Studi Komparatif Dan Strategi Pengembangan Sapi Potong Melalui Kelompok Peternak Di Kabupaten Serdang Bedagai
1
STUDI KOMPARATIF DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
SAPI POTONG MELALUI KELOMPOK PETERNAK
DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
TESIS
Oleh :
SONNY BONE SITANGGANG 107040004
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
2
STUDI KOMPARATIF DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
SAPI POTONG MELALUI KELOMPOK PETERNAK
DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
TESIS
Oleh :
SONNY BONE SITANGGANG 107040004
Untuk memperoleh Gelar Magister Peternakan dalam Program Studi Ilmu Peternakan
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(3)
3 Judul : STUDI KOMPARATIF DAN STRATEGI
PENGEMBANGAN SAPI POTONG MELALUI KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
Nama Mahasiswa : Sonny Bone Sitanggang
NIM : 107040004
Program Studi : Ilmu Peternakan
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS) (Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si)
Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian
(Prof. Dr.Ir. Zulfikar Siregar, MP) (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS)
(4)
4 Tesis ini telah diuji di Medan pada
Tanggal : 13 Februari 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS Anggota : Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si
Penguji : 1. Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP 2. Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si
(5)
5 LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis STUDI KOMPARATIF DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SAPI POTONG MELALUI KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain
Medan, 13 Februari 2013
SONNY BONE SITANGGANG NIM. 107040004
(6)
6 ABSTRAK
SONNY BONE SITANGGANG. Studi Komparatif dan Strategi Pengembangan Sapi Potong melalui Kelompok Peternak di Kabupaten Serdang Bedagai, dibimbing oleh : Hasnudi sebagai ketua komisi pembingbing dan Ma’ruf Tafsin sebagai anggota komisi pembingbing.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September Tahun 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor produksi/input (bibit, kandang, pakan, modal, tenaga kerja), produktivitas dan tingkat pendapatan antara kelompok peternak dan non kelompok peternak dan menganalisis strategi pengembangan sapi potong melalui kelompok peternak di Kabupaten Serdang Bedagai. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan observasi ke lokasi penelitian dengan bantuan kuisioner, menggunakan data primer dan sekunder serta penilaian (skor) kondisi tubuh ternak sapi peternak. Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskriptif, analisis pendapatan, R/C, uji t dan analisis SWOT. Penelitian ini berlangsung di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Sipispis, Kecamatan Bintang Bayu dan Kecamatan Tanjung Beringin dengan jumlah responden sebanyak 120 responden yaitu sebanyak 20 responden kelompok peternak dan 20 responden non kelompok peternak pada setiap Kecamatan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi tubuh ternak kelompok peternak lebih baik dibandingkan non kelompok peternak dan tidak terdapat perbedaan pendapatan antara kelompok peternak dan non kelompok peternak. Strategi pengembangan sapi potong melalui kelompok peternak di Kabupaten Serdang Bedagai antara lain 1) Peningkatan pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit dan industri pendukung pakan ternak serta pemasaran ternak 2) Peningkatan pemanfaatan iklim dan kondisi alam yang mendukung sesuai dengan RTRW untuk pengembangan kawasan ternak sapi potong 3) Peningkatan pelaksanaan IB, pencatatan (recoording) serta pengawasan penjualan dan pemotongan betina produktif dengan memanfaatkan perkembangan IPTEK 4) Peningkatan (pendayagunaan) kelompok peternak untuk mendapatkan fasilitas pendukung dari Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai.
Kata kunci : Kelompok Peternak, Non Kelompok Peternak, Sapi Potong, Strategi Pengembangan
(7)
7 ABSTRACT
SONNY BONE SITANGGANG. Comparative Study and Development Strategy through the Farmers Group in District of Serdang Bedagai, under direction by Hasnudi and Ma’ruf Tafsin.
This study was conducted in June through September 2012 in the sub district of Tanjung Beringin, Bintang Bayu and Sipispis, district of Serdang Bedagai. These research aims to know factor of production/input (seeds, cages, feed, capital, and labor), productivity and income levels between the group’s farmers and non group’s farmers and analyze Development Strategy of Beef Cattle through farmer group in district of Serdang Bedagai. This research used survey method and observation to the study site with the help of questionnaires, using primary and secondary data and assessment (score) body condition of rancher’s cattle. Data analysis was done using descriptive analysis, income, R/C, t test and SWOT analysis. This study took place at three sub-district namely Sipispis sub-district, sub-district Bintang Bayu and sub-district Tanjung Beringin by the number of respondents, 120 respondents, 20 respondents as farmer groups and 20 non-responders in each district farmer group research.
The results showed a group of livestock body condition is better than non-farmers and non-farmers groups there were no differences between groups of farmer’s income and non-group farmers. Strategy through the development of beef cattle breeders in Serdang Bedagai among others 1) Increased utilization of waste palm oil and supporting industries as well as the marketing of livestock feed 2) Increasing the use of climate and natural conditions that support in accordance with the Spatial Plan for the development of cattle 3) Improving the implementation of IB, recording (recording) as well as monitoring sales and cutting female productive by utilizing the development of science and technology 4) Increase (utilization) farmer groups to gain support from the Government facility Serdang Bedagai.
Keywords: Farmers Group, Non Groups Farmers, Beef Cattle, Development Strategy
(8)
8 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1982 di Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dari Ayahanda Althur Sitanggang dan Ibunda Resti Sinaga sebagai anak keempat dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan sekolah menengah umum di SMU 2 Lubuk Pakam pada tahun 2000. Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Peternakan dari Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang Sumatera Barat.
Pada tahun 2006 penulis bekerja sebagai honorer pada Dinas Peternakan Kabupaten Deli Serdang. Pada awal tahun 2008 penulis lulus seleksi dan bekerja sebagai Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) program Departemen Pertanian dan ditempatkan sebagai penyuluh pada Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang. Pada tahun yang sama penulis mengikuti seleksi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Serdang Bedagai. Pada Tahun 2009 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pada Inspektorat Kabupaten Serdang Bedagai.
Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pada tahun 2011 penulis menikah dengan Endang Dermawati Marpaung. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan penelitian dan tahun 2013 menyelesaikan pendidikan S2 pada Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
(9)
9 KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Studi Komparatif dan Strategi Pengembangan Sapi Potong Melalui Kelompok Peternak di Kabupaten Serdang Bedagai”.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Peternakan pada program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis hanturkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS dan Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing penulis untuk menyusun tesis ini. Pada kesempatan ini penulis juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP sebagai ketua Program Studi Ilmu Peternakan dan Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si sebagai sekretaris Program Studi Ilmu Peternakan Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada peternak sapi potong dan instansi pada Kabupaten Serdang Bedagai yang telah membantu penulis dalam memberikan data dalam penelitian ini.
Penulis sangat menyadari banyak kekurangan dan kelemahan dari penyusunan tesis ini, untuk mencapai kesempurnaan penulis sangat mengharapkan sumbangan pemikiran yang tertuang dalam bentuk saran dan kritik yang sifatnya untuk memperbaiki. Harapan penulis semoga tesis ini bermamfaat bagi kita semua.
Medan, 13 Februari 2013
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
6 ABSTRAK
SONNY BONE SITANGGANG. Studi Komparatif dan Strategi Pengembangan Sapi Potong melalui Kelompok Peternak di Kabupaten Serdang Bedagai, dibimbing oleh : Hasnudi sebagai ketua komisi pembingbing dan Ma’ruf Tafsin sebagai anggota komisi pembingbing.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September Tahun 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor produksi/input (bibit, kandang, pakan, modal, tenaga kerja), produktivitas dan tingkat pendapatan antara kelompok peternak dan non kelompok peternak dan menganalisis strategi pengembangan sapi potong melalui kelompok peternak di Kabupaten Serdang Bedagai. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan observasi ke lokasi penelitian dengan bantuan kuisioner, menggunakan data primer dan sekunder serta penilaian (skor) kondisi tubuh ternak sapi peternak. Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskriptif, analisis pendapatan, R/C, uji t dan analisis SWOT. Penelitian ini berlangsung di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Sipispis, Kecamatan Bintang Bayu dan Kecamatan Tanjung Beringin dengan jumlah responden sebanyak 120 responden yaitu sebanyak 20 responden kelompok peternak dan 20 responden non kelompok peternak pada setiap Kecamatan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi tubuh ternak kelompok peternak lebih baik dibandingkan non kelompok peternak dan tidak terdapat perbedaan pendapatan antara kelompok peternak dan non kelompok peternak. Strategi pengembangan sapi potong melalui kelompok peternak di Kabupaten Serdang Bedagai antara lain 1) Peningkatan pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit dan industri pendukung pakan ternak serta pemasaran ternak 2) Peningkatan pemanfaatan iklim dan kondisi alam yang mendukung sesuai dengan RTRW untuk pengembangan kawasan ternak sapi potong 3) Peningkatan pelaksanaan IB, pencatatan (recoording) serta pengawasan penjualan dan pemotongan betina produktif dengan memanfaatkan perkembangan IPTEK 4) Peningkatan (pendayagunaan) kelompok peternak untuk mendapatkan fasilitas pendukung dari Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai.
Kata kunci : Kelompok Peternak, Non Kelompok Peternak, Sapi Potong, Strategi Pengembangan
(17)
7 ABSTRACT
SONNY BONE SITANGGANG. Comparative Study and Development Strategy through the Farmers Group in District of Serdang Bedagai, under direction by Hasnudi and Ma’ruf Tafsin.
This study was conducted in June through September 2012 in the sub district of Tanjung Beringin, Bintang Bayu and Sipispis, district of Serdang Bedagai. These research aims to know factor of production/input (seeds, cages, feed, capital, and labor), productivity and income levels between the group’s farmers and non group’s farmers and analyze Development Strategy of Beef Cattle through farmer group in district of Serdang Bedagai. This research used survey method and observation to the study site with the help of questionnaires, using primary and secondary data and assessment (score) body condition of rancher’s cattle. Data analysis was done using descriptive analysis, income, R/C, t test and SWOT analysis. This study took place at three sub-district namely Sipispis sub-district, sub-district Bintang Bayu and sub-district Tanjung Beringin by the number of respondents, 120 respondents, 20 respondents as farmer groups and 20 non-responders in each district farmer group research.
The results showed a group of livestock body condition is better than non-farmers and non-farmers groups there were no differences between groups of farmer’s income and non-group farmers. Strategy through the development of beef cattle breeders in Serdang Bedagai among others 1) Increased utilization of waste palm oil and supporting industries as well as the marketing of livestock feed 2) Increasing the use of climate and natural conditions that support in accordance with the Spatial Plan for the development of cattle 3) Improving the implementation of IB, recording (recording) as well as monitoring sales and cutting female productive by utilizing the development of science and technology 4) Increase (utilization) farmer groups to gain support from the Government facility Serdang Bedagai.
Keywords: Farmers Group, Non Groups Farmers, Beef Cattle, Development Strategy
(18)
1 BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Deli Serdang, berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara. Serdang Bedagai berada dikawasan pantai timur Sumatera Utara dengan ketinggian 0 – 500 m diatas permukaan laut. Luas area 1.900,22 Km² atau 2,65% dari luas Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 17 kecamatan dan 237 desa dan 6 kelurahan definitif dengan jumlah penduduk 642.983 jiwa. Jumlah Rumah Tangga (RT) mencapai 150.542 RT dan rata-rata penduduk per rumah tangga sebanyak 4 orang. (BPS Kabupaten Serdang Bedagai 2010). Seperti umumnya daerah-daerah lainnya yang berada dikawasan Sumatera Utara, Kabupaten Serdang Bedagai termasuk daerah yang beriklim tropis dan memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Menurut catatan Stasiun Klimatologi Sampali pada tahun 2011 tercatat rata-rata kelembapan udara perbulan sekitar 83 %, curah hujan berkisar antara 27 sampai dengan 248 mm perbulan dengan periodik tertinggi pada bulan November 2010, hari hujan perbulan berkisar 4-21 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan September 2010.
Sapi potong merupakan komoditi unggulan sektor peternakan di Kabupaten Serdang Bedagai disusul ternak kambing dan unggas. Kabupaten Serdang Bedagai masih berpotensi dalam pengembangan peternakan sapi potong. Data dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai menunjukkan bahwa peternakan sapi potong di daerah ini cukup berkembang, yang ditunjukkan dengan meningkatnya populasi sapi potong dari tahun 2007 sebanyak 15.577 ekor menjadi 42.460 pada tahun 2011 sedangkan produksi daging sapi pada tahun 2007 sebesar 172.268 kg meningkat menjadi 438.090 kg pada tahun 2011. Jumlah kelompok peternak di Kabupaten Serdang Bedagai
(19)
2 sebanyak 378 kelompok peternak dan jumlah populasi ternak sapi potong kelompok peternak sebanyak 12.795 ekor.
Peternak sapi potong perorangan merupakan usaha rumah tangga (skala usaha kecil) yang dikelola oleh anggota keluarga menggunakan teknologi sederhana dan kurang peka terhadap perubahan, tidak bergabung dengan kelompok peternak karena beberapa alasan antara lain tidak memiliki waktu untuk bergabung berkelompok dengan peternak lain karena kesibukan pekerjaan, sedangkan kelompok peternak merupakan gabungan dari beberapa peternak sapi potong.
Kelompok Peternak terbentuk karena adanya kesatuan kepentingan terutama menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi serta kesadaran untuk tolong menolong sesama anggota. Kelompok peternak bisa juga terbentuk karena ingin mendapatkan bantuan baik dari pemerintah, pihak swasta atau pihak – pihak lain yang memberikan bantuan untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat. Kelompok peternak tersebut dibentuk oleh beberapa orang dan penentuan pengurus kelompok tidak berdasarkan hasil dari musyawarah dan mufakat anggota kelompok. Setelah kelompok peternak tersebut mendapatkan bantuan, banyak juga dari kelompok peternak tersebut tidak berkembang lagi dan akhirnya bubar karena banyaknya permasalahan – permasalahan atau perselisihan yang timbul di kelompok peternak tersebut antara lain pengurus kelompok peternak tersebut tidak aktif lagi, potensi daerah dari kelompok peternak tersebut tidak mendukung untuk pengembangan ternak sapi potong.
Banyak juga kelompok peternak yang terus berkembang, mempunyai kemampuan dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan dan merasakan adanya berbagai kemudahan yang diperoleh anggota Kelompok Peternak tersebut antara lain yaitu : semua sumberdaya yang tersedia di dalam kelompok dapat dimanfaatkan secara optimal, memudahkan dalam mengakses berbagai program pemerintah, memudahkan penyuluh dalam melakukan penyuluhan, serta inovasi teknologi dapat dimanfaatkan oleh seluruh anggota kelompok, baik teknologi pembibitan, pakan, budidaya, pasca produksi.
(20)
3 Jumlah ternak sapi potong terbanyak di Kabupaten Serdang Bedagai terdapat pada Kecamatan Pantai Cermin yaitu 6.327 ekor, sedangkan jumlah ternak sapi potong paling sedikit terdapat pada Kecamatan Kotarih yaitu 212 ekor. Jumlah kelompok peternak terbanyak terdapat pada Kecamatan Dolok Masihul yaitu sebanyak 46 kelompok peternak, sedangkan jumlah kelompok peternak paling sedikit terdapat pada Kecamatan Bandar Khalifah yaitu 3 (tiga) kelompok peternak.
Banyaknya kelompok peternak dalam suatu Kecamatan tidak dapat menentukan bahwa populasi ternak sapi potong dinominasi oleh milik kelompok peternak. Jumlah ternak sapi potong milik kelompok peternak terbanyak terdapat pada Kecamatan Dolok Masihul yaitu 2.399 ekor, sedangkan jumlah ternak sapi potong milik kelompok paling sedikit terdapat pada Sei Bamban yaitu tidak memiliki ternak sapi potong walau pada Kecamatan Sei Bamban terdapat 21 kelompok peternak.
Pengembangan komoditas ternak sapi pada dasarnya adalah kegiatan yang memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah untuk pengembangan pembibitan ternak, budidaya ternak, pengawasan penyakit ternak, pengelolaan serta pemasaran hasil ternak dan pemanfaatan hasil sampingan ternak. Pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Serdang Bedagai dapat berkembang apabila pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada dilakukan secara tepat dan optimal dengan memanfaatkan inovasi teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Faktor – faktor lain seperti kelembagaan, sarana dan prasarana serta peraturan – peraturan harus mendukung secara baik dan konsisten.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menjadi dasar penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana perbedaan faktor produksi/input (bibit, kandang, pakan, modal, tenaga kerja), produktivitas dan tingkat pendapatan antara kelompok peternak dan non kelompok peternak di Kabubupaten Serdang Bedagai?
(21)
4 2. Apa saja faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal
(peluang dan ancaman) yang mempengaruhi strategi pengembangan sapi potong melalui kelompok peternak di Kabupaten Serdang Bedagai?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Membandingkan faktor produksi/input (bibit, kandang, pakan, modal, tenaga kerja), produktivitas dan tingkat pendapatan antara kelompok peternak dan non kelompok peternak di Kabupaten Serdang Bedagai
2. Menganalisis strategi pengembangan sapi potong melalui kelompok peternak di Kabupaten Serdang Bedagai.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain sebagai berikut :
1. Bahan pertimbangan atau bahan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai mengenai potensi dan strategi pengembangan sapi potong melalui Kelompok Peternak di Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Bahan referensi dan studi untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
(22)
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.
Potensi Pengembangan Sapi Potong
Peningkatan ekonomi masyarakat dan pertambahan penduduk disertai dengan peningkatan kesadaran tentang nilai-nilai gizi, menyebabkan peningkatan permintaan akan produk asal ternak meningkat dengan sangat pesat. Namun, peningkatan konsumsi protein hewani yang membaik ini belum dapat diantisipasi dengan suplai protein asal ternak yang memadai. Pada kenyataannya sumber daging di Indonesia berasal dari daging ayam (62%), daging sapi dan kerbau (25%), dan sisanya berasal dari aneka ternak lainnya (Bamualim et al. 2007). Suplai protein asal ternak terutama daging sapi yang dihasilkan secara domestik belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, sehingga kebijakan impor daging dan sapi hidup masih diberlakukan. Kebutuhan konsumsi daging masyarakat Indonesia baru mencapai 6,5 kg/kapita/tahun, yang berasal dari daging sapi hanya sebesar 1,7 kg/kapita/tahun (Ditjennak 2009).
Menurut Najib et al. (1997) ternak sapi mempunyai peran yang cukup penting bagi petani sebagai penghasil pupuk kandang, tenaga pengolah lahan, pemanfaat limbah pertanian dan sebagai sumber pendapatan. Menurut Syafruddin et al. (2003) ternak merupakan salah satu sumber protein hewani masyarakat, mempunyai prospek yang cerah dan menjanjikan untuk dikembangkan. Selain itu, ternak dapat menjadi sumber pendapatan petani ternak, lapangan kerja, tenaga kerja dan sumber devisa yang potensial serta perbaikan kualitas tanah. Ditambahkan oleh Sumadi et al. (2004) bahwa sapi potong mempunyai fungsi sosial yang penting di masyarakat sehingga merupakan komoditas yang sangat penting untuk dikembangkan.
Sumber daya peternakan, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan berpotensi untuk dikembangkan guna meningkatkan dinamika ekonomi. Menurut Saragih dalam
Mersyah (2005), ada beberapa pertimbangan perlunya mengembangkan usaha ternak sapi potong, yaitu: 1) budi daya sapi potong relatif tidak bergantung pada ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang berkualitas tinggi, 2) memiliki
(23)
6
kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan luwes, 3) produk sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan yang tinggi, dan 4) dapat membuka lapangan pekerjaan.
Pembangunan peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil ternak yang sekaligus meningkatkan pendapatan peternak, menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak. Berdasarkan dan mengacu pada visi pembangunan peternakan, maka telah digariskan Misi Pembangunan Peternakan yaitu : 1) memfasilitasi penyediaan pangan asal ternak yang cukup baik secara kuantitas maupun kualitasnya, 2) memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, 3) menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternakan, 4) membantu menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis peternakan dan 5) melestarikan serta memanfaatkan sumber-daya alam pendukung peternakan (Departemen Pertanian 2001).
Sementara itu tujuan khusus pembangunan peternakan tersebut adalah 1) meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak, 2) mengembangkan usaha budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak, 3) meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan, 4) meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) dan 5) meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan (Sjamsul Bahri 2008).
Upaya pengembangan sapi potong telah lama dilakukan oleh pemerintah. Nasoetion dalam Winarso et al. (2005) menyatakan bahwa dalam upaya pengembangan sapi potong, pemerintah menempuh dua kebijakan, yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi. Pengembangan sapi potong secara ekstensifikasi menitikberatkan pada peningkatan populasi ternak yang didukung oleh pengadaan dan peningkatan mutu bibit, penanggulangan penyakit, penyuluhan dan pembinaan usaha, bantuan perkreditan, pengadaan dan peningkatan mutu pakan, dan pemasaran. Menurut Isbandi (2004), penyuluhan dan pembinaan terhadap petani-peternak dilakukan untuk mengubah cara beternak dari pola tradisional menjadi usaha ternak komersial dengan menerapkan cara-cara zooteknik yang baik. Zooteknik tersebut termasuk saptausaha beternak sapi potong, yang meliputi
(24)
7
penggunaan bibit unggul, perkandangan yang sehat, penyediaan dan pemberian pakan yang cukup nutrien, pengendalian terhadap penyakit, pengelolaan reproduksi, pengelolaan pascapanen, dan pemasaran hasil yang baik.
Berbagai kebijakan dan program yang terkait dengan pengembangan usaha ternak sapi potong telah diluncurkan dan diimplementasikan, baik secara nasional maupun di tingkat daerah. Dalam implementasinya, program dan kebijakan tersebut masih belum mampu mengatasi kesenjangan antara permintaan dan penawaran. Menurut Ilham et al. (2001), hal ini disebabkan oleh : 1) belum semua program yang dilakukan pemerintah sampai pada peternak. Seandainyapun sampai, peternak tidak mengaplikasikannya, Keberhasilan penerapan teknologi peternakan belum merata, 2) pengembangan usaha peternakan masih belum menjadi prioritas utama pemerintah, sehingga dana program untuk sub sektor peternakan masih relatif kecil dibandingkan dengan sub sektor lainya, 3) kebijakan intensifikasi pada lahan sawah mengurangi penggunaan tenaga kerja ternak, sehingga banyak petani tidak lagi mengusahakan ternak sapi, 4) masih banyak ternak sapi yang dipelihara secara ekstensif, sehingga menyulitkan dalam pengendalian penyakit dan terjadinya penurunan genetik akibat inbreeding, 5) menyempitnya lahan padang penggembalaan akibat alih fungsi lahan.
Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya mencapai swasembada daging antara lain adalah: 1) subsektor peternakan berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian, 2) rumah tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus bertambah, 3) tersebarnya sentra produksi sapi potong di berbagai daerah, sedangkan sentra konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakkan perekonomian regional dan 4) mendukung upaya ketahanan pangan, baik sebagai penyedia bahan pangan maupun sebagai sumber pendapatan yang keduanya berperan meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan (Kariyasa 2005).
Menurut Wiyatna (2002) beberapa kendala yang dijumpai dalam pengembangan ternak sapi potong adalah : 1) penyempitan lahan penggembalaan, 2) kualitas sumberdaya rendah, 3) produktivitas rendah, 4) akses ke pemodal sulit, 5) penggunaan teknologi rendah. Selanjutnya Direktorat Jenderal Peternakan (2010) menambahkan berbagai permasalahan pengembangan usaha sapi potong di
(25)
8 dalam negeri diantaranya adalah pemotongan sapi betina produktif. Terjadinya pemotongan sapi betina produktif selama ini penyebab utamanya adalah motif ekonomi bagi pemiliknya yang rata-rata income pendapatannya masih rendah dengan tingkat kepemilikan sapi potong hanya rata-rata 2-3 ekor. Para peternak cenderung akan menjual ternak mereka ketika menghadapi permasalahan finansial dengan pertimbangan bahwa sapi potong merupakan asset yang paling mudah dijual tanpa mempertimbangkan produktifitas ternak tersebut.
Faktor – faktor yang menjadi pendorong bagi pengembangan ternak sapi potong adalah 1) permintaan pasar terhadap daging sapi semakin meningkat, 2) ketersediaan tenaga kerja cukup besar, 3) kebijakan pemerintah mendukung, 4) hijauan dan sisa pertanian tersedian sepanjang tahun, 5) usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh krisis (Kariyasa 2005; Gordeyase et al. 2006; Rosida 2006; Nurfitri 2008). Kendala dan peluang pengembangan peternakan pada suatu wilayah dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan strategi pengembangan sapi potong di wilayah tersebut.
Agar pengembangan sapi potong berkelanjutan, Winarso et al. (2005) mengemukakan beberapa saran sebagai berikut, 1) perlunya perlindungan dari pemerintah daerah terhadap wilayah-wilayah kantong ternak, terutama dukungan kebijakan tentang tata ruang ternak serta pengawasan terhadap alih fungsi lahan pertanian yang berfungsi sebagai penyangga budi daya ternak, 2) pengembangan teknologi pakan terutama pada wilayah padat ternak, antara lain dengan memanfaatkan limbah industri dan perkebunan (Gordeyase et al. 2006; Utomo dan Widjaja 2006) dan 3) untuk menjaga sumber plasma nutfah sapi potong, perlu adanya kebijakan impor bibit atau sapi bakalan agar tidak terjadi pengurasan terhadap ternak lokal dalam upaya memenuhi kebutuhan konsumsi daging dalam negeri.
Strategi Pengembangan Sapi Potong
Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumberdaya (Chandler, 1962 dalam Rangkuti, 1997). Usaha untuk mencapai tujuan pengembangan sapi potong dapat dilaksanakan dengan tiga pendekatan yaitu ; 1)
(26)
9 pendekatan teknis dengan meningkatkan kelahiran, menurunkan kematian, mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetik ternak, 2) pendekatan terpadu yang menerapkan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbangan sosial budaya yang tercakup dalam “sapta usaha peternakan”, serta pembentukan kelompok peternak yang bekerjasama dengan instansi terkait, 3) pendekatan agribisnis dengan tujuan mempercepat pengembangan peternakan melalui integrasi dari keempat aspek yaitu lahan, pakan, plasma nutfah dan sumberdaya manusia (Gunardi 1998).
Strategi pembangunan peternakan adalah pengembangan wilayah berdasarkan komoditas ternak unggulan, pengembangan kelembagaan petani peternak, peningkatan usaha dan industri peternakan, optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan sumberdaya alam lokal, pengembangan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan ( Pambudy dan Sudardjat, 2000).
Situmorang dan Gede dalam Mersyah (2005) menyatakan, untuk meningkatkan produktivitas sapi potong perlu dilakukan pemuliaan terarah melalui perkawinan, baik secara alami maupun melalui Inseminasi Buatan (IB), bergantung pada kondisi setempat. Selanjutnya Hadi dan Ilham (2002) menyatakan terdapat beberapa permasalahan dalam industri perbibitan sapi potong, yaitu: 1) angka service per conception (S/C) cukup tinggi, mencapai 2,60, karena terbatasnya fasilitas pelayanan (IB), baik ketersediaan semen beku, tenaga inseminator maupun masalah transportasi, 2) calving interval terlalu panjang, 3) tingkat mortalitas pedet prasapih tinggi, ada yang mencapai 50%. Oleh karena itu, usaha pembibitan harus diiringi dengan upaya menekan biaya pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya pakan adalah dengan memanfaatkan limbah kebun dan pabrik sebagai sumber pakan melalui pemeliharaan sapi secara terintegrasi pada kawasan perkebunan atau areal tanaman pangan.
Dewasa ini pola kebijakan pengembangan pengusahaan sapi potong masih tetap berorientasi pada pola peternakan rakyat atau keluarga. Usaha peternakan sapi potong rakyat memiliki posisi yang lemah dan sangat peka terhadap perubahan ( Yusdja et al. 2001). Hal ini disebabkan oleh sifat usahanya, dimana menurut Azis (1993), karakteristik usaha peternakan rakyat dicirikan oleh kondisi sebagai berikut : 1) skala usaha relatif kecil, 2) merupakan usaha rumah tangga, 3)
(27)
10 merupakan usaha sampingan, 4) menggunakan teknologi sederhana, 5) bersifat padat karya dengan basis organisasi kekeluargaan. Untuk mengembangkan usaha peternakan rakyat ini menjadi usaha yang maju diperlukan reformasi, baik yang menyangkut masalah permodalan, sistem kelembagaan, penerapan teknologi dan penciptaan pasar yang efisien (Aziz 1993).
Dengan demikian untuk menghasilkan produk ternak sapi potong yang kompetitif, ketersediaan pakan dan keberadaan lokasi usaha sangat menentukan. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Nyak Ilham, (1995) yakni dalam strategi pengembangan ternak adalah didasarkan sumber pakan dan lokasi usaha. Manfaat yang dapat diambil dari model atau pola tersebut adalah : 1) Berputarnya pergerakan modal dari daerah perkotaan ke pedesaan, antara lain berupa bantuan kredit bank, kerjasama kemitraan dan investasi lain. Keadaan ini mendorong terbukanya kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan, 2) Pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri yang lebih bermanfaat, 3) Dengan berkembangnya usaha penggemukan sapi dapat mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama transportasi, 4) Terkumpulnya kotoran ternak yang diolah menjadi kompos dan terciptanya perbaikan lingkungan berupa penghijauan serta penyuburan kualitas tanah pertanian dipedasaan, 5) Daerah pedesaan merupakan basis pengembangan ternak sapi potong. Ada tiga prinsip yang harus dipenuhi salah satunya adalah mengurangi ketergantungan impor daging (Soehadji 1995) dapat dijalankan. Dimana yang selama ini ketergantungan akan daging impor dan sapi bakalan yang cenderung meningkat dapat dikurangi secara bertahap.
Dalam strategi pengembangan ternak sapi potong ini harus melibatkan instansi lintas sektoral, khususnya di luar Departemen Pertanian. Dalam hal pengadaan dan pemasaran hasil dapat dilakukan kerjasama dengan swasta. Didalam kerjasama ini akan terlihat hubungan secara vertikal yang memberdayakan kelompok peternak secara optimal yang tujuannya adalah dalam satu kelompok akan mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. Sehingga pada era perdagangan bebas ini, sistem produksi pertanian khususnya peternakan harus senantiasa dikelola dengan berorientasi pada permintaan pasar. (Badan Agribisnis 1995).
(28)
11
Penerapan konsep kemitraan antara peternak sebagai mitra dan pihak kelompok peternak perlu dilakukan sebagai upaya khusus agar usaha ternak sapi potong, baik sebagai usaha pokok maupun pendukung dapat berjalan seimbang. Upaya khusus tersebut meliputi antara lain pembinaan finansial dan teknik serta aspek manajemen. Pembinaan manajemen yang baik, terarah, dan konsisten terhadap peternak sapi potong sebagai mitra akan meningkatkan kinerja usaha, yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu, melalui kemitraan, baik yang dilakukan secara pasif maupun aktif akan menumbuhkan jalinan kerja sama dan membentuk hubungan bisnis yang sehat (Safuan dalam
Hermawan 1998).
Kelembagaan Kelompok Peternak
Berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak, Soehadji dalam
Anggraini (2003) mengklasifikasikan usaha peternakan menjadi empat kelompok, yaitu: 1) peternakan sebagai usaha sambilan, yaitu petani mengusahakan komoditas pertanian terutama tanaman pangan, sedangkan ternak hanya sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga (subsisten) dengan tingkat pendapatan usaha dari peternakan lebih kecil dari 30%, 2) peternakan sebagai cabang usaha, yaitu peternak mengusahakan pertanian campuran dengan ternak dan tingkat pendapatan dari usaha ternak mencapai 30 sampai dengan 70%, 3) peternakan sebagai usaha pokok, yaitu peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dengan tingkat pendapatan berkisar antara 70 sampai dengan 100%, 4) peternakan sebagai industri dengan mengusahakan ternak secara khusus (specialized farming) dan tingkat pendapatan dari usaha peternakan mencapai 100 persen.
Usaha sapi potong rakyat sebagian besar merupakan usaha yang bersifat turun – temurun dengan pola pemeliharaan sesuai dengan kemampuan peternak, terutama dalam hal pemberian pakan. Pakan hijauan bervariasi jenis dan jumlahnya sedangkan pakan penguat diberikan dalam jumlah yang tidak menentu dan diberikan dalam jumlah banyak saat musim panen, sebaliknya sangat terbatas pada musim tanam (Aryogi et al. 2000).
(29)
12 Selain penurunan populasi, produktivitas yang rendah merupakan kendala peningkatan produksi daging terutama pada usaha sapi potong rakyat. Keterbatasan modal, kurang berwawasan agribisnis serta tatalaksana pemeliharaan yang masih tradisional merupakan penyebab rendahnya produktivitas (dengan tingkat pertumbuhan dibawah 0,5 kg/hari (Utomo et al. 1999).
Usaha peternakan komersial umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki modal besar serta menerapkan teknologi modern (Mubyarto dalam
Anggraini 2003). Usaha peternakan memerlukan modal yang besar, terutama untuk pengadaan pakan dan bibit. Biaya yang besar ini sulit dipenuhi oleh peternak pada umumnya yang memiliki keterbatasan modal (Hadi dan Ilham 2000).
Hasil penelitian Yusmichad Yusdja et al. (2004) menyebutkan bahwa pada dasarnya ada 6 bentuk struktur penguasaan dan pengusahaan ternak yang dapat dipahami yakni : 1) Kelompok peternakan rakyat wilayah tanaman pangan. Pemeliharaan ternak sapi bersifat tradisional dan pemilikan sapi erat kaitannya dengan usaha pertanian, 2) Kelompok peternakan rakyat yang tidak terkait dengan tanaman pangan. Pemeliharaan sapi bersifat tradisional dan pemilikan erat kaitannya dengan ketersediaan padang penggembalaan atau hijauan, 3) Kelompok peternakan rakyat dengan sistem bagi hasil. Pemeliharaan ternak mempunyai tujuan yang tergantung pada kesepakatan, 4) Kelompok usaha peternakan rakyat dan skala kecil. Pemeliharaan bersifat intensif, 5) Kelompok usaha peternakan skala menengah. Pemeliharaan sapi sangat intensif, penggunaan teknologi rendah. Kelompok ini terbagi dua : a) Kelompok usaha ternak sapi potong mandiri, b) Kelompok usaha ternak sapi potong bermitra, 6) Kelompok usaha peternakan swasta skala besar (feedlotters). Pemeliharaan sapi dilakukan intensif, menggunakan teknologi tinggi.
Untuk meningkatkan produktivitas dan mengembangkan usaha, para peternak bergabung membentuk kelompok yang biasa disebut kelompok tani ternak. Menurut surat keputusan Menteri Pertanian No. 93/KPTS/OT.210/2/97 kelompok tani adalah kumpulan petani- peternak yang tumbuh berdasarkan keakraban, keserasian, kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas usaha tani dan
(30)
13 kesejahteraannya. Keberadaan pengurus dan anggota yang saling berinteraksi akan mendorong terbentuknya suatu sistem yang dinamis. Melalui pertemuan anggota kelompok dapat diperoleh berbagai informasi yang mengarah pada usaha peningkatan atau pengembangan usahatani ternak sapi potong (Soeharsono 2003). Kemudian Yusuf (1989) menambahkan bahwa interaksi yang berkesinambungan di antara anggota kelompok akan membentuk pola interaksi, baik dalam bentuk peraturan, larangan atau kewajiban, sehingga anggota selanjutnya akan bertingkah laku dan bersikap sebagaimana pola yang sudah terbentuk.
Petani-peternak yang berkeinginan membentuk suatu kelompok atau himpunan biasanya mempunyai kesatuan kepentingan, terutama menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi serta kesadaran untuk saling tolong menolong sesama anggota. Dalam penjabaran motivasi sosial dan kasih sayang, butir-butir pernyataannya menyangkut harapan untuk memperoleh pembinaan lebih baik, mendapatkan banyak teman, meningkatkan kerukunan, melakukan kerja sama, serta kebutuhan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Lebih lanjut, motivasi fisiologis menyangkut harapan untuk meningkatkan kebersihan dan keindahan lingkungan rumah, mendapat lahan baru, mendapat sapi gaduhan dan pelayanan sarana produksi peternakan (Soekanto 1982).
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan - perubahan ( Cyrilla dan Ismail 1998 ). Berbagai kemudahan yang diperoleh bila dibentuk kelompok peternak, antara lain: 1) dapat dengan mudah membentuk koperasi untuk mendukung berbagai aktivitas kelompok, 2) informasi dapat menyebar secara merata ke setiap anggota kelompok, 3) Inovasi teknologi dapat dimanfaatkan oleh seluruh anggota, baik teknologi pembibitan, pakan, budidaya, pasca produksi dan sebagainya, 4) memudahkan dalam melakukan penyuluhan karena sudah terbentuk kelompok, 5) memudahkan dalam mengakses berbagai program pemerintah, 6) memudahkan dalam mengakses lembaga keuangan dalam rangka penguatan modal, 7) memudahkan dalam
(31)
14 pemeliharaan infrastruktrur atau sarana dan prasarana yang dibangun oleh kelompok.
Selanjutnya Torres (1977) dalam Tatok Mardikanto (1993) menambahkan beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani adalah : 1) semakin eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok 2) semakin terarahnya dan cepat peningkatan tentang jiwa kerja sama antar petani 3) semakin cepatnya proses perembesan (difusi) penerapan inovasi 4) semakin naiknya kemampuan rata-rata pengembalian hutang (pinjaman petani) 5) semakin meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan dengan masukan (input) maupun produk yang dihasilkan. Di lain pihak, Sajogyo (1978) memberikan tiga alasan utama dibentuknya kelompok tani yang mencakup : 1) untuk memanfaatkan secara lebih baik (optimal) semua sumber daya yang tersedia, 2) dikembangkan oleh pemerintah sebagai alat pembangunan dan 3) petani-peternak dapat memperoleh informasi terutama informasi teknologi.
Pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan, yang pertama, harus merupakan upaya yang terarah atau pemihakan. Kedua, harus langsung mengikutsertakan atau dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat yang miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Pendekatan kelompok adalah yang paling efektif, juga efisien bila dilihat dari penggunaan sumber daya (Kartasasmita 1996)
Budi Haryanto, et a.l (2002) mengatakan yang dimaksud dengan pendekatan kelembagaan disini adalah dimana kepemilikan lahan sawah dan ternak secara individu tetap ada, namun kegiatan individu peternak merupakan satu kesatuan dari kegiatan kelompok, seperti pengumpulan jerami, pengadaan sarana produksi dan lain sebagainya.
Penyuluhan peternakan merupakan pendidikan nonformal yang diharapkan bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengembangkan peternakan. Masyarakat harus dilibatkan sebagai subyek pembangunan, sehingga perlu menjalani proses pembelajaran untuk mengetahui adanya kesempatan memperbaiki kehidupan. Asngari (2001) menyebutkan penyuluhan sebagai upaya
(32)
15 memberdayakan sumber daya manusia, mendinamiskan diri sebagai aktor yang berupaya untuk lebih berdaya dan mampu berprestasi prima.
Pola komunikasi penyuluhan merupakan partisipasi dan tukar menukar pengetahuan serta pengalaman “petani sebagai partner,” sehingga teknologi mutakhir dan tradisi lokal bersinergi. Samsudin (1987) menyatakan bahwa salah satu tugas penyuluh pertanian adalah menumbuhkan perubahan pengetahuan, kecakapan, sikap, dan motivasi agar petani/peternak menjadi lebih terarah. Melalui kegiatan penyuluhan, pemberian bantuan berupa dana langsung untuk pembangunan fasilitas dan prasarana kelompok tani yang bersangkutan, bantuan kredit ternak dari dinas terkait diarahkan menuju bentuk yang semakin terikat oleh kepentingan dan tujuan bersama dalam meningkatkan produksi dan pendapatan dari usaha beternaknya. Bantuan dari dinas hanya diberikan kepada peternak yang sudah membentuk kelompok (Anonim 2007).
Agribisnis peternakan juga terkait beberapa lembaga, antara lain lembaga produsen, lembaga konsumen, lembaga profesi, lembaga pemerintahan dan lembaga ekonomi (Handayani dan Priyanti 1995). Lembaga - lembaga terkait akan berperan aktif dalam pembinaan, sehingga dapat mencapai satu sasaran yang sama yaitu sistem usaha agribisnis peternakan yang berkelanjutan, antara lain melalui pemanfaatan teknologi dan manajemen modern yang dilakukan dalam skala usaha yang lebih besar.
Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong
Usaha ternak sapi telah memberi kontribusi dalam peningkatan pendapatan keluarga peternak. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga peternak sapi tidak dapat dilepaskan dari cara mereka menjalankan dan mengelola usaha ternaknya yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan faktor ekonomi.
Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat ditingkatkkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana
(33)
16
produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang 1993).
Soeharjo dan Patong (1973) menyebutkan bahwa dalam analisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan yang akan datang dari kegiatan usaha. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha.
(34)
17 BAB III
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian berlangsung selama bulan Juni sampai dengan September Tahun 2012 mencakup kegiatan pra survei mendapatkan data awal daerah penelitian sebagai bahan penyusunan proposal, serta pengumpulan data, analisis data dan penulisan laporan hasil penelitian dalam bentuk tesis.
Lokasi penelitian dipilih berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011 – 2031. Kecamatan yang termasuk kawasan peternakan sapi dengan prioritas pengembangan di Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 8 (delapan) Kecamatan terdiri atas Kecamatan Perbaungan, Pantai Cermin, Tanjung Beringin, Pegajahan, Kotarih, Bintang Bayu, Sipispis dan Dolok Merawan.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan observasi ke lokasi penelitian dengan bantuan kuisioner, menggunakan data primer dan sekunder serta penilaian (skor) kondisi tubuh ternak sapi peternak. Persyaratan responden dalam penelitian ini adalah para Kelompok Peternak dan non Kelompok Peternak di Kecamatan yang termasuk dalam RTRW Kabupaten Serdang Bedagai 2011 – 2031. Metode penarikan responden yang digunakan adalah sebagai berikut : Tahap pertama pemilihan 3 (tiga) Kecamatan dari beberapa Kecamatan yang termasuk dalam RTRW Kabupaten Serdang Bedagai 2011 – 2031 dengan metode penarikan responden secara Proportional Stratified Random Sampling ( Soekartawi 1995), yaitu Kecamatan yang kepadatan ternak sapi potong nya tinggi yaitu Kecamatan Sipispis, kepadatan ternak sapi potong nya sedang yaitu Kecamatan Bintang Bayu dan kepadatan ternak sapi potong nya rendah yaitu Kecamatan Tanjung Beringin. Dimana penentuan kepadatan sapi yang tinggi, sedang dan rendah tersebut ditentukan dengan perbandingan jumlah sapi potong (ekor) dengan luas setiap Kecamatan (Km²) di Kabupaten Serdang
(35)
18 yang menyatakan : “Apabila subyeknya kurang dari 100, diambil semua sekaligus sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika jumlah subyek besar maka sampel diambil 10 – 15 persen atau 20 – 25 persen atau lebih”.
Jumlah ternak sapi potong, jumlah kelompok peternak, jumlah ternak sapi potong kelompok peternak, luas wilayah, kepadatan ternak pada setiap Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Jumlah ternak sapi potong, jumlah kelompok peternak, jumlah ternak sapi potong kelompok peternak, luas wilayah, kepadatan ternak pada setiap Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai.
No Kecamatan Jumlah Sapi Potong (ekor) ** Jumlah Kelompok Peternak *** Jumlah Ternak Sapi Potong milik Kelompok Peternak *** Luas (Km²) ** Kepadatan Ternak /Km²
1 Silinda 233 6 16 198,900 1,17
2 Tanjung Beringin*
318 4 149 182,291 1,74
3 Kotarih* 212 14 148 74,170 2,85
4 Tebing Syahbandar
1.548 18 538 237,417 6,52
5 Bandar Khalifah
1.548 3 430 120,297 12,86
6 Teluk Mengkudu
803 21 109 50,690 15,84
7 Sei Bamban 1.071 21 0 56,740 18,87
8 Bintang Bayu* 1.491 20 1009 72,260 20,63
9 Sei rampah 1.627 21 343 78,024 20,85
10 Serbajadi 1.680 16 786 80,296 20,92
11 Tebing Tinggi 3.048 41 1438 95,586 31,88
12 Dolok Merawan*
3.929 9 525 116,000 33,87
13 Pegajahan* 3.832 35 907 111,620 34,33
14 Perbaungan* 4.520 39 475 120,600 37,47
15 Pantai Cermin* 6.327 45 1601 145,259 43,55
16 Dolok Masihul 5.890 46 2399 93,120 63,25
17 Sipispis* 4.383 19 1922 66,950 65,46
Jumlah 42.460 378 12.795 1.900,22 22,34
Keterangan * : Kecamatan yang termasuk kawasan peternakan sapi dengan prioritas pengembangan di Kabupaten Serdang Bedagai ** : Sumber dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai (2011)
*** : Sumber dari Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Serdang Bedagai (2011)
(36)
19 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari monitoring responden melalui wawancara dan pengisian (kuisioner). Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Serdang Bedagai, serta beberapa literatur yang mendukung dan kompeten dalam penelitian ini.
Metode Analisis Data
Metode analisis data pada penelitian ini dilakukan dalam 4 (empat) tahap analisis yaitu :
1. Analisis deskriptif
Mengetahui faktor produksi/input (bibit, kandang, pakan, modal, tenaga kerja) kelompok peternak dan non kelompok peternak menggunakan analisis deskriptif.
2. Penilaian (Skor) Kondisi Tubuh Ternak Sapi
Mengetahui penampilan reproduksi ternak dilakukan penilaian (skor) kondisi tubuh ternak sapi kelompok peternak dan non kelompok peternak. Skor kondisi dimaksud untuk memberikan kriteria pada seekor ternak sapi yang dinilai secara kualitatif (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2010). Berikut adalah cara-cara penentuan skor kondisi tubuh seekor ternak sapi :
Skor 1 : Pada kondisi skor 1 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang ”Sangat Kurus” di mana tonjolan tulang belakang, tulang rusuk, tulang pinggul dan tulang pangkal ekor terlihat sangat jelas. Pada kondisi tubuh seperti ini, sapi betina dewasa mengalami gangguan reproduksi berat yang ditandai dengan berhentinya siklus birahi. Skor 2 : Pada kondisi skor 2 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang
”Kurus”, namun lebih baik dibandingkan dengan ternak pada kondisi skor 1 dimana tonjolan tulang di berbagai tempat mulai tidak terlihat namun garis tulang rusuk masih terlihat jelas dan
(37)
20 sudah mulai terlihat ada sedikit perlemakan pada pangkal tulang ekor dimana pangkal tulang ekor terlihat sedikit lebih bulat. Pada kondisi tubuh seperti ini, sapi betina dewasa masih mengalami gangguan reproduksi yang ditandai dengan siklus birahi yang tidak teratur dan cenderung kurang dari 21 hari dan lama birahi yang lebih pendek kurang dari 4 jam dan sering disebut dengan birahi tenang.
Skor 3 : Pada kondisi skor 3 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang ”Sedang atau Menengah”, dimana tonjolan tulang sudah tidak terlihat lagi dan kerangka tubuh, pertulangan dan perlemakan mulai terlihat seimbang namun masih terlihat jelas garis berbentuk segitiga antara tulang HIP dan rusuk bagian belakang dan tonjolan pangkal tulang ekor sudah membentuk kurva karena adanya penimbunan perlemakan pada pangkal tulang ekor. Pada kondisi tubuh seperti ini, aktivitas reproduksi sapi betina dewasa sudah kembali normal.
Skor 4 : Pada kondisi skor 4 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang ”Baik”, dimana kerangka tubuh dan tonjolan tulang sudah tidak terlihat dan perlemakan sudah lebih menonjol pada semua bagian tubuh. Garis tonjolan pangkal tulang ekor masih terlihat namun jika dilihat dari belakang. Bagian belakang tubuh sudah mulai berbentuk persegi panjang yang menunjukkan perlemakan pada bagian paha, pinggul dan paha bagian dalam. Pada kondisi tubuh seperti ini ternak akan dapat bertahan dan aktivitas reproduksi tidak terganggu selama musim kering atau musim kekurangan pakan. Skor 5 : Pada kondisi skor 5 ternak menunjukkan keragaan tubuh yang
”Gemuk”, dimana kerangka tubuh dan struktur pertulangan sudah tidak terlihat dan tidak teraba. Tulang pangkal ekor sudah tenggelam oleh perlemakan dan bentuk persegi panjang pada tubuh belakang sudah membentuk lengkungan pada bagian kedua ujungnya. Pada kondisi tubuh seperti ini ternak akan dapat berproduksi dan tidak terganggu oleh perubahan musim.
(38)
21 3. Analisis Pendapatan
Pendapatan kelompok peternak dan non kelompok peternak dihitung dengan dengan rumus :
Pd = TR – TC Dimana :
Pd adalah total pendapatan atau keuntungan yang diperoleh peternak sapi potong (rupiah/tahun)
TR adalah total penerimaan yang diperoleh peternak sapi potong (rupiah/tahun)
TC adalah biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong (rupiah/tahun) (Soekartawi 1995)
3.1. Revenue Cost Ratio (R/C)
Analisis R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost), menurut Rahim dan Hastuti (2007) yaitu :
R/C ratio = TR TC R/C ratio = Revenue cost ratio
TR = Total revenue (total pendapatan) TC = Total biaya produksi (cost) 4. Uji t
Untuk mengetahui perbedaan penilaian (skor) kondisi tubuh ternak sapi peternak dan pendapatan Kelompok Peternak dan non Kelompok Peternak diuji dengan uji t (uji beda rataan) menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) for windows release 16 (Stanislaus, 2009)
Jika t hitung < t tabel ( α = 0,05 ) maka HO diterima
Jika t hitung > t tabel ( α = 0,05 ) maka H
berarti tidak terdapat perbedaan penilaian (skor) kondisi tubuh ternak sapi peternak dan pendapatan antara kelompok peternak dengan non kelompok peternak
O ditolak berarti terdapat perbedaan penilaian (skor) kondisi tubuh ternak sapi peternak dan pendapatan antara kelompok peternak dengan non kelompok peternak
(39)
22 5. Tahapan Perencanaan Strategis
Proses penyusunan strategis dilakukan dengan melalui tiga tahapan analisis, yaitu tahap masukan, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Pada penyusunan strategis ini dilakukan pertemuan bersama dengan para pejabat dari Dinas Pertanian dan Peternakan, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Serdang Bedagai serta pihak yang terkait lainnya seperti ketua/pengurus kelompok peternak untuk menyusun faktor internal (kekuatan, kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) peternak sapi potong di Kabupaten Serdang Bedagai lalu selanjutnya digunakan untuk penyusunan matrik swot dan matrik grand strategi.
Untuk jelasnya, proses penyusunan perencanaan strategis dapat dilihat pada kerangka formulasi strategis seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 berikut ini :
1. TAHAP MASUKAN
Matriks Evaluasi Matriks Evaluasi Faktor Eksternal Faktor Internal ( EFAS ) ( IFAS )
2. TAHAP ANALISIS
Matrik Matrik
Swot Grand Strategi 3. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Gambar 1 Kerangka penyusunan formula strategis. 1. Tahap Masukan
Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal.
a. Matrik Faktor Strategi Eksternal
Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, perlu diketahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut adalah cara-cara penentuan EFAS (external factors analysis summary) :
Menentukan faktor – faktor yang menjadi peluang dan ancaman dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman).
Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).
(40)
23
Menghitung rating (dalam kolom 3 ) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (Outstanding). Sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang sangat besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating + 1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya.
Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4, hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan bersangkutan.
b. Matrik Faktor Strategi Internal.
Setelah faktor-faktor strategi internal suatu kelompok peternak di identifikasikan kemudian disusun tabel IFAS (Internal Factors Analysis Summary) untuk merumuskan faktor-faktor strategi internal tersebut dalam kerangka Strength and Weakness perusahaan, tahapannya adalah :
Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom 1.
Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting).
Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang termasuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik), sedangkan variabel negatif adalah kebaikannya.
Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4 hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,00 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
(41)
24
Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan.
2. Tahap Analisis a. Analisis SWOT
Analisis matrik SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistimatika untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Treathts) (Rangkuti 2008).
Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini.
Faktor Internal Faktor Eksternal
Strengths (S) (kekuatan)
Weakness (W) (kelemahan) Opportunility (O)
(Peluang)
Strategi (SO)
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Strategi (WO)
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang.
Treathts (T) (Ancaman)
Strategi (ST)
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman.
Strategi (WT)
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman. Gambar 2 Matrik SWOT.
Strategi SO
Strategi ini dilakukan dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Strategi ST
Strategi ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
(42)
25 Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada.
Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan ditujukan untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
b. Matrik Grand Strategi
Matrik Grand Strategi ini digunakan agar diperoleh koordinat posisi strategi yang akan digunakan. Koordinat ditentukan dari skor faktor strategi internal dan eksternal. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar 3 dibawah ini.
Peluang
2. Turnaround 1. Agresif
Kelemahan Kekuatan 3. Difensif 4. Diversifikasi
Ancaman Gambar 3 Penentuan Matrik Grand strategi. Keterangan :
Kuadran 1 : Strategi Agresif yaitu strategi memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang.
Kuadran 2 : Strategi Turnaround yaitu memamfaatan peluang dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
Kuadran 3 : Strategi Difensif yaitu strategi berusaha menghindari ancaman dan meminimalkan kelemahan.
Kuadran 4 : Strategi Diversifikasiyaitu strategi mengatasi ancaman dengan meraih peluang
(43)
26 3. Tahap Pengambilan Keputusan
Setelah tahapan-tahapan terdahulu dibuat dan dianalisis, maka tahap selanjutnya disusun daftar prioritas yang harus diimplementasikan. Pada tahap ini, mengkaji ulang dari empat strategi (SO, ST, WO, WT) yang telah dirumuskan dalam tahap analisis. Setelah itu diambil keputusan dalam menentukan strategi yang paling menguntungkan, efektif dan efesien bagi organisasi berdasarkan matriks SWOT dan Matrik Grand strategi dan pada akhirnya dapat disusun suatu rencana strategis yang akan dijadikan pegangan dalam melakukan kegiatan selanjutnya.
Beberapa defenisi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Peternak dalam penelitian ini adalah orang yang memelihara, mengembangbiakkan, membudidayakan sapi potong untuk mendapatkan mamfaat dan hasil dari kegiatan tersebut di Kecamatan Tanjung Beringin, Bintang Bayu dan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Kelompok Peternak adalah kumpulan peternak yang tumbuh berdasarkan keakraban, keserasian, kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas usaha tani/ternak dan kesejahteraannya.
3. Non Kelompok adalah peternak yang tidak ikut bergabung dalam kelompok peternak.
4. Penerimaan adalah hasil produk sapi potong yang dihasilkan oleh ternak sapi potong peternak yaitu penjualan sapi dan kotoran sapi.
5. Biaya produksi adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan selama masa produksi hingga menghasilkan produk
6. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya produksi
7. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu usaha/kegiatan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (oppurtunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
(44)
27 8. Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha
ternak sapi potong yang berasal dari luar, terdiri dari peluang dan ancaman 9. Faktor internal adalah faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha
ternak sapi potong yang berasal dari dalam, terdiri dari kekuatan dan kelemahan
10. Matrik grand strategi adalah matrik yang digunakan untuk memanfaatkan posisi yang kuat atau untuk mengatasi kendala yang ada.
11. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan yang berkaitan dengan tujuan jangka panjang, pendayagunaan dan lokasi sumberdaya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut.
12. Strategi pengembangan adalah rencana atau siasat pengembangan secara bertahap dan teratur dari kondisi riil saat ini menuju pada sasaran atau kondisi yang diinginkan.
(45)
28 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai
Kabupaten Serdang Bedagai secara geografis berada pada 3º 01’ 2,5” Lintang Utara - 3º 46’ 33” Lintang Utara dan 98º 44’ 22” Bujur Timur - 99º 19’ 01” Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah Utara, Kabupaten Simalungun di sebelah Selatan, Kabupaten Deli Serdang disebelah Barat, Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Simalungun di sebelah Timur.
Secara administratif, Sei Rampah adalah Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai. Jumlah Kelurahan/Desa, Ibukota Kecamatan, jarak Ibukota Kecamatan ke Sei Rampah, jumlah Penduduk per Kecamatan disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Jumlah Kelurahan/Desa, Ibukota Kecamatan, jarak Ibukota Kecamatan
ke Sei Rampah, jumlah Penduduk per Kecamatan No Kecamatan Jumlah
Kelurahan Ibukota Kecamatan Jarak Ibukota Kecamatan ke Sei Rampah Jumlah Penduduk PerKecamatan
1 Silinda 9 Silinda 68 8332
2 Tanjung Beringin 8 Tanjung Beringin
7 36.864
3 Kotarih 11 Kotarih 62 7.975
4 Tebing Syahbandar 10 Paya Pasir 19 32.191 5 Bandar Khalifah 5 Bandar
Khalifah
25 24.774
6 Teluk Mengkudu 12 Sialang Buah 9 41.118
7 Sei Bamban 10 Sei Bamban 6 42.791
8 Bintang Bayu 19 Bintang Bayu 35 10.581
9 Sei rampah 17 Sei Rampah 0 63.379
10 Serbajadi 10 Serbajadi 40 19.56
11 Tebing Tinggi 14 Tebing Tinggi 15 40.253 12 Dolok Merawan 17 Dolok
Merawan
22 17.029
13 Pegajahan 13 Pegajahan 33 26.859
14 Perbaungan 28 Perbaungan 19 99.936
15 Pantai Cermin 12 Pantai Cemin 29 42.883 16 Dolok Masihul 27 Dolok Masihul 28 48.241
17 Sipispis 20 Sipispis 51 31.617
Jumlah 243 594.383
(46)
29 Jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2010 berjumlah 594.383 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 298.614 jiwa dan perempuan 295.769 jiwa. Kepadatan penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2010 adalah sebesar 313 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terbesar adalah di Kecamatan Perbaungan yaitu sebesar 895 jiwa/km2, disusul Kecamatan Teluk Mengkudu 614 jiwa/km2, Sei Bamban 592 jiwa/km2. Sedangkan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Kotarih 102 jiwa/km2, dan Kecamatan Bintang Bayu 111 jiwa/Km2
Jumlah Kelurahan/Desa terbanyak pada Kabupaten Serdang Bedagai pada Kecamatan Perbaungan sebanyak 28 Kelurahan/Desa, sedangkan jumlah Kelurahan/Desa paling sedikit terdapat pada Kecamatan Bandar Khalifah dengan 5 Kelurahan/Desa. Ditinjau dari segi persebaran penduduk, jumlah penduduk terbesar adalah di kecamatan Perbaungan yaitu sebesar 99.936 jiwa atau sebesar 16,81 persen dari seluruh penduduk Kabupaten Serdang Bedagai. Jumlah penduduk terendah ada di Kecamatan Kotarih yaitu sebesar 7.975 jiwa atau 1,34 persen.
.
Berdasarkan kelompok umur, persentase penduduk Kabupaten Serdang Bedagai usia 0 – 14 tahun sebesar 192.042 jiwa atau sebesar 32,31 persen, usia 15 – 59 tahun sebesar 362.728 jiwa atau 61,03 persen dan usia 60 tahun keatas sebesar 39.613 jiwa atau 6,66 persen yang berarti jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan usia non produktif dengan rasio beban ketergantungan sebesar 63,86 artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung 64 orang penduduk usia non produktif.
Jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai yang merupakan angkatan kerja sebanyak 302.400 orang, terdiri dari 283.291 orang berstatus bekerja dan 19.109 orang yang menganggur. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 68,64 persen dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 6,32 persen. Banyaknya pencari kerja yang terdaftar tahun 2010 sebanyak 1.092 orang dan 428 orang diantaranya sudah ditempatkan.
Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai sebagaian besar bekerja pada sektor petanian yaitu 155.368 jiwa atau sebesar 54,85 persen, sektor industri sebesar 34.487 jiwa atau 12,17 persen dan di sektor jasa sebesar 93.438 jiwa atau
(47)
30 32,98 persen. Sementara penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah sebesar 123.669 jiwa atau sebesar 43,65 persen, tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 72.390 atau 25,55 persen dan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 87.232 atau 30,80 persen.
B. Gambaran Umum Responden
Penelitian ini berlangsung di 3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Sipispis, Kecamatan Bintang Bayu dan Kecamatan Tanjung Beringin dengan jumlah responden sebanyak 120 responden yaitu sebanyak 20 responden kelompok peternak dan 20 responden non kelompok peternak pada setiap Kecamatan penelitian.
1) Usia Peternak
Data karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan usia disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3 Karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan usia No Usia
Responden (Tahun)
Kelompok Peternak Non Kelompok Peternak Jumlah
(Orang)
Persentase (%)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 30 – 40 24 40,00 17 28,33
2 41 – 50 20 33,33 30 50,00
3 51 – 60 15 25,00 9 15,00
4 > 60 1 1,67 4 6,67
Total 60 100 60 100
Berdasarkan Tabel 3 tersebut diatas diperoleh usia responden kelompok peternak antara 30 – 40 tahun berjumlah 24 orang atau sebesar 40 persen, berusia 41 – 50 tahun berjumlah 20 orang atau sebesar 33,33 persen, berusia 51 – 60 tahun berjumlah 15 orang atau sebesar 25 persen, berusia diatas 60 tahun berjumlah 1 orang atau sebesar 1,67 persen. Usia responden non kelompok peternak antara 30 – 40 tahun berjumlah 17 orang atau sebesar 28,33 persen, berusia 41 – 50 tahun berjumlah 30 orang atau sebesar 50 persen, berusia 51 – 60 tahun berjumlah 9 orang atau sebesar 15 persen, berusia diatas 60 tahun berjumlah
(48)
31 4 orang atau sebesar 6,67 persen. Hal ini berarti usia peternak pada penelitian ini pada umumnya masih tergolong pada usia relatif muda yaitu antara 30 – 50 tahun sebanyak 91 orang. Pada usia ini umumnya peternak masih memiliki kemampuan fisik dan berpikir yang lebih baik dibandingkan usia yang lebih tua dalam hal menghadapi tantangan dan inovasi baru dalam mengelola usaha peternakannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Adiwilaga (1973) menyatakan bahwa peternak yang berada pada usia produktif akan lebih efektif dalam mengelola usahanya bila dibandingkan dengan peternak yang lebih tua. Soekartiwi (2002) menyatakan bahwa petani yang berusia lanjut biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian – pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya. Chamdi (2003) menambahkan semakin muda usia peternak umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi.
2) Tingkat Pendidikan
Data karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4 Karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan tingkat pendidikan
No Pendidikan Terakhir
Kelompok Peternak Non Kelompok Peternak Jumlah
(Orang)
Persentase (%)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 Tidak tamat SD 1 1,67 4 6,66
2 SD 25 41,67 35 58,33
3 SMP 18 30,00 10 16,67
4 SMA 12 20,00 10 16,67
5 Perguruan Tinggi 4 6,66 1 1,67
Total 60 100 60 100
Berdasarkan Tabel 4 tersebut diatas dapat dilihat jumlah responden kelompok peternak yang tidak tamat SD sebanyak 1 orang atau sebesar 6,67 persen, tamat SD sebanyak 25 orang atau sebesar 41,67 persen, tamat SMP sebanyak 18 orang atau sebesar 30 persen, tamat SMA sebanyak 12 orang atau sebesar 20 persen, dan tamat dari Perguruan Tinggi sebanyak 4 orang atau
(49)
32 sebesar 6,66 persen. Responden non kelompok peternak yang tidak tamat SD sebanyak 4 orang atau sebesar 6,66 persen, tamat SD sebanyak 35 orang atau sebesar 58,33 persen, tamat SMP sebanyak 10 orang atau sebesar 16,17 persen, tamat SMA sebanyak 10 orang atau sebesar 16,17 persen, dan tamat dari Perguruan Tinggi sebanyak 1 orang atau sebesar 1,67 persen. Jumlah responden dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD sampai dengan SMP berjumlah 93 orang, sedangkan yang berpendidikan tamat SMA dan Perguruan Tinggi hanya 27 orang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden masih rendah. Kondisi ini berpengaruh terhadap kemampuan peternak dalam mengelola sapi potong terutama terhadap laju penyerapan inovasi, perubahan pola pikir dan kepekaan terhadap perubahan sosial lainnya di masa yang akan datang. Menurut Soekartiwi (1986) bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru.
3) Status Pekerjaan
Data karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Karakteristik responden di lokasi penelitian berdasarkan status pekerjaan
No Status Pekerjaan Kelompok Peternak Non Kelompok Peternak Jumlah
(Orang)
Persentase (%)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 Petani 34 56,67 31 51,67
2 Karyawan 7 11,67 7 11,67
3 Pedagang 4 6,66 5 8,33
4 PNS 8 13,33 2 3,33
5 Wiraswasta 7 11,67 15 25,00
Total 60 100 60 100
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya responden kelompok peternak sebagian besar bekerja sebagai petani sebanyak 34 orang atau sebesar 56,67 persen, bekerja sebagai karyawan sebanyak 7 orang atau sebesar 11,67 persen, bekerja sebagai pedagang sebanyak 4 orang atau sebesar 6,66 persen, bekerja sebagai PNS sebanyak 8 orang atau sebesar 13,33 persen dan wiraswasta
(50)
33 sebanyak 7 orang atau sebesar 11,67 persen. Responden non kelompok peternak sebagian besar bekerja sebagai petani sebanyak 31 orang atau sebesar 51,67 persen, bekerja sebagai karyawan sebanyak 7 orang atau sebesar 11,67 persen, bekerja sebagai pedagang sebanyak 5 orang atau sebesar 8,33 persen, bekerja sebagai PNS sebanyak 2 orang atau sebesar 3,33 persen dan wiraswasta sebanyak 15 orang atau sebesar 25 persen. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat umumnya responden mempunyai pekerjaan utama sebagai petani yaitu sebanyak 65 orang. Hal ini menunjukkan beternak hanya sebagai pekerjaan sambilan sehingga peternak tidak dapat fokus mengelola usaha peternakannya.
4) Pengalaman Beternak
Pengalaman peternak dalam memelihara sapi potong merupakan pedoman yang sangat berharga untuk mengembangkan usaha peternakannya yang akan mempermudah dalam mengatasi berbagai permasalahan yang akan dihadapi dalam pemeliharaan ternak sapi. Pengalaman responden beternak sapi potong dapat disajikan dalam Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6 Pengalaman responden beternak sapi potong di lokasi penelitian No Pengalaman
Beternak (Tahun)
Kelompok Peternak Non Kelompok Peternak Jumlah
(Orang)
Persentase (%)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 2 – 5 8 13,33 12 20,00
2 6 – 10 30 50,00 29 48,34
3 11 – 15 15 25,00 14 23,33
4 16 – 20 4 6,67 3 5,00
5 > 20 3 5,00 2 3,33
Total 60 100 60 100
Hasil penelitian diperoleh pengalaman responden kelompok peternak 2 – 5 tahun sebanyak 8 orang atau sebesar 13,33 persen, 6 – 10 tahun sebanyak 30 orang atau sebesar 50 persen, 11 – 15 tahun sebanyak 15 orang atau sebesar 25 persen, 16 – 20 tahun sebanyak 4 orang atau sebesar 6,67 persen dan lebih dari 20 tahun sebanyak 3 orang atau sebesar 5 persen. Pengalaman responden non kelompok peternak 2 – 5 tahun sebanyak 12 orang atau sebesar 20 persen, 6 – 10 tahun sebanyak 29 orang atau sebesar 48,34 persen, 11 – 15 tahun sebanyak 14
(51)
34 orang atau sebesar 23,33 persen, 16 – 20 tahun sebanyak 3 orang atau sebesar 5 persen dan lebih dari 20 tahun sebanyak 2 orang atau sebesar 3,33 persen. Sebagian besar peternak sudah cukup memiliki pengalaman beternak sapi potong yaitu antara 6 – 20 tahun keatas sebanyak 100 orang. Soeharjo dan Patong (1982) menyatakan bahwa umur dan pengalaman beternak akan mempengaruhi kemampuan peternak dalam menjalankan usaha, peternak yang mempunyai pengalaman lebih banyak akan selalu hati-hati dalam bertindak dengan adanya pengalaman buruk dimasa lalu.
5) Lahan Pengembalaan
Ketersediaan lahan penggembalaan ternak sapi yang dimiliki oleh peternak disajikan pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7 Ketersediaan lahan penggembalaan ternak sapi di lokasi penelitian No Ketersediaan
Lahan Penggembalaan
Kelompok Peternak Non Kelompok Peternak Jumlah
(Orang)
Persentase (%)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 Tidak Tersedia 5 8,33 8 13,33
2 Tersedia 55 91,67 52 86,67
Total 60 100 60 100
Ketersediaan lahan penggembalaan ternak sapi yang dimiliki responden kelompok peternak sebanyak 55 orang atau sebesar 91,67 persen sedangkan peternak yang tidak memiliki lahan penggembalaan sebanyak 5 orang atau sebesar 8,33 persen. Ketersediaan lahan penggembalaan ternak sapi yang dimiliki responden non kelompok peternak sebanyak 52 orang atau sebesar 86,67 persen sedangkan peternak yang tidak memiliki lahan penggembalaan sebanyak 8 orang atau sebesar 13,33 persen. Responden yang memiliki ketersediaan lahan penggembalaan ternak sapi sebanyak 107 orang. Mayoritas responden yang memiliki lahan penggembalahan adalah lahan perkebunan kelapa sawit dan karet (yang sudah tidak berproduksi lagi) milik PTPN. Hal ini menunjukkan peternak dalam memenuhi kebutuhan pakan ternaknya mengandalkan rumput yang tumbuh disekitar perkebunan kelapa sawit dan karet milik PTPN. Peternak menggembalakan ternak di lahan perkebunan milik PTPN pada pagi hingga sore
(52)
35 hari dan pada malam hari ternak dikandangkan di kandang peternak masing-masing.
6) Keikutsertaan dalam Pelatihan
Keikutsertaan dalam pelatihan tentang peternakan yang diperoleh peternak disajikan pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8 Keikutsertaan dalam pelatihan yang diperoleh peternak di lokasi penelitian
No Keikutsertaan dalam Pelatihan
Kelompok Peternak Non Kelompok Peternak Jumlah
(Orang)
Persentase (%)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 Pernah 26 43,33 - -
2 Belum 34 56,67 60 100
Total 60 100 60 100
Responden kelompok peternak sebanyak 26 orang atau 43,33 persen pernah mengikuti pelatihan tentang peternakan sedangkan 34 orang atau 56,67 persen belum pernah mengikuti pelatihan. Responden non kelompok peternak sebanyak 60 orang atau 100 persen belum pernah mengikuti pelatihan tentang peternakan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan dana dan program pemerintah yang belum menyentuh pada aspek pelatihan dan pengembangan teknologi. Peternak yang belum bergabung dalam kelompok peternak sulit untuk mengakses berbagai program pemerintah untuk pelatihan tentang peternakan karena petugas penyuluh memberikan informasi kepada ketua atau pengurus kelompok peternak untuk disampaikan pada setiap anggota kelompok dan sulit untuk melakukan penyuluhan dan pelatihan bagi peternak yang belum tergabung dalam satu kelompok peternak.
7) Pelaksanaan Pencatatan (Recording)
Pencatatan (recording) sangat membantu peternak dalam pengelolaan usaha ternak sapi, karena dengan adanya pencatatan maka peternak dapat mengetahui kapan ternaknya dikawinkan (inseminasi buatan), kebuntingan, kelahiran dan penyapihan anak, status penyakit yang pernah diderita, pencegahan dan pengobatan penyakit dan catatan lainnya yang berhubungan dengan
(1)
103 Tabel 41 Responden kelompok peternak berdasarkan penerimaan, biaya produksi
dan pendapatan
No Penerimaan Biaya Produksi Pendapatan
Penjualan Sapi (Rp)/Thn Penjualan Kompos (Rp)/Thn Biaya Tetap (Rp)/Thn Biaya Variabel (Rp)/Thn
1 7.000.000 500.000 4.500.000 700.000 2.300.000
2 7.500.000 400.000 4.500.000 700.000 2.700.000 3 7.000.000 600.000 4.400.000 650.000 2.550.000 4 8.500.000 600.000 4.500.000 800.000 3.800.000 5 6.500.000 400.000 4.300.000 500.000 2.100.000
6 8.500.000 600.000 4.300.000 800.000 4.000.000
7 7.500.000 300.000 4.400.000 600.000 2.800.000
8 7.000.000 400.000 4.300.000 500.000 2.600.000 9 8.000.000 500.000 4.500.000 600.000 3.400.000 10 8.500.000 500.000 500.000 700.000 7.800.000 11 8.000.000 600.000 4.400.000 800.000 3.400.000 12 18.000.000 800.000 9.000.000 1.800.000 8.000.000 13 7.500.000 500.000 4.500.000 700.000 2.800.000 14 8.500.000 600.000 4.600.000 800.000 3.700.000 15 7.000.000 300.000 4.400.000 600.000 2.300.000 16 7.000.000 600.000 4.600.000 800.000 2.200.000 17 8.500.000 600.000 4.500.000 700.000 3.900.000 18 7.000.000 500.000 4.400.000 800.000 2.300.000 19 19.500.000 800.000 1.000.000 2.000.000 17.300.000 20 9.000.000 600.000 4.600.000 800.000 4.200.000 21 8.000.000 500.000 4.300.000 850.000 3.350.000 22 7.500.000 200.000 4.200.000 600.000 2.900.000 23 9.000.000 600.000 4.600.000 800.000 4.200.000 24 16.000.000 1.000.000 4.800.000 2.500.000 9.700.000 25 9.000.000 550.000 4.700.000 750.000 4.100.000 26 6.500.000 200.000 4.300.000 500.000 1.900.000
(2)
104 28 14.000.000 500.000 8.700.000 1.100.000 4.700.000 29 17.000.000 1.000.000 1.000.000 2.500.000 14.500.000 30 9.500.000 600.000 4.700.000 800.000 4.600.000 31 7.000.000 300.000 4.400.000 500.000 2.400.000 32 8.800.000 600.000 4.600.000 800.000 4.000.000
33 8.500.000 600.000 800.000 800.000 7.500.000
34 8.500.000 300.000 4.200.000 600.000 4.000.000 35 16.000.000 800.000 8.600.000 2.000.000 6.200.000 36 9.000.000 350.000 4.500.000 700.000 4.150.000 37 15.000.000 500.000 8.500.000 1.000.000 6.000.000 38 16.000.000 1.200.000 9.500.000 2.500.000 5.200.000 39 7.000.000 200.000 4.200.000 500.000 2.500.000 40 8.500.000 400.000 4.500.000 800.000 3.600.000 41 9.000.000 650.000 800.000 1.000.000 7.850.000 42 18.000.000 1.000.000 8.700.000 2.000.000 8.300.000 43 7.500.000 500.000 4.350.000 600.000 3.050.000 44 6.000.000 500.000 4.400.000 600.000 1.500.000 45 8.500.000 300.000 4.300.000 800.000 3.600.000 46 9.000.000 700.000 4.700.000 900.000 4.100.000 47 19.500.000 1.500.000 9.400.000 2.500.000 9.100.000 48 8.500.000 500.000 4.800.000 700.000 3.500.000 49 6.500.000 300.000 4.300.000 400.000 2.100.000 50 18.000.000 800.000 900.000 2.000.000 15.900.000 51 6.500.000 400.000 4.400.000 600.000 1.900.000 52 8.500.000 350.000 4.500.000 800.000 3.550.000 53 10.000.000 300.000 4.600.000 800.000 4.900.000 54 8.500.000 350.000 4.400.000 700.000 3.750.000 55 16.000.000 950.000 8.800.000 1.500.000 6.650.000 56 7.000.000 300.000 4.350.000 500.000 2.450.000 57 9.500.000 400.000 400.000 900.000 8.600.000 58 16.500.000 600.000 8.800.000 1.500.000 6.800.000
(3)
105 59 20.000.000 900.000 9.700.000 1.500.000 9.700.000 60 8.000.000 400.000 4.400.000 600.000 3.400.000 Jumlah 606.300.000 33.400.000 282.900.000 58.550.000 387.700.000
Total 639.700.000 341.450.000 387.700.000
Rata-rata Penerimaan = Rp 10.661.666,7 Rata-rata Biaya Produksi = Rp 5.690.833,3 Rata-rata Pendapatan = Rp 4.970.833,4
(4)
106 Tabel 42 Responden non kelompok peternak berdasarkan penerimaan, biaya
produksi dan pendapatan
No Penerimaan Biaya Produksi Pendapatan
Penjualan Sapi (Rp)/Thn Penjualan Kompos (Rp)/Thn Biaya Tetap (Rp)/Thn Biaya Variabel (Rp)/Thn
1 8.000.000 350.000 4.300.000 600.000 3.450.000 2 6.000.000 350.000 4.300.000 400.000 1.650.000 3 6.000.000 250.000 4.300.000 400.000 1.550.000 4 17.000.000 700.000 8.800.000 1.800.000 7.100.000 5 7.500.000 300.000 4.300.000 400.000 3.100.000 6 7.000.000 600.000 4.350.000 500.000 2.750.000 7 7.500.000 400.000 4.400.000 600.000 2.900.000 8 6.000.000 300.000 4.300.000 400.000 1.600.000 9 7.500.000 400.000 4.400.000 600.000 2.900.000 10 9.000.000 600.000 4.300.000 600.000 4.700.000 11 6.500.000 300.000 4.400.000 600.000 1.800.000 12 7.000.000 400.000 4.300.000 400.000 2.700.000 13 7.500.000 400.000 4.400.000 500.000 3.000.000 14 16.000.000 700.000 8.800.000 2.000.000 5.900.000 15 8.000.000 500.000 4.400.000 600.000 3.500.000 16 9.000.000 300.000 4.300.000 400.000 4.600.000 17 7.000.000 300.000 4.300.000 400.000 2.600.000 18 7.000.000 250.000 4.400.000 600.000 2.250.000 19 9.000.000 600.000 4.400.000 600.000 4.600.000 20 7.500.000 300.000 4.300.000 500.000 3.000.000 21 7.000.000 500.000 4.400.000 500.000 2.600.000 22 6.500.000 400.000 4.300.000 500.000 2.100.000 23 6.500.000 400.000 4.400.000 500.000 2.000.000 24 7.500.000 600.000 4.400.000 600.000 3.100.000 25 9.000.000 600.000 4.500.000 700.000 4.400.000 26 9.500.000 600.000 4.500.000 750.000 4.850.000 27 6.000.000 300.000 4.400.000 500.000 1.400.000
(5)
107 28 7.000.000 500.000 4.400.000 600.000 2.500.000 29 17.000.000 800.000 8.800.000 1.500.000 7.500.000 30 8.000.000 500.000 4.400.000 600.000 3.500.000 31 8.000.000 600.000 4.500.000 650.000 3.450.000 32 7.500.000 300.000 4.300.000 400.000 3.100.000 33 8.000.000 400.000 4.500.000 600.000 3.300.000 34 7.500.000 500.000 4.400.000 600.000 3.000.000 35 7.000.000 300.000 4.300.000 400.000 2.600.000 36 20.000.000 1.000.000 9.000.000 2.500.000 9.500.000 37 7.000.000 300.000 4.400.000 500.000 2.400.000 38 17.000.000 800.000 8.700.000 1.000.000 8.100.000 39 7.000.000 300.000 4.300.000 400.000 2.600.000 40 16.000.000 600.000 4.600.000 1.000.000 11.000.000 41 6.000.000 300.000 4.300.000 500.000 1.500.000 42 7.000.000 400.000 4.400.000 600.000 2.400.000 43 9.000.000 350.000 4.300.000 500.000 4.550.000 44 16.000.000 1.000.000 9.200.000 1.900.000 5.900.000 45 17.000.000 600.000 9.600.000 1.500.000 6.500.000 46 8.000.000 400.000 4.300.000 400.000 3.700.000 47 15.000.000 500.000 4.700.000 1.000.000 9.800.000 48 6.500.000 300.000 4.250.000 400.000 2.150.000 49 12.000.000 400.000 8.700.000 900.000 2.800.000 50 7.500.000 400.000 4.400.000 700.000 2.800.000 51 16.000.000 800.000 9.000.000 1.850.000 5.950.000 52 7.000.000 300.000 4.300.000 350.000 2.650.000 53 18.000.000 500.000 6.800.000 1.000.000 10.700.000 54 6.500.000 300.000 4.300.000 500.000 2.000.000 55 6.000.000 300.000 4.300.000 400.000 1.600.000 56 15.000.000 700.000 4.800.000 1.200.000 9.700.000 57 8.000.000 300.000 4.300.000 300.000 3.700.000 58 7.000.000 400.000 4.400.000 600.000 2.400.000
(6)
108 59 15.500.000 600.000 5.400.000 1.000.000 9.700.000 60 15.000.000 500.000 5.200.000 1.300.000 9.000.000 Jumlah 573.000.000 27.950.000 308.200.000 44.600.000 248.150.000
Total 600.950.000 352.800.000 248.150.000
Rata-rata Penerimaan = Rp 10.015.833,3 Rata-rata Biaya Produksi = Rp 5.880.000 Rata-rata Pendapatan = Rp 4.135.833,3