BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Ruang Lingkup Baitul Mal wa Tamwil (BMT) 2.1.1 Sejarah Berdirinya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat (Nasabah) Melakukan Qardhul Hasan di BMT Waashil Medan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Ruang Lingkup Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

2.1.1 Sejarah Berdirinya Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

  Latar belakang berdirinya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) bersamaan dengan usaha pendirian Bank Syariah di Indonesia, yakni tepatnya pada tahun 1990-an. BMT semakin berkembang tatkala pemerintah mengeluarkan kebijakan hukum ekonomi UU No. 7/1992 tentang Perbankan dan PP No.

  72/1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Bagi Hasil. Pada saat bersamaan, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) sangat aktif melakukan pengkajian intensif tentang pengembangan ekonomi Islam di Indonesia. Dari berbagai penelitian dan pengkajian tersebut, maka terbentuklah BMT-BMT di Indonesia. ICMI berperan besar dalam mendorong pendirian BMT-BMT di Indonesia. Di samping ICMI, beberapa organisasi massa Islam seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), dan ormas-ormas Islam lainnya mendukung upaya pengembangan BMT-BMT di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk membangun sistem ekonomi Islam melalui pendirian lembaga-lembaga keuangan syariah.

  BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat yang salaam, yaitu penuh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. Prinsip dasar BMT (Huda, 2010: 365) adalah:

  1. Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ‘amala (memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.

  2. Barokah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan, transparan (keterbukaan), dan betanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat.

  3. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah) 4.

  Demokrasi, partisipatif, dan inklusif.

  5. Keadilan sosial dan kesetaraan gender (non-diskriminatif).

  6. Ramah lingkungan 7.

  Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keanekaragaman budaya.

  8. Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.

2.1.2 Pengertian Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

  Baitul Mal wa Tamwil (BMT) sendiri terdiri dari dua istilah, yaitu baitul

  

maal dan baitul tamwil . Baitul Mal terdiri dari kata bait yang berarti rumah

  sedangkan maal berasal dari kata mall yang artinya harta, jadi baitul mal artinya rumah harta. Baitul maal lebih mengarah kepada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit, seperti: zakat, infaq, dan sedekah serta mengoptimalkan pendistribusiannya sesuai dengan peraturan dan amanah. Sedangkan baittul tamwiil secara etimologi berasal dari kata baitun dan mawala, tetapi jamaknya tamwil yang artinya berputar atau produktif sehingga dana yang ada dapat disimpan untuk dibiayakan atau diputar melalui usaha agar produktif. Dengan kata lain baittul tamwil adalah usaha yang melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonomi. Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank Islam atau BPRS. BMT memiliki pangsa pasar tersendiri, yaitu masyarakat kecil yang mengalami hambatan psikologis bila berhubungan dengan pihak bank.

  Kegiatan utama BMT antara lain adalah menyumbangkan usaha-usaha produktif dan investasi-investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Sedangkan kegiatan Baitul Mal, BMT dapat menerima titipan BAZIS dari dana zakat, infaq, dan sedekah dan menjalankan sesuai dengan peraturan serta amanahnya sehingga fungsi BMT tidak hanya

  profit oriented , tetapi juga social oriented.

  Perkembangan BMT cukup pesat. Saat ini menurut PINBUK seluruh Indonesia, jumlah BMT yang melaporkan kegiatannya berjumlah 3.000 BMT.

  Sedangkan untuk kota Medan sendiri, jumlah BMT yang berhasil di data oleh PINBUK Sumatera Utara berjumlah 50 BMT. Jumlah ini merupakan data yang diperoleh pada tahun 2010. Rincian nama dan alamat BMT tersebut akan disajikan dalam Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Nama dan Alamat BMT di Kota Medan

  11 BMT EL-IKLA Jl. Bridgejen Katamso

  22 BMT BMT EL-SABIL Jl. B. Zein Hamid Gg. Sepakat No. 2- A Titi Kuning Medan

  21 BMT AMANAH SEJAHTERA Jl. Besar Tembung No. 01

  20 BMT EL- HIJRAH 01 Jl. Beringin Pasar VII No. 59

  Kantor Desa Sambirejo Timur 20371

  19 BMT LKM – BMT TERPADU Jl. Makmur Dusun VII Tanjung.

  18 BMT ZAM-ZAM Jl. Letda Sujono No. 32

  17 BMT MASYARAKAT MADANI Jl. Sidomulyo Dusun XIII Tembung

  16 BMT DIRGANTARA Jl. Medan – Batang Kuis No. 66

  15 BMT SYARIAH MANDIRI Jl. Pasar V Tembung

  14 BMT HARAPAN MANDIRI Klambir 5

  13 BMT ANANDA PUTRA Jl. Bersama No. 122 A

  12 BMT AL-KAUTSAR Setia Budi

  10 BMT GPA MANDIRI Jl. Sisingamangaraja No. 114

  NO. NAMA-NAMA BMT ALAMAT

  9 BMT AMANAH RAY Jl. Sutrisno No. 732

  Pasar Merah Timur, Medan Area

  8 BMT AL-MUNAWAR Jl. A.R. Hakim No. 135 Lantai 2, Kel.

  7 BMT EL-RIDHO Jl. Bromo No. 64-A

  6 BMT QANIA Jl. Bromo Gg. Aman No. 10

  5 BMT EL-HAFIZ Jl. Bromo No. 28

  Jl. Pengabdian No. 35-B Bandar Setia

  4 BMT KUBE SEJAHTERA 001

  IV Bandar Kahlifah

  Jl. M. Yaqub Lubis No. 195 Dusun

  3 BMT KUBE SEJAHTERA 003

  2 BMT NURUL HIJRAH Jl. Puskesmas Dusun VII No. 33-C Bandar Khalifah – Tembung

  1 BMT RAMADHAN Jl. Puskesmas No. 683 Bandar Khalifah – Tembung

  23 BMT WAASHIL Jl. Gatot Subroto Sei Kambing Medan

  24 BMT AR – ROUDAH Pesantren Ar-Roudah

  40 BMT BINA MITRA MANDIRI (Pusat)

  50 BMT USWAH HASANAH YAMKI Jl. Sentosa Baru No. 53

  49 BMT JUM’AT Jl. Sunggal Komp. Pusri No. 10

  48 BMT AL-AMILINA Jl. Mahkamah No. 66A

  47 BMT MUSLIMIN Jl. Laksana Medan

  46 BMT AS-SALAM Jl. Gaharu Medan

  45 BMT AL-MASYHUR Jl. Karya Kasih

  Jl. Jamin Ginting

  44 BMT AR-RAUDHATUL HASANAH

  42 BMT AR-RAHMAN Jl. Gaperta komp. Trikarya

  Jl. Durung 14

  41 BMT BINA MITRA MANDIRI (Cabang)

  Jl. H.M. Yamin No. 504

  38 BMT KB AMIN Jl. Brigdejen Katamso No. 387

  25 BMT BANGUN BERSAMA Batang Kuis

  Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang

  37 BMT EL KUBE CITRA BERSAMA Jl. Sudirman Dsn III No. 18 Kec.

  36 KSP KAHMI DELI SEJAHTERA Jl. Binjai Km. 10,8 Medan

  35 BMT KUBE SEJAHTERA BERSAMA Jl. Perhubungan No. 47 Laut Dendang

  34 BMT AMANAH SYARIAH Jl. Perhubungan No. 17

  33 BMT AR-RIDWAN Jl. Ayahanda – Gatot Subroto

  32 BMT MES Jl. Gagak Hitam

  31 BMT PUTI BATUAH Jl. Perjuangan no.72, Setia Budi

  30 BMT AL – AMELINA Jl. Mahkamah

  29 BMT SERUMPUN Jl. Sultan Mukmin Al-Rasyid

  28 BMT SEJAHTERA Klumpang, Amparan Perak

  27 BMT MITRA BANGSA Bandar Setia

  26 BMT P3TM PETISAH Pasar Petisah Lantai 2

  Sumber: PINBUK Sumut 2010

2.1.3 Kedudukan dan Status Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

  

Sama halnya dengan lembaga-lembaga ekonomi lainnya, kedudukan dan

  status BMT merupakan lembaga keuangan yang memiliki badan hukum. Tiga landasan pokok pendirian BMT (Solehudin, 2004: 49) yakni:

  1. Filosofis Gagasan pendirian BMT didasarkan kepada kepentingan menjabarkan prinsip-prinsip ekonomi Islam (fiqh al-muamalah) dalam praktek.

  Prinsip-prinsip ekonomi Islam sejenis tauhid, keadilan, persamaan, kebebasan, tolong-menolong, dan toleransi menjadi kerangka filosofis bagi pendirian BMT di Indonesia. Selain itu, azas-azas muamalah seperti kekeluargaan, gotong-royong, mengambil manfaat dan menjauhi serta kepedulian terhadap golongan ekonomi lemah menjadi

  mudharat dasar utama bagi kepentingan mendirikan BMT di Indonesia.

  2. Sosiologis Pendirian BMT di Indonesia lebih didasarkan kepada adanya tuntutan dan dukungan dari umat Islam bagi adanya lembaga keuangan berdasarkan syariah. Seperti diketahui, umat Islam merupakan mayoritas penduduk Indonesia, tetapi belum ada lembaga keuangan berbasis syariah. Pada gilirannya, ide pembentukan BMT semakin mencuat ke permukaan di awal tahun 1990-an (Antonio, 2001: 25).

  3. Yuridis Pendirian BMT di Indonesia diilhami oleh keluarnya kebijakan pemerintah berdasarkan UU No. 7 / 1992 dan PP No. 72 / 1992 tentang

  Perbankan. Ketika bank-bank syariah banyak didirikan diberbagai wilayah, pada saat bersamaan BMT-BMT pun tumbuh subur mengikuti kebijakan pemerintah tersebut. BMT berasaskan Pancasila dan UUD 45 serta berlandaskan prinsip syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan / koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme. Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan legal. Sebagi lembaga keuangan syariah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau tumbuh dan berkembang. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan di akhirat juga keterpaduan antara sisi maal dan tamwil (sosial dan bisnis). Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk mencapai kesuksesan tersebut diraih secara bersama. Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung pada uluran tangan pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat, untuk itulah pola pengelolaannya harus professional.

2.1.4 Karakteristik Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

  Sebagai lembaga usaha yang mandiri, BMT memiliki karakteristik (Suhendi, 2004: 29-30) sebagai berikut:

  1. Berorientasi bisnis, yakni memiliki tujuan mencari laba bersama dan meningkatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang sebanyak- banyaknya bagi para anggotra dan lingkungannya.

  2. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengelola dana sosial umat seperti zakat, infaq, sedekah, hibah, dan wakaf.

  3. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat disekitarnya.

  4. Lembaga ekonomi milik bersama antara kalangan masyarakat bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu diluar masyarakat sekitar BMT.

  5. Staf dan karyawan BMT bertindak aktif dan dinamis, berpandangan positif, dan produktif dalam menarik dan mengelola dana masyarakat.

  6. Kantor BMT dibuka pada waktu tertentu dan ditunggui oleh sejumlah staf dan karyawan untuk memberikan pelayanan kepada nasabah.

  Sebagian lainnya terjun langsung ke lapangan mencari nasabah, menarik, dan menyalurkan dana kepada nasabah, menyetor dana ke kas BMT, memonitor, dan melakukan supervisi.

  7. BMT memiliki komitmen melakukan pertemuan dengan semua komponen masyarakat dilapisan bawah melalui forum-forum pengajian, dakwah, pendidikan, dan kegiatan sosial-ekonomi yang berimplikasi kepada kegiatan produktif di bidang ekonomi.

  8. Manajemen dan operasional BMT dilakukan menurut pendekatan profesional dengan cara-cara Islami.

2.1.5 Fungsi dan Peran Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

  Adapun fungsi BMT (Soemitra, 2009: 448) adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat

  (Pokusma) dan daerah kerjanya.

  2. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.

3. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.

  4. Menjadi perantara keuangan antara gharim ( yang berhutang ) sebagai dengan duafa sebagai mudharib, terutama untuk dana

  shahibul maal sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah dll.

  5. Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif. Adapun peranan BMT (Musfidin, 2012) antara lain adalah sebagai berikut: 1.

  Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah. Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi Islam. Hal ini biasa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi Islami.

  2. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro.

  3. Melepaskan ketergantungan pada rentenir.

  4. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.

2.1.6 Visi dan Misi Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

  Semakin banyaknya lembaga keuangan syariah bank dan non-bank, maka semakin banyak masyarakat beralih memanfaatkan pelayanan jasa keuangan syariah yang ditawarkan. Mereka menuntut suatu kepercayaan bahwa sistem bagi hasil di lembaga keuangan syariah tidak akan membebani mereka dalam aspek pengembalian kredit dan pembiayaan seperti di lembaga keuangan konvensional. Dalam hal ini, BMT pun hendaknya mempertegas kembali visinya (Suhendi, 2004: 35-36) yang mencakup: 1.

  Mengusahakan pengelolaan modal yang berasal dari simpanan-simpanan anggota dengan sistem syariah dan usaha lain yang tidak bertentangan dengan misi BMT.

  2. Memberikan pelayanan pembiayaan kepada para anggota untuk tujuan- tujuan produktif dengan sistem pelayanan yang cepat, layak, dan tepat sasaran.

  3. Mengusahakan program pendidikan secara intensif dan teratur bagi anggota untuk menambah pengetahuan dan keterampilan para kewirausahaan anggota.

  4. Melakukan program pembinaan keagamaan kepada para anggota BMT.

5. Usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi anggota dan tidak bertentangan dengan misi BMT.

  Disamping mempertegas visinya, BMT pun hendaknya mempertegas pula misinya yaitu:

  1. Meningkatkan kesejahteraan dikalangan anggota pada khususnya dan kemajuan ekonomi dilingkungan kerja pada umumnya.

  2. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syariah.

  3. Mengembangkan sikap hemat dari kegiatan menyimpang.

  4. Menumbuhkembangkan usuha-usaha yang produktif ditengah masyarakat dan anggotanya di lingkungannya.

  5. Memperkuat bargaining power, sikap amanah, dan jaringan komunikasi bisnis yang lebih luas dengan anggota dan masyarakat dilingkungannya.

2.1.7 Manfaat dan Tujuan Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

  Sebagai lembaga pengelola dana masyarakat dalam skala kecil dan menengah, BMT sesungguhnya menawarkan pelayanan jasa dalam bentuk kredit dan pembiayaan kepada masyarakat. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pelayanan BMT (Suhendi, 2004: 41), antara lain:

1. Meraih keuntungan bagi hasil dan investasi dengan cara syariah.

  2. Pengelolaan dana berdasarkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan akan menjadikan setiap simpanan dan pinjaman di BMT aman baik secara

  syari’i maupun ekonomi.

  3. Komitmen kepada ekonomi kerakyatan, di mana BMT membuat setiap transaksi keuangan, memperoeh kredit berikut pengelolaannya bermanfaat bagi pengembangan ekonomi umat Islam.

  4. BMT dan masyarakat dapat berperan membangun citra perekonomian yang dikelola umat Islam.

  5. Menggairahkan usaha-usaha kecil produktif dan membebaskan mereka dari jeratan rentenir.

  6. Partisipasi positif bagi kemajuan lembaga-lembaga keuangan dan perbankan Islam termasuk di dalamnya BMT.

  Jika dilihat dalam kerangka sistem ekonomi Islam, tujuan BMT (Suhendi, 2004: 33) adalah sebagai berikut: 1.

  Membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi umat dalam program pengentasan kemiskinan.

  2. Memberikan sumbangan aktif terhadap upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan umat.

  3. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syariah.

  4. Mengembangkan sikap hemat dan mendorong kegiatan gemar menabung.

  5. Menumbuhkembangkan usaha-usaha yang produktif dan sekaligus memberikan bimbingan dan konsultasi bagi anggota di bidang usahanya.

  6. Meningkatkan wawasan dan kesadaran umat tentang sistem dan pola perekonomian Islam.

  7. Membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal pinjaman.

  8. Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

2.1.8 Pengembangan BMT: Peluang dan Tantangan

  Selama ini, perkembangan BMT di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dalam mendorong pendirian BMT di Indonesia. Di samping itu, seiring dengan berbagai kemudahan yang diberikan oleh pemerintah, saat ini upaya mendirikan sebuah lembaga BMT dalam hal mendapatkan status badan hukum tidaklah terlalu sulit. Berkenaan dengan hal tersebut, upaya untuk mendirikan dan mengembangkan BMT sesungguhnya mudah dan terbuka lebar. Akan tetapi, bukan tanpa hambatan bahwa pendirian dan pengembangan BMT ke depan akan dihadapkan kepada peluang dan tantangan. Dilihat dari segi peluangnya, BMT memiliki banyak peluang untuk dikembangkan di masa mendatang karena alasan berikut:

  1. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi 2.

  Peluang pasar yang luas 3. Kebijakan pemerintah 4. Akuntabilitas publik 5. Kerja sama inter-antar lembaga

  Dilihat dari segi eksistensinya di masa depan, BMT akan dihadapkan kepada berbagai tantangan dan kendala sebagai berikut:

  1. BMT masih kurang dikenal oleh masyarakat luas, sehingga jumlah nasabahnya pun tidak terlalu banyak.

  2. Kurangnya sumber daya manusia yang memiliki perhatian dan kompeten di bidang ekonomi syariah, khususnya bagi mereka yang secara personal aktif menjadi praktisi lembaga keuangan syariah.

  3. Keterbatasan sarana dan prasarana penunjang bagi pelayanan jasa keuangan kepada masyarakat.

  4. Kurang promosi terhadap lembaga itu sendiri, maka kepercayaan masyarakat terhadap BMT masih kurang.

  5. Mayoritas orang – orang kota mempunyai rasa gengsi untuk menabung dalam jumlah kecil.

  6. Minimnya modal yang dimiliki oleh lembaga BMT.

  7. Minimnya dukungan lembaga lain terhadap lembaga ini, karena lembaga BMT dibentuk oleh, dari, dan untuk masyarakat di wilayah tertentu.

  2.1.9 Lokasi Kantor Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

  Lokasi kantor BMT merupakan lokasi yang strategis, berdekatan dengan pusat perdagangan, khususnya pasar terdekat yang strategis, usaha-usaha industri kecil dan rumah tangga, dan usaha ekonomi lain yang ada atau sengaja dikembangkan untuk “menggerakkan ekonomi masyarakat”. Singkatnya dekat dengan kegiatan simpan pinjam. Lokasi dapat juga berdekatan dengan mesjid atau mushala karena BMT melakukan pengajian rutin dan pertemuan bisnis.

  2.1.10 Prinsip Operasional Baitul Mal wa Tamwil (BMT) a.

  Pertumbuhan

  • Tumbuh dari masyarakat sendiri dengan dukungan tokoh masyarakat, orang berada (aghnia) dan Kelompok Usaha Muamalah (POKUSMA) yang ada didaerah tersebut.
  • Modal awal (Rp 20-30 Juta) dikumpulkan dari para pendiri dan

  POKUSMA dalam bentuk Simpanan Pokok dan Simpanan Pokok Khusus.

  • Landasan sebaran keanggotaan yang kuat sehingga BMT tidak dikuasai oleh perseorangan dalam jangka panjang.
  • BMT adalah lembaga bisnis, membuat keuntungan, tetapi juga memiliki komitmen yang kuat untuk membela kaum yang lemah dalam penanggulangan kemiskinan, BMT menggunakan dana maal.

  b.

  Profesional

  • Pengelola profesional, bekerja penuh waktu, pendidikan S1 minimum D3, mendapat pelatihan pengelolaan BMT oleh PINBUK selama 2 minggu, memiliki komitmen kerja, penuh waktu, penuh hati, dan perasaanya untuk mengembangkan bisnis dan lembaga BMT.
  • Menjemput bola, aktif membaur dalam masyarakat.
  • Pengelola profesional berlandaskan sifat-sifat amannah, siddiq, , sabar, dan istiqomah.

  tabligh, fattonah

  • Berlandaskan sistem dan prosedur: SOP dan Sistem Akuntansi yang memadai.
  • Bersedia mengikat kerjasama dengan PINBUK untuk menerima dan membayar secara cicilan, jasa manajemen, dan teknologi informasi.

  • Pengurus mampu melakukan pengawasan yang efektif.
  • Akuntabilitas dan transparansi dalam pelaporan.

  c.

  Prinsip Islamiyah • Menerapkan cita-cita dan nilai-nilai Islam.

  • Akad yang jelas.
  • Rumusan penghargaan dan sanksi yang jelas dan penerapannya yang tegas dan lugas.
  • Berpihak pada yang lemah.
  • Program pengajian/penguatan ruhiyah yang teratur dan berkelanjutan sebagai program dari BMT.

2.2 Produk-Produk Jasa Keuangan BMT

   Sama halnya dengan lembaga keuangan syariah lainnya, BMT

  menawarkan berbagai jenis produk yang dikumpulkan dan disalurkan kembali kepada masyarakat. Produk-produk BMT (Yusup, 2004: 124-125) tersebut mencakup atas:

2.2.1 Produk Pengumpulan Dana Masyarakat

  Pelayanan jasa simpanan yang diselenggarakan oleh BMT merupakan suatu bentuk simpanan yang terkait dan tidak terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya. Berkenaan dengan hal tersebut, maka jenis simpanan yang dapat ditawarkan oleh BMT relatif sangat beragam sesuai dengan kebutuhan dan kemudahan yang dimiliki simpanan tersebut. Sedangkan transaksi yang mendasari bagi berlakunya simpanan BMT adalah akad wadi’ah dan mudharabah. a. Simpanan Wadi’ah adalah titipan dana ynag dilakukan setiap waktu dan dapat ditarik pemilik atau nasabah dengan cara mengeluarkan semacam surat berharga pemindah bukuan/transfer dan perintah membayar lainnya. Pihak-pihak penyimpan dana dapat menerima keuntungan bagi hasil yang sesuai dengan jumlah dana yang diinvestasikan di BMT. Simpanan terbagi dua yaitu

  wadi’ah dhomanah dan wadi’ah amanah.

  b. Simpanan Mudharabah adalah simpanan para pemilik dana yang penyetoran dan atau penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

  c. Selain kedua jenis simpanan tersebut, BMT juga mengelola dana ibadah seperti zakat, infaq, sedekah (ZIS) yang dalam hal ini BMT berfungsi sebagai badan amil. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dipenuhi oleh setiap muslim. Zakat memiliki hikmah yang dikategorikan dalam dua dimensi: dimensi vertikal dan dimensi horizontal (Mimbar ulama No. 258/XXI, Zakat dan pajak untuk kemaslahatan (Februari, 2000). Dalam kerangka ini, zakat sekaligus perwujudan kepada Allah sekaligus sebagai perwujudan dari rasa kepedulian sosial (ibadah sosial). Dilihat dari segi bahasa, kata zakat berasal dari kata zaka (bentuk masdar), yang mempunyai arti: berkah, tumbuh, bersih, suci, dan baik. Sedangkan menurut terminologi, zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta yang mencapai satu nisab, untuk orang yang berhak menerimanya. Adapun unsur-unsur zakat adalah harta yang di pungut, basis harta, dan subjek yang berhak menerima zakat.

  Pendistribusian zakat boleh dilakukan dengan dua cara yaitu konsumtif dan produktif. Konsumtif untuk tujuan membantu masyarakat muslim yang mengalami kesulitan sedangkan untuk zakat produktif bersifat profit oriented. Secara umum zakat bertujuan untuk menata hubungan dua arah yaitu hubungan vertikal dengan tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Artinya secara vertikal, zakat sebagai ibadah dan wujud ketakwaan dan kesyukuran hamba kepada Allah. Sedangkan secara horizontal zakat bertujuan mewujudkan rasa keadilan sosial dan kasih sayang diantara pihak yang berkemampuan dengan pihak yang tidak mampu dan dapat memperkecil problema dan kesenjangan sosial serta ekonomi umat (Asnaini, 2008: 42).

  Zakat disalurkan menurut ketentuan disalurkan kepada tujuh golongan, yaitu:

  1. Fakir dan miskin, termasuk didalamnya biaya penyantunan orang- orang miskin di lembaga-lembaga sosial, panti-panti asuhan, dan lembaga modal bagi fakir miskin agar mereka dapat berusaha secara produktif.

  2. Kelompok amil (petugas zakat), termasuk biaya-biaya administrasi dan personel badan atau organisasi amil itu serta aktivitas yang dilakukannya untuk meningkatkan kesadaran berzakat di masyarakat.

  3. Kelompok muallaf (orang yang baru masuk Islam). Dana ini digunakan untuk membantu penyantunan dan pembinaan orang-orang yang baru masuk Islam disediakan juga dana untuk membiayai lembaga dakwah agama.

  4. Memerdekakan budak belian yakni dana untuk membebaskan petani, pedagang, dan nelayan kecil dari hisapan lintah darat, penijon, dan rentenir.

  5. Kelompok gharim atau kelomopok yang berutang. Orang atau lembaga Islam yang jatuh pailit atau mempunyai tanggungan utang sebagai pelaksanaan kegiatan yang baik dan sah menurut hukum.

  6. Fi sabilillah , termasuk segala keperluan peribadatan, pendidikan, dakwah, penelitian, penerbitan buku-buku, dan majalah ilmiah.

  7. Ibnu sabil , orang yang terputus bekal di perjalanan, termasuk segala

  usaha guna membantu biaya perjalanan seseorang yang kehabisan biaya, beasiswa, dan biaya-biaya ilmiah.

  Lembaga zakat sebagaimana tercantum dalam UU zakat adalah lembaga yang dapat dibentuk oleh masyarakat. Lembaga zakat lingkup operasinya dapat di tingkat regional ataupun nasional. Lembaga zakat menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan. Lembaga zakat bisa dibentuk organisasi politik, takmir masjid, pesantren, media massa, bank dan lembaga keuangan, dan lembaga kemasyarakatan. BMT sebagai lembaga keuangan syariah juga merupakan lembaga zakat. Karena BMT bisa bertindak sebagai amil zakat. Dimana nantinya, akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Adapun jumlah penerimaan dan penyaluran dana zakat yang diterima oleh BAZNAS akan disajikan pada Tabel 2.2 dibawah ini:

Tabel 2.2 Penerimaan dan Penyaluran Badan Amil Zakat Nasional

  Zakat 120.685.550

  Ketupat Lembaran 225.400.000

  Infaq 15.880.000

  Zakat fitrah 7.252.400

  Zakat 272.649.437

  

Penerimaan Tahun 2002

  Jumlah 182.018.854

  Infaq 34.078.962

  Zakat fitrah 27.254.342

  

Penerimaan Tahun 2001

Jenis Nominal

  Sumber: Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Dalam Undang-Undang No. 38/1999 Pasal 11 (2) Bab IV tentang

  7. Rikaz Harta-harta kekayaan sebagaimana disebutkan diatas, wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat (mencapai nisab, kadar, dan waktu/haul).

  6. Hasil pendapatan dan jasa

  5. Hasil Perternakan

  4. Hasil pertambangan

  3. Hasil pertanian. Perkebunan, dan perikanan

  2. Perdagangan dan Perusahaan

  1. Emas, perak, dan uang

  Pengelolaan Zakat, disebutkan tujuh jenis harta yang dikenai zakat, yaitu:

  Jumlah 521.181.837

  Didin Hafidhuddin (2002) mengemukakan jenis harta yang wajib dizakati sesuai dengan perkembangan perekonomian modern saat ini meliputi:

  1. Zakat Profesi 2.

  Zakat Perusahaan

  3. Zakat surat-surat berharga 4.

  Zakat perdagangan mata uang 5. Zakat hewan ternak yang diperdagangkan 6. Zakat madu dan produksi hewani 7. Zakat investasi properti 8. Zakat asuransi syariah 9. Zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung walet, ikan hias, dan sektor modern lainnya yang sejenis

  10. Zakat sektor rumah tangga modern.

  Selanjutnya sedekah dalam pengertian umum adalah memberikan harta atau nilainya dan juga manfaatnya kepada yang berhak atau patut diberi, karena perintah Allah/Rasul-Nya, baik perintah wajib maupun perintah sunnah, yang merupakan ibadah kepada Allah dan sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan (Nukthoh, 2005: 19-20).

  Menurut H. Nukthoh Arfawie Kurde bahwa sedekah itu adalah pemberian/amal sukarela dari seorang muslim dan tidak tertentu jumlahnya, seperti kotak amal, list derma, shalawat Jum’at/pengajian, permintaan dan lain- lain. Karena sedekah itu lebih luas cakupannya, karena tidak terbatas jumlahnya dan untuk keperluan yang tidak terbatas pula.

  Dalam kasus sedekah, ibadah privat sekaligus menjadi ibadah publik sebuah individual yang berwujud dalam bentuk sosial. Dengan demikian, nilai sedekah terbagi dua: 1.

  Nilai spiritual (vertikal)

  2. Nilai sosial (horizontal) Sedangkan, Infaq adalah amal/pemberian seseorang Muslim atau badan hukum karena sesuatu kebutuhan yang didasari rasa taqarrub kepada dan mengharapkan pahala dari Allah SWT (Nukthoh, 2005: 18-19).

  Lembaga sedekah sangat digalakkan oleh ajaran Islam untuk menanamkan jiwa sosial dan mengurangi penderitaan orang lain. Bentuk sedekah tidak hanya berupa materi, tetapi dapat juga berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain (Mohammad Hidayat, 2010: 317). Setiap orang bisa saja melakukakn infaq dan sedekah itu. Zakat, infaq, dan sedekah inilah yang nantinya dijadikan sebagai sumber dana pembiayaan Qardhul Hasan di BMT.

2.2.2 Produk Penyaluran Dana

  BMT bukan sekedar lembaga keuangan non-bank yang berfungsi sosial, tetapi juga dapat menjadi lembaga bisnis yang berperan dalam meningkatkan dan membangun sistem perekonomian umat. Sejalan dengan kedua fungsi tersebut, maka kumpulan dana dari nasabah yang dikelola oleh BMT selanjutnya disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat (nasabah). Pinjaman yang diberikan oleh BMT kepada masyarakat disebut kredit pembiayaan. Kredit pembiayaan merupakan suatu fasilitas produk yang diberikan oleh BMT kepada anggotanya untuk digunakan sebagai dana pendukung kegiatan usaha. Berbagai bentuk pembiayaan yang ditawarkan oleh BMT kepada masyarakat bergantung kepada dua jenis akad, yaitu: musyarakah dan jual-beli (bai’). Di antara pembiayaan yang sudah umum dikembangkan oleh BMT maupun lembaga keuangan syariah lainnya (Yusup, 2004: 125-127) adalah:

  a. Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil

  Pembiayaan berakad jual-beli adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan anggotanya, dimana BMT menyediakan dana investasi atau berupa pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran.

  Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh pemnjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up yang telah disepakati bersama.

  b. Pembiayaan Murabahah

  Pembiayaan berakad jual-beli. Pembiayaan murabahah pada dasarnya merupakan kesepakatan antara BMT dengan pemberi modal dan anggota sebagai peminjam. Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiayaan BBA, tetapi proses pengembaliannya akan dibayarkan pada saat jatuh tempo.

  c. Pembiayaan Mudharabah

  Pembiayaan dengan akad syirkah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dan anggota, di mana BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.

  d. Pembiayaan Musyarakah

  Pembiayaan dengan akad syirkah adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam kegiatan usaha, di mana terjadinya kesepakatan untuk menanggung resiko dan keuntungan yang berimbang sesuai dengan penyertaan modal masing-masing.

  e. Pembiayaan Qardhul Hasan

  Pinjaman kebajikan yaitu suatu perjanjian antara BMT sebagai pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima pinjaman, baik berupa uang maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan atau biaya apa pun. Peminjam (nasabah) berkewajiban mengembalikan uang atau barang yang dipinjam, dengan jumlah yang sama dengan pokok pinjaman. BMT sebagai pemberi pinjaman tidak diperbolehkan meminta peminjam untuk membayar lebih dari jumlah pokok pinjaman, akan tetapi BMT dibenarkan untuk menerima kelebihan pembayaran secara sukarela yang besarnya tidak ditentukan sebelum akad, ini hukumnya sunnah. Tujuan utama pembiayaan Qardhul Hasan adalah untuk menolong peminjam yang berada dalam keadaan terdesak, baik untuk hal- hal yang bersifat konsumtif maupun produktif. Peminjam dipilih secara selektif dan hati-hati terutama kepada peminjam yang dinilai jujur dan mempunyai reputasi baik. Dana Qardhul Hasan ini berasal dari dana zakat, infaq, dan sedekah yang dititipkan di BMT (Sumitro: 107).

  Dana Qardhul Hasan ini dapat bersumber dari bagian modal BMT, keuntungan BMT yang disisihkan, atau dari lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya kepada BMT. Dasar hukum dari Qardhul

  Hasan adalah sebagai berikut: 1.

  Q.S. Al-Baqarah (2): 282, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bermuamalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis…” 2. Q.S. Al-Hadid (57): 11, “Siapakah yang mau meminjamkan kepada

  Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”

  3. HR. Muslim “Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitan dunia, Allah akan melepaskan kesulitan di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.”

  Adapun ketentuan mengenai Qardhul Hasan telah diatur dalam fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IX/2000. Dalam fatwa ini, ketentuan umum Qardhul

  Hasan adalah sebagai berikut: 1.

  Qardhul Hasan adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.

  2. Nasabah Qardhul Hasan wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.

  3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.

  4. Bank dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.

5. Nasabah Qardhul Hasan bisa memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada bank selama tidak diperjanjikan dalam akad.

  6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan nasabah telah memastikan ketidakmampuannya, bak dapat:

  a. Memperpanjang waktu pengembalian, atau b. Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.

  Adapun mekanisme pembiayaan Qardhul Hasan akan disajikan dalam

Gambar 2.1 dibawah ini:

  Perjanjian Qardh Tenaga Kerja Modal 100% Lembaga Nasabah Keuangan Kembali Modal 100% Proyek/Usaha Keuntungan

Gambar 2.1 Skema Qardhul Hasan

2.3 Koperasi Syariah

  Koperasi syariah adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan dengan berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah sehingga sesuai dengan syariat Islam. Sama halnya dengan BMT, koperasi syariah juga dalam perkembangannya memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

  Sebagaimana lembaga ekonomi lainnya, koperasi adalah salah satu bentuk persekutuan yang melakukan kegiatan muamalah di bidang ekonomi. Dalam koperasi juga berlaku kaidah fiqh yang menyatakan bahwa pada asalnya segala bentuk muamalah itu hukumnya boleh (mubah) sampai ada dalil yang mengharamkannya. Jadi koperasi boleh melakukan kegiatan apa saja di bidang ekonomi sepanjang bukan kegiatan yang dilarang oleh syariah, seperti memproduksi dan memperdagangkan barang-barang terlarang, transaksi- transaksi yang bersifat ribawi, spekulatif (maysir), dan manipulatif (gharar), atau memperoleh keuntungan secara tidak sah menurut syariah, seperti perzinaan, penipuan, dan sebagainya (Zainul Arifin, 2004: 45).

  Koperasi adalah lembaga usaha yang dinilai cocok untuk memberdayakan rakyat kecil. Nilai-nilai koperasi juga mulia seperti keadilan, kebersamaan, kekeluargaan, dan kesejahteraan bersama. Dalam Islam, koperasi tergolong sebagai syirkah/syarikah. Lembaga ini adalah wadah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, dan kebersamaan usaha yang sehat, baik, dan halal. Maka tak heran jika jejak koperasi berdasarkan prinsip syariah telah ada sejak abad III Hijriyah di Timur tengah dan Asia Tengah. Bahkan, secara teoritis telah dikemukakan oleh filosuf Islam Al-Farabi. As-Syarakhsi dalam Al-Mabsuth, sebagaimana ditulis oleh M. Nejatullah Siddiqi dalam Patnership and Profit

  

Sharing in Islamic Law , ia meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ikut

  dalam suatu kemitraan usaha semacam koperasi, diantaranya dengan Sai bin Syarik di Madinah.

  Sebagian besar konsep dasar koperasi sudah sejalan dengan syariah (Ani Widyastuti, 2009). Tinggal sedikit penajaman dan modifikasi pada beberapa aspek, sehingga koperasi memiliki jiwa syariah secara sempurna. Penyesuaian itu, misalnya, berupa landasan koperasi syariah yang harus sesuai Alquran dan

  

Sunnah dengan dijiwai semangat saling menolong (ta’aawun) dan saling

  menguatkan (takaaful). Koperasi syariah semestinya menegakkan prinsip- prinsip Islam seperti:

  1. Meyakini bahwa kekayaan adalah amanah Allah yang tidak dapat dimiliki siapa pun secara mutlak

  2. Kebebasan muamalah diberikan kepada manusia sepanjang masih bersesuaian dengan syariah Islam

  3. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur bumi

  4. Menjunjung tinggi keadilan dan menolak semua bentuk ribawi dan pemusatan sumber daya ekonomi pada segelintir orang.

  Kalau dilihat dari keberadaan simpanan pokok, wajib, dan suka rela, pada dasarnya koperasi syariah dapat didirikan atas dasar prinsip syirkah

  

mufawadhah dan syirkatul inan. Syirkah mufawadhah adalah perkongsian antara

  dua orang atau lebih, dengan masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (simpanan pokok dan wajib) yang sama. Sedangkan simpanan suka rela tergantung pada masing-masing anggota. Bentuk lain adalah syirkatul inan, yaitu perkongsian dua orang atau lebih dengan kontribusi dana dari masing- masing anggota kongsi bervariasi. Dana itu dikembangkan bersama-sama dan pembagian keuntungannya berdasarkan kesepakatan bersama.

  BMT dan koperasi syariah adalah salah satu lembaga keuangan syaria h mikro yang memiliki payung hukum yang sama. Selain itu, kedua lembaga tersebut juga memiliki peran dan fungsi yang sama dalam sistem keuangan dan perekonomian dan membantu dalam perekonomian masyarakat. Perbedaan BMT dan koperasi syariah adalah dalam penghimpunan dananya BMT mengambil dana dari masyarakat melalui dana tabungan. Sedangkan dalam koperasi syariah penghimpunan dana hanya diperbolehkan melalui sistem perkoperasian yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal penyaluran pembiayaan, BMT dapat menyalurkan pembiayaan kepada siapa saja yang termasuk ke dalam nasabahnya. Sedangkan koperasi syariah, hanya boleh menyalurkan pembiayaan kepada sesama anggota koperasi. Sejauh ini produk- produk yang terdapat dalam BMT tidak jauh berbeda dengan yang telah ada di perbankan syariah, hanya saja masih berskala mikro.