PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat (Nasabah) Melakukan Qardhul Hasan di BMT Waashil Medan

  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat yang tidak mengerti apa sebenarnya akar permasalahan ekonomi tersebut. Dari permasalahan-permasalahan ekonomi yang terjadi sekarang ini, kemiskinan merupakan masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Kemiskinan ini sudah terjadi sejak lama dan telah menjadi kenyataan dalam hidup.

  Perkembangan penduduk yang sangat cepat menyebabkan persaingan kehidupan manusia semakin ketat. Perbedaan tingkat kemampuan dan kepandaian serta keterampilan seseorang menyebabkan hasil yang diperoleh dari kegiatan ekonomi yang dilakukan berbeda. Perbedaan penghasilan yang diperoleh menyebabkan tingkat hidup dan tingkat perekonomian seseorang berbeda-beda.

  Krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997 telah melipatgandakan jumlah penduduk miskin di Indonesia (Avenzora, 2003: 1).

  Indonesia merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2010 mencapai 31,02 juta jiwa. Gini ratio pada 2010 sebesar 0,331 atau semakin baik dari tahun lalu sebesar 0,357. Sumatera Utara menempati urutan keempat jumlah penduduk terbanyak dari 33 provinsi di Indonesia. Sumatera Utara menempati urutan ke-15 daerah miskin di Indonesia (Sumber: www.bpssumut.go.id). Jumlah penduduk miskin di bawah garis kemiskinan di Sumatera Utara pada bulan Maret 2010 sebanyak 1.490.900 orang (11,31%).

  Angka ini turun jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2009 berjumlah 1.499.700 orang (11,51%). Sedangkan selama periode Maret 2009–Maret 2010, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 9.800 orang (0,27%), sementara di daerah perkotaan bertambah sekitar 1.000 orang namun persentasenya berkurang sebesar 0,11 poin. Demikian pula Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) angkanya mengalami peningkatan dari 1,92 tahun 2009 menjadi 2,04 pada tahun 2010. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sumut tahun 2010 meningkat dibanding tahun 2009 dari 0,50 menjadi 0,57 (Sumber

  Berdasarkan fakta yang ada, kemiskinan masih menjadi masalah yang besar bagi bangsa Indonesia. Berbagai cara telah pemerintah lakukan untuk menghadapi masalah kemiskinan tersebut. Namun, hal ini belum mampu diatasi secara menyeluruh. Salah satu penyebab kemiskinan di Indonesia adalah kurangnya lahan pekerjaan sehingga banyak masyarakat Indonesia yang menganggur. Ada juga yang ingin memulai usaha tetapi tidak mempunyai modal karena pinjaman dari bank atau lembaga keuangan masih menerapkan sistem bunga dan jaminan. Sistem bunga dan jaminan ini merupakan satu masalah dan beban bagi masyarakat dalam mendapatkan modal dan dana usaha sehingga sebagian masyarakat mencari alternatif sumber modal dan dana dari lembaga- lembaga keuangan lainnya.

  Sistem perbankan syariah muncul sebagai akibat dorongan adanya kesadaran masyarakat Indonesia akan bahaya riba dan kelemahan dari sistem bunga yang selama ini dianut oleh bank konvensional. Bank konvensional yang menerapkan sistem bunga pun telah mulai tersaingi dengan hadirnya perbankan syariah yang menerapkan sistem ekonomi berbasis syariah di Indonesia.

  Sistem ekonomi berbasis syariah, belakangan ini makin populer bukan hanya di negara-negara Islam tetapi juga di negara-negara barat (Monica, 2010: 1). Di Indonesia, perkembangan pemikiran tentang perlunya menerapkan sistem Islam dalam berekonomi muncul pada 1974. Tepatnya dimulai dalam sebuah seminar ‘Hubungan Indonesia-Timur Tengah’ yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK). Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan implementasi dari pemahaman umat Islam terhadap prinsip-prinsip muamalah dalam hukum ekonomi Islam yang selanjutnya diterapakan kedalam bentuk lembaga keuangan syariah bank dan non-bank. Dalam perkembangan dewasa ini, dikenal beberapa jenis lembaga keuangan syariah bank yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank-Bank Konvensional dengan Unit Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Sedangkan lembaga keuangan syariah non-bank diwujudkan dalam bentuk Asuransi Takaful (AT), Koperasi Syariah, Baitul Mal wa Tamwil (BMT), Unit Simpan Pinjam Syariah (USPS), Koperasi Pesantren (Kopontren) di berbagai wilayah di Indonesia, Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah, Pegadaian Syariah, bahkan Multilevel Marketing Syariah, dan Hotel Syariah (www.ekonomisyariah.com).

  Dari sekian banyak lembaga keuangan syariah, BMT merupakan lembaga ekonomi Islam yang dibangun berbasis keumatan, sebab dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dari segi jumlah, BMT pun merupakan lembaga keuangan syariah yang paling banyak apabila dibandingkan dengan lembaga- lembaga keuangan syariah lainnya yang ada di Indonesia. Dalam satu dasawarsa pertama (1995 - 2005), di Indonesia telah tumbuh dan berkembang lebih dari 3.300 BMT dengan asset lebih dari Rp 1,7 triliun, melayani lebih dari 2 juta penabung dan memberikan pinjaman terhadap 1,5 juta pengusaha mikro dan kecil. BMT sebanyak itu telah mempekerjakan tenaga pengelola sebanyak 21.000 orang (Data PINBUK,2005). Saat ini, menurut PINBUK terdapat 3.038 BMT yang tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia. Berdirinya lembaga keuangan syariah sejenis BMT di Indonesia merupakan jawaban terhadap tuntutan dan kebutuhan kalangan umat muslim. Kehadiran BMT muncul di saat umat Islam mengharapkan adanya lembaga keuangan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah dan bebas dari unsur riba.

  Kurang lebih 7 tahun lamanya, terhitung sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter pada akhir tahun 1997, peranan BMT cukup besar membantu masyarakat kecil (Suhendi, 2004: 27). BMT sering melakukan observasi ke berbagai lapisan masyarakat untuk memperbaiki keadaan hidup masyarakat dan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain, kehadiran BMT membantu kegiatan perekonomian masyarakat dan juga sebagai upaya untuk membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia.

  BMT biasanya disebut juga dengan koperasi syariah yakni suatu lembaga ekonomi yang berfungsi untuk menarik, mengelola, dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Koperasi syariah mempunyai kesamaan dengan Baitul Mal wa Tamwil karena prinsip, tujuan, visi, dan misi keduanya hampir sama. Koperasi syariah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan juga masyarakat pada umumnya serta turut membangun perekonomian dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Salah satu tujuan didirikannya koperasi syariah adalah untuk mengentas kemiskinan dengan membantu masyarakat miskin. Dengan demikian, terdapat persamaan konsep antara koperasi syariah dengan BMT sehingga hal ini mendukung dijadikannya koperasi syariah sebagai dasar hukum untuk BMT. Dengan demikian, BMT dan koperasi syariah merupakan lembaga swadaya ekonomi yang dibentuk untuk masyarakat.

  Hampir sama dengan lembaga keuangan syariah, lembaga keuangan non-bank sejenis BMT pun menerapkan prinsip-prinsip Muamalah dalam setiap kegiatannya (Janwari, 2004: 2). Banyak prinsip dalam fikih muamalah yang dijadikan sebagai prinsip operasional atau produk yang digunakan dalam mekanisme lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan syariah kontemporer, seperti mudharabah, musyarakah, wadi’ah, murabahah, Al-bai bitsaman ajil,

  salam, istishna’, wakalah, kafalah, qardhul hasan dan sebagainya. BMT

  merupakan lembaga keuangan syariah yang memiliki produk yang sangat beragam dan bisa dikatakan lebih dari sebuah bank (Beyond Banking). Tidak semua Bank Islam maupun lembaga keuangan non-bank memiliki produk pembiayaan diatas.

  Salah satu produk yang belum banyak diterapkan oleh Bank Islam atau lembaga keuangan syariah adalah produk Qardhul Hasan. Qardhul Hasan adalah pinjaman kebajikan yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. Di BMT, pengembalian pinjaman tidak ditentukan waktunya (tidak ada tempo). Berbeda dengan prinsip Qardhul Hasan pada Bank BNI Syariah, dimana Qardhul Hasan adalah perjanjian pembiayaan antara bank dan nasabah yang dianggap layak menerima dengan prioritas bagi pengusaha kecil yang potensial dan perorangan yang berada dalam keadaan terdesak, peminjam (nasabah) wajib melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan (Buku Pedoman Qardhul Hasan BNI Syariah, 2000). Perbedaan lainnya adalah bank menyalurkan dana Qardhul Hasan kepada Lembaga Amil Zakat (LAZ) melalui Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) sehingga bank secara tidak langsung menyalurkan dana Qardhul Hasan tersebut. Sedangkan BMT bertindak sebagai penghimpun sekaligus penyalur dana Qardhul Hasan kepada nasabah.

  Qardhul Hasan dapat bersifat pinjaman produktif dan juga konsumtif.

  Dari pinjaman produktif, produk ini memungkinkan pengucuran dana segar kepada masyarakat yang kurang mampu (dhuafa) dan termasuk ke dalam

  

mustahiq (yang berhak menerima zakat) sebagai modal untuk melakukan usaha

dengan jumlah pinjaman yang juga disesuaikan dengan kapasitas usahanya.

  Sedangkan pinjaman konsumtif salah satunya digunakan untuk membantu nasabah yang terlilit utang terhadap rentenir. Tetapi dewasa ini, sistem Qardhul

  

Hasan telah diaplikasikan pada beberapa lembaga keuangan syariah, khususnya

  di Bank Islam dan Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Implementasi prinsip Qardhul

  

Hasan di kedua lembaga keuangan syariah tersebut memiliki pemaknaan yang

hampir sama (Janwari, 2004: 22).

  Kerangka operasional prinsip Qardhul Hasan pada bank Islam dan BMT itu mengandung arti bahwa bank atau BMT memberikan pinjaman lunak kepada nasabah yang membutuhkan dana, khususnya untuk pinjaman produktif dan pinjaman konsumtif. Prinsip ini sama dengan pinjaman lunak di lembaga- lembaga keuangan konvensional. Berbeda dengan praktek lembaga keuangan konvensional, prinsip Qardhul Hasan di lembaga keuangan syariah tidak dikenakan suku bunga. Dalam pengertian kewajiban nasabah hanya mengembalikan sejumlah uang yang telah dipinjamnya. Kalaupun ada beban yang mesti ditanggung oleh nasabah, hanyalah beban biaya untuk pengurusan administrasi saja (Ahmad, 2004: 22).

  Selain merupakan lembaga pengelola dana masyarakat yang memberikan pelayanan tabungan, pinjaman kredit dan pembiayaan, BMT juga dapat berfungsi mengelola dana sosial umat diantaranya menerima titipan dana zakat, infaq, sedekah, dan wakaf. Semua produk pelayanan dan jasa BMT dilakukan menurut ketentuan syariah yakni prinsip bagi hasil (profit and loss-sharing). Dengan adanya pola pinjaman sosial (Qardhul Hasan) semacam ini, maka BMT tidak memiliki resiko kerugian dari kredit macet yang dialokasikan untuk masyarakat paling miskin, karena produk Qardhul Hasan, bersifat non profit

  

oriented . Jika BMT sebagai Baitul Mal berfungsi sebagai lembaga sosial, maka

  BMT sebagai Baitul Tamwil berfungsi sebagai lembaga bisnis yang profit oriented .

  Peran strategis BMT dalam mengurangi kemiskinan terlihat dari kegiatan ekonomi BMT yang mempunyai kegiatan sosial (Baitul Mal) dan kegiatan bisnis (at-Tamwil). Kegiatan sosial ekonomi BMT dilakukan dengan gerakan zakat, infaq, dan sedekah. Hal ini merupakan keunggulan BMT dalam mengurangi kemiskinan. Dengan menggunakan dana ZISWAF ini, BMT menjalankan produk pinjaman kebajikan (Qardhul Hasan).

  Dari hasil himpunan dana zakat, infaq, dan sedekah ini digunakan untuk menolong masyarakat yang kesulitan dalam ekonomi. Pinjaman masyarakat hasil dana titipan umat tersebut biasanya digunakan kembali untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan. Tetapi dana titipan umat seperti zakat, infaq, dan sedekah ini biasanya digunakan untuk membantu masyarakat melalui pembiayaan Qardhul Hasan. Dimana pembiayaan Qardhul Hasan ini memang dirancang untuk kaum dhuafa penerima zakat, infaq, sedekah yang ingin memulai usaha atau untuk membayar lilitan hutang mereka (Janwari, 2000: 107).

  Dari sekian banyak BMT yang menyalurkan pendanaan berupa Qardhul

  

Hasan ini, sebagian dari BMT tersebut beroperasi di Kota Medan. Menurut data

  PINBUK Sumatera Utara tahun 2010, jumlah BMT di Kota Medan sebanyak 50 BMT. Salah satunya adalah BMT Waashil yang telah berdiri sejak tahun 1996 dan berbadan hukum pada tahun 1998. BMT Waashil memperoleh badan hukum berdasarkan pengesahan akte pendirian koperasi oleh Menteri Koperasi dan Pengusaha Kecil Republik Indonesia. Di mulai pada tahun 1997, BMT Waashil mulai memberikan pinjaman Qardhul Hasan kepada masyarakat yang membutuhkan. Adapun data awal jumlah dana yang terhimpun dan tersalur yang dilakukan oleh BMT Waashil kepada masyarakat pada tiga tahun pertama pendiriannya diuraikan dalam Tabel 1.1:

Tabel 1.1 Jumlah Dana Terhimpun dan Jumlah Dana Tersalur di BMT Waashil

  

Medan Pada 3 Tahun Awal Pendirian

  Jumlah Dana Terhimpun Jumlah Dana Tersalur (Rp 000) (Rp 000)

  Tahun Zakat Infaq Sedekah Qardhul Produktif Konsumtif

  Hasan 1997 3.286 1.870 6.574 10.260 3.760 6.500 1998 5.768 3.610 8.488 16.765 12.565 4.200 1999 8.773 5.860 6.750 20.750 15.750 5.000

  Sumber: BMT Waashil Medan Berdasarkan pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa pembiayaan

  Qardhul Hasan di BMT Waashil Medan mengalami perkembangan di 3 tahun

  awal pendiriannya. Hal ini dapat terlihat dari dana zakat, infaq, dan sedekah yang terhimpun oleh BMT Waashil Medan. Dari tahun 1997-1999, dana zakat mengalami kenaikan yang signifikan dimana pada tahun 1997 jumlah yang terhimpun sebesar Rp 3.286.000. Sedangkan pada tahun 1999, terjadi kenaikan sebesar Rp 8.773.000. Sementara dana infaq tahun 1997-1999 juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari jumlah dana infaq tersebut yaitu Rp 1.870.000, Rp 3.610.000, dan Rp 5.860.000 . Sedangkan untuk dana sedekah pada tahun 1999 sebesar Rp 6.750.000. Angka ini turun jika dibandingkan dengan tahun 1998 sebesar Rp 8.488.000.

  Berdasarkan uraian diatas, BMT Waashil Medan ini merupakan BMT yang memiliki kelebihan dan keutamaan dibandingkan dengan BMT lainnya terutama dalam keberhasilan penghimpunan dan penyaluran dana Qardhul

  

Hasan , sehingga hal tersebut membuats penulis tertarik memilihnya sebagai

  objek kajian. Disamping itu, pada wawancara awal dengan pihak BMT Waashil Medan, sebagai lembaga keuangan, BMT Waashil Medan lebih terprogram, terencana, terstruktur, transparan, amanah, obyektif, berdasarkan skala prioritas dan sangat potensial sebagai lembaga yang dikelola oleh masyarakat dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Sebagai lembaga keuangan, BMT Waashil Medan ikut membantu dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan produk-produk jasa keuangan yang dimilikinya. Disamping itu, BMT Waashil Medan juga merupakan lembaga penghimpun dana umat seperti zakat, infaq, dan sedekah. Dana ini, dapat membantu masyarakat miskin melalui pinjaman pembiayaan kebajikan atau yang biasa disebut dengan

  

Qardhul Hasan . Dengan pinjaman tersebut akan membantu masyarakat untuk

  memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya konsumtif dan untuk melakukan usaha-usaha yang bersifat produktif.

  Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut, penulis mencoba menganalisis berbagai variabel yang menentukan keinginan masyarakat melakukan Qardhul

  

Hasan di BMT Waashil Medan, untuk itu penulis mengambil judul: “Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat (Nasabah) Melakukan

Qardhul Hasan di BMT Waashil Medan”.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

  1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi masyarakat (nasabah) melakukan Qardhul Hasan di BMT Waashil Medan?

2. Bagaimanakah perkembangan pembiayaan Qardhul Hasan di BMT

  Waashil Medan ditinjau dari jumlah nasabah, jumlah pembiayaan, dan jumlah pengumpulan dana zakat, infaq, dan sedekah?

1.3 Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhi masyarakat (nasabah) melakukan Qardhul Hasan di BMT Waashil Medan.

2. Untuk mengetahui perkembangan pembiayaan Qardhul Hasan di

  BMT Waashil Medan ditinjau dari jumlah nasabah, jumlah pembiayaan, dan jumlah pengumpulan dana zakat, infaq, dan sedekah.

1.4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.

  Sebagai bahan masukan bagi lembaga keuangan syariah.

  2. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi- instansi terkait seperti Badan Amil Zakat, Infaq, dan Sedekah (BAZIS), Departemen Agama, Lembaga Amil Zakat (LAZ), Badan

  Kenaziran Mesjid (BKM), Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, dan lainnya.

  3. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa fakultas ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

  4. Bagi masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah untuk mendapatkan informasi tentang produk Qardhul Hasan dan memfasilitasi masyarakat menengah kebawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank Islam atau BPRS.

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat (Nasabah) Melakukan Qardhul Hasan di BMT Waashil Medan

4 56 122

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Membeli Produk Orijinal Ekonomi Kreatif di Kecamatan Medan Sunggal

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nasabah Memilih Menabung di Bank Sumut Cabang Syariah Medan

0 1 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Dalam Memilih Asuransi Berbasis Syariah (Studi Kasus PT Asuransi Takaful Umum Cab.Medan)

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perataan Laba Pada Perusahaan Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Statistik Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Prestasi Mahasiswa

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) di Sumatera Utara

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Produksi Padi Di Deli Serdang

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Industri Asuransi Terbuka Di Indonesia

0 1 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Ruang Lingkup Baitul Mal wa Tamwil (BMT) 2.1.1 Sejarah Berdirinya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat (Nasabah) Melakukan Qardhul Hasan di BMT Waashil Medan

0 0 29