Pemanfaatan Limbah Serbuk Kayu (SAW DUST) Sebagai Subtitusi Agregat Halus Pada Campuran Beton

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU (SAW DUST)

SEBAGAI SUBTITUSI AGREGAT HALUS PADA

CAMPURAN BETON

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

MUHAMMAD FACHRI FAUZI 10 0424 007

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU (SAWDUST) SEBAGAI

SUBTITUSI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN BETON TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk MenempuhUjian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh :

MUHAMMAD FACHRI FAUZI 10 4240 007

Pembimbing :

Nursyamsi, S.T., M.T. NIP : 19770623 200501 2 001

Penguji I Penguji II

Ir. Besman Surbakti, M. T. Adina Sari Lubis, S.T., M.T.

NIP: 19541012198003 1 004 NIP: 19680429 199512 2 001

Mengesahkan

Koordinator, PPSE Ketua

Departemen T. Sipil FT USU Departemen T. Sipil FT USU

Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng.Sc Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP: 19560326 198103 1003 NIP: 19561224 198103 1 002

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Muhammad Fachri Fauzi NIM : 10 0424 007

Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir saya ini dengan Judul “Pemanfaatan Limbah Serbuk Kayu (Sawdust) Sebagai Subtitusi Agregat Halus Pada Campuran Beton”bebas plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti terhadap plagiat dalam Tugas Akhir saya tersebut, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Demikian pernyataan ini saya perbuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Penyusun,

Muhammad Fachri Fauzi NIM. 10 0424 007


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehinggga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Stara Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul

“PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU (SAW DUST) SEBAGAI

SUBTITUSI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN BETON”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng, Sc selaku Koordinator Program Pendidikan Ekstension Universitas Sumatera Utara;


(5)

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

5. Ibu Nursyamsi, ST., MT. selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu Penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini;

6. Bapak Besman Surbakti, ST, MT selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan, arahan, dan juga bimbingan kepada penulis;

7. Ibu Adina Sari Lubis, ST, MT selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan, arahan, dan juga bimbingan kepada penulis;

8. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuannya;

9. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis;

10. Seluruh Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil yang telah banyak membantu selama pelaksanaan Tugas Akhir ini;

11. Terima kasih yang teristimewa, Penulis ucapkan kepada Ayahanda Rusali Rokan, S. E dan Ibunda tercinta Alm. Lely Nurzehan yang telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan serta selalu memberikan dukungan baik moral, materil dan doa, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini; 12. Terima kasih kepada kakakku yang tersayang Yasmin Rifayanti, S. Farm.,


(6)

buah pikiran, serta perhatian sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini;

13. Buat teman-teman ku Putri, Yenni, Ramadhan, Zuraidah (Ira), Alex, Tito,Yuli, Zai, Febri, Aida, Nurdin serta yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

14. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2014 Penulis,

Muhammad Fachri Fauzi 10 0424 007


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Maksud dan Tujuan ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Pembatasan Masalah ... 4

1.6 Metodologi Penelitian ... 5

1.7 Lokasi Penelitian ... 9

1.8 Sistematika Penulisan ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Umum ... 11

2.2 Bahan Penyusun Beton ... 12

2.2.1 Semen ... 12

2.2.2 Agregat ... 21

2.2.3 Serbuk Kayu ... 27


(8)

2.2.5 Bahan Tambah (Admixture) ... 31

2.2.6 Beton Segar (Fresh Concrete) ... 34

2.2.7 Beton Keras ... 38

2.2.8 Penelitian Penggunaan Serbuk Kayu yang Pernah Dilakukan ... 42

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1 Umum ... 46

3.2 Penyediaan Bahan-bahan Penyusun Beton ... 46

3.2.1 Semen Portland ... 47

3.2.2 Agregat Halus ... 47

3.2.3 Agregat Kasar ... 48

3.2.4 Serbuk Kayu ... 48

3.2.5 Air ... 50

3.3 Pemeriksaan Bahan-bahan Penyusun Beton ... 50

3.3.1 Analisa Ayak Agregat Halus (SNI 03-1968-1990) ... 50

3.3.2 Analisa Ayak Agregat Kasar (SNI 03-1968-1990) ... 52

3.3.3 Berat Jenis dan Absorbsi Agregat Halus (SNI 03-1970-1990) ... 54

3.3.4 Berat Jenis dan Absorbsi Agregat Kasar (SNI 03-1969-1990) ... 56

3.3.5 Pengujian Kadar Organik pada Pasir (Colorimetric Test) (SNI 03-2816-1992) ... 59


(9)

3.3.7 Berat Isi Pasir (SNI 03-4804-1998) ... 62

3.3.8 Berat Isi Kerikil (SNI 03-4804-1998) ... 64

3.3.9 Berat Isi Serbuk Kayu ... 67

3.3.10 Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan 200) ... 69

3.3.11 Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump) ... 71

3.3.12 Pemeriksaan Keausan Menggunakan Mesin Pengaus Los Angeles (SNI 03-2417-1991) ... 72

3.4 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) ... 74

3.5 Proses Mineralisasi ... 75

3.6 Pembuatan Benda Uji Silinder ... 76

3.7 Perawatan Benda Uji ... 77

3.8 Pengujian Sampel ... 78

3.8.1 Pengujian Slump (SNI 03-1972-1990) ... 78

3.8.2 Pengujian Bobot Isi Beton Segar (SNI 03-1973-1990) ... 79

3.8.3 Pengujian Kuat Tekan Beton (SNI 03-1974-1990) ... 79

3.8.4 Pengujian Kuat Tarik Beton (SNI 03-2491-2002) ... 80

3.9 Analisa dan Kesimpulan ... 81

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 82

4.1 Nilai Slump ... 82

4.2 Pengujian Bobot Isi Beton Segar ... 83

4.3 Pengujian Kuat Tekan Silinder Beton ... 85


(10)

4.5 Perbedaan Dengan Penelitian Sebelumnya ... 92

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

5.1 Kesimpulan ... 95

5.2 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tabel Sampel dan Variasi ... 7

Tabel 2.1 Persentase dari Komposisi dan Kadar Senyawa Kimia Semen Portland ... 14

Tabel 2.2 Karakteristik Senyawa Penyusun Semen Portland ... 18

Tabel 3.1 Komposisi Campuran Beton ... 75

Tabel 4.1 Nilai Slump Beton Normal dan Beton Serbuk Kayu ... 82

Tabel 4.2 Nilai Bobot Isi Beton Normal dan Beton Serbuk Kayu ... 83

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Pengujian Kuat Tekan Beton ... 86

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Kuat Tarik Belah Beton ... 89


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Benda Uji Silinder ... 5 Gambar 1.2 Bagan Alir Untuk Proses Mineralisasi ... 7 Gambar 1.3 Bagan Alir Untuk Penelitian Beton Normal ... 8 Gambar1.4 Bagan Alir Untuk Penelitian Beton Dengan

Penggantian Serbuk Kayu ... 8 Gambar 2.1 Kerucut Abrams ... 36 Gambar 4.1 Grafik Hubungan Nilai Slump Terhadap Kadar Serbuk Kayu .... 83 Gambar 4.2 Grafik Hubungan Nilai Bobot Isi Terhadap Kadar

Serbuk Kayu ... 84 Gambar 4.3Grafik Hubungan Kuat Tekan Silinder Terhadap Variasi

Penambahan Serbuk Kayu dengan Proses Mineralisasi ... 87 Gambar 4.4Grafik Hubungan Kuat Tarik Silinder Terhadap Variasi


(13)

ABSTRAK

Beton merupakan material utama untuk konstruksi yang banyak digunakan di seluruh dunia.Pengembangan kawasan-kawasan hunian lebih lanjut akan memacu meningkatnya kebutuhan bahan bangunan.Dalam menyediakan bahan-bahan tersebut akan menghasilkan limbah. Salah satunya adalah keberadaan limbah serbuk gergaji kayu (sawdust). Untuk itu, banyak hal yang telah dilakukan dalam rangka mendaur ulang guna mengatasi masalah keberadaan limbah ini. Salah satunya adalah teknologi beton serbuk kayu.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui workability, nilai kuat tekan dan kuat tarik serta memanfaatkan limbah serbuk kayu. Serbuk kayu yang digunakan adalah jenis kayu meranti. Serbuk kayu harus melalui proses mineralisasi sebelum dicampur dalam campuran beton. Beton campuran serbuk kayuditambahkan dalam proporsi yang berbeda. Dalam hal ini, serbuk kayudigunakan menggantikan agregat halus berdasarkan volume agregat halus. Adapun variasi subtitusi serbuk kayuyang digunakan adalah 0%;2,5%; 5%, 7,5%;10%.Benda uji berupa silinder Ø 15 cm x 30 cm dan kuat tekan rencana 25 MPa. Setelah melalui masa perawatan selama 28 hari, hasil pengujian diperoleh berupa kenaikan pada nilai slump.Penurunan bobot isi sebesar 0,47%; 1,42%; 2,39%; 3,88% dari beton normal sehingga beton yang menggunakan serbuk kayu menjadi semakin ringan dibandingkan beton normal.Penurunan nilai kuat tekan sejalan dengan peningkatan kadar serbuk kayu sebesar 1,96%; 5,28%; 7,89%; 12,09% dari beton normal. Penurunan nilai kuat tarik sebesar 0,67%; 1,62%; 2,73%; 3,87% dari beton normal.

Hasil penelitian menunjukkan kuat tekan beton dan kuat tarik belah yang dihasilkan mengalami penurunan dengan bertambahnya persentase serbuk kayuyang ditambahkan pada campuran beton.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton merupakan material utama untuk konstruksi yang banyak digunakan diseluruh dunia. Banyak penelitian telah dilakukan tentang teknologi beton untuk memenuhi kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur dimulai dari jalan, gedung, jembatan dan lain sebagainya. Pengembangan kawasan-kawasan hunian lebih lanjut akan memacu meningkatnya kebutuhan bahan bangunan. Bahan-bahan tersebut harus disediakan dalam jumlah besar dari alam maupun buatan. Dalam menyediakan bahan-bahan tersebut akan menghasilkan limbah. Dan hal ini merupakan penyebab utama kerusakan lingkungan.

Dalam rangka mengurangi dampak kerusakan lingkungan para peneliti berusaha mencari solusi untuk menangani pencemaran lingkungan. Hal ini

dilakukan dalam rangka mendukung kampanye dunia “Go Green” yang belakangan ini menjadi isu utama dalam rangka menciptakan lingkungan yang bersih. Banyak upaya yang dilakukan dimulai dari penerapan teknologi ramah lingkungan (Green Technology), bangunan ramah lingkungan (Green Building) yang mengadopsi reduce (mengurangi), reuse (menggunakan ulang), recycle (daur ulang) untuk bangunan yang ramah lingkungan.

Semakin meluasnya penggunaan beton dan makin meningkatnya skala pembangunan menunjukkan juga semakin banyak kebutuhan beton di masa yang akan datang, sehingga mempengaruhi perkembangan teknologi beton dimana akan menuntut inovasi-inovasi baru mengenai beton itu sendiri. Dalam bidang rekayasa


(15)

material, para ilmuan terus melakukan penelitian dan inovasi, termasuk bahan bangunan terutama komponen struktur. Kebutuhan akan penggunaan beton kian lama kian meningkat. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk. Dengan demikian kebutuhan akan bahan baku semen dan material campuran lainnya seperti agreat kasar, agregat halus, air serta bahan tambahan lainnya akan meningkat pula. Namun bahan baku yang selama ini diperoleh dari alam cenderung menurun akibat eksploitasiyang terus-menerus dilakukan.

Serbuk kayu (sawdust) adalah limbah yang diperoleh dari hasil penggergajian kayu yang menggunakan mesin maupun manual. Pemanfaatan limbah kayu sekarang ini digunakan sebagai bahan pembuat lemari dan bercocok tanam. Pada penelitian ini, limbah kayu dimanfaatkan untuk pengganti sebagian agregat halus yang digunakan pada campuran beton. Di mana komposisi beton normal seperti pasir dan kerikil merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang akan habis jika diambil secara terus menerus.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah langkah yang penting untuk membatasi masalah yang akan diteliti. Masalah adalah bagian pokok dari kegiatan penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh penggantian sebagian pasir menggunakan serbuk kayu dengan proses mineralisasi terhadap nilai slump?

2. Bagaimana nilai bobot isi beton yang menggunakan serbuk kayu dengan proses mineralisasi?


(16)

3. Apakah beton yang menggunakan serbuk kayu dengan proses mineralisasi memiliki nilai kuat tekan lebih tinggi dari beton normal?

4. Apakah beton yang menggunakan serbuk kayu dengan proses mineralisasi memiliki nilai kuat tarik belah lebih tinggi dibandingkan beton normal?

5. Apakah beton yang menggunakan serbuk kayu dengan proses mineralisasi memiliki kuat tekan sesuai dengan kuat tekan rencana?

1.3 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan penulis dalam penelitian untuk tugas akhir ini sebagai berikut:

1. Mengetahui workability beton segar yang menggunakan serbuk kayudengan proses mineralisasi sebagai pengganti sebagian agregat halus.

2. Mengetahui bobot isi beton segar yang menggunakan serbuk kayu dengan proses mineralisasi.

3. Mengetahui kuat tekan dan kuat tarik beton yang menggunakan serbuk kayu sebagai bahan pengganti agregat halus dengan variasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10% berdasarkan volume pasir dan membandingkannya dengan beton normal. 4. Memanfaatkan limbah serbuk kayu sebagai bahan tambah pada beton dengan

harapan mendapatkan beton yang lebih ekonomis, memiliki kuat tekan di atas kuat tekan rencana, dan lebih ramah lingkungan.

Pada tugas akhir ini, penelitian yang akan dilakukan adalah penggunaan serbuk kayusebagai pengganti sebagian agregat halus (pasir) dan diharapkan mutu beton tetap terjaga atau semakin tinggi.


(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan hasilnya berguna untuk memberikan sumbangan informasi dan pengetahuan bagi semua pihak terutama yang berhubungan dengan penelitian beton yang menggunakan serbuk kayu dan menemukan solusi agar mendapatkan penggunaan beton yang lebih ramah lingkungan dan memenuhi kuat tekan rencana sebagai bahan rekomendasi tentang layak atau tidaknya serbuk kayu digunakan sebagai subtitusi pasir dalam pembuatan beton.

1.5 Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah penyelesaian dan keterbatasan pengetahuan penulis dalam permasalahan beton yaitu:

1. Mutu beton yang direncanakan adalah f’c 25 MPa pada umur 28 hari.

2. Penggantian agregat halus dengan material serbuk kayu sebesar 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%.

3. Persentase subtitusi material serbuk kayudilakukan berdasarkan volume agregat halus (pasir).

4. Serbuk kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu jenis meranti. 5. Standar pengujian adalah Standar Nasional Indonesia (SNI).

6. Faktor air semen (FAS) yang digunakan 0,5.

7. Untuk pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah menggunakan benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.


(18)

8. Pembuatan benda uji sebanyak 16 (enam belas) untuk setiap variasi dengan rincian 8 (delapan) benda uji untuk pengujian kuat tekan dan 8 (delapan) benda uji untuk pengujian kuat tarik belah.

9. Perawatan beton dengan cara perendaman di air.

10. Pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah dilakukan pada umur 28 hari untuk semua variasi.

Gambar 1.1 Benda uji silinder.

1.6 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan penyusun beton berupa semen, pasir, kerikil, dan bahan pengganti (serbuk kayu).

2. Pemeriksaan bahan penyusun beton.

Analisa ayakan agregat kasar dan agregat halus.

cm


(19)

- Fraksi agregat kasar yang digunakan adalah kerikil yang lolos ayakan 38,1 mm tertahan di ayakan no. 4 (4,75 mm)

- Fraksi agregat halus yang digunakan adalah pasir yang lolos ayakan no.4 (4,75 mm) tertahan di ayakan no. 100 (0,15 mm)

Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi agregat halus dan agregat kasar. Pemeriksaan kadar air pada agregat halus, agregat kasar dan serbuk kayu. Pemeriksaan berat isi pada agregat halus, agregat kasar danserbuk kayu. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian agregat kasar dan halus lewat ayakan no.200).

Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus. Pemerikisaan kadar liat (clay lumps).

Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus los angeles 3. Proses mineralisasi serbuk kayu (sawdust).

4. Mix design (perancangan campuran).

Penimbangan/penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik f’c

25 MPa.

5. Pengujian slump dan bobot isi beton segar.

6. Pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah beton menggunakan benda uji silinder.

7. Dari masing-masing variasi, jumlah sampel yang akan dicoba untuk pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(20)

Tabel 1.1. Tabel sampel dan variasi

8. Berikut adalah bagan alir proses mineralisasi, beton normal dan beton dengan penambahan serbuk kayu:

Gambar 1.2 Bagan Alir Untuk Proses Mineralisasi MENGHILANGKAN BAGIAN-BAGIAN YANG

KASAR DARI SERBUK GERGAJI PENGERINGAN

PERENDAMAN DENGAN LARUTAN KAPUR 5% SELAMA 24 JAM

DITIRISKAN SAMBIL DIANGIN-ANGINKAN

DIMASUKKAN DALAM CAMPURAN BETON PENIMBANGAN


(21)

Gambar 1.3 Bagan Alir Untuk Penelitian Beton Normal

Gambar 1.4 Bagan Alir Untuk Penelitian Beton Dengan Penggantian Serbuk Kayu

PASIR

SEMEN BATU PECAH AIR

PENCAMPURAN SLUMP TEST DAN BERAT ISI

BETON SEGAR PENCETAKAN PENGERINGAN (didiamkan selama 24 jam)

PENGUJIAN

KUAT TEKAN KUAT TARIK

ANALISA DATA HASIL/LAPORAN

PENELITIAN PERAWATAN

PASIR + SERBUK GERGAJI KAYU

(Variasi campuran 2,5 - 10%)

SEMEN BATU

PECAH AIR PENCAMPURAN

SLUMP TEST DAN BERAT ISI BETON SEGAR

PENCETAKAN PENGERINGAN

(didiamkan selama 24 jam)

PENGUJIAN

KUAT TEKAN KUAT TARIK ANALISA DATA

HASIL/LAPORAN PENELITIAN PERAWATAN


(22)

1.7 Lokasi Penelitian

Dalam penyusunan tugas akhir ini, Penulis melakukan penelitian di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Jl. Almamater Kampus USU, Medan 20155.

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam tugas akhir ini, penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi hal-hal umum seperti latar belakang penelitian, permasalahan yang akan diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan masalah, dan metodologi penelitian yang dilaksanakan penulis.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikanketerangan-keterangan umum dan khusus mengenai tata cara percobaan yang akan diteliti berdasarkan referensi-referensi yang didapatkan oleh penulis.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisikan persyaratan dan pemeriksaan bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian seperti: agregat halus, agregat kasar, semen, air, serbuk kayu (sawdust), pembuatan benda uji, prosedur percobaan, dan pengambilan/pengolahan data.


(23)

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan data hasil pengujian dan pembahasan data-data dari pengujian beton di laboratorium dengan membandingkan dengan teori-teori dan penelitian yang telah ada.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada akhir penulisan ini terdapat kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari penelitian ini dan juga penulis memberikan beberapa saran untuk kelanjutan penelitian ini.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Beton merupakan material utama yang banyak digunakan sebagai bahan konstruksi diseluruh dunia. Beton merupakan gabungan dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture atau additive). Campuran tersebut bila dituang ke dalam cetakan dan kemudian dibiarkan, maka akan mengeras seperti batuan. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen yang berlangsung selama waktu yang panjang dan akibatnya campuran itu selalu bertambah keras setara dengan umurnya dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir), dan pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh semen dan air (pasta semen).

Sifat-sifat, karakteristik material penyusun beton, nilai perbandingan bahan-bahan, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara perawatan selama proses pengerasan akan mempengaruhi sifat, kekuatan dan keawetan dari beton yang dibuat.

Sebagai bahan konstruksi beton mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan beton antara lain :

1. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. 2. Mampu memikul beban yang berat.


(25)

4. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil. Kekurangan beton antara lain : 1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.

2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi. 3. Berat.

4. Daya pantul suara yang besar.

5. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu perlu diberi baja tulangan atau tulangan kassa (meshes).

2.2 Bahan Penyusun Beton 2.2.1 Semen

2.2.1.1 Umum

Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah pengadukan selesai dan memperbaiki keawetan beton yang dihasilkan.

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1). Semen non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik

Semen non-hidrolik tidak dapat mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen pozzolan, semen terak,


(26)

semen alam, semen portland, semen portland-pozzolan, semen portland terak tanur tinggi, semen alumina, dan semen expansif. Contoh lainnya adalah semen portland putih, semen warna, dan semen-semen untuk keperluan khusus.

2.2.1.2 Semen Portland

Menurut SNI 15-2049-2004, semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.

2.2.1.3 Jenis-jenis Semen Portland

Sehubungan dengan susunan ikatan kimianya, sifat-sifat dan tujuan penggunaannya, semen portland dibagi dalam beberapa jenis. Standar Industri Indonesia SII 0013 – 1977 menetapkan lima jenis (type) semen yaitu:

1. Type I adalah semen portland yang digunakan untuk pembuatan konstruksi bangunan secara umum.Untuk penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus.

2. Type II adalah semen portland yang mempunyai ketahanan sedang terhadap garam-garam sulfat di dalam air. Semen ini digunakan untuk konstruksi bangunan atau beton yang berhubungan terus menerus dengan air kotor atau air tanah.

3. Type III adalah semen portland yang mempunyai sifat yang mengeras cepat atau mempunyai kekuatan awal tinggi pada umur muda. Semen ini


(27)

digunakan untuk pekerjaan konstruksi atau beton yang mempunyai suhu rendah terutama di negara-negara beriklim dingin.

4. Type IV adalah semen portland yang mempunyai panas hidrasi rendah,semen jenis ini pengerasan dan perkembangan kekuatannya rendah. Semen ini digunakan untuk pembuatan konstruksi beton berdimensi besar dan bentuknya gemuk.

5. Type V adalah semen portland tahan sulfat, artinya tahan terhadap larutan garam sulfat di dalam air. Semen ini digunakan untuk konstruksi yang berhubungan dengan air laut, air limbah industri, untuk bangunan yang terkena pengaruh gas atau uap kimia yang agresif.

2.2.1.4 Senyawa Utama Dalam Semen Portland

Tabel 2.1 Persentase dari Komposisi dan Kadar Senyawa Kimia Semen Portland

Biasa

Pengerasan cepat

Panas rendah

Tahan Sulfat

Analisa

Kapur 61,1 64,5 60,0 64,0

Silikat 20,6 20,7 22,5 24,4

Alumina 6,3 5,2 5,2 3,7

Besi Oksida 3,6 2,9 4,6 3,0

Senyawa kimia

Trikalsium Silikat 40 50 25 40

Dikalsium Silikat 30 21 45 40

Trikalsium Aluminate 11 9 6 2

Senyawa besi 11 9 14 9


(28)

Empat senyawa kimia yang utama dari semen portland antara lain Trikalsium Silikat (C3S), Dikalsium Silikat (C2S), Trikalsium Aluminat (C3A),

tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF). Senyawa-senyawa kimia dari semen portland

tidak stabil secara termodinamis sehingga cenderung bereaksi dengan air, membentuk produk hidrasi yang stabil.

Senyawa kimia tersebut memiliki sifat yang berbeda, C3S (alite) dan C2S

(belite) adalah senyawa yang memiliki sifat perekat. C3A adalah senyawa yang

paling reaktif. C4AF dan lainnya (dari oksida alumina dan besi) berfungsi sebagai

katalisator (fluxing agents) yang menurunkan temperatur dalam pembakaran dalam kiln untuk pembentukan kalsium silikat.

2.2.1.5 Sifat dan Karakteristik Semen Portland

Semen yang satu dengan yang lainnya dapat dibedakan berdasarkan susunan kimianya maupun kehalusan butirnya. Sifat-sifat semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat fisika dan kimia.

2.2.1.5.1 Sifat-sifat Fisika Semen Portland

1. Kehalusan butir

Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Sebaliknya, semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi bleeding atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah


(29)

kecenderungan beton menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak dan susut.

2. Kemulusan

Kemulusan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran dari kemampuan pengembangan dari bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volumenya setelah mengikat. Ketidakmulusan pasta semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat di dalam campuran tersebut.

3. Waktu Pengikatan

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras terhitung mulai dari bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Waktu ikat awal yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.

b. Waktu ikat akhir yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras.

Waktu pengikatan diukur dengan alat vicat atau Gillmore. Dengan demikian dapat ditentukan apakah pasta semen itu cukup lama berada dalam keadaan plastis sampai beton bersangkutan dapat dituang atau dicor.

4. Perubahan Volume

Kekekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan


(30)

kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya kapur bebas yang pembakaran semen tidak sempurna. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan gaya-gaya ekspansi.

5. Kepadatan (Density)

Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 Mg/m3. Pada kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,05 – 3,25 Mg/m3. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi semen dalam campuran.

6. Konsistensi

Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air serta aspek bahan semen.

7. Panas Hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air. Jumlah panas yang dikeluarkan terutama bergantung pada susunan kimia, kehalusan butiran semen, serta suhu pada waktu dilaksanakan perawatan. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yaknitimbulnya retakan pada saat pendinginan. Oleh Karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.


(31)

8. Kekuatan Tekan

Kekutan semen portland ditentukan dengan menekan benda uji semen sampai hancur. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir silika dengan perbandingan tertentu kemudian dibentuk menjadi kubusatau silinder. Setelah dirawat dalam jangka waktu tertentu benda uji ditekan sampai hancur untuk memperoleh gambaran dari perkembangan kekuatan semen portland yang sedang diuji.

2.2.1.5.2 Sifat-sifat Kimia Semen Portland

1. Senyawa Kimia

Tabel 2.2 Karakteristik Senyawa Penyusun Semen Portland

Nilai

Trikalsium Silikat 3CaO.SiO2

atau C3S

Dikalsium Silikat 2CaO.SiO2

atau C2S

Trikalsium Aluminat 4CaO.Al2O3

atau C3A

Tetrakalsium Aluminoferfrit 4CaO.Al2O3Fe2O3

Penyemenan Baik Baik Buruk Buruk

Kecepatan

Reaksi Sedang Lambat Cepat Lambat

Pelepasan Panas Hidrasi

Sedang Sedikit Banyak Sedikit

Sumber : Tri Mulyono. 2004

Secara garis besar ada empat senyawa kimia utama yang menyusun semen portland yaitu:

- Trikalsium Silikat (C3S)


(32)

- Trikalsium Aluminat (C3A)

- Tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF)

2. Kesegaran Semen

Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran dilakukan pada semen dengan suhu 900 – 1000 ºC. Kehilangan berat ini terjadi karena kelembaban yang menyebabkan rehidrasi dan karbonisasi dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap. Kehilangan berat semen ini merupakan ukuran dari kesegaran semen. Dalam keadaan normal akan terjadi kehilangan berat sekitar 2% (batas maksimum 4%).

3. Sisa yang Tidak Larut

Sisa bahan yang tidak habis bereaksi adalah sisa bahan tidak aktif yang terdapat pada semen. Semakin sedikit sisa bahan ini, semakin baik kualitas semen. Jumlah maksimum tidak larut yang dipersyaratkan adalah 0,85%. 4. Panas Hidrasi Semen

Proses hidrasi terjadi dengan arah kedalam dan keluar. Maksudnya, hasil mengendap di bagian luar, semen yang bagian dalamnya terhidrasi secara bertahap akan terhidrasi sehingga volumenya mengecil (susut). Selama proses hidrasi berlangsung, akan keluar panas yang dinamakan panas hidrasi. Pasta semen yang telah mengeras memiliki struktur berpori dengan ukuran yang sangat kecil dan bervariasi. Setelah proses hidrasi berlangsung, endapan pada permukaan butiran semen akan menyebabkan difusi air ke bagian dalam yang belum terhidrasi semakin sulit.


(33)

5. Kekuatan Pasta Semen dan Faktor Air Semen

Banyaknya air yang dipakai selama proses hidrasi akan mempengaruhi karakteristik kekuatan beton. Pada dasarnya jumlah air yang dibutuhkan untuk proses hidrasi tersebut adalah sekitar 25% dari berat semen. Jika air yang digunakan kurang dari 25%, maka kelecekan atau kemudahan dalam mengerjakan tidak akan tercapai. Beton yang memiliki workabilitybaik didefenisikan sebagai beton yang dapat dengan mudah dikerjakan atau dituangkan ke dalam cetakan dan dapat dengan mudah dibentuk. Kekuatan beton akan turun jika air yang ditambahkan ke dalam campuran semakin banyak. Karena itu penambahan air harus dilakukan sedikit demi sedikit sampai nilai maksimum yang tercantum dalam rencana tercapai.

Faktor Air Semen (FAS) atau Water Cement Ratio (WCR) adalah berat air dibagi dengan berat semen. Fas yang rendah menyebabkan air yang berada di antara bagian-bagian semen sedikit dan jarak antar butiran-butiran semen menjadi kecil.

Agar semen tetap memenuhi syarat meskipun disimpan dalam waktu lama, cara penyimpanan semen perlu diperhatikan. Semen harus terbebas dari bahan kotoran dari luar, semen dalam kantong harus disimpan dalam gudang tertutup, terhindar dari basah dan lembab dan tidak bercampur dengan bahan lain. Urutan penyimpanan harus diatur sehingga semen yang lebih dahulu masuk gudang terpakai lebih dahulu.


(34)

2.2.2 Agregat 2.2.2.1 Umum

Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi. Komposisi agregat berkisar antara 60%-70%dari berat campuran beton. Walaupun fungsinya sebagai pengisi, tetapi komposisinya cukup besar, agregat inipun menjadi penting.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mmdigunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong atau bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasirdan agregat kasar dinamakan kerikil, split, batu pecah, kricak, dan lainnya.

2.2.2.2 Jenis Agregat

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, bentuk, tekstur permukaan, ukuran butiran nominal.

2.2.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Berat

Ada tiga jenis agregat berdasarkan beratnya, yaitu agregat ringan, agregat normal, dan agregat berat.


(35)

Agregat ringan digunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah bangunan yang memperhitungkan berat sendirinya. Agregat ringan digunakan dalam bermacam produk beton, misalnya bahan-bahan untuk isolasi atau bahan untuk pra tekan. Beton yang dibuat dengan agregat ringan mempunyai sifat tahan api yang baik. Kelemahannya adalah ukuran pori pada beton yang dibuat dengan agregat ini besar sehingga penyerapannya besar pula. Berat isi agregat ini berkisar 350-880 kg/m3 untuk agregat kasarnya dan 750-1200 kg/m3 untuk agregat halus. Campuran kedua agregat tersebut mempunyai berat isi maksimum 1040 kg/m3.

Agregat normal dihasilkan dari pemecahan batuan dengan quarry atau langsung dari sumber alam. Agregat ini biasanya berasal dari granit, basalt, kuarsa, dan sebagainya. Berat jenis rata-ratanya adalah 2500 - 2700 atau tidak boleh kurang dari 1200 kg/m3. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton normal, yaitu beton yang mempunyai berat isi 2200-2500 kg/m3.

Agregat berat mempunyai berat jenis yang lebih besar dari 2800 kg/m3. Contohnya adalah magnetik (Fe3O4), barytes (BaSO4) dan serbuk besi. Berat jenis

beton yang dihasilkan dapat mencapai 5 kali berat jenis bahannya. Beton yang dibuat dengan agregat ini biasanya digunakan sebagai pelindung dari radiasi sinar X.

2.2.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan penambangan,


(36)

bentuk agregat dipengaruhi oleh cara peledakan maupun mesin pemecah batu dan teknik yang digunakan.

Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih ekonomis penggunaan pasta semennya. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah:

1. Agregat bulat

Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pergeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat kurang kuat. 2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut-sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga menbutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat bersudut

Agregat ini mempunyai sudut-sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat-tempat perpotongan bidang-bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini berkisar antara 38%- 40%, sehingga


(37)

membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi karena ikatan antar agregatnya baik (kuat). Agregat ini dapat juga digunakan untuk bahan lapis perkerasan (rigid pavement).

4. Agregat panjang

Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata-rata. Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung berada dirata-rata air sehingga terdapat rongga dibawahnya. Kekuatan tekan yang menggunakan agregat ini buruk.

5. Agregat pipih

Agregat ini disebut pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata-ratanya. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi.

6. Agregat pipih dan panjang

Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

2.2.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Umumnya agregat dibedakan menjadi kasar, agak kasar, licin, agak licin. Berdasarkan pemeriksaan visual, tekstur agregat dapat dibedakan menjadi sangat halus (glassy), halus, granular, kasar, berkristal (crystalline), berpori, dan berlubang-lubang.


(38)

Ukuran susunan agregat bergantung pada kekerasan, ukuran molekul, tekstur batuan, dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Semakin licin permukaan agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Agregat licin/halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat pengikisan oleh air atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis-lapis.

2. Berbutir (granular)

Pecahan agregat jenis ini berbentuk bulat dan seragam. 3. Kasar

Pecahannya kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan-bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

4. Kristalin (crystalline)

Agregat jenis ini mengandung kristal-kristal yang tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

5. Berbentuk sarang lebah (honeycombs)

Tampak dengan jelas pori-porinya dan rongga-rongganya. Melalui pemeriksaan visual, kita dapat melihat lubang-lubang pada batuannya.


(39)

2.2.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal

Ukuran agregat dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton. Untuk perbandingan bahan-bahan campuran tertentu, kekuatantekan beton berkurang bila ukuran maksimum bertambah besar dan juga akan menambah kesulitan dalam pengerjaannya. Sebagai dasar perancangan campuran beton, besar butir maksimum agregat, (ACI 318, 1989:2-1) dan (PB, 1989:9) memberikan batasan sebagai berikut:

1. Seperlima dari jarak terkecil antara bidang samping cetakan. 2. Sepertiga dari tebal plat.

3. Tiga perempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang tulangan atau berkas-berkas (bundle bar) ataupun dari tendon pre stress atau ducting. Dari ukuran ini, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus. Agregat halus (pasir) ialah agregat yang semua butirnya lolos ayakan no. 4 (4,8 mm) dan tertahan di ayakan no. 100 (0,15 mm). Agregat kasar adalah agregat yang semua butirnya lolos ayakan ukuran 38 mm dan tertahan di ayakan no. 4 (4,8 mm).

2.2.2.2.5 Jenis Agregat Berdasarkan Gradasi

Gradasi agregat adalah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Gradasi sela.

Jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada, maka gradasi ini akan menunjukkan satu garis horizontal dalam grafiknya. Keistimewaan dari gradasi ini antara lain:


(40)

a. Pada nilai faktor air semen tertentu, kemudahan pengerjaan akan lebih tinggi bila kandungan pasir lebih sedikit.

b. Pada kondisi kelecakan yang tinggi, lebih cenderung mengalami segregasi, oleh karena itu gradasi sela disarankan dipakai pada tingkat kemudahan pengerjaan yang rendah, yang pemadatannya dengan penggetar (vibrator).

c. gradasi ini tidak berpengaruh buruk terhadap kekuatan beton.

2. Gradasi menerus

Agregat yang semua ukuran butirnya ada dan terdistribusi dengan baik. Agregat ini lebih sering dipakai dalam campuran beton. Untuk mendapatkan angka pori yang kecil dan kemampatan yang tinggi sehingga terjadi interlocking yang baik, campuran beton membutuhkan variasi ukuran butir agregat. Dibandingkan dengan gradasi sela atau seragam, gradasi menerus adalah yang paling baik.

3. Gradasi seragam

Agregat yang mempunyai ukuran yang sama. Agregat dengan gradasi ini biasanya dipakai untuk beton ringan atau untuk mengisi agregat dengan gradasi sela atau untuk campuran agregat yang kurang baik atau tidak memenuhi syarat.

2.2.3 Serbuk Kayu

Serbuk gergajian kayu adalah salah satu jenis bahan limbah yang bersifat organik yang merupakan limbah yang terdapat pada lingkungan industri


(41)

penggergajian kayu atau pengrajin furniture yang saat ini belum optimal pemanfaatannya.

Serbuk gergaji kayu adalah serbuk kayu yang berasal dari kayu yang dipotong dengan gergaji. Serbuk yang akan digunakan memerlukan pengolahan yang disebut proses mineralisasi. Proses ini digunakan untuk mengurangi zat ekstraktifnya seperti gula, tanin dan asam-asam organik dari tumbuh-tumbuhan agar daya lekatan dan pengerasan semen tidak terganggu. Zat gula pada beton dapat berfungsi sebagai retarder sehingga memperlambat proses hidrasi. Zat tanin yang berbentuk humus dan lumpur organik pada beton dapat menurunkan mutu beton. Asam-asam organik dapat merusak beton dan baja tulangan sehingga menyebabkan turunnya kekuatan beton.

Serbuk gergaji kayu merupakan limbah industri kayu yang ternyata dapat digunakan sebagai zat penyerap. Dimana proses kimianya adalah sebagai berikut :

C6H11O6 [C6H11O5]n C6H11O5 + CaO CaCO3 + CO2 + H2O

(selulosa) (larutan kapur) (kalsium karbonat)

Dilihat dari reaksi di atas bahwa serbuk gergaji yang banyak mengandung selulosa setelah direndam dengan larutan kapur 5% selama ± 24 jam akan membentuk kalsium karbonat sebagai zat perekat (tobermorite) yang apabila bereaksi dengan semen akan semakin merekatkan butir-butir agregat sehingga terbentuk massa yang kompak dan padat.

(Ida Nurwati,2006).

Komponen kimia di dalam kayu mempunyai arti yang penting, dimana komponen kimia kayu itu adalah sebagai berikut :


(42)

2. Ion karbonat terdiri dari lignin kayu. 3. Unsur yang diendapkan.

Sifat fisik pada kayu antara lain daya hantar panas, daya hantar listrik, angka muai dan berat jenis. Perambatan panas pada kayu akan tertahan oleh pori-pori dan rongga-rongga pada sel kayu. Karena itu kayu bersifat sebagai penyekat panas, semakin banyak pori dan rongga udaranya maka kayu akan semakin kurang penghantar panasnya. Selain itu daya hantar panas juga dipengaruhi oleh kadar air kayu.

Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, juga merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan teknologi. Pengertian kayu di sini adalah suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon–pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, serta diperhitungkan bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Demikian halnya dengan serbuk kayu pengergajian merupakan salah satu jenis partikel kayu yang berukuran 0,25 mm – 2,00 mm, bobotnya sangat ringan dalam keadaan kering dan mudah diterbangkan oleh angin. (Dumanauw, J. F, 1990).

Kayu bersifat anisotrop dengan kekuatan yang berbeda-beda pada berbagai arah, sel kayu jika mendapat gaya tarik sejajar serat akan mengalami patah tarik sehingga kulit sel hancur dan patah. Jika gaya tarik terjadi pada arah tegak lurus serat maka gaya tarik menyebabkan zat lekat lignin akan rusak. Sel kayu yang mengalami desak dengan arah sejajar serat menyebabkan sel kayu tertekuk, sel-sel kayu disampingnya akan mengalami tekuk ke arah luar sehingga sel kayu patah karena tekuk kedalam.


(43)

2.2.4 Air

Air diperlukan dalam pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Air harus selalu ada didalam beton cair, tidak saja untuk hidrasi semen, tetapi juga untuk mengubahnya menjadi suatu pasta sehingga betonnya lecak (workable).

Air adalah bahan untuk mendapatkan kelecakan yang perlu untuk penuangan beton. Jumlah airyang diperlukan untuk kelecakan tertentu tergantung pada sifat material yang digunakan. Air yang diperlukan dipengaruhi faktor-faktor dibawah ini:

1. Ukuran agregat maksimum: jika ukuran agregat yang digunakan besar maka kebutuhan air menurun (begitu pula jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit).

2. Bentuk butir: jika bentuk agregat yang digunakan berbentuk bulat maka kebutuhan air menurun (batu pecah perlu lebih banyak air).

3. Gradasi agregat: bila gradasi agregatnya baik maka kebutuhan air menurununtuk kelecakan yang sama.

4. Kotoran dalam agregat: makin banyak silt, tanah liat, dan lumpur maka kebutuhan airmeningkat.

5. Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar): agregat halus lebih sedikit maka kebutuhan air menurun.

Air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organik atau bahan lainnya yang dapat merusak beton atau tulangan. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapat diminum.


(44)

Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses pengerasan atau ketahanan beton. Kandungan kurang dari 1000 ppm (parts per million) masih diperbolehkan meskipun konsentrasi lebih dari 200 ppm sebaiknya dihindari. Kotoran secara umum bisa menyebabkan:

1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan. 2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan.

3. Perubahan volume yang dapat menyebabkankeretakkan. 4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton. 5. Bercak-bercak pada permukaan beton.

Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2.2.5 Bahan Tambahan (Admixture) 2.2.5.1 Umum

Bahan tambah (admixteture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan kedalam campuran beton pada saat atau selama pencampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu atau untuk menghemat biaya.

Dalam Standard Definitions of Terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C. 125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19), bahan tambah didefinisikan sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. bahan tambah


(45)

digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya agar dapat dengan mudah dikerjakan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.

Menurut SNI 03-2847-2002 mengenai tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, bahan tambah adalah suatu bahan berupa bubukan atau cairan yang ditambahkan ke dalam campuran beton selama pengadukan dalam jumlah tertentu untuk merubah beberapa sifatnya.

2.2.5.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambah

Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain sebagainya. Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik.

Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain : a. Pada beton segar (fresh concrete)

Memperkecil faktor air semen Mengurangi penggunaan air. Mengurangi penggunaan semen. Memudahkan dalam pengecoran. Memudahkan finishing.


(46)

Meningkatkan mutu beton

Kedap terhadap air (low permeability). Meningkatkan ketahanan beton (durability). Berat jenis beton meningkat.

2.2.5.3 Jenis-jenis Bahan Tambah (Admixture)

Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive).

Bahan tambah kimia (chemical admixture) ada bermacam-macam. Menurut ASTM, bahan kimia pembantu itu terbagi menjadi:

a. Jenis A berfungsi untuk mengurangi air (water reducer) b. Jenis B berfungsi untuk memperlambat pengikatan (retarder) c. Jenis C berfungsi mempercepat pengikatan (accelerator)

d. Jenis D berfungsi mengurangi air dan memperlambat pengikatan (water reducer and retarder)

e. Jenis E berfungsi untuk mengurangi air dan mempercepat pengikatan (water reducer and accelerator)

f. Jenis F (superplasticizer) berfungsi untuk mengurangi air dan meningkatkan kelecakan (water reducer and high range)

g. Jenis G berfungsi untuk mengurangi air, meningkatkan kelecakan dan memperlambat pengikatan (water reducer, high range and retarder)

Bahan tambah mineral (additive) merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Beberapa bahan tambah mineral


(47)

ini adalah pozzolan, fly ash, slag, silica fume. Beberapa keuntungan penggunaan bahan tambah mineral ini antara lain:

a. Memperbaiki workability b. Mengurangi panas hidrasi c. Mengurangi biaya pekerjaan

d. Mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat

e. Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika f. Mempertinggi usia beton

g. Mempertinggi kekuatan tekan beton h. Mempertinggi keawetan beton i. Mengurangi penyusutan

j. Mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton.

2.2.6 Beton Segar (Fresh Concrete)

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, dan tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.

Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu : kemudahan pengerjaan (workability), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan air (bleeding).


(48)

2.2.6.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)

Kelecakan adalah kemudahan mengerjakan beton, dimana menuang (placing) dan memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek negatif berupa pemisahan (segregation) dan pendarahan (bleeding). Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan tingkat keplastisan beton. Semakin plastis beton maka semakin mudah pengerjaannya.

Unsur-unsur yang mempengaruhi kemudahan pengerjaan antara lain: a. Jumlah air pencampur

Semakin banyak air semakin mudah untuk dikerjakan. Namun, jumlahnya tetap harus diperhatikan agar tidak terjadi segregasi.

b. Kandungan semen

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.

c. Gradasi campuran pasir-kerikil

Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusi ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.

d. Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan. e. Butir maksimum


(49)

Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan.

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74 dan SNI 03-1972-1990. Pengujian slump adalah pengujian paling sederhana dan yang paling sering dilakukan. karena kelecakkan beton segar sering diidentikkan dengan slumpnya. Percobaan ini menggunakan corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnyadan dilengkapi kuping untuk mengangkat beton segar, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerucut Abrams

Bila tidak terjadi crumbling atau collapse maka diindikasikan slump mengalami kelembutan (softness) sebagai lawan kekakuan (stiffness) dari campuran. Runtuh (collapse) sering terjadi pada beton yang kurang pasir (lean),


(50)

menandakan rendahnya kohesi dan rendahnya kemampuan beton segar untuk berderformasi plastis.

Kelemahan uji slump adalah tidak dapat mengukur kelecakkan campuran beton yang kaku. Untuk beton yang kaku, lebih tepat bila menggunakan uji faktor kepadatan (compacting factor test).

2.2.6.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)

Kecenderungan agregat kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan segregasi. Segregasi dapat terjadi karena turunnya butiran ke bagian bawah dari beton segar atau terpisahnya agregat kasar dari campuran, akibat cara penuangan dan pemadatan yang salah. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1. Campuran kurus atau kurang semen 2. Terlalu banyak air

3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm

4. Permukaan butir agregat kasar. Semakin kasar permukaan agregat, semakin mudah terjadi segregasi.

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu tinggi dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang benar.


(51)

2.2.6.3 Pemisahan Air (Bleeding)

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence). Bleeding dapat dikurangi dengan cara :

1. Memberi lebih banyak semen. 2. Menggunakan air sedikit mungkin. 3. Menggunakan pasir lebih banyak.

2.2.7 Beton Keras

Beton baik dalam menahan tegangan tekan daripada jenis tegangan yang lain dan umumnya pada perencanaan struktur beton memanfaatkan sifat ini. Karenanya kekuatan tekan dari beton dianggap sifat yang paling penting dalam banyak kasus.

Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dan klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.

2.2.7.1 Kuat Tekan Beton

Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula


(52)

mutu beton yang dihasilkan. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara 10-65MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kekuatan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategang berkisar 30-45 MPa. Untuk keadaan dan keperluan struktur khusus, beton ready mix sanggup mencapai nilai kuat tekan 62 MPa dan untuk memproduksi beton berkekuatan tinggi tersebut umumnya dilaksanakan dengan pengawasan ketat dalam laboratorium (Dipohusodo, 1994).

Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat, jumlah pemakaian semen, jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton, perawatan beton (curing), usia beton, ukuran dan bentuk sampel dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton. Kekuatan tekan benda uji beton dapat dihitung dengan rumus :

Dimana:

σb = Kekuatan tekan pada umur 28 hari (kg/cm2 atau MPa)

P = Beban tekan (kg)

A = Luas permukaan bidang tekan (cm2)

2.2.7.2 Modulus Elastisitas

Tolok ukur yang umum dari sifat elastis suatu bahan adalah modulus elastisitas, yang merupakan perbandingan dari tekanan yang diberikan dengan perubahan bentuk per satuan panjang sebagai akibat dari tekanan yang diberikan.

Setiap benda yang menahan gaya akan mengalami deformasi. Deformasi ini tergantung pada besarnya gayadan modulus elastisitas dengan dipengaruhi oleh faktor tegangan dan regangan.


(53)

Modulus elastisitas beton merupakan kemiringan garis singgung (slope dari garis lurus yang ditarik) dari kondisi tegangan nol ke kondisi tegangan 0,45

f’c pada kurva tegangan-regangan beton. Modulus elastisitas beton dipengaruhi oleh jenis agregat, kelembaban benda uji beton, faktor air semen, umur beton dan temperaturnya. Secara umum, peningkatan kuat tekan beton seiring dengan peningkatan modulus elastisitasnya.

Disamping itu, di dalam mendapatkan modulus elastisitas perlu juga untuk membandingkan batas elastis/plastis pada beton dengan nilai elastis/plastis pada baja. Modulus elastisitas beton dapat dihitung dengan rumus:

Dimana:

ΔL = Pertambahan panjang (cm)

ε = Regangan E = Elastisitas

2.2.7.3 Kuat Tarik Beton

Kuat tarik beton berkisar seperdelapan belas kuat tekan pada waktu umurnya masih muda dan berkisar seperdua puluh sesudahnya. Kuat tarik merupakan bagian penting di dalam menahan retak-retak akibat perubahan kadar air dan suhu. Pengujian kuat tarik diadakan untuk pembuatan beton konstruksi jalan raya dan lapangan terbang.


(54)

Konstruksi beton yang dipasang mendatar sering menerima beban tegak lurus sumbu bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi karena daya dukung beton terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari garis berat beton, makin jauh dari garis berat makin kecil daya dukungnya.

Pengujian ini disebut juga Splitting test atau Brazillian test karena metode ini diciptakan di Brazil.

Hitung kuat tarik belah dari benda uji dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:

fct = Kuat tarik beton(kg/cm2)

P = Beban uji maksimum (kg) yang ditunjukkan mesin uji tekan L = Panjang benda uji (cm)

D = Diameter benda uji (cm)

2.2.7.4 Kuat Lentur

Kekuatan lentur merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan lentur akibat momen (flexure/modulus of rupture). Dari pengujian kuat lentur dapat diketahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada balok yang memikul beban lentur. Kuat lentur beton juga dapat menunjukkan tingkat daktilitas beton. Kuat lentur beton dihitung berdasarkan rumus:

Dimana M merupakan momen maksimum pada saat benda uji runtuh dan Z merupakan modulus penampang arah melintang.


(55)

2.2.8 Penelitian Penggunaan Serbuk Kayu Yang Pernah Dilakukuan

Telah ada berbagai penelitian yang mencoba memanfaatkan serbuk gergaji dalam teknologi beton. Penggunaannya pun beragam, ada yang menggunakan sebagai pengganti semen maupun agregat halus. Diantara kumpulan penelitian yang sudah ada yaitu :

1. Ida Nurmawati (Universitas Negeri Semarang, 2006)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keausan, porositas serta kuat tekan paving block dengan penambahan serbuk gergaji. Pembuatan paving blockdibuat dari pasir Muntilan, semen Nusantara tipe I, dan serbuk gergaji yangberasal dari Industri Penggergajian Kayu desa Kaligading, Kecamatan Boja.Benda uji penelitian dibuat dengan 5 perlakuan subtitusi serbuk gergaji yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% dari berat semen. Sebelum serbuk gergaji dijadikan bahan pengisi pada beton atau mortar terlebih dahulu serbuk gergaji tersebut diolah melalui proses mineralisasi.

Hasil pengujian kuat tekan paving block dengan komposisi 0%, 5%, 10%,15%, 20% serbuk gergaji terhadap berat semen masing-masing sebesar 310,644kg/cm2; 292,371 kg/cm2; 271,052 kg/cm2; 253,794 kg/cm2; 208,619 kg/cm2. Hasilpengujian porositas paving block dengan komposisi 0%, 5%, 10%, 15%, 20%serbuk gergaji terhadap berat semen masing-masing sebesar 3,697%; 4,469%;4,833%; 5,469%; 5,894%. Hasil pengujian ketahanan aus paving block dengankomposisi 0%, 5%, 10%, 15%, 20% serbuk gergaji terhadap berat semen masing-masingsebesar 0,0268 mm/mnt; 0,0354 mm/mnt; 0,0412 mm/mnt; 0,0497mm/mnt; dan 0,0746 mm/mnt.


(56)

Hasil dari penelitian ini terlihat bahwa ada penurunan kuat tekanseiring dengan penambahan serbuk gergaji.

2. Siswadi, Alfeatra Rapa, dan Dhian Puspitasari (Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2007)

Serbuk kayu yang digunakan sebagai bahan serat merupakan jenis kayu Bangkirai yang berasal darisisa penggergajian di daerah Yogyakarta. Sisa penggergajian kayu yang digunakan berupa seratdengan ukuran yang relatif kecil (2 sampai dengan 5 mm).Variasi penambahan serbuk kayupada campuran adukan beton sebesar 0 kg/m3, 0,5 kg/m3, dan 1 kg/m3. Faktor air semen yangdigunakan sebesar 0,45. Penambahan serat/fiber berupa serbuk kayu sebanyak 0,5 kg/m3, dan 1kg/m3 ke dalam adukan beton, menurunkan tingkat workability. Hal ini tampak dari nilai slumpyang menurun, meskipun memenuhi syarat bahwa betonmasih dalam taraf mudah dikerjakan. Kuat tekan tertinggi dicapai oleh beton denganpenambahan serbuk kayu sebesar 1 kg/m3, di mana dicapai nilai kuat tekan sebesar 27,100MPa atau terjadi peningkatan sebesar 3,10% dibandingkan dengan beton normal, yangmemiliki kuat desak 26,293 MPa.

3. M. Mageswari dan B. Vidivelli (Annamalai University India, 2009)

Percobaan terhadap abu serbuk kayu pada beton dengan mengganti sebagian agregat halus. Pengujian dilakukan pada benda uji kubus, silinder, dan balok. Serbuk kayu yang digunakan sebagai pengganti agregat halus sebanyak 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%. Hasil pengujian kuat tekan menunjukkan bahwa beton dengan serbuk kayu dengan kadar 20%, 25%, 30% mengalami


(57)

penurunan kekuatan tekan dibandingkan dengan beton biasa. Pada rasio pencampuran 5%, 10%, 15% pada umur 180 hari menunjukkan peningkatan dibandingkan beton normal. Untuk pengujian lentur balok (flexure test) mengalami peningkatan pada umur 180 hari dibandingkan pada umur 28 hari.

4. Iwanah (Universitas Sumatera Utara, 2009)

Dalam penelitian ini serbuk gergaji kayu digunakan sebagai pengganti sebagaian semen dalam pembuatan beton. Kadar serbuk gergaji kayu yang digunakan adalah 5%, 10%, 15% dan 20% dari jumlah semen. Benda uji dibuat dengan komposisi campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil untuk pembuatan beton normal. Sedangkan untuk penambahan serbuk gergaji kayu untuk pembuatan beton dengan campuran serbuk gergaji kayu. Sebelum serbuk gergaji dijadikan bahan pengisi pada beton ataumortar terlebih dahulu serbuk gergaji tersebut diolah melalui prosesmineralisasi.

Pengujian yang dilakukan terhadap beton meliputi; pengujian kuat tekan beton, penyerapan air dan porositas. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan serbuk gergaji kayu dengan kadar 5% akan meningkatkan kuat tekan beton. Selain itu pemanfaatan serbuk gergaji kayu dengan kadar 5% dan 10% pada pembuatan beton juga akan memperkecil porositas dan penyerapan air.

5. Layla Muhsan Hasan Bdeir (College of EngineeringAl-Mustansiriya UniversityIraq, 2012)

Percobaan terhadap serbuk kayu pada mortar berukuran 50 mm x 50 mm. pada percobaan ini, serbuk kayu digunakan sebagai pengganti sebagian agregat


(58)

halus dengan variasi 5%, 10%, 15%, 25%, 50%, 75% dari volume campuran. Hasil menunjukkan kekuatan tekan meningkat dari 27,12 N/mm2 pada umur 7 hari menjadi 43,15 N/mm2 pada umur 28 hari (peningkatan sekitar 59%). Penggantian 5% serbuk kayu menunjukkan peningkatan kekuatan tekan dari 26,2 N/mm2 pada umur 7 hari menjadi 30,85 N/mm2 pada umur 28 hari (peningkatan 18%). Penggantian 10% serbuk kayu menunjukkan peningkatan 23,24 N/mm2 pada umur 7 hari menjadi 27,31 N/mm2. Berdasarkan hasil tersebut bahwa serbuk kayu pengganti sebagian agregat halus pada campuran beton bisa mencapai kekuatan yang diinginkan seperti pada beton normal dengan masa perawatan yang lebih lama.

6. Abdul Halim, Dafid Irawan, Riman (Universitas Widyagama Malang, 2011)

Pada penelitian ini menggunakan benda uji batako berbentuk silinder. Pengujian yang dilakukan adalah kuat tekan dan tarik belah padabatako dengan penambahan serbuk kayu. Penambahan serbuk kayu sebagai upaya pemanfaatan danpengurangan pemakaian pasir dalam pembuatan batako. Terjadipenurunan kekuatan tekan rata-rata sebesar 27, 41 % pada usia 14 hari dan 36, 19 % pada usia 28 hari,sedangkan pada pengujian kuat tarik telah terjadi penurunan rata-rata sebesar 25,37 % pada usia 14 hari dan 30,78 % pada usia 28 hari. Penurunan kekuatan ini diakibatkan terjadinya rongga-rongga pada batako seiringdengan hilangnya air pada serbuk kayu.


(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Objek dalam penelitian ini adalah beton mutu 25 MPa yang menggunakan serbuk kayu sebagai pengganti terhadap % volume pasir dengan variasi campuran 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%. Sedangkan pengujian kuat tekan dan kuat tarik dilakukan setelah beton berumur 28 hari.

Secara umum urutan tahap penelitian meliputi : a. Penyediaan bahan-bahan penyusun beton; b. Pemeriksaan bahan-bahan penyusun beton; c. Perencanaan campuran beton (Mix Design);

d. Pembuatan benda uji, pemeriksaan nilai slump dan bobot isi beton segar; e. Perawatan benda uji;

f. Pengujian kuat tekan beton umur 28 hari; g. Pengujian kuat tarik beton umur 28 hari.

3.2 Penyediaan Bahan-bahan Penyusun Beton

Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya


(60)

perbandingan campuran yang digunakan adalah berdasarkan perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.

3.2.1 Semen Portland

Semen Portland termasuk semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan.

Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh PT. SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg.

3.2.2 Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya lolos dari ayakan diameter 5 mm dan tertahan di ayakan diameter 0.15 mm yang merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batu-batuan. Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan-gundukan di sepanjang sungai, sering disebut pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung, disebut dengan pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam.

Agregat halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari

quarry Sei Wampu, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi:

a. Analisa ayakan pasir; b. Pemeriksaan kadar air pasir;

c. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200); d. Pemeriksaan kandungan organik (colometric test);


(61)

f. Pemeriksaan berat isi pasir; g. Berat jenis dan absorbsi pasir.

3.2.3 Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil disintegrasi dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan di ayakan 4,76 mm.

Agregat kasar (batu pecah) yang dipakai dalam campuran beton diperoleh dari quarry Sei Wampu, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar meliputi :

a. Analisa ayakan kerikil; b. Pemeriksaan kadar air kerikil;

c. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian lewat ayakan no.200); d. Pemeriksaan keausan menggunakan mesin pengaus Los Angeles; e. Pemeriksaan berat isi kerikil;

f. Berat jenis dan absorbsi batu pecah.

3.2.4 Serbuk Kayu

Serbuk kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sisa penggergajian kayu yang diperoleh dengan mengambil dari sebuah tempat penampungan serbuk kayu hasil penggergajian dalam pembuatan perabot-perabot kayu seperti kusen, meja, kursi, dan sebagainya di daerah Cemara, Medan, Sumatera Utara


(62)

Pada penelitian ini, serbuk kayu digunakan sebagai subtitusi sebagian pasir berdasarkan volume. Hal ini ditujukan agar volume permukaan agregat yang harus dilapisi pasta tidak terlalu berlebih, mengingat berat jenis serbuk kayu yang kecil.

Pemeriksaan yang dilakukan pada serbuk kayu adalah pemeriksaan kadar air serbuk kayu awal (sebelum proses mineralisasi), pemeriksaan kadar air serbuk kayu akhir (setelah proses mineralisasi) dan pemeriksaan berat isi serbuk kayu dalam keadaan longgar. Adapun cara penghitungan volume bahan serbuk kayu yang digunakan yaitu (V2 = %V1), yang dimana diketahui berat isi pasir = 1552,38 kg/m3 dan berat isi serbuk kayu = 185,48 kg/m3. Maka massa pasir yang dipakai untuk 16 benda uji silinder = 66,18 kg (berdasarkan mix design).

Rumus yang dipakai

(V₂ = %V₁) M₂ = P₂ x V₂ Dimana:

V₁ = Volume pasir yang dipakai M₁ = Massa pasir yang dipakai P₁ = Berat isi pasir

V₂ = Volume serbuk kayu yang dipakai M₂ = Massa serbuk kayu yang dipakai P₂ = Berat isi serbuk kayu

Maka V pasir yang dipakai adalah = 0,0426 m3. Dan kebutuhan serbuk kayu yang digunakan adalah:


(63)

a. Variasi 1 : tanpa serbuk kayu (V₂ = 0% V₁) b. Variasi 2 : 0,001075 m3 (V₂ = 2,5% V₁)

M₂= 0,198 kg

c. Variasi 3 : 0,002150 m3 (V₂ = 5% V₁) M₂ = 0,395 kg

d. Variasi 4 : 0,003225 m3 (V₂ = 7,5% V₁) M₂ = 0,593 kg

e. Variasi 5 : 0,004300 m3 (V₂ = 10% V₁) M₂ = 0,791 kg

3.2.5 Air

Air yang digunakan untuk pembuatan benda uji adalah air yang berasal dari sumber air yang bersih. Secara pengamatan visual air yang baik dalam pembuatan beton yaitu air yang jernih, tidak berwarna dan tidak mengandung kotoran-kotoran seperti minyak dan zat organik lainnya. Dalam penelitian ini, air yang dipakai adalah air yang berasal dari PDAM Tirtanadi di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

3.3 Pemeriksaan Bahan-bahan Penyusun Beton 3.3.1 Analisa Ayak Agregat Halus (SNI 03-1968-1990)

1. Tujuan Percobaan

a. Menentukan gradasi/distribusi butiran pasir;


(64)

2. Peralatan a. Timbangan;

b. Sieve shaker machine; c. 1 set ayakan;

d. Oven;

e. Sample splitter.

3. Bahan

Pasir kering oven sebanyak 1000 gram.

4. Prosedur Percobaan

a. Ambil pasir yang telah kering oven (110±5)ºC;

b. Sediakan pasir sebanyak 2 sampel masing-masing seberat 1000 gr dengan menggunakan sampel splitter;

c. Susun ayakan berturut-turut dari atas ke bawah: 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,19 mm; 0,60 mm; 0,30 mm; 0,15 mm dan pan;

d. Tempatkan susunan ayakan tersebut diatas sieve shaker machine; e. Masukkan sampel 1 pada ayakan yang paling atas lalu ditutup rapat; f. Mesin dihidupkan selama 5 (lima) menit;

g. Timbang sampel yang tertahan pada masing-masing ayakan; h. Lakukan percobaan di atas untuk sampel 2.


(65)

Keterangan:

FM = Fineness Modulus

Derajat kehalusan (kekasaran) suatu agregat ditentukan oleh modulus kehalusan (fineness) dengan batasan-batasan sebagai berikut:

- Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60 - Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90 - Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20

6. Hasil Percobaan

Modulus kehalusan pasir (FM) = 2,41 Pasir dapat dikategorikan pasir halus Agregat zona 2

3.3.2 Analisa Ayak Agregat Kasar(SNI 03-1968-1990)

1. Tujuan Percobaan

a. Mengetahui gradasi/distribusikerikil;

b. Menentukan modulus kehalusan (fineness modulus) kerikil.

2. Peralatan a. 1 set ayakan;

b. Sieve shaker machine; c. Timbangan;

d. Sampel splitter; e. Sekop;


(66)

3. Bahan

Kerikil sebanyak 2000 gram.

4. Prosedur Percobaan

a. Sediakan 2 (dua)sampel kerikil dengan berat masing-masing 2000 gram dengan menggunakan sampel splitter;

b. Masukkan kerikil ke dalam ayakan yang telah disusun sesuai urutannya yaitu 38,1 mm; 19,1 mm; 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,19 mm; 0,60 mm; 0,30 mm; 0,15 mm dan pan;

c. Tutup susunan ayakan tersebut dan letakkan di sieve shaker machine, kemudian nyalakan mesin selama 10 menit;

d. Setelah 10 menit, ambil ayakan dan timbang kerikil yang tertahan di masing-masing ayakan tersebut;

e. Ulangi percobaan untuk sampel kedua dengan cara yang sama.

5. Rumus

Keterangan:

FM = Fineness Modulus

Batasan modulus kehalusan kerikil: 5,5 < FM < 7,5

Kerikil dengan FM tersebut dinyatakan baik dan memenuhi syarat sebagai bahan konstruksi.


(67)

6. Hasil Percobaan

Modulus kehalusan pasir (FM) = 7,330.

Kerikil dinyatakan baik dan memenuhi syarat sebagai bahan konstruksi.

3.3.3. Berat Jenis dan Absorbsi Agregat Halus (SNI 03-1970-1990)

1. Tujuan Percobaan

a. Menentukan berat jenis kering, berat jenis semu dan berat jenis SSD agregat halus (pasir);

b. Menentukan penyerapan (absorbsi) agregat halus (pasir).

2. Peralatan a. Timbangan;

b. Mould dan batang perojok; c. Oven;

d. Piknometer; e. Talam/pan.

3. Bahan a. Pasir; b. Air.

4. Prosedur Percobaan


(68)

b. Rendam pasir tersebut dalam suatu wadah dengan dengan air selama 24 jam;

c. Pasir tersebut didinginkan hingga tercapai kondisi kering permukaan; d. Untuk menentukan pasir dalam kondisi SSD adalah sebagai berikut:

Masukkan pasir kedalam mould tinggi lalu dirojok sebanyak 25 kali, kemudian masukkan pasir kedalam mould hingga ketinggian tinggi

lalu dirojok 25 kali, kemudian isi sampai penuh dan dirojok 25 kali. Setelah itu mould diangkat perlahan. Apabila pasir runtuh pada bagian tepi atasnya (tidak keseluruhan) berarti pasir dalam kondisi SSD;

e. Sediakan pasir dalam kondisi SSD dalam 2 bagian, masing-masing seberat 500 gram. Bagian pertama dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan selama 24 jam. Bagian kedua dimasukkan ke dalam piknometer kemudian diisi dengan air kemudian diguncang-guncang berulang dengan maksud agar udara di dalam pasir keluar. Hal ini ditandai dengan keluarnya buih dari pasir. Buih yang keluar tersebut dibuang dengan cara mengisi piknometer sampai air melimpah dari leher piknometer tersebut. Pengisisan air dilakukan secara perlahan-lahan. Setelah udara tidak ada lagi atur hingga air sampai batas air;

f. Timbang piknometer + air + pasir;

g. Buang isi piknometer lalu isi dengan air bersih hingga batas air maksimal;

h. Timbang berat piknometer + air;

i. Untuk pasir yang diovenkan, setelah kering dilakukan penimbangan; j. Ulangi percobaan tersebut untuk sampel kedua.


(69)

5. Rumus

Dimana:

A = Berat pasir dalam keadaan kering (gr) B = Berat piknometer berisi air (gr)

C = Berat piknometer berisi pasir dan air (gr)

6. Hasil Percobaan

Berat jenis kering = 2,476 Berat jenis SSD = 2,545 Berat jenis semu = 2,658 Absorbsi = 2,775 %

3.3.4. Berat Jenis dan Absorbsi Agregat Kasar (SNI 03-1969-1990)

1. Tujuan Percobaan

a. Menentukan berat jenis kering, berat jenis semu dan berat jenis SSD agregat kasar;


(70)

2. Peralatan a. Timbangan;

b. Saringan ukuran 4,76 mm dan 19,1 mm serta pan; c. Kain lap;

d. Oven; e. Ember.

3. Bahan a. Kerikil; b. Air.

4. Prosedur Percobaan

a. Kerikil diayak dengan ayakan 19,1 mm dan 4,76 mm. kerikil yang akan digunakan adalah kerikil yang lolos ayakan 19,1 mm dan tertahan pada ayakan 4,76 mm kemudian timbang seberat ± 3 kg;

b. Rendam kerikil tersebut dalam suatu ember dengan air selama 24 jam; c. Kerikil hasil rendaman tersebut dikeringkan hingga didapat kondisi

kering permukaan (SSD) dengan menggunakan kain lap; d. Siapkan kerikil sebanyak 2 x 1250 gram untuk dua sampel;

e. Atur kesetimbangan air dan keranjang pada dunagan test set sampai jarum menunjukkan setimbang pada saat air dalam kondisi tenang; f. Masukkan kerikil yang telah mencapai kondisi SSD ke dalam keranjang

yang berisi air;


(71)

h. Keluarkan kerikil lalu dikeringkan di dalam oven selama 24 jam; i. Timbang berat kerikil yang telah di oven kan;

j. Ulangi prosedur diatas untuk sampel kedua.

5. Rumus

Dimana:

A = Berat agregat dalam keadaan kering

B = Berat agregat dalam keadaan SSD (Saturated Surface Dry) C = Berat agregat dalam air

6. Hasil Percobaan

Berat jenis kering = 2,647 Berat jenis SSD = 2,662 Berat jenis semu = 2,687 Absorbsi = 0,523 %

3.3.5. Pengujian Kadar Organik Pada Pasir (Colorimetric Test) (SNI 03-2816-1992)


(72)

1. Tujuan Percobaan

Mengetahui tingkat kandungan bahan organik dalam agregat halus.

2. Peralatan

a. Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet kapasitas 350 ml; b. Gelas ukur kapasitas 1000 ml;

c. Timbangan; d. Mistar;

e. Standar warna Gardner; f. Sendok pengaduk; g. Sampel splitter.

3. Bahan

a. Pasir kering oven lolos ayakan Ø 4,75 mm; b. NaOH padat;

c. Air.

4. Prosedur percobaan

a. Sediakan pasir secukupnya dengan menggunakan sampel splitter sehingga terbagi seperempat bagian;

b. Sampel dimasukkan ke dalam botol gelas setinggi ± 3 cm dari dasar botol;


(1)

Gambar 5. Serbuk Kayu Setelah Proses Mineralisasi


(2)

Gambar 7. Persiapan Pencampuran


(3)

Gambar 9. Pengujian Slump


(4)

Gambar 11. Proses Pemadatan


(5)

Gambar 13. Pengujian KuatTekan Silinder


(6)

Gambar 15. Pengujian Kuat Tarik Belah