Pengaruh Pemasangan Reaktor Shunt Terhadap Tegangan Transien Akibat Pelepasan Beban di Gardu Induk 275 Kv Pangkalan Susu-Binjai

(1)

TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMASANGAN REAKTOR SHUNT

TERHADAP TEGANGAN TRANSIEN AKIBAT PELEPASAN BEBAN DI GARDU INDUK 275 KV PANGKALAN SUSU-BINJAI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro Sub Konsentrasi Teknik Tenaga Listrik Oleh :

DEDY WIDYA SITINDAON NIM : 110402024

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

FEF{GA}AUg FE&{ASASSA}T REAKTOR,Sg{r/Afir

T'SRKA5.}AP T'KSAA{#AN T.R.&ftSgE.N AKISAT PSLEPASAFI ESEAN

&F GAKF$ XH*T]]K 3?5 KV FASGKAT"AIq SUS{I-EIF{JAI

Gleh:

g$e*ryIp?'e*wglp&$?S

S&3:11S4S?S24

?ugas Akhir ini dia.!rit<*n untuk mei**gkapi saiah satu qyarat

untuk memperaletr gelar $arja*a Tek$ifu

Fada

PEFARTSIbfEFT TH,KFfiK ELAKTRO

FAK{IT,TAS

TSKNK

{JF{TVERSTTAS SUMAT$RA TITAR{

Bffi$_4,Iq

sidang pada t*nggal 2 lrulan Desemb*r tahun z0l5 di depan pengnji :

l.

In Zarlknmaaen

F*nq fuF"€"

2.

trn $yahruwnrdi

: Ke€Eea P*nguji

: Amggofa Pengrrji

Disetnjui oleh :

Pernbirnbing T*gas Akhtr,

%

Lz-.

Er Riswsr! Diryri.Ih€.T

(

_____

IrtIP: 19S1{}484t9ffi €. e SWI

f;{f

l--dl#

\"i\.i{*,n

\t

*\i--\3>D;'


(3)

PENGARTII{ PEMASANGAI{ REAKTOR SHTINT

TERHADAP TEGAFIGAN TRANSXEN AKMAT PELEPASAI\I BEBA}I

DI GARI}U INDUK 275 KV PAITGK.4.I.AIV SUSU.BINJAI

*{ch:

DEDY lVnpYA SITTnmIAON

NIhf:110402S24

Tugas Akhir ini diajukan untuk rnelengkapi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarj*na Teknik

pada

NruTARTEMEN TEKNIK SLEKTRO

FAK{'LTAS TEKNIK

UNTVSRSTTAS STJMAT]ERA UTAITA

MEE}A}{

Sidang pada tanggal2 bulan Oktober tahun 20lS di depan penguji :

1.

Ketua

Fengnji

; Ir. Zulkamaea pane, M.T.

2.

Anggota

Penguji

: trr. Syahrawardi

Disettliui oleh :

Pennbimbing Tugas Akhir,

.-1-'q€r^"*.--f-V

(

Ir. Riswan Dinzi,ftd"T.

FIIP : 196104{M1988111@1

%ry

r=8"L-={

-

\ ru'rtrDEf


(4)

ABSTRAK

Salah satu permasalahan yang timbul pada saluran transmisi tegangan ekstra tinggi (200-500kV) adalah tegangan lebih transien yang terjadi pada saat operasi hubung buka atau biasa disebut pelepasan beban. Tegangan lebih ini perlu diperhatikan dalam perencanaan sistem transmisi agar tidak merusak peralatan. Salah satu upaya untuk mengontrol tegangan lebih ini adalah dengan menggunakan salah satu kompensator saluran, yaitu reaktor shunt. Reaktor shunt dipasang pada sisi penerima saluran transmisi.

Pada Tugas Akhir ini, akan mempelajari pengaruh pemasangan reaktor shunt

terhadap kenaikan tegangan yang terjadi pada ujung penerima saluran transmisi akibat pelepasan beban pada penyulang. Penelitian dilakukan di SUTET 275 kV Pangkalan Susu-Binjai. Tegangan lebih diamati pada bus sisi penerima 275 kV yang berada di GI 275 kV Binjai dan pelepasan beban dilakukan pada penyulang 20 kV di GI 150 kV Binjai dengan tahapan 10% - 100%, dengan kenaikan 10% tiap tahapannya. Simulasi dilakukan pada perangkat lunak ETAP 11.0 dengan memanfaatkan fitur Tansient Stability Analysis. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pemasangan reaktor shunt pada Tragi Binjai mampu menurunkan tegangan lebih sebesar 3,613%.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:

PENGARUH PEMASANGAN REAKTOR SHUNT

TERHADAP TEGANGAN TRANSIEN AKIBAT PELEPASAN BEBAN DI GARDU INDUK 275 kV PANGKALAN SUSU-BINJAI

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya dan juga kepada kedua adik penulis yang selalu memberikan semangat dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1 Bapak Ir. Riswan Dinzi, M.T selaku Dosen Pembimbing, Bapak Ir. Zulkarnaen Pane, M.T dan Bapak Ir. Syahrawardi selaku Dosen Penguji penulis yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


(6)

2 Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si selaku dosen wali penulis yang banyak memberikan masukan dan pengarahan selama perkuliahan.

3 Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si dan Bapak Rahmad Fauzi ST, MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik dan seluruh staf pengajar.

4 Kedua orang tua tercinta, Ir. Bernat Tindaon dan Juniar Simanjuntak yang memberikan segenap dukungan doa, daya dan dana kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

5 Kedua adik tersayang, Rani dan Dian yang mengisi keceriaan penulis selama perkuliahan, sahabat bercanda, sahabat bersedih, sahabat berjuang membangun keluarga tercinta bersama.

6 Sahabat-sahabat seperjuangan penulis : Youki, Sandro, Yudha, Ari, Riandi, Mian. Teman sepermainan saat memulai perkuliahan di semester awal, mengisi suka-duka perkuliahan, teman liburan bersama, teman Kerja Praktek hingga menjadi sahabat dan mengakhiri perkuliahan bersama.

7 Teman-teman satu stambuk 2011 yang banyak membantu penulis dalam perkuliahan : Memory, Winner, Anriadi, Guntur, Anry, Tony, Hans, dan teman-teman elektro semuanya.

8 Sahabat-sahabat Sion Ministry yang telah mendoakan penulis : Bg Johnris Samosir, Kak Sarah, Daniel, Bg Robert, adik-adik PA, teman sedivisi dan seluruh pekerja. Terima kasih atas pembentukan karakter penulis selama perkuliahan.


(7)

9 Semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan dan memperkaya kajian Tugas Akhir ini. Akhir kata penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, September 2015 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Manfaat ... 3

1.6 Metode Penelitian ... 3

1.7 Langkah-langkah Penelitian ... 4

2. SALURAN TRANSMISI SISTEM TENAGA LISTRIK ... 6

2.1 Pengertian Umum Saluran Transmisi ... 6

2.2 Karakteristik Listrik Dari Saluran Transmisi ... 7

2.2.1 Resistansi ... 7

2.2.2 Induktansi ... 9

2.2.3 Kapasitansi ... 12

2.3 Karakteristik Penyaluran Daya... 16

2.3.1 Saluran Transmisi Jarak Pendek ... 16

2.3.2 Saluran Transmisi Jarak Menengah ... 17

2.3.3 Saluran Transmisi Jarak Jauh ... 19

2.4 Studi Aliran Daya Sistem Tenaga Listriik ... 19

2.5 Profil Arus dan Tegangan Saluran Transmisi Pada Saat Beban Nol... 23

2.6 Hubungan Daya Reaktif dengan Profil Tegangan ... 25


(9)

2.7.1 Analisis Transien : Gelombang Berjalan ... 26

2.7.2 Analisi Transien : Gelombang Pantul ... 29

2.8 Efek Feranti Pada Saluran Transmisi ... 31

2.9 Arus Pengisian ... 33

3. PENGARUH PEMASANGAN REAKTOR SHUNT PADA SALURAN TRANSMISI ... 34

3.1 Kompensasi Saluran Transmisi ... 34

3.2 Pengaruh Pemasangan Reaktor Shunt Terhadap Daya Reaktif ... 35

3.3 Profil Tegangan Sepanjang Saluran Dengan Kompensator Reaktor Shunt ... 35

3.5 Persamaan untuk Menentukan Rating Reaktor Shunt ... 36

4. PERANCANGAN SIMULASI PELEPASAN BEBAN... 38

4.1 ETAP (Electrical Transient Analysis Program) ... 38

4.2 Sistem Tenaga Listrik Tragi Binjai PT PLN (Persero)... 39

4.3 Variabel Masukan dan Keluaran Simulasi ... 42

4.3.1 Variabel Masukan Peralatan ... 42

4.3.2 Perhitungan Jumlah Beban ... 44

4.3.3 Variabel yang Diamati ... 45

4.3.4 Prosedur Penelitian ... 46

5. SIMULASI DAN ANALISA ... 47

5.1 Skenario Pelepasan Beban ... 47

5.2 Menjalankan Simulasi ... 49

5.3 Hasil Simulasi ... 50

5.4 Analisa Data ... 73

5.4.1 Simulasi Pelepasan Beban Tanpa Reaktor Shunt ... 73

5.4.2 Simulasi Pelepasan Beban Dengan Reaktor Shunt ... 76

5.5 Menentukan cara menghitung Rating Reaktor Shunt yang Efisien Sesuai dengan Parameter Transmisi ... 82

5.6 Analisis Manfaat PemasanganReaktor Shunt dengan Kapasitas 59,5 MVAR di GI 275 kB Binjai ... 86

6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89


(10)

6.2 Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 1 PLTU 2 SUMATERA UTARA 2X220 MW MEDAN

INSPECTION REPORT

LAMPIRAN 2 EQUIPMENT BASIC TECHNICAL PARAMETER

PLTU PANGKALAN SUSU

LAMPIRAN 3 DATA BEBAN HARIAN PENYULANG GI BINJAI

TANGGAL 1-7 JULI 2015 UPT SUMABGUT, TRAGI BINJAI


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ... Siklus Transposisi ... 12

Gambar 2.2 ... Metode Muatan Bayangan ... 15

Gambar 2.3 ... Rangkaian Ekivalen untuk Saluran Transmisi Jarak Pendel .. 16

Gambar 2.4a ... Rangkaian Ekivalen untuk Saluran Transmisi Jarak ... Menengah Rangkaian T ... 18

Gambar 2.4b ... Rangkaian Ekivalen untuk Saluran Transmisi Jarak ... Menengah Rangkaian  ... 18

Gambar 2.5 ... Fasor-fasor Persamaan (2.20) Dilukis Dalam Bidang ... Kompleks ... 20

Gambar 2.6 ... Diagram Daya yang Diperoleh dengan Menggeser Titik ... Asal Sumbu Koordinat pada Gambar 2.5 ... 22

Gambar 3.1 ... Profil Tengangan Sepanjang Saluran dengan Kompensasi ... Reaktor Shunt ... 36

Gambar 3.2 ... Rangkaian Pengganti Saluran Transmisi Setelah Dipasang Reaktor Shunt ... 37

Gambar 4.1a ... Single Line Diagram GI 275 kV Binjai ... 40

Gambar 4.1b ... Single Line Diagram GI 150 kV Binjai ... 41

Gambar 4.2 ... Menara SUTET 275kV Pangkalan Susu-Binjai ... 44

Gambar 4.3 ... Diagram Alir Penelitian ... 46

Gambar 5.1 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 10% tanpa Reaktor Shunt ... 51

Gambar 5.2 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 20% tanpa Reaktor Shunt ... 52

Gambar 5.3 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 30% tanpa Reaktor Shunt ... 53

Gambar 5.4 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 40% tanpa Reaktor Shunt ... 54

Gambar 5.5 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 50% tanpa Reaktor Shunt ... 55

Gambar 5.6 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 60% tanpa Reaktor Shunt ... 56

Gambar 5.7 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 70% tanpa Reaktor Shunt ... 57

Gambar 5.8 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 80% tanpa Reaktor Shunt ... 58

Gambar 5.9 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 90% tanpa Reaktor Shunt ... 59

Gambar 5.10 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 100% tanpa Reaktor Shunt ... 60

Gambar 5.11 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 10% dengan Reaktor Shunt ... 61


(12)

Gambar 5.13 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 30% dengan Reaktor Shunt ... 63

Gambar 5.14 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 40% dengan Reaktor Shunt ... 64

Gambar 5.15 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 50% dengan Reaktor Shunt ... 65

Gambar 5.16 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 60% dengan Reaktor Shunt ... 66

Gambar 5.17 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 70% dengan Reaktor Shunt ... 67

Gambar 5.18 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 80% dengan Reaktor Shunt ... 68

Gambar 5.19 ... Kurva V-t Pelepasan Beban 90% dengan Reaktor Shunt ... 69


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 ... Nilai Parameter Generator di PLTU Pangkalan Susu ... 42 Tabel 4.2 ... Data Kapasitas Transformator yang Terpasang pada Sistem

... Tenaga Listrik Pangkalan Susu-Binjai ... 43 Tabel 4.3 ... Saluran Transmisi SUTET 275kV Pangkalan Susu-Binjai ... 43 Tabel 4.4 ... Data Beban Penyulang di GI 150 kV Binjai ... 45 Tabel 5.1 ... Skenario Pelepasan Beban Untuk Simulai Transient Stability

... ETAP 11.0 ... 48 Tabel 5.2 ... Hasil Simulasi Pelepasan Beban, Sistem Tidak Terpasang

... Reaktor Shunt (1 pu = 275 kV) ... 71 Tabel 5.3 ... Hasil Simulasi Pelepasan Beban, Sistem Terpasang dengan

... Reaktor Shunt (1 pu = 275 kV) ... 71 Tabel 5.4 ... Hasil Simulasi Pelepasan Beban tanpa Reaktor Shunt ... 72 Tabel 5.5 ... Hasil Simulasi Pelepasan Beban dengan Reaktor Shunt ... 72 Tabel 5.6 ... Besar Tegangan Lebih Transien pada Saat Pelepasan Beban

... Di Tragi Binjai Tanpa Reaktor Shunt ... 80 Tabel 5.7 ... Besar Tegangan Lebih Transien pada Saat Pelepasan Beban di

... Tragi Binjai dengan Terpasang Reaktor Shunt ... 81 Tabel 5.8 ... Persentase Penurunan Kenaikan Tegangan Lebih Akibat

... Pemasangan Reaktor Shunt ... 82 Tabel 5.9 ... Besar Tegangan Lebih Transien pada Saat Pelepasan Beban di

Tragi Binjai dengan Terpasang Reaktor Shunt 38,5 MVAR . 86 Tabel 5.10 ... Perbandingan Nilai Tegangan Lebih yang Timbul Saat Pelepasan


(14)

ABSTRAK

Salah satu permasalahan yang timbul pada saluran transmisi tegangan ekstra tinggi (200-500kV) adalah tegangan lebih transien yang terjadi pada saat operasi hubung buka atau biasa disebut pelepasan beban. Tegangan lebih ini perlu diperhatikan dalam perencanaan sistem transmisi agar tidak merusak peralatan. Salah satu upaya untuk mengontrol tegangan lebih ini adalah dengan menggunakan salah satu kompensator saluran, yaitu reaktor shunt. Reaktor shunt dipasang pada sisi penerima saluran transmisi.

Pada Tugas Akhir ini, akan mempelajari pengaruh pemasangan reaktor shunt

terhadap kenaikan tegangan yang terjadi pada ujung penerima saluran transmisi akibat pelepasan beban pada penyulang. Penelitian dilakukan di SUTET 275 kV Pangkalan Susu-Binjai. Tegangan lebih diamati pada bus sisi penerima 275 kV yang berada di GI 275 kV Binjai dan pelepasan beban dilakukan pada penyulang 20 kV di GI 150 kV Binjai dengan tahapan 10% - 100%, dengan kenaikan 10% tiap tahapannya. Simulasi dilakukan pada perangkat lunak ETAP 11.0 dengan memanfaatkan fitur Tansient Stability Analysis. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pemasangan reaktor shunt pada Tragi Binjai mampu menurunkan tegangan lebih sebesar 3,613%.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat terjadi pelepasan beban dari suatu sistem tenaga listrik dapat menimbulkan tegangan lebih transien. Apabila suatu sistem tenaga listrik tidak mampu menyuplai penuh daya pada saat beban puncak, maka pelepasan beban tidak dapat dihindarkan agar pembangkit yang bekerja tidak mengalami beban lebih (overload).

Untuk saluran transmisi tegangan ekstra tinggi (200-500kV) perlu juga dipertimbangkan tegangan lebih yang diakibatkan efek feranti. Efek feranti adalah suatu kondisi dimana tegangan pada sisi penerima lebih besar dari tegangan pengirim akibat suatu keadaan pembebanan. Hal ini terjadi diakibatkan oleh adanya line charging pada saluran transmisi. Tegangan lebih ini perlu diperhatikan dalam perencanaan sistem transmisi agar tidak merusak peralatan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kenaikan tegangan ini adalah pemasangan kompensator yang berfungsi untuk mengkompensasi sifat kapasitif saluran, yaitu reaktor shunt. Reaktor shunt dirancang untuk mengatur tegangan saluran dengan cara menyuplai daya reaktif induktif dengan kata lain menyerap daya reaktif. Dengan pemasangan reaktor shunt, perlu diketahui apakah amplitudo tegangan transien yang ditimbulkan akibat pelepasan beban masih memenuhi nilai yang diizinkan tanpa merusak peralatan terpasang.

Pada tugas akhir ini, penulis akan melakukan simulasi untuk melihat pengaruh pemasangan reaktor shunt pada saluran transmisi terhadap tegangan lebih transien yang terjadi akibat pelepasan beban. Simulasi akan dilakukan


(16)

menggunakan perangkat lunak ETAP 11.0 untuk studi kasus saluran transmisi 275 kV Pangkalan Susu-Binjai, PT PLN (Persero). Simulasi ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi PT PLN (Persero) dan sidang pembaca dalam perencanaan sistem transmisi yang terpasang dengan reaktor shunt.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari tugas akhir ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh dipasang atau tidaknya reaktor shunt terhadap tegangan pada ujung penerima saluran transmisi, yaitu pada GI 275kV Binjai ?

2. Bagaimana menentukan rating reaktor shunt ?

3. Apakah amplitudo tegangan lebih transien pada ujung sisi penerima yang ditimbulkan akibat pelepasan beban masih memenuhi nilai yang diijinkan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh pemasangan reaktor shunt terhadap tegangan lebih transien yang timbul pada ujung penerima saluran transmisi, yaitu pada GI 275kV Binjai.

2. Menentukan cara menghitung rating reaktor shunt yang efisien sesuai dengan parameter transmisi.

3. Menentukan kemampuan reaktor shunt yang terpasang pada GI 275 kV Binjai untuk menurunkan tegangan.


(17)

4. Menentukan kapasitas beban yang dapat dilepaskan dari sistem agar tegangan lebih transien yang terjadi masih dapat diterima peralatan terpasang tanpa merusak peralatan tersebut.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang dilakukan pada penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Saluran transmisi yang disimulasikan adalah Saluran Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi 275 kV Pangkalan Susu-Binjai.

2. Pada GI 275 kV Binjai telah terpasang Reaktor shunt berkapasitas 59,5 MVAR. Reaktor dengan kapasitas tersebut direncanakan untuk pengembangan jangka panjang. Simulasi dilakukan untuk mengetahui manfaat dari pemasangan reaktor tersebut saat ini, sebelum pengembangan.

3. Simulasi studi analisis profil tegangan ini menggunakan perangkat lunak ETAP 11.0

4. Pengukuran dilakukan di ujung penerima Saluran Transmisi Pangkalan Susu-Binjai, yaitu di GI 275 kV Binjai.

5. Kapasitas beban yang dilepasakan bervariasi, mulai dari 0% - 100% kapasitas beban terpasang.

1.5 Manfaat

Dari penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat diketahui penurunan atau kenaikan tegangan pada sisi primer Gardu Induk (GI) Binjai 275 kV yang


(18)

terhubung dengan reaktor shunt. Adapun hasil dari simulasi ini diharapkan menjadi bahan referensi untuk menjaga tegangan yang sesuai pada daerah yang diteliti sehinggga dapat menjaga tegangan pada rentang nilai yang tepat untuk mempertahankan kestabilan sistem dan menjaga peralatan terpasang dari kerusakan akibat tengangan lebih transien.

1.6 Metode Penelitian

Beberapa metode yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi antara lain: a. Skripsi ini menggunakan data sistem tenaga listrik Tragi Binjai PT PLN

(Persero) yang disimulasikan dengan perangkat lunak ETAP 11.0

b. Untuk dapat mengetahui variasi tegangan lebih yang mungkin terjadi dalam sistem tenaga listik tersebut dibuat beberapa skenario pelepasan beban.

c. Pengukuran tegangan lebih dilakukan pada ujung sisi penerima Saluran Transmisi Pangkalan Susu – Binjai 275 kV dengan menggunakan fitur

Transient Stability Analysis pada perangkat lunak ETAP 11.0.

1.7 Langkah-langkah Penulisan

a Studi literatur, yaitu dengan mencari buku-buku dan artikel yang digunakan untuk referensi yang ada di perpustakaan USU maupun internet.

b Konsultasi dengan pembimbing baik dosen maupun pembimbing di lapangan serta rekan-rekan yang berpengalaman berkaitan dengan materi skripsi.


(19)

c Observasi data, dalam skripsi ini dibutuhkan data-data yang akan diolah untuk membuktikan kebenaran kenaikan tegangan akibat pelepasan beban pada sisi penyulang 20 kV. Data tersebut antara lain diagram saluran tunggal dari suatu sistem tenaga listrik Tragi Binjai PT PLN (Persero) dan data beban harian transformator.


(20)

BAB 2

SALURAN TRANSMISI SISTEM TENAGA LISTRIK

2.1 Pengertian Umum Saluran Transmisi

Pusat pembangkit tenaga listrik biasanya letaknya jauh dari tempat-tempat dimana tenaga listrik itu digunakan. Karena itu, tenaga listrik yang dibangkitkan disalurkan melaui penghantar-penghantar dari pusat pembangkit tenaga listrik ke pusat-pusat beban, baik langsung maupun melalui saluran penghubung, yaitu GI.

Saluran transimi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu : saluran udara

(overhead line) dan saluran bawah tanah (underground). Sistem saluran udara

menyalurkan tenaga listrik melalui penghantar-penghantar yang digantung pada tiang-tiang transmisi dengan perantaraan isolator-isolator, sedangkan sistem saluran bawah tanah meyalurkan tenaga listrik melalui kabel-kabel bawah tanah. Tenaga listrik ini dapat disalurkan dengan beberapa tegangan nominal. Berdasarkan dokumen IEC (International Electrotechnical Commission) 60038, tegangan transmisi dapat dikelompokkan menjadi : tegangan menengah (1kV-35kV), tegangan tinggi (35kV – 230 kV) dan tegangan ekstra tinggi (230kV – 800kV) dan tegangan ultra tinggi (di atas 800kV).

Menurut jenis arus yang dialirkan, saluran transmisi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu sistem arus bolak-balik (A.C./alternating current) dan sistem arus searah (D.C./direct current). Di dalam sistem A.C. penaikan dan penurunan tegangan mudah dilakukan yaitu dengan menggunakan transforma-tor. Pada sistem ini terdapat A.C. satu fasa dan tiga fasa. Sistem tiga fasa mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sistem satu fasa karena daya yang disalurkan lebih besar, nilai sesaatnya konstan dan medan magnet putarnya mudah


(21)

diabaikan. Berhubungan dengan keuntungan-keuntugannya, sistem A.C. paling banyak digunakan. Namun, sejak beberapa tahun terakhir ini penyaluran arus seaorah mulai dikembangkan karena, isolasinya lebih sederhana, daya-guna yang tinggi serta tidak ada masalah stabilitas, sehingga dimungkinkan penyaluran jarak jauh. Penyaluran tenaga listrik dengan sistem D.C. baru dianggap ekonomis bila jarak saluran udara lebih dari 640 km atau saluran bawah tanah lebih panjang dari 50 km [1].

2.2 Karakteristik Listrik dari Saluran Transmisi

Saluran transmisi listrik mempunyai empat parameter yang mempengaruhi kemampuannya untuk berfungsi sebagai bagian dari suatu sistem tenaga, yaitu resistansi, induktansi, kapasitansi dan konduktansi [2]. Parameter-parameter ini merupakan salah satu pertimbangan utama dalam perencanaan saluran transmisi. Impedansi seri dibentuk oleh resistansi dan induktansi yang terbagi rata disepanjang saluran. Sedangkan konduktansi dan kapasitansi yang terdapat diantara penghantar-penghantar dari suatu saluran fasa-tunggal atau di antara sebuah penghantar dan netral dari suatu saluran tiga-fasa membentuk admitansi paralel. Dalam perhitungan, rangkaian saluran ekivalen yang dibentuk dari parameter-parameter dijadikan satu meskipun resistansi, induktansi dan kapasitansi tersebut terbagi merata di sepanjang saluran.

2.2.1 Resistansi


(22)

( )

2 

I P

R (2.1)

dimana P = rugi daya pada penghantar (Watt)

I = arus yang mengalir (Ampere)

Resistansi efektif sama dengan resistansi dari saluran jika terdapat distribusi arus yang merata (uniform) di seluruh penghantar. Distribusi arus yang merata di seluruh penampang suatu penghantar hanya terdapat pada arus searah, sedangkan tidak pada arus bolak-balik (ac).

Resistansi dc dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini

) (

0  

A l

R  (2.2)

dimana  = resistivitas penghantar (Ω.m)

l = panjang penghantar (m)

A = luas penampang (m2)

Dengan meningkatnya frekuensi arus bolak-balik, distribusi arus makin tidak merata (nonuniform). Peningkatan frekuensi ini juga mengakibatkan tidak meratanya kerapatan arus (current density), disebut juga efek kulit (skin effect).

Untuk penghantar dengan jari-jari yang cukup besar ada kemungkinan terjadi kerapatan arus yang berisolasi terhadap jarak radial dari titik-tengah penampang penghantar. Fluks bolak-balik mengimbaskan tegangan yang lebih tinggi pada serat-serat di bagian dalam daripada di sekitar permukaan penghantar, karena fluks yang meliputi serat dekat permukaan penghantar lebih sedikit daripada fluks yang meliputi serat di bagian dalam penghantar. Berdasarkan hukum Lenz, tegangan yang diimbaskan akan melawan perubahan arus yang menyebabkannya, dan meningkatnya tegangan imbas pada serat-serat di bagian


(23)

dalam menyebabkan meningkatnya kerapatan arus pada serat-serat yang lebih dekat ke permukaan penghantar dan karena itu resistansi efektifnya meningkat. Sehingga dapat dikatakan pada arus bolak-balik arus cenderung mengalir melalui permukaan penghantar.

Perhitungan resistansi total suatu saluran transmisi ditentukan oleh jenis penghantar pabrikan, biasanya pabrikan akan memberikan tabel karakteristik listrik dari penghantar yang dibuatnya, termasuk diantaranya nilai resistansi ac penghantar dalam satuan Ω/km (Standar Internasional) atau Ω/mi (American Standart).

Nilai resistansi juga dipengaruhi oleh suhu, ditunjukkan oleh persamaan berikut [1]

)] (

1

[ 2 1

1

2 R T T

R  

(2.3)

dimana R1 dan R2 adalah resistansi pada suhu T1 dan T2, dan  adalah koefisien suhu dari resistansi, yang nilainya tergantung dari bahan konduktor.

2.2.2 Induktansi

Induktansi adalah sifat rangkaian yang menghubungkan tegangan yang diimbaskan oleh perubahan fluks dengan kecepatan perubahan arus [2]. Persamaan awal yang dapat menjelaskan induktansi adalah menghubungkan tegangan imbas dengan kecepatan perubahan fluks yang meliputi suatu rangkaian. Tegangan imbas adalah

dt d

e  (2.4)


(24)

 = banyaknya fluks gandeng rangkaian (weber-turns)

Banyaknya weber-turns adalah hasil perkalian masing-masing weber dari fluks dan jumlah lilitan dari rangkaian yang digandengkannya.

Jika arus pada rangkaian berubah-ubah, medan magnet yang ditimbulkannya akan turut berubah-ubah. Jika dimisalkan bahwa media di mana medan magnet ditimbulkan mempunyai permeabilitas yang konstan, banyaknya fluks gandeng berbanding lurus dengan arus, dan karena itu tegangan imbasnya sebanding dengan kecepatan perubahan arus [2],

dt di L

e (2.5)

Dimana L = konstanta kesebandingan = induktansi (H)

dt di

= kecepatan perubahan arus (A/s)

Dari Persamaan 2.3 dan 2.4 maka didapat persamaan umum induktansi saluran dalam satuan Henry, yaitu [2]

i

L (2.6)

dengan i adalah arus yang mengalir pada saluran transmisi dalam satuan ampere (A).

Induktansi timbal-balik antara dua rangkaian didefenisikan sebagai fluks gandeng pada rangkaian pertama yang disebabkan oleh arus pada rangkaian kedua per ampere arus yang mengalir di rangkaian kedua. Jika arus I2 menghasilkan fluks gandeng dengan rangkaian 1 sebanyak

12, maka induktansi timbal-baliknya adalah


(25)

( )

2 12

12 H

I

M  (2.7)

Dimana

12 = fluks gandeng yang dihasilkan I2 terhadap rangkaian 1 (Wbt) I2 = arus yang mengalir pada rangkaian kedua.

Pada saluran tiga fasa induktansi rata-rata satu penghantar pada suatu saluran ditentukan dengan persamaan [2]

2 10 7 ln (H /m)

D D L s eq a  

 untuk penghantar tunggal,

2 10 7 ln (H /m)

D D L b s eq a  

 untuk penghantar berkas.

dengan 3

31 23 12D D D

Deq  dan Ds adalah GMR penghantar tunggal dan

b s

D

adalah GMR penghantar berkas. Nilai Dsb akan berubah sesuai dengan jumlah lilitan dalam suatu berkas .

Untuk suatu berkas dua-lilitan

d r d r c Db

s    

4 2

) (

Untuk suatu berkas tiga-lilitan

3 2

9 3

)

(r d d rd

c

Dsb    

Untuk suatu berkas empat-lilitan

4 3 16 4 09 , 1 ) 2 ( 2 1 rd d d d r c

Dsb      

Persamaan di atas merupakan persamaan untuk saluran yang telah ditransposisikan, yaitu suatu metode pengembalian keseimbangan ketiga fasa dengan mempertukarkan posisi-posisi penghantar pada selang jarak yang teratur


(26)

di sepanjang saluran sedemikian rupa sehingga setiap penghantar akan menduduki posisi semula penghantar yang lain pada suatu jarak yang sama, lihat Gambar 2.1

Posisi 1

Posisi 2

Posisi 3 a

b

c

c

a

b

b

c

a D12

D23

D31

Gambar 2.1 Siklus Transposisi

Persamaan ini juga dapat dapat digunakan untuk saluran tiga fasa dengan jarak pemisah tidak simetris karena ketidaksimetrisan antara fasa-fasanya adalah kecil saja sehingga dapat diabaikan pada kebanyakan perhitungan induktansi [2].

2.2.3 Kapasitansi

Kapasitansi suatu saluran transmisi adalah akibat beda potensial antara penghantar, baik antara penghantar-penghantar maupun antara penghantar-tanah. Kapasitansi menyebabkan penghantar tersebut bermuatan seperti yang terjadi pada pelat kapasitor bila terjadi beda potensial di antaranya. Untuk menentukan nilai kapasitansi antara penghantar-penghantar ditentukan dengan persamaan [2]

). / ( ) ln(

m F r D k

Cab   (2.8)

Jika saluran dicatu oleh suatu transformator yang mempunyai sadapan tengah yang ditanahkan, beda potensial antara kedua penghantar tersebut dan


(27)

kapasitansi ke tanah (kapasitansi ke netral), adalah muatan pada penghantar per satuan beda potensial antara penghantar dengan tanah. Jadi kapasitansi ke netral untuk saluran dan kawat adalah dua kali kapasitansi antara penghantar-penghantar [2]. ). / ( ) ln( 2 m F r D k

Can   (2.9)

Dimana Cab = kapasitansi antara penghantar a-b (F/m)

an

C = kapasitansi antara penghantar-tanah (F/m)

k = permeabilitan bahan dielektrik

D = jarak antara penghantar (m)

r = jari-jari antara penghantar (m)

Persamaan (2.9) juga dapat digunakan untuk menentukakan kapasitansi saluran tiga-fasa dengan jarak pemisah yang sama. Jika penghantar pada saluran tiga-fasa tidak terpisah dengan jarak yang sama, kapasitansi masing-masing fasa ke netral tidak sama. Namun untuk susunan penghantar yang biasa, ketidaksimetrisan saluran yang tidak ditrasnposisikan adalah sangat kecil, sehingga perhitungan kapasitansi dapat dilakukakan seakan-akan semua saluran itu ditransposisikan. Untuk saluran tiga fasa yang ditransposisikan, nilai kapasitansi fasa ke netral ditentukan dengan persamaan [2]

) / ( ) ln( 2 m F r D k C eq n

 untuk penghantar tunggal,

) / ( ) ln( 2 m F c D D k C b s eq n


(28)

Dengan Deq adalah GMR penghantar, r adalah jari-jari penghantar dan

c

Dsb adalah GMR penghantar berkas. Nilai Dsbc akan berubah sesuai dengan jumlah lilitan dalam suatu berkas .

Untuk suatu berkas dua-lilitan

d r d

r c

Dsb 4  2  

) (

Untuk suatu berkas tiga-lilitan

3 2

9 3

)

(r d d rd

c Db

s    

Untuk suatu berkas empat-lilitan

4 3 16 4 09 , 1 ) 2 ( 2 1 rd d d d r c

Dsb      

Untuk menghitung kapasitansi saluran kabel ke tanah perlu menggunakan metode muatan bayangan, lihat Gambar 2.1. Pada metode ini bumi dapat diumpamakan dengan suatu penghantar khayal yang bermuatan di bawah permukaan bumi pada jarak yang sama dengan penghantar asli di atas bumi. Penghantar semacam itu mempunyai muatan yang sama tetapi berlawanan tanda dengan penghantar aslinya dan disebut penghantar bayangan. Jika ditempatkan satu penghantar bayangan untuk setiap penghantar atas-tiang, fluks antara penghantar asli dengan bayangannya adalah tegak lurus pada bidang yang menggantikan bumi, dan bidang itu adalah suatu permukaan ekipotensial. Fluks di atas bidang itu adalah sama seperti bila bumi ada tanpa adanya penghantar bayangan. Persamaan untuk menentukan kapasitansi saluran kabel ke tanah adalah [2] : ) ln( ) ln( 2 3 3 2 1 3 ' 31 ' 23 ' 12 H H H H H H c D D k C b s eq n


(29)

Dimana Cn = kapasitansi saluran kabel ke tanah (F/m)

' 12

H = jarak antara penghantar 1 dengan penghantar bayangan 2 (m)

' 23

H = jarak antara penghantar 2 dengan penghantar bayangan 3 (m)

' 31

H = jarak antara penghantar 3 dengan penghantar bayangan 1 (m)

1

H = jarak antara penghantar 1 dengan permukaan bumi (m)

2

H = jarak antara penghantar 2 dengan permukaan bumi (m)

3

H = jarak antara penghantar 3 dengan permukaan bumi (m)

H

1 H2 H3

H 1

2 '

H 2

3 ' H

31 '

1 2 3

1' 2' 3'

Permukaan bumi


(30)

2.3 Karakteristik Penyaluran Daya

Dalam mempelajari karakteristik penyaluran daya dalam keadaan normal, lazim diandaikan saluran transmisi dengan rangkaian yang konstantanya didistribusikan atau rangkaian yang konstantanya dikonsentrasikan, yaitu bila salurannya pendek.

2.3.1 Saluran Transmisi Jarak Pendek

Oleh karena pengaruh kapasitansi dan konduktansi bocor dapat diabaikan pada saluran transmisi pendek (kurang dari 80 km), maka saluran tersebut dapat dianggap sebagai rangkaian impedansi yang terdiri dari tahanan dan induktansi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Dengan demikian maka impedansi Z

dan admitansinya Ydinyatakan oleh [1] :

jB G jb g l y Y jX R jx r l z Z           ) ( ) (     (2.11)

Dimana rtahanan kawat (Ω/km)

x reaktansi kawat =2fL(Ω/km)

g konduktansi kawat (mho/km)

b suseptansi kawat = 2fC(mho/km)

Ujung Pengiriman Ujung Penerimaan

S

E ER

R X


(31)

Bila kondisi pada ujung penerima diketahui, maka hubungan antara tegangan dan arus dinyatakan oleh persamaan berikut [1] :

r r

R r

S E I IX

E   cos   (2.12)

Dengan regulasi tegangan

) sin cos

( r r

r R r r S X R E I E E

E

(2.13)

Sebaliknya bila kondisi pada titik pengirim diketahui maka )

sin cos

( R r r

S

r E I IX

E      (2.14)

Dimana ES tegangan pada ujung pengirim

r

E tegangan pada ujung penerima

R

I arus pada ujung penerima

R jumlah tahanan saluran (Ω)

X jumlah reaktansi saluran (Ω)

r

cos faktor daya pada ujung penerima

r

sin faktor daya-buta pada ujung penerima

2.3.2 Saluran Transmisi Jarak Mengengah

Saluran transmisi jarak-menengah dapat dianggap sebagai rangkaian

T atau rangkaian  [1], perhatikan Gambar 2.4.

Dengan IS merupakan arus yang mengalir pada ujung pengirim, untuk rangkaian


(32)

Y E Y Z I I Y Z Z I Y Z E E r r S r r S                      ) 2 1 ( ) 4 1 ( ) 2 1 ( (2.15)

dan rangkaian  persamaannya adalah :

) 4 1 ( ) 2 1 ( ) 2 1 ( Y Z Y E Y Z I I Z I Y Z E E r r S r r S                      Beban S

E

Y

2

R

2

X

R E

2

R

2

X

S

I

Beban S

E

ER

2

Y

2

Y

R

X

S

I

Ujung Pengiriman Ujung Penerimaan

Ujung Pengiriman Ujung Penerimaan

(a)

(b)

Gambar 2.4 Rangkaian Ekivalen untuk Saluran Transmisi Jarak-Menengah, Rangkaian T, (b) Rangkaian 


(33)

2.3.3 Saluran Transmisi Jarak Jauh

Untuk saluran transmisi jarak jauh, konstantanya didistribusikan sehingga persamaannya menjadi [1] :

l Z E l I I l Z I l I E S r S r r S                 sinh cosh sinh cosh 0 0     (2.16)

Dimana Z0 impedansi karakteristik =

z y

 

= konstanta rambatan = zy

2.4 Studi Aliran Daya Sistem Tenaga

Aliran daya pada setiap titik di sepanjang saluran transmisi dapat diturunkan dengan persamaan konstanta ABCD saluran transmisi berikut [2].

R R S AV BI

V   (2.17)

B AV V

I S R

R   (2.18) Dengan membuat            

A V A B B V A

A R S

0 0 (2.19) Didapatkan  () . () B V A B V

IR S R (2.20)

Maka daya kompleks VRIR* pada ujung penerima adalah

) ( . ) ( . 2           B V A B V V jQ

PR R S R R (2.21)


(34)

) cos( . ) cos( . 2        B V A B V V

PR S R R (2.22)

) sin( . ) sin( . 2        B V A B V V

QR S R R (2.23)

Rumusan untuk daya kompleks PRjQR merupakan hasil gabungan dua fasor yang dinyatakan dalam bentuk polar dan dapat direpresentasikan dalam bidang kompleks yang kordinat-kordinat mendatar dan tegaknya adalah dalam satuan daya. Gambar 2.5 menunjukkan kedua besaran kompleks tersebut dan selisihnya.

jQ P

B V VS. R B V A R 2 . ) ( ) (  R  var watt

Gambar 2.5 Fasor-fasor Persamaan (2.20) dilukis dalam bidang kompleks

Gambar 2.6 menunjukkan fasor-fasor yang sama dengan titik asal sumbu-sumbu koordinat yang telah digeser. Gambar ini merupakan suatu diagram daya dengan hasil yang besarnya adalah PRjQR atau VR.IR dengan sudut R

terhadap sumbu mendatar . Komponen-komponen nyata dan khayal dari

R R jQ


(35)

R R

R R V I

P  cos (2.24)

R R R R V I

Q  sin (2.25)

Dimana R adalah sudut fasa dengan mana VR mendahului IR .

Pada Gambar 2.6 posisi n tidak tergantung pada arus IR dan tidak akan berubah selama VR konstan. Kemudian jarak antara n dan k adalah konstan untuk

nilai VS dan VR yang tetap. Karena itu, dengan berubahnya jarak antara O dan k

dengan perubahan beban, titik k yang harus tetap berada pada jarak yang konstan dari titik n yang tetap, dibatasi geraknya di sekeliling lingkaran yang berpusat pada n. Setiap perubahan pada PR akan memerlukan suatu perubahan pula pada

R

Q untuk menjaga k tetap pada lingkaran. Jika suatu nilai VS lain dibuat konstan

untuk nilai VR yang sama, letak titik n tidak berubah tetapi akan didapatkan suatu lingkaran baru dengan jari-jari nk.

Dengan menganalisis Gambar 2.6, terlihat bahwa ada suatu limit bagi daya yang dapat dikirimkan ke ujung penerima saluran untuk tegangan ujung pengirim dan ujung penerima yang sudah ditentukan besarnya. Suatu penambahan dari daya yang dikirim berarti bahwa titik k akan bergeser sepanjang lingkaran sehingga sudut   sama dengan nol; yang berarti, lebih banyak daya yang akan dikirimkan sehingga  sama dengan .


(36)

B V

VS . R

B V A. R2

)

(

)

(

R

var

watt

R R I

V .

O

n

k

Gambar 2.6 Diagram daya yang diperoleh dengan menggeser titik-asal sumbu koordinat pada Gambar 2.5

Peningkatan  yang lebih lanjut akan berakibat berkurangnya daya yang diterima. Daya maksimum yang dapat ditransmisikan dapat ditentukan dengan persamaan [2] :

) cos( ,

2

max    

B V A B

V V

PR S R R (2.26)

Jika tegangan ujung penerima dipertahankan konstan dan lingkaran ujung penerima digambar untuk berbagai nilai tegangan ujung pengirim, lingkaran yang dihasilkan akan konsentris karena letak pusat lingkaran daya ujung penerima tidak tergantung pada tegangan ujung pengirim.


(37)

2.5 Profil Arus dan Tegangan Saluran Transmisi pada Saat Beban Nol

Apabila suatu saluran transmisi diasumsikan telah ditransposisi, maka parameter saluran dapat ditunjukkan persamaan berikut

L j R

z   (2.27)

C j G

y    (2.28)

Dimana zmerupakan impedansi seri per unit panjang/fasa dan ymerupakan

adimitansi paralel per unit panjang/fasa.

Pada saluran tranmisi yang memperhitungkan efek kapasitansi dan induktansi pada saluran, nilai arus dan tegangan pada sisi penerima ditentukan dengan persamaan berikut, untuk x merupakan jarak dari ujung penerima [1]:

x R C R x R C

R Z I e V Z I e

V

V      

2

2 (2.29)

x R C R x R C

R Z I e V Z I e

V

I      

2 / 2

/

(2.30)

dimana

y z

ZC  / (2.31)

 

  zy  j (2.32)

Konstanta ZCdisebut dengan karakteristik impedansi dan  disebut dengan konstanta perambatan (propagation constant). Bilangan real pada konstanta perambatan disebut dengan koefisien pelemahan (attenuation constant) , dan bilangan imajiner disebut konstanta fasa (phase constant) .


(38)

x R x R e V e V

V    

2 2 (2.33) x C R x C R e Z V e Z V

I    

2

2 (2.34)

Dengan mengabaikan rugi-rugi saluran,   j  jLC , Persamaan (2.32) dan (2.33) dapat disederhanakan menjadi [1]

) cos( x V

VR  (2.35)

) sin( ) ( x Z V j I C R   (2.36)

Arus dan tegangan pada ujung pengirim diperoleh dengan mensubsitusi panjangl

untuk x.

  cos ) cos( R S R S V E l V E   (2.37) dan   tan ) ( sin ) ( C S S C R S Z E j I Z V j I   (2.38)

Dimana  l. Sudut  disebut dengan panjang elektrik (electric length) atau sudut saluran. sudut saluran yang dinyatakan dalam satuan radian. Berdasarkan persamaan di atas, arus dan tegangan saluran dapat dinyatakan dalam bentuk tegangan pengirim ES,

 

cos

cos x

E

VS (2.39)

  cos sin C S Z x E j


(39)

Berdasarkan Persamaan (2.39) dan (2.40) nilai V dan I berbanding lurus dengan nilai x dan  . Semakin besar nilai nilai x dan  maka semakin besar pula tengangan pada ujung sisi penerima. Kenaikaan tegangan pada ujung sisi penerima ini disebabkan karena adanya arus pengisian yang mengalir melalui saluran induktansi. Fenomena ini disebut dengan efek feranti. Fenomena ini pertama kali diketahui oleh Ferranti pada saluran udara yang menyuplai konsumen berbedan rendah.

2.6 Hubungan Daya Reaktif dengan Profil Tegangan

Persamaan yang menunjukkan hubungan antara daya reaktif dan tegangan pada suatu saluran transmisi adalah [3],

 

 cos ( / )sin

cos R C C R

S E Z Q E

E   (2.41)

Dengan demikian, maka

   sin ) sin cos ( C R R R Z E s E E

Q   (2.42)

Daya reaktif pada ujung sisi pengirim ditentukan dengan persamaan :

   sin ) sin cos ( C RS S S Z E sR E E

Q    (2.43)

Jika tegangan pada ujung sisi pengirim dan penerima adalah sama, maka

   sin ) cos (cos 2 C S S R Z E Q

Q    (2.44)

Dimana  = sudut beban

S

Q = daya reaktif sisi pengirim

R


(40)

2.7 Tegangan Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik

Adakalanya suatu sistem tenaga listrik mengalami tegangan lebih impuls karena adanya operasi hubung-buka (switching operation) atau karena transmisi sistem tenaga listrik disambar petir [4] . Tegangan lebih impuls yang diakibatkan oleh adanya operasi hubung-buka disebut tegangan impuls hubung-buka, sedangkan tegangan lebih impuls yang diakibatkan oleh sambaran petir pada transmisi sistem tenaga listrik disebut tegangan lebih impuls petir.

2.7.1 Analisi Transien : Gelombang Berjalan

Gejala tegangan lebih transien pada saluran transmisi dapat diselesaikan dengan membuat rangkaian ekivalen satu fase, sehingga tiga fase saluran transmisi diasumsikan sebagai satu fasa tunggal. Studi tentang surja hubung pada saluran transmisi adalah sangat kompleks, sehingga pada penelitian ini hanya mempelajari kasus suatu saluran yang tanpa rugi. Suatu saluran tranpa rugi-rugi adalah representasi yang baik dari saluran-saluran frekuensi tinggi di mana

L

 dan C menjadi sangat besar dibandingkan dengan R dan G. Pendekatan yang dipilih untuk persoalan ini sama seperti yang telah digunakan untuk menurunkan hubungan-hubungan tegangan dan arus dalam keadaan steady state

untuk yang saluran panjang dengan konstanta-konstanta yang tersebear merata [5].

Tegangan V dan I adalah fungsi-fungsi x dan t bersama-sama, sehingga perlu menggunakan turunan sabagaian. Persamaan jatuh tegangan seri di sepanjang elemen saluran adalah :

x t i L Ri x x V

       

)


(41)

Demikian pula halnya : x t V C Gv x x V        ) ( (2.46)

Persamaan di atas dapat dibagi dengan x, dan karena hanya membahas suatu saluran tanpa rugi-rugi, maka R dan G akan sama dengan nol sehingga didapatkan : t i L x V      (2.47) Dan t V C x i      (2.48)

Sekarang variable I dapat dihilangkan dengan menghitung turunan sebagian kedua suku dalam persamaan 3 terhadap x dan turunan sebagian kedua suku dalam persamaan 4 terhadap t. Prosedur ini menghasilkan 2i/xt pada kedua persamaan yang dihasilkan, dan dengan mengeliminir turunan sebagian kedua dari variable i dari kedua persamaan tersebut, didapatkan :

2 2 2 2 1 t V x V LC       (2.49)

Persamaan 5 ini adalah yang dinamakan persamaan gelombang berjalan suatu saluran tanpa rugi-rugi. Penyelesaian persamaan ini adalah fungsi dari (x-vt) dan tegangannya dinyatakan dengan :

) ( )

( 2

1 x vt f x vt

f

V     (2.50)

Yang merupakan suatu penyelesaian untuk terjadinya komponen-komponen ke depan dan kebelakang sebuah gelombang berjalan secara bersamaan pada sebuah saluran tanpa rugi-rugi. Variabel v yang menyatakan kecepatan gelombang berjalan dapat dinyatakan dengan :


(42)

LC

v 1 (2.51)

Dengan :

v kecepatan rambat gelombang (m/s)

L induktansi saluran (H/m)

C kapasitansi saluran (F/m)

Jika gelombang yang berjalan ke depan yang disebut juga dengan gelombang datang, dinyatakan dengan :

) (

1 x vt f

V   (2.52)

Maka gelombang arus akan ditimbulkan oleh muatan-muatan yang bergerak dapat dinyatakan dengan :

) ( 1

1 x vt f

LC

i   (2.53)

Dari Persamaan (2.37) dan Persamaan (2.38) didapatkan bahwa :

C L i

V

 

(2.54)

Perbandingan antara V dan I dinamakan impedansi karakteristik atau impedansi surja (Zc) dari saluran tanpa rugi-rugi.

Pada saaat suatu tegangan v(t) diterapkan pada salah satu ujung saluran transmisi tanpa rugi-rugi, maka unit kapasitansi C pertama dimuati pada tegangan v(t). Kapasitansi ini kemudian meluah kedalam unit kapasitansi berikutnya melalui induktansi L. Proses bermuatan-peluahan ini berlajut hingga ujung saluran dan energi gelombang dialihkan dari bentuk elektronik (dalam kapasitansi) ke bentuk magnetic (dalam induktansi). Jadi, gelombang tegangan bergerak maju secara gradual ke ujung suatu saluran dengan menimbulkna gelombang arus


(43)

ekivalen juga. Propagasi gelombang tegangan dan arus ini disebut gelombang berjalan (travelling wave) dan gelombang ini kelihatan seolah-olah tegangan dan arus berjalan sepanjang saluran dengan kecepatan yang diberikan oleh persamaan 7.

Saat gelombang yang berjalan pada suatu saluran transmisi mencapai titik transisi, seperti suatu rangkaian terbuka, rangkaian hubungan singkat, suatu sambungan dengan saluran lain atau kabel, belitan mesin dan lain-lain, maka pada titik itu terjadi perubahan parameter saluran. Akibatnya sebagian dari gelombang berjalan bergerak melewati bagian lain dari rangkaian. Pada titik transisi, tegangan atau arus dapat berharga nol sampai dua kali harga semula tergantung pada karakteristik terminalnya. Gelombang berjalan asal (impinging wave) disebut gelombang datang (incident wave) dan dua macama gelombang lain yang muncul pada titik transmisi dissebut dengan gelombang pantul (reflected wave) dan gelombang maju (transmitted wave).

2.7.2 Analisis Transien : Gelombang Pantul

Jika tegangan dihubungkan pada ujung pengirim suatu saluran transmisi yang ditutup dengan suatu impedansi ZR. Pada saat saklar ditutup dan suatu tegangan terhubung pada suatu saluran, maka suatu gelombang tegangan V

mulai berjalan sepanjang saluran diikuti oleh suatu gelombang arus i. Perbandingan antara VR dan iR di ujung saluran pada setiap saat harus sama dengan resistansi penutup ZR

Oleh karena itu kedatangan V dan idi ujung penerima di mana nilai-nilainya


(44)

belakang atau gelombang-gelombang pantulan Vdan iyang nilai-nilainya di ujung adalah VRdan iRsedemikian sehingga [5],

       R R R R R R i i V V i V (2.55)

Dengan VRdan iRadalah gelombang-gelombang Vdan iyang diukur pada ujung penerima.

Jika dibuat ZCL/Cdidapat :

C R R Z V i   (2.56) dan C R R Z V i   (2.57)

Kemudian dengan memasukkan nilai iRdan

R

i ke dalam Persamaan (2.55) dihasilkan persamaan :

     R C R C R R V Z Z Z Z V (2.58)

Koefisien pantulan Runtuk tegangan pada ujung penerima saluran didefenisikan sebagai VR /VR, jadi [5]:

C R C R R Z Z Z Z     (2.59) dengan : R

 = koefisien pantulan pada ujung penerima

R

Z = impedansi ujung penerima

C


(45)

Pada saluran yang ditutup dengan impedansi karakteristik ZC, terlihat bahwa koefisien pantulan sama dengan nol, sehingga tidak ada gelombang pantulan dan saluran berlaku seakan-akan panjangnya tidak terhingga. Pada saat ujung saluran yang merupakan suatu rangkaian terbuka ZR adalah tak terhingga akan didapatkan harga R sama dengan 1 (satu). Dengan demikian tegangan yang terjadi pada ujung penerima menjadi 2 kalinya tegangan sumber (ujung pengirim). Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa besar tegangan lebih transien sangat tergantung pada impedansi karakteristik (ZCL/C), dimana impedansi

karakteristik tersenut sangat berpengaruh terhadap koefisien panrulan R. Gelombang-gelombang yang berjalan kembali kea rah ujung pengirim akan menyebabkan pantulan-pantulan baru yang ditentukan oleh koefisien pantulan pada ujung pengirim S dan impedansi ujung pengirim ZR.

C S

C S S

Z Z

Z Z

  

 (2.60)

Dengan :

S

 = koefisien pantulan pada ujung pengirim

S

Z = impedansi ujung pengirim

C

Z = impedansi karakteristik

2.8 Efek Feranti pada Saluran Transmisi

Efek feranti adalah gejala yang timbul akibat dari keadaan pembebanan pada ujung penerima, yang mengakibatkan tegangan pada titik atau lokasi yang jauh dari ujung pengirim menjadi lebih besar pada tegangan ujung kirimnya [3].


(46)

Hubungan antara tegangan dan arus pada saluran transmisi panjang telah dirumuskan pada persamaan terdahulu yaitu [3] :

l I l Z V I l Z I l V V R C R S C R R S     cosh sinh sinh cosh     (2.61) Dimana :   Y Z

ZC impedansi karakteristik

 

 jZY

 konstanta propagasi

 konstanta redaman

 konstanta pergeseran fasa

Apabila rugi-rugi daya diabaikan ( 0) maka ljl, sehingga hubungan tegangan dan arus dapat ditulis [3]:

l jI

l V

VS  Rcos  RRsin (2.62)

l I l Z V j

I R R

C R

S  sin   cos (2.63)

Dimana :

l

 sudut karakteristik

power angle, sudut antara VS dan VR

= sudut antara arus ISdan VR

R

 = sudut power factor pada ujung VR

Karena rugi-rugi diabaikan maka ljl

v f LC f XY j j     2 2    (2.64)


(47)

Dengan 

LC

v 1 kecepatan propagasi

Untuk sistem dengan frekuensi 50 Hz dan v300.000 Km/s, maka :

Km Km

Km o o

o

100 / 6 /

06 , 0 ) / ( 000 . 300

50 .

2

 

Jadi secara umum hargaldidapat 6o/100 Km, sehingga dalam menghitung tegangan efek Ferranti cukup menggunakan harga ltersebut.

2.9 Arus Pengisian

Pada saluran transmisi admitansi shuntnya terdiri dari konduktansi (G) dan reaktansi kapasitif (C). Konduktansinya sering diabaikan karena pengaruhnya pada admitansi shunt sangat kecil [6].

Kapasitansi saluran transmisi merupakan akibata beda potensial antar penghantar. Kapasitansi antara penghantar-penghantar sejajar besarnta konstan tergantung pada ukuran dan jarak pemisiah antar penghantar.

Suatu tegangan bolak-balik yang dipasang pada saluran transmisi akan menyebabkan muatan pada penghantar di suatu titik berubah sesuai dengan perubahan nilai tegangan sesaat antar penghantar pada titik itu. Perbedaan ini menyebabkan muatan mengalir. Arus yang disebabkan oleh aliran muatan karena tegangan bolak-balik disebut arus pengisian (charging current). Arus ini mengalir dalam saluran transmisi meskipun saluran ini dalam keadaan terbuka.


(48)

BAB 3

PENGARUH PEMASANGAN REAKTOR SHUNT PADA SALURAN TRANSMISI

3.1 Kompensasi Saluran Transmisi

Peralatan kompensasi pada saluran transmisi dibutuhkan untuk mengontrol tegnagn kerja disepanjang saluran, memperkecil sudut karakteristik ldari saluran sehingga stabilitas sistem lebih terjamin dan untuk menaikkan kapasitas penyaluran.

Alat-alat kompensasi yang digunakan adalah reaktor shunt, kapasitor seri dan kapasitor shunt. Penggunaan alat-alat kompensasi ini dapat berdiri sendiri atau merupakan kombinasi dari dua alat, tergantung pada kebutuhan sistem.

Reaktor shunt digunakan untuk mengkompensasi akibat sifat kapasitif saluran, khususnya untuk membatasi kenaikan tegangan saat open circuit atau beban ringan. Reaktor shunt cenderung menurunkan daya natural.

Kapasitor shunt digunakan untuk menambah kapasitansi saluran pada saat saliran mendapat beban berat. Kapasitor shunt mengbangkitkan daya reaktif yang cenderung untuk menaikkan tegangan. Penggunaan kapasitor shunt akan dapat menaikkan daya natural.

Kapasitor seri digunakan untuk mengkompensasi panjang saluran atau mengurangi sudut  sehingga dapat menjaga kestabilan sistem dan menaikkan transfer daya. Untuk saluran yang tidak terlalu panjang

500Km

hanya diperlukan kompensasi dengan reaktor shunt, sedangkan kombinasi reaktor shunt


(49)

3.2 Pengaruh Pemasangan Reaktor Shunt Terhadap Daya Reaktif

Pada saat beban ringan terjadi kelebihan daya reaktir kapasitif sebesar [7]:

2

V Y

QCC (3.1)

Dimana YCadalah admitansi saluran.

Pemasangan reaktor shunt akan memberikan daya induktif sebesar [5]:

2

V Y

Qii (3.2)

Dimana Yiadalah admitansi shunt.

Dengan demikian daya reaktif setelah pemasangan reaktor shunt besarnya akan menjadi [5]:

Y Y

V2

QLCi (3.3)

Dari Persamaan (3.5) dapat dilihat bahwa pemasangan reaktor shunt pada saluran akan mengurangi daya reaktif kapasitif yang berlebihan.

3.3 Profil Tegangan Sepanjang Saluran dengan Kompensator Reaktor Shunt

Profil tegangan merupakan besar tegangan pada titik-titik tertentu saluran mulai dari ujung pengirim sampai ujung penerima, pada saat saluran transmisi mendapat beban yang tertentu besarnya.

Pengaruh dari kompensasi reaktor shunt terhadap tegangan dapat dilihat pada Gambar 3.1 [7].

Keterangan gambar :

a. Saluran transmisi pada beban nol dengan kompensasi di tengah dan di ujung-ujungnya.


(50)

Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa pemsangan reaktor shunt diperlukan pada saat beban ringan.

0,8 1,0 1,2 1,4

800

0 200 400 600

(a)

(b)

V (pu)

Jarak dari ujung pengirim (Km)

(a) Saluran transmisi pada beban nol dengan kompensasi di tengah dan di ujung-ujungnya. (b) Saluran transmisi pada beban natural dengan kompensasi di tengah dan di ujung-ujungnya.

Gambar 3.1 Profil Tegangan Sepanjang Saluran dengan Kompesasi Reaktor

Shunt

3.4 Persamaan untuk Menentukan rating Reaktor Shunt

Dari Gambar 3.2 maka besar dari LP (reaktor shunt) dirumuskan dengan persamaan berikut [8]:

CE CC

k Lp

3 .

. 1

2 

 (3.4)

Dimana :

Lp : reaktor shunt

k : konstanta bernilai 0,8

C

C : kapasitansi antar kabel fasa

E


(51)

AC

T AC

S AC

R CC

CC CC

CE CE CE

LP LP LP

CB

CB

CB

Gambar 3.2 Rangkaian Pengganti Saluran Transmisi Setelah Dipasang Reaktor


(52)

BAB 4

PERANCANGAN SIMULASI PELEPASAN BEBAN

4.1 ETAP (Electrical Transient Analysis Program)

ETAP merupakan salah satu perangkat lunak yang dapat melakukan penggambaran Single Line Diagram (SLD) secara grafis dan mengadakan bebarapa analisis/studi yakni load flow (aliran daya), short circuit analysis

(hubung singkat), motor starting, harmonisa, transient stability, protective device

coordination, dan lain-lain. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bekerja

dengan ETAP adalah [9]:

 One Line Diagram, menunjukkan hubungan antar komponen/peralatan listrik sehingga membentuk suatu sistem kelistrikan.

 Library, informasi mengenai semua peralatan yang akan dipakai dalam sistem kelistrikan. Data elektris maupun mekanis dari peralatan yang detai/lengkap dapat mempermudah dan memperbaiki hasil simulasi/analisis.

 Standar yang dipakai, biasanya mengacu pada standar IEC atau ANSII, frekuensi sistem dan metode-metode yang dipakai.

 Study Case, berisikan parameter-parameter yang berhubungan dengan metode studi yang akan dilakukan dan format hasil analisis.

Pada skripsi ini fitur ETAP yang digunakan untuk simulasi adalah fitur

Transient Stability Analysis . Program Transient Stability Analysis digunakan

untuk menyelidiki batas kestabilan sistem tenaga sebelum, selama dan setelah terdapat perubahan sistem atau terdapat gangguan [9]. Program ini memodelkan karakteristik dinamis sistem tenaga, menerapkan events dan tindakan yang


(53)

diinginkan user, menyelesaikan persamaan sistem dan persamaan turunan mesin untuk mengetahui respon sistem dan mesin dalam daerah waktu.

Untuk dapat menggunakan fitur ini dibutuhkan beberapa data, yaitu :

 Generator, berupa rating, impedansi, konstanta inersia

 Data parameter saluran transmisi, berupa jenis konduktor, impedansi

 Data beban

 Transformator, berupa rating, impedansi

4.2 Sistem Tenaga Listrik GI Binjai PT PLN (Persero)

Simulai dilakukan pada saluran GI (GI Binjai, yaitu GI 275 kV dan GI 150 kV. GI 275 kV mendapat suplai daya dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Pangkalan Susu 4x220 MW (sampai September 2015 yang beroperasi masih 2x220 MW) dengan tegangan transmisi 275 kV. Kemudian di GI 275 kV tegangan ekstra tinggi ini diturunkan menjadi 150 kV dengan IBT (InterBus

Transformer) dan dialirkan ke GI 150 kV. GI 275 kV belum digunakan untuk

melayani beban penyulang, seluruh dayanya dialirkan ke GI 150 kV. GI 150 kV memiliki 3 (tiga) buah transformator, yaitu TD1 UNINDO, TD2 PASTI, dan TD3 UNINDO yang masing-masing berkapasitas 60 MVA. Single Line Diagram

sistem tenaga listrik GI Binjai dapat dilihat pada Gambar 4.1. Keterangan gambar :

: Tegangan kerja 275 kV : Tegangan kerja 150 kV : Tegangan kerja 20 kV


(54)

GALANG 1

PMT 6A.1 3150 A, 40 KA PMS 6A1.1 2000 A, 31,5 KA PMS 6A1.2 2000 A, 31,5 KA PMS 6AB1.1 2000 A, 31,5 KA PMT 6AB1 3150 A, 40 KA PMS 6AB.1.2 2000 A, 31,5 KA PMS 6B.1.1 2000 A, 31,5 KA PMT 6B.1 3150 A, 40 KA PMS 6B.1.2 2000 A, 31,5 KA CT 2000/1 A CT 2000/1 A CT=2000/1 A

BUS B BUS A

TO INCOMING 1 150 KV

IBT I 3x1 Phase 275/150/20 KV

250 MVA

LA 275 kV 20 kA

CT=2000/1 A PMS 6A1.3 2000 A-31.5 kA

CT 2000/1 A PMS LINE 2000 A-31.5 kA

LA 275 kV 20 kA

CVT 275 KV/0,1 KV

1 LINE TRAP 1mH, 2000A-31.5 kA

GALANG 2

PMT A.2 3150 A, 40 KA PMS 6A.2.1 2000 A, 31,5 KA PMS 6A.2.2 2000 A, 31,5 KA PMS 6AB.2.1 2000 A, 31,5 KA PMT AB.2 3150 A, 40 KA PMS.6AB.2.2 2000 A, 31,5 KA PMS 6B.2.1 2000 A, 31,5 KA PMT 6B.2 3150 A, 40 KA PMS 6B.2.2 2000 A, 31,5 KA CT 2000/1 A CT 2000/1 A CT=2000/1 A

TO INCOMING 2 150 KV

IBT II 3x1 Phase 275/150/20 KV

250 MVA

LA 275 kV 20 kA

CT=2000/1 A PMS 6A2.3 2000 A-31.5 kA

CT 2000/1 A PMS LINE 2000 A-31.5 kA

LA 275 kV 20 kA

CVT 275 KV/0,1 KV

1 LINE TRAP 1mH, 2000A-31.5 kA

PLTU SUMUT 1

PMT 6A.4 3150 A, 40 KA PMS 6A.4.1 2000 A, 31,5 KA PMS 6A.4.2 2000 A, 31,5 KA PMS 6AB.4.1 2000 A, 31,5 KA PMT 6AB.4 3150 A, 40 KA PMS.6AB.4.2 2000 A, 31,5 KA PMS 6B.4.1 2000 A, 31,5 KA PMT 6B.4 3150 A, 40 KA PMS 6B.4.2 2000 A, 31,5 KA CT 2000/1 A CT 2000/1 A CT=2000/1 A

REACTOR 275 KV 275 kV 20 kA

CT=2000/1 A PMS 6A4.3 2000 A-31.5 kA

CT 2000/1 A PMS 6B4.3 2000 A-31.5 kA

1 LINE TRAP 1mH, 2000A-31.5 kA

150-300/1A CCX 150-300/1A CCX REACTOR 50

MVar

LA 275 kV 20 kA CVT 275 KV/0,1 KV

LA 275 kV 20 kA

PLTU SUMUT 2

PMT 6A.3 3150 A, 40 KA PMS 6A.3.1 2000 A, 31,5 KA PMS 6A.3.2 2000 A, 31,5 KA PMS 6AB.3.1 2000 A, 31,5 KA PMT 6AB.3 3150 A, 40 KA PMS.6AB.3.2 2000 A, 31,5 KA CT 2000/1 A CT=2000/1 A

275 kV 20 kA

CT=2000/1 A PMS 6A3.3 2000 A-31.5 kA

1 LINE TRAP 1mH, 2000A-31.5 kA

CVT 275 KV/0,1 KV

LA 275 kV 20 kA

PMS.6B.3.1 2000 A, 31,5 KA PMS6B.3.2 2000 A, 31,5 KA


(55)

PMT 3150 A 40 kA CT: M=P= 300/1 A

LA : 10 kA

CT: M=P= 300/5 A

PASTI TD2 60 MVA

PMT 3150 A 40 kA

NGR: 40 ohm 300 A

BUS II BUS I UNINDO TD3 60 MVA PT 20 kV/√3/100V/√3

NGR: 40 ohm 300 A

IMP 12,67 % IMP 11,82

CT = P = M 2000/5 A

PT 20 kV/√3/100V/√3 CT = P = M 2000/5 A PMS 1250 A,

31,5 kA

PMS 1250 A, 25 kA CT: 150-300/5 A CT: 150-300/5 A PMT 20kV, 2000 A, 25 kA

PMT 20kV, 2000A, 25 kA

LA : 10 kA Kopel BUS PMT 3150 A 40 kA PT BUS 150 kV/√3/100V/√3

600/5 A BG1 BG2

600/5 A 600/5 A BG4 BG3

BUS 20 kV, 2000A, SCHNEIDER

CT: M=P= 300/1 A

PMT 3150 A 40 kA

PT 20 kV/√3/100V/√3 CT = P = M 2000/5 A

PMS 1600 A, 31,5 kA

PMT 20kV, 2000A, 25 kA

LA : 20 kA

PT 150 kV/√3/100V/√3

PT 150 kV/√3/100V/√3

LA : 10 kA LA : 10 kA PAYA GELI 1 PAYA GELI 2

ACCC 2 × 310 mm2

LINE TRAP 2500 A

LINE TRAP 2500 A

ES ES

CT: 2000-4000/5 A

M=P 2000/5 A

PMS 2000 A, 40 kA

CT: 800-1600-2000-4000/1 A

M=P 1600/1 A PMT 3150 A 40 kA

PMS 1600 A, 40 kA PT

150 kV/√3/100V/√3 PT 150 kV/√3/100V/√3

LA : 10 kA LA : 10 kA BELAWAN 2 BELAWAN 1

ACSR 2 × 429 mm2

LINE TRAP

LINE TRAP

ES ES

CT: 500-2500/1 A

M=P=2000/1

PMS 2000 A, 40 kA

PMS 1250 A, 20 kA PT

150 kV/√3/100V/√3 PT150 kV/√3/100V/√3

LA : 10 kA LA : 10 kA P BRANDAN 1 P BRANDAN 2

ACSR 1 × 240 mm2

LINE TRAP

LINE TRAP

ES ES

CT: 800/1 A

M=P 800/1 A

CT: 800/1 A

M=P 800/1 A

PMS 1250 A, 31,5 kA PMT 3150 A

40 kA PMT 3150 A

40 kA

PMS 2000 A, 40 kA

2000/5 A 600/5 A PMT 2000 A 25 kA PMT 1250 A 25 kA PMT 1250 A 25 kA PMT 1250 A 25 kA PMT 1250 A 25 kA

ACSR 2 × 429 mm2 ACSR 1

× 240 mm2 ACCC 2 × 310 mm2

PMT 3150 A

40 kA PMT 3150 A 40 kA

PMT 3150 A 40 kA

600/5 A

BN1 600/5 A

BN2

BUS 20 kV, 2000A, AREVA

PMT 630 A 25 kA 600/5 A PMT 630 A 25 kA MG3 600/5 A MG4 MG5 600/5 A 600/5 A TRAFO

PS2 MG6

BUS 20 kV, 2000A MERLIN GERIN + SCHNEIDER

600/5 A PMT 630 A 25 kA PMT 630 A 25 kA PMT 1250 A 25 kA PMT 1250 A 25 kA PMT 630 A 25 kA 600/5 A BN3 PMT 630 A 25 kA 600/5 A BN4 PMT 630 A 25 kA 600/5 A BN5 PMT 630 A 25 kA 600/5 A PMT 630 A 25 kA NGR:

12 ohm 1000 A

UNINDO TD1 60 MVA MG2 600/5 A PMT 630 A 25 kA BBVT 20 kV/√3/ 100V/√3

2000/5 A PMT 630 A 25 kA

BN6 VCC 20 kV/√3/ 100V/√3 TRAFO

PS1

CT: 500-2500/1 A

M=P=2000/1 PMS 2000 A,

40 kA

PMS 2000 A, 40 kA

PMS 1250 A, 20 kA

PMS 1250 A, 31,5 kA

PMS 2000 A, 40 kA

PMS 1600 A, 40 kA

PMS 2000 A,

40 kA PMS 2000 A,40 kA CT: 2000/1 A

600/5 A PMT 630 A 25 kA 800/5 A PMT 1250 A 25 kA 800/5 A PMT 1250 A 25 kA MG7 BUS SECTION BUSTIE BG-MG PMS 2000 A 31,5 kA PMS 2000 A 31,5 kA BUSTIE BN-BG BUS RISER BG -BN BUSRISER MG-BG FUSE

IMP 11,91 % CT:1000/5 A NA2XSY 5 x 3 x 400 mm2

NA2XSY 4 x 3 x 400 mm2

NA2XSY 4 x 3 x 400 mm2

PMS 2000 A, 40 kA

PMS 2000 A, 40 kA

PMS 1600 A, 40 kA

PMS 1250 A,

31,5 kA PMS 1600 A,40 kA PMS 2000 A,40 kA

PMS 1600 A, 40 kA PMS 1250 A,

31,5 kA

PMS 1600 A, 31,5 kA

INCOMING 150 KV IBT 2

PMS 1250 A, 31,5 kA

PMS 1250 A, 31,5 kA PMT 3150 A 40 kA

PMS 1250 A,

31,5 kA PMS 1250 A,31,5 kA

INCOMING 150 KV IBT 1

PMT 3150 A 40 kA

CT: 2000/1 A CT: 2000/1 A

TAL 2 × 850 mm2


(56)

4.3 Variabel Masukan dan Keluaran Simulasi

Transient Stability yang merupakan fitur ETAP 11.0 yang digunakan dalam

menjalankan simulasi pelepasan beban ini dapat berkerja (run) setelah menerima masukan berupa data-data parameter sistem tenaga listik, mulai dari pembangkitan, penyaluran sampai ke beban. Fitur ini juga menyediakan sistem

Typical Data, yaitu sistem generalisasi data masukan dengan data parameter

standar sehingga data yang dimasukkan pada simulasi tidak harus data real.

Karena ETAP 11.0 mengacu pada standar IEC atau ANSII, maka Typical Data

peralatan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Data yang diinput dalam skripsi ini terdiri dari data real dari PT PLN (Persero) dan juga Typical Data yang dimuat dalam library ETAP 11.0.

4.3.1 Varibel Masukan Peralatan

Nilai-nilai peralatan yang dimasukkan pada simulasi Transient Stability

ETAP 11.0 merupakan data real yang diperoleh dari UIP (Unit Induk Pembangunan), UPT (Unit Pelayanan Transmisi), UPB (Unit Pengaturan Beban) PT PLN (Persero) Sumatera Bagian Utara.

Tabel 4.1 Nilai Parameter Generator di PLTU Pangkalan Susu

No. Parameter Satuan Nilai

1 Kapasitas MVA 258,8

2 Daya aktif MW 220

3 Tegangan nominal kV 15,75

4 Power factor % 85

5 Jumlah kutub 4

6 Konstanta inersia 1,1


(57)

Tabel 4.2 Data Kapasitas Transformator yang Terpasang pada Sistem Tenaga Listrik Pangkalan Susu-Binjai

No. Transformator

Kapasitas Primer Seconder

MVA

(kV) (kV)

1 Pangkalan Susu 15,75 275 260

2 GI Binjai 275 kV 275 150 250

3 GI Binjai 150 kV :

- TD1 UNINDO 150 20 60

- TD2 PASTI 150 20 60

- TD3 UNINDO 150 20 60

* Data ini diperoleh dari UPT Sumbagut PT PLN (Persero) Tahun 2015, Lampiran 1 Tabel 4.3 Saluran Transmisi SUTET 275 kV Pangkalan Susu-Binjai

Tipe Konduktor ACSR Zebra

Jumlah Al/St 54/7

KHA 943 A

Resistansi 0,06494 Ω/km

Tipe saluran Double Circuit

Jarak antar berkas 26 cm

Diameter 2,86 cm

Luas Al 543,4 mm2

Luas St 56,3 mm2

Andongan 7,5 m

* Data ini diperoleh dari UPT Sumbagut PT PLN (Persero) Tahun 2015

Reaktor shunt yang terpasang di Tragi (Transmisi dan Gardu Induk) Binjai berkapasitas 59,5 MVA dengan tegangan nominal 275 kV 50 Hz yang merupakan produksi CHINA XD ELECTRIC CO.LTD. Reaktor ini memiliki impedansi 1.512,5 Ω/fasa. Data ini diperoleh dari UPT Sumbagut PT PLN (Persero) Tahun 2015.


(58)

Gambar 4.2 Menara SUTET 275kV Pangkalan Susu-Binjai

4.3.2 Perhitungan Jumlah Beban

Data beban yang digunakan pada simulasi ini adalah data beban nyata pada penyulang 20 kV di GI Binjai. Tabel 4.3 menunjukkan jumlah beban yang terpasang pada penyulang 20 kV di GI Binjai. Data pada Tabel 4.3 ini diperoleh dari pengolahan data beban harian penyulang GI Binjai tanggal 1 – 7 Juli 2015,


(1)

85 , 031 . 535 . 38  Q VAR 5 , 38  Q MVAR

Apabila kapasitas reaktor shunt digantikan nilainya dari 59,5 MVAR menjadi 38,5 MVAR pada simulasi sesuai skenario pelepasan beban yang ditunjukkan Tabel 5.1, maka tegangan lebih yang timbul pada ujung sisi penerima saluran transmisi Pangkalan Susu-Binjai ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 5.9 Besar Tegangan Lebih Transien pada Saat Pelepasan Beban di Tragi Binjai dengan Terpasang Reaktor Shunt 38,5 MVAR

Tahapan pelepasan beban

Tegangan lebih yang timbul

10% 266,17 kV

20% 267,38 kV

30% 268,59 kV

40% 269,80 kV

50% 271,04 kV

60% 272,19 kV

70% 273,37 kV

80% 274,53 kV

90% 275,71 kV

100% 276,87 kV

5.6 Analisis Manfaat Pemasangan Reaktor Shunt dengan Kapasitas 59,5 MVAR di GI 275kV Binjai

Sistem Tenaga Listrik Tragi Binjai dalam tugas akhir ini disederhakan dengan suplai daya dari Pangkalan Susu hanya disalurkan ke GI 150 kV Binjai. Sedangkan pada kondisi sebenarnya suplai daya dari Pangkalan Susu disalurkan juga ke GI 150 kV Belawan, P. Brandan, dan Paya Geli, ditunjukkan pada Gambar 4.1a. Tragi Binjai juga direncanakan akan dikembangkan dengan saluran transmisi 275 kV ke Galang seperti yang ditunjukkan Gambar 4.1b. Sehingga


(2)

kapasitas 59,5 MVAR tidak diperlukan karena apabila terjadi pelepasan tiba-tiba pada penyulang 20 kV GI 150 Binjai, tegangan lebih yang terjadi masih berada pada nilai aman sesuai standar PLN, ditunjukkan pada Tabel 5.6.

Pemasangan reaktor shunt pada tugas akhir ini lebih berfungsi untuk menjaga kestabilan sistem dengan menjaga nilai tegangan yang timbul saat pelepasan beban mendekati tegangan kerja sistem. Semakin kecil selisih nilai tegangan yang timbul dengan nilai tegangan kerja sistem maka semakin tinggilah kualitas dari tegangan tersebut.

Dalam perencanaan sistem tenaga listrik tentu mempertimbangkan besar kapasitas reaktor shunt yang susuai dengan kebutuhan sistem. Nilai 59,5 MVAR yang dipilih oleh PT PLN (Persero) dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan sistem karena ada rencana pengembangan transmisi kedepannya dari GI 275 kV Binjai.

Apabila kapasitas reaktor shunt digantikan nilainya dari 59,5 MVAR menjadi 38,5 MVAR pada simulasi sesuai skenario pelepasan beban yang ditunjukkan Tabel 5.1, maka tegangan lebih yang timbul pada ujung sisi penerima saluran transmisi Pangkalan Susu-Binjai pada pelepasan beban 10% tegangan yang timbul adalah 266,22 kV. Tegangan ini lebih baik daripada penggunaan reaktor shunt berkapasitas 59,5 MVAR, kapasitas yang terlalu besar sehingga mengakibatkan tegangan yang timbul adalah 262,54 kV. Kedua nilai tegangan ini memang berada pada nilai aman sesuai standar PLN namun dapat


(3)

Pemilihan nilai kapasitas reaktor shunt juga harus diperhitungkan apabila terjadi pelepasan beban dalam jumlah besar atau terjadi beban nol karena gangguan, reaktor shunt harus mampu menurunkan tegangan hingga pada nilai yang aman sesuai standar PLN. Simulasi pada skripsi ini menunjukkan keadaan ini dengan pelepasan beban 100%, apabila sistem terpasang dengan reaktor shunt berkapasitas 59,5 MVAR, tegangan lebih yang timbul berada pada nilai 273,32 kV. Sedangkan tegangan lebih yang timbul adalah 276,87 kV apabila reaktor shunt yang terpasang berkapasitas 38,5 MVAR. Perbandingan nilai tegangan yang timbul antara kedua reaktor shunt ini ditunjukkan oleh tabel berikut.

Tabel 5.10 Perbandingan Nilai Tegangan Lebih yang Timbul Saat Pelepasan Beban

Pelepasan beban

Tegangan lebih yang timbul saat terpasang

reaktor shunt

Selisih dengan tegangan nominal, yaitu 275 kV xVLVn

38,5 MVAR 59,5 MVAR 38,5 MVAR 59,5 MVAR 10 % 266,22 kV 262,54 kV 8,78 kV 12,46 kV 100% 276,87 kV 273,32 kV 1,68 kV 1,87 kV

Pada Tabel 5.10 dapat dilihat bahwa kualitas tegangan pada saat pemasangan reaktor shunt berkapasitas 38,5 MVAR lebih baik daripada pemasangan reaktor shunt berkapasitas 59,5 MVAR. Hal ini ditunjukkan dari selisih nilai tegangan lebih yang timbul dengan tegangan nominal. Semakin kecil nilai selisih maka semakin baik pula kualitas tegangan sistem tenaga listrik.


(4)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Setelah melakukan beberapa perhitungan dan simulasi berkaitan dengan pelepasan beban pada sisi penerima Saluran Transmisi Pangkalan Susu – Binjai 275 kV dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Pemasangan reaktor shunt yang berkapasitas 59,5 MVA pada sisi penerima Saluran Transmisi Pangkalan Susu – Binjai mampu menurunkan tegangan lebih akibat pelepasan beban sebesar 3,613%.

2. Nilai tegangan pada sisi penerima Saluran Transmisi Pangkalan Susu – Binjai 275 kV masih dalam kategori aman sesuai standar PLN

95%V 105%

apabila terjadi pemadaman penuh pada penyulang 20 kV GI 150 kV, dengan tegangan 273,32 kV.

3. Untuk saat ini penggunaan Reaktor Shunt berkapasitas 59,5 MVAR tidak diperlukan, namun pemasangan reaktor ini akan berguna kedepannya mengingat rencana pengembangan sistem transmisi ke Galang dari GI 275 kV Binjai.


(5)

6.2 Saran

Adapun saran dari penulis sebagai pengembangan dari skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Membandingan pengaruh pemasangan letak reaktor shunt, apabila dipasang di salah satu ujung saluran, tengah saluran maupun di kedua ujung saluran transmisi.

2. Menganalisis pengaruh pemasangan reaktor shunt terhadap tegangan yang timbul pada sisi pembangkitan akibat pelepasan beban pada sisi penyulang.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Arismunandar, Artono, “BukuPegangan Teknik Tenaga Listrik”, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001.

[2] Stevenson, William, “Analisis Sistem Tenaga Listrik”, Erlangga, Jakarta, 2000.

[3] Kundu, Prabha,”Power System Stability and Control”, McGraw-Hill, Palo Alto California, 1993.

[4] Tobing, Bonggas L,”Dasar-dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi”, Erlangga, Jakarta, 2012.

[5] Yuniarto, “Profil Surja Hubung Karena Proses Energized Pada Saluran

Transmisi 500kV”, Universitas Diponegoro, Semarang, 2014.

[6] Uiyana, Alanmores, “Studi Pemasangan Reaktor Shunt di Gardu Induk Krian, Universitas Kristen Petra, Surabaya, 1999.

[7] Sin Fa, Lie, “Studi Mengenail Ferranti Effect pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 500 kV Unggaran-Krian”, Universitas Kristen Petra, Surabaya, 1991.

[8] Wisnu, Pribadi, “Permodelan Transient Reaktor Shunt pada Sistem

Transmisi 500 kV Akibat dari Gangguan Fasa ke Tanah”, Institut

Teknologi Sepuluh November, Surabaya, 2012.