Revitalisasi Nilai nilai Pancasila Pengg
Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila
(Penggiatan Nilai-nilai Pancasila melalui Pemahaman Kearifan Lokal Dalam
Meningkatkan Identitas Bangsa di Era Globalisasi)
PAPER
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Mohamad Anas, M. Phil
Disusun Oleh:
Kholidil Amin
145120200111054
Kelas: A-KOM-3
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama
nikmat
kesempatan
dan
kesehatan
sehingga
penyusun
dapat
menyelesaikan paper dengan judul “Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila (Penggiatan
Nilai-nilai Pancasila melalui Pemahaman Kearifan Lokal Dalam Meningkatkan
Identitas Bangsa di Era Globalisasi)” ini.
Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Brawijaya. Selanjutnya penyusun mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Mohamad Anas, M. Phil sebagai dosen
pengampu mata kuliah dan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penyusunan paper ini.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa banyak terdapat kekurangankekurangan dalam penyusunan paper ini, maka dari itu penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan paper ini.
Malang, 23 Oktober 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II ISI & PEMBAHASAN ............................................................... 3
2.1. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka .................................................... 3
2.2. Nilai-nilai Pancasila dan Kearifan Lokal di tengah Globalisasi .......... 4
2.3. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Saat Ini ........................................... 5
2.4. Dampak Kurangnya Penggiatan Nilai-Nilai Pancasila ........................ 6
BAB III PENUTUP .................................................................................. 8
3.1. Kesimpulan ......................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Ideologi adalah soal cita-cita politik atau atau doktrin atau ajaran suatu
lapisan masyarakat atau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan (Kansil,
2003), ideologi sendiri tidak lepas dari filsafat yang merupakan suatu ajaran nilai
atau kebenaran yang dijadikan keyakinan atau pandangan hidup suatu bangsa dan
hasil dari proses itu dijadikan dasar negara atau ideologi negara atau bangsa.
Dengan argumen tersebut maka Pancasila adalah sebuah ideologi bangsa,
karena pancasila adalah hasil usaha pemikiran manusia Indonesia untuk mencari
kebenaran, dari hasil pemikiran manusia Indonesia inilah kemudian dituangkan
dalam satu rumusan rangkaian kalimat yang mengandung pemikiran yang
bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan dasar, asas, dan pedoman atau norma
hidup dan kehidupan bersama dalam rangka perumusan satu negara Indonesia
merdeka, yang diberi nama Pancasila.
Dengan status Pancasila sebagai dasar negara, jelaslah bagi kita bahwa
mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat
imperatif dan memaksa dan ada sanksi bagi yang melanggar, sedangkan
pengamalan pancasila sebagai weltanschuung (cita-cita kehidupan) tidak disertai
hukum namun mempunyai sifat mengikat.
Lebih lanjut, muncul istilah bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka,
istilah ini dikemukakan oleh Presiden Soeharto pada 10 November 1986 (Kansil,
2003). Kansil (2003) menjelaskan Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat
berintegrasi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal,
dalam artian lain yakni pandangan hidup bangsa yang selain mempunyai nilai
dasar yang bersifat tetap, juga mempu berkembang secara dinamis (nilai
instrumental)
Kemudian implikasi penerimaan Pancasila sebagai ideologi terbuka bahwa
proses penerimaan ini tidak mudah, sebab ada kekhawatiran dalam keterbukaan
itu berarti diterimanya seluruh nilai apapun, termasuk yang bertentangan dengan
nilai dasar Pancasila seperti liberalisme, komunisme, fasisme, dan lain-lain. Oleh
karena itu tetap diperlukan kontrol atau filter mengenai kesesuaian nilai-nilai luar
1
dengan Pancasila misalnya dalam landasan konseptual untuk kebijaksanaan
deregulasi dan debirokratisasi (penyesuaian nilai instrumental Pancasila dalam
bidang ekonomi, sambil berpegang teguh pada nilai-nilai dasarnya (Pancasila)
yang bersifat kekeluargaan.
Namun ditengah-tengah kuatnya arus globalisasi, memunculkan asumsi
bahwa proses globalisasi akan membuat dunia menjadi seragam, menghapus
identitas dan jati diri masyarakat setempat. Kebudayaan lokal atau etnis atau
tepatnya lagi nilai-niai kearifan lokal akan ditelan oleh kekuatan budaya besar
atau kekuatan budaya global. Dan disini kedudukan pancasila sebagai idelogi
terbuka, sebuah ideologi yang tidak menutup diri terhadap tantangan global. Dan
tantangan globalisasi itu akan menjadi suatu hal yang positif jika bangsa
Indonesia mampu memelihara identitasnya yang majemuk dalam komitmen
persatuan nasional dan di sisi lain bisa beradaptasi sehingga mampu bersaing
diantara bangsa-bangsa lain yang memiliki identitas budaya yang belum tentu
cocok dengan bangsa Indonesia.
Benturan budaya global dengan kebudayaan dan identitas jati diri bangsa
Indonesia akan berpotensi mengikis atau menggerus nilai-nilai kearifan lokal yang
merupakan inti dari nilai-niai luhur Pancasila. Oleh karena itu kalau nilai-nilai
kearifan lokal semakin berkurang atau semakin hilang, maka nilai-nilai Pancasila
juga semakin menipis atau bahkan menghilang dan dampak selanjutnya adalah
bisa menganggu sektor-sekor lain seperti sosial budaya, ekonomi dan bisa juga
mengganggu keamanan dan ketahanan nasional bangsa Indonesia.
2
BAB II
ISI & PEMBAHASAN
2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideology terbuka pertama kali dikemukakan oleh
Presiden Soeharto pada 10 November 1986. Kansil (2003) menjelaskan Ideologi
terbuka adalah ideologi yang dapat berintegrasi dengan perkembangan zaman dan
adanya dinamika secara internal, dalam artian lain yakni pandangan hidup bangsa
yang selain mempunyai nilai dasar yang bersifat tetap, juga mempu berkembang
secara dinamis (nilai instrumental)
Namun ada resiko yang harus diambil saat menjadikan Pancasila sebagai
ideologi terbuka, dengan sifat keterbukaan Pancasila bahwa proses penerimaan ini
tidak mudah, sebab ada kekhawatiran dalam keterbukaan itu berarti diterimanya
seluruh nilai apapun, termasuk yang bertentangan dengan nilai dasar Pancasila
seperti liberalisme, komunisme, fasisme, dan lain-lain. Oleh karena itu tetap
diperlukan kontrol atau filter mengenai kesesuaian nilai-nilai luar dengan
Pancasila misalnya Kansil (2003) memberikan contoh dalam landasan konseptual
untuk
kebijaksanaan
deregulasi
dan
debirokratisasi
(penyesuaian
nilai
instrumental Pancasila dalam bidang ekonomi, sambil berpegang teguh pada nilainilai dasarn Pancasila yang bersifat kekeluargaan).
Kemudian yang menjadi masalah ditengah-tengah kuatnya arus globalisasi,
memunculkan asumsi bahwa proses globalisasi akan membuat dunia menjadi
seragam, berpotensci menghapuskan identitas negara atau bangsa. Kebudayaan
lokal atau etnis atau tepatnya lagi nilai-niai kearifan lokal akan ditelan oleh
kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global. Dan disini kedudukan
pancasila sebagai idelogi terbuka, sebuah ideologi yang tidak menutup diri
terhadap tantangan global yang datang, sebuah tantangan globalisasi itu akan
menjadi suatu hal yang positif jika bangsa Indonesia mampu memelihara
identitasnya yang majemuk untuk mewujudkan persatuan nasional dan di sisi lain
bisa beradaptasi sehingga mampu bersaing diantara bangsa-bangsa.
3
2.2 Nilai-nilai Pancasila dan Kearifan Lokal di tengah Globalisasi
Kansil (2003) menjelaskan sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila
sesuatu itu: berguna, berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai
moral atau etis), religius (nilai agama). dan Pancasila disetiap sila-silanya
mempunyai semua itu. Oleh karena itu ada pendidikan Pancasila yakni pendidikan
nilai-nilai yang bertujuan membentuk sikap positif manusia sesuai dengaan nilainilai yang terkandung dalam Pancasila (Kansil, 2003)
Dewasa ini ditengah-tengah arus globalisasi yang kuat, tanda-tanda
pengabaian, acuh tak acuh terhadap pemahaman nilai-nilai Pancasila sudah mulai
terjadi, meskipun fenomena ini tidak muncul jelas di permukaan namun hal
tersebut sedang terjadi secara pelan tetapi masif, hal ini didorong karena
perkembangan kehidupan yang sangat cepat akibat dari globalisasi yang
membutuhkan penyesuaian tata nilai dan perilaku masyarakat sekarang ini.
Secara ideologi bangsa ini seolah-olah mengalami disorientasi, kehilangan
identitas jati diri, nilai-nilai lama dianggap sudah kuno, nilai-nilai kearifan lokal
dianggap sudah usang sehingga ditinggalkan, dianggap sudah tidak relevan
dengan kemajuan saat ini. Namun disisi lain nilai-nilai yang baru belum terbentuk
secara sempurna, belum ada parameter yang jelas untuk dijadikan sebuah
pegangan yang pada akhirnya bisa membuat bangsa ini terombang-ambing tanpa
arah dan tidak jelas tujuannya.
Dalam suasana yang dinamis tersebut, dengan melakukan pengembangan
nilai-nilai kearifan lokal diharapkan bisa memberikan arah bagi perwujudan jati
diri atau identitas nasional dan bangsa yang selaras dengan nilai-nilai pancasila.
Yang kemudian pemahaman dari nilai-nilai kearifan lokal ini mampu menciptakan
suasana yang harmonis dan kondusif di segala sektor, ditengah-tengah rasa
pesimis dalam memandang Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa atau nilainilai yang mengandung cita-cita seluruh bangsa Indonesia, Sehingga dengan
melakukan hal tersebut kedepannya negara mampu merespon globalisasi dan
modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan
Indonesia.
Namun demikian patut diantisipasi dan diwaspadai pula bahwa
penghormatan yang berlebihan terhadap kearifan lokal secara sempit dapat
4
menimbulkan sikap etnonasional yang egosentris, hal ini jika dibiarkan berpotensi
merusak semangat dan nilai-nilai Pancasila. Sebagai ideologi terbuka (Kansil,
2003) mengatakan Pancasila dapat berintegrasi dengan perkembangan zaman dan
adanya dinamika secara internal, dalam artian lain yakni pandangan hidup bangsa
yang selain mempunyai nilai dasar yang bersifat tetap, juga mempu berkembang
secara dinamis (nilai instrumental), hal inilah yang menjadi alasan bangsa
Indonesia untuk tidak tertutup dengan perkembanan zaman, namun tetap harus
menjunjung tinggi identitas bangsa dan negara melalui nilai kearifan lokal yang
dipunya.
Dengan demikian menghidupkan atau menggiatkan nilai-nilai Pancasila
melalui pemahaman nilai kearifan lokal merupakan suatu hal yang penting untuk
menjadikan Indonesia negara yang berdaya saing di tengah-tengah pengaruh nilainilai luar dalam arus globalisasi namun tetap bersinergi dengan kearifan lokal
sebagai identitas atau jati diri bangsa, seperti taruhlah negara Jepang dan China
yang menjadi negara maju tanpa kehilangan identitas bangsanya. Boni Hargens
(2011) dalam tulisannya di Kompas menyatakan bahwa arus modernisasi,
liberalisasi, dan globalisasi semestinya tidak meniadakan suatu negara jatuh
dalam percaturan global asal saja negara tersebut ditopang oleh identitas nasional
yang kuat, tetapi juga didukung oleh ideologi dan kepemimpinan politik yang
kuat.
2.3. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Saat Ini
Setelah bahasan secara umum dalam konteks globalisasi mengenai
penghidupan dan penggiatan nilai-nilai Pancasila melalui pemahaman kearifan
lokal, penulis mencoba melihat dalam konteks masalah-masalah khusus sebagai
berikut:
1. Terjadinya krisis identitas nasional. Karakteristik asli bangsa Indonesia,
seperti nilai-nilai solidaritas, kekeluargaan, ramah tamah, cinta tanah air,
kebersamaan, senasib sepenanggungan dan lain sebagainya yang semua itu
sudah merupakan kandungan nilai-nilai Pancasila yang dianggap sebagai
pemersatu bangsa Indonesia, sekarang sudah mulai pudar. Nilai-nilai
kearifan lokal ditinggalkan, dianggap usang, sementara nilai-nilai baru
yang konstruktif belum terbentuk. belum ada parameter yang jelas untuk
5
dijadikan sebuah pegangan yang pada akhirnya bisa membuat bangsa ini
terombang-ambing tanpa arah dan tidak jelas tujuannya Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya krisis identitas atau jati diri.
2. Lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman kearifan
lokal. Reformasi membawa perubahan baik yang positif dan bermanfaat
bagi bangsa Indonesia maupun yang negatif dan mengancam disintegrasi
bangsa. Salah satu dampak negatif dari reformasi adalah semakin
memudarnya nilai-nilai Pancasila yang mengandung kearifan lokal,
meskipun tidak secara jelas namun hal ini sedang terjadi dan masif.
Gejalanya dapat dilihat dari menguatnya orientasi kelompok, agama,
individualis, asas kekeluargaan dan gotong royong semakin berkurang
yang berpotensi tinggi menimbulkan konflik sosial dan disintegrasi
bangsa. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia memperlihatkan bahwa
nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai-nilai kebangsaan mulai terkikis,
misalnya semakin maraknya praktik korupsi, lunturnya rasa saling
menghormati dan teposeliro (suaramerdeka.com, 2013).
3. Terbatasnya sumber daya yang meliputi sarana prasarana, anggaran
dan SDM dalam penggiatan nilai-nilai Pancasila. Di Jawa ada semacam
pepatah "Jer basuki mowo beo" kurang lebih berarti bahwa segala sesuatu
memerlukan biaya atau pengorbanan. Secara sederhana, diperlukan sarana
dan prasarana termasuk anggaran yang memadai untuk mendukung
kelancaran penggiatan nilai-nilai Pancasila, melalui pemahaman nilai-nilai
kearifan lokal. Saat ini, hal tersebut masih diprioritaskan pada
pembangunan yang bersifat fisik, dan kasat mata, kurang diimbangi
dengan pembangunan budaya yang tidak kasat mata.
2.4.
Dampak
Kurangnya
Penggiatan
Nilai-Nilai
Pancasila
Melalui
Pemahaman Nilai Kearifan Lokal
Pancasila merupakan ideologi negara, dasar negara dan pandangan serta
falsafah hidup bangsa Indonesia dan dijadikan sebagai petunjuk dalam kehidupan
nasional baik kehidupan bermasyarakat, kehidupan berbangsa maupun kehidupan
bernegara (Kansil, 2003). Namun disisi lain, globalisasi dan reformasi benarbenar telah membawa perubahan yang signifikan bagi bangsa Indonesia. Pada era
6
Orde Baru, tidak pernah ada yang berani menanyakan urgensinya suatu ideologi
negara. Tetapi sekarang sudah menjadi hal yang lumrah apabila seseorang
menanyakan relevansi Pancasila dalam kehidupan, misalnya kaitan antara
desentralisasi, demokrasi dan modernisasi disatu pihak dengan globalisasi di
pihak lain.
Dimana posisi Pancasila dalam mengadapi internasionalisme dan
globalisasi?. Dalam menghadapi internasionalisme, sekali lagi Bung Karno juga
menegaskan bahwa sejak dahulu, nasionalisme bangsa Indonesia bukanlah
chauvinisme, Nasionalisme bangsa Indonesia menuju kekeluargaan dunia dan
persatuan seluruh bangsa-bangsa di dunia. Secara hakiki, tidak ada konflik atau
perselisihan pemikiran antara nasionalisme bangsa Indonesia berdasarkan
Pancasila dengan kehidupan internasionalisme atau globalisasi. Logikanya
internasionalisme tidak akan ada, jika tidak ada "bangunan" nasionalisme dari
masing-masing negara.
Dengan demikian apabila nilai-nilai kearifan lokal dipahami dan
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari maka akan memberikan
kontribusi untuk memperkuat identitas nasional yang memiliki ciri seperti yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda yaitu bertanah air, berbangsa dan berbahasa
satu yaitu Indonesia
Jika identitas nasional sudah kuat maka akan memberikan kontribusi
terhadap kokohnya persatuan bangsa, dimana integritas kehidupan nasional akan
memiliki keuletan dan ketangguhan untuk dapat mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan yang datang dari pihak luar. Sebaliknya jika kondisi pudarnya nilai-nilai
Pancasila ini dibiarkan, dimana nilai-nilai Pancasila semakin hanyut oleh derasnya
arus globalisasi dan perilaku individu yang tidak lagi bangga terhadap nilai-nilai
kearifan lokal maka akan berimplikasi terhadap hilangnya jati diri bangsa sebagai
tanda-tanda rapuhnya persatuan bangsa atau ketahanan nasional bangsa Indonesia
yang kita cintai.
7
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pertama, penggiatan nilai-nilai Pancasila melaui pemahaman nilai-nilai
kearifan lokal saat ini belum dilaksanakan dengan baik oleh bangsa Indonesia
sehingga belum mampu menunjukkan identitas bangsa dan negara di tengahtengah arus globalisasi. Hal ini menyebabkan hilangnya jati diri, karena kurang
pengelolaan kekayaan budaya, lemahnya pengelolaan kearifan lokal dan
keterbatasan sumber daya, serta pengaruh lingkungan global.
Kedua, nilai-nilai Pancasila adalah norma kehidupan berupa nilai dasar,
nilai instrumental dan nilai praksis yang termanifestasi pada budaya dan kearifan
lokal. Meskipun bersifat sangat baik, dalam praktek nyata kehidupan tergantung
dari para pelaku yang bersangkutan. Apabila Pancasila yang merupakan ajaran
ideologis yang idealistik ini diyakini kebenarannya dan dilaksanakan oleh segenap
bangsa Indonesia maka akan terwujud kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dengan lebih baik.
Ketiga, nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah hidup
bangsa yang kini menjadi ideology terbuka yang mampu menyesuaiakan dengan
zaman harus terus digiatkan melalui pemahaman nilai-nilai kearifan lokal,
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan identitas dan jati diri bangsa di mata dunia.
8
DAFTAR PUSTAKA
Hargens, Boni. 2011. “Indonesia, ‘Halo Soekarno” dalam Kompas, 16 April
2011, Jakarta.
Fauzi, Achmad. 2003. Pancasila: Tinjauan dari Konteks Sejarah, Filsafat,
Ideologi Nasional dan Ketatanegaraan Republik Indonesia. Malang: Danar
Wijaya UB Press
Kansil, C.S.T., Kansil, Christine, Kansil. 2003. Pancasila dan UUD 1945:
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta:Pradnya Paramita
Notonegoro. 1974. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta:Bhina Aksara.
Suwarno. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta:Kanisius
Unjiantom Bambang. 2013. Pancasila Rupakan Wujud Kearifan Lokal Bangsa
(Online). Tersedia: http://suaramerdeka.com/. Diakses 23 Oktober 2015
9
(Penggiatan Nilai-nilai Pancasila melalui Pemahaman Kearifan Lokal Dalam
Meningkatkan Identitas Bangsa di Era Globalisasi)
PAPER
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Mohamad Anas, M. Phil
Disusun Oleh:
Kholidil Amin
145120200111054
Kelas: A-KOM-3
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama
nikmat
kesempatan
dan
kesehatan
sehingga
penyusun
dapat
menyelesaikan paper dengan judul “Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila (Penggiatan
Nilai-nilai Pancasila melalui Pemahaman Kearifan Lokal Dalam Meningkatkan
Identitas Bangsa di Era Globalisasi)” ini.
Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Brawijaya. Selanjutnya penyusun mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Mohamad Anas, M. Phil sebagai dosen
pengampu mata kuliah dan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penyusunan paper ini.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa banyak terdapat kekurangankekurangan dalam penyusunan paper ini, maka dari itu penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan paper ini.
Malang, 23 Oktober 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II ISI & PEMBAHASAN ............................................................... 3
2.1. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka .................................................... 3
2.2. Nilai-nilai Pancasila dan Kearifan Lokal di tengah Globalisasi .......... 4
2.3. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Saat Ini ........................................... 5
2.4. Dampak Kurangnya Penggiatan Nilai-Nilai Pancasila ........................ 6
BAB III PENUTUP .................................................................................. 8
3.1. Kesimpulan ......................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Ideologi adalah soal cita-cita politik atau atau doktrin atau ajaran suatu
lapisan masyarakat atau sekelompok manusia yang dapat dibeda-bedakan (Kansil,
2003), ideologi sendiri tidak lepas dari filsafat yang merupakan suatu ajaran nilai
atau kebenaran yang dijadikan keyakinan atau pandangan hidup suatu bangsa dan
hasil dari proses itu dijadikan dasar negara atau ideologi negara atau bangsa.
Dengan argumen tersebut maka Pancasila adalah sebuah ideologi bangsa,
karena pancasila adalah hasil usaha pemikiran manusia Indonesia untuk mencari
kebenaran, dari hasil pemikiran manusia Indonesia inilah kemudian dituangkan
dalam satu rumusan rangkaian kalimat yang mengandung pemikiran yang
bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan dasar, asas, dan pedoman atau norma
hidup dan kehidupan bersama dalam rangka perumusan satu negara Indonesia
merdeka, yang diberi nama Pancasila.
Dengan status Pancasila sebagai dasar negara, jelaslah bagi kita bahwa
mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat
imperatif dan memaksa dan ada sanksi bagi yang melanggar, sedangkan
pengamalan pancasila sebagai weltanschuung (cita-cita kehidupan) tidak disertai
hukum namun mempunyai sifat mengikat.
Lebih lanjut, muncul istilah bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka,
istilah ini dikemukakan oleh Presiden Soeharto pada 10 November 1986 (Kansil,
2003). Kansil (2003) menjelaskan Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat
berintegrasi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal,
dalam artian lain yakni pandangan hidup bangsa yang selain mempunyai nilai
dasar yang bersifat tetap, juga mempu berkembang secara dinamis (nilai
instrumental)
Kemudian implikasi penerimaan Pancasila sebagai ideologi terbuka bahwa
proses penerimaan ini tidak mudah, sebab ada kekhawatiran dalam keterbukaan
itu berarti diterimanya seluruh nilai apapun, termasuk yang bertentangan dengan
nilai dasar Pancasila seperti liberalisme, komunisme, fasisme, dan lain-lain. Oleh
karena itu tetap diperlukan kontrol atau filter mengenai kesesuaian nilai-nilai luar
1
dengan Pancasila misalnya dalam landasan konseptual untuk kebijaksanaan
deregulasi dan debirokratisasi (penyesuaian nilai instrumental Pancasila dalam
bidang ekonomi, sambil berpegang teguh pada nilai-nilai dasarnya (Pancasila)
yang bersifat kekeluargaan.
Namun ditengah-tengah kuatnya arus globalisasi, memunculkan asumsi
bahwa proses globalisasi akan membuat dunia menjadi seragam, menghapus
identitas dan jati diri masyarakat setempat. Kebudayaan lokal atau etnis atau
tepatnya lagi nilai-niai kearifan lokal akan ditelan oleh kekuatan budaya besar
atau kekuatan budaya global. Dan disini kedudukan pancasila sebagai idelogi
terbuka, sebuah ideologi yang tidak menutup diri terhadap tantangan global. Dan
tantangan globalisasi itu akan menjadi suatu hal yang positif jika bangsa
Indonesia mampu memelihara identitasnya yang majemuk dalam komitmen
persatuan nasional dan di sisi lain bisa beradaptasi sehingga mampu bersaing
diantara bangsa-bangsa lain yang memiliki identitas budaya yang belum tentu
cocok dengan bangsa Indonesia.
Benturan budaya global dengan kebudayaan dan identitas jati diri bangsa
Indonesia akan berpotensi mengikis atau menggerus nilai-nilai kearifan lokal yang
merupakan inti dari nilai-niai luhur Pancasila. Oleh karena itu kalau nilai-nilai
kearifan lokal semakin berkurang atau semakin hilang, maka nilai-nilai Pancasila
juga semakin menipis atau bahkan menghilang dan dampak selanjutnya adalah
bisa menganggu sektor-sekor lain seperti sosial budaya, ekonomi dan bisa juga
mengganggu keamanan dan ketahanan nasional bangsa Indonesia.
2
BAB II
ISI & PEMBAHASAN
2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideology terbuka pertama kali dikemukakan oleh
Presiden Soeharto pada 10 November 1986. Kansil (2003) menjelaskan Ideologi
terbuka adalah ideologi yang dapat berintegrasi dengan perkembangan zaman dan
adanya dinamika secara internal, dalam artian lain yakni pandangan hidup bangsa
yang selain mempunyai nilai dasar yang bersifat tetap, juga mempu berkembang
secara dinamis (nilai instrumental)
Namun ada resiko yang harus diambil saat menjadikan Pancasila sebagai
ideologi terbuka, dengan sifat keterbukaan Pancasila bahwa proses penerimaan ini
tidak mudah, sebab ada kekhawatiran dalam keterbukaan itu berarti diterimanya
seluruh nilai apapun, termasuk yang bertentangan dengan nilai dasar Pancasila
seperti liberalisme, komunisme, fasisme, dan lain-lain. Oleh karena itu tetap
diperlukan kontrol atau filter mengenai kesesuaian nilai-nilai luar dengan
Pancasila misalnya Kansil (2003) memberikan contoh dalam landasan konseptual
untuk
kebijaksanaan
deregulasi
dan
debirokratisasi
(penyesuaian
nilai
instrumental Pancasila dalam bidang ekonomi, sambil berpegang teguh pada nilainilai dasarn Pancasila yang bersifat kekeluargaan).
Kemudian yang menjadi masalah ditengah-tengah kuatnya arus globalisasi,
memunculkan asumsi bahwa proses globalisasi akan membuat dunia menjadi
seragam, berpotensci menghapuskan identitas negara atau bangsa. Kebudayaan
lokal atau etnis atau tepatnya lagi nilai-niai kearifan lokal akan ditelan oleh
kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global. Dan disini kedudukan
pancasila sebagai idelogi terbuka, sebuah ideologi yang tidak menutup diri
terhadap tantangan global yang datang, sebuah tantangan globalisasi itu akan
menjadi suatu hal yang positif jika bangsa Indonesia mampu memelihara
identitasnya yang majemuk untuk mewujudkan persatuan nasional dan di sisi lain
bisa beradaptasi sehingga mampu bersaing diantara bangsa-bangsa.
3
2.2 Nilai-nilai Pancasila dan Kearifan Lokal di tengah Globalisasi
Kansil (2003) menjelaskan sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila
sesuatu itu: berguna, berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai
moral atau etis), religius (nilai agama). dan Pancasila disetiap sila-silanya
mempunyai semua itu. Oleh karena itu ada pendidikan Pancasila yakni pendidikan
nilai-nilai yang bertujuan membentuk sikap positif manusia sesuai dengaan nilainilai yang terkandung dalam Pancasila (Kansil, 2003)
Dewasa ini ditengah-tengah arus globalisasi yang kuat, tanda-tanda
pengabaian, acuh tak acuh terhadap pemahaman nilai-nilai Pancasila sudah mulai
terjadi, meskipun fenomena ini tidak muncul jelas di permukaan namun hal
tersebut sedang terjadi secara pelan tetapi masif, hal ini didorong karena
perkembangan kehidupan yang sangat cepat akibat dari globalisasi yang
membutuhkan penyesuaian tata nilai dan perilaku masyarakat sekarang ini.
Secara ideologi bangsa ini seolah-olah mengalami disorientasi, kehilangan
identitas jati diri, nilai-nilai lama dianggap sudah kuno, nilai-nilai kearifan lokal
dianggap sudah usang sehingga ditinggalkan, dianggap sudah tidak relevan
dengan kemajuan saat ini. Namun disisi lain nilai-nilai yang baru belum terbentuk
secara sempurna, belum ada parameter yang jelas untuk dijadikan sebuah
pegangan yang pada akhirnya bisa membuat bangsa ini terombang-ambing tanpa
arah dan tidak jelas tujuannya.
Dalam suasana yang dinamis tersebut, dengan melakukan pengembangan
nilai-nilai kearifan lokal diharapkan bisa memberikan arah bagi perwujudan jati
diri atau identitas nasional dan bangsa yang selaras dengan nilai-nilai pancasila.
Yang kemudian pemahaman dari nilai-nilai kearifan lokal ini mampu menciptakan
suasana yang harmonis dan kondusif di segala sektor, ditengah-tengah rasa
pesimis dalam memandang Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa atau nilainilai yang mengandung cita-cita seluruh bangsa Indonesia, Sehingga dengan
melakukan hal tersebut kedepannya negara mampu merespon globalisasi dan
modernisasi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan
Indonesia.
Namun demikian patut diantisipasi dan diwaspadai pula bahwa
penghormatan yang berlebihan terhadap kearifan lokal secara sempit dapat
4
menimbulkan sikap etnonasional yang egosentris, hal ini jika dibiarkan berpotensi
merusak semangat dan nilai-nilai Pancasila. Sebagai ideologi terbuka (Kansil,
2003) mengatakan Pancasila dapat berintegrasi dengan perkembangan zaman dan
adanya dinamika secara internal, dalam artian lain yakni pandangan hidup bangsa
yang selain mempunyai nilai dasar yang bersifat tetap, juga mempu berkembang
secara dinamis (nilai instrumental), hal inilah yang menjadi alasan bangsa
Indonesia untuk tidak tertutup dengan perkembanan zaman, namun tetap harus
menjunjung tinggi identitas bangsa dan negara melalui nilai kearifan lokal yang
dipunya.
Dengan demikian menghidupkan atau menggiatkan nilai-nilai Pancasila
melalui pemahaman nilai kearifan lokal merupakan suatu hal yang penting untuk
menjadikan Indonesia negara yang berdaya saing di tengah-tengah pengaruh nilainilai luar dalam arus globalisasi namun tetap bersinergi dengan kearifan lokal
sebagai identitas atau jati diri bangsa, seperti taruhlah negara Jepang dan China
yang menjadi negara maju tanpa kehilangan identitas bangsanya. Boni Hargens
(2011) dalam tulisannya di Kompas menyatakan bahwa arus modernisasi,
liberalisasi, dan globalisasi semestinya tidak meniadakan suatu negara jatuh
dalam percaturan global asal saja negara tersebut ditopang oleh identitas nasional
yang kuat, tetapi juga didukung oleh ideologi dan kepemimpinan politik yang
kuat.
2.3. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Saat Ini
Setelah bahasan secara umum dalam konteks globalisasi mengenai
penghidupan dan penggiatan nilai-nilai Pancasila melalui pemahaman kearifan
lokal, penulis mencoba melihat dalam konteks masalah-masalah khusus sebagai
berikut:
1. Terjadinya krisis identitas nasional. Karakteristik asli bangsa Indonesia,
seperti nilai-nilai solidaritas, kekeluargaan, ramah tamah, cinta tanah air,
kebersamaan, senasib sepenanggungan dan lain sebagainya yang semua itu
sudah merupakan kandungan nilai-nilai Pancasila yang dianggap sebagai
pemersatu bangsa Indonesia, sekarang sudah mulai pudar. Nilai-nilai
kearifan lokal ditinggalkan, dianggap usang, sementara nilai-nilai baru
yang konstruktif belum terbentuk. belum ada parameter yang jelas untuk
5
dijadikan sebuah pegangan yang pada akhirnya bisa membuat bangsa ini
terombang-ambing tanpa arah dan tidak jelas tujuannya Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya krisis identitas atau jati diri.
2. Lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman kearifan
lokal. Reformasi membawa perubahan baik yang positif dan bermanfaat
bagi bangsa Indonesia maupun yang negatif dan mengancam disintegrasi
bangsa. Salah satu dampak negatif dari reformasi adalah semakin
memudarnya nilai-nilai Pancasila yang mengandung kearifan lokal,
meskipun tidak secara jelas namun hal ini sedang terjadi dan masif.
Gejalanya dapat dilihat dari menguatnya orientasi kelompok, agama,
individualis, asas kekeluargaan dan gotong royong semakin berkurang
yang berpotensi tinggi menimbulkan konflik sosial dan disintegrasi
bangsa. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia memperlihatkan bahwa
nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai-nilai kebangsaan mulai terkikis,
misalnya semakin maraknya praktik korupsi, lunturnya rasa saling
menghormati dan teposeliro (suaramerdeka.com, 2013).
3. Terbatasnya sumber daya yang meliputi sarana prasarana, anggaran
dan SDM dalam penggiatan nilai-nilai Pancasila. Di Jawa ada semacam
pepatah "Jer basuki mowo beo" kurang lebih berarti bahwa segala sesuatu
memerlukan biaya atau pengorbanan. Secara sederhana, diperlukan sarana
dan prasarana termasuk anggaran yang memadai untuk mendukung
kelancaran penggiatan nilai-nilai Pancasila, melalui pemahaman nilai-nilai
kearifan lokal. Saat ini, hal tersebut masih diprioritaskan pada
pembangunan yang bersifat fisik, dan kasat mata, kurang diimbangi
dengan pembangunan budaya yang tidak kasat mata.
2.4.
Dampak
Kurangnya
Penggiatan
Nilai-Nilai
Pancasila
Melalui
Pemahaman Nilai Kearifan Lokal
Pancasila merupakan ideologi negara, dasar negara dan pandangan serta
falsafah hidup bangsa Indonesia dan dijadikan sebagai petunjuk dalam kehidupan
nasional baik kehidupan bermasyarakat, kehidupan berbangsa maupun kehidupan
bernegara (Kansil, 2003). Namun disisi lain, globalisasi dan reformasi benarbenar telah membawa perubahan yang signifikan bagi bangsa Indonesia. Pada era
6
Orde Baru, tidak pernah ada yang berani menanyakan urgensinya suatu ideologi
negara. Tetapi sekarang sudah menjadi hal yang lumrah apabila seseorang
menanyakan relevansi Pancasila dalam kehidupan, misalnya kaitan antara
desentralisasi, demokrasi dan modernisasi disatu pihak dengan globalisasi di
pihak lain.
Dimana posisi Pancasila dalam mengadapi internasionalisme dan
globalisasi?. Dalam menghadapi internasionalisme, sekali lagi Bung Karno juga
menegaskan bahwa sejak dahulu, nasionalisme bangsa Indonesia bukanlah
chauvinisme, Nasionalisme bangsa Indonesia menuju kekeluargaan dunia dan
persatuan seluruh bangsa-bangsa di dunia. Secara hakiki, tidak ada konflik atau
perselisihan pemikiran antara nasionalisme bangsa Indonesia berdasarkan
Pancasila dengan kehidupan internasionalisme atau globalisasi. Logikanya
internasionalisme tidak akan ada, jika tidak ada "bangunan" nasionalisme dari
masing-masing negara.
Dengan demikian apabila nilai-nilai kearifan lokal dipahami dan
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari maka akan memberikan
kontribusi untuk memperkuat identitas nasional yang memiliki ciri seperti yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda yaitu bertanah air, berbangsa dan berbahasa
satu yaitu Indonesia
Jika identitas nasional sudah kuat maka akan memberikan kontribusi
terhadap kokohnya persatuan bangsa, dimana integritas kehidupan nasional akan
memiliki keuletan dan ketangguhan untuk dapat mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan yang datang dari pihak luar. Sebaliknya jika kondisi pudarnya nilai-nilai
Pancasila ini dibiarkan, dimana nilai-nilai Pancasila semakin hanyut oleh derasnya
arus globalisasi dan perilaku individu yang tidak lagi bangga terhadap nilai-nilai
kearifan lokal maka akan berimplikasi terhadap hilangnya jati diri bangsa sebagai
tanda-tanda rapuhnya persatuan bangsa atau ketahanan nasional bangsa Indonesia
yang kita cintai.
7
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pertama, penggiatan nilai-nilai Pancasila melaui pemahaman nilai-nilai
kearifan lokal saat ini belum dilaksanakan dengan baik oleh bangsa Indonesia
sehingga belum mampu menunjukkan identitas bangsa dan negara di tengahtengah arus globalisasi. Hal ini menyebabkan hilangnya jati diri, karena kurang
pengelolaan kekayaan budaya, lemahnya pengelolaan kearifan lokal dan
keterbatasan sumber daya, serta pengaruh lingkungan global.
Kedua, nilai-nilai Pancasila adalah norma kehidupan berupa nilai dasar,
nilai instrumental dan nilai praksis yang termanifestasi pada budaya dan kearifan
lokal. Meskipun bersifat sangat baik, dalam praktek nyata kehidupan tergantung
dari para pelaku yang bersangkutan. Apabila Pancasila yang merupakan ajaran
ideologis yang idealistik ini diyakini kebenarannya dan dilaksanakan oleh segenap
bangsa Indonesia maka akan terwujud kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dengan lebih baik.
Ketiga, nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah hidup
bangsa yang kini menjadi ideology terbuka yang mampu menyesuaiakan dengan
zaman harus terus digiatkan melalui pemahaman nilai-nilai kearifan lokal,
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan identitas dan jati diri bangsa di mata dunia.
8
DAFTAR PUSTAKA
Hargens, Boni. 2011. “Indonesia, ‘Halo Soekarno” dalam Kompas, 16 April
2011, Jakarta.
Fauzi, Achmad. 2003. Pancasila: Tinjauan dari Konteks Sejarah, Filsafat,
Ideologi Nasional dan Ketatanegaraan Republik Indonesia. Malang: Danar
Wijaya UB Press
Kansil, C.S.T., Kansil, Christine, Kansil. 2003. Pancasila dan UUD 1945:
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta:Pradnya Paramita
Notonegoro. 1974. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta:Bhina Aksara.
Suwarno. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta:Kanisius
Unjiantom Bambang. 2013. Pancasila Rupakan Wujud Kearifan Lokal Bangsa
(Online). Tersedia: http://suaramerdeka.com/. Diakses 23 Oktober 2015
9