BANJIR LANGKA AIR BAHAN BAKU AIR BERSIH

BANJIR, LANGKA AIR (BAHAN BAKU AIR BERSIH)
DAN KEMACETAN LALU-LINTAS
AKAN MELANDA SELURUH KOTA DI INDONESIA:
TINGGAL MENUNGGU WAKTU*
(Ruddy Agusyanto)
Indonesia adalah daerah “resapan air”, yang ditandai dengan banyaknya sungai, anak sungai dan
danau. Hal ini dikarenakan secara geografis Indonesia terletak di wilayah yang beriklim tropis
sehingga air tetap dalam wujudnya yang cair (mendapat suhu sinar matahari yang pas/ideal). Air
dalam suhu yang terlalu panas akan menguap dan sebaliknya ia akan membeku jika terlalu
dingin.
Sungai dan anak sungai melintasi hampir seluruh bagian dari daratan yang ada. Oleh karena itu,
sangatlah wajar bila pada jaman dulu (ratusan atau ribuan tahun yang lalu), sungai menjadi
prasarana transportasi utama leluhur nusantara. Mereka membangun hunian di sisi kanan-kiri
sepanjang sungai dan anak sungai (sebab air adalah tanda kehidupan) sehingga masing-masing
hunian terkoneksi satu sama lain oleh sungai atau anak sungai tersebut.
Dalam perjalanan waktu, interaksi antar kebudayaan semakin intens sejalan dengan
perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi (informasi). Tanpa disadari, Indonesia
telah mengadopsi “paradigm continent” (Eropa Barat dan Amerika Serikat) – yang bukan daerah
resapan air (miskin sungai dan anak sungai) dalam merumuskan design pembangunan. Oleh
karena itu pula, daratan non-resapan air seperti Eropa dan Amerika mengembangkan
“transportasi darat”. Tanpa disadari, Indonesia merubah paradigm tansportasi – dari transportasi

air menjadi transportasi darat. Berdasarkan hal ini maka dampak yang signifikan adalah:
1. Sungai dan anak sungai (serta danau) beralih fungsi, “dari prasarana utama trasportasi
menjadi drainage”. Akibatnya, sungai dan anak sungai serta danau dalam mindset (budaya)
masyarakat menjadi “tempat pembuangan limbah/sampah”. Akibatnya, terjadi
penyempitan dan pendangkalan sungai, anak sungai dan danau (turunnya daya tampung
air).
2. Dampak selanjutnya adalah “pemborosan ruang” sebab prasarana trasportasi yang sudah
ada, tidak dipergunakan lagi (dimatikan) sehingga harus menyediakan ruang/lahan baru
untuk membangun prasarana transportasi darat.
3. Konsekuensi dari prasarana trasportasi yang baru ini adalah juga diperlukannya ruang/lahan
baru di sepanjang prasarana trasportasi darat (jalan raya) tersebut untuk hunian dan aktivitas
lainnya. Dengan demikian, ruang/lahan baru yang diperlukan tak hanya untuk keperluan
prasarana trasportasi, tetapi juga ruang untuk hunian dan untuk aktivitas lainnya di sepanjang
“jalan darat” yang dibangun. Akibatnya, kelangkaan ruang semakin cepat seiring dengan
pembangunan yang dilakukan.
4. Dengan kebutuhan ruang/lahan untuk prasarana transportasi darat dan hunian atau ruang
untuk aktivitas lainnya maka semakin banyak lahan terbuka yang hilang (resapan air).
Pada akhirnya, persediaan air (bahan baku air bersih) semakin hari semakin langka dan
permukaan tanah semakin turun sebagai akibat dari tak seimbangnya antara “masuknya
air dengan konsumsi air”. Tak hanya itu, perembesan air laut juga semakin jauh masuk


kedalam wilayah daratan. Hal ini membuat bahan baku air bersih (tawar) menjadi semakin
langka.
5. Dengan semakin banyaknya pembangunan prasarana transportasi darat dan hunian atau ruang
untuk aktivitas manusia maka semakin banyak diperlukan drainage. Seiring perkembangan
pembangunan tersebut, pada akhirnya mengakibatkan semakin sulitnya mengatur “derajat
kemiringan drainage” (air mengalir menuju permukaan yang lebih rendah). Akibatnya,
terjadi genangan di banyak drainage karena kesulitan mengatur derajat kemiringan agar air
tetap mengalir. Oleh karena itu, ketika turun hujan sebentar saja bisa terjadi “banjir lokal” –
yaitu air menggenangi prasarana trasportasi/jalan raya dan kompleks hunian atau ruang
aktivitas lainnya – padahal permukaan sungai, anak sungai dan danau tidak naik atau meluap.
Kalau sudah demikian maka kemacetan lalu-lintas tak bisa dihindari. Jadi, banjir tidak
hanya sebagai akibat meluapnya sungai, anak sungai atau danau tetapi juga akibat tidak
mengalirnya drainage.
Dengan demikian, jika Negara/Pemerintah tidak segera menyadari bahwa karakter geografis
Indonesia adalah “daerah resapan air” dan tidak merubah paradigm pembangunannya (paradigma
continent dan non-resapan air) maka “kemacetan lalu-lintas, banjir tetapi kekurangan/langka
air (bahan baku air bersih)” akan melanda seluruh kota di Indonesia. Hanya menunggu waktu.
*Ekspedisi Geografi Indonesia 2013/Badan Geospasial Indonesia
Kepustakaan

Agusyanto, Ruddy.
2007 Jaringan Sosial Dalam Organisasi. Jakarta: Rajagrafindo.
2012
“Kelangsungan Hidup dan Teritori Sumberdaya”, dalam NKRI Dari Masa Ke Masa (Karsidi dkk., ed.).
Bogor: Sains Press.
2013
BUDAYA SONTOLOYO – Matahari itu Berkah atau kutukan? Tropis adalah Awal dan Pusat
Peradaban. Jakarta: Institut Antropologi Indonesia.
Anjarwati, Elfrida.
2009 Early Man Civilization in Sangiran Dome (Kehidupan Manusia Purba di Kubah Sangiran). Sragen:
Pemerintah Kabupaten Sragen.
Burns, Tom R., dkk.
1987 Manusia, Keputusan, Masyarakat: Teori dinamika antara aktor dan sistem untuk ilmuwan sosial.
Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Dove, Michael R (ed.).
1985 Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Modernisasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Ducummon, LS.
2011 Ecological And Economic Importance of Bats, Bat Conservation International, Inc, Austin, Texas
Ekspedisi Geografi Indonesia 2012: Selamatkan Kawasan Karst di Selatan Jawa Timur. Cibinong: Badan
Informasi Geospasial.


Haviland, William A.
1988 Antropologi, jilid 1 dan 2 (terj.). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Internet:
http://pajsindonesia.wordpress.com/2012/08/31/diversitas-lingkungan-kawasan-karst-malang-selatan-dandiversitas-etnostrategi/
http://www.komunitasbelokkiri.com/seni-tiban-tarian-meminta-hujan-dalam-perspektif-filsafatketuhanan.htm
http://iannnews.com/ensiklopedia.php?page=budaya&prov=2&kota=81&id=376
Sumber: http://iniunic.blogspot.com/2011/10/upacara-adat-minta-hujan.html
http://inpo-aneh.blogspot.com/2012/09/upacara-pernikahan- kodok-untuk-meminta.html
http://www.indosiar.com/ragam/ritual-minta-hujan-dengan-beragam-pantangan_88606.html

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/19/10004077/Banjir.di.Kampung.Pulo.Tak.Ganggu.Aktivita
s.Warga?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/03/05/12185433/Banjir.Lagi.Warga.Kp.Pulo.Tetap.Beraktivitas
?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/03/12/12164613/Akan.Direlokasi.Warga.Kampung.Pulo.Bang
un.Rumah.3.Lantai
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/18/214455243/Beda-Curah-Hujan-Jakarta-2007-dengan-2013
http://thesis.binus.ac.id/doc/LampiranNoPass/2007-2-00552-STIF-Lampiran.pdf

http://health.detik.com/read/2013/02/04/161543/2160755/763/2-hari-saja-tumpukan-sampah-di-jakartabisa-dibangun-candi-borobudur
http://www.tribunnews.com/2013/05/08/puluhan-pemilik-toko-di-cipanas-panik
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/08/6/152254/Banjir-Rendam-Belasan-Toko-diCipanas-