektrofotometri 22,02 1,50 %

5 SiO2 Titrimetri 87,04 90,56 %

Tabel 2.3. Daftar Kandungan Zat Kimia pada Sampel Pasir Pantai dan Sampel Pasir Biasa

2.2.2.2.2 Agregat Kasar

Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus terdiri dari

butiran yang besarnya variatif, sehingga dapat mengisi rongga - rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen.

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan - persyaratan sebagai berikut :

1. Gradasi butiran

Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas - batas seperti yang terlihat pada tabel 2.4.


(41)

Ukuran Lubang Ayakan

(mm)

Persentase Lolos Kumulatif (%)

50,00 38,10

100 95 – 100

19,10 35 – 70

9,52 10 – 30

4,75 0 – 5

Tabel 2.4.Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)

2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan

mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton.

Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih banyak dari 0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.

3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran–butiran( granule ) yang keras dan

tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari ataupun pengaruh hujan. Sifat tidak berpori, untuk menghasilkanbeton yang tidak mudah tembus oleh air.

4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan

no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.


(42)

5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudelloffdengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24%

berat.

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22%

berat.

6. Tingkat kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los

Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

7. Agregat mempunyai bentuk yang tajam. Dengan bentuk yang tajam

makatimbul gesekan yang lebih besar pula yang menyebabkan ikatan yang lebihbaik, selain itu dengan bentuk tajam akan memerlukan pasta semen maka akan mengikat agregat dengan lebih baik.

Agregat kasar (batu kerikil ) yang dipakai untuk campuran beton dalam

pengujian ini diperoleh dari quarryPatumbak, Deli Serdang. Pemeriksaan

yang dilakukan pada agregat kasar meliputi :

 Analisa ayakan batu kerikil ( agregat kasar ),

 Pemeriksaan berat isi batu kerikil ( agregat kasar ),

 Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian lewat ayakan no.200),

 Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi batu kerikil.

2.2.3 Air

Air merupakan bahan pembuat beton yang penting. Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu reaksi kimiasemen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Dengan kata lain, air diperlukan


(43)

untuk memulai reaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan ( kekurangan air ), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta betonnya berpori.

Air yang dapat diminum pada umumnya dapat digunakan sebagai campuranbeton. Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organik atau bahan lainnya yang dapat merusak struktur beton. Dan bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan.

Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Tidak mengandung lumpur (benda lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat

organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Untuk sumber air yang digunakan untuk perawatan beton ( curing ), dapat

dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organik dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.


(44)

Sumber air yang digunakan pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2.3. Beton Segar ( Fresh Concrete )

Beton segar adalah beton yang belum mengalami pengerasan. Beton segar yang baik adalah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, tidak mengalami segregasi (terpisahnya kerikil dari adukan ) dan tidak

mengalamibleeding ( terpisahnya air dan semen dari adukan ).Ada 3 ( tiga ) sifat

penting dari beton segar, antara lain : workability, segregation, dan bleeding.

2.3.1. Kemudahan Pengerjaan ( Workability )

Kelecakan adalah kemudahan mengerjakan beton, dimana menuang ( placing

) dan memadatkan ( compacting ) tidak menyebabkan munculnya efek negatif

berupa pemisahan ( segregation ), dan pendarahan ( bleeding ).

Hal – hal yang mempengaruhi workability antara lain :

1. Kandungan semen,

2. Jumlah air pada beton,

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil,

4. Bentuk butiran agregat kasar,


(45)

Adapun faktor – faktor lain yang mempengaruhi workability, antara lain :

1. Gradasi, bentuk dan kualitas permukaan butir agregat,

2. Rasio antara agregat halus dan agregat kasar,

3. Diameter maksimum agregat,

4. Absorpsi.

Kelecakan yang kita syaratkan untuk suatu pengecoran tertentu tergantung pada :

1. Alat pemadat yang dipakai,

2. Jenis struktur ( tulangan rapat atau tidak ),

3. Fasilitas / peralatan yang tersedia di lapangan.

Workability beton dapat diukur dengan melakukan slump test yang didasarkan

pada ASTM C 143 – 74. Percobaan ini menggunakan kerucut yang disebut kerucut Abrams.

Ada 3 ( tiga ) jenis slump test, yaitu :

1. Slump Runtuh ( Collapse Slump ), terjadi pada kerucut adukan beton yang

runtuh seluruhnya akibat adukan beton yang terlalu cair.

2. Slump Geser ( Shear Types of Slump ), terjadi bila separuh puncak kerucut

adukan beton tergeser dan tergelincir ke bawah pada bidang miring.

3. Slump Sejati ( True Slump ), yaitu penurunan umum dan seragam tanpa


(46)

2.3.2. Pemisahan Kerikil ( Segregation )

Segregasi dapat terjadi karena turunnya butiran ke bagian bawah beton segar, atau terpisahnya agregat kasar dari campuran, akibat cara penuangan dan pemadatan yang salah.

Faktor – faktor yang menyebabkan segregasi adalah :

1. Ukuran partikel yang lebih besar dari 25 mm,

2. Berat jenis agregat kasar yang berbeda dengan agregat halus,

3. Kurangnya jumlah material halus dalam campuran,

4. Bentuk butir yang tidak rata dan tidak bulat,

5. Campuran yang terlalu basah atau terlalu kering.

2.3.3 Pemisahan Air ( Bleeding )

Bleeding adalah kecenderungan air untuk naik ke permukaan beton dan

membawa butir – butir agregat halus. Bleeding sering terjadi setelah beton dituang

dalam acuan. Pada beton yang cukup tebal, bisa terjadi 3 lapisan horizontal, yaitu air di lapisan teratas, beton dengan kepadatan seragam, dan beton terkompresi ( ada gradient, makin bertambah ke bawah ).

2.4. Beton Keras

Beton baik dalam menahan tegangan tekan daripada jenis tegangan lain, dan umumnya pada perencanaan struktur beton memanfaatkan sifat ini. Karenanya kekuatan tekan dari beton dianggap sebagai sifat yang paling penting dalam banyak kasus.


(47)

2.4.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c)

Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton yaitu :

1. Faktor Air Semen ( f.a.s ) dan Kepadatan

Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya,namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan.Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu ( nilai optimum) yang menghasilkan kuat tekan beton maksimum.

Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara pemadatan dengan alat getaratau dengan memberi bahan kimia

tambahan (chemical admixture) yang besifat mengencerkan adukan beton


(48)

Umur / Waktu (Hari)

Gambar 2.2.Hubungan Antara Faktor Air - Semen dengan Kekuatan Beton Selama Masa Perkembangannya (Tri Mulyono, 2003)

2. Umur Beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.3 ). Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai 88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari

6 bulan 5 tahun

28 hari

Waktu ( umur )

Gambar 2.3.Hubungan Antara Umur Beton dan Kuat Tekan Beton ( Tri Mulyono, 2003 )

40 35 30 25 20

T

ega

nga

n (

M

pa


(49)

3. Jumlah Semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah

kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (f.a.s berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

Jumlah Semen per m3 beton ( kg )

Gambar 2.4. Pengaruh Jumlah Semen Terhadap Kuat Tekan Beton pada Faktor Air Semen sama (Kardiyono, 1998)

40 35 30 25 20 15 10

220 240 260 280 300 320 340

K

ua

t T

eka

n

( M

pa


(50)

4. Sifat Agregat

Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada kerikil dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar tegangan saat retak-retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu kekasaran permukaan ini berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan tekan dan terhadap kekuatan betonnya yang terlihat pada Gambar 2.5. Akan tetapi bila adukan beton

nilai slump nya sama besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang

permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit, berartif.a.s nya rendah yang menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi.

Umur ( Hari )

Gambar 2.5. Pengaruh Jenis Agregat terhadap Kuat Tekan Beton ( Paul Nugraha, 2007 )

65

60

55

50

45 40 35

K

ua

t T

eka

n B

et

on (

M

p

a )

7 28 56 Batu pecah


(51)

2.4.2.Kuat Lentur

Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan

lentur akibat momen ( flexure ). Dari pengujian kuat lentur dapat diketahui pola

retak dan lendutan yang terjadi pada balok yang memikul beban lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan tingkat daktilitas beton. Menurut pasal 11.5 SNI-03-2847 ( 2002 ) nilai kuat lentur beton bila dihubungkan dengan kuat tekannya adalah fr = 0,7 f 'c Mpa.

Faktor – faktor yang mempengaruhi kekuatan beton dari material penyusunnya ditentukan antara lain :

1. Faktor air – semen,

2. Porositas,

3. Faktor intrinsik lainnya.

2.4.3. Faktor Air – Semen

Air yang terlalu banyak akan menempati ruang dimana pada waktu beton sudah mengeras dan terjadi penguapan, ruang itu akan menjadi pori.

Faktor air – semen dinyatakan dengan rumus :

f’c = �

�(� �⁄ )...( 2.1 )

dimana :

f’c = Kuat tekan beton pada umur tertentu,


(52)

B = Konstanta tergantung sifat semen, dan

W / c = Faktor air – semen.

2.4.4. Pengaruh Porositas

Kekuatan beton ditentukan oleh faktor ruang kosong / semen. Ide ini adalah pada kasus di mana faktor air – semen tidak bisa diterapkan seperti :

1. Beton yang kurang pasta semen,

2. Beton yang kaku ( stiff ) dengan pemadatan yang tidak memadai,

3. Beton air – entrain yang kandungan udaranya tidak dapat ditentukan.

Rasio ruang kosong / semen = ���+�����

������������������ ...( 2.2 ) 2.4.5. Faktor – Faktor Intrinsik

Kekuatan beton bergantung pada :

1. Kekuatan agregat, khususnya agregat kasar,

2. Kekuatan pasta semen,

3. Kekuatan ikatan / lekatan antara semen dengan agregat.

Beton adalah material komposit : kekuatannya adalah fungsi dari kekuatan semen. Kekuatan agregat dan interaksi antara komponen – komponennya.

Hubungan antara tegangan dan regangan dari 2 ( dua ) komponen utama cukup lurus, kecuali mungkin pada tingkat tegangan tinggi, namun modulus elastisitasnya berbeda. Akibatnya, respon yang berbeda terhadap beban


(53)

mengakibatkan sifat inelastis sehingga kurva tegangan – regangan ( stress – strain ) tidak linier.

Agregat

Pasta semen

Beton

Strain

Gambar 2.6. Kurva Stress - Strain Tipikal untuk Agregat, Pasta Semen Keras dan Beton ( Paul Nugraha, 2007 )

2.4.6. Modulus Elastisitas

Ada 2 model kasus ekstrem pengaturan material komposit yang bermanfaat untuk menambah pengertian kita tentang parameter elastisitas beton, yaitu Model Paralel dan Model Seri.

Model paralel adalah akibat tegangan dan regangan yang seragam ( uniform

strain ), memberikan penyelesaian batas atas ( upper bound ).

Ec = Ep . Vp + Ea . Va ...( 2.3 )

Model Seri yaitu material di bawah tegangan seragam ( uniform stress )

memberikan penyelesaian batas bawah ( lower bound ).

S

tr

es


(54)

1

�� = �� ��+

��

��...( 2.4 ) di mana :

Ec = Modulus elastisitas beton,

Ep dan Ea = Modulus elastisitas pasta matriks dan agregat,

Vp dan Va = Fraksi volume pasta dan agregat.

Nilai Ec didapat dalam bentuk MPa, E = 4700 √�

2.4.7. Rasio Poisson

Seperti material yang lain, beton berubah bentuk secara lateral di bawah beban aksial, kontraksi tegangan volumetrik pertama kalinya bertambah, akibat densifikasi beton. Tetapi kemudian berubah tanda akibat adanya retak. Nilai angka poisson umumnya 0.1 – 0.2.

Gambar 2.7. Kurva Tegangan Regangan pada Beton Tipikal yang Mendapat Beban Tekan Uni – Aksial ( Paul Nugraha, 2007 )


(55)

2.4.8. Susut ( Deformasi Non – Elastis )

Penyusutan merupakan salah satu penyebab utama dari retak pada bangunan, karena bahan bangunan pada umumnya basah pada waktu didirikan dan mengering kemudian. Penyusutan bahan bangunan sangat bervariasi, mulai dari nol pada kaca dan metal, hingga yang maksimum pada bahan organik.

Susut juga terjadi pada semua bahan yang memakai semen sebagai pegikat. Susut didefinisikan sebagai perubahan volume yang terjadi ketika air masuk atau keluar dari gel semen, atau ketika air mengubah keadaan fisik atau kimiawinya di dalam pasta.

Susut dipengaruhi oleh :

1. Kadar agregat,

2. Kadar air,

3. Kadar semen dan bahan kimia pembantu,

4. Kondisi perawatan dan penyimpanan,

5. Pengaruh ukuran.

Beberapa jenis susut antara lain :

1. Susut Pengeringan ( Drying Shrinkage ),

2. Susut Plastis ( Plastic Shrinkage ),

3. Susut Karbonasi ( Carbonation Shrinkage ),


(56)

2.4.9. Retak

Bila beton baru mengering dengan cepat maka permukaannya akan mengalami tegangan tarik yang lebih tinggi dari kekuatan tariknya. Hal ini akan menyebabkan retak. Retak juga mungkin terjadi bila terdapat perbedaan

temperatur yang tinggi ( sampai 20°C ) antara bagian dalam dan bagian luar

beton, akibat dari perbedaan muai.

Beton bertulang sebenarnya adalah sebuah struktur yang tidak bisa menghindari retak, karena beton mempunyai kekuatan tarik yang kecil.

2.5. Penelitian – Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa pihak yang melakukan penelitian yang berkaitan dengan eksperimen tugas akhir ini, antara lain :

1. Pengaruh Gradasi Agregat Halus terhadap Stabilitas dan Kuat Tekan Beton ( Pateha, M. Kasim., P. Murlita. ; 2003 )

Pada penelitian ini, bahan dasar yang digunakan adalah agregat halus eks Gowa, agregat kasar eks Gowa, semen tipe I, dan air PDAM Makassar. Direncanakan campuran beton dengan faktor air – semen 0,48. Beton

ditambahkan superplasticizer dari bahan Polycarboxylates dengan tiga

tingkatan, yaitu 0 %, 0,5 % dan 1 % dari berat semen.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pengaruh gradasi agregat halus terhadap stabilitas adukan dan kuat tekan betonnya.


(57)

Hasil dari penelitian ini antara lain :

i. Pada beton tanpa superplasticizer, stabilitas beton meningkat sesuai

dengan peningkatan modulus kehalusan. Kuat tekan yang dihasilkan relatif sama untuk ketiga jenis pasir.

ii. Pada beton dengan superplasticizer, stabilitas beton menurun

sesuai dengan peningkatan modulus kehalusan. Kuat tekan beton menurun sesuai dengan kenaikan modulus kehalusan agregat halus.

2. Pemanfaatan Pasir Pantai Sepempang dan Batu Pecah asal Ranai sebagai Bahan Pembuatan Beton Normal ( Siregar, Ahmad Husin., Satyarno., Tjokrodimuljo. ; 2008 )

Pada penelitian ini, bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir pantai Sepempang, agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah asal Ranai dengan ukuran maksimum 40 mm, faktor air – semen yang digunakan adalah 0,4 ; 0,5 ; 0,6.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat –sifat fisik pasir pantai Sepampang dan batu pecah dari Ranai dan untuk mengetahui sifat beton normal dengan pemakaian bahan pasir pantai Sepempang dan batu pecah asal Ranai.

Hasil dari penelitian ini antara lain :

i. Pasir Pantai Sepempang memiliki kandungan lumpur sebesar 0,44 %,


(58)

ii. Secara umum, terbukti benar bahwa pasir Pantai Sepempang dapat dijadikan bahan pembuatan beton normal dengan tetap

memperhatikan mix design terlebih dahulu.

3. Pengaruh Penambahan Pasir Pantai terhadap Laju Kenaikan Kuat Tekan Beton ( Suroso, Hery., Tjokrodimuljo, Kardiyono. ; 2003 )

Pada penelitian ini, bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semen Portland Pozolan ( SPP ), pasir Pantai Alam Indah yang diambil dengan jarak sekitar 25 meter dari garis pantai, pasir Kali Gung, Tegal, serta kerikil dari depo pemecah batu Prupuk, Slawi, Tegal, Jawa Tengah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui laju kuat tekan beton dengan tambahan pasir pantai dan tanpa pasir pantai.

Hasil dari penelitian ini adalah :

Kadar garam pasir Pantai Alam Indah, Tegal Jawa Tengah sebesar 0,02 %, sehingga pasir pantai ini dapat dipakai untuk bahan pembuatan beton.


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ( MIPA ) Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Struktur Pascasarjana Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara. Secara umum urutan tahap penelitian meliputi :

a. Penyediaan bahan penyusun beton,

b. Pemeriksaan bahan penyusun beton ( analisa pasir dan kerikil ),

c. Pemeriksaan kandungan pasir pantai dan pasir biasa di Laboratorium Kimia

Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU,

d. Pemeriksaan kandungan organik agregat halus ( colorimetric test ),

e. Perencanaan Mix Design beton dengan pasir biasa dan beton dengan pasir pantai,

f. Pembuatan benda uji silinder dan balok,

g. Pemeriksaan nilai slump,

h. Pengujian kuat tekan beton pada umur28 hari,

i. Pengujian elastisitas beton pada umur28 hari,

j. Pengujian kuat tarik belah beton pada umur 28 hari,

k. Pengujian flexure balok beton pada umur28 hari,

l. Pengujian regangan balok beton pada umur 28 hari,


(60)

Gambar 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Keseluruhan Pelaksanaan Eksperimen PERENCANAAN BETON

( MIX DESIGN )

PEMBUATAN BENDA UJI

BENDA UJI BALOK BENDA UJI SILINDER

CURING BENDA UJI( PENYIRAMAN DENGAN AIR DAN

DITUTUPI DENGAN KARUNG BASAH )

CURING BENDA UJI SILINDER DI DALAM KOLAM AIR

PENGUJIAN TERHADAP BENDA UJI

PENGUJIAN BENDA UJI BALOK PENGUJIAN BENDA UJI SILINDER ANALISA KANDUNGAN KIMIA PASIR BIASA DAN PASIR

PANTAI

ANALISA BAHAN PENYUSUN BETON ( AGREGAT HALUS DAN AGREGAT KASAR )

PENYEDIAAN BAHAN PENYUSUN BETON

PENGUJIAN FLEXURE, REGANGAN, DAN PENINJAUAN POLA RETAK

PENGUJIAN KUAT TEKAN, ELASTISITAS, DAN KUAT TARIK BELAH

ANALISA DATA


(61)

3.2. Analisa Bahan Penyusun Beton

3.2.1. Analisa Ayakan Pasir( ASTM C 136 - 84a )

a. Tujuan :

Untuk mengetahui penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus

kehalusan pasir ( Fineness Modulus ).

b. Hasil Penelitian :

Modulus kehalusan pasir pantai ( FM ) : 2,38 ( OK ) Modulus kehalusan pasir biasa ( FM ) : 2,62 ( OK )

c. Pedoman :

100

mm

0.15

ayakan

hingga

tertahan

Komulatif

%

FM

=

...( 3.1 )

Berdasarkan nilai modulus kehalusan ( Fineness Modulus ), agregat halus dibagi

dalam beberapa kelas, yaitu :

 Pasir halus : 2.20 < FM < 2.60

 Pasir sedang : 2.60 < FM < 2.90

 Pasir kasar : 2.90 < FM < 3.20

3.2.2. Pencucian Pasir Lewat Ayakan No.200 ( ASTM C 117 – 90 )

a. Tujuan :


(62)

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur pasir pantai : 0,70 % ( OK )

Kandungan lumpur pasir biasa : 3,80 % ( OK )

c. Pedoman :

Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan

melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus dicuci.

3.2.3. Pemeriksaan Kandungan Organik

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan NaOH pada pasir pantai berada pada standar warna Gardner


(63)

Gambar 3.2. Pengujian Colorimetric Pasir Pantai

Kandungan NaOH pada pasir pantai berada pada standar warna Gardner nomor 3.

Gambar 3.3. Pengujian Colorimetric Pasir Biasa

c. Pedoman :

Standar warna Gardner no.3 adalah batas maksimum yang menentukan apakah kadar bahan organik pada pasir memenuhi syarat.


(64)

3.2.4. Pemeriksaan Berat Isi Pasir ( ASTM C 29 / C 29M – 90 )

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat isi (unit weight) dari pasir dalam keadaan padat

dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Pasir Pantai

- Berat isi dalam keadaan rojok / padat : 1472,75 kg / m3

- Berat isi dalam keadaan longgar : 1399,86 kg / m3

Pasir Biasa

- Berat isi dalam keadaan rojok / padat : 1361,79 kg / m3

- Berat isi dalam keadaan longgar : 1241,11 kg / m3

c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi pasir dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi pasir dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram.

Dengan mengetahui berat isi pasir maka kita dapat mengetahui berat pasir dengan hanya mengetahui volumenya saja.


(65)

3.2.5. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir( ASTM C 128 – 88 )

a. Tujuan :

Untuk menetukan berat jenis (specific grafity) dan penyerapan air (absorbsi)

pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

Pasir Pantai

- Berat jenis SSD : 2,15 ton / m3

- Berat jenis kering : 1,97 ton / m3

- Berat jenis semu : 2.39 ton / m3

- Absorbsi : 8,93 %

Pasir Biasa

- Berat jenis SSD : 2,18 ton / m3

- Berat jenis kering : 2,01 ton / m3

- Berat jenis semu : 2,43 ton / m3

- Absorbsi : 8,46 %

c. Pedoman :

Berat jenis SSD ( Saturated Surface Dry ) dimana merupakan perbandingan

antara berat pasir dalam keadaan SSD dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan pasir kering dimana pori-pori pasir berisikan udara tanpa air dengan keadaan kering sempurna ( kandungan air 0 % ), sedangkan keadaan


(66)

semu dimana pasir basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat pasir yang hilang terhadap berat pasir kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

3.2.6. Analisa Ayakan Batu Kerikil ( ASTM C136 - 84a & ASTM D 448 - 86 )

a. Tujuan :

Untuk menyelidikigradasi butiran agregat dan menentukan nilai modulus

kehalusan( Fineness Modulus ) kerikil.

b. Hasil pemeriksaan : 7,41 ( OK )

c. Pedoman :

1.

100

mm 0.15 ayakan hingga

tertahan Kumulatif

%

FM = ...( 3.2 )

2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan rentang


(67)

3.2.7. Pemeriksaan Kadar Lumpur (Ayakan no.200) ( ASTM C 117 – 90 )

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.

b. Hasil pemeriksaan : 0,95 % ( OK )

c. Pedoman :

Kandungan lumpur pada agregat kasar ( kerikil ) tidak boleh melebihi 1% dari berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat kasar ( kerikil ) harus melalui proses pencucian.

3.2.8. Pemeriksaan Berat Isi Batu Kerikil ( ASTM C 29 / C 29M – 90 ) a. Tujuan :

Untuk mengetahui berat isi agregat kasar ( kerikil ) dalam keadaan padat

dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

- Berat isi dalam keadaan rojok / padat : 1741,28 kg / m3

- Berat isi dalam keadaan longgar : 1636,68 kg / m3

c. Pedoman :

Dengan mengetahui berat isi agregat kasar ( kerikil ) maka kita dapat mengetahui berat batu becah dengan hanya mengetahui volumenya.


(68)

3.2.9. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Kerikil ( ASTM C 127 – 88 )

a. Tujuan :

Untukmenentukan berat jenisdan jumlah penyerapan air (absorbsi) agregat kasar ( kerikil ).

b. Hasil Pemeriksaan :

- Berat jenis SSD : 2,49 ton / m3

- Berat jenis kering : 2,45 ton / m3

- Berat jenis semu : 2,56 ton / m3

- Absorbsi : 1,63 %

c. Pedoman :

Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat kerikil dalam keadaan SSD

dengan volume kerikil dalam keadaan SSD. Keadaan SSD ( Saturated Surface

Dry ) adalah keadaan dimana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air,

keadaan kerikil dalam kondisi kering dimana pori batu pecah berisikan udara dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana pasir basah total dengan pori yang dipenuhi air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat kerikil yang hilang terhadap berat kerikil kering, dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi kriteria sebagai berikut :


(69)

3.3. Perencanaan Campuran Beton ( Concrete Mix Design )

Sebelum dilakukan pengecoran, proporsi bahan - bahan penyusun beton yang terdiri dari pasir, semen, kerikil, dan air harus dikalkulasi terlebih dahulu melalui

sebuah perencanaan campuran beton ( concrete mix design ). Hal ini dilakukan agar

proporsi campuran dapat mencapai tingkat ekonomis yang ideal. Dalam menentukan proporsi campuran dalam penelitian ini digunakan metode Departemen Pekerjaan Umum yang berdasarkan pada SK SNI T – 15 – 1990 - 03.

Kriteria dasar perancangan beton dengan menggunakan metode Departemen Pekerjaan Umum ( PU ) ini adalah kriteria kekuatan tekan dan korelasi dengan faktor

air - semen. Perhitungan mix designyang lengkap dapat dilihat pada lampiran tugas

akhir ini. Dalam penelitian ini, direncanakan beton dengan mutu f’c = 20 Mpa. Pada

penelitian ini, komposisi mix design beton dengan pasir biasa yang digunakan adalah

1 : 2,176 : 3.11 : 0,57 dengan kuat tekan rencana f’c = 20 MPa. Sedangkan

komposisi mix design beton dengan pasir pantai adalah 1 : 2,076 : 3,214 : 0,57.

3.4. Penyediaan Bahan Penyusun Beton

Setelah dilakukan pemeriksaan karakteristik terhadap bahan pembuatan beton seperti semen, pasir, dan kerikil yang akan digunakan untuk mendapatkan mutu material yang baik sesuai dengan persyaratan yang ada, maka penyediaan bahan penyusun beton adalah disaring, dicuci dan dijemur hingga kering permukaan. Kemudian bahan tersebut disimpan dalam kotak dan ditempatkan di ruangan tertutup, hal ini untuk menghindari pengaruh cuaca luar yang dapat merusak bahan ataupun mengakibatkan perbedaan kualitas bahan.


(70)

Sebelum dilakukan pengecoran benda uji, bahan yang telah dipersiapkan tersebut ditimbang berapa beratnya sesuai dengan perbandingan yang telah direncanakan dan diletakkan di dalam wadah yang terpisah untuk mempermudah pelaksanaan pengecoran yang dilakukan.

3.5. Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji terdiri atas 2 ( dua ) variasi, yaitu beton dengan agregat halus yang berupa pasir biasa dan beton dengan agregat halus yang berupa pasir Pantai Cermin. Masing – masing variasi agregat halus dicetak pada 8 ( delapan ) buah sampel silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dan 1 ( satu ) balok beton dengan ukuran 20 x 30 x 320 cm.

Setelah bahan – bahan campuran beton disediakan, hidupkan mesin molen dan masukkan bahan campuran beton sembarang ke dalamnya yang berfungsi untuk membasahi mesin tesebut supaya adukan beton yang sebenarnya tidak berkurang. Setelah ± 30 detik, campuran tersebut di buang. Untuk beton normal, langkah pertama masukkan agregat halus dan semen selama ± 30 detik supaya agregat halus dan semen tercampur rata. Kemudian air dimasukkan sebagian-sebagian ke dalam molen secara menyebar, hal ini dilakukan supaya air tidak hanya tercampur di beberapa tempat dan menyebabkan adukannya tidak rata. Selanjutnya masukkan kerikil dan biarkan mesin molen selama ± 1 menit sampai campuran beton benar-benar tercampur secara merata dan homogen.

Adukan yang sudah tercampur merata, dituangkan ke dalam sebuah pan besar yang tidak menyerap air, dan kemudian adukan diukur kekentalannya dengan


(71)

nilai slump, campuran beton dimasukkan ke dalam cetakan silinder yang berukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dan cetakan ( bekisting ) balok yang berukuran 20 x 30 x 320 cmdengan cara dibagi dalam tiga tahapan, dimana masing-masing tahapan diisi 1/3 bagian dari cetakan silinder dan balok, lalu dipadatkan dengan

menggunakan alat vibrator.

Setelah beton berumur ± 24 jam, cetakan silinder dan balok dibuka dan mulai

dilakukan perawatan( curing ) beton dengan cara direndam dalam bak perendaman

sampai pada masa yang direncanakan untuk melakukan pengujian.

3.6. Pengujian Sampel

Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kuat tekan beton, pengujian

elastisitas beton, pengujian kuat tarik belah ( splitting ) sampel silinder beton, flexure

test, regangan ( strain ), peninjauan panjang retak dan pola retak balok beton.

3.6.1 Pengujian Kuat Tekan Beton

Pengujian dilakukan pada umur beton28 hari untuk tiap variasi beton sebanyak 8 buah. Sehari sebelum pengujian sesuai umur rencana, silinder beton dikeluarkan dari bak perendaman.

Sebelum dilakukan uji kuat tekan beton, setiap benda uji ditimbang beratnya. Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan mesin kompres manual berkapasitas 200 ton.


(72)

Besar kuat tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

Α

Ρ

c

f'

=

...( 3.3 )

dimana :

f’c = Kekuatan tekan (kg/cm2)

P = Beban tekan (kg)

A = Luas permukaan benda uji (cm2)

Gambar 3.4.Sketsa Uji Tekan Beton P

A

3

0

0

m

m


(73)

3.6.2 Pengujian Elastisitas Beton

Pengujian dilakukan pada umur beton28 hari untuk tiap variasi beton sebanyak 8 buah. Sehari sebelum pengujian elastisitas beton, silinder beton dikeluarkan dari bak perendaman. Sebelum dilakukan pengujian elastisitas beton, setiap benda uji ditimbang beratnya. Kemudian benda uji ditempatkan pada alat uji elastisitas dan dimasukkan ke alat kompresor secara vertikal dalam keadaan tidak bergoyang ( statis ), kemudian dibebani sehingga sampel – sampel silinder ini retak. Pengujian elastisitas beton dilakukan dengan menggunakan mesin kompres manual

berkapasitas 200 ton dan memakai alat Compressor Strain Dial Test.

Gambar 3.5.Gambar Alat Pengujian Elastisitas Beton dengan Agregat Halus Pasir Pantai Cermin dan Pasir Biasa


(74)

Gambar 3.6. Pengujian Modulus Elastisitas Beton

Besar elastisitas beton dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

ε

σ

=

E

...( 3.4 )

Dimana:

)

(

10

.

Pembacaan

Dial

k

L

=

...( 3.5 )

L

L

=

ε

...( 3.6 )

A

P

=

σ

...( 3.7 )


(75)

A : Luas Permukaan Tekan Sampel (cm²)

E : Modulus Elastisitas (kg/ cm²)

ΔL : Perubahan Panjang Sampel (cm)

k : Faktor Pembacaan Dial (mm)

P : Beban Tekan sampel (kg)

Σ : Tegangan (kg/ cm²)

ε : Regangan

Setelah didapat nilai elastisitas pada benda uji silinder, maka dihitung juga Poisson Ratio dengan membandingkan nilai regangan radial pada sampel terhadap regangan arah lateral.

3.6.3. Pengujian Kuat Tarik Belah Beton

Pengujian kuat tarik belah beton bertujuan untuk mengetahui besarnya kuat tarik belah beton dengan agregat halus pasir biasa dan pasir Pantai Cermin.

Pengujian dilakukan dengan mesin kompres manual berkapasitas 200 ton dan alat


(76)

Gambar 3.7. Pengujian Kuat Tarik Belah Silinder Beton dengan Agregat Halus Pasir Pantai Cermin dan Pasir Biasa

3.6.4Kuat Lentur

Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan

lentur akibat momen murni ( flexure / modulus of rupture ). Dari pengujian kuat

lentur, dapat diketahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada balok yang memikul beban lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan tingkat daktilitas beton.

dimana M merupakan momen maksimum pada saat benda uji runtuh dan Z

merupakan modulus penampang arah melintang. Menurut pasal 11.5 SNI-03-2847 ( 2002 ) nilai kuat lentur beton bila dihubungkan dengan kuat tekannya adalah


(77)

Gambar 3.8. Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Bertulang dengan Agregat Halus Pasir Pantai Cermin dan Pasir Biasa

30 cm

75 cm 20 cm

300 cm

320 cm

Gambar 3.9. Sketsa Pengujian Kuat Lentur Balok P


(78)

3.6.5. Peninjauan Pola Retak

Pola retak merupakan tinjauan retakan balok akibat diberi beban dengan hydraulic jack, pola retak balok dicatat setiap kenaikan beban sebesar 500 kg. Balok dibagi menjadi beberapa segmen, dengan panjang dan lebar masing – masing segmen sebesar 10 cm. Dengan ukuran balok yang mencapai 20 x 30 x 320 cm, maka balok dibagi atas 96 segmen, masing – masing dengan panjang dan lebar 10 cm.


(79)

1 4 7 1 0 1 3 1 6 1 9 2 2 2 5 2 8 3 1 3 4 3 7 4 0 4 3 4 6 4 9 5 2 5 5 5 8 6 1 6 4 6 7 7 0 7 3 7 6 7 9 8 2 8 5 8 8 9 1 9 4 2 5 8 1

1 1 4 1 7 2 0 2 3 2 6 2 9 3 2 3 5 3 8 4 1 4 4 4 7 5 0 5 3 5 6 5 9 6 2 6 5 6 8 7 1 7 4 7 7 8 0 8 3 8 6 8 9 9 2 9 5 3 6 9 1

2 1 5 1 8 2 1 2 4 2 7 3 0 3 3 3 6 3 9 4 2 4 5 4 8 5 1 5 4 5 7 6 0 6 3 6 6 6 9 7 2 7 5 7 8 8 1 8 4 8 7 9 0 9 3 9 6


(80)

Gambar 3.11. Peninjauan Pola Retak Balok Beton Bertulang dengan Agregat Halus Pasir Pantai Cermin dan Pasir Biasa

3.6.6. Pengukuran Regangan Balok ( Strain Test )

Pengukuran regangan balok dilakukan untuk mengetahui regangan balok

yang diukur setiap kenaikan beban 500 kg, dengan alat strain meter.

Gambar 3.12. Pengujian Regangan ( Strain ) Balok dengan Agregat Halus Pasir Pantai dan Pasir Biasa


(81)

5 cm

5 cm 15 cm 15 cm pembaca strain dial


(1)

Grafik 4.11. Grafik Regangan Balok dengan Agregat Halus Pasir Pantai -150

-100 -50 0 50 100 150 200 250

Atas

Tengah


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Kandungan silika ( SiO2 ) pasir biasa dan pasir pantai masing – masing

memenuhi syarat, yaitu berada pada rentang 85 – 95 %.

2. Pasir biasa dan pasir pantai tidak perlu melalui proses pencucian karena kandungan lumpur pasir biasa dan pasir pantai masih berada di bawah batas toleransi, yaitu 5 %.

3. Dalam pengujian berbagai parameter kandungan kimia seperti Ca, Mg, Cl, Fe dan SiO2 di laboratorium, terdapat perbedaan yang signifikan pada

kandungan besi ( Fe ) dalam pasir biasa dan pasir pantai, yaitu 22,02 % untuk pasir biasa dan 1,50 % untuk pasir pantai.

4. Nilai slump rata – rata untuk beton dengan agregat halus pasir biasa adalah 11,3 cm, sedangkan nilai slump rata – rata untuk beton dengan agregat halus pasir pantai adalah 6,8 cm.

5. Penurunan kuat tekan rata – rata pada beton dengan pasir pantai dibandingkan dengan beton dengan pasir biasa adalah 13,583 %.

6. Kuat tarik belah rata – rata pada beton dengan agregat halus pasir biasa adalah 2,61025 MPa, sedangkan kuat tarik belah rata – rata pada beton dengan agregat halus pasir Pantai Cermin adalah 2,298 MPa.


(3)

7. Nilai elastisitas rata – rata untuk beton dengan agregat halus pasir biasa adalah 20130,5 MPa, sedangkan nilai elastisitas rata – rata untuk beton dengan agregat halus pasir pantai adalah 18742,5 MPa.

8. Pada pengujian lendutan balok ( flexure test ), balok dengan agregat halus pasir biasa mengalami retak untuk pertama kalinya pada saat P = 8500 kg. Sedangkan balok dengan agregat halus pasir Pantai Cermin mengalami retak untuk pertama kalinya pada saat P = 7000 kg.

9. Total panjang retak pada balok dengan agregat halus pasir biasa adalah 267 cm, sedangkan total panjang retak pada balok dengan agregat halus pasir Pantai Cermin adalah 275 cm.

5.2. Saran

1. Penulis tidak menganjurkan untuk menggunakan pasir pantai sebagai agregat halus sebagai agregat halus pada beton bertulang karena beton dengan agregat halus pasir pantai memiliki kekuatan yang jauh lebih rendah dibandingkan beton dengan agregat halus pasir biasa dengan mutu rencana yang sama.

2. Ditinjau dari tingkat Fineness Modulus ( FM ), pasir pantai disarankan hanya digunakan pada keadaan darurat dan untuk bangunan bertingkat rendah seperti rumah tinggal, gudang, dan sejenisnya karena beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat halus pasir pantai lebih rendah mutunya dibandingkan dengan beton dengan agregat halus pasir biasa dengan mutu rencana yang sama.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Mulyono, Tri. 2003, Teknologi Beton, Penerbit ANDI Yogyakarta.

Nugraha, Paul., Antoni. 2007. Teknologi Beton, Surabaya : Penerbit Andi.

Tjokrodimuljo, Kardiyono. 2009. Teknologi Beton, Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gajah Mada

Neville, A.M., 1977. Properties of Conrete, London : Pitman Publishing Limited.

SK SNI 1972-2008, “Cara Uji Slump Beton”, Badan Standar Nasional.

SK SNI 03-2847-2002, “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan

Gedung”, Badan Standar Nasional.

ASTM, Annual Books of ASTM Standards 1991 : Concretes And Aggregates, Vol.04.02 Construction, Philadelphia-USA: ASTM,1991,PA19103-1187.

Pateha, M. Kasim., P, Murlita. 2003. Pengaruh Gradasi Agregat Halus Terhadap Stabilitas dan Kuat Tekan Beton.

Siregar, Ahmad Husin., Satyarno., Tjokrodimuljo. 2008. Pemanfaatan Pasir Pantai Sepempang dan Batu Pecah Asal Ranai Sebagai Bahan Pembuatan Beton Normal.

Suroso, Hery., Tjokrodimuljo, Kardiyono. 2003. Pengaruh Penambahan Pasir Pantai Terhadap Laju Kenaikan Kuat Tekan Beton.


(5)

LAMPIRAN A


(6)

LAMPIRAN B

Dokumentasi Pelaksanaan

Penelitian