Analisis Finansial Dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus Program Bantuan Langsung Masyarakat)

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Sapi Potong

  Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan dibudidayakan lama sekali di Indonesia, sehingga telah mempunyai ciri khas tertentu. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi potong asli Indonesia, sedangkan yang termasuk sapi lokal adalah sapi Madura dan Sapi Sumba Ongole (PO). (Hardjosubroto,W.1994). Di Indonesia terdapat beberapa jenis sapi dari bangsa tropis, beberapa jenis sapi tropis yang sudah cukup popular dan banyak berkembangbiak di Indonesia adalah sebagai berikut : (1) Sapi Bali, (2) Sapi Madura, (3) Sapi Ongole, (4) Sapi American Brahman (Sudarmono dan Sugeng.2008).

  Pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan secara ekstensif, semi intensif dan intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat gemuk, sedangkan secara ekstensif sapi-sapi tersebut dilepas dipadang pengembalaan dan digembalakan sepanjang hari (Rianto dan Purbowati .2009). Sektor peternakan sejak awal masa pembangunan merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja cukup besar. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh besarnya penduduk yang tinggal di pedesaan dan berprofesi sebagai peternak ( Santosa, 1997).

  Produktivitas Usaha Ternak Sapi

  Kebutuhan akan daging sangat erat kaitannya dengan suplai daging dari dalam negeri masih belum diimbangi oleh suplai yang memadai. Data Direktorat Jenderal Peternakan menyebutkan bahwa populasi sapi potong di indonesia pada tahun 2008 hanya 11,26 juta ekor dengan produksi daging sapi nasional mencapai 249.925 ton. Sementara itu, kebutuhan konsumsi daging nasional diperkirakan mencapai 385.035 ton, Hal ini menandakan bahwa produksi daging sapi lokal

  • 248

  818 7.384 1.419

  2.443 7.870

  683 6.000 2.170

  243 716 566 280

  2 410

  6.901 690

  3.234 5.307

  264 11.435

  3.574 3.134 2.037

  649 513

  3.196 10.697

  250 1.627

  295 1.434 3.486 1.609 2.230

  422 1.305

  17 326

  6.246 664

  3.034 5.503

  269 8.950 3.968 3.064 2.497 2.145

  656 4.341

  14.787 946

  8.645 1.038

  2..582 708 595

  1.403 Sumber : Kabupaten Deli Serdang dalam angka 2009, 2010,2011.

  617 413

  3.019 2.616

  hanya mampu memenuhi 64,9 % dari kebutuhan konsumsi . Artinya, Indonesia masih kekurangan 135.110 ton (35,1 %) daging sapi (Rianto dan Purbowati .2009) Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Deli Serdang

  10

  Tahun / Ekor No Kecamatan 2009 2010 2011

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  11

  6.877 454

  12

  13

  14

  15

  16

  17

  18

  19

  20

  21

  22 Gunung Meriah STM Hulu Kutalimabru Sibolangit Pancur Batu Namorambe Biru – biru STM Hilir Bangun Purba Galang Tanjung Morawa Patumabak Deli Tua Sunggal Hamparan Perak Labuhan Deli Percut Sei Tuan Batang Kuis Pantai Labu Beringin Lubuk Pakam Pagar Merbau

  Ternak Sapi sebagai dalah satu Sumber makanan berupa daging, produktivitasnya masih jauh yang diharapkan dari target yang diperlukan oleh konsumen. Hal ini disebabkan oleh produksi daging masih rendah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan produksi daging masih rendah, antara lain sebagai berikut.

  1. Populasi rendah

  Rendahnya populasi ternak sapi karena umumnya sebagian besar ternak sapi yang dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas.

  Ternak sapi yang dipelihara ini juga masih merupakan bagian dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total.Tentu saja usaha berskala kecil ini terdapat banyak kelemahan, antara lain sebagai produsen perorangan pasti tidak dapat memamfaatkan sumber daya produktivitas yang tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern, sebab pada usaha skala usaha kecil ini, baik dalam pengadaan pakan, bibit, transportasi, maupun pemeliharaan akan menjadi jauh lebih mahal bila dibanding dengan usaha skala besar.

  2. Produksi rendah

  Tingkat produksi rendah akibat faktor tujuan pemeliharaan dan penggunaan bibit belum memadai, serta pakan yang tersedia. Pada umumnya ternak sapi yang dipelihara terdiri dari beberapa tujuan sehingga produksi ternak sapi per unit rendah, hal ini menyebabkan banyak ternak sapi yang dipelihara terus sampai umur tua, kasus ini akan menyebabkan penundaan pemotongan ternak, terlebih lagi sampai saat ini petani masih menggunakan ternak sapi sebagai tenaga kerja sehingga tidak dapat dipastikan sampai kapan sapi tidak dipergunakan untuk tenaga kerja, (Sudarmono dan Sugeng.2008).

  Faktor-faktor Penentu Usahatani Ternak

  Petani sebagai menejer akan berhadapan dengan berbagai alternatif yang harus diputuskan mana yang harus dipilih untuk diusahakan. Petani harus menentukan jenis tanaman atau ternak yang akan diusahakan, menentukan cara- cara berproduksi, menentukan cara-cara pembelian sarana produksi, menghadapi tentang biaya, mengusahakan permodalan dan sebagainya. Untuk itu diperlukan keterampilan, pendidikan, dan pengalaman yang akan berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan (Suratiyah, 2009).

  Dwiyanto et al (1996) menyatakan bahwa sebagai negara tropis di kawasan khatulistiwa dengan areal yang cukup luas, maka persediaan bahan pakan ternak sebetulnya bukan merupakan kendala dalam usaha peternakan sapi potong. Banyak potensi bahan baku pakan lokal yang belum diolah atau dimanfaatkan secara maksimal antara lain berupa limbah industri perkebunan, tanaman pangan.

  Mubyarto (1994) menyatakan bahwa modal diartikan sebagai barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru dalam hal ini hasil pertanian. Modal petani yang berupa barang di luar tanah adalah ternak beserta kandang, cangkul, bajak dan alat-alat pertanian lain, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih disawah dan lain-lain. Modal terbagi atas modal tetap dan modal lancar, modal tetap adalah jenis-jenis modal yang terdiri dari : lahan, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman dilapangan, ternak kerja dan ternak produksi. Modal lancar adalah modal yang sewaktu-sewaktu dapat dijadikan uang tunai.

  Program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)

  Program Pengembangan Agribisnis (PPA) yang dijabarkan melalui Proyek PPA merupakan upaya pemberdayaan yang menggunakan pendekatan usaha kelompok dan dikelola oleh manajemen yang profesional (business oriented).

  Kelompok bukan hanya memelihara ternak tetapi lebih kepada mengusahakannya, dengan melakukan kegiatan usaha ekonomi yang produktif, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan anggota kelompoknya.

  Ditjen Peternakan (2001) menyatakan bahwa tujuan dari Program Bantuan Langsung masyarakat (BLM) yang ingin dicapai adalah :(1) Mendorong berkembangnya usaha peternakan berwawasan bisnis, (2) Menghasilkan produk peternakan yang berdaya saing, (3) Menghasilkan nilai tambah melalui pengolahan hasil pertanian. (4) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak sekaligus mendorong tumbuhnya ekonomi wilayah pedesaan.

  Indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat agribisnis melalui penguatan modal kelompok meliputi beberapa aspek yaitu:(1) aspek kelembagaan berupa: perkembangan kelompok dan anggota yang menerima perguliran, perkembangan jumlah kepemilikan ternak, mengakomodir aspirasi anggota, kerjasama dengan stakeholder lainnya; (2) aspek usaha berupa: meningkatnya peran masyarakat disekitar kelompok dalam mengembangkan usaha dan peluang usaha, meningkatnya kerjasama anggota dalam menanggulangi resiko usaha, perkembangan dalam permodalan kelompok, meningkatnya kemampuan kelompok dalam melakukan analisa, perencanaan dan memonitor sendiri kegiatan yang dilakukan; (3) aspek teknis usaha ; optimasi pemanfaatan sarana produksi, peningkatan produksi dan produktivitas ternak melalui peningkatan kelahiran dan berkurangnya resiko kematian (Ditjen Peternakan, 2002).

  Studi Finansial

  Menurut Soeharto dan Iman (1999), investasi dapat dilakukan oleh swasta maupun negara dengan motif keuntungan finansial ataupun keuntungan non finansial. Pihak swasta lebih berminat tentang manfaat ekonomis suatu investasi, sedangkan pemerintah dan lembaga nonprofit melihat apakah proyek bermanfaat bagi masyarakat luas yang berupa penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumberdaya yang melimpah, dan penghematan devisa. Semakin luas skala proyek maka dampak yang dirasakan baik secara ekonomi maupun sosial semakin luas.

  Aspek-aspek Analisis Finansial

  Aspek-aspek dalam studi finansial adalah bidang kajian dalam studi finansial tentang keadaan objek tertentu, yang dilihat dari fungsi-fungsi bisnis. Menurut Subagyo (2007), pembagian dan pengkajian aspek-aspek dalam studi kelayakan terbagi menjadi dua bagian yaitu aspek primer dan aspek sekunder. Aspek primer merupakan aspek yang utama dalam penyusunan studi kelayakan. Aspek primer ini ada dalam semua sektor usaha yang terdiri dari : aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan organisasi, aspek hukum, serta aspek ekonomi dan keuangan. Aspek sekunder adalah aspek pelengkap yang disusun berdasarkan permintaan instansi/lembaga yang terkait dengan objek studi, yaitu aspek analisis mengenai dampak lingkungan dan aspek sosial.

  Secara umum analisis kelayakan terbagi menjadi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek finansial.

  1) Aspek Pasar

  Evaluasi aspek pasar sangat penting dalam pelaksanaan studi kelayakan proyek. Salah satu syarat agar pemasaran berhasil, proyek yang akan dilaksanakan harus dapat memasarkan hasil produksinya secara kompetitif dan menguntungkan. Analisis aspek pasar terdiri dari rencana perasarana output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek (Gittinger, 1986). Kriteria kelayakan pada aspek pasar dikatakan layak apabila usaha kambing perah memiliki peluang pasar, artinya potensi permintaan lebih besar dari penawaran.

  Keberhasilan dalam menjalankan usaha perlu adanya strategi pemasaran dan pengkajian aspek pasar dengan cermat. Hal yang dapat dipelajari bentuk pasar yang dimasuki, komposisi dan perkembangan permintaan dimasa lalu dan sekarang.

  2) Aspek Teknis

  Pengkajian aspek teknis dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk memberikan batasan garis besar parameter-parameter teknis yang berkaitan dengan perwujudan fisik proyek. Aspek teknis memiliki pengaruh besar terhadap perkiraan biaya dan jadwal kegiatan yang dilakukan nantinya, karena akan memberikan batasan-batasan lingkup proyek secara kuantitatif (Soeharto dan Iman, 1999). Indikasi suatu proyek dikatakan layak dalam menjalankan usahanya dapat dilihat dari adanya perkembangan produksi yang dihasilkan, lokasi usaha yang strategis, dalam artian mudah dijangkau keberadaannya. Infrastruktur yang mendukung seperti fasilitas jalan, listrik, transportasi, pengadaan bahan baku serta sarana produksi mudah diperoleh, dan bentuk layout usaha tertata secara sistematis guna memudahkan dalam proses produksi.

  Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan operasi setelah proyek selesai dibangun.

  Aspek teknis dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai lokasi proyek, besar skala operasi/luas produksi, kriteria pemilihan mesin dan peralatan yang digunakan, proses produksi yang dilakukan dan jenis teknologi yang digunakan.

  3) Aspek Manajemen

  Analisis ini berkaitan dengan hal-hal yang berkenaan dengan pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola sosial budaya masyarakat setempat, susunan organisasi proyek dengan pembentukan tim kerja, pembagian kerja,pembuatan rencana kerja agar sesuai dengan prosedur organisasi setempat,kesanggupan atau keahlian staf yang ada untuk mengelola proyek. Menurut Subagyo (2007) Struktur organisasi manajemen proyek disusun berdasarkan skala dan kompleksitas proyek. Semakin besar skala proyek, semakin kompleks struktur yang diterapkan.

  4) Aspek Sosial

  Analisis sosial berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial (Gittinger 1986).

  Dampak positif pembangunan proyek pada masyarakat sekitar antara lain adalah ikut menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan penduduk sekitar, baik secara langsung maupun tidak langsung, peningkatan fasilitas infrastruktur umum dan lain sebagainya. Dampak negatif yang ditimbulkan bisa berupa pencemaran lingkungan karena limbah, hingga faktor keamanan yang tidak nyaman untuk berinvesatasi.

  5) Aspek Finansial

  Gittinger (1986) menyatakan bahwa analisa proyek pertanian adalah untuk membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya dan menentukan proyek-proyek yang mempunyai keuntungan yang layak. Suatu proyek dapat dilaksanakan atau tidak, bila hasil yang diperoleh dari proyek dapat dibandingkan dengan sumber sumber yang diperlukan (biaya). Dana yang diinvestasikan layak atau tidaknnya akan diukur melalui kriteria investasi net present value, net benefit cost ratio, dan

  Internal Rate of Return.

  Menurut Umar (2005), tujuan menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan seperti ketersediaan dana, modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus. Kritertia investasi yang digunakan yaitu analsis laba rugi, break even point produksi (BEP Produksi), break even poin harga (BEP harga), B/C rasio dan Return of investment (ROI).

  Analisis Rugi-Laba

  Laporan rugi laba adalah laporan yang memuat ikhtisar dari pendapatan dan biaya-biaya dari suatu kesatuan usaha untuk suatu periode tertentu. Tujuan dari penyusunan rugi atau laba disini adalah untuk mengukur kemajuan atau perkembangan perusahaan dalam menjalankan fungsinya (Tunggal, 1997).

  Lipsey et al. (1995) menyatakan bahwa : keuntungan adalah selisih antara hasil yang diterima dari penjualan dengan biaya sumber daya yang telah digunakan untuk memproduksinya, jika biaya lebih besar dari penerimaan maka keuntungan negatif yang diperoleh dapat dinamakan rugi.

  Keuntungan (laba) suatu usaha ditentukan oleh selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluaran (total cost) atau secara matematis dapat dituliskan K = TR-TC (Soekartawi et al., 1986).

  Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu. Pada setiap jangka waktu tertentu (umumnya satu tahun), perusahaan perlu memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan laba-rugi.

  Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari hasil perbandingan tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2003).

  Laba atau rugi digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu usaha bisnis dalam periode tertentu, akan menimbulkan laba atau rugikah hasilnya. (Rahardi et al., 1996).

  B/C Rasio (benefit cost ratio)

  Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya korbanan, dimana bila : B/C Ratio > 1 = efisien B/C Ratio

  ═ 1 = impas B/C Ratio < 1 = tidak efisien Analisis tingkat kelayakan usaha tani atau B/C ratio. Benefit Cost Ratio (B/C ratio) bisa digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan. B/C ratio = Total Pendapatan (Rp.) Total Biaya Produksi (Rp.) (Cahyono, 2002).

  Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai B/C Rationya maka semakin tidak efisien usaha tersebut.

  Analisis BEP (break even point)

  Analisis titik impas atau pulang modal (BEP) adalah suatu kondisi yang menggambarkan bahwa hasil usaha tani yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Dalam kondisi ini, usaha tani yang dilakukan tidak menghasilkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian.

  BEP Volume Produksi menggambarkan produksi minimal yang harus dihasilkan, agar usaha tani tidak mengalami kerugian.

  BEP = Total Biaya Produksi (Rp.) Harga di Tingkat Petani (Rp./Kg)

  2. BEP Harga Produksi

  BEP Harga Produksi menggambarkan harga terendah dari produk yang dihasilkan. Apabila harga ditingkat petani lebih rendah dari pada harga BEP, maka usaha tani akan mengalami kerugian. BEP = Total Biaya Produksi (Rp.) Total Produksi (Kg) (Cahyono, 2002).

  BEP (break even point) dimaksudkan untuk mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan (Rahardi et al., 1993)

  3. ROI (return on investment)

  ROI (return on investment) merupakan rasio yang menunjukkan hasil atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan atau suatu ukuran tentang efisiensi manajemen. Ratio ini menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang dikendalikannya dengan mengabaikan sumber pendanaan dan biasanya ratio ini diukur dengan persentase. Ratio ini menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil (rendah) ratio ini semakin tidak baik, demikian pula sebaliknya. Artinya ratio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan (Kasmir dan Jakfar, 2003).

  Analisis tingkat efisiensi penggunaan modal ROI (return on investment) dalam analisis usaha untuk mengetahui keuntungan usaha, berkaitan dengan modal yang telah dikeluarkan. Besar kecilnya nilai ROI ditentukan oleh keuntungan yang dicapai dan perputaran modal, yang dapat dihitung dengan rumus : ROI = Keuntungan Usaha Tani x 100 % Modal Usaha (Cahyono, 2002).

  Untuk menghitung pajak penghasilan yang merupakan komponen dalam laba rugi dan cash flow diperlukan perhitungan penyusutan aktiva tetap. Metode penyusutan yang digunakan adalah metode penyusutan garis lurus. Secara matematis, rumus penyusutan garis lurus yaitu sebagai berikut (Soeharto dan Iman, 2001): Penyusutan = Nilai perolehan - Nilai sisa Umur Ekonomis

  Definisi dan Konsep Manajemen Strategis

  Strategi adalah sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan dan merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh, dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan strategi yang tepat oleh perusahaan (Jauch dan Glueck 1996). Kegiatan yang terencana dan menyeluruh ini merupakan kegiatan manajemen strategis.

  Dalam konteks manajemen, istilah strategis menunjukkan bahwa manajemen strategis memiliki cakupan proses manajemen yang lebih luas hingga pada tingkat yang lebih tepat dalam penentuan misi dan tujuan organisasi dalam konteks keberadaannya dalam lingkungan eksternal dan internalnya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh David (2006) bahwa manajemen strategis adalah ilmu dan seni untuk merumuskan, mengimplementasikan, danmengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuannya.

  Selain itu, dapat juga dikatakan bahwa manajemen strategis adalah sebuah proses manajemen atas fungsi keputusan-keputusan pada manajer yang menghubungkan tiga faktor kunci, yaitu lingkungan tempat perusahaaan melakukan kegiatan, sumberdaya yang dimiliki yang siap melayani serta harapan dan tujuan berbagi kelompok penunjang untuk kelangsungan hidupnya. Berhubungan dengan itu, Kotler (2002) mendefinisikan manajemen strategis sebagai proses manajerial untuk mengembangkan dan mempertahankan kesesuaian yang layak antara sasaran dan sumberdaya perusahaan dengan peluang pasar yang selalu berubah.

  Manajemen strategi memiliki pengertian yang cukup luas bagi suatu perusahaan. Manajemen strategi merupakan suatu integrasi antara sistem administrasi, struktur dan budaya organisasi dengan pengambilan keputusan strategi dan operasional pada setiap tingkat hierarki dalam perusahaan. Oleh karena itu, manajemen strategi adalah suatu proses yang berlangsung terusmenerus dan bertahap yang bertujuan untuk menjaga organisasi secara keseluruhan dapat sesuai dengan lingkungannya.

  Menurut Thompson (1989), manajemen strategis memiliki lima langkah dalam pelaksanaannya, yaitu: (1) Mendefinisikan bisnis dan membangun misi perusahaan; (2) Menerjemahkan misi perusahaan tersebut dalam tujuan jangka panjang dan jangka pendek; (3) Menyusun strategi yang sesuai dengan situasi dan dapat mencapai target pelaksanaan; (4) Mengimplementasikan strategi; dan (5) Mengevaluasi pelaksanaan, me-review kembali situasi, dan memulai perbaikan yang cocok.

  Proses dan Model Manajemen Strategis

  Proses manajemen strategis merupakan cara yang dilakukan oleh para perencana untuk menentukan sasaran dalam membuat kesimpulan strategis. Proses manajemen strategis dikatakan sebagai proses yang berkelanjutan dan berulang karena ini tidak akan berhenti selama perusahaan tersebut masih beroperasi. Ia akan membentuk siklus atau daur hidup yang selalu disesuaikan dengan perubahan zaman. Proses ini akan terdiri dari beberapa tahapan yang dimulai dari tahap pertama menuju tahap berikutnya sampai tahap terakhir dan kemudian akan kembali lagi pada tahap pertama untuk menyusun kembali strategi selanjutnya yang lebih baik lagi bagi kelompok tani..

  Seperti yang dikatakan David (2006) bahwa manajemen strategis terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap formulasi strategi, tahap implementasi strategi, dan tahap evaluasi strategi. Model komprehensif manajemen strategis menggambarkan tahapan proses yang dilakukan dalam pengkajian manajemen strategis.

  Untuk mengukur keberhasilan suatu program pengembangan usaha peternakan di pedesaan diperlukan suatu sistem monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap program dan kegiatan yang dilaksanakan, agar dapat diperoleh masukan mengenai tingkat keberhasilan dan kendala yang ditemui dalam pelaksanaan. Evaluasi dapat dilakukan dalam tiga tahap ; yaitu evaluasi terhadap masukan (input evaluation) meliputi aspek teknis, (2) evaluasi terhadap luaran (output evaluation) meliputi angka kelahiran, angka kematian, dan (3) evaluasi terhadap dampak program tersebut terhadap petani ternak (Impact evaluation) termasuk tingkat pendapatan peternak dan lapangan kerja yng diciptakan melalui program tersebut (Dwiyanto et al, 1996).

  Kerangka Metode Penelitian

  Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, setiap daerah didorong untuk mampu mengembangkan komoditas unggulan sebagai pemasukan bagi pendapatan daerah. Salah satu komoditas pada subsektor peternakan yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan pemerintah daerah adalah ternak sapi potong . Sapi potong merupakan ternak yang menghasilkan daging dan produk sampingan seperti kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik. Selain itu, usaha ternak sapi potong akan mendukung Pemerintah dalam rangka Swasembada Daging 2014.

  Daging sapi memiliki daya jual yang lebih tinggi dibandingkan harga daging ternak lainnya menjadikan minat peternak untuk mengembangkan usaha ternak sapi potong . Adanya peluang bisnis tersebut menyebabkan banyak orang tertarik berinvestasi langsung pada sub sektor peternakan, khususnya ternak sapi potong

  Ternak sapi potong adalah salah satu usaha kelompok tani ternak yang mendapat Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dari Pemerintah yang berada di Kabupaten Deli Serdang yang berlokasi di Kecamatan yang terdiri dari lima kelompok ternak dengan lokasi di kecamatan Tanjung Morawa, Kutalimbaru, Labuhan Deli, Sunggal dan Pancur Batu.

  Bantuan Modal Usaha dari Pemerintah sudah digulirkan kepada kelompok tani ternak di Kabupaten Deli Serdang sejak tahun 2001 dengan jumlah kelompok tani ternak yang mengembangkan usaha ternak sapi potong sampai dengan tahun 2008 sebanyak 5 kelompok tani ternak. Selama usaha ternaknya berjalan, kelompok tani ternak telah mengeluarkan biaya investasi yang tidak sedikit, mengingat setiap usaha yang dilaksanakan memiliki risiko. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian kelayakan usaha pada saat merencanakan dan mengembangkan usaha tersebut. Analisis kelayakan ini dapat dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek social dan aspek financial.

  Pelaksanaan Analisis kelayakan yang di lakukan pada kelompok tani ternak di Kabupaten Deli Serdang yang mendapat Bantuan Modal dari Pemerintah dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) juga sangat perlu dilakukan analisis strategi untuk mendapatkan pengembangan usaha yang lebih baik untuk menghadapi permasalahan yang ada.

  Dalam perjalanannya, mulai awal berdiri sampai sekarang kelompok tani ternak belum mampu berkembang dengan optimal, sehingga perkembangan usahanya selalu naik-turun. Hal ini karena Kelompok tani ternak selalu dihadapkan dalam berbagai masalah, baik yang datang dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Permasalahan ini berdampak pada produktivitas dan besarnya penerimaan kelompok. Akan tetapi disamping permasalahan yang dihadapi, kelompok tani ternak ini juga memiliki sejumlah keunggulan dan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok tani ternak untuk mengembangkan usahanya Oleh karena itu, untuk dapat menghadapi permasalahan tersebut, kelompok tani ternak perlu menyusun strategi yang tepat berdasarkan kekuatan dan peluang serta kelemahan dan ancaman yang dihadapi .

  Proses perumusan strategi didasarkan pada peran atau kontribusi Kelompok tani ternak sebagai peternak sapi potong yang mendapatkan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) di Kabupaten Deli Serdang yang memiliki potensi cukup besar sebagai tujuan yang akan dicapai nantinya.

  Dilakukan pengidentifikasian untuk mengetahui kondisi kelompok saat ini. Dari hasil identifikasi akan diketahui bagaimana posisi kelompok saat ini dan strategi apa saja yang telah dilakukan oleh kelompok dalam menjalankan usahanya. Informasi ini perlu diketahui dalam penyesuaian strategi yang akan dihasilkan nantinya.

  Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi kelompok saat ini dalam pengembangannya. Selanjutnya dilakukan analisis lingkungan eksternal dan internal yang dimiliki oleh kelompok. Analisis eksternal (Matriks EFE) mencakup lingkungan umum, yaitu lingkungan politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan lingkungan kelompok. sedangkan analisis internal (Matriks IFE) mencakup lingkungan manajemen, pemasaran, produksi, keuangan, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi manajemen.

  Selanjutnya dengan analisis SWOT akan diperoleh beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan usaha ternak sapi potong pada kelompok tani ternak. Pada tahap akhir akan diperoleh keputusan alternatif strategi terbaik yang paling tepat untuk diterapkan dengan menggunakan alat analisis QSPM ( Quantitative Strategic Planning Matrix ), Hasil analisis ini juga akan menghasilkan urutan prioritas strategi-strategi pengembangan yang dapat dilakukan.

  Adanya pengembangan Kelompok tani ternak usaha sapi potong Program BLM yang diharapkan dijadikan sebagai sumber peningkatan pendapatan peternak.

  ●Adanya prospek dan peluang bisnis ternak sapi potong pada kelembagaan kelompok tani ternak. ●Memiliki potensi dan peranan besar dalam pengembangan usaha ternak Sapi Potong di Kabupaten Deli Serdang

  Permasalahan dalam perkembangannya : Apakah usaha ternak sapi potong layak dijalankan atau tidak ●Penguatan modal usaha kelompok

  ●kelembagaan kelompok ●Sumberdaya yang belum teroptimalkan Aspek finansial Analisis Aspek non Faktor Eksternal Faktor Internal kreteria ekonomi finansial

  ●LingkunganUm ● Lingkunga ●Analisis Rugi Laba ●Aspek pasar um(Politik,ekono Internal

  ● B/C Ratio (benefit cost ●Aspek teknis mi, sosial budaya, ●Manajemen ratio)

  ●Aspek dan teknologi) ●Pemasaran ● BEP (break even point) manajemen ● Lingkungan ●Produksi/Operas harga (Rp).

  ●Aspek sosial kelompok ternak i ●Keuangan ● BEP (break even point)produksi (ekor).

  ●ROI (return on investment) Matriks EFE Matriks IFE Pengusahaan Ternak Sapi Matriks SWOT Potong Program BLM pada Kelompok Ternak

  Alternatif Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Program BLM

  • Layak (lanjutkan usaha )
  • Tidak layak (sebaiknya perbesar skala usaha atau

  QSPM ( Quantitative Strategic Planning di investasikan ke usaha )

  Matrix lain) Prioritas Strategi Terbaik

  Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional