BAB 2 KORONA PADA SALURAN TRANSMISI - Pengaruh Variasi Konduktor Berkas Terhadap Rugi-Rugi Daya Akibat Korona Pada Tegangan Ekstra Tinggi 275 Kv

BAB 2 KORONA PADA SALURAN TRANSMISI

  2. 1 Medan Listrik Di Sekitar Konduktor Silinder

  Charles Augustin Coulomb (1736-1806), adalah orang yang pertama kali yang melakukan percobaan tentang muatan listrik statis. Dari hasil percobaannya, Coulomb menyatakan bahwa gaya F antara dua muatan Q dan Q , berbanding lurus dengan besar muatan, dan berbanding 1 2 terbalik dengan kuadrat jarak R antara dua muatan tersebut. persamaan-nya dapat ditulis :

  Q Q

  1

  

2

F k Coulomb (2.1)

  2 R

  Dimana k adalah suatu nilai konstanta. Dalam Sistem Internasional (SI), nilai konstanta k diberikan oleh:

  1

  k (2.2)

  4 dimana ε merupakan permitivitas medium di sekitar muatan. Satuan SI untuk permitivitas adalah

  • 1

  Farad per meter (Fm ). Permitivitas ruang hampa adalah: 12 1 1 8 .

  85

  10 Fm 8 . 85 pFm

  1

  1

  9

  1

  1

  10 Fm nFm

  36

  36 Permitivitas udara nilainya mendekati permitivitas ruang hampa.

  Gaya merupakan besaran vektor, oleh sebab itu, gaya memiliki besar dan arah. Jika Persamaan (2.1) ditulis sebagai persamaan vektor dengan mensubstitusikan nilai k, maka diperoleh:

  Q Q

  1

2 F . (2.3)

  2

  4

  r

  Dimana : = gaya (N)

  F

  = vektor satuan yang searah dengan garis yang menghubungkan kedua muatan = muatan 1 (C)

  Q 1 Q 2 = muatan 2 (C)

  • 1

  )

  ε = permitivitas medium di sekitar muatan (Fm

  = jarak di antara kedua muatan (m)

  r Rumus di atas merupakan rumus vektoris Hukum Coulomb secara lengkap dalam satuan SI. Arah gaya yang timbul pada muatan listrik mengikuti arah garis yang menghubungkan kedua muatan tersebut dan juga di tentukan oleh kedua jenis muatan tersebut, seperti yang tergambar pada gambar 2.1. Pada gambar 2.1(a), gaya mengarah ke luar (gaya tolak) jika kedua muatan sejenis, gambar 2.1(b), gaya mengarah ke dalam (gaya tarik) jika kedua muatan berbeda jenis.

  R F + + F

  12

  21

  (a)

  Q Q

  1

  2 F F

  12

  21 _

  • Q R Q

  2

  1

  (b)

  Gambar 2. 1 Arah gaya pada muatan listrik yang saling berdekatan

2.2 Masalah Penerapan Tegangan Tinggi pada Transmisi

  Meskipun peninggian tegangan transmisi akan mengurangi rugi-rugi daya, peninggian tegangan itu tetap ada batasnya karena tegangan tinggi menimbulkan beberapa masalah, antara lain: 1.

  Tegangan tinggi dapat menimbulkan korona pada kawat transmisi. Korona ini menimbulkan rugi-rugi daya dan dapat menimbulkan gangguan terhadap komunikasi radio.

  2. Jika tegangan transmisi semakin tinggi, maka peralatan transmisi dan gardu induk membutuhkan isolasi yang volumenya semakin banyak agar peralatan mampu memikul tegangan tinggi tersebut. Hal ini mengakibatkan kenaikan biaya investasi.

  3. Saat terjadi pemutusan dan penutupan rangkaian transmisi ( switching operation ), timbul tegangan lebih surja hubung sehingga peralatan sistem tenaga listrik harus dirancang mampu memikul tegangan lebih tersebut. Hal ini juga mengakibatkan kenaikan biaya investasi.

  4. Jika tegangan transmisi ditinggikan, menara transmisi harus semakin tinggi untuk menjamin keselamatan makhluk hidup di sekitar transmisi. Peninggian menara transmisi mengakibatkan transmisi mudah disambar petir. Sambaran petir pada transmisi akan menimbulkan tegangan lebih surja petir pada sistem tenaga listrik, sehingga peralatan sistem tenaga listrik harus dirancang mampu memikul tegangan lebih tersebut.

  5. Peralatan sistem perlu dilengkapi dengan peralatan proteksi untuk menghindarkan kerusakan akibat adanya tegangan lebih surja hubung dan surja petir. Penambahan peralatan proteksi ini menambah biaya investasi dan perawatan. Kelima hal di atas memberikan kesimpulan, bahwa peninggian tegangan transmisi akan menambah biaya investasi dan perawatan. Sehingga perlu dipikirkan cara mengamankan dan mendayagunakan sistem. Kontinuitas penyaluran energi tergantung pada keandalan sistem, sedangkan keandalan sistem tergantung pada komponen-komponennya. Sehingga, komponen- komponen sistem tenaga listrik harus memiliki keandalan yang tinggi. Satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui keandalan komponen tersebut dengan cara melakukan pengujian terhadap komponen-komponen sistem baik sebelum ataupun sesudah terpasang. Berbagai macam pengujian yang dilakukan untuk mendapatkan karakteristik-karakteristik terhadap komponen tersebut.

  Pada Gambar 3.8 ditunjukkan kurva yang menyatakan biaya total sebagai fungsi tegangan transmisi. Terlihat bahwa ada suatu harga tegangan transmisi yang memberi biaya total minimum.Tegangan ini disebut tegangan optimum.

Gambar 3.8 Kurva hubungan biaya dan tegangan transmisi

  2.3 Peristiwa Korona

  Peristiwa korona berdasarkan ANSI adalah peluahan sebagian (partial discharge) ditandai dengan timbulnya cahaya violet karena terjadi ionisasi udara di sekitar permukaan konduktor ketika gradien tegangan permukaan konduktor melebihi nilai kuat medan listrik disruptifnya. Terjadinya korona juga ditandai dengan suara mendesis (hissing) dan bau ozone ( ). Korona makin nyata kelihatan pada bagian yang kasar,runcing dan kotor.Peristiwa korona semakin sering terjadi jika pada saluran transmisi diterapkan tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan kritis dan ketika udara yang lembab serta cuaca buruk. Peristiwa korona menimbulkan rugi-rugi penyaluran, merusak bahan isolasi serta gejala tegangan tinggi berupa gangguan berisik dan interferensi radio.Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya korona adalah 1.

  Kondisi Atmosfer 2. Diameter Konduktor 3. Kondisi Permukaan Konduktor 4. Jarak Konduktor antar fasa 5. Tegangan

  Lima faktor diatas menjadi penentu perhitungan terhadap gradien tegangan permukaan konduktor. Gradien tegangan permukaan konduktor merupakan faktor yang mempengaruhi besar nilai rugi korona

  2.4 Mekanisme Terjadinya Korona

  Bila dua kawat sejajar yang penampangnya kecil dibandingkan dengan jarak antar kawat tersebut diberi tegangan, maka akan terjadi korona. Pada tegangan yang cukup rendah tidak terlihat apa-apa, bila tegangan dinaikkan maka akan terjadi korona secara bertahap. Pertama kali, kawat kelihatan bercahaya yang berwarna ungu muda, mengeluarkan suara berdesis ( hissing ) dan berbau ozon. Jika tegangan dinaikkan terus, maka karakteristik diatas akan terlihat semakin jelas, terutama pada bagian yang kasar, runcing atau kotor serta cahaya bertambah besar dan terang. Bila tegangan masih terus dinaikkan akan terjadi busur api. Dalam keadaan udara lembab, korona menghasilkan asam nitrogen yang menyebabkan kawat menjadi berkarat bila kehilangan daya yang cukup besar. Apabila tegangan searah yang diberikan, maka pada kawat positif korona menampakkan diri dalam bentuk cahaya yang seragam pada permukaan kawat, sedangkan pada kawat negatifnya hanya pada tempat-tempat tertentu saja.

  Korona terjadi karena adanya ionisasi dalam udara, yaitu adanya kehilangan elektron dari molekul udara. Oleh karena lepasnya elektron dan ion, maka jika disekitarnya terdapat medan listrik, maka elektron-elektron bebas ini mengalami gaya yang mempercepat geraknya, sehingga terjadilah tabrakan dengan molekul lainnya. Akibatnya timbul elektron dan ion yang baru. Proses ini berjalan terus-menerus bila gradien tegangan cukup besar, peristiwa ini dinamakan dengan korona. Jika gradien udara diantara dua kawat lebih besar dari gradien udara normal, maka akan terjadi lompatan api, bila hanya sebagian saja udara diantara dua kawat terionisasikan, maka korona merupakan sampul mengelilingi kawat. Gradien tegangan seragam yang dapat menimbulkan ionisasi kumulatif di udara normal adalah 30 kV/cm.

  Korona bila bermuatan positif atau negatif. Hal ini ditentukan oleh polaritas tegangan di elektroda yang kelengkungannya tinggi. Jika elektroda melengkung bermuatan positif berkenaan dengan elektroda rata terciptalah korona positif, tapi jika negatif yang tercipta adalah korona negatif. Keidaksamaan sifat korona positif dengan korona negatif yang amat berbeda disebabkan oleh jauh berbedanya massa elektron dengan ion bermuatan positif, dengan hanya elektron memiliki kemampuan mengalami tingkat benturan tak lenting pengion yang signifikan pada temperatur dan tekanan bersama. Fungsi lucutan korona yang utama adalah terciptanya ozon di sekitar konduktor yang mengalami proses korona. Korona negatif menghasilkan ozon jauh lebih banyak daripada korona positif.

2.5 Tegangan Kritis

  Tegangan kritis disruptif merupakan tegangan minimal yang dibutuhkan untuk terjadinya ionisasi pertama kali dipermukaan konduktor. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

  Peek’s ,kekuatan dielektrik udara maksimum pada kodisi standar dengan tekanan udara 1 atm

  (760 mmHg), suhu udara 25 c adalah 30 kV/cm. kekuatan dielektri udara sebanding dengan kepadatan udara sekitar Besarnya kepadatan udara dapat dirumuskan:

  δ =

  Dimana : P= tekanan udara (mm Hg) t = suhu udara ( )

  Tegangan kritis disruptif dengan mempertimbangkan pengaruh faktor konduktor, keseragaman permukaan konduktor dan lingkungan sebagaimana diteliti oleh

  peek’s adalah

  sebagai berikut: = .

  .δ.r.ln (2.4) Dimana:

  = tegangan kritis disruptif fasa ke netral (kV rms) = gradien tegangan permukaan maksimum (kV rms/cm)

  = faktor keseragaman konduktor = 1 untuk konduktor silinder solid dengan permukaan mulus = 0.92 < < 0.94 untuk permukaan konduktor kasar = 0.82 konduktor pilin (stranded) faktor kepadatan udara

  δ =

  r = jari-jari konduktor D = jarak antar fasa

2.6 Dampak Terjadinya Korona

A. Hilangnya Daya karena Korona

  kW/mile/phase kW/km/phase (2.5) Dimana : f = frekuensi ( hz ) r = Jari-jari kawat ( cm ) D = Jarak antar kawat ( cm ) V = Tegangan kawat ke netral, kV rms

  = Tegangan kritis ( critical voltage ) Pada tempat-tempat tertentu pada jaring transmisi hilang korona dapat mencapai harga tertinggi sekali dalam keadaan hujan. Tetapi keadaan ini tidak mungkin terjadi secara simultan pada seluruh bagian jaringan tersebut. Untuk cuaca baik, tegangan hampir sama dengan tegangan kritis . Oleh sebab itu jaring transmisi harus diberi tegangan kurang dari tegangan kritis ini.

  B Gangguan Radio

  Gangguan radio (Radio interference, disingkat RI ) adalah faktor yang membatasi pilihan penghantar untuk suatu tegangan tertentu. Gangguan radio sebagai fungsi dari tegangan mempunyai karakteristik yang naik secara lambat sampai tegangan sedikit kurang dari tegangan minimum di mana hilang korona dipengaruhi oleh permukaan dan jari-jari. Diatas suatu tegangan tertentu, besarnya RI menjadi konstan ini terlalu tinggi, sehingga bilamana RI adalah faktor yang menentukan, jaring harus direncanakan sehingga ia beroperasi pada tegangan lebih rendah daripada tegangan di mana Ri mulai naik dengan cepat.

  C . Noise

  Noise adalah bunyi yang kontinu baik yang merata,tak teratur serta tidak nyaman didengar oleh rasa pendengaran manusia normal. Tingkat Noise diukur dalam satuan dB yang sesuai dengan satuan pendengaran manusia.Besar Noise sebanding dengan peningkatan tegangan saluran. Noise cenderung besar ketika cuaca buruk. Pada musim hujan, tetes air yang jatuh di permukaan konduktor menghasilkan korona yang lebih besar sehingga terjadi noise. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya noise yaitu gradien tegangan permukaan konduktor, diameter konduktor, kondisi atmosfer. Tingkat Nilai noise menurut SPLN 46-1-1981 Tentang Pedoman Pembatasan tingkat bising sebagai berikut:

  Tingkat berisik dB Kriteria Pendengaran

  100<N<120 Menulikan 80<N< 100 Sangat Hiruk 60< N < 80 Kuat 40< N < 60 Sedang 20< N < 40 Tenang N < 20 Sangat Tenang

Tabel 2.1 Tingkat bising menurut SPLN 46-1-981 2. 7 Intensitas Medan Listrik

  Misalkan sebuah muatan positif titik Q 1 ditempatkan pada pusat sebuah sistem koordinat. Apabila sebuah muatan uji positif Q ditempatkan di daerah muatan Q , maka muatan Q ini 2 1 2 akan mengalami gaya. Gaya ini akan semakin besar ketika muatan Q bergerak mendekati 2 muatan Q 1 . Dapat dikatakan bahwa Q 1 memiliki medan disekelilingnya yang menimbulkan gaya bagi muatan lain. Jadi, medan listrik adalah suatu daerah dimana masih dipengaruhi oleh gaya.

  Medan listrik pada muatan titik diilustrasikan oleh gambar 2.2 di bawah ini: E F

  • +

    Q Q

  • 1 2<
  • +

    Gambar 2. 2 Vektor medan gaya suatu muatan titik

  Besarnya gaya yang dialami oleh muatan Q 2 akibat Q 1 , diberikan oleh Persamaan (2.3), yaitu:

  Dari persamaan di atas, diperoleh gaya per satuan muatan yang didefinisikan sebagai intensitas medan listrik, yaitu:

  ^ Q F

  1 E r (2.6)

  2 Q r

  4

  2 Dimana Q 2 merupakan muatan uji positif.

  • 1

  Satuan SI untuk intensitas medan listrik adalah Newton per Coulomb (NC ). Satuan lain

  • 1 yang sering digunakan untuk menyatakan intensitas medan listrik adalah Volt per meter (Vm ).

  Berdasarkan Persamaan (2.4), muatan titik Q 1 dikelilingi oleh suatu medan listrik dengan intensitas sebesar E yang sebanding dengan besar Q dan berbanding terbalik terhadap kuadrat 2 1 jarak (r ). Intensitas medan listrik E merupakan sebuah vektor yang memiliki arah yang sama dengan arah gaya F tetapi berbeda dimensi dan besarnya (magnitude).

  2. 8 Prinsip Superposisi Medan Listrik

  Untuk mencari intensitas medan listrik E yang dihasilkan oleh sekumpulan muatan titik: (a) Hitunglah E n yang dihasilkan oleh setiap muatan pada titik yang diberikan dengan menganggap seakan-akan tiap muatan tersebut adalah satu-satunya muatan yang hadir. (b) Tambahkanlah secara vektor medan-medan yang dihitung secara terpisah ini untuk mencari resultan medan E pada titik tersebut. Di dalam bentuk persamaan:

  1

  E E E E E (2.7) ...

  2 3 n Dimana n = 1, 2, 3, ...

  Persamaan di atas merupakan rumusan aplikasi prinsip superposisi dalam medan listrik yang dapat dinyatakan sebagai berikut: total atau resultan medan pada suatu titik adalah penjumlahan vektoris dari tiap-tiap komponen medan pada titik tersebut. Maka, berdasarkan Gambar 2. 3, intensitas medan listrik pada titik P akibat muatan Q adalah E dan akibat muatan 1 1 adalah E . Total medan listrik pada titik P akibat kedua muatan titik merupakan penjumlahan

  Q 2 2

  vektoris dari E 1 dan E 2 , atau E.

  Q 1

  • + P

  E 1 E 2 Q 2 E _

Gambar 2. 3 Prinsip superposisi pada medan listrik

  Jika distribusi muatan tersebut adalah suatu distribusi yang kontinu, maka medan yang ditimbulkannya pada titik P dapat dihitung dengan membagi muatan menjadi elemen-elemen yang sangat kecil dq. Medan dE yang ditimbulkan oleh setiap elemen pada titik di mana akan dicari kemudian dihitung, dengan memperlakukan elemen-elemen sebagai muatan-muatan titik. Besarnya dE diberikan oleh:

  dq

  (2.8)

  dE

  2 r

  4

  dimana r adalah jarak dari elemen muatan dq ke titik P. Resultan medan pada P kemudian dicari dari prinsip-prinsip superposisi dengan menambahkan (yakni, dengan mengintegralkan) kontribusi-kontribusi medan yang ditimbulkan oleh semua elemen muatan, atau:

  (2.9)

  E dE Integrasi tersebut adalah sebuah operasi vektor.

  2. 9 Potensial Listrik

  Apabila sebuah muatan uji Q di tempatkan pada suatu medan listrik E, maka muatan uji tersebut akan mengalami gaya sebesar F. Jika muatan uji Q tersebut di gerakkan melawan arah medan listrik E, maka diperlukan usaha W untuk menggerakkannya.

  ∆x Q

  • +x ∆V

  Gambar 2. 4 Lintasan muatan Q sejajar terhadap medan listrik E yang uniform E

  Jika arah medan listrik E kearah +x dan uniform, dan muatan uji Q di gerakkan sejauh ∆x melawan arah E, maka usaha per satuan muatan adalah : .

  W F x E . x (2.10) Q Q Pada kasus diatas, lintasan muatan Q adalah sejajar dengan arah medan listrik E. Apabila lintasan muatan Q berpotongan dengan arah medan listrik E dan membentuk sudut sebesar

  θ

  (gambar 2.5), maka besar beda potensial antara dua titik pada lintasan ∆x adalah sebesar V x .

  .E cos

  E θ ∆x

  Gambar 2. 5 Lintasan muatan Q berpotongan dengan medan listrik E yang uniform dan membentuk sudut θ

  Jika muatan uji digerakkan tegak lurus terhadap arah medan ( ), tidak ada energi yang

  θ=90

  diperlukan sehingga jalur perpindahan ini disebut garis ekipotensial. Salah satu sifat penting dari medan adalah bahwa garis medan dan garis ekipotensial saling tegak lurus.

  Kasus berikutnya adalah jika lintasan perpindahan dari muatan uji Q berbentuk kurva dan berada di medan listrik E yang uniform (gambar 2.6). Misalkan titik awal dan titik akhir kurva adalah a dan b, maka lintasan kurva tersebut dapat dibagi menjadi elemen lintasan terkecil dL. Beda potensial antara kedua titik dengan jarak dL adalah dV. Maka besar dV adalah : cos .

  dV E dL

  (2.11) .

  dV E dL

  dimana

  θ merupakan sudut antara elemen jalur dengan medan. Kenaikan tegangan (beda

  potensial dV bernilai positif) mengharuskan komponen perpindahan yang paralel dengan E haruslah berlawanan arah dengan medan. Maka Persamaan (2. 11) di atas memiliki tanda negatif. a E

  dL θ

  b

  

Gambar 2. 6 Lintasan perpindahan berbentuk kurva dalam medan listrik yang uniform

  Untuk mencari beda potensial pada lintasan kurva antara titik a dan b, maka persamaan (2.11) diintegrasikan dengan batas integrasi titik a dan b, dan akan diperoleh kenaikan tegangan V

  ab antara titik a dengan b. a b b V dV ab b a b a a

  V V E cos . dL E . dL (2.12) Integral yang melibatkan unsur dl seperti pada Persamaan (2. 10) di atas disebut integral garis.

  Maka, dapat disimpulkan bahwa kenaikan tegangan antara a dan b sama dengan integral garis dari E sepanjang jalur melengkung dari a menuju b.

  2. 10 Perhitungan Medan Listrik Di Sekitar Konduktor Silinder

  Untuk menghitung besar kuat medan listrik yang timbul di sekitar konduktor, terlebih dahulu diperhitungkan kuat medan yang dihasilkan oleh suatu muatan garis. Misalkan suatu muatan sebesar Q terdistribusi secara merata di garis tipis sepanjang 2a dengan titik tengahnya berada di titik pusat, seperti tergambar pada Gambar 2. 7. sumbu z

  • a

  dz

  l

  dE r

  P θ sumbu r

  θ r

  dE dE z

  muatan garis

  • a

  

Gambar 2. 7 Muatan garis sepanjang 2a

  Kerapatan muatan (muatan per satuan panjang) dirumuskan dengan: L

  ρ Q L (2.13)

  2 a dimana L dalam satuan Coulomb per meter ketika Q dalam Coulomb dan a dalam meter.

  ρ

  Pada titik P di sumbu r, medan listrik dE akibat sebagian kecil dari muatan garis dz dirumuskan dengan: L . dz ˆ

  dE I (2.14)

  

2

  4

  

l

dimana dan Î merupakan vektor satuan ke arah l.

  Karena sumbu z pada Gambar 2. 7 merupakan sumbu simetri, medan hanya memiliki komponen z dan r. Sehingga:

  r dE dE cos dE (2.15) r l

  dan

  z sin (2.16) dE dE dE z l

  Resultan atau total komponen E pada sumbu r diperoleh dengan cara mengintegrasikan r Persamaan (2. 15) sepanjang keseluruhan garis. Yaitu:

  a a L L r dz r dz

  (2.17)

  E r

  3

  3

  2

  2

  4 l a a

  4

  r z

  dan hasilnya adalah: L

a

(2.18)

  E r

  

2

  2

  2 r a Secara simetri, resultan dari komponen E pada suatu titik di sumbu r nilainya nol. Maka, total z medan E pada titik di sumbu r arahnya radial dan besarnya: L a E E (2.19) r

  2

  2

  2 r a Persamaan ini menyatakan medan sebagai fungsi r pada suatu titik di sumbu r untuk muatan garis sepanjang 2a dan kerapatan medan yang uniform. L

  ρ

  Kasus berikutnya adalah jika muatan garis pada Gambar 2. 7 diperpanjang sampai tak terhingga ke arah positif dan negatif dari sumbu z. Jika pembilang dan penyebut dibagi dengan a dan nilai tak berhingga disubstitusikan ke a, maka diperoleh intensitas medan listrik akibat muatan garis yang panjangnya tak berhingga, yaitu: L

  E E (2.20) r .

  2

  

r

  Beda potensial V antara dua titik pada jarak r dan r dari muatan garis tak berhingga ini

  21

  2

  1

  merupakan energi yang diperlukan per satuan muatan untuk memindahkan sebuah muatan uji dari r menuju r . Misalkan r &gt; r , maka beda potensial ini merupakan integral garis E r dari r

  2

  1

  2

  1 2 menuju r . Potensial di r akan lebih tinggi daripada potensial di r , jika muatan garisnya positif.

  1

  1

  2 Maka: r r 1 2 L dr

  V E . dr 21 r r r 2 2 r 1 Atau: L r

2 L

r

  2 V ln r ln

  (2.21)

  21 r 1 r

  2

  

2

  1 Selanjutnya, jika muatan terdistribusi secara merata di sepanjang silinder dengan radius r seperti terlihat pada Gambar 2. 8 (misalkan pada konduktor silinder), maka medan listrik di

  1 luar silinder diberikan oleh Persamaan (2. 18) untuk r &gt; r .

  2

  1 Gambar 2. 8 Medan listrik pada konduktor silinder

  Beda potensial antara silinder dengan sebuah titik di luar silinder dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.21), dimana r &gt; r adalah muatan per satuan panjang dari silinder. Di

  2 1 dan ρ L dalam silinder, potensialnya sama dengan potensial pada permukaan (r = r ).

  1 Untuk memperoleh persamaan yang menyatakan hubungan antara kuat medan listrik dengan tegangan pada konduktor silinder, maka Persamaan (2.20) dan (2.21) disubstitusikan.

  Persamaan (2.20) menyatakan bahwa: L

  E r r .

  2 maka: L .

  E r r

  2 Misalkan titik uji berada pada jarak x dari pusat lingkaran, maka persamaan di atas menjadi: L . (2.22)

  E x x

  2 Persamaan (2.22) ini kemudian disubstitusikan ke Persamaan (2.21), sehingga diperoleh:

  r

  2 V E . x ln x

  21 r

  1 V

  21 E (2.23) x r

  2

x ln

r

  1 Persamaan (2.21) inilah yang akan digunakan untuk menghitung kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder.

2.11 Kuat Medan Listrik Saluran Transmisi

  Tegangan tinggi yang diterapkan pada transmisi daya listrik menghasilkan medan listrik yang kuat pula. Untuk menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi, dimisalkan suatu konstruksi menara tunggal seperti Gambar 2.9 berikut:

Gambar 2.9 Konstruksi Menara Tunggal Saluran Transmisi Tegangan Tinggi

  y

  • -x x

  R T S

r S

r R y r T x

  • -x

  P T S θ θ

  θ R E E S E R E

Gambar 2.10 Kuat medan listrik di titik P

  Agar dapat menghitung kuat medan listrik di titik P seperti pada Gambar 2.10 di atas, terlebih dahulu harus diketahui: Harga x, yaitu jarak pemisah horizontal antar konduktor penghantar transmisi, Harga y, yaitu ketinggian konduktor penghantar dari titik yang ditinjau, Harga r, yaitu jari-jari konduktor yang dipakai, Untuk konstruksi menara ganda, perlu juga diketahui jarak pemisah vertikal antar konduktor penghantar. Dan untuk pemakaian konduktor berkas, perlu diketahui jarak pemisah antar berkas. Kemudian, dari harga x dan y tersebut, dapat dihitung jarak masing-masing konduktor penghantar ke titik P, yaitu:

  r y (2.24) r

  

2

  2 r x y s

  (2.25)

  2

  2 r T 2 x y (2.25) dan sudut yang dibentuk oleh vektor E terhadap sumbu horizontal adalah: R 90 (2.26)

  

y

  1 S tan (2.27)

x

y

  1 T tan (2.28)

2 x

  Jika dimisalkan tegangan fasa ke fasa sebagai fungsi waktu sebagai berikut:

  v V t R l l l l sin (2.29) v V (2.30) S l l l l

sin t 120

v S l l l l V sin t 120 (2.31)

  maka harga maksimum dari tegangan fasa ke netral sebagai fungsi waktu adalah:

  V l l 2 sin (2.32) v t R

  3 V l l 2 sin 120 (2.33) v t S

  3 V l l v T 2 sin t 120 (2.34)

3 Dari persamaan untuk menghitung kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder berlaku:

  

V

  (2.35)

  E ph y r ln ph r

  dimana:

  E ph = kuat medan listrik di sekitar konduktor fasa, V = tegangan fasa ke netral,

  = ketinggian penghantar dari permukaan tanah,

  y r ph = jarak konduktor fasa ke titik yang diamati, dan

  = jari-jari konduktor.

  r

  Maka, kuat medan listrik di titik P akibat masing-masing konduktor fasa adalah:

  v

R

E (2.36) R y r ln R r

  

r

y r v

  ln (2.41) dan harga proyeksi E di sumbu y adalah: R R R Ry

  E

  E E E E T T T S S S R R R x r y r v r y r v r y r v

  Kemudian, sesuai dengan prinsip superposisi, harga-harga E di sumbu x tersebut dapat dijumlahkan sebagai berikut: Tx Sx Rx x

  ln (2.44)

  E sin

  T T

T

Ty r y r v

  ln (2.43)

  E sin

  S S

S

Sy r y r v

  ln (2.42)

  E sin

  r y r v

  E cos

  E S

S

S

  T T

T

Tx r y r v

  ln (2.40)

  E cos

  S S

S

Sx r y r v

  ln (2.39)

  E cos

  R R

R

Rx r y r v

  Adapun harga proyeksi E di sumbu x adalah sebagai berikut:

  ln (2.38) Nilai E ini harus diubah terlebih dahulu ke komponen sumbu x dan y agar dapat dijumlahkan.

  E T

T

T

  r y r v

  ln (2.37)

  cos ln cos ln cos ln cos cos cos R l l S l l T l l

  V V

  V

  2 sin 2 sin 120 2 sin 120

  E t t t x y y y

  3

  3

  3

  r ln r ln r ln R S T r r r sin sin 120 sin 120 (2.45)

  E k t k t k t x

  1

  2

  3

  dimana:

  2 cos R l l

  V k

  1 y

  3 ln r R r

  2 cos S l l

  V k

  2 y

  3 r ln S r

  2 cos T l l

  V k

  3 y

  3 ln r T r

  Demikian juga halnya dengan komponen E di sumbu y yang dapat dijumlahkan dengan cara yang sama, sebagai berikut:

  E E E E y Ry Sy Ty v v v R S T

  sin sin sin

  E y R S T y y y r ln r ln r ln R S T r r r sin R l l S l l T l l V sin V sin

  V 2 sin 2 sin 120 2 sin 120

  E t t t y y y y

  3

  3

  3 ln ln ln r r r R S T r r r

  E k t k t k t y 4 sin sin 120 sin 120 (2.46) 5 6

  dimana:

  2 sin R l l

  V k

  4 y

  3 r ln R r

  2 sin S l l

  V k

  5 y

  3 ln r S r

  2 sin T l l

  V k

  6 y

  3 r ln T r Karena: sin t 120 sin t . cos 120 sin 120 . cos t

  , 5 sin , 866 cos t t

  dan, sin 120 sin . cos 120 sin 120 . cos

  t t t , 5 sin t , 866 cos t

  maka Persamaan (3. 25) dan (3. 26) menjadi:

  E k sin t k , x 5 sin t , 866 cos t k , 5 sin t , 866 cos t

  1

  2

  3 E k . x 5 k . 5 k sin t . 866 k . 866 k cos t (2.47)

  1

  2

  3

  2

  

3

  dan,

  E k sin t k , y 4 5 5 sin t , 866 cos t k ,

6

5 sin t , 866 cos t E k k k t k k t y 4 . 5 . 5 5 sin . 866 . 866 cos (2.48) 6 5 6 Selanjutnya,untuk memperoleh nilai E total (E ) pada titik P, maka harga E dan E tersebut tot x y dijumlahkan secara vektoris seperti berikut:

  2

  2

  2 E E E tot x y 2 k .

  5 k . 5 k sin t . 866 k . 866 k cos t

  1

  2

  3

  2

  3

  2 k .

  5 k . 5 k sin t . 866 k . 866 k cos t

  4

  5

  6

  5

  6

  2

  2

  2 k k k k k k t .

  5 . 5 . 5 . 5 sin

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  2

  2

  2

  . 866 . 866 . 866 . 866 1 sin

  k k k k t

  2

  3

  5

  6 k .

  5 k . 5 k . 866 k . 866 k k . 5 k . 5 k . 866 k . 866 k

  1

  2

  3

  2

  

3

  4

  5

  6

  5

  6

  2 sin t cos t

  2

  2

  2 k .

  5 k . 5 k k . 5 k . 5 k sin t

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  2

  2

  . 866 k . 866 k . 866 k . 866 k

  2

  3

  5

  6

  2

  2

  2

  . 866 k . 866 k . 866 k . 866 k sin t

  2

  3

  5

  6 k .

  5 k . 5 k . 866 k . 866 k k . 5 k . 5 k . 866 k . 866 k

  1

  2

  3

  2

  

3

  4

  5

  6

  5

  6

  2 sin cos

  t t Karena: 2 sin t cos t sin 2 t maka:

  2

  

2

  2

  2 k .

  5 k . 5 k k . 5 k . 5 k . 866 k . 866 k . 866 k . 866 k

  1 2

  2

  3

  4

  5

  6

  2

  3

  5

  6 sin t k . 1 5 k . 2

5 k . 866 k . 866 k k .

3 2 3 4 5 k . 5 5 k . 866 k . 866 k 6 5 6

  2

  2

  sin 2 t . 866 k . 866 k . 866 k . 866 k

  2

  3

  

5

  6 2 Dari hasil yang diperoleh di atas, diperoleh bahwa bentuk umum dari E tot adalah sebagai

  berikut:

  2

2 E c t c t c (2.49)

  tot sin sin

  2

  1

  2

  3

  dimana:

  2

  2

  2

  2 c k k k k k k k k k k .

  5 . 5 . 5 . 5 . 866 . 866 . 866 . 866

  1

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  2

  3

  5

  6 c k . 5 k . 5 k . 866 k . 866 k k . 5 k . 5 k . 866 k . 866 k

  2

  1

  2

  3

  2

  3

  4

  5

  6

  5

  6

  2

  2 c k k k k

  . 866 . 866 . 866 . 866

  3

  2

  3

  5

  

6

Dari Persamaan (2.49), diperoleh bentuk umum untuk E tot , yaitu:

  2 E c sin t c sin tot 2 t c (2.50)

  1

  2

  3