T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Di SMP Negeri 2 Dempet Tahun 2014 T2 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini akan membahas

tentang Konsep evaluasi dan

evaluasi program, tujuan evaluasi program, manfaat evaluasi program,
model evaluasi, konsep manajemen pembiayaan, program BOS,
Penelitian yang relevan, kerangka pikir.

2.1 Konsep Evaluasi dan Evaluasi Program
2.1.1 Konsep Evaluasi
Yusuf (2000:3) mengatakan

evaluasi merupakan suatu usaha

untuk mengukur dan memberikan nilai secara obyektif pencapaian
hasil-hasil
evaluasi

yang


telah

tersebut

direncanakan

dimaksudkan

sebelumnya,

menjadi

dimana

umpan

balik

hasil

untuk

perencanaan yang dilakukan di depan. Selanjutnya Uzer (2003:120)
mendifinisikan

evaluasi

adalah

suatu

seseorang untuk memperoleh informasi
menentukan mana dari

dua hal

atau

alternatif yang diinginkan, karena
semacam ini tidak diambil


memerlukan

informasi

untuk

untuk

lebih

yang merupakan
atau

keputusan

karenanya pemberian nilai itu
yang rasional

pengambilan


Menurut Yunanda (2009:3)
terencana

ditempuh

yang berguna untuk

penentuan

pertimbangan
proses

yang

secara acak, maka alternatif-alternatif

itu harus diberi nilai relatife,
harus


proses

mengetahui

berdasarkan

keputusan. Sedangkan

evaluasi merupakan kegiatan yang
keadaan

sesuatu obyek dengan

menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolok
ukur untuk memperoleh kesimpulan. Menurut
evaluasi adalah
untuk

suatu proses


Arifin (2012:8)

yang sistematis dan berkelanjutan

menentukan kualitas (nilai dan arti) dari pada sesuatu,

berdasarkan pertimbangan dan

kriteria tertentu untuk membuat

suatu keputusan dan menurut Arikunto (2014:2)
kegiatan untuk

mengumpulkan

evaluasi adalah

informasi tentang bekerjanya

sesuatu yang selanjutnya informasi tersbut digunakan alternatif yang

tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
Dari berbagai pendapat dari beberapa pakar dapat disimpulkan
bahawa

evaluasi

adalah

suatu

proses

yang

sistematis

untuk

memberikan penilaian dan membuat keputusan yang tepat terhadap
sesuatu (obyek, kejadian atau program).


2.1.2 Konsep Program
Menurut Jones (1994:296) mendifinisikan bahwa “A programme is
collection of interrelated project designed to harmonize and integrated
various action an activities for achieving averral policy abjectives”,
suatu program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan
telah

dirancang

harmonis

dan

untuk
secara

melaksanakan
integrated


kegiatan-kegiatan

untuk

mencapai

kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan. Sedangkan

yang

sasaran
program

menurut (Joan L. Herman,1987 dalam Tayibnapis, 2008:9) program
adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang dengan harapan
akan mendatangkan hasil atau pengaruh dan menurut Arikunto dan
Jabar (2014:4) mengartikan program adalah

sejumlah sarana


hubungan yang didesain dan diimplementasikan sesuai dengan
tujuan.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
program adalah suatu kesatuan kegiatan yang dilakukan oleh
sekelompok

orang

yang

saling

berkesinambungan

melaksanakan kebijakan untuk mencapai sasaran
keseluruhan.

2.1.3 Konsep Evaluasi Program

dalam


tersebut secara

Menurut (Tyler,1950 dalam Arikunto, 2014:5) evaluasi program
adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah
dapat terealisasi. Sedangkan (Cronbacch ,1963 dan Stufflebeam,1971
dalam Arikunto, 2014:5)

mendifinisikan

evaluasi program adalah

upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan. Menurut Arikunto (2014:17) evaluasi program adalah
upaya

untuk

mengatahui efektifitas

komponen

program dalam

mendukung pencapaian tujuan program.
Sehubungan dengan definisi tersebut The Standford Evaluationn
Consorsium

Group

menegaskan

bahwa

meskipun

evaluator

menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil keputusan
tentang suatu program (Cronbach,1982 dalam Arikunto, 2014:5).
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
evaluasi

program

merupakan

proses

pengumpulan

data

atau

informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif
kebijakan.

2.2 Tujuan Evaluasi Program
Menurut Sudjana (2006: 48), tujuan khusus evaluasi program
terdapat 6 (enam) hal, yaitu untuk: (1) memberikan masukan bagi
perencanaan program; (2) menyajikan masukan bagi pengambil
keputusan yang berkaitan dengan

tindak lanjut perluasan atau

penghentian program; (3) memberikan masukan bagi pengambil
keputusan

tentang

modifikasi

atau

perbaikan

program;

(4)

memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan
penghambat program; (5) memberi masukan untuk kegiatan motivasi
dan

pembinaan

(pengawasan,

supervisi

dan

monitoring)

bagi

penyelenggara, pengelola, dan pelaksana program; (6) menyajikan data

tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program. Selanjutnya
Arikunto

(2010:22)

menambahkan

evaluasi

program

dilakukan

dengan tujuan: (1) memberi masukan pada perencana program atau
kegiatan;

(2)sebagai

bahan

pertimbangan

untuk

pengambilan

keputusan; (3) memberi masukan untuk memodifikasi program;(4)
mendapatkan

informasi

tentang

pendukung

dan

penghambat

program; (5) sebagai upaya untuk melakukan tindakan perbaikan.
Sedangkan menurut Wirawan (2011:22) tujuan evaluasi program
adalah (1) mengetahui pencapaian tujuan dari suatu program; (2)
menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil
keputusan; (3) menilai kualitas kinerja program (4) menentukan
ukuran dan ketercapaian materi suatu program; (5) menentukan
akuntabilitas suatu program; (6) menentukan dasar, arah, strategi
dan keefektivitas program.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan
evaluasi program adalah untuk memberikan masukan bagi pengambil
keputusan tentang perencanaan program, tindak lanjut perluasan
atau penghentian program, modifikasi atau perbaikan program, faktor
pendukung dan penghambat program.

2.3 Manfaat Evaluasi Program
Ruswati (2008:64) menyatakan manfaat dari evaluasi program
yaitu

a)

Memberikan

masukan

apakah

suatuprogram/proyek

dihentikan atau diditeruskan; b) Memberitahukan prosedur mana
yang perlu diperbaiki; c) Memberitahukan stategi, atau teknik
yangmana yang perlu dihilangkan/digant; d) Memberikan masukan
apakah program/proyek yang sama dapat diterapkan ditempat lain; e)
Memberikan masukan ke arah mana dana harus dialokasikan; f)
Memberikan
program/proyek

masukan

apakah

teori/pendekatan

dapatditerima/ditolak.

Arikunto

tentang
(2014:22)

menguraikan manfaat evaluasi program yaitu evaluasi program adalah

(1) menghentikan program karena dipandang bahwa program tersebut
tidak ada manfaatnya; (2) merevisi program karena ada bagian-bagian
yang kurang sesuai dengan harapan; (3) melanjutkan program karena
pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah
berjalan sesuai dengan harapan dan member hasil yang manfaat; (4)
menyebarluaskan program karena program tersebut berhasil dengan
baik maka sangat baik apabila dilaksanakan lagi ditempat dan waktu
yang lain.

Arifin (2010:10) menjelaskan manfaat evaluasi program

adalah memberikan informasi yang akurat bagi pembuata kebijakan
untuk mengambil keputusan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan evaluasi program
bermanfaat

untuk

memberikan

rekomendasi

bagi

pengambil

keputusan dengan masukan hasil evaluasi program yang sedang atau
telah dilaksanakan.

2.4 Model Evaluasi
2.4.1 Model-Model Evaluasi Program
Arikunto (2014:40) menyatakan bahwa ada banyak model yang
bisa digunakan
pendidikan.
tindak

dalam

melakukan evaluasi program

Meskipun maksudnya

program

putusan dalam menentukan

lanjut suatu program. (Kaufman dan Thomas dalam Arikunto,

2014:40)

membedakan model evaluasi menjadi 8 kelompok sebagai

berikut ini:

1.Goal Oriented Evaluation Model
Merupakan model yang paling awal.

Yang

menjadi

objek

pengamatan pada model ini adalah tujuan dari tujuan program yang
sudah

ditetapkan

dilakuakan
seberapa

jauh

sebelum program

dimulai. Evaluasi

secara berkesinambungan , terus menerus , mencek
jauh

tujuan

tersebut

sudah

terlaksana

di dalam

proses pelaksanaan program . Model ini dikembangkan oleh Tyler.
(Arikunto 2014:40).
2.Goal Free Evaluation Model
Model
dapat

ini dikembangkan

dikatakan

dikembangkan

oleh Michael

berlawanan

dengan

oleh Tyler. Jika dalam

Scriver ,

model
model

model ini

pertama

yang

yang dikembangka

Tyler, evaluator terus menerusl memantua tujuan , yaitu sejak awal
proses terus sejauh mana tujuan tersebut dapat dicapai . Menurut
Michael scriven , dalam melaksanakan evaluasi program evaluator
tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang
perlu

diperhatikan

kerjanya

program,

dalam

program

dengan

jalan

tersebut

adalah

mengidentifikasi

bagaimana

penemapilan-

penampilan yang terjadi,baik hal-hal positif (yaitu yang dihrapkan)
maupun hal-hal negatif (yang sebetulnya tidak diharapkan)
Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan karena
kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan
khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya telah
terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa memperhatikan
seberapa jauh penampilan tersebut mendukung penampilan akhir
yang

diharapkan

oleh

tujuan

umum

maka

akibatnya

jumlah

penampilan khusus ini tidak banyak manfaatnya (Arikunto 2014:40).
3. Formatif-Sumatif Evaluation Model
Model

ini

merujuk

pada

tahapan

dan

lingkup

objek

yang

dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih
berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai
atau berakhir (di sebut evaluasi sumatif)
Berbeda dengan model yang pertama dikembangkan ,model yang
ini ketika melaksanakan evaluasi ,evaluator tidak melepaskan diri dari
tujuan. Tujuan evaluasi formatif memang berbeda dengan tujuan

evaluasi sumatif . Dengan demikian , model oleh Michael Scriven ini
menunjuk

tentang

“apa,

kapan,

tujuan



evaluasi

tersebut

dilaksanakan (Arikunto, 2014:42).
4. Countenance Evaluation Model
Model ini dikembangkan oleh Stake. Menurut ulasan tambahan
yang diberikan oleh Fernandes (1984), model stake menekankan pada
adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu (1) Deskripsi (description)
dan (2) pertimbangan(judgments); serta membedakan adanya tiga
tahapan

dalam

evaluasi

program

yaitu

anteseden

(antecedents/context), transaksi (transaction/process), dan Keluaran
(output-outcame) (Arikunto, 2014:43).
5. CSE-UCLA Evaluasi Model
CSE-UCLA terdiri dari dua singkatan , yaitu CSE dan UCLA. CSE
merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation,
sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University of California in
Los Angeles. Cirri dari model CSE-UCLA adalah lima tahap yang
dilakukan

dalam

evaluasi

yaitu

peencanaan

,

pengembangan,

implementasi, hasil dan dampak. Fernandes (1984) membeikan
penjelasan tentang model USE-UCLA menjadi empat tahap yaitu (1)
needs assessment,(2) program planning(3)formatifve evaluation dan (4)
summative evaluation (Arikunto 2014:44).
6. CIPP Evaluation Model
Model evaluasi CIPP

dikembangkan oleh Stufflebeam, model ini

diperkenalkan pada tahun 1967 di Ohio State University. Arikunto
(2010) menjelaskan bahwa model evaluasi CIPP merupakan sebuah
singkatan dari huruf awal empat buah kata yaitu (1) Context
evaluationyaituevaluasi terhadap konteks; (2) Input evaluationyaitu

evaluasi terhadap masukan; (3) Process evaluation yaitu evaluasi
terhadap proses; dan (4) Product evaluation yaitu evaluasi terhadap
hasil (Arikunto 2014:45).
7. Discrepancy Evaluation Model
Kata

discrepancy

adalah

istilah

bahasa

Inggris

,

yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia mejadi “Kesenjangan”.
Model ini dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan model
yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam
pelaksanaan

program.

Evaluasi

program

yang

dilakukan

oleh

evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap
komponen. (Arikunto, 2014:48)
8 .Responsive Evaluation Model
Evaluasi pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari
berbagai perspektif orang - orang yang terlibat, berminat dan
berkepentingan dengan program. Tujuan evaluasi adalah untuk
memahami

semua

komponen

program

melalui

berbagai

sudut

pandangan yang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan,
maka model ni kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat
kuantitatif. Instrumen yang digunakan pada umumnya mengandalkan
observasi langsung maupun tak langsung dengan interpretasi data
yang impresionistik. (Tayibnapis, 1989:23)
Dari berbagai model evaluasi program di atas, peneliti memilih
Discrepancy Evaluation model ini, yang peneliti anggap sebagai model
yang paling sesuai dengan penelitian.
2.4.2. Discrepancy Evaluation Model

Menurut Widoyoko (2009:29) Kesenjangan adalah sebagai suatu
keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang
dihasilkan

dalam

pelaksanaan

program.

Evaluasi

kesenjangan

dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standard
yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari
program

tersebut.

Evaluasi

model

kesenjangan

kesenjangan

(discrepancy model) menurut Provus (dalam Fernandes, 1984) adalah
untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standard)yang
sudah ditentukan dalam program dengan kinerja (performance)
sesungguhnyadari program tersebut. Baku adalah kriteria yang
ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil pelaksanaan program.
Sedangkan

kesenjangan

pendidikan

meliputi:

yang

(1)

dapat

dievaluasi

dalam

program

antara

rencana

dengan

Kesenjangan

pelaksanaan program; (2) Kesenjangan antara yang diduga atau
diramalkan akan diperoleh dengan yang benar-benardirealisasikan; (3)
Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan
yang ditentukan; (4) Kesenjangan tujuan; (5) Kesenjanganmengenai
bagian program yang dapat diubah; dan (6) Kesenjangan dalam sistem
yangtidak konsisten. Oleh karena itu model evaluasi ini memiliki lima
tahap yaitu desain, instalasi, proses, produk, dan membandingkan.
Zaibaski (2010:3) evaluasi program dapat dilakukan melalui 5
tahap yaitu : (1) Tahap Penyusunan Desain;(2) Tahap Penetapan
Kelengkapan

Program;

(3)

Tahap

Proses

(Process);

(4)

Tahap

Pengukuran Tujuan (Product); (5) Tahap Pembandingan (Programe
Comparison).
(1)

tahap

Masing-masing tahap bisa dijelaskan sebagai berikut:

penyusunan

desain,

dalam

tahap

ini

dilakukan

merumuskan tujuan program, menyiapkan murid kelengkapan yang
lain, dan merumuskan standar dalam bentuk yang menunjuk pada
suatu yang dapat diukur; (2) tahap penetapan kelengkapan program (
instalasi) yaitu
sesuai

dengan

melihat
yang

apakah

kelengkapan

diperlukan atau

tersedia sudah

belum; (3) tahap proses

(process) Yaitu mengadakan evaluasi tujuan manakah yang sudah
dicapai. Tahap ini juga di sebut tahap mengumpulkan data dari
pelaksanaan program; (4) tahap pengukuran tujuan (product) yaitu
tahap mengadakan analisis data dan
yang diperoleh. Pertanyaan

yang

adalah Apakah program sudah
Tahap

Pembandingan

membandingkan

para

(Programe

Dalam

tingkat output

dalam

tahap

ini

mencapai tujuan terminalnya?; (5)
Comparison)

tahap

penemuan kesenjangan
pengambil keputusan, agar

kelanjutan dari

diajukan

hasil yang telah dicapai

telah ditetapkan.
semua

menetapkan

ini

untuk

yaitu

tahap

dengan tujuan yang
evaluator

menuliskan

disajikan

kepada

mereka (ia) dapat memutuskan

program tersebut. Kemungkinannya

adalah

menghentikan program, mengganti atau merevisi, meneruskan, dan
memodifikasi tujuannya.
Standar

adalah

kriteria

yang telah dikembangkan dan

ditetapkan dengan hasil yang efektif. Penampilan adalah sumber,
prosedur, manajemen, dan hasil nyata yang tampak ketika
dilaksanakan. Kunci dari evaluasi kesenjangan

program

adalah dalam hal

membandingkan penampilan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

2.5 Konsep Manajemen pembiayaan
2.5.1 Pengertian Manajemen Keuangan
Dalam melakukan sutau kegiatan supaya dapat berjalan dengan
tertib, lancar, efektif dan efisien diperlukan penataan keuangan yang
sebaik-baiknya. Untuk itu diperlukan manajemen keuangan dalam
setiap program atau kegiatan. Menurut

Suad Husnan dan Enny

Pudjiastuti

(1998:4)

manajemen

keuangan

adalah

pengaturan

kegiatan keuangan dalam suatu organisasi yang menyangkut kegiatan
perencanaan, analisis, dan pengendalian kegiatan keuangan.
Menurut

Depdiknas

(2000)

bahwa

manajemen

keuangan

merupakan tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang
meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban
dan pelaporan. Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah
dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan
sekolah

mulai

dari

perencanaan,

pembukuan,

pembelanjaan,

pengawasan dan pertanggung-jawaban keuangan sekolah.
Menurut Lipham (1985) dan Keith (1991) dalam Depdiknas (2000)
manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen
sekolah

yang

akan

turut

menentukan

berjalannya

kegiatan

pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi
manajemen

pendidikan

pada

umumnya,

kegiatan

manajemen

keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan.

Beberapa kegiatan

manajemen keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan sumbersumber pendanaan, pertanggungjawaban.
Dari pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan pengetian dia
atas dapat

disimpulkan bahwa menejemen adalah rangkaian

aktivitas mengatur keuangan mulai dari perencanaan, pembukuan,
pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan.
2.5.2 Tujuan Manajemen Keuangan
Dengan

manajemen keuangan di sekolah, maka kebutuhan

pendanaan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pendanaanny,
dibukukan secara transparan, serta dapat dipergunakan secara efektif
dan efisien.

Menurut Kadarman, A.M. dan Udaya (1992) tujuan manajemen
keuangan

(1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan

keuangan sekolah; (2) meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
keuangan sekolah; (3) meminimalkan penyalahgunaan anggaran
sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas
kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan
bendaharawan

yang

menguasai

dalam

pembukuan

dan

pertanggungjawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar
sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
2.5.3 Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip.
Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan
dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi,
dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu
mendapat penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip tersebut,
yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.

1. Transparansi
Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang
manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu
kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan yang
transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan
lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan
jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus
jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan
untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan
dalam rangka meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat dan
pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di
sekolah. Disamping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan

timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan
warga

sekolah

melalui

kemudahan di dalam

penyediaan

informasi

memperoleh informasi

dan

menjamin

yang akurat

dan

memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua
warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran
pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan
pengumuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga
bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah
mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah
uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan
untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah
kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
2. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain
karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk
mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di
dalam manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat
dipertanggungjawabkan

sesuai

dengan

perencanaan

yang

telah

ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan
peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang
secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan
kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama
yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya
transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan
dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah ,
(2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi
untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan

pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang
murah dan pelayanan yang cepat
3. Efektivitas
Efektif seringkali diartikan sebagai

pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan. Garner (2004) mendefinisikan efektivitas lebih dalam lagi,
karena sebenarnya efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai
tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian
visi lembaga. Effectiveness ”characterized by qualitative outcomes”.
Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen
keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang
dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas
dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan
kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
4. Efisiensi
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan.
Efficiency

”characterized

by

quantitative

outputs”

(Garner,2004).

Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input)
dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang
dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan
tersebut dapat dilihat dari dua hal: (a) Dilihat dari segi penggunaan
waktu, tenaga dan biaya.

Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau

penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat
mencapai hasil yang ditetapkan. Ragam efisiensi dapat dijelaskan
melalui hubungan antara penggunaan waktu, tenaga, biaya dan hasil
yang diharapkan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2.1.
Hubungan penggunaan waktu, tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan

Pada gambar di atas menunjukkan penggunaan daya C dan hasil D
yang paling efisien, sedangkan penggunaan daya A dan hasil D
menunjukkan paling tidak efisien; (b) Dilihat dari segi hasil, kegiatan
dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan
biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas
maupun kualitasnya. Ragam efisiensi tersebut dapat dilihat dari
gambar berikut ini:

Gambar : 2.2
Hubungan penggunaan waktu, tenaga, biaya tertentu dan ragam hasil yang diperoleh

Pada gambar di atas menunjukkan penggunaan waktu, tenaga,
biaya A dan hasil B paling tidak efisien. Sedangkan penggunaan
waktu, tenaga, biaya A dan hasil D paling efisien.
Tingkat efisiensi

dan efektivitas yang tinggi memungkinkan

terselenggaranya pelayanan terhadap masyarakat secara memuaskan
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan
bertanggung jawab.

2.6 Program BOS
Biaya pendidikan merupakan komponen yang sangat penting
dalam

penyelenggaraan

pendidikan.

Dapat

dikatakan

bahwa

pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya. Untuk dapat
mewujudkan tujuan pendidikan pemerintah sudah mengaturnya
dalam kebijakan pembiayaan seperti yang terkandung dalam UUD
1945 tanggungjawab pendidikan bangsa, terutama pendidikan dasar
adalah pemerintah. Hal ini terutama dijelaskan pemerintah dalam
pasal 31 ayat (1 ) Setiap warga Negara berhak mendapatkan
pendidikan dan ayat (2) bahwa setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Dalam UU

No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS menegaskan setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu, bahkan pada pasal 6 ayat (1) setiap warga negara yang
berusia tujuh tahun sampai lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar. Pasal 49 dana pendidikan selain gaji pendidik dan
biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan
minimal 20% dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Tetapi sayang, amanat ini dimentahkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 13/PUU-VI I 2008, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN
maupun APBD, di dalamnya termasuk gaji pendidik. PP Nomor 48 Tahun

2008 tentang Pendanaan Pendidikan, pasal 2 pendanaan pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat.
Jenis-jenis biaya pendidikan sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun
2008 tersebut. Biaya pendidikan dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
Biaya

Satuan

Pendidikan,

Biaya

Penyelenggaraan

dan/atau

Pengelolaan Pendidikan, serta Biaya Pribadi Peserta Didik.
2.6.1 Pengertian BOS
BOS

Menurut Peraturan Mendiknas nomor 76 Tahun 2012,

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah yang

pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi
nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana
program wajib belajar. PP 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan
Pendidikan, biaya non personalia adalah biaya untuk bahan atau
peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa
daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana,
uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak dll. Namun demikian, ada
beberapa

jenis

diperbolehkan

pembiayaan

dibiayai

investasi

dengan

dana

dan

BOS.

personalia
Dalam

yang

Peraturan

Mendiknas nomor 101 tahun 2013, BOS adalah program pemerintah
yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya
operasi

nonpersonalia

bagi

satuan

pendidikan

dasar

sebagai

pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa
jenis pembiayaan investasi dan personalia yang tidak diperbolehkan
dibiayai dengan dana BOS.
Dari pengetian dia atas dapat disimpulkan bahwa BOS adalah
program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi
nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana
program wajib belajar.
2.6.2 Tujuan BOS
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 101 (2013:3) secara umum
program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat
terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun
yang bermutu.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk: (1) membebaskan
pungutan

bagi

seluruh

siswa

SD/SDLB

negeri

dan

SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah,
kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan
sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi

sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi
pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan
tidak boleh berlebih;(2) membebaskan pungutan seluruh siswa miskin
dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun , baik di sekolah negeri
maupun swasta; (3) meringankan beban biaya operasi sekolah bagi
siswa di sekolah swasta.

2.6.3 Penggunaan Dana BOS
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 101 tahun 2013 sekolah
menyusun anggaran belanja sekolah dengan membagi-bagi pada
setiap program yang mengacu pada 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan (SNP). Yang dimaksud ) Standar Nasional Pendidikan (SNP)
adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Republik Indonesia.
Dengan berpedoman pada 8 SNP, kemudian

Menurut Peraturan

Mendiknas nomor 101 tahun 2013:27 disusunlah
komponen

kegiatan

yang

dibiayai

BOS

(1)

komponen-

pengembangan

perpustakaan; (2) kegiatan dalam rangka penerimaan peserta didik; (3)
kegiatan pembelpelajaran dan ekstrakurikuler; (4) kegiatan ulangan
dan ujian; (5) pembelian bahan-bahan habis pakai; (6) langganan daya
dan jasa; (7) perawatan sekolah; (8) pembayaran honorarium bulanan
guru honorarium dan tenaga kependidikan; (9) pengembangan profesi
guru;

(10)membantu

peserta

didik

miskin;

(11)

pembiayaan

pengelolaan BOS; (12) pembelian perangkat computer; (13) biaya lain
jika seluruh komponen 1 s.d 12 telah terpenuhi pendanaan BOS.

2.7 Penelitian yang Relevan
Hutasuhut, (2013). dalam penelitiannya yang berjudul : Evaluasi
Pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah Dasar Negeri No.
125549

Kelurahan

Martoba

Kecamatan

Siantar

Utara

Pematangsiantar, menyimpulkan bahwa Program BOS di SD N
NO.125549

berjalan

dengan

baik

serta

program

BOS

sangat

membantu meringankan beban keluarga miskin dan tidak mampu
dalam mengenyam pendidikan.
Kusno,dkk.(2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengelolaan
dana

Bantuan

Operasional

Sekolah

di

Sekolah

Dasar

Negeri,

disimpulkan bahwa Pengelolaan dana BOS di SD Negeri 1 Muara
Pawan Kabupaten Ketapang telah dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme yang tertuang di dalam buku panduan BOS yang meliputi
unsur perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi serta
pelaporan dana BOS.
Ilyas,Taufiq rahman. dkk. (2013). dalam penelitiannya yang
berjudul : Evalusi Implementasi Program Bantuan Operasional SD
(Studi kasus di SD N Bulusari Tarokan Kabupaten Kediri) disimpulkan
bahwa Bantuan Operasional sekolah (BOS) menjadi instrument utama
dalam terselenggaranya kegiatan belajar mengajar di sekolah, namun
pada dimensi sisi yang lain masih saja terdapat permasalahan pada
implementasi penyelenggaraa program BOS di SD , sehingga apa yang
menjadi vis,misi dari sasaran program tersebut belum mencapai
keberhasilan.
Slameto, (2012) dalam penelitiannya yang

berjudul Monitoring

dan Evaluasi Program Bantuan Operasional Sekolah di kota Salatiga
dengan

meggunakan

menyimpulkan bahwa
kesenjangan

yang

analisis

kesenjanagan

tahun

2011/2012

berdasarkan standard, ternyata terdapat

bervariasi

:tinggi, sedang,

dan

rendah baik

menyangkut proses implementasi maupun hasil program.
Kharisma, Bayu,(2013). Can A School Operational Assistance Fund
Program (BOS) Reduce School drop outs During The Post-rising Fuel
Prices In Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak
BOS pada tingkat putus sekolah siswa usia 7-15 tahun selama periode
th diselidiki dalam penelitian ini lebih rendah daripada mereka yang

tidak menerima dana BOS, tapi itu tidak signifikan secara statistik.
Sementara itu, jika dalam penelitian terbatas pada pengaruh usia
siswa 16-20 tahun yang sebelumnya telah menerima manfaat dari
BOS, hal itu menunjukkan bahwa program BOS memiliki pengaruh
yang positif terhadap manfaat BOS negatif mempengaruhi tingkat
putus sekolah. Berdasarkan fakta ini, manfaat dari BOS menyusul
kenaikan harga BBM di Indonesia selama periode penelitian tidak
menjadi sangat efektif dalam menurunkan angka putus sekolah.
Ismanto,

bambang.

(2014).

Public

Participation

in

Budget

Management School in Salatiga of Central Java Province, Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pemangku kepentingan
belum terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan anggaran sekolah di Salatiga Provinsi Jawa Tengah,
Indonesia. Sebagian besar sumber pendanaan pendidikan berasal dari
pemerintah, Kabupaten dan Pemerintah Daerah sebagai implikasi dari
wajib belajar 9 tahun di sekolah tingkat SD dan SMP. Pengelolaan
anggaran sekolah diatur sesuai dengan UU dan Peraturan Pemerintah
tentang Keuangan Negara / Daerah. Keterbatasan peran masyarakat
tidak konsisten dengan prinsip manajemen berbasis sekolah sebagai
perwujudan pendidikan desentralisasi di Indonesia.

2.8 Kerangka Pikir
Dengan kenaikan harga BBM pada bulan Maret 2005, pemerintah
meluncurkan program, salah satu program di bidang pendidikan
adalah program BOS yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan
tujuan

membebaskan

siswa dari iuran

sekolah dalam

rangka

mendukung pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
(Wajardikdas) Sembilan tahun, dan pendidikan yang bermutu. Melalui
program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolah
setingkat SD dan SMP. Program ini dilakasanakan pada Juli 2005
bersamaan dengan awal tahun pelajaran. Program BOS tersebut juga

diterima di SMP Negeri 2 Dempet. Dalam pelaksanaan program SMP2
Dempet tahun 2014 , berpedoman pada Peraturan Mendiknas nomor
101

tahun

2013

tentang

Petunjuk

Pertanggungjawaban Dana BOS

Teknis

Penggunaan

dan

tahun 2014, tentunya mengalami

banyak kendala diantaranya dalam kenyataannya honor pegawai di
juknis BOS hanya 20% dari jumlah anggaran, dengan dana tersebut
tidak mencukupi untuk kebutuhan honorarium 24 pegawai honorer.
Untuk mengetahui lebih mendalam tentang adanya kesenjangan
yang terjadi pada program BOS di SMP N 2 Dempet tahun 2014,
peneliti menggunakan model evaluasi kesenjangan (Descrepancy
Evaluation Model) yang terdiri dari 4 tahap yaitu : tahap penyusunan
desain, tahap penetapan kelengkapan program (instalasi), tahap
proses (Process), dan tahap pengukuran tujuan (Product).
Untuk lebih jelasnya gambaran kerangka pikir evaluasi program
Dana Operasional Sekolah (BOS) di SMP Negeri 2 Dempet dapat dilihat
dari gambar kerangka pemikiran di bawah ini:

Peraturan Mendiknas No. 101
tahun 2013 (Juknis BOS 2014)

KEBUTUHAN

Desain

PROGRAM BOS DI
SMP N 2 DEMPET

Instalasi

Proses

REKOMENDASI
KEBIJAKAN

Produk

Evaluasi

1.
2.

Kenaikan harga BBM
Peningkatan mutu pendidikan

Gambar 2.3
Kerangka pikir Evaluasi Program Bantuan Operaional Sekolah (BOS)Tahun 2014 di SMPN
Dempet

Dokumen yang terkait

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

A DESCRIPTIVE STUDY ON THE TENTH YEAR STUDENTS’ RECOUNT TEXT WRITING ABILITY AT MAN 2 SITUBONDO IN THE 2012/2013 ACADEMIC YEAR

5 197 17

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5